OLEH :
NUR MISBAKHUL ZUHRI NIM. C02213060
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
JURUSAN PERDATA ISLAM
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI DAN BISNIS ISLAM SURABAYA
ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian dengan judul “Analisis Hukum Islam
dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Hak Merek (Studi Kasus Jual Beli Produk-Produk Replika Di Darmo Trade Center Surabaya)”. Penelitian
ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah mengenai Bagaimana praktik jual beli produk replika di Darmo trade Center Surabaya dan bagaimana analisis hukum Islam terhadap UU No.15 Tahun 2001 tentang hak merek pada praktik jual beli produk replika di Darmo Trade Center Surabaya.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian field research (penelitian lapangan) dengan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Metode yang digunakan adalah kualitatif, yang menggunakan deskriptif analisis, yaitu dimulai dengan mengumpulkan data yang diperoleh dari lapangan terkait praktik jual beli produk replika di Darmo Trade Center Surabaya. Kemudian data tersebut dianalisis dengan hukum Islam dan UU No. 15 tahun 2001 tentang merek pada praktik jual beli produk replika di Darmo Trade Center Surabaya.
Dari hasil penelitian, praktik jual beli produk atau barang replika di Darmo Trade Center Surabaya yaitu berdasarkan prinsip syariah pada umumnya. Yakni pihak penjual menyerahkan barang secara langsung kepada pembeli yang telah disepakati bersama. Sebelum pihak penjual dan pihak pembeli memulai melakukan transaksi praktik jual beli tersebut, terlebih dahulu harus membuat suatu akad. Berdasarkan Praktik jual beli produk atau barang replika dalam undang-undang nomor 15 tahun 2001 sudah jelas tidak diperbolehkan karena termasuk tindakan melanggar hukum. Namun dalam hukum Islam praktik jual beli produk replika di Darmo Trade Center Surabaya menurut analisis hukum Islam terhadap keputusan undang-undang nomor 15 tahun 2001 tentang merek adalah dihukumi muba@h karena beberapa faktor pertama, sudah memenuhi rukun dan syarat jual beli serta terdapat asas saling ridha antara penjual dan pembeli berdasarkan dalil-dalil naqli Q.S An-Nisa’: 29. Kedua, tidak adanya unsur penipuan di dalam praktik jual beli tersebut.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
PENGESAHAN ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
ABSTRAK ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TRANSLITERASI ... xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 16
C. Rumusan Masalah ... 16
D. Kajian Pustaka ... 16
E. Tujuan Penelitian ... 17
F. Kegunaan dan Hasil Penelitian ... 18
G. Definisi Operasional ... 18
H. Metode Penelitian ... 20
BAB II KERANGKA TEORITIS
A. Jual Beli dalam Hukum Islam ... 27
1. Pengertian Jual Beli ... 27
2. Dasar Hukum Jual Beli ... 28
3. Syarat dan Rukun Jual Beli ... 30
4. Macam-Macam Jual Beli ... 32
B. Tinjauan Merek dalam UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek .. 36
1. Pengertian dan Fungsi Merek ... 36
2. Jenis Merek ... 37
3. Pelanggaran Merek ... 38
BAB III PENYAJIAN DATA PENELITIAN A. Gambaran Umum Mengenai DTC (Darmo Trade Centre) ... 41
1. Deskripsi Singkat DTC (Darmo Trade Centre) ... 41
2. Letak Geografis ... 42
3. Data Umum ... 42
4. Keadaan Sosial Para Pedagang ... 44
C. Tinjauan Produk atau Barang Replika Di DTC (Darmo Trade Center) ... 46
D. Praktik Jual Beli Produk Replika di DTC (Darmo Trade Center) ... 47
F. Deskripsi Hasil Wawancara dengan Pembeli Produk Replika di DTC (Darmo Trade Center) ... 51
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Analisis Praktik Jual Beli Produk atau Barang Replika di Darmo Trade Center Surabaya ... 57 B. Analisis Praktik Jual Beli Produk atau Barang Replika di Darmo
Trade Center Surabaya Ditinjau Dari UU No.15 Tahun 2001
Tentang Merek ... 59 C. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Jual Beli Produk
Replika Di Darmo Trade Center Surabaya ... 65 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 71 B. Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah SWT. Menciptakan dengan minat dan niat untuk selalu
mengadakan hubungan antar sesama manusia. Hubungan itu dimaksudkan
agar selama hidup terjadi kegiatan tolong menolong dalam memenuhi
kebutuhan hidup masing-masing supaya terbentuk kehidupan sosial yang
sejahtera. Salah satu cara Allah perintahkan yakni dalam bentuk jual beli
sebagai sarana manusia untuk memenuhi hajat yang dibutuhkan manusia. Jual
beli dalam istilah fikih disebut dengan al-bay ‘ yang berarti menjual dan
menukar sesuatu yang lain. Sedangkan menurut hanafiyah jual beli adalah
“saling tukar menukar harta melalui cara tertentu yang bermanfaat”.
Jual beli dalam istilah disebut dengan al-bay ‘ yang berarti menjual,
mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal al-bay ‘
dalam bahasa arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni
kata al-syira ‘ (beli). Dengan demikian, kata al-bay ‘ berarti jual, tetapi
sekaligus juga berarti beli. Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara
sesama umat manusia mempunyai landasan yang kuat dalam al-Qur’an yang
berbicara tentang jual beli diantaranya dalam surah Al-Baqarah (2) :275 yang
berbunyi:1
seperti berdirinya orang yang kemasukan karena gila. Yang demikian itu, karena mereka bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa yang mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, Maka yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya; dan urusannya (terserah) kepada Allah.Barang siapa mengulangi, Maka orang itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.2
Dalam ayat tersebut Allah menegaskan bahwa telah dihalalkan jual beli
dan diharamkan riba. Orang-orang yang membolehkan riba dapat ditafsirkan
sebagai pembantah hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah. Riba
yang dahulu telah dimakan sebelum turunnya firman Allah ini, apabila
pelakunya bertobat, tidak ada kewajiban untuk mengembalikannya dan
dimaafkan oleh Allah. Sedangkan bagi siapa saja yang kembali lagi kepada
riba setelah menerima larangan dari Allah, maka mereka adalah penghuni
neraka dan mereka kekal di dalamnya.3
Para ulama fiqh mengatakan bahwa hukum jual beli yaitu muba@h{ (boleh).
akan tetapi, pada situasi-situasi tertentu berubah menjadi wajib. Jual beli
mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi sehingga jual beli itu dapat
dikatakan sah oleh syara ‘. Rukun jual beli itu sendiri yaitu: ada orang yang
2 Al-Qur’an Dan Terjemahannya Departemen Agama Republik Indonesia, juz 3, (Surabaya: Duta
Ilmu, 2006), 59 3
Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah- Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 1,
berakat atau al-muta ‘a@qqidayn (penjual dan pembeli), adanya s{ighat (lafal
ijab dan qabul), adanya barang yang dibeli, dan ada nilai tukar pengganti
barang. Para ulama’ fiqh sepakat bahwa orang yang melakukan akad jual beli
itu harus memenuhi syarat yaitu: berakal, baligh, transaksi terjadi atas
kemauan sendiri tanpa adanya paksaan, dan keduanya tidak mubadhdhir. 4
Penjual dan pembeli dalam melakukan jual beli hendaknya berlaku jujur,
terus terang, dan mengatakan yang sebenarnya. Bentuk-bentuk jual beli yang
dilarang terbagi menjadi dua: pertama, jual beli yang dilarang dan hukumnya
tidak sah (batal), yaitu jual beli yang tidak memenuhi syarat dan rukunnya.
Kedua, jual beli yang hukumnya sah tetapi dilarang, yaitu jual beli yang telah
memenuhi syarat dan rukunnya, tetapi beberapa faktor yang menghalangi
kebolehan proses jual beli.5
Dalam melaksanakan transaksi jual beli ini, hal yang terpenting
diperlihatkan oleh pihak penjual dan pembeli adalah mencari barang yang
halal dan dengan jalan yang halal pula dalam mendapatkan barang tersebut,
dalam artian “carilah barang yang halal untuk diperjual belikan kepada orang
lain atau diperdagangkan dengan cara yang sejujurnya bersih dari segala sifat
yang dapat merusak jual beli itu sendiri”.
Di dalam bermuamalah banyak sekali barang yang diperjualbelikan itu
harus diteliti terlebih dahulu seperti halnya produk-produk replika yang sudah
tersebar dan merajalela di pasaran. Manusia mempunyai kelebihan yang
4 Nasrun Harun, Fiqh Muamalah..., 112.
istimewa yang mana manusia bisa menalar, merasa dan mengindra. Dengan
menalar manusia mampu menciptakan dan mengembangkan pengetahuannya,
dan hal inilah yang secara prinsip membedakan antara makhluk tingkat rendah
dengan makhluk tingkat tinggi, yaitu manusia. Ilmu menjadi furqa@n
(pembeda) antar makhluk, bahkan pembeda kualitas antara manusia itu
sendiri.6 Para ulama Hanafiyah berbendapat mengenai barang replika atau
memalsukan ciptaan orang lain yaitu, sama halnya dengan mengghas{ab,
mencuri. Seperti dalam Firman Allah Q.S Hu@d (11) : 18.
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan suatu kebohongan terhadap Allah? mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan Para saksi akan berkata: "Orang-orang Inilah yang telah berbohong terhadap Tuhan mereka". Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) orang yang zalim,7
Dari ayat tersebut dijelaskan taka da yang lebih dhalim terhadap dirinya
dan jauh dari kebenaran daripada orang yang mengada-adakan kebohongan
lalu menyenangkan kebohongan itu kepada Allah. Sesungguhnya mereka ini
akan dihadapkan kepada tuhan untuk diperhitungkan perbuatan-perbuatan
buruk yang mereka lakukan. Pada saat itu saksi-saksi dari malaikat, para Nabi
dan lainnya akan berkata, “mereka adalah orang-orang yang telah melakukan
kejahatan dan kedhaliman yang paling keji terhadap pencipta mereka,
6 Ahmad Mawardi Muslich, Fikih Muamalah (Jakarta: Amzah, 2010), 5.
7 Al-Qur’an Dan Terjemahannya Departemen Agama Republik Indonesia, juz 3, (Surabaya: Duta
sesungguhnya laknat Allah akan menimpa mereka disebabkan perbuatan
mereka yang dhalim”.8
Fatwa MUI terhadap hak cipta, komisi fatwa ulama’ Indonesia (MUI)
dalam rapat komisi pada hari sabtu 14 zulqa’dah 1423H atau 18 januari 2003
M, setelah:
Menimbang:
Satu, Bahwa dewasa ini pelanggaran terhadap hak cipta telah sampai pada tingkat sangat meresahkan dan merugikan banyak pihak. Terutama pemegang hak cipta, negara dan masyarakat.
Dua, Bahwa terhadap pelanggaran tersebut, ASIRI (asosiasi industri rekaman Indonesia) mengajukan permohonan fatwa kepada MUI.
Tiga, Bahwa oleh karena itu komisi fatwa MUI memandang dan perlu menetapkan fatwa tentang status hukum Islam terhadap hak cipta, untuk dijadikan pedoman oleh umat Islam dan pihak-pihak yang memerlukannya.
Mengingat:
Firman Allah SWT tentang larangan memakan harta orang lain secara
batil (tanpa hak) dan larangan merugikan harta maupun hak orang lain,9 antara
lain:
8 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 06, (Jakarta: Lentera Hati, 2003), h. 497.
Wahai orang-orang yang beriman! janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. sungguh, Allah maha penyayang kepadamu.10
Ayat ini menerangkan hukum transaksi secara umum, lebih khusus
kepada transaksi perdagangan, bisnis, dan jual beli. Sebelumnya telah
diterangkan transaksi muamalah yang berhubungan dengan harta, seperti harta
anak yatim, mahar, dan sebagainya. Dalam ayat ini Allah mengharamkan
orang yang beriman untuk memakan, memanfaatkan, menggunakan, (dan
segala bentuk transaksi lainnya) harta orang lain dengan jalan yang batil, yaitu
yang tidak dibenarkan oleh syari’at. Kita boleh melakukan transaksi terhadap
orang lain dengan jalan perdagangan dengan asas saling ridha. Dan dalam ayat
ini Allah juga melarang untuk bunuh diri, baik membunuh diri sendiri maupun
saling membunuh. Dan Allah menerangkan semua ini, sebagai wujud dari
kasih sayang-Nya. Karena Allah maha pengasih lagi maha penyayang.
Q.S Al- Baqarah (2): 188 yang bathil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui. 11
Ayat ini berbicara tentang dosa besar penyebab ketidakadilan dan
ketidakamanan dalam ekonomi masyarakat. Dan kaum muslimin sangat
10 Al-Qur’an Dan Terjemahannya Departemen Agama Republik Indonesia, juz 5, (Surabaya: Duta
Ilmu, 2006), 108
dilarang melakukan satu perlakuan yang tida pantas terhadap harta milik
orang lain, dan menyuap hakim supaya dapat menguasai harta orang lain.12
Q.S Asy-syu’ara (26) :183
Dan janganlah kamu merugikan manusia dengan mengurangi hak-haknya dan janganlah membuat kerusakan di muka bumi.13
Ayat tersebut menjelaskan janganlah kalian mengurangi hak mereka
barang sedikitpun (dan janganlah kalian merajalela di muka bumi dengan
membuat kerusakan) melakukan pembunuhan dan kerusakan-kerusakan
lainnya.14
Menurut UU No.15 tahun 2001. Merek adalah tanda yang berupa
gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi
dari unsur-unsur tersebut yang memiliiki daya pembeda dan digunakan dalam
kegiatan perdagangan barang atau jasa.15 Pada dasarnya, merek dibedakan
menjadi merek dagang dan merek jasa serta pada undang-undang merek juga
dikenal merek kolektif. Sebenarnya, merek sudah digunakan sejak lama untuk
menandai produk dengan tujuan menunjukkan asal-usul barang. Perlindungan
hukum atas hak merek makin meningkat seiring majunya perdagangan dunia.
Demikian juga merek pun makin berperan untuk membedakan asal-usul
barang dan kualitasnya serta untuk menghindari peniruan.
12
Muhammad Nasib Ar-Rifa’I, Kemudahan dari Allah- Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,….,h. 214..
13 Al-Qur’an Dan Terjemahannya Departemen Agama Republik Indonesia, Juz 19, h. 526.
1414
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 09, …., h. 237.
15 Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum (Intellectual Property Rights), (Bogor: Ghalia
Merek terkenal asing sering dipalsukan (atau minimal pelaku usaha sering
membonceng ketenaran dari merek terkenal tersebut) karena nilai
ekonomisnya yang sangat tinggi. Akibatnya pemilik merek yang sah atas
merek terkenal dirugikan kepentinganya dengan berkurangnya pangsa pasar,
pudarnya reputasi merek yang telah dibangun dengan susah payah dan biaya
tidak sedikit. Namun, tidak hanya kepentingan pemilik merek terkenal saja
yang dirugikan, konsumen juga dirugikan karena membeli produk yang tidak
sesuai dengan ekspektasinya sebagai timbal balik dari pembayaran yang sudah
dilakukan.16
Replika adalah sebuah salinan yang sama persis dengan bentuk dan fungsi
dari alat, barang atau lainnya17. Dan barang tersebut belum mempunyai izin
dari orang yang memiliki hak cipta dari barang tersebut. Atau lebih spesifik
lagi tentang barang replika adalah tidak hanya diproduksi sebagai tiruan atau
replika merek terkenal saja, tetapi untuk semua merek. Jadi sebuah barang
replika tidak memandang merek terkenal atau bukan, karena setiap barang
replika merupakan pemalsuan terhadap produk suatu merek. Barang replika
diproduksi tanpa menggunakan hak merek yang bersangkutan, para produsen
membuatnya dengan cara seperti copy-paste saja. Oleh karena itu bisa disebut
dengan lebih kasar bahwa barang replika itu adalah barang palsu.
16 Titon Slamet Kurnia,. Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal di Indonesia Pasca
Perjanjian TRIP’s, (Bandung: PT. Alumni, 2011), 99.
Kemampuan manusia dalam berfikir dan mengembangkan ilmu
pengetahuan telah melahirkan temuan-temuan baru yang belum ada
sebelumnya seperti merek dagang yang sudah mendunia di antaranya: Nike,
Adidas dan lain-lain sebagainya.
Selain memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, ditemukan hal-hal
baru tersebut telah melahirkan kesadaran akan adanya hak baru di luar hak
kebendaan atau barang. Pengakuan atas segala temuan,ciptaan dan kreasi baru
yang ditemukan dan diciptakan oleh individu atau kelompok telah melahirkan
apa yang disebut hak milik atau hak kekayaan intelektual (HAKI).18
Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk
mengumumkan dan memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk
itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
perundang-undangan yang berlaku. Dalam undang-undang hak cipta pasal 1 yang
dimaksud dengan pencipta adalah: “pencipta adalah seseorang atau beberapa
orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya menghasilkan suatu ciptaan
berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan atau
keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi”.19
Dari definisi tersebut dapat kita gambarkan betapa besarnya penghargaan
yang diberikan kepada seorang pencipta karena dia telah mencurahkan segala
kemampuannya untuk melahirkan ciptaan yang bermanfaat bagi sesama. Hal
ini sangat tidak berlebihan karena Islam sendiri juga menghormati seorang
18
Titon Slamet Kurnia,. Perlindungan Hukum..., 100.
pencipta dengan bukti diharamkannya mengklaim ucapan orang lain sebagai
ucapan orang lain sendiri. Atau menisbatkannya kepada selain orang yang
mengucapkannya. Bahkan penisbatan kepada selain pemiliknya adalah
tindakan penipuan yang diharamkan secara syar’i.
Kebutuhan untuk melindungi hak kekayaan intelektual dengan demikian
juga tumbuh bersamaan dengan kebutuhan untuk melindungi barang atau jasa
sebagai komoditif dagang. Kebutuhan untuk melindungi barang atau jasa dari
kemungkinan pemalsuan atau dari persaingan yang tidak wajar (curang), juga
berarti kebutuhan untuk melindungi hak kekayaan intelektual yang digunakan
pada atau untuk memproduksi barang atau jasa tadi. Hak kekayaan intelektual
tersebut tidak terkecuali bagi merek.20
Kalau hak atas merek telah dipegang, maka menurut sistem hukum merek
Indonesia pihak pemegang merek tersebut akan mendapatkan perlindungan
hukum. Artinya apabila terjadi pelanggaran atas merek pihak pemegang merek
dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang melakukan pelanggaran
hak atas merek. Gugatan ini ditujukan untuk mendapat ganti rugi dan
penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek
tersebut. Gugatan diajukan di pengadilan niaga. Tak kalah pentingnya dalam
pengaturan hukum merek Indonesia menyangkut merek terkenal. Munculnya
20 Bambang Kesowo, Kebijaksanaan Pemerintah di Bidang Merek (Yogyakarta: Fakultas hukum
istilah merek terkenal berawal dari tinjauan terhadap merek berdasarkan
reputasi dan kemasyhuran suatu merek.21
Dari deskripsi beberapa jenis merek diatas maka banyak
produsen-produsen yang ingin memalsukan barang yang dibuat oleh merek terkenal
seperti brand ambassador yang sudah malang melintang di Indonesia. Dan
semakin lama konsumen malah bertambah banyak, dikarenakan konsumen
ingin membeli barang yang bermerek tetapi dengan harga yang murah, maka
disitulah konsumen ingin membeli barang replika untuk memperlihatkan kalau
orang tersebut memiliki barang yang bermerek semua.
Pemegang merek baru akan diakui atas kepemilikan mereknya kalau
merek itu dilakukan pendaftaran. Hal ini sesuai dengan prinsip yang dianut
dalam UU merek Indonesia, yakni firts to file principle, bukan first come, first
out. Berdasarkan kepada prinsip ini, maka seseorang yang ingin memiliki hak
atas merek dia harus melakukan pendaftaran atas merek bersangkutan.22
Sistem perundangan Indonesia yang mempermudah pembajakan merek
dagang, seperti yang kita ketahui bahwa dipasaran Indonesia terdapat banyak
barang yang sebenarnya merupakan tiruan belaka, tetapi memakai
merek-merek terkenal. Di toko-toko kota besar di Indonesia dengan mudah dapat kita
beli barang dengan merek-merek terkenal, tetapi dengan harga yang jauh lebih
21 Ridwan Khairandy dan Yahya Harahap, Tinjauan Merek secara Umum dan hukum Merek di
Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 tahun 1992, 80.
22 Budi Agus Riswandi, M.Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum (Jakarta:
murah dibanding dengan aslinya. Setiap pembeli mengetahui bahwa yang
dibelinya ini sebenarnya bukan bukan barang asli.23
Barang yang asli sering kali bukan dibuat di negara asli merek tersebut,
melainkan di buat di negara-negara berkembang yang upah buruhnya lebih
murah, tetapi dengan sistem lisensi. Di Indonesia memakai dua sistem, yaitu
sistem pasif dan sistem aktif. Sistem pasif adalah sistem perundang-undangan
merek di Indonesia yang hingga kini berlaku, yaitu undang-undang No. 21
tahun 1960, selama ini kita memiliki sistem yang dinamakan sistem pasif
(passief stelsel). Pada saat pendaftaran tidak diselidiki siapa yang sebenarnya
merupakan pemilik asli merek yang bersangkutan.24
Sistem yang kedua sistem aktif, adalah sistem hanya mengakui bahwa
yang berhak atas suatu merek adalah orang yang atas namanya merek yang
bersangkutan terdaftar. Jadi pendaftaran itu menciptakan suatu hak atas
merek yang bersangkutan, dan orang lain tidak dibenarkan
mempergunakannya. Untuk menghindarkan orang-orang yang tidak sah
membajak merek-merek dari luar negeri sesungguhnya memang dapat
diadakan kebijakan tersendiri oleh kantor merek Indonesia untuk tidak
menerima pendaftaran yang dilakukan oleh pihak-pihak di Indonesia terhadap
merek-merek yang sudah terkenal dari luar negeri.25
23 Ibid.,
24
Ibid., 90.
25 O.K Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995),
Perlindungan merek secara internasional, disamping peraturan
perundang-undangangan nasional tentang merek, masyarakat juga terikat dengan perturan
merek yang bersifat internasional seperti pada konveksi Paris Union yang
diadakan pada tanggal 20 maret 1983, yang khusus memberikan perlindungan
pada hak milik perindustrian. Dalam UU merek tahun 1992 ada disebutkan
tentang gugatan ganti rugi. Dalam pasal 72 ayat 1 dikatakan bahwa: pemilik
merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap orang atau badan hukum
yang menggunakan mereknya, yang mempunyai persamaan baik pada
pokoknya atau pada keseluruhannya secara tanpa hak, berupa permintaan
ganti rugi dan penghentian pemakaian merek merek tersebut.
Tuntutan pidana dalam tiap delik yang ditetapkan dalam UU No.15
Tahun 2001 tentang merek, adapun ancaman pidana yang dimaksudkan
tersebut, termuat dalam pasal 90 yang berbunyi:
“Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek
yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan atau jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah)”.26
Diantara banyaknya cara dan bentuk jual beli yang terdapat dalam
masyarakat diantaranya adalah jual beli produk-produk replika di Darmo
Trade Center wonokromo surabaya, yang mana menimbulkan banyak
pertanyaan apakah jual beli produk replika itu diperbolehkan dalam Islam.
Melihat praktik jual beli produk replika itu sama saja dengan jual beli biasa,
tetapi yang dipermasalahkan adalah barang yang dijual ini adalah barang
tiruan. Di dalam Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) itu sendiri memalsukan
barang adalah tindakan yang melanggar aturan, karna barang tersebut
memakai merek yang sudah sudah terkenal dan sudah didaftarkan. Bahkan
kardus original diperjualbelikan di sana, sehingga barang palsu atau replika itu
terlihat seperti barang original.
Barang yang diperjualbelikan di Darmo Trade Center itu sebagian adalah
sepatu, tas, kaos ,dll. Tetapi paling banyak adalah sepatu, dan barang tersebut
ada dua macam, ada yang impor dan juga ada yang lokal. Barang yang impor
itu disebut gread ori kwalitas hampir sama dengan barang yang original, tetapi
barang tersebut bukan buatan asli pabrik merek tersebut. Berbeda dengan
produk replika lokal, barang lokal kebanyakan paling sering dapat keluhan dari
konsumen, karna bahan barang tersebut kurang bagus.
Sebagian konsumen di Darmo Trade Center itu mengetahui bahwa barang
yang akan dibeli itu barang replika atau palsu. Mereka sengaja membeli
produk replika tersebut dikarenakan harga yang sangat miring “murah”.
Dengan kwalitas yang tidak kalah dengan barang original.
Rata-rata pedagang di Darmo Trade Center itu tidak mempunyai satu
toko saja, melainkan mempunyai beberapa toko plus gudang. Dan mereka
melayani penjualan ecer, grosir dan dropship atau online, cara pembayarannya
Cara pedagang di Darmo Trade Center menghindari razia, mereka
mempunyai informan atau orang yang memberi informasi kepada para
pedangang. Sehingga pada waktu razia mereka sudah tutup untuk
memanipulasi para pihak berwenang. Dan cara mereka berkomunikasi kepada
pedagang yang lain mereka menggunakan Holky talky “HT”.
Dari banyaknya pedagang prodak replika di Darmo Trade Center penulis
mengambil sepuluh dari sekian banyaknya pedagang untuk dijadikan
narasumber. Dari sepuluh pedagang tersebut salah satunya adalah Irma
Rahmawati pemilik toko paling banyak dan paling besar di Darmo Trade
Center. Beliau menjual barang replika kepada konsumen dan juga menjual ke
pedagang lain di Darmo Trede Center itu.
Dari uraian di atas penulis ingin mengadakan penelitian dan pembahasan
secara langsung mengenai hukum praktik jual beli produk-produk replika serta
mempertimbangkan kemaslahatan dan madlarat yang timbul akibat dari
praktik jual beli produk-produk replika dan kemudian ditinjau dalam analisis
hukum Islamnya mengenai hukum jual beli produk replika, agar memperoleh
status hukum yang jelas tentang hukum jual beli produk replika dalam skripsi
yang berjudul “Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2001 tentang Merek (Studi Kasus Jual Beli Produk-Produk Replika Di Darmo
Trade Center Surabaya)”.
Berdasarkan latar belakang diatas dapat diidentifikasikan
permasalahan-permasalan sebagai berikut:
1. Deskripsi dari produk replika.
2. Resiko terhadap produk replika.
3. Tanggapan konsumen terhadap produk replika.
4. Seberapa minat konsumen terhadap produk replika.
5. kwalitas barang produk replika.
6. Praktik jual beli produk replika.
7. Analisi hukum Islam produk replika.
Agar pembahasan ini lebih terfokus, maka diperlukan batasan masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Praktik jual beli produk-produk replika di Darmo Trade Center.
2. Analisis hukum Islam terhadap produk-produk replika.
C. Rumusan Masalah
Berangkat dari batasan masalah tersebut, maka pokok permasalahan yang
dibahas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana praktik jual beli produk replika di Darmo Trade Center?
2. Bagaimana analisis hukum Islam dan UU No.15 Tahun 2001 tentang
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian
yang sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang akan diteliti sehingga
terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan
pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang sudah ada.27
Bahasan judul skripsi sebelumnya adalah: perlindungan hukum merek
asing terkenal terhadap peniruan merek yang menyebabkan persaingan curang.
Yang ditulis oleh Harsinta Setiarini pada tahun 2012 fakultas Hukum
Universitas Indonesia Depok, membahas tentang pengetahuan sejauh mana
perlindungan merek terkenal yang diberikan Indonesia untuk menghindari
persaingan curang, mengetahui penyebab terjadinya persaingan curang dalam
peniruan merek terkenal meskipun dalam pengaturan perjanjian TRIPs dan
konveksi paris sudah jelas diatur mengenai perlindungan merek terkenal.
Bahasan judul skripsi selanjutnya adalah: penegakan Hukum terhadap
tindak pidana pembajakan software. Yang ditulis oleh Kurniadi Sinaga pada
tahun 2013 fakultas Hukum Universitas Hasanuddin makasar, membahas
tentang pengetahuan upaya penegakkan Hukum aparat kepolisian terhadap
tindak pidana pembajakan software, dan mengetahui kendala-kendala yang
dihadapi kepolisian dalam upaya penegakkan Hukum terhadap Hukum
terhadap tindak pidana pembajakan.
E. Tujuan Penelitian
27 Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya,Teknis Penulisan skripsi, (Surabaya: Fakultas
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, maka penulis mempunyai
penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan praktik jual beli produk
replika di Darmo Trade Center
2. Untuk mengetahui analisis hukum Islam dan UU No.15 Tahun 2001
tentang merek pada praktik jual beli produk replika di Darmo Trade
Center.
F. Kegunaan dan Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat serta
minimal dapat digunakan dua aspek yaitu:
1. Aspek teoristik: untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi
pengembangan pemikiran studi hukum ekonomi dan bisnis Islam bagi
mahasiswa fakultas syari’ah khususnya jurusan perdata Islam.
2. Aspek praktis: secara praktis penelitian ini dapat berguna sebagai
acuan yang dapat memberikan masukan bagi para pembaca, dan
penjualan untuk dijadikan landasan berfikir untuk praktik jual beli
barang replika di Darmo Trade Center.
G. Definisi Operasional
Sebagai gambaran di dalam memahami suatu pembahasan maka perlu
sekali adanya pendefinisian terhadap judul yang bersifat operasional dalam
Adapun judul skripsi ini adalah “Analisis Hukum Islam dan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Studi Kasus Jual Beli
Produk-Produk Replika Di Darmo Trade Center Surabaya)”. Dan agar tidak terjadi
kesalahpahaman dalam memahami judul skripsi ini, maka perlu uraikan
variabel judul skripsi tersebut di antaranya sebagai berikut:
1. Hukum Islam
Hukum Islam adalah Peraturan-peraturan berdasarkan wahyu Allah
(al-Quran) dan Sunnah Rasul (Hadits) tentang tingkah laku manusia
mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua
umat yang beragama Islam.28
2. Merek
Merek menurut UU No.15/2001 tentang merek adalah tanda yang
berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna
atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliiki daya
pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau
jasa.29
3. Jual beli produk replika
Kesepakatan antara kedua belah pihak untuk melaksanakan transaksi
jual beli barang tiruan (replika) yang obyeknya adalah meniru suatu
produk bermerek yang sudah didaftarkan di Direktorat Jenderal
Kekayaan Intelektual (DJKI).
28 Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Hukum Islam, (Surabaya: UIN Sunan
Ampel Press, 2013), 44.
4. Darmo Trade Center
Tempat bertemunya penjual dan pembeli dalam melakukan transaksi
jual beli produk-produk replika yang terletak di jalan Wonokromo
Surabaya.
H. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, yang
berjenis penelitan field research (penelitian lapangan) yang membahas
analisis hukum Islam pada jual beli produk-produk replika di Darmo trade
Center Surabaya. untuk memperoleh data jual beli produk-produk replika,
maka dibutuhkan fase-fase tertentu dan akurat diantaranya:
1. Data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa primer maupun
sekunder yang berasal dari seseorang, dokumen, pustaka, barang, dan
keadaan.30 Data yang perlu dihimpun untuk menjawab pertanyaan
dalam rumusan masalah diantaranya sebagai berikut:
a. Jenis merek yang diperjualbelikan
b. Jenis barang replika
c. Harga barang replika
d. Cara transaksi jual beli barang replika.
2. Sumber Data
Sumber data yakni sumber dari mana data akan digali, baik primer
maupun sekunder.31
a. Sumber primer yaitu sumber yang berupa kata-kata dan
tindakan pelaku yang diamati atau diwawancarai sebagai
sumber utama.32 Di antaranya sebagai berikut:
1) Penjual barang dan
2) Pembeli barang
b.
Sumber sekunder adalah data yang diperoleh dari bahankepustakaan.33 Sumber yang bersifat membantu dalam
melengkapi serta memperkuat dari sumber primer tersebut, di
antaranya sebagai berikut:
1) Aspek hukum hak kekayaan intelektual. Karangan O.K
Saidin,
2) Fiqih Muamalah, karangan Ahmad Mawardi Muslich
3) Fiqh Muamalat, karangan Abdul Rahman Al-Ghazaly
4) Hak Kekayaan intelektual dan budaya hukum, karangan
Budi Agus Riswandi, M.syamsudin,
5) Hak kekayaan intelektual teori dan praktek, karangan
Jumhana,
6) Peraturan hak cipta nasional, karangan M.Hutahuruk.,
31 Tim Penyusun Fakultas Syari’ah dan Hukum, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi ..., 8.
32 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), 157
7) Segi-Segi Hukum Hak Milik Intelektual. Karangan
Sudargo Gautama,.
8) Dan seterusnya.
3. Subjek Penelitian
Dalam hal ini yang menjadi subjek adalah 4 penjual dan 5 pembeli
produk-produk replika
4. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Pengamatan (observasi)
Teknik pengamatan dengan cara mengamati (melihat,
memperhatikan, mendengarkan, dan mencatat secara sistematis
objek yang diteliti).34 Dengan observasi kita memperoleh
gambaran yang lebih jelas yang sukar diperoleh dengan metode
lain. Dalam hal ini penulis akan melakukan pengamatan langsung
pada semua pihak yang terkait dengan masalah jual beli
produk-produk replika.
b. wawancara
Teknik interview yang disebut juga sebagai wawancara yaitu
suatu teknik yang bertujuan untuk mendapatkan keterangan atau
data secara lisan dari seorang responden sebagai pembantu dari
teknik observasi.35 Disini penulis akan melakukan tanya jawab
yang berlangsung secara lisan antara dua orang atau lebih secara
tatap muka, mendengar secara langsung informasi-informasi atau
keterangan-keterangan yakni dari para responden metode ini
digunakan untuk memperoleh informasi terutama dari para pihak
yang terkait.
c. Dokumenter
Untuk lebih menyempurnakan penelitian ini, maka peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data dokumenter, yakni cara
menggali data dengan melihat dokumen-dokumen yang ada
hubunganya dengan pokok permasalahan, antara lain catatan,
artikel, dan lain-lain.36
5. Teknik Pengolahan Data
Maka dilakukan analisis data dengan tahapan-tahapan sebagai
berikut:
a. Organizing adalah suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan, pencatatan, dan penyajian fakta untuk tujuan
penelitian.37
b. Editing adalah kegiatan pengeditan akan kebenaran dan ketepatan
data tersebut.38
35Koenjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, cet ke 9 (Jakarta: PengadilanTinggi
Gramedia, 1989), 129
36 Ibid,. 131
c. Analizing adalah menganalisis data-data yang telah diperoleh dari
penelitian untuk memperoleh kesimpulan mengenai kebenaran
fakta yang ditemukan, yang akhirnya merupakan sebuah jawaban
dari rumusan masalah.39
6. Teknik Analisis Data
Analisis data, yaitu proses penyederhanaan data ke bentuk yang
lebih mudah dibaca dan dipahami.40 Analisis data merupakan upaya
mencari dan menata secara sistematis catatan hasil wawancara,
observasi, dokumenter, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman
penelitian tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai
temuan bagi orang lain. Teknik yang digunakan untuk penelitian ini
adalah analisis deskriptif, yaitu metode penulisan yang berusaha
menggambarkan tentang jual beli produk-produk replika di Darmo
trade Center Surabaya, sehingga mendapatkan gambaran yang kongkrit
dan mudah dipahami kemudian memberikan analisis sesuai dengan
teori yang telah ada sesuai dengan keadaan yang sebenarnya kemudian
menilainya dengan prespektif hukum Islam.
Dalam mendeskripsikan data tersebut, kesimpulannya
menggunakan pola pikir induktif, yaitu berangkat dari data yang sudah
ada di lapangan yang digunakan untuk mengemukakan fakta-fakta atau
kenyataan dari hasil penelitian jual beli produk-produk replika di
38 Ibid., 97
39 Ibid., 99.
Darmo Trade Center. Kemudian ditinjau dari segi undang-undang
nomor 15 tahun 2001 tentang hak merek lalu dianalisa dengan hukum
Islam.
I. Sistematika Pembahasan
Pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari lima bab, antara satu bab
dengan bab lainnya saling berhubungan, selanjutnya dalam setiap bab terdiri
dari sub bab. Agar dalam penyusunan skripsi dapat terarah dan teratur sesuai
dengan apa yang direncan akan penulis, maka disusunlah sistematika
pembahasan sebagai berikut.
Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi tentang penyusunan
langkah awal untuk memulai sebuah penelitian, agar yang direncankan oleh
penulis dalam penelitiannya bisa sistematis. Adapun pada bab pendahuluan
terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan masalah,
rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
definisi operasional, metode penelitian, serta menggambarkan alur sistematika
pembahasan yang jelas.
Pada bab kedua merupakan landasan teori yang membahas tentang
kajian pustaka untuk menguraikan teori berkaitan dengan praktik jual beli,
yang mencakup bahasan tentang konsep jual beli dalam hukum Islam. Di
antaranya mengenai pengertian, landasan hukum, rukun dan syarat, serta
bentuk-bentuk jual beli. Yang bertujuan untuk mengetahui analisis hukum
tinjauan tentang merek yang meliputi pengertian, jenis dan perlindungan hak
tentang merek. Mengenai data penelitianya akan dilanjutkan pada bab ketiga.
Bab ketiga merupakan data penelitian, yang mencakup gambaran umum
Darmo Trade Center dan hasil temuan dalam penelitian terkait dengan praktik
jual beli produk-produk replika . Sehingga di bab ketiga berisi tentang data
penelitian murni yang akan dibahas secara jelas. Untuk analisisnya maka
dilanjutkan pada bab keempat.
Selanjutnya bab keempat berisi tentang analisis data yaitu menganalisis
data penelitian yang telah dideskripsikan dalam bab tiga dengan berlandaskan
teori pada bab dua. Untuk hasil analisis akan disimpulkan pada bab ke lima.
Oleh karena itu, bab kelima merupakan bab penutup, bab ini berisi
kesimpulan dan saran. Kesimpulan ini bermaksud memberikan jawaban
BAB II
KERANGKA TEORITIS
A. Jual Beli dalam Hukum Islam
1. Pengertian Jual Beli
Menurut etimologi jual beli diartikan pertukaran sesuatu dengan
sesuatu yang lain.1 Istilah lain dari jual beli adalah al-bay ‘ dan al-shira ‘.
Adapun jual beli menurut terminologi, para ulama’ berpendapat dalam
mendefinisikannya, antara lain:2
Artinya: “ Pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara
khusus (yang dibolehkan).
Dalam definisi tersebut terkandung pengertian “cara yang khusus”,
yang dimaksudkan ulama Hanafiyah dengan kata-kata tersebut
adalah melalui ijab dan qabul, atau juga boleh melalui saling
memberikan barang dan harga dari penjual dan pembeli. Disamping
itu, harta yang diperjualbelikan harus bermanfaat bagi manusia,
sehingga bangkai, minuman keras, dan darah tidak termasuk dalam
sesuatu yang diperbolehkan untuk diperjualbelikan, karena
benda-benda tersebut tidak bermanfaat bagi umat muslim. Apabila
1 Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 73.
jenis barang seperti itu tetap diperjualbelikan, menurut ulama
Hanafiyah, jual belinya tidak sah.3
b. Menurut Ibnu Qudamah, jual beli diartikan sebagai berikut:
ُِمَِب
Artinya: “pertukaran harta dengan harta, untuk saling menadikan milik”.
Dalam definisi ini ditekankan kata “milik dan pemilikan”, karena
ada juaga tukar-menukar harta yang sifatnya tidak harus dimiliki, seperti sewa-menyewa (al-ijarah).
Jadi dapat disimpulkan bahwa jual beli adalah menukar suatu
barang dengan barang yang lain dengan rukun dan syarat tertentu.
Setelah jual beli dilakukan secara sah, barang yang dijual menjadi milik
pembeli sedangkan uang yang dibayarkan pembeli sebagai pengganti
harga barang, menjadi milik penjual.
2. Dasar Hukum Jual Beli
Jual beli sebagai sarana tolong-menolong antara sesama umat
manusia yang mempunyai landasan yang kuat dalam al-Qur’an dan
sunah Rasulullah Saw. Terdapat beberapa ayat al-Qur’an dan sunah
Rasulullah Saw, yang berbicara tentang jual beli, diantaranya sebagai
berikut:
3 Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan, serta Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, Jakarta:
a. Al-Qur’an
Dalil hukum jual beli di dalam Al-Qur’an, diantaranya terdapat pada
ayat-ayat berikut ini:
Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Q.S Al-Baqarah : 275)4
Artinya: “dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli” (Q.S Al-Baqarah: 282)
Artinya: “wahai orang-orang yang beriman! janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. sungguh,
Allah maha penyayang kepadamu.” (Q.S An-Nisa’: 29)5
b. Hadis
4 Al-Qur’an Dan Terjemahannya Departemen Agama Republik Indonesia, juz 3, (Surabaya: Duta
Ilmu, 2006), 59.
Dalam Hadis atau sunnah juga dijelaskan tentang jual beli
diantaranya adalah sebagai berikut:6
Hadits dari al-Baihaqi, Ibn Majah dan Ibn Hibban, yang mana jual
beli itu harus saling ridla. Rasulullah menyatakan :
َِرَ تِْنَعُِعْيَ بلْاِاَمَِإ
ا
.)ىقَهْ يَ بْلاِ اور(ٍِض
Artinya: “Sesungguhnya jual beli itu didasarkan atas suka sama
suka (ridla)”. (HR. Al-Baihaqi dan Ibnu Majah)7
c. Ijma’
Ulama’ telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan
bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya,
tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang
milik orang lain yang dibutuhkan itu, harus diganti dengan barang
lainnya yang sesuai.8
3. Syarat dan Rukun Jual Beli
Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual
beli yang harus dipenuhi agar jual belinya sah menurut syara’ (hukum
islam). Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi,
sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara’.
Adapun rukun jual beli menurut jumhur ulama’ ada empat yaitu:9
6 Muh. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2003), 16.
7 Imam Az-Zabidi, Ringkasan Shahih Ibnu Majah, (Bandung: Miza, 1997), h. 778.
8 Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah,…., h. 75.
a. Bay‘ (Penjual)
b. Mustari@ (Pembeli)
c. s{ighat (ijab dan qabul)
d. Ma‘qud ‘alaih (benda atau barang)
Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang
dikemukakan jumhur ulama’ diatas adalah sebagai berikut :
a. Syarat penjual dan pembeli (orang yang melakukan akad)
1) Dewasa dan sadar, ‘a@qid harus baligh dan berakal., menyadari
dan mampu memelihara agama dan hartanya.
2) Tidak dipaksa atau tanpa hak
3) Baligh (berumur 15 tahun ke atas atau dewasa). Menurut
ulama’ Hanafiyah seorang anak yang berakal dan mumayyiz
(berumur tujuh tahun tetapi belum baligh) dapat menjadi ahli
akad.10
b. Syarat terkait ma‘qu@d ‘alaih
1) Harus ada, tidak boleh akad atas barang yang tidak ada atau
dikhawatirkan tidak ada seperti jual beli buah-buahan yamg
belum tampak.
2) Harta harus kuat, tetap, dan bernilai yakni benda yang mungkin
dimanfaatkan dan disimpan.
3) Benda tersebut milik sendiri
4) Dapat diserahkan.11
c. Syarat terkait s{ighat
Menurut ulama’ Syafi’I syarat terkait s{ighat adalah sebagai berikut:
1) Berhadap-hadapan
2) Qabul diucapkan oleh orang yang dituju dalam ijab
3) Harus menyebutkan barang atau harga
4) Ketika mengucapkan s{ighat harus disertai niat
5) Pengucapan ijab dan qabul harus sempurna
6) Ijab dan qabul tidak terpisah
7) Tidak berubah lafadh
8) Tidak dikaitkan dengan sesuatu yang tidak berhubungan
dengan akad
9) Tidak dikaitkan dengan waktu
Menurut ulama’ Hanafiyah syarat ini hanya satu, yaitu harus sesuai
antara ijab dan qabul. 12
4. Macam-Macam Jual Beli
Jual beli dinyatakan sah atau tidak sah bergantung pada pemenuhan
syarat dan rukun jual beli yang telah dijelaskan di atas. Dari sudut
pandang ini, jumhur ulama membaginya menjadi dua, yaitu:
a. Shahih, yaitu jual beli yang memenuhi syarat dan rukunnya
11 Ibid., 78-79
b. Ghairu Shahih, yaitu jual beli yang tidak memenuhi salah satu
syarat dan rukunnya.
Sedangkan fuqoha atau ulama Hanafiyah membedakan jual beli
menjadi tiga, yaitu:13
a. Shahih, yaitu jual beli yang memenuhi syarat dan rukunnya.
Contohnya:
a) Menjual barang yang berguna, bukan untuk keperluan
maksiat.
b) Menjual buah yang sudah masak serta nyata dan tampak
bentuknya.
c) Jual beli tanpa unsur tipuan di dalamnya.
d) Jual beli mut}laq.14
b. Bathil, adalah jual beli yang tidak memenuhi rukun dan syarat jual
beli, dan ini tidak diperkenankan oleh syara’. Contohnya:
a) Jual beli ghara@r. Adalah jual beli barang yang mengandung
kesamaran. 15
b) Jual beli barang yang najis dan terkena najis
c) Jual beli bersyarat, yaitu jual beli yang ijab kabulnya
dikaitkan dengan syarat-syarat tertentu yang tidak ada
kaitannya dengan jual beli.
13 Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah,…., h. 97.
14 Ibid., h. 101
d) Jual beli yang menimbulkan kemudharatan, seperti jual beli
patung, salib atau buku-buku bacaan porno.
e) Segala bentuk jual beli yang mengakibatkan penganiayaan
hukumnya haram, seperti menjual anak binatang yang
masih bergantung pada induknya.16
f) Jual beli mula@masah, yaitu jual beli secara
sentuh-menyentuh. Misalnya, seseorang menyentuh sehelai kain
dengan tangannya diwaktu malam atau siang hari maka
orang yang menyentuh berarti telah membeli kain ini. Hal
ini dilarang agama karena mengandung tipuan dan
kemungkinan akan menimbulkan kerugian dari salah satu
pihak.17
g) Jual beli munabadzah, yaitu jual beli secara
lempar-melempar. Seperti seseorang berkata: “Lemparkan
kepadaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula
kepadamu apa yang ada padaku”. Setelah terjadi lempar
-melempar terjadilah jual beli. Hal ini dilarang oleh agama
karena mengandung tipuan dan tidak ada ijab dan qabul.18
h) Jual beli muzabanah, yaitu menjual buah basah dengan
buah yang kering. Seperti menjual padi kering dengan
16 Ibid., h. 128.
17 Ibid.,
bayaran padi basah sedang ukurannya dengan ditimbang
(dikilo) sehingga akan merugikan pemilik padi kering.19
i) Larangan menjual makanan hingga dua kali ditakar. Hal ini
menunjukkan kurangnya saling percaya antara penjual dan
pembeli.20
c. Fasid, yaitu jual beli yang sesuai dengan ketentuan syari’at
pada asalnya, tetapi tidak sesuai dengan syari’at pada
sifatnya.21 Misalnya
a) Jual beli barang yang wujudnya ada, namun tidak
dihadirkan ketika berlangsungnya akad.
b) Membeli barang dengan memborong untuk ditimbun,
kemudian akan dijual ketika harga naik karena kelangkaan
barang tersebut.
c) Jual beli barang rampasan atau curian.
d) Menjual belikan barang yang sah, tetapi untuk digunakan
sebagai alat maksiat, misalnya menjual belikan ayam jago
untuk dijadikan binatang aduan atau barang-barang yang
lain untuk alat maksiat.22
e) Menawar barang yang sedang ditawar orang lain.
Rasulullah bersabda:
19 Ibid.,
20 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo, 2002), h. 78.
21 Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah,…., h. 93
ِِمْوَسِىَلَعُِلُجمرلاُِمْوُسَيَِا
)ملسمِوِىراخبلاِ اور(ِِهْيِخَأ
Artinya: “Tidak boleh seseorang menawar di atas tawaran
saudaranya” (HR. Bukhari & muslim ).
B. Tinjauan Merek dalam UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek
1. Pengertian dan Fungsi Merek
Merek adalah alat untuk membedakan barang dan jasa yang
diproduksi oleh suatu perusahaan.23 Menurut UU No.15 tahun 2001.
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut
yang memiliiki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa.24
Merek memberikan fungsi untuk membedakan suatu produk
dengan produk lain dengan memberikan tanda, seperti yang
didefinisikan pada Pasal 1 Undang Undang Merek (Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001). Tanda tersebut harus memiliki daya pembeda
dan digunakan dalam perdagangan barang atau jasa.
23 Muhammad Djumhana dan Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori, dan
Prakteknya di Indonesia), (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1997), h. 154
24 Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum (Intellectual Property Rights), (Bogor: Ghalia
2. Jenis Merek
Undang-undang Merek Tahun 2001 mengatur tentang jenis-jenis
merek, yaitu tercantum di Pasal 1 butir 2 dan 3 Undang-Undang Merek
Tahun 2001 yaitu merek dagang dan merek jasa, yaitu :25
a. Merek Dagang (Trade Mark) adalah merek yang digunakan pada
barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan
dengan barang-barang sejenis lainnya
b. Merek Jasa (Service Mark) adalah merek yang digunakan pada jasa
yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan
jasajasa sejenisnya.
Ada 3 (tiga) jenis yang dikenal oleh masyarakat, yaitu:26
a. Merek Biasa, adalah merek yang tidak memiliki reputasi tinggi
dan jangkauan pemasarannya sangat sempit dan terbatas pada
lokal.27
b. Merek Terkenal atau well known mark. Merek terkenal memiliki
reputasi tinggi karena lambangnya memiliki kekuatan untuk
25 Saidin,OK, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), (Jakarta:
Raja Grafindo, 2004), h. 346
26 Sophar Maru Hutagalung, Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya dalam Pembangunan,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h. 173
menarik perhatian dan pengetahuan masyarakat mengenai suatu
merek di dalam maupun di luar negeri.28
c. Merek Termasyhur (famous mark). Famous mark dan well known
mark pada umumnya susah dibedakan namun famous mark
pemasarannya hampir seluruh dunia dengan reputasi internasional,
produksinya hanya untuk golongan tertentu saja dengan harga
yang sangat mahal.29
3. Pelanggaran Merek
Pasal 90-92 Undang-Undang Merek Tahun 2001 pada dasarnya
membedakan jenis pelanggaran merek dalam 4 (empat) kategori yaitu:
a. Perbuatan pelanggaran secara sengaja dan tanpa hak dengan
menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan
merek terdaftar milik pihak lain.
b. Perbuatan pelanggaran dengan menggunakan merek yang sama
pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain,
c. Perbuatan pelanggaran merek menggunakan tanda yang sama pada
keseluruhan indikasi-geografis milik pihak lain,
d. Perbuatan pelanggaran merek dengan menggunakan tanda yang
sama pada pokoknya dengan indikasi-geografis milik pihak lain.
Berkaitan dengan jerat hukum yang akan menimpa para pelaku
yang melakukan pelanggaran merek disebutkan dalam Pasal 90-94
28 Ibid.,
Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 mengenai sanksi pidana,
yaitu:30
Pasal 90
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama ada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 91
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama ada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 92
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasi-geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada pokoknya dengan indikasi-geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
(3) Terhadap pencantuman asal sebenarnya pada barang yang merupakan hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata yang menunjukkan bahwa barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang terdaftar dan dilindungi berdasarkan indikasi-geografis, diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2.
Pasal 93
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi-asal pada barang atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau asal jasa tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 94
(1) Barangsiapa memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, dan Pasal 93 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
BAB III
PENYAJIAN DATA PENELITIAN
A. Gambaran Umum DTC (Darmo Trade Center)
1. Deskripsi Singkat DTC (Darmo Trade Center)
Darmo Trade Center (DTC) adalah salah satu pasar yang telah
mengalami modernisasi. Sejak diresmikan Gubernur Jawa Timur Imam
Oetomo pada 11 Juni 2005 itu, pasar Darmo Trade Center (DTC) kini
menjadi salah satu ikon gerbang kota di Surabaya Selatan. Sebanyak
3.890 stand pasar Darmo Trade Center (DTC) menempati Lantai Dasar
Bawah (LDB) dan Lantai Dasar Atas (LDA) gedung DTC. Darmo Trade
Center (DTC) merupakan tempat berkumpulnya para pedagang dari
berbagai etnis. Mulai pedagang kecil sampai besar, mulai tingkat ecer
sampai grosir. Aneka kebutuhan rumah tangga juga kebutuhan
sehari-hari ada disini. Ada pakaian, sepatu, konfeksi & tekstil, kosmetik, emas,
juga sayur, buah, kue/jajan, ayam dan daging sampai obat-obatan dijual
di sini.
Secara ekonomis DTC (Darmo Trade Center) sudah cukup
berkembang dan banyak dikunjungi serta mendapat kepercayaan dari
para pelaku usaha lain di antara banyaknya perbankan yang masuk pasar,
sehingga dapat meningkatkan pendapatan pedagang untuk memenuhi
2. Letak Geografis DTC (Darmo Trade Center)
Lokasi penelitian ini berfokus pada DTC (Darmo Trade Center)
Surabaya. DTC (Darmo Trade Center) ini berada di Jl. Stasiun
Wonokromo Kelurahan Jagir Kecamatan Wonokromo Kota Surabaya
Selatan Propinsi Jawa Timur.
Wonokromo merupakan jalur utama lalu lintas Kota Surabaya
karena merupakan jalur gerbang utama di bagian Selatan. Sehingga
Wonokromo memiliki potensi yang sangat besar. Baik potensi ekonomi
dan perdagangan, maupun potensi sosial dan budaya serta sumber daya
manusia.
3. Data Umum DTC (Darmo Trade Center)
Berikut ini adalah data umum DTC (Darmo Trade Center) :
Nama Pasar : DTC (Darmo Trade Center)
Alamat : Jl. Raya Stasiun Wonokromo
Kelurahan : Jagir
Kecamatan : Wonokromo
Klasifikasi : Utama
Luas lahan (m2) : 17.000
Luas bangunan(m2) : 10.584
Jumlah stand : 3.890 luas (m2) : 12.056
Jumlah kios : 2345 stand luas (m2) : 9.014
Jumlah los : 1496 stand luas (m2) : 3.042
Status tanah : PD. Pasar Surya
Fasilitas-fasilitas umum yang ada di DTC (Darmo Trade Center)
antara lain :
Lahan parkir : 2.237 m2 dengan 19 pengelola
Bongkar muat : 3 lokasi
MCK : 8 lokasi terdiri dari 42 kamar dengan luas 114 m2
Tangga masuk pasar : 11 buah tangga naik dan tangga mal 3 buah
LPS : 1 lahan dengan luas 187 m2
Sedangkan fasilitas pemadam sebagai antisipasi terhadap
kebakaran antara lain :
a. Titik tendon air ukuran 380 m2
b. 80 tabung pemadam
c. 34 hydrant
d. 4000 springkler /bel Penampung air limbah
e. 10 tempat sebelum dialirkan ke saluran induk
f. Mushalla TPA dan playgroup
g. 5 buah Bank
h. Papan data informasi harga dan timbangan
i. Fogging (pengasapan) setiap satu bulan sekali
DTC (Darmo Trade Center) merupakan ikon pintu masuk kota
Surabaya dari arah Selatan. Adapun batas – batas wilayah di sekitar
daerah DTC (Darmo Trade Center) itu sendiri antara lain :
Sebelah Timur : Stasiun Wonokromo
Jajaran rel kereta dari luar kota ke stasiun Gubeng
Sebelah Selatan : Jalan layang Bhayangkara
Jalan Raya Ahmad Yani
Sebelah Barat : Jalan Raya Wonokromo
4. Keadaan Sosial Para Pedagang Pasar Darmo Trade Center (DTC)
Gambaran sosial para pedagang dimaksudkan untuk memberikan
gambaran tentang dinamika kehidupan sosial para pedagang Pasar
Darmo Trade Center (DTC) Wonokromo Surabaya. Hal ini diharapkan
agar dapat digambarkan tentang kondisi banyaknya para pedagang,
keagamaan, serta pendidikan para pedagang pasar Darmo Trade Center
(DTC) Wonokromo Surabaya.
Jumlah para pedagang berdasarkan umur di pasar Darmo Trade
Center (DTC) Wonokromo Surabaya.
a. 30-34 tahun 35 orang
b. 35-39 tahun 90 orang
c. 40-44 tahun 123 orang
d. 45-49 tahun 268 orang
e. 50-54 tahun 113 orang
f. 60-69 tahun 96 orang
Jumlah para pedagang berdasarkan pendidikan di pasar Darmo
Trade Center (DTC) Wonokromo Surabaya.
a. Tidak tamat SD 78 orang
b. Sekolah dasar 197 orang
c. SMP/SLTP 305 orang
d. SMA/SLTA 121 orang
e. Akademik/D1-D3 4 orang
f. Sarjana S1 2 orang
g. Pesantren 22 orang
h. SMK 14 orang
i. SMEA 7 orang
Jumlah para pedagang menurut agama di pasar Darmo Trade
Center (DTC) Wonokromo Surabaya.
a. Islam 738 orang
b. Katolik 8 orang
c. Protestan 4 orang
d. Hindu –
e. Budha –
Dari hasil prosentase tersebut dapat dilihat kondisi pasar Darmo
Trade Center (DTC) Wonokromo Surabaya. Dari segi agama mayoritas
B. Tinjauan Produk atau Barang Replika Di DTC (Darmo Trade Center)
Replika adalah sebuah salinan yang sama persis dengan bentuk dan fungsi
dari alat, barang atau lainnya.1 Dan barang tersebut belum mempunyai izin
dari orang yang memiliki hak cipta dari barang tersebut. Atau lebih spesifik
lagi tentang barang replika adalah tidak hanya diproduksi sebagai tiruan atau
replika merek terkenal saja, tetapi untuk semua merek.
Istilah lain dari produk atau barang replika adalah barang KW. Barang
KW adalah barang tiruan/imitasi dari barang yang asli (original). Kata KW
berasal dari “kualitas” yang konotasinya “imitasi” atau “tiruan”. Awalnya
istilah KW digunakan untuk tas tangan wanita tiruan bermerek, yang
digunakan oleh pedagang untuk membedakan kategori kualitas dan range
(kisaran) harganya. Misalnya “KW super” untuk barang tiruan terbaik
mendekati aslinya, KW ada banyak tingkatan serta kelasnya. Contohnya KW
1, barangnya 90 % mendekati barang yang asli. KW 2,80 % seperti aslinya,
sampai ada istilah KW yang jelek karena sudah jauh dari kualitas asli
produknya. Akhirnya istilah barang KW digunakan secara luas untuk
produk-produk tiruan lainnya, seperti HP, jam tangan, baju bermerek dan
sebagainya.
Barang replika yang diperjualbelikan di DTC (Darmo Trade Center)
antara lain adalah sepatu, tas, kaos, jam tangan, dll. Jenis barang yang dijual
di DTC (Darmo Trade Center) sifatnya bermacam-macam ada yang bersifat
barang itu impor maupun produk lokal. Barang yang impor itu disebut great
ori, dari segi kwalitasnya barang impor hampir sama dengan barang yang
original, tetapi barang tersebut bukan buatan asli pabrik yang menciptakan
merek tersebut. Berbeda dengan produk lokal, produk ini yang disebut
dengan produk replika karena pembuatannya dari lokal sendiri dengan
menyamakan merek yang sudah ada. Dari segi kwalitasnya juga jauh beda
dari produk yang original.2
C. Praktik Jual Beli Produk Replika di DTC (Darmo Trade Center)
Jual beli merupakan suatu transaksi tukar menukar barang yang sering
dilakukan oleh masyarakat di pasar Darmo Trade Center (DTC) Wonokromo
Surabaya, dengan berdasarkan prinsip syariah pada umumnya. Di dalam
proses transaksi jual beli ini penjual dan pembeli wajib melakukan akad
terlebih dahulu. Karena tanpa adanya suatu akad maka transaksi jual beli
tersebut dianggap tidak sah dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Dalam praktik jual beli produk atau barang replika di Darmo Trade
Center (DTC) Surabaya pelakasanaan praktiknya yaitu pihak penjual
menyerahkan barang secara langsung kepada pembeli yang telah disepakati
bersama. Demikian tersebut berlaku untuk pembeli yang membeli secara
ecer tidak secara grosir.
Peneliti menemukan bahwa praktik jual beli yang dilakukan di dalam pasar
Darmo Trade Center (DTC) Surabaya ini, penjualannya tidak hanya
dilakukan secara eceran saja akan tetapi sebagian besar juga penjualannya
2