• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA SIMBOLIK TRADISI “NYADRAN” PADA RITUAL SELAMETAN DI DESA BALONGGEBANG KECAMATAN GONDANG KABUPATEN NGANJUK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MAKNA SIMBOLIK TRADISI “NYADRAN” PADA RITUAL SELAMETAN DI DESA BALONGGEBANG KECAMATAN GONDANG KABUPATEN NGANJUK."

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA SIMBOLIK TRADISI “NYADRAN” PADA RITUAL SELAMETAN DI DESA

BALONGGEBANG KECAMATAN GONDANG KABUPATEN NGANJUK

Skripsi

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom)

Oleh :

Dwi Astutik NIM. B06211052

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(2)

 

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA PENULISAN SKRIPSI

Bismillahirrahmanirrahim,

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Dwi Astutik

NIM : B06211052

Prodi : Ilmu Komunikasi

Alamat : Dsn/Ds. Nglinggo, RT/RW. 002/001, Kecamatan Gondang,

Kabupaten Nganjuk.

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:

1) Skripsi ini tidak pernah dikumpulkan kepada lembaga pendidikan tinggi

manapun untuk mendapatkan gelar akademik apapun.

2) Skripsi ini adalah benar-benar hasil karya saya secara mandiri dan bukan

merupakan hasil plagiasi atas karya orang lain.

3) Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini sebagai

hasil plagiasi, saya akan bersedia menanggung segala konsekuensi hukum

yang terjadi.

Surabaya, 08 Juli 2015

Yang Menyatakan,

(3)

 

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : Dwi Astutik

NIM : B06211052

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Judul : Makna Simbolik Tradisi “Nyadran” Pada Ritual

Selametan Di Desa Balonggebang Kecamatan Gondang

Kabupaten Nganjuk.

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh dosen pembimbing untuk diujikan.

Surabaya, 08 Juli 2015 Dosen Pembimbing,

(4)

 

PENGESAHAN TIM PENGUJI

Skripsi oleh Dwi Astutik ini telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi

Surabaya, 12 Agustus 2015 Mengesahkan

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Dekan,

Dr. Hj. Rr. Suhartini, M.Si NIP. 195801131982032001

Penguji I

Dr. Agoes Moh. Moefad, SH, M.Si. NIP. 197008252005011004

Penguji II,

Advan Naviz Zubaidi, S.ST, M.Si. NIP. 198311182009011006

Penguji III,

Drs. H.M. Hamdun Sulhan, M.Si NIP. 195403121982031002

Penguji IV,

(5)

 

ABSTRAK

Dwi Astutik, B06211052. Makna Simbolik Tradisi “Nyadran” Pada Ritual Selametan Di Desa Balonggebang Kecamatan Gondang Kabupaten Nganjuk. Skripsi Program Studi llmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci : Makna Simbolik, Tradisi, Kebudayaan

Dalam penelitian ini, peneliti mengangkat tiga fokus penelitian, yaitu : 1). Bagaimana proses komunikasi simbolik dalam tradisi nyadran di Desa Balonggebang, 2). Bagaimana makna tradisi nyadran dikomunikasikan kepada masyarakat Desa Balonggebang.

Untuk menjawab fokus penelitian di atas, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Kemudian data yang sudah diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data model fenomenologi.

Adapun hasil penelitian dari pengumpulan data di lapangan ditemukan bahwa 1). Komunikasi simbolik yang terjadi pada masyarakat desa Balonggebang dalam tradisi nyadran ditunjukkan melalui proses belangsungnya upacara nyadran. 2). Dalam tradisi Nyadran terdapat pemakaian simbol komunikasi verbal dan nonverbal. Simbol komunikasi verbal berupa ungkapan dan do’a. Sedangkan simbol komunikasi nonverbal berupa tindakan, makanan, sesajian dan isyarat lainnya. 3). Makna tradisi Nyadran bagi masyarakat desa Balonggebang adalah jembatan antara hubungan dengan sesama, para leluhur, dan Yang Mahakuasa. Tradisi Nyadran dimaknai sebagai sedekah bumi, sebagai bentuk syukur atas melimpahnya hasil bumi. 4). Tradisi Nyadran dikomunikasikan kepada masayarakat melalui : a). Komunikasi Verbal : Dalam kehidupan masyarakat desa Balonggebang tradisi nyadran telah disakralkan sejak jaman nenek moyang. Adanya faktor dorongan dari semua pihak, (masyarakat dan pemerintah) untuk senantiasa melaksanakan tradisi ini agar tradisi nyadran nantinya tidak akan hilang oleh arus perkembangan jaman. b). Komunikasi Non Verbal : Tradisi nyadran diwariskan pada generasi muda melalui bentuk perayaan yang meriah. c). Mitos Masyarakat : Dipercaya jika tidak melakukan tradisi Nyadran akan ada bahaya di desa Balonggebang.

(6)

 

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA PENULISAN SKRIPSI ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

BAB I : PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Fokus Penelitian ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

F. Kajian Penelitian Terdahulu ... 8

G. Definisi Konsep ... 12

1. Makna Simbolik ... 13

2. Proses Simbolik... 13

3. Tradisi Nyadran ... 15

4. Ritual Selametan ... 16

H. Kerangka Pikir Penelitian ... 17

I. Metode Penelitian ... 20

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 20

2. Subyek, Objek dan Lokasi Penelitian ... 21

3. Jenis dan Sumber Data ... 23

4. Tahap-Tahap Penelitian ... 25

5. Teknik Pengumpulan Data ... 30

6. Teknik Analisa Data ... 32

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 33

J. Sistematika Penelitian ... 35

K. Jadwal Penelitian ... 36

BAB II : KAJIAN TEORITIS TENTANG MAKNA SIMBOLIK TRADISI NYADRAN PADA RITUAL SELAMETAN A. Kajian Pustaka ... 37

1. Tradisi Nyadran dan Mitos Masyarakat ... 37

2. Ritual Selametan sebagai Bentuk Kebudayaan Masyarakat ... 43

(7)

 

4. Simbolik dan Pemahaman Pesan Komunikasi Ritual ... 49

5. Komunikasi Melibatkan Penerimaan dan Penciptaan Pesan serta Mengubahnya Menjadi Informasi yang dapat Digunakan ... 52

B. Kajian Teori ... 55

1. Teori Interaksionisme Simbolik ... 55

BAB III : PENYAJIAN DATA TENTANG MAKNA SIMBOLIK TRADISI NYADRAN PADA RITUAL SELAMETAN A. Profil Informan ... 64

B. Profil Lokasi Penelitian ... 70

C. Deskripsi Data Penelitian ... 78

1. Data Tentang Proses Komunikasi Simbolik dalam Tradisi Nyadran di Desa Balonggebang ... 78

a. Nyadran di Makam ... 78

b. Nyadran di Pundhen Desa ... 80

c. Do’a (Tahlil dan Shalawat) di Area Pundhen ... 81

d. Makan Bersama ... 82

e. Pertunjukkan Langen Tayub ... 84

f. Pertunjukkan Pengajian Akbar ... 86

g. Pertunjukkan Pasar Nyadran (Bazar) ... 88

h. Nama Nyadran ... 90

i. Simbol Makanan atau Perlengkapan Nyadran ... 91

2. Data Tentang Makna Tradisi Nyadran Dikomunikasikan Kepada Masyarakat Desa Balonggebang ... 95

a. Cerita Masyarakat ... 95

b. Mitos Masyarakat ... 96

c. Tradisi Diwariskan pada Generasi Muda ... 97

BAB IV : ANALISIS DATA TENTANG MAKNA SIMBOLIK TRADISI NYADRAN PADA RITUAL SELAMETAN A. Temuan Penelitian ... 99

1. Temuan Tentang Proses Komunikasi Simbolik dalam Tradisi Nyadran di Desa Balonggebang ... 99

a. Simbolisasi Tradisi Lokal dan Nilai KeIslaman ... 99

b. Makna Simbolik Tradisi Nyadran ... 101

2. Temuan Tentang Makna Tradisi Nyadran Dikomunikasikan Kepada Masyarakat Desa Balonggebang ... 103

a. Komunikasi Verbal ... 103

b. Komunikasi Non Verbal ... 104

c. Mitos Masyarakat ... 105

3. Temuan Tentang Tradisi Nyadran dalam Perspektif Islam ... 105

(8)

 

BAB V : PENUTUP

A. Simpulan ... 113 B. Rekomendasi ... 115

DAFTAR PUSTAKA PEDOMAN OBSERVASI PEDOMAN WAWANCARA BIODATA PENULIS

(9)

 

BAB I PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Indonesia merupakan negara yang multikultur dengan berbagai

macam bahasa, budaya, kepercayaan dan tradisi yang dimiliki masyarakat

Indonesia. Hal inilah yang menjadikan Indonesia memiliki kekayaan yang

tak terhitung nilainya. Sehingga sudah seharusnya masyarakat mampu

melestarikan tradisi dan budaya agar sebagai manusia Indonesia memiliki

identitas diri.

Seiring berkembangnya jaman, sebagian besar masyarakat Indonesia

mulai meninggalkan tradisi dan budaya leluhurnya. Tidak sedikit tradisi

atau adat istiadat yang sudah diwariskan oleh leluhur bisa memudar atau

bahkan musnah. Sebaliknya, tak banyak diantara masyarakat Indonesia yang

masih melestarikan tradisi nenek moyang. Sehingga terdapat juga tradisi

yang semakin eksis walaupun perkembangan jaman semakin modern.

Manusia hidup tidak dapat lepas dari komunikasi, begitu juga

dengan budaya dan komunikasi yang tidak dapat dipisahkan, karena budaya

adalah hal penting agar sebagai manusia memiliki identitas diri. Budaya

(10)

2

menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan.1 Karena kebudayaan

merupakan ekspresi dan ungkapan kehadiran manusia.

Fenomena komunikasi dan budaya dapat dilihat pada masyarakat

Jawa yang sering menggunakan berbagai macam simbol dalam kehidupan

sehari-hari. Penggunaan bahasa, kesenian, interaksi, maupun

upacara-upacara selalu ada penggunaan simbol-simbol untuk mengungkapkan rasa

budayanya, seperti melakukan ritual-ritual tertentu untuk menyampaikan

pesan pada masyarakat dan generasi-generasi berikutnya.

Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan

sepanjang hidup, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun,

pernikahan, hingga upacara kematian. Dalam acara-acara itu orang

mengucapkan kata-kata atau menampilkan perilaku-perilaku simbolik.

Mereka yang berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut

menegaskan kembali komitmen mereka kepada tradisi keluarga, komunitas,

suku, bangsa, negara, ideologi, atau agama mereka.2

Tidaklah mudah bagi masyarakat untuk dapat menjaga dan

mempertahankan tradisi dan budaya warisan leluhur. Banyak masyarakat

yang menganggap tradisi leluhur merupakan tradisi kuno. Anggapan inilah

yang menjadi faktor penyebab tradisi dan budaya suatu daerah yang mulai

sirna dan cenderung dilupakan. Namun masih ada tradisi dalam suatu daerah

yang masih dilestarikan oleh masyarakat Jawa yakni ritual Selametan.

      

1

Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hlm.19

2

(11)

3

Upacara ritual Selametan pada masyarakat Jawa merupakan ritual

yang dilakukan masyarakat Jawa atau kelompok kejawen sebagai bentuk

penghormatan terhadap para leluhur dan roh nenek moyang mereka yang

diyakini dapat mendatangkan berkah dan bahaya. Upacara ritual bagi orang

Jawa merupakan sesuatu yang sakral dan mempunyai nilai mistis sehingga

kegiatan ritual wajib dilakukan. Apabila kegiatan upacara ritual tidak

dilakukan ada kepercayaan akan terjadi bencana terhadap keluarga mereka.

Salah satu bentuk Selametan yang masih eksis di masyarakat Jawa adalah

tradisi Nyadran/Nyadranan yang secara tradisional hingga kini masih

dilaksanakan secara turun temurun, terutama di Desa Balonggebang,

Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk.

Tradisi Nyadran juga dikenal dengan istilah bersih desa atau sedekah

bumi atau manganan. Pada umumnya terjadi pada saat penggarapan tanah

pertanian dan masa panen padi, karena moyoritas masyarakat desa

Balonggebang bekerja sebagai petani. Pelaksanaan tradisi Nyadran tidak

terikat pada penanggalan tertentu, namun uniknya tradisi ini cenderung

meningkat dari tahun ke tahun dan diiringi dengan berbagai bentuk perayaan

yang semakin meriah dengan harapan dapat merekatkan hubungan

masyarakat.

Tradisi Nyadran adalah kegiatan ritual, sedangkan ritual sendiri

berkaitan dengan identitas kepercayaan masyarakat. Dalam ritual

terkandung makna utama yaitu kemampuan masyarakat dalam memahami

(12)

4

dan pemaknaan simbol-simbol tertentu menjadi sangat penting dan

bervariasi. Di dalam simbol tersebut dimasukkan unsur-unsur keyakinan

yang membuat semakin tingginya nilai sakralitas sebuah simbol.

Kegiatan ritual sebagai pengabdian kepada kelompok, para

pesertanya dari berbagai komitmen emosional menjadi perekat bagi

kepaduan mereka. Sampai kapanpun ritual tampaknya akan tetap menjadi

kebutuhan manusia, dan bentuknyapun juga berubah-ubah, demi memenuhi

jati dirinya sebagai individu, sebagai anggota, komunitas sosial dan

sebagian salah satu unsur dari alam semesta.

Kegiatan Nyadran bersifat simbolis, sehingga dalam upacara

tersebut terdapat simbol-simbol yang mempunyai makna tersendiri.

Partisipasi masyarakat dalam upacara Nyadranan menggambarkan adanya

komunikasi sosial dan budaya, sebab semua anggota masyarakat dalam

lingkaran bertetangga tersebut dalam suasana yang sama dan juga

menikmati makanan yang hampir sama sehingga inilah suatu wujud dari

pemahaman masyarakat Jawa mengenai hidup slamet dan rukun dalam

menerapkan nilai-nilai budaya.

Lambang atau simbol adalah suatu yang digunakan untuk

menunjukkan sesuatu yang lainnya. Hanya saja tidak seperti komunikasi

biasanya, karena tidak hanya menyampaikan suatu pesan seseorang kepada

orang lain, simbol-simbol disini berhubungan antara orang-orang yang

(13)

5

mendalam.3 Oleh karena itu, upaya untuk mengkaji dan memahami makna

simbolik dalam sebuah tradisi perlu dilakukan.

Pemakaian simbol ketika berinteraksi dengan seseorang dapat

memberikan makna berupa ide, gagasan maupun pendapat seseorang ketika

melakukan komunikasi. Makna simbolik tradisi Nyadran memberikan arti

khusus pada masyarakat desa Balonggebang, sehingga tradisi tersebut masih

berfungsi sebagai bagian dari sistem nilai masyarakat dan sistem sosial yang

mempererat komunikasi masyarakat.

Akan tetapi perkembangan jaman modern saat ini pemahaman orang

terhadap makna dan nilai tradisi Nyadranan mulai kabur, terutama para

generasi muda. Banyak dari mereka menganggap Nyadranan hanya sekedar

kegiatan rutin setiap tahun sebagai hiburan semata tanpa memahami dengan

benar makna dari Nyadranan itu sendiri. Sangat perlu pengetahuan terhadap

pewarisan budaya dan tradisi dari generasi ke generasi. Suatu kenyataan

bahwa budaya dan tradisi diperoleh melalui proses belajar dari masyarakat

dan lingkungannya.

Berdasarkan uraian di atas, yang kemudian menjadi asumsi dasar

peneliti untuk mengadakan sebuah penelitian mengenai tradisi Nyadran.

Berangkat dari sebuah pemahaman pentingnya mengetahui potret tradisi

Nyadran dan pemaknaan terhadap simbol budaya dalam tradisi Nyadran,

penulis merasa perlu untuk mengkaji lebih jauh tentang makna tradisi

Nyadran serta melakukan penelitian dengan judul skripsi : "Makna

      

3

(14)

6

Simbolik Tradisi “Nyadran” Pada Ritual Selametan Di Desa Balonggebang Kecamatan Gondang Kabupaten Nganjuk ".

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian konteks penelitian di atas, maka peneliti

menentukan rumusan masalah yakni : Bagaimana makna simbolik tradisi

nyadran” pada ritual selametan di Desa Balonggebang Kecamatan

Gondang Kabupaten Nganjuk?

C. Fokus Penelitian

Berdasarkan uraian konteks penelitian di atas, maka peneliti

menentukan fokus penelitian yakni :

1. Bagaimana proses komunikasi simbolik dalam tradisi nyadran di Desa

Balonggebang?

2. Bagaimana makna tradisi nyadran dikomunikasikan kepada masyarakat

Desa Balonggebang?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian yang telah dipaparkan maka yang

menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk menjelaskan proses komunikasi simbolik dalam tradisi nyadran

di Desa Balonggebang.

2. Untuk menjelaskan dan memahami makna simbolik tradisi nyadran

(15)

7

E. Manfaat Penelitian

Berdasarkan atas fokus penelitian dan tujuan penelitian, maka

penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini sebagai sumbangsih ilmu komunikasi mengenai

studi komunikasi dan budaya. Betapa pentingnya komunikasi sebagai

alternatif yang positif bagi kelangsungan budaya-budaya yang ada.

2. Secara Praktis

a. Masyarakat

Sebagai bahan masukan bagi masyarakat Balonggebang untuk

meningkatkan pengetahuan dalam memahami makna simbolik

tradisi nyadran.

b. Penulis

Sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk

menyelesaikan studi pada jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas

Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Surabaya.

c. Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi

mahasiswa mengenai penelitian-penelitian yang berkaitan dengan

budaya dan tradisi nyadran di suatu daerah. Pentingnya memahami

nilai-nilai dan makna simbolik yang terdapat dalam suatu

(16)

8

F. Kajian Penelitian Terdahulu

Sebagai rujukan dari penelusuran hasil penelitian yang terkait

dengan tema yang diteliti, peneliti mencoba mencari referensi hasil

penelitian yang diteliti atau dikaji oleh peneliti terdahulu. Dari hasil

pencarian peneliti ditemukan hasil penelitian terdahulu dengan judul :

Penelitian sebelumnya yang berjudul “Komunikasi Ritual Prosesi

“Nyadran” Desa Widang Tuban”, dengan menggunakan metode kualitatif

deskriptif yang ditulis oleh Martina Ulfa pada tahun 2014 Program Studi

Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah Dan Komunikasi UIN Sunan Ampel

Surabaya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui simbol-simbol

komunikasi ritual Nyadran di Desa Widang dan untuk mengetahui

masyarakat Widang memaknai ritual Nyadran.

Hasil penelitian ditemukan bahwa (1) simbol-simbol komunikasi

yang terdapat dalam tradisi nyadran yang merupakan suatu simbol

komunikasi nonverbal yang berupa peralatan, sajian makanan atau

hidangan. (2) makna yang terkandung dalam tradisi nyadran yakni salah

satu simbol yang paling dominan bagi masyarakat desa Widang khususnya

para petani untuk menunjukan rasa cinta kasih sayang dan sebagai

penghargaan manusia atas bumi yang telah memberi kehidupan bagi

manusia, dan untuk menjalin silaturrahim antar warga masyarakat.

Selain penelitian Skripsi diatas terdapat juga penelitian Skripsi dari

Umul Mukaromah pada tahun 2013 Jurusan Ilmu Komunikasi IAIN Sunan

(17)

9

judul “Makna Simbol Komunikasi dalam Ritual Bari’an di Desa

Kedungringin Kertosono Nganjuk”. Fokus penelitian ini adalah apa saja

simbol yang komunikasi yang digunakan dalam ritual bari’an. Dan apa

makna ritual bari’an sebagai simbol komunikasi bagi warga desa

Kedungringin Kertosono Nganjuk? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui simbol dan makna ritual bari’an yang digunakan oleh warga

desa Kedungringin Kertosono Nganjuk.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa rituan Bari’an sebagai

simbol komunikasi warga desa Kedungringin Kertosono Nganjuk. Dan juga

dapat dijadikan sarana komunikasi yang harmonis dan dapat dijadikan

sebagai alat pemersatu dan damai bagi orang yang melakukannya. Karena

dalam komunikasi yang dibangun dapat menciptakan pemaknaan sama

ketika rituan bari’an dilakukan sebagai adat istiadat setempat. Selain itu

dengan melakukan ritual ini dapat diyakini sebagai do’a keselametan serta

kedamaian bagi yang menjalankan.

Pada Jurnal Riza Ayu Purnamasari Prahastiwi Utari Mahasiswa

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta menggunakan metode Deskriptif

Kualitatif dengan judul “Fenomena Kebo Bule Kyai Slamet Dalam Kirab 1

Suro Keraton Kasunanan Surakarta (Studi Persepsi Masyarakat Surakarta

Terhadap Miskomunikasi di Balik Fenomena Kebo Bule Kyai Slamet dalam

(18)

10

Dalam penelitian jurnal tersebut ditemukan hasil penelitian bahwa

(1) Keraton berhutang budi terhadap kehidupan agraris. Simbol yang tepat

untuk mengingatkan pada kejayaan agraris adalah kerbau, hewan kaya

manfaat dan berjasa dalam pertanian (2) Kebo bule diinterpretasikan sebagai

jelmaan seorang pria tua bernama Kyai Slamet. Dia menjadi sosok kerbau

putih yang memiliki kekuatan magis, dan menjadi hewan peliharaan raja

hingga saat ini (3) Simbol-simbol harapan yang dilontarkan keraton dalam

wujud bunga, sesaji, pusaka, Kebo Bule Kyai Slamet dibelokkan maknanya,

dan diinterpretasikan dalam satu kalimat “semua dapat mendatangkan

berkah”.

Persamaannya terletak pada metode penelitian dan subjek penelitian

yakni sama-sama meneliti tradisi yang ada di suatu masyarakat di wilayah

tertentu. Sedangkan perbedaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian

ini yaitu terletak pada obyek dan tempat penelitian, pada jurnal Riza Ayu

Purnamasari Prahastiwi Utari meneliti tentang persepsi masyarakat terhadap

suatu tradisi dan budaya, lalu pada skripsi Martina Ulfa meneliti tentang

komunikasi ritual budaya dan tradisi masyarakat, dan yang terakhir Skripsi

dari Umul Mukaromah meneliti tentang makna simbol komunikasi ritual di

masyarakat.

Pada penelitian kali ini peneliti ingin meneliti bagaimana proses

komunikasi simbolik pada tradisi nyadran dan bagaimana makna tradisi

(19)

11

Tabel 1.1

Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

Nama

Peneliti

Martina

Ulfa Umul Mukaromah

Riza Ayu Purnamasari

Prahastiwi Utari

Jenis Karya

Skripsi Skripsi Jurnal

Tahun

Penelitian 2014 2013 2014

Metode

Penelitian Kualitatif Deskriptif Kualitatif Deskriptif Kualitatif Deskriptif

Tujuan Penelitian (1) untuk mengetahui simbol-simbol komunikasi ritual

Nyadran di Desa

Widang. (2) untuk mengetahui masyarakat Widang memaknai ritual Nyadran. untuk mengetahui

simbol dan makna

ritual bari’an yang

digunakan oleh warga

desa Kedungringin

Kertosono Nganjuk.

Untuk mengetahui

perbedaan persepsi

masyarakat keraton di

Surakarta sebagai

komunikator, serta

Masyarakat awam dan ahli

sebagai komunikan pada

fenomena Kebo Bule Kyai

Slamet di Kirab Malam 1

Suro Keraton Kasunanan

Surakarta sehingga menyebabkan misskomunikasi. Hasil Temuan (1) simbol komunikasi nonverbal yang berupa peralatan, sajian makanan

(2) makna yang

terkandung bagi masyarakat desa Widang khususnya para petani untuk menunjukan rasa

rituan Bari’an sebagai

simbol komunikasi

warga desa

Kedungringin

Kertosono Nganjuk.

Dan juga dapat

dijadikan sarana

komunikasi yang

harmonis dan dapat

dijadikan sebagai alat

pemersatu dan damai

bagi orang yang

(1) Simbol yang tepat untuk

mengingatkan pada

kejayaan agraris adalah

kerbau, hewan kaya

manfaat dan berjasa

dalam pertanian.

(2) Kebo bule

diinterpretasikan sebagai

jelmaan seorang pria tua

bernama Kyai Slamet.

Dia menjadi sosok

(20)

12 cinta kasih sayang dan sebagai penghargaan manusia atas

bumi yang telah

memberi kehidupan bagi manusia, dan untuk menjalin silaturrahim antar warga masyarakat. melakukannya. Karena dalam komunikasi yang dibangun dapat menciptakan pemaknaan sama

ketika rituan bari’an

dilakukan sebagai

adat istiadat setempat.

Selain itu dengan

melakukan ritual ini

dapat diyakini sebagai

do’a keselametan

serta kedamaian bagi

yang menjalankan.

memiliki kekuatan

magis, dan menjadi

hewan peliharaan raja

hingga saat ini.

(3) Simbol-simbol harapan

yang dilontarkan keraton

dalam wujud bunga,

sesaji, pusaka, Kebo

Bule Kyai Slamet

dibelokkan maknanya,

dan diinterpretasikan

dalam satu kalimat

“semua dapat

mendatangkan berkah”.

Perbedaan

Perbedaan dari

penelitian terdahulu

dengan penelitian ini

yaitu terletak pada

obyek dan tempat

penealitian.

Perbedaan dari

penelitian terdahulu

dengan penelitian ini

yaitu terletak pada

obyek dan tempat

penelitian.

Perbedaan dari penelitian

terdahulu dengan penelitian

ini yaitu terletak pada obyek

dan tempat penelitian.

Persamaan

Persamaannya

terletak pada metode

penelitian dan subjek

penelitian yakni

sama-sama meneliti

tradisi yang ada di

suatu masyarakat di

wilayah tertentu.

Persamaannya terletak

pada metode penelitian

dan subjek penelitian

yakni sama-sama

meneliti tradisi yang

ada di suatu

masyarakat di wilayah

tertentu.

Persamaannya terletak pada

metode penelitian dan

subjek penelitian yakni

sama-sama meneliti tradisi

yang ada di suatu

masyarakat di wilayah

tertentu.

G. Definisi Konsep

Definisi konsep sangat membantu di dalam menemukan fakta dan

(21)

13

pengertian terhadap konsep yang digunakan untuk menghindarkan arti yang

meragukan atau ganda dalam penelitian ini.

1. Makna Simbolik

Makna hubungan antara suatu objek dengan lambangnya.

Makna pada dasarnya terbentuk berdasarkan hubungan antara lambang

komunikasi (simbol), akal budi manusia penggunanya (obyek).4 Simbol

adalah suatu rangsangan yang mengandung makna dan nilai yang

dipelajari bagi manusia.5

Pemaknaan simbol dalam penelitian ini diartikan sebagai bentuk

interpretasi masyarakat terhadap nilai dalam pelaksanaan tradisi

nyadran. Simbol adalah bentuk-bentuk ritual adat yang dilakukan

sebagai petunjuk atau ciri khas dalam tradisi. Jadi makna simbolik

dalam penelitian ini adalah nilai-nilai atau pesan yang terkandung pada

proses komunikasi simbolik dalam tradisi nyadran.

2. Proses Simbolik

Proses merupakan gejala menciptakan dan saling menukar

informasi yang berjalan terus-menerus dan tidak ada henti-hentinya.6

Proses dalam konteks komunikasi berarti komunikasi bersifat

berkesinambungan dan tidak memiliki akhir. Komunikasi juga dinamis,

kompleks dan senantiasa berubah. Melalui pandangan mengenai

      

4

Dani Vardiansyah, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), hlm.

70-71 5

Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Rosda Karya, 2004) hlm. 77

6

(22)

14

komunikasi ini, menekankan bahwa menciptakan suatu makna adalah

sesuatu yang dinamis. Oleh karena itu, komunikasi tidak memiliki awal

dan akhir yang jelas.7

Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk

menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang.

Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non-verbal, dan

objek yang maknanya disepakati bersama.8

Proses simbolik merupakan kebebasan untuk menciptakan

simbol dengan nilai-nilai tertentu dan menciptakan

simbol-simbol bagi simbol-simbol-simbol-simbol lainnya.9 Dalam hal ini proses simbolik

ditinjau dari ilmu komunikasi adalah kegiatan yang berlangsung secara

dinamis atau tidak statis dan tidak berakhir pada suatu titik, tetapi terus

berkelanjutan oleh karena itu komunikasi disebut sebagai sebuah

proses. Komunikasi sebagai simbolik ialah simbol dinyatakan dalam

bentuk lisan maupun melalui isyarat – isyarat tertentu,

simbol yang membawa pernyataan dan diberi arti oleh penerima.

Jadi proses simbolik dalam penelitian ini adalah proses

komunikasi simbolik yang berlangsung selama proses tradisi nyadran

berlangsung. Bagaimana masyarakat desa Balonggebang ketika

      

7

Richard West dan Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi, Analisis dan Aplikasi Edisi 3, Buku 1, Penerjemah : Maria Natalia Damayanti Maer, (Jakarta : Salemba Humanika, 2009), hlm. 6

8

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: Remaja Rosda Karya:

2010), hlm. 92 9

(23)

15

berinteraksi dalam tradisi nyadran menggunakan simbol-simbol melalui

lisan maupun isyarat tertentu.

3. Tradisi Nyadran

 Dalam Kamus Bahasa Indonesia tradisi adalah adat kebiasaan

turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam

masyarakat.10 Jadi tradisi merupakan kebiasaan yang dilakukan secara

terus menerus oleh masyarakat dan akan diwariskan secara

turun-temurun.

Nyadran merupakan cara untuk mengagungkan, menghormati,

dan memperingati roh leluhur. Dalam ritual Nyadran ada dua tahap

yaitu tahap selametan dan tahap ziarah. Pada tahap selametan biasanya

orang membakar sesajen baik berupa kemenyan atau menyajikan

kembang setaman. Setelah selesai orang melakukan sesajen baru orang

melakukan tahap ke dua yaitu ziarah ke makam.11

Makna lainnya nyadran adalah sadran berasal dari kata sudra

sehingga nyadran berarti menyudra menjadi sudra atau berkumpul

dengan orang-orang awam. Ini mencerminkan nilai-nilai bahwa pada

hakekatnya manusia adalah sama.12 Karena lidah orang Jawa maka kata

sadra kemudian berubah menjadi kata nyadran yang memiliki arti

ziarah kubur, tradisi nyadran merupakan sebuah ritual yang berupa       

10

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 1208.

11

Karkono Kamajaya Partokusumo, Kebudayaan Jawa, dan Perpaduannya dengan Islam, (Yogyakarta: IKAPI Cabang Yogyakarta, 1995), hlm. 246-247.

12

(24)

16

penghormatan kepada arwah nenek moyang dan memanjatkan do’a

selametan.13

Jadi tradisi Nyadran dalam penelitian ini kebiasaan yang

dilakukan secara terus menerus oleh masyarakat dan akan diwariskan

secara turun-temurun. Kegiatan yang dilakukan masyarakat dalam

perayaan bersih desa dan menziarahi makam atau tempat yang dianggap

sebagai cikal bakal suatu desa, biasanya masyarakat menamakan tempat

tersebut dengan sebutan pundhen yaitu makam cikal bakal desa

setempat.

4. Ritual Selametan

Upacara di dalam antropologi sering di satu artikan dengan kata

ritus atau ritual. Sebab hal kedua tersebut mengandung pengertian yang

berhubungan dengan rangkaian tindakan manusia yang beragama. Di

dalam ensiklopedia Indonesia disebutkan bahwa upacara merupakan

suatu tindakan yang menandai suatu kesucian.14

Menurut Koentjaraningrat pengertian upacara ritual atau

ceremony adalah sistem aktifitas atau rangkaian tindakan yang ditata

oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang

berhubungan dengan berbagai macam peristiwa yang biasanya terjadi

dalam masyarakat yang bersangkutan.15

      

13

Anonim.http://Nurmalita Sari.Blogspot.com/2012/12/Makna-dan-Objek-Tradisi-Jawa-html. Diakses 3 Maret 2015 jam 16.00 WIB

14

Hasan Shadily, Ensiklopedi ( Jakarta: Ikhtisar Vanhove, 1984), hlm. 3718

(25)

17

Selametan dalam masyarakat Jawa mempunyai arti tentang

suatu keadaan yang didambakan yaitu keadaan slamet yang oleh orang

Jawa didefinisikan sebagai “gak ana apa-apa” − tidak ada apa-apa,

atau lebih tepatnya “ tak ada sesuatu yang akan menimpa (seseorang).16

Jadi ritual selametan dalam penelitian ini adalah Nyadran

sebagai sarana dan simbol (penolak bala) bagi masyarakat untuk

mencari keselametan dan sebagai sarana ucapan syukur kepada Tuhan

terhadap penghasilan masyarakat. Selametan berkaitan dengan bersih

desa, penggarapan tanah pertanian dan setelah panen. Ritual selametan

dilaksanakan berdasarkan aturan yang sudah diatur dan ditentukan oleh

agama maupun adat dari suatu kelompok masyarakat tertentu.

H. Kerangka Pikir Penelitian

1. Teori Interaksionisme Simbolik

Kerangka pikir penelitian akan memberi panduan pada peneliti

dalam melakukan penelitiannya. Serta memperketat data-data yang

diperoleh nantinya. Dalam penelitian ini yang berjudul Makna Simbolik Tradisi “Nyadran” Pada Ritual Selametan Di Desa Balonggebang Kecamatan Gondang Kabupaten Nganjuk, peneliti memaparkan secara skematik teoritis dengan alur pemikiran sebagai

berikut :

      

16

(26)

18

Bagan 1.1

Kerangka Pikir Penelitian Makna Simbolik Tradisi Nyadran

Tradisi Nyadran

Tingkat Pendididikan, Latar Budaya, Latar Agama

Mitos dan Masyarakat

Makna Simbolik Tradisi Nyadran

Teori Interaksionisme Simbolik Proses Komunikasi Simbolik Simbol Komunikasi

Masyarakat Balonggebang

Interaksi Sosial

Bagan diatas merupakan gambaran kerangka pikir penelitian yang

akan peneliti gunakan sebagai acuan penelitian. Sedikit penjelasan

mengenai bagan diatas sebagai berikut, makna disini dapat ditinjau dari

adanya nilai kultural dan mitos yang ada di sekitar masyarakat, nilai tersebut

dapat dilihat dari segi religiusitas yakni pandangan masyarakat terhadap

nilai suatu budaya dan tradisi yang ada dari tingkat pemahaman keagamaan,

pengalaman maupun dari tingkat pendidikan masyarakat.

Dari tingkat pemahaman tersebut, selanjutnya terjadi interaksi dalam

masyarakat sebagai perwujudan tentang pemahaman masyarakat mengenai

nilai kultural yang ada, sehingga diperoleh makna dari masyarakat mengenai

budaya dan tradisi. Proses tersebut saling terkait satu sama lain dan terjadi

proses komunikasi simbolik yang terbentuk pada masyarakat, maka akan

(27)

19

ada dalam masyarakat. Proses inilah yang menguhubungkan individu satu

dengan yang lain sehingga terbentuk interaksi sosial yang membantu

masyarakat mengkomunikasikan makna budaya.

Dalam penelitian kali ini peneliti akan menggunakan teori

Interaksionisme Simbolik. Teori yang dipakai oleh peneliti mengacu pada

teori Interaksionisme Simbolik Blumer yang mengawali pemikirannya

mengenai interaksi simbolik melalui tiga dasar pemikiran penting sebagai

berikut:17

a. Manusia berperilaku terhadap hal-hal berdasarkan makna yang

dimiliki hal-hal tersebut baginya.

b. Makna hal-hal itu berasal dari interaksi sosial yang pernah

dilakukan dengan orang lain.

c. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi

sosial berlangsung.

Peneliti memilih teori Interaksionisme Simbolik ini karena dalam

penelitian ini bertujuan untuk memperoleh makna simbolik tradisi nyadran

pada masyarakat desa Balonggebang. Makna diperoleh melaui interaksi

sosial yang terjadi dalam kelompok-kelompok sosial yang ada di

masyarakat yang kemudian diinterpretasikan berdasarkan pengalaman yang

dimiliki.

      

17

Margaret M. Paloma, Sosiologi Komtemporer, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

(28)

20

I. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian a. Pendekatan

Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan

fenomenologi yang bermaksud memahami suatu peristiwa dan

kaitan-kaitannya terhadap orang yang berada dalam situasi-situasi

tertentu. 18

Pendekatan ini digunakan peneliti untuk melakukan

penelitian mengenai tradisi, karena untuk mengetahui bagaimana

masyarakat bisa mempertahankan tradisi ini dari masa ke masa yang

semakin eksis meskipun perkembangan jaman semakin modern.

Pendekatan ini menitik beratkan pada observasi dan suasana

alamiah. Peneliti bertindak sebagai pengamat. Hanya membuat kategori

informan yang akan dipilih dengan telaah dokumen yang akan

mempermudah peneliti mendapatkan informasi hasil data secara

utuh, mengamati gejalanya dan mencatatnya dalam buku observasi.

Sehingga data yang diperoleh dapat dianalisis dan dibuat kesimpulan

yang nantinya penelitian ini dapat memberi manfaat kepada beberapa

pihak.

b. Jenis Penelitian

Menurut Botgar dan Tailor, penelitian kualitatif adalah

adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

      

18

(29)

21

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati.19

Sehingga dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis

penelitian kualitatif, peneliti mendeskripsikan wawancara mendalam

terhadap subyek penelitian. Hasil wawancara berupa kata-kata

tertulis maupun lisan dari subyek penelitian, selanjutnya peneliti

memberi makna secara kritis pada realitas yang dikontruksi subyek

penelitian.

2. Subyek, Objek dan Lokasi Penelitian a. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ditentukan dengan teknik purposive

sampling. Teknik purposive sampling adalah teknik penentuan

sampel dengan pertimbangan tertentu.20

Pertimbangan ini dalam menentukan siapa informan yang

hendak diwawancarai agar tetap fokus dalam penelitian dan sesuai

dengan tujuan penelitian. Karena peneliti hanya memilih

orang-orang tertentu yang dianggap berdasarkan penelitian. Hal ini terjadi

karena adanya penilaian pengetahuan dan pengalaman yang

dimiliki oleh subyek itu sendiri. Informan adalah orang yang

benar-benar tahu dan terlibat dalam penelitian tersebut. Informan dalam

      

19

Suwandi Basrowi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm.1. 20

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,

(30)

22

penelitian tradisi nyadran ditentukan oleh peneliti berdasarkan

[image:30.595.137.515.218.569.2]

pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh informan.

Tabel 1.2

Daftar Informan Penelitian

No Nama Berusia Keterangan

1. Jamari 82 tahun Alasan peneliti menjadikan nama-nama

yang tertera disamping adalah informan desa setempat dan informan tersebut asli warga Desa Balonggebang, Gondang, Nganjuk. Peneliti juga menganggap bahwa informan tersebut merupakan masyarakat yang aktif melaksanakan tradisi Nyadran dan sebagian memiliki pengetahuan berkaitan dengan tradisi Nyadran, baik berdasarkan pengalaman ataupun wawasan yang dimiliki oleh informan tersebut.

2. Sukadi 60 tahun

3. M. Muslim 40 tahun

4. Juma’in 50 tahun

5. Sulaiman 64 tahun

6. Manirin 70 tahun

b. Obyek Penelitian

Obyek dalam penelitian ini adalah makna simbolik tradisi

nyadran, bagaimana proses komunikasi simbolik tradisi nyadran

dan bagaimana makna simbolik tradisi nyadran dikomunikasikan

kepada masyarakat Desa Balonggebang.

c. Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini adalah di desa Balonggebang

Kecamatan Gondang Kabupaten Nganjuk. Peneliti memilih lokasi

tersebut karena tradisi nyadran di desa Balonggebang yang

semakin eksis seiring dengan perkembangan jaman tetap

dilestarikan terus menerus hingga sekarang bahkan cenderung

semakin mendapatkan perhatian dari berbagai pihak sehingga

(31)

23

Penelitian ini dilakukan di Desa Balonggebang dengan

pertimbangan bahwa masyarakat Desa Balonggebang masih

melaksanakan tradisi “Nyadran” walaupun masyarakat telah

memeluk agama Islam, Kristen tapi kepercayaan mereka adanya

roh nenek moyang sebagai pelindung tetap berdampingan dengan

keyakinan agama.

3. Jenis dan Sumber Data a. Jenis data

Dalam suatu penelitian diperlukan jenis data yang dapat

digolongkan menjadi dua yakni:

1) Jenis Data Primer, yaitu diperoleh melalui sumber dimana

biasanya dilakukan dalam dua cara yakni:

(a) Observasi

Penulis mengadakan pengamatan langsung terhadap

objek penelitian.

(b) Indepth Interview (WawancaraMendalam)

Penulis melakukan wawancara mendalam secara

langsung dengan pihak yang dianggap dapat memberikan

(informan) dan berkompeten sesuai dengan permasalahan

dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai informan inti

(32)

24

2) Jenis Data Sekunder

Data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi

pustaka dengan membaca literatur, buku-buku bacaan dan

tulisan ilmiah yang berkaitan dan relevan dengan objek

penelitian yang akan diteliti.

b. Sumber data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata

dan tindakan dari informan, selebihnya adalah data tambahan

seperti hasil wawancara dan lain-lain.21

1) Data Primer

Data primer adalah adalah sumber data yang berasal

dari sumber data langsung dalam penelitian untuk tujuan

tertentu. Dalam penelitian ini yang termasuk sebagai sumber

data primer adalah dari hasil wawancara dengan masyarakat

setempat.22

Peneliti melakukan proses wawancara dalam upaya

menggali data atau informasi yang berkaitan dengan penelitian,

peneliti hanya menggunakan alat bantu draf pertanyaan, buku

tulis, bolpoint, untuk mencatat informasi yang disampaikan

oleh informan yakni warga desa setempat.

      

21

Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung; Remaja Rosda Karya, 2002) hlm. 122.

(33)

25

2) Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang bukan diusahakan

sendiri pengumpulannya oleh peneliti.23 Data ini berupa studi

kepustakaan.

Disini peneliti mencari data penelitian bersumber dari

bahan bacaan yaitu dengan cara mempelajari melalui Internet

dan buku-buku referensi tentang penelitian ini. Selain itu data

sekunder ini berbentuk data yang sudah tersedia misalnya

sejarah berdirinya desa Balonggebang, demografi, sosial

ekonomi masyarakat dan berbagai literatur yang mendukung.

Data sekunder ini untuk memperkuat data dan informasi

penelitian yang telah ada.

4. Tahap-Tahap Penelitian

Dalam penelitian ini, ada 4 tahapan yang dilakukan oleh peneliti

sebelum melakukan pengambilan data yaitu dengan prosedur :24

a. Tahapan Pra Lapangan

Pada tahap ini peneliti melakukan berbagai persiapan, baik

yang berkaitan dengan konsep penelitian maupun persiapan

perlengkapan yang dibutuhkan di lapangan. Diantaranya adalah

menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian,

      

23

Ibid, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), hlm. 86 24

(34)

26

mengurus perizinan. Adapun langkah-langkah yang dilakukan

adalah:

1) Menyusun Rancangan Penelitian

Pada tahap ini peneliti membuat usulan judul penelitian

yang berbentuk dalam proposal penelitian yang sebelumnya

telah didiskusikan dengan dosen pembimbing, untuk kemudian

diseminarkan dengan beberapa dosen pendamping dan

penguji. Proposal penelitian ini terdiri dari latar belakang,

fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian

hasil penelitian terdahulu, definisi konsep, kerangka pikir,

metode penelitian.

2) Memilih Lapangan Penelitian

Dalam hal ini peneliti mengambil lokasi penelitian di

Desa Balonggebang Kecamatan Gondang Kabupaten Nganjuk.

3) Mengurus Perizinan

Pertama-tama yang perlu diketahui oleh peneliti ialah

siapa saja yang berwewenang memberikan izin bagi

pelaksanaan penelitian. Tentu saja peneliti jangan

mengabaikan izin meninggalkan tugas yang pertama-tama

perlu dimintakan dari atasan peneliti sendiri, dan lain-lain.25

Pada tahap ini, peneliti mengajukan permohonan kepada

Kepala Program Studi Ilmu Komunikasi dan diberikan kepada

      

25

(35)

27

kepala desa bersamaan dengan dilampirkan proposal

penelitian, selama proses penelitian dan penggarapan laporan

penelitian berlangsung.

4) Menjajaki dan Menilai Lapangan

Penjajakan dan penilaian lapangan akan terlaksana

dengan baik apabila peneliti sudah membaca terlebih dahulu

dari kepustakaan atau mengetahui melalui orang dalam tentang

situasi dan kondisi daerah tempat penelitian dilakukan.

Sebaiknya sebelum menjajaki lapangan, peneliti sudah

mempunyai gambaran umum tentang geografi, demografi,

sejarah, tokoh-tokoh, adat, istiadat, konteks kebudayaan,

kebiasaan-kebiasaan, agama, pendidikan, mata pencaharian,

dan sebagainya. Hal tersebut akan membantu penjajakan

lapangan.26

Dalam hal ini peneliti penjajakan lapangan membantu

peneliti untuk mengenal segala unsure lingkungan sosiall, fisik

dan keadaan alam. Dengan begini membantu peneliti untuk

mempersiapkan diri, mental maupun fisik serta

mempersiapkan perlengkapan yang diperlukan untuk

penelitian.

      

26

(36)

28

5) Memilih dan Memanfaatkan Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk

memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar

penelitian. Jadi ia harus mempunyai banyak pengalaman

tentang latar penelitian.27

Disini peneliti memilih dan memanfaatkan informan

berdasarkan latar belakang sosial dan budaya, pendidikan,

agama dan memiliki pengetahuan mengenai latar penelitian

dan mempunyai pandangan tertentu tentang peristiwa yang

terjadi, yakni mengenai tradisi nyadran di desa Balonggebang.

6) Menyiapkan Perlengkapan Penelitian

Peneliti hendaknya menyiapkan tidak hanya

perlengkapan fisik, tetapi segala macam perlengkapan

penelitian yang diperlukan.28

Pada tahap ini yang dilakukan oleh peneliti agar proses

penelitian berjalan lancar terutama pada saat wawancara yaitu

menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan seperti: Blocknote,

Tape Recorder, dan sebagainya. Agar hasil wawancara tercatat

dengan baik sehingga karyanya dapat didokumentasikan.

b. Tahapan Lapangan

Pada tahap ini peneliti lebih fokus pada pencarian dan

pengumpulan data dilapangan, serta mengamati segala bentuk       

27

Ibid, hlm. 132 28

(37)

29

aktivitas yang ada dilokasi penelitian. Sambil menulis catatan

lapangan seperti tahap berikut ini :29

Dalam tahap ini pekerjaan lapangan dibagi menjadi tiga

bagian, yaitu:

1) Memahami Latar Penelitian dan Persiapan Diri

Untuk memasuki pekerjaan lapangan, peneliti perlu

memahami latar penelitian terlebih dahulu. Di samping itu, ia

perlu mempersiapkan dirinya baik secara fisik maupun secara

mental.30 Adapun yang dilakukan oleh peneliti disini yaitu

mempersiapkan diri untuk melakukan penelitian terutama

dalam hal wawancara harus mempersiapkan pedoman

wawancara terlebih dahulu agar peneliti mempunyai gambaran

kalimat pertanyaan apa saja yang akan peneliti ajukan.

Melakukan wawancara langsung dan observasi ke lokasi

penelitian yakni di desa Balonggebang Kecamatan Gondang

Kabupaten Nganjuk, dengan informan yang telah ditentukan.

2) Memasuki Lapangan

Yakni mempererat hubungan dan mempelajari bahasa

yang digunakan oleh orang-orang yang berada pada latar

      

29

Hidayat, Dedy N, 1999. “Paradigmadan Perkembangan Penelitian Komunikasi”, “Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, Vol.III/April 1999, Jakarta: IKSI dan Remaja Rosdakarya. Hal. 73

30

(38)

30

penelitian.31 Disini peneliti melakukan pendekatan dengan

warga sekitar dalam hal ini bertujuan agar saat peneliti mencari

informasi tidak ada dinding pemisah antara peneliti dan

informan yang menyebabkan sulitnya peneliti mendapatkan

informasi.

3) Laporan Penelitian

Yakni dari hasil yang diperoleh penulis selama

melakukan penelitian akan didokumentasikan dalam bentuk

skripsi dengan menyusunnya secara sistematis dan ilmiah

sesuai prosedur yang telah ditentukan.

5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data yang dilakukan di lapangan

harus menggunakan teknik maupun metode yang tepat dan releven

dengan kondisi yang ada di lapangan. Penelitian ini dilakukan mulai

tanggal 01 April 2015 sampai 30 April 2015 dengan teknik

pengumpulan data berikut :

a. Teknik Observasi

Observasi atau pengamatan terlibat menurut Becker et al.

adalah pengamatan yang dilakukan sambil sedikit banyak berperan

serta dalam kehidupan orang yang diteliti. Pengamat terlibat

mengikuti orang-orang yang diteliti dalam kehidupan sehari-hari

      

31

(39)

31

mereka, melihat apa yang mereka lakukan, kapan, dengan siapa dan

dalam keadaan apa, menanyai mereka mengenai tidakan mereka.32

Disini peneliti melakukan pengamatan terhadap realita yang

terjadi di masyarakat. Peneliti melakukan pengamatan langsung

pada objek penelitian untuk memperoleh gambaran yang jelas

mengenai fakta dan kondisi di lapangan, selanjutnya membuat

catatan-catatan hasil pengamatan tersebut.

b. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam dilakukan untuk memperoleh data

yang diinginkan dengan cara memberikan pertanyaan langsung

dalam hal ini kepada informan. Di dalam wawancara itu, para

narasumber sudah mengetahui kalau mereka sedang diwawancarai

dan mengetahui apa maksud dari wawancara tersebut.33

Wawancara ini merupakan wawancara tatap muka antara

peneliti dengan informan Peneliti melakukan serangkaian tanya

jawab secara mendalam kepada masyarakat yang terlibat langsung

dalam pelaksanaan tradisi nyadran. Peneliti mengajukan pertayaan

terkait dengan fokus penelitian dengan menggunakan bahasa

pertayaan yang mudah dipahami oleh informan berdasarkan latar

belakang tingkat pengetahuan informan.

      

32

Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigama Baru Ilmu Komunikasi

dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006) hlm.163 33

(40)

32

c. Dokumentasi

Dokumentasi dari asal katanya dokumen yang artinya

barang-barang tertulis. Dokumen adalah rekaman peristiwa yang

lebih dekat dengan percakapan, menyangkut persoalan pribadi dan

memerlukan interpretasi yang berhubungan sangat dekat dengan

konteks rekaman peristiwa tersebut.34

Dokumentasi digunakan peneliti ketika mengumpulkan

data, data-data dari dokumentasi berupa segala macam bentuk

informasi yang berhubungan dengan penelitian yang dimaksud

dalam bentuk tertulis atau rekaman suara. Mengenai hal-hal yang

berupa catatan kegiatan dan rekaman suara. Dan foto-foto berbagai

kegiatan yang dilakukan. Dokumentasi ini untuk membantu peneliti

membuktikan kebenaran penelitian telah yang dilakukan.

6. Teknik Analisa Data

Miles and Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam

analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung

secara terus menerus pada tiap tahap penelitian hingga tuntas, dan

datanya sampai jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu data

reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.35

Pada tahap pertama, temuan data dari hasil wawancara, observasi

dan studi pustaka di kelompokkan. Setelah itu peneliti menyusun       

34

Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta:PT.RajaGrafindoPersada, 2001),

hal. 97. 35

(41)

33

catatan mengenai segala aspek yang berkaitan dengan proses penelitian

termasuk tema dan data penelitian.

Selanjutnya peneliti menyusun rancangan konsep-konsep dari data

yang dikumpulkan. Tahapan berikutnya adalah penyajian data. Pada

tahap ini, peneliti mengorganisasikan data dengan menghubungkan data

yang satu dengan yang lain hingga seluruh data yang dianalisis

merupakan satu kesatuan. Data yang telah tersaji merupakan

kelompok-kelompok data yang dikaitkan dengan kerangka teori yang digunakan.

Fase terakhir adalah penarikan dan pengujian kesimpulan. Dalam

penelitian ini, penulis menggunakan prinsip induktif dengan

mempertimbangkan pola data yang ada. Peneliti melakukan interpretasi

terhadap data yang telah direduksi dan disajikan dengan mengeksplorasi

teori yang relevan untuk selanjutnya menarik kesimpulan atas temuan

penelitian. Kesimpulan dapat dikonfirmasi dan dipertajam untuk sampai

pada kesimpulan final atas fenomena yang diteliti.

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Adapun teknik yang digunakan peneliti dalam pemeriksahan

keabsahan data pada penelitin ini adalah sebagai berikut: 36

a. Meningkatkan Ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan

secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut

      

36

(42)

34

maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam

secara pasti dan sistematis.

Disini peneliti melakukan pengamatan selama proses upacara

nyadran berlangsung sesuai dengan urutan-urutan kegiatan yang

ada dalam tradisi nyadran dengan mendokumentasikan kegiatan

tersebut.

b. Triangulasi sumber

Teknik pemeriksahan keabsahan data yang memanfaakan

sesuatu yang lain diluar data itu. Dalam hal ini triangulasi dengan

sumber sebagai penjelasan banding. Selain triangulasi dengan

sumber sebagai pembanding terhadap sumber yang diperoleh dari

hasil penelitian dengan sumber data lain.37

Dalam penelitian mengenai makna simbolik tradisi nyadran,

peneliti mengumpulkan data dengan melakukan wawancara dari

mereka yang sedang terjun dalam kegiatan nyadran. Data dari

informan tersebut perlu dideskripsikan, dikategorisasikan, mana

pandangan yang sama, yang berbeda, dan yang spesifik dari tiga

sumber data tersebut.

c. Menggunakan bahan referensi

Yang dimaksud dengan bahan referensi di sini adalah adanya

pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh

peneliti berupa adanya rekaman wawancara.       

37

(43)

35

Disini peneliti harus menyertakan data wawancara mengenai

tradisi nyadran berupa rekaman guna mendukung hasil penelitian

yang dilakukan oleh peneliti.

J. Sistematika Penelitian

BAB I : PENDAHULUAN. Dalam bab ini meliputi konteks

penelitian, rumusan masalah, fokus penelitian, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, kajian hasil penelitian

terdahulu, definisi konsep, kerangka pikir penelitian, dan

metode penelitian, yang didalamya membahas tentang

pendekatan dan jenis penelitian, jenis dan sumber data,

tahap-tahap penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis

data.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi mengenai teori dari

buku-buku yang ditemukan peneliti guna mendukung judul

dari penelitian ini dan model metodologi penelitian yang

diterapkan dalam menganalisa data.

BAB III : GAMBARAN UMUM. Dalam bab tiga penelitian ini, akan

digambarkan data-data dari tradisi nyadran di Desa

Balonggebang Kecamatan Gondang Kabupaten Nganjuk

yang ditemukan peneliti dari sumber-sumber pendukung.

BAB IV : HASIL PENELITIAN. Bab keempat dalam laporan

(44)

36

yang diperoleh peneliti dan dikaitkan dengan teori

Interaksionisme Simbolik.

BAB V : PENUTUP. Dalam bab ini membahas tentang simpulan dan

rekomendasi.

DAFTAR PUSTAKA : Bagian ini berisi buku-buku dan

sumber-sumber lain yang diperoleh peneliti guna

memperoleh data, dan mendukung

pengumpulan data yang lengkap atas penelitian

ini.

K. Jadwal Penelitian

No. Kegiatan

Waktu Pelaksanaan

Pebruari Maret April Mei Juni Juli

1 Pengajuan Judul

Skripsi

2 Penyusunan

Proposal

3 Bimbingan

Proposal

4 Ujian Proposal

5 Revisi Proposal

6 Pengumpulan

Data

7 Pengolahan dan

Analisis Data

8 Bimbingan

Skripsi

9 Penyusunan

(45)

 

BAB II

KAJIAN TEORITIS TENTANG MAKNA SIMBOLIK TRADISI NYADRAN PADA RITUAL SELAMETAN

A. Kajian Pustaka

1. Tradisi Nyadran dan Mitos Masyarakat

Penduduk Indonesia terdiri atas bermacam- macam keturunan, ras

maupun bangsa. Oleh sebab itu dari masyarakat satu dan masyarakat

lainnya memiliki perbedaan budaya sesuai mata pencaharian. Oleh

karena itu Indonesia memiliki baragam kebudayaan, salah satunya adalah

tradisinyadran.

Nyadran merupakan cara untuk mengagungkan, menghormati,

dan memperingati roh leluhur. Dalam ritual nyadran ada dua tahap yaitu

tahap selametan dan tahap ziarah. Pada tahap selametan biasanya orang

membakar sesajen baik berupa kemenyan atau menyajikan kembang

setaman. Setelah selesai orang melakukan sesajen baru orang melakukan

tahap ke dua yaitu ziarah ke makam.38 Kebiasaan menyembah arwah

orang mati, terutama arwah para leluhur atau apa yang disebut cikal

bakal, pendiri desa semula, memainkan peranan yang penting secara

      

38

(46)

38

religious. Yang sama pentingnya ialah penghormatan kepada

kuburan-kuburan suci yang disebut kramat.39

Tradisi nyadran merupakan kebudayaan yang telah berkembang

di masyarakat yang sampai saat ini masih dilakukan oleh sebagian

masyarakat yang masih mempercayai dan melaksanakan tradisi nyadran

secara rutin. Tradisi Nyadran menjadi rutinitas sebagian besar

masyarakat Jawa setiap tahun pada bulan dan hari yang telah

ditentukan.Tradisi nyadran hakekatnya adalah simbol yang mewakili

kepentingan dan kebutuhan masyarakat setempat.

Tradisi nyadran sudah ada pada masa Hindu-Budha sebelum

agama Islam masuk di Indonesia. Zaman kerajaan Majapahit tahun 1284

ada pelaksanaan seperti tradisi nyadran yaitu tradisi craddha. 40

Kesamaan dari tradisi tersebut pada kegiatan manusia dengan leluhur

yang sudah meninggal seperti sesaji dan ritual sesembahan untuk

penghormatan terhadap leluhur yang telah meninggal.41 Tradisi nyadran

merupakan sebuah ritual yang berupa penghormatan kepada arwah nenek

moyang dan memanjatkan doa selamatan.

Pelaksanaan tradisi nyadran pada masa Hindu-Budha

menggunakan puji-pujian dan sesaji sebagai perlengkapan ritualnya

sedangkan oleh walisongo diakulturasikan dengan doa-doa dari Al-      

39

Zaini Muchtarom, Santri dan Abangan di Jawa, Terjemahan: Sukarsi (Jakarta : INIS,

1988), hlm. 31 40

Anonim.http://NovianaWijayati.Blogspot.Com/2011/04/tradisi-Nyadran-sebagai-Transformasi-Agama-soaial-dan-Budaya-html. Diakses pada 25 Juni jam 17.00 WIB.

41

Suyitno. 2001. Mengenal Upacara Tradisional Masyarakat suku Tengger. Satu Buku.

(47)

39

Quran. Masyarakat Jawa kuno meyakini bahwa leluhur yang sudah

meninggal sejatinya masih ada dan mempengaruhi kehidupan anak cucu

atau keturunannya.Karena pengaruh agama Islam pula makna nyadran

mengalami pergeseran sebagai upaya untuk berdoa kepada Tuhan. Oleh

karena itu pelaksanaan ziarah kubur juga dimaksud sebagai sarana

intropeksi atau perenungan terhadap segala daya dan upaya yang telah

dilakukan selama satu tahun.

Upacara tradisional nyadran disebarkan dan diwariskan secara

turun temurun dari suatu generasi ke generasi yang lain, oleh karena itu

tradisi ini dapat digolongkan dalam bentuk folklor. Menurut Danandjaja

folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan

diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja,secara

tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun

contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu

pengingat. 42 Sedangkan menurut John Harold Bruvant (melalui

Danandjaja) berdasarkan tipenya folklor dapat digolongkan dalam tiga

kelompok :43

a. Folklor lisan, yaitu folklor yang bentuknya murni lisan,

misalnya ungkapan tradisional, pertanyaan tradisional, cerita

prosa rakyat, dan nyanyian rakyat.

      

42

James Danandjaja, Folklor Indonesia Ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997), hlm. 2.

43

(48)

40

b. Folklor sebagian lisan, yaitu folklor yang bentuknya

merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan,

misalnya kepercayaan rakyat, permainan rakyat, adat-istiadat,

upacara dan pesta rakyat.

c. Folklor bukan lisan, yaitu folklor yang bentuknya bukan lisan

walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Folklor

ini ada yang berbentuk material dan nonmaterial. Yang

berbentuk material bisa berupa arsitektur rakyat, kerajinan

tangan, pakaian serta perhiasan adat, makanan, alat musik,

dan senjata.

Berdasarkan penggolongan di atas, upacara tradisional nyadran

termasuk folklor sebagian lisan karena di dalamnya terdapat bentuk

foklor lisan, yaitu doa-doa yang digunakan dalam upacara dan juga

terdapat bentuk folklor bukan lisan berupa ubarampe dalam upacara

tersebut.

Konsepsi dasar Jawa mengenai dunia gaib (dunia yang tak

nampak) didasarkan pada gagasan bahwa semua perwujudan dalam

kehidupan disebabkan oleh makhluk berfikir yang berkepribadian yang

mempunyai kehendak sendiri. Gagasan animis ini dapat dirumuskan

demikian : segala sesuatu dalam alam, di dunia hewan dan tetumbuhan,

apakah besar atau kecil, mempunyai nyawanya sendiri.44

      

44

Zaini Muchtarom, Santri dan Abangan di Jawa, Terjemahan: Sukarsi (Jakarta : INIS,

(49)

41

Roh-roh yang disembah oleh orang Jawa pada umumnya disebut

hyang atau yang yang berarti “tuhan”. Tuhan dalam bahasa Jawa

terkadang dinamakan Hyang Maha Kuwasa (Tuhan Yang Maha Kuasa).

Tak seorang pun dapat menghitung jumlah para yang.Diantaranya

terdapat danyang desa (roh pelindung desa). Orang Jawa menganggap

bahwa setiap desa mempunyai roh pelindung sendiri yang tinggal dalam

sebatang pohon yang rindang. Penduduk membayangkan bahwa roh-roh

itu sudah tinggal di tempat tersebut sebelum tanah itu dibersihkan untuk

pembangunan desa bersangkutan. 45

Masyarakat khususnya di pulau Jawa yang masih melestarikan

tradisi penghormatan nenek moyang dalam bentuk perayaan tradisi

nyadran memiliki ikatan yang erat dengan alam. Itu juga sebabnya

mereka sangat memperhatikan kejadian-kejadian alam sekitar sebagai

pertanda bagi kejadian-kejadian lain. Oleh karena itu sebagian

masyarakat meyakini jika tidak melaksanakan upacara maupun tradisi

yang merupakan adat akan ada bahaya maupun bencanayang terjadi di

masyarakat tersebut, biasa masyarakat menyebutnya sebagai mitos. Hal

ini karena masyarakat memiliki sistem budaya tersendiri yang sudah

begitu mengakar kuat.

Mitos dalam konteks budaya Jawa bukan sekedar dongeng. Mitos

pada kebudayaan Jawa menjadi referensi semua tindakan dan sikap

dalam kehidupan masyarakat Jawa. Tindakan yang dimaksud adalah

      

45

(50)

42

dalam hal spiritual religius, bukan tindakan sehari-hari. Mitos

mengandung suatu kebenaran yang tidak boleh diganggu gugat, harus

diikuti, baik suka ataupun tidak suka.

Sistem kepercayaan dari suatu masyarakat meliputi semua aspek

kesadaran, gagasan, pengetahuan, cerita rakyat/pengetahuan, takhayul,

dan legenda yang ada dalam masyarakat. Mitos dan dongeng adalah

suatu bagian yang sangat penting dari dongeng-dongeng yang ada dalam

masyarakat. Mereka menyediakan suatu dasar untuk berkesinambungan

hidup masyarakat dan budaya. Melalui mereka dunia memberikan suatu

arti. Mitos dan legenda adalah bagian yang nyata dari sistem

kepercayaan.46

Banyak orang desa yang ingin mendapat berkah atau minta

perlindungan terhadap bencana, mengantarkan saji-sajian berupa

kemenyan dan bunga ke tempat sajian pohon besar tersebut serta

mengemukakan kesulitannya dan kebutuhannya akan perlindungan

kepada danyang desa. Bukan hanya desa yyang ada danyangnya

melainkan juga sawah, pasar, gedung-gedung besar dan sebagainya.

Tempat-tempat yang dikuasai oleh danyang dan tidak dapat dihuni atau

dimasuki oleh manusia disebut angker dalam bahasa Jawa yang artinya

“tak dapat didekati”.47

      

46

A. M. Moefad, Perilaku Individu Dalam Masyarakat, (Jombang: el-Deha Press, Fakultas Dakwah IKAHA, 2007), hlm. 49

47

Zaini Muchtarom, Santri dan Abangan di Jawa, Terjemahan: Sukarsi (Jakarta : INIS,

(51)

43

Mitos merupakan sesuatu hal yang dipercayai oleh sebagian

orang, biasa dipakai untuk menakut-nakuti, memberi peringatan, ataupun

diceritakansecara berkelanjutan. Semua mitos yang ada di dunia,

merupakan mitos yang telah ada sejak zaman nenek moyang,

dikarenakan cerita yang terus bergulir, atau bisa saja sesuatu mitos

berubah dikarenakan zaman yang terus berkembang. Bagi

sebagianorangmitos merupakan sesuatu yang sudah jarang dipercaya,

tapi masih juga ada yang percaya tentang mitos-mitos tertentu dan terus

bergulir sampai sekarang.

2. Ritual Selametan sebagai Bentuk Kebudayaan Masyarakat

Ibadah orang Jawa meliputi upacara perjalanan, penyembahan roh

halus, upacara cocok tanam dan tata cara pengobatan yang semuanya

berdasarkan kepercayaan kepada roh baik dan roh jahat. Upacara pokok

dalam agama orang Jawa tradisional ialah selametan (selamatan,

kenduri). Ini merupakan acara agama yang paling umum dan

melambangkan persatuan mistik dan sosial dari orang-orang yang ikut

serta dalam selametan itu.48

Selametan adalah versi Jawa dari apa yang barangkali merupakan

upacarakeagamaan yang paling umum di dunia. Ia melambangkan

kesatuan mistis dan sosial yang mereka anut di dalamnya. Tradisi ini

merupakan semacam wadah bersama masyarakat yangmempertemukan

berbagai aspek kehidupan sosial dan pengalaman perseorangan dengan       

48

(52)

44

suatu cara memperkecil ketidakpastian, ketegangan dan konflik atau

setidak-tidaknya dianggap berbuat demikian.49

Selametan dan lambang-lambang yang mengiringinya

memberikan gambaran yang jelas tentang cara pemaduan antara

kepercayaan masyarakat Jawa yang animis dan Buddhis-Hindu dengan

unsur Islam serta membentuk nilai pokok masyarakat pedesaan. Adapun

selametan diadakan pada hampir setiap kesempatan yang mempunyai arti

upacara bagi orang Jawa, seperti kehamilan, kelahiran, pengkhitanan,

perkawinan, kematian, hari raya Islam resmi, seperti Lebaran, Muludan

(Maulid Nabi Muhammad SAW), upacara panen, dan lain sebagainya.

Jika seseorang ingin merayakan atau mengeramatkan peristiwa apapun

yang berhubungan dengan upacara perseorangan atau jika ia hendak

memperoleh berkah atau minta perlindungan dari bencana, maka

selametan harus diadakan.50

Adanya ritual selamatan atau merupakan suatu upaya manusia

untuk mencari keselamatan, ketentraman dan sekaligus menjaga

kelestarian alam. Selamatan ini pada hakikatnya merupakan upacara

keagamaan yang paling umum di dunia dan melambangkan kesatuan

mistis dan sosial dari mereka yang ikut hadir didalamnya.

Aktifitas selamatan atau upacara ini merupakan salah satu usaha

manusia sebagai jembatan antara dunia bawah (manusia) dengan dunia

      

49

Clifford Geertz, The Religin Of Java, diterjemakan oleh Aswab Mahasin, Abangan Santri Priyayi dalam Masyarakat Jawa, (Jakarta: Pustaka Jaya,1989), hlm. l3

50

(53)

45

atas (makhluk halus atau Tuhannya). Melalui selamatan maupun sesaji

maka diharapkan bisa menghubungkan manusia dengan dunia atas,

dengan leluhur, roh halus dan Tuhannya. Melalui perantara ini leluhur,

roh halus dan Tuhannya akan memberi berkah keselamatan manusia di

dunia.

Istilah selametan rupanya telah lama populer dan telah menjadi

sistem simbol yang dikembangkan oleh para peneliti untuk menjelaskan

makna dibalik simbol itu. Dalam prakteknya, selametan m

Gambar

Tabel 1.1   Kajian Hasil Penelitian Terdahulu
Tabel 1.2 Daftar Informan Penelitian
Tabel 3.1  Batas Wilayah Desa Balonggebang
  Tabel 3.2 Mata Pencaharian dan Jumlahnya
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan implementasi, kendala dan upaya dalam implementasi nilai-nilai gotong-royong dan peduli sosial pada tradisi Nyadran di

royong dan peduli sosial pada tradisi Nyadran di Dukuh Wonorejo, Desa Bulusan,. Kecamatan Karangdowo,

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan: (1) makna yang terkandung dalam tradisi nyadran di Desa Kedungjambal, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo yaitu, Melestarikan

yang biasa disebut dengan “nyadran” oleh masyarakat Dusun Pomahan, Desa Pomahan, Kecamatan Baureno, Kabupaten Bojonegoro. Tradisi ini semula bertujuan untuk memberikan

Pendekatan sosiologis ini digunakan dengan tujuan untuk mengungkap lebih dalam tradisi nyadran sebagai perekat kerukunan antar umat beragama yang dilakukan oleh

Makna dan tujuan pelaksanaan nyadran sebelum akad nikah Makna pelaksanaan tradisi nyadran ini menurut Bapak Warsit nyadran merupakan sebuah kebutuhan yang sama dengan mengirim

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap masalah Perubahan Budaya Dalam Tradisi Nyadran di Kelurahan Ngantru Kecamatan Trenggalek

Hasil dari penelitian ini menyatakan: (1) latar belakang dari upacara tradisi nyadran di Dam Bagong Kelurahan Ngantru berawal dari perjuangan Adipati Menak Sopal