Alternative Penerapan Akor Bebas Pada Lagu Nusantara
Studi Kasus Aransemen Lagu Sarinande
Oleh: Whayan Christiana
Prodi Musik Bambu ISBI Bandung Jl. Buahbatu 212 Bandung
Email: christianawhayan@yahoo.com
Abstract:
Giving a musical nuance in a song is an absolute unsure, it will makeinfluence to the spirit of the song itself. A bias in a song cannot become a measure to determine a beauty or infamy of that song itself. Chord is an equipment has a great impact in musical nuance. A utilization of a chord in a song both the composition or the arrangement are depend on musical knowledge or experience of someone, even more for study and creativity interest. One of study format of chord application
i a so g is usi g a ho d patte de elop e t o i ite s te i olog alled as the appli atio of f ee ho d. The appli atio of f ee ho d s patte is al a s led to the a a ge s
taste. Although free form is preferred, but it has to comply the basic principles or the existing rules in western music theory (diatonic).
Keywords: Free
Abstrak :
Memberikan nuansa musikal pada sebuah lagu merupakan sebuahunsur yang mutlak, hal ini berpengaruh pada roh lagu itu sendiri. Sifat bias yang ada pada sebuah lagu tidak bisa dijadikan sebuah ukuran untuk menentukan keindahan dan keburukan dari lagu itu sendiri. Akor merupakan salah satu alat bantu yang sangat mempengaruhi nuansa musikal. Pemilihan penggunaan akor pada sebuah lagu baik komposisi maupun aransemen tergantung pada pengetahuan dan pengalaman musical yang dimiliki oleh seseorang, terlebih lagi untuk kepentingan pembelajaran dan mengasah kreativitas. Salah satu bentuk pembelajaran penerapan akor pada sebuah lagu yaitu dengan menggunakan pola pengembangan akor yang dalam istilah penulis disebut penerapan akor bebas. Pola penerapan akor bebas selalu bermuara pada selera arranger. Walaupun bentuk kebebasan yang diutamakan, namun harus memenuhi prinsip-prinsip dasar atau aturan yang ada pada sistem teori musik barat (diatonis).
A. PENDAHULUAN
Musik merupakan sebuah bahasa imajinasi yang di dalamnya terdapat sebuah
inspirasi, kreativitas dan ekspresi. Secara umum sifat dari musik itu sendiri adalah multi
tafsir, karena tidak semua penikmat musik mempunyai interpretasi yang sama dalam hal
menelaah sebuah kesan musikal dari sebuah bentuk repertoar. Hal ini tentunya
dipengaruhi oleh tingkat daya analisa atau daya kritis seseorang untuk mampu
menginterpretasikan sebuah sajian repertoar musik. Tidak berlebihan jika seseorang yang
mempunyai banyak referensi tentang musik maka akan lebih mudah untuk menganalisa
dan merasakan kesan dari setiap pergerakan struktur harmoni baik yang bersifat dasar
maupun pengembangan yang dibangun dalam sebuah lagu. Apalagi didukung dengan
latar belakang yang kuat secara keilmuan baik teori maupun prakteknya.
Menurut Kosasih (1982:1) Musik merupakan media dimana manusia dapat
mencurahkan perasaan hati, tempat melukiskan getaran jiwa khayal yang timbul dalam
pikiran yang mana tak dapat dicetuskan dengan perantaraan kata-kata, perbuatan atau
dengan perantaraan salah satu bidang seni. Menurut ahli perkamusan (lexicographer),
musik ialah ilmu dan seni dari kombinasi ritmis nada-nada, vocal maupun instrumental
yang melibatkan melodi dan harmoni untuk mengekspresikan apa saja yang
memungkinkan, namun khususnya yang bersifat emosional. Tokoh musik klasik
Tchaikovsky berkata bahwa musik adalah ilham yang menurunkan kepada kita keindahan
yang tiada taranya. Musik merupakan logika bunyi yang tidak seperti sebuah buku teks
atau sebuah pendapat, yang merupakan suatu susunan vitalitas, suatu mimpi yang kaya
akan bunyi yang terorganisasi dan terkristalisasi.
Berbicara mengenai identitas suatu bangsa dari sudut pandang musik dalam era
globalisai ini, kita sebagai masyarakat Indonesia tentunya harus berpikir kreatif untuk
mampu mengangkat atau memunculkan kembali jenis-jenis musik daerah atau tradisi
yang kemudian dikemas secara apik sehingga akan bisa diterima oleh berbagai kalangan
baik dalam negeri ataupun luar negeri, tentunya dengan kemasan yang lebih menarik dan
berkualitas. Menurut penulis, apapun jenis kesenian yang ada tetap dipertahankan
keasliannya, namun untuk kebutuhan-kebutuhan tertentu kita juga perlu membuat
sebuah kemasan-kemasan yang berbeda, dalam hal ini pembaharuan atau
pengembangan-pengembangan yang baru namun tidak berarti menghilangkan aroma
diolah atau dikemas ke dalam bentuk-bentuk musik yang bersifat kolaborasi, misalnya
dengan memadukan atau meleburkan melodi-melodi asli dengan konsep-konsep harmoni
musik barat. Hal ini merupakan salah satu bentuk kreativitas yang dirasa sangat penting
untuk menimbulkan efek atau suasana penyegaran. Karena jika hanya pola aslinya yang
selalu dimainkan, maka hal ini akan menimbulkan sebuah kejenuhan dan lama-kelamaan
akan ditinggalkan.
Di banyak tempat kita sering mendapati beberapa anak-anak muda yang
membentuk sebuah grup-grup musik yang mengusung tema-tema kolaborasi dengan
materi lagu-lagu daerah yang diaransir kembali dengan masing-masing gaya mereka,
sebagai contoh grup musik Tri Sum dengan lagu Cu lak-cublak su u g , ada juga Guruh
Gipsy dengan lagu Ja ge . Untuk lingkup yang lebih sempit lagi penulis mengamati
beberapa grup musik yang dibentuk oleh mahasiswa Institut Seni Budaya Indonesia
Bandung (ISBI) yang dalam hal ini adalah mahasiswa. Dalam pengamatan penulis, hampir
sebagian besar hasil garapan yang pernah dibuat dan dimainkan oleh grup-grup musik ini
sifatnya sangat monoton terutama dalam penggunaan progres akor yang hanya berkutat
pada mayor dan minor dalam sebuah tonika, sehingga tidak ada bedanya dari tahun ke
tahun dan dari satu grup dengan grup yang lain. Namun demikian, sudut pandang ini
sifatnya adalah relatif sesuai dengan selera masing-masing orang antara suka dan tidak
suka. Apabila ditelusuri, benang merah yang ada di ISBI Bandung merupakan sebuah
lembaga pendidikan yang sifatnya lebih mengarah ke bentuk tradisi, dalam hal ini adalah
musik karawitan. Jika kita melihat skill atau kemampuan kawan-kawan dari ISBI Bandung
ini sudah tidak bisa diragukan lagi kehebatannya. Akan tetapi yang menjadi masalah
adalah bagaimana mereka mampu mengemas sebuah sajian kolaborasi yang menawarkan
keseimbangan antara musik tradisi (daerah) dan musik barat. Penulis mengamati
seakan-akan konsep bermusik kolaborasi ini hanya sebatas e e pel saja atau sekedar
bermain bersama tetapi tidak bisa melebur menjadi sebuah kesatuan. Untuk mengatasi
hal inilah kita membutuhkan sebuah kreativitas musik.
Masalah kreativitas musik, salah satu hal yang paling menarik buat penulis adalah
membahas masalah aransemen musik. Aransemen merupakan proses e eka ulang
sesuatu yang sudah ada atau yang sudah terjadi. Pelakunya sendiri disebut sebagai
rekreator. Hal ini cukup menarik bagi penulis karena membuat sebuah aransemen itu
mengakibatkan dua hal, yaitu lebih agus dari aslinya atau justru lebih u uk dari
aslinya. Selain itu juga, dengan aransemen kita bisa melihat atau menakar kemampuan
seseorang (pembuat aransemen) dengan hasil aransemennya. Jika kita amati, di
Indonesia banyak sekali kelompok atau grup musik yang sangat bagus dan hebat yang
mengusung tema-tema lagu tradisi atau daerah yang dikemas atau di re-cover dengan
berbagai macam aransemen. Ini merupakan sebuah bentuk kreativitas yang luar biasa.
Namun jika kita amati, hampir semuanya tidak pernah membahas atau membagikan
ilmunya tentang bagaimana cara membuat sebuah aransemen yang begitu bagusnya,
tetapi hanya hasil akhirnya saja yang bisa kita dengarkan. Hal inilah yang membuat
penulis terpacu untuk berbagi ilmu tentang cara-cara membuat sebuah aransemen.
Bentuk sebuah aransemen bisa dilakukan dengan berbagai macam cara.
Diantaranya bisa dengan mengubah irama, tempo, beat, timbre, akor dan lain sebagainya.
Bentuk-bentuk aransemen tersebut tentunya digunakan sesuai dengan selera
masing-masing.
Di dalam pembahasan tulisan ini, penulis akan lebih memfokuskan lagi pada bentuk
aransemen tentang kebebasan memilih pola-pola penerapan akor secara acak namun
tetap berlandaskan pada teori musik barat. Pola akor ini dirasa sangat penting karena
menjadi landasan dalam sebuah lagu yang akan memberikan sebuah nuansa atau alur
musikal dalam sebuah lagu. Menentukan pola-pola akor dalam sebuah lagu merupakan
modal dasar yang harus dikuasai oleh para pelaku musik yang akan membuat karya-karya
baru atau mengaransir karya-karya yang sudah ada yang mungkin akan dibuat menjadi
sesuatu yang berbeda. Tentunya hal ini tidak terlepas dari pemahaman atau pengetahuan
kita tentang teori-teori musik barat (diatonik). Untuk itu, penulis bertujuan untuk berbagi
keilmuan tentang bagaimana prinsip-prinsip pola-pola penerapan akor untuk
mengaransemen sebuah lagu.
B. METODE
Langkah yang digunakan oleh penulis untuk mendapatkan data adalah observasi
lapangan, yaitu dengan pengamatan kepada beberapa komunitas musik yang ada di
Intstitut Seni Budaya Indonesia Bandung dengan berbagai hasil karya-karya maupun
menganalisis bentuk-bentuk sajian repertoar musik yang dimainkan terutama dari
pola-pola penerapan akornya.
C. PEMBAHASAN
Sering sekali kita mendengarkan sebuah sajian musik yang sudah diaransir ulang
menjadi sebuah sajian musik yang menurut kita sepertinya sangat asing ditelinga.
Terutama pada lagu-lagu yang boleh dibilang lagu yang sangat sederhana baik dilihat dari
sisi melodi dan pola akor-akor pengiringnya menjadi sebuah lagu yang sangat sulit sekali
untuk dimainkan ataupun dicerna oleh telinga kita, karena banyaknya
pengembangan-pengembangan pola akor yang dirasa tidak lazim atau dalam istilah para musisi terdengar
i i g oleh telinga kita, terutama yang ditawarkan oleh para musisi-musisi jazz yang
ada di tanah air. Kebanyakan mereka menyihir lagu yang sederhana (terutama
lagu-lagu daerah) yang kemudian diaransir ulang lagi menjadi sebuah lagu-lagu-lagu-lagu yang sangat
istimewa, terutama dari bentuk-bentuk pola akornya. Bagaimanakah salah satu caranya
untuk mewujudkan itu?
Akor merupakan tiga atau lebih nada yang dibunyikan secara bersama-sama. Ini
merupakan kunci yang paling mendasar yang harus kita ketahui sebelum kita melakukan
pengembangan-pengembangan pola akor. Ada tiga bentuk akor yang ada dalam sebuah
tangga nada dasar (mialnya C Mayor), yaitu Mayor yaitu dengan jarak interval terts besar
dan kwint murni, C-E-G, F-A-C, G-B-D. Lalu kemudian minor dengan jarak terts kecil dan
kwint murni, D-F-A, E-G-B, A-C-E. Berikutnya adalah Diminished dengan jarak terts kecil
dan kwint kurang, B-D-F. Itu adalah unsur tri nada atau akor yang ada dalam sebuah
rangkaian tangga nada mayor. Sebenarnya pola akor diatas sudah memenuhi aturan main
dalam ilmu musik barat untuk membuat sebuah akompanyemen pada sebuah lagu. Akan
tetapi jika pola-pola ini sering digunakan tanpa adanya bentuk pengembangan jenis akor,
maka hal ini akan terdengar sangat membosankan.
Untuk studi kasus yang akan digunakan penulis sebagai contoh adalah lagu
“ari a de . Lagu daerah i i erasal dari daerah Maluku. Lagu i i di ai ka de ga
birama 4/4, yaitu adanya empat ketukan dalam masing-masing birama. Lagu ini dipilih
penulis sebagai contoh kasus penggunaan penerapan akor bebas karena mempunyai
struktur melodi dan ritmis yang sederhana. Selain itu, penerapan akor pada setiap birama
dominan dan dominan saja. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk
menggunakan lagu Sarinande sebagai contoh garapan penerapan akor bebas, karena
pada akhirnya akan sangat terlihat sebuah perbedaan dan perbandingan pergerakan akor
yang cukup kuat dari sebelum digunakannya akor bebas dan setelah adanya penggunaan
akor bebas sehingga pembaca akan lebih bisa memahaminya dengan cukup mudah.
Contoh penerapan akor pada lagu Sarinande dengan masih menggunakan akor tri nada
dasar:
Sarinande Lagu Daerah Maluku
Moderato
C = Do 4/4
C G C
0 5 6 5 3 . . 4 2 . 1 2 3 1 . . . C F C
0 2 3 4 5 . . 6 4 . 3 4 5 3 . . .
F F C
0 1 1 1 6 . . 7 1 . 7 6 5 . . .
G G C
0 3 5 1 7 . . 6 5 2 4 5 3 . . .
F F C
0 1 1 1 6 . . 7 1 . 7 6 5 . . .
G G C
0 3 5 1 7 . . 6 5 2 4 3 1 . . .
Keterangan :
Pada birama ke 2 (masuk awal melodi lagu), akor C mayor digunakan karena selain
sebagai tonika pada awal lagu, pada ketukan berat jatuh pada nada mi yang dalam pola tri
nada termasuk akor dari C mayor yaitu c-e-g. Di dalam tri nada akor dasar, nada e bisa
masuk ke akor C mayor, A minor atau E minor. Pada birama ke 3 digunakan akor G mayor
karena pada ketukan beratnya saat pergantian akor jatuh pada nada re yang dalam pola
minor atau B dim. Pada birama ke 4 digunakan akor C mayor, karena pada ketukan
beratnya saat pergantian akor jatuh pada nada do. Pada birama ke 5 dan 6 akor masih
bertahan di C mayor, karena ketukan berat di awal birama masih dalam tri nada akor C
mayor. Pada birama ke 7 akor yang digunakan adalah akor F mayor yang unsurnya adalah
f-a-c. Karena nada yang jatuh pada ketukan beratnya adalah nada fa, yang di dalam pola
tri nada menjadi bagian dari akor F mayor, B dim dan D minor. Pada birama ke 8 dan 9
digunakan akor C mayor, karena pada ketukan berat di birama ke delapan jatuh pada
nada mi dan di birama ke Sembilan masih termasuk dalam pola C mayor. Pada birama ke
10 dan 11 akor yang digunakan adalah akor F mayor karena ketukan beratnya di nada la
dan do.
Pada birama 12, 13 akor yang digunakan adalah akor C mayor, karena ketukan
beratnya ada di nada sol. Pada birama 14 dan 15 akor yang digunakan adalah akor G
mayor karena ketukan beratnya di nada si dan sol.
Pada birama 16 dan 17 akor yang digunakan adalah akor C mayor karena terdapat nada
do. Pada birama 18 dan 19 akor yang digunakan adalah akor F mayor karena terdapat
nada la dan do. Pada birama 20, 21 akor yang digunakan adalah akor C mayor karena
ketukan beratnya jatuh di nada la. Pada birama 22, 23 akor yang digunakan adalah akor G
mayor karena pada ketukan berat ada nada si dan sol. Pada birama 24 akor yang
digunakan adalah akor C mayor. Biasanya di awal dan akhir lagu menggunakan tonika.1
Mari coba kita kembangkan beberapa kemungkinan-kemungkinan yang bisa diolah
dalam penerapan pola-pola akor.
Dalam pengembangannya, akor dapat menjadi lebih luas lagi dengan menggunakan
pengembangan akor, misalnya :
- Akor Add 6 : dengan jarak interval terts besar, kwint murni, seks besar.
- Akor 7 : dengan jarak interval terts besar, kwint murni, septim kecil.
- Akor Mayor 7 : dengan jarak interval terts besar, kwint murni, septim besar.
- Akor minor 7:dengan jarak interval terts kecil, kwint murni, septim kecil.
- Akor minor Mayor 7 : dengan jarak interval terts kecil, kwint besar, septim besar.
- Akor minor 7-5 : dengan jarak interval terts kecil, kwint kurang, septim kecil.
- Akor minor 7+5 :dengan jarak interval terts kecil, kwint lebih, septim kecil.
- Akor 9 : dengan jarak interval tertss besar, kwint murni, septim kecil, seconde
- Akor Mayor 9 : dengan jarak interval terts besar, kwint murni, septim besar,
seconde besar.
- Akor minor 9 :dengan jarak interval terts kecil, kwint besar, septime kecil, seconde
besar.
- Akor minor Mayor 9 :dengan jarak interval terts kecil, kwint murni, septim besar,
seconde besar.
- Akor Mayor -9 : dengan jarak interval terts besar, kwint murni, eptim besar,
seconde kecil.
- Akor Mayor +9 :dengan jarak interval terts besar, kwint murni, septim besar,
seconde lebih.
- Akor 11 : dengan jarak interval terts besar, kwint murni, septim kecil, seconde
besar, kwart murni.
- Akor Mayor 11 : dengan jarak interval terts besar, kwint murni, septim besar,
seconde besar, kwart murni.
- Akor minor 11 :dengan jarak interval terts kecil, kwint murni, septim kecil,
seconde besar, kwart murni.
- Akor minor Mayor 11 :dengan jarak interval terts kecil, kwint murni, septim besar,
seconde besar, kwart murni.
- Akor Mayor -11 : dengan jarak interval terts besar, kwint murni, septim besar,
seconde besar, kwart kurang.
- Akor Mayor +11 :dengan jarak interval terts besar, kwint murni, septim besar,
seconde besar, kwart lebih.
- Akor 13 : dengan jarak interval terts besar, kwint murni, septim kecil, seconde
besar, kwart murni, seks besar.
- Akor Mayor 13 :dengan jarak interval terts besar, kwint murni, septim besar,
seconde besar, kwart murni, seks besar.
- Akor minor 13 : dengan jarak interval terts kecil, kwint murni, septim kecil,
seconde besar, kwart murni, seks besar.
- Akor minor Mayor 13 : dengan jarak interval terts kecil, kwint murni, septim besar,
seconde besar, kwart murni, seks besar.
- Akor Mayor -13 : dengan jarak interval terts besar, kwint murni, septim besar,
- Akor Mayor +13 : dengan jarak interval terts besar, kwint murni, septim besar,
seconde besar, kwart murni, seks lebih.
- Akor Aug 6 : dengan jarak interval terts besar, kwint lebih, seks besar.
- Akor Aug 7 : dengan jarak interval tert besar, kwint lebih, septim kecil.
- Akor Aug 9 : dengan jarak interval terts besar, kwint lebih, septim kecil, seconde
besar.
- Akor Aug 11 : dengan jarak interval terts besar, kwint lebih, septim kecil, seconde
besar, kwart murni.
- Akor Aug 13 : dengan jarak interval terts besar, kwint lebih, septim kecil, seconde
besar, kwart murni, seks besar.
- Dan dengan penggunaan bentuk-bentuk akor pembalikan (inversi).
Dalam beberapa contoh bentuk-bentuk pengembangan akor yang lebih luas yang
ditulis diatas, pada dasarnya akan memberikan rasa musikal yang sangat berbeda jika
dibandingkan dengan pola-pola akor dasar atau tri nada saja. Jika kita dengarkan, hal ini
e a g dirasa sa gat tidak lazi da u gki kura g e ak di teli ga kita. Mu gki
karena kita tidak terbiasa dengan hal ini, atau mungkin pemahaman kita belum terlalu
dalam tentang teori musik barat khususnya di ilmu harmoni. Pola penerapan akor bebas
pada prinsipnya adalah bagaimana memasukkan sebuah melodi atau nada-nada yang
akan menjadi sebuah keluarga baru dalam sebuah akor. Misalnya, bisa berubah menjadi
sebuah inversi (pembalikan akor), aug, sus, M7, 7, M9, mM+9, aug -11 dan lain
sebagainya. Tetap masih pada lagu yang sama (Sarinande), sekarang kita coba
menerapkan pola akor bebas.
Pada birama ke dua ketukan pertama, disitu terdapat nada 3 (mi). jika kita lihat pada
pola tri nada dengan tonalitas C=Do, nada mi ada dalam unsur C Mayor, E minor dan A
minor. Tetapi dalam bentuk pengembangan akor, nada E bisa masuk ke beberapa
kemungkinan akor yang lainnya. Misalnya :
- Akor F M7, unsur akornya adalah F-A-C-E karena nada (e) menjadi nada ke 7 dari
1b
- Akor Cis m, unsur akornya adalah Cis-E-Gis karena nada (e) menjadi nada yang
berjarak terts kecil dari Cis
- Akor E on Gis yaitu bentuk pembalikan akor atau inversi pertama pada pola akor E
Mayor dimana yang menjadi bas adalah nada Gis (4 kruis)
- Akor Cis dim, unsur akor dim adalah tert kecil dan tert kecil yaitu Cis-E-G-Bes.
Maka nada E merupakan jarak yang termasuk tert kecil dari Cis
- Akor B sus 4, nada E menjadi nada ke 4 dari B yang akan bergerak ke terts(Dis),
unsurnya adalah B-E-Fis
- Akor Dis minor 7-9, unsurnya adalah Dis-Fis-Ais-Bisis-E, nada E sebagai nada -9 (9b)
dari akor Dis
- Akor G minor 13, unsurnya adalah G-Bes-D-F-A-E, nada E sebagai nada 13 dari akor
G
- Akor A M7, unsurnya adalah A-Cis-E-Gis, nada E sebagai nada ke 5 dari akor A
- Akor Bes 69 sus +, unsurnya adalah Bes-G-C-E nada E sebagai nada 11+ dari akor
Bes
- Akor Cis m7-5 atau semi dim, unsurnya adalah Cis-G-B-E, nada E sebagai minornya
atau tert kecil dari akor Cis
- Akor Fis m 7, unsurnya adalah Fis-A-Cis-E, nada E sebagai nada 7 dari akor Fis
- Dan lain sebagainya.
Yang ke dua adalah nada D pada birama ke tiga pada ketukan pertama. Dalam pola
tri nada dengan tonalitas C=do, nada D hanya terdapat pada akor Dm, G, B dim. Untuk
beberapa pengembangan akor yang bisa diolah adalah :
- Akor Bm7-5, unsur nadanya adalah B-D-F-A dimana nada D menjadi terts kecil (3b)
dari B yang berarti minor
- Akor Bes 7, unsur nadanya adalah Bes-D-F-As, nada D menjadi nada ke 3 dari akor
Bes
- Akor Bes M7, unsur nadanya adalah Be-D-F-A, nada D menjadi ke 3 dari akor Bes
- Akor G 69, unsur nadanya adalah G-B-D-E-A, nada D menjadi nada ke 5 dari akor G
- Akor Dis M7, unsur nadanya adalah Dis-Fisis-Ais-Cisis, nada Cisis enharmonic
dengan D yang menjadi nada ke 7 dari akor Dis
- Akor Em7, unsur nadanya adalah E-G-B-D, D sebagai nada 7b dari akor E
- Akor Cm9, unsur nadanya adalah C-Es-G-Bes-D, nada D menjadi nada 9 dari akor C
- Akor D on Fis, adalah nada pembalikan pertama dari tonalitas D Mayor yang
unsurnya adalah D-Fis-A
- Akor A sus4, unsur nadanya adalah A-D-E, nada D menjadi sus yang akan bergerak
ke terts (Cis)
- Akor Gis M11+, unsur nadanya adalah Gis-Bis-Dis-Fisis-Ais-Cisis, nada Cisis menjadi
nada 11+ dari akor Gis
- Akor F 13, unsur nadanya adalah F-A-C-Es-G-Bes-D, nada D menjadi nada 13 dari
akor F
- Dan lain sebagainya.
Berikutnya adalah pada birama ke empat dimana ketukan pertama terdapat nada
do. Dalam pola trinada dasar, nada do dalam tonalitas C=do hanya ada pada akor C, Am,
F. Pada pola pengembangan akor bebas, nada c bisa bergerak ke berbagai kemungkinan,
misalnya:
- Akor F on A, unsur nadanya adalah F-A-C dimana A berfungsi sebagai bas dan nada
C sebagai nada ke 5 dari akor F
- Akor D7 on Fis, unsur nadanya adalah D-Fis-A-C dimana Fis berfungsi sebagai bas
dan nada C sebagai nada ke 7b dari akor D
- Akor Cis M7, unsur nadanya adalah Cis-Eis-Gis-Bis(en harmonis dengan C). Nada
Bis(c) sebagai nada 7 dari akor Cis
- Akor Bes 9, unsur nadanya adalah Bes-D-F-As-C, dimana nada C sebagai nada ke 9
dari akor Bes
- Akor Dm7 on G, unsur nadanya adalah D-F-A-C dengan nada G sebagai bas. Nada
Cmerupakan nada ke 7 dari akor D
- Akor Dm7-5, unsur nadanya adalah D-F-As-C dimana nada C menjadi nada ke 7b
dari akor D
- Akor Fis dim, unsur nadanya adalah Fis-A-Bis(C)-Dis.
Berikutnya adalah pada ketukan pertama birama ke enam yaitu nada sol. Dalam
tri nada akor dasar dengan tonalitas C=do, nada G hanya terdapat dalam akor C, G, Em.
Pada pola pengembangan akor, nada G dapat bergerak dalam berbagai kemungkinan,
diantaranya adalah :
- Akor Gis M7, unsur nadanya adalah Gis-Bis-Dis-Fisis (G). Nada fisis (g) menjadi
- Akor Bes add 6, unsur nadanya adalah Bes-D-F-G, nada G menjadi nada ke 6 dari
akor Bes
- Akor B Aug, unsur nadanya adalah B-Dis-Fis-G, nada G menjadi nada +5 yang
berarti aug dari akor B
- Akor D 11, unsur nadanya adalah D-Fis-A-C-E-G, nada G menjadi nada ke 11dari
akor D
- Akor Cis 9, 11+, unsur nadanya adalah Cis-B-Dis-G, nada G menjadi nada ke 11+
dari akor Cis
- Akor Am7, unsur nadanya adalah A-C-E-G, nada G menjadi nada ke 7b dari akor
Am
- Dan lain sebagainya
Penerapan pola akor berikutnya adalah pada birama ke tujuh yaitu terdapat nada
F pada ketukan pertama. Dalam pola tri nada dengan tonalitas C=do, nada F hanya
terdapat dalam akor F, Dm, B dim. Dalam pengembangan akor, nada F dapat
dikembangkan dalam beberapa akor, misalnya ;
- Akor Fis M7, unsur nadanya adalah Fis-Ais-Cis-Eis, dimana nada F (eis) menjadi
nada ke 7 dari akor Fis
- Akor Dis mM9, unsur nadanya adalah Dis-Fis-Ais-Cisis-Eis, dimana nada F (eis)
menjadi nada ke 9 dari akor Dis
- Akor Bes M7, unsur nadanya adalah Bes-D-F-A, nada F menjadi nada ke 5 dari akor
Bes
- Akor D m7 on G, unsur nadanya adalah F-A-C dengan nada G sebagai bas. Nada F
menjadi nada ke 3 dari akor D
- Akor Cis M7, unsur nadanya adalah Cis-Eis-Gis-Bis, nada F (eis) menjadi nada ke 3
dari akor Cis
- Akor B 6,9,11+, unsur nadanya adalah B-Gis-Cis-Eis(F), nada eis(f) menjadi nada ke
11+ dari akor B
Penerapan akor berikutnya adalah pada ketukan pertama birama ke sepuluh yaitu nada
A. Pada pola dasar tri nada dengan tonalitas C=do, nada A hanya terdapat pada akor Am,
Dm, F. Dalam pengembangan akor, nada A dapat dikembangkan dalam beberapa akor,
misalnya:
- Akor Bes M7, unsur nadanya adalah Bes-D-F-A, nada A menjadi nada ke 7 dari
akor Bes
- Akor Gm9, unsur nadanya adalah G-Bes-D-F-A, nada A menjadi nada ke 9 dari akor
G
- Akor A on Cis, unsur nadanya adalah A-Cis-E dimana nada Cis ebagai bas
- Akor Dis dim, unsur nadanya adalah Dis-Eisis-Gisis (A)
- Akor B sus4,7 (kwartal kord), unsur nadanya adalah B-E-A, nada A sebagai nada ke
7
Penerapan akor berikutnya adalah pada ketukan pertama birama ke empat belas
yaitu nada B. dalam pola tri nada dasar dengan tonalitas C=do, nada B hanya terdapat
dalam akor B dim, G, Em. Dalam pengembangan akor, nada B dapat dikembangkan dalam
beberapa kemungkinan, misalnya:
- Akor A M9, unsur nadanya adalah A-Cis-E-Gis-B, nada B sebagai nada ke 9 dari
akor A
- Akor C M7, unsur nadanya adalah C-E-G-B, nada B sebagai nada ke 7 dari akor C
- Akor Fis Sus4, unsur nadanya adalah Fis-Cis-B, nada B menjadi nada ke 4 dari akor
Fis
- Akor D 13, unsur nadanya adalah D-Fis-A-C-E-G-B, nada B menjadi nada ke 13 dari
akor D
- Akor Dis aug7, unsur nadanya adalah Dis-Fisis-Aisis-Cis, nada Aisis(B) menjadi nada
ke 5+ dari akor Dis
- Akor G M7 on C, unsur nadanya adalah G-B-D-Fis dengan nada C sebagai bas. Nada
B menjadi nada ke 3 dari akor G
- Dan lain sebagainya
Beberapa contoh di atas merupakan beberapa kemungkinan-kemungkinan dari
pengembangan pola akor yang ada dalam melodi lagu. Dalam pembahasan diatas,
masing-masing nada yang terdapat dalam ketukan pertama dalam setiap birama yang
mengalami perpindahan akor sudah terwakili dalam kemungkinan-kemungkinan
penerapan akor bebas. Diantaranya adalah nada E, D, C, G, F, A, B. Jika satu nada melodi
saja bisa dikembangkan menjadi lebih banyak pola akor, kita bisa membayangkan atau
membuat pola aransement lagu diatas (Sarinande) dengan berbagai macam penggunaan
polanya seperti pada contoh di atas, yaitu masing-masing melodi atau nada-nada bisa kita
olah sesuai dengan pengembangan sistem akor diatas.
Pada contoh lagu diatas (Sarinande), pola iringan akor diterapkan dalam format
lagu dengan sukat 4/4 yaitu hanya pada ketukan pertama saja pada tiap-tiap birama atau
digunakan pada hitungan berat. Hal ini memang dirasa nyaman, karena kita sudah
terbiasa dengan pola lagu 4/4 yang kebanyakan pada ketukan pertama pasti mengalami
perubahan akor. Lalu bagaimana caranya untuk lebih mengembangkan lagi pola
penerapan akornya? Misalkan tetap dalam format lagu dengan sukat 4/4 kita bisa
menggunakan perubahan akor pada ketukan pertama dan ketiga, yang pastinya nanti
akan dirasakan hadirnya nuansa 2/4 dalam 4/4. Pada alur nuansa perubahan akor akan
terasa semakin rapat dan dekat. Dan untuk lebih variatif lagi, pada lagu yang sama bisa
saja dengan menggunakan perubahan pola akor di setiap ketuknya. Hal ini akan terasa
lebih rapat lagi nuansa perubahan akornya.
Contoh setelah menggunakan bentuk pengembangan akor bebas:
Sarinande Lagu Daerah Maluku
Moderato
C = Do 4/4
Dm9 Cm9 Bes9
0 5 6 5 3 . . 4 2 . 1 2 3 1 . . . F9 Bm7-5 FM7
0 2 3 4 5 . . 6 4 . 3 4 5 3 . . .
C13 D7 Edim7
0 1 1 1 6 . . 7 1 . 7 6 5 . . .
Am9 GisM7 G6
0 3 5 1 7 . . 6 5 2 4 5 3 . . .
Fis sus 6+9 D half dim GisM7
0 1 1 1 6 . . 7 1 . 7 6 5 . . .
Dm13 Bes6 Bes79/F
0 3 5 1 7 . . 6 5 2 4 3 1 . . .
Keterangan :
Pada birama kedua digunakan akor Dm9. Nada 3 atau e (natural) pada ketukan
pertama birama kedua menjadi nada ke 9 dari bentuk akor Dm9 dengan unsur D-F-A-C-E.
Pada birama ketiga digunakan akor Cm9. Nada 2 atau d (natural) pada ketukan pertama
birama ketiga menjadi nada ke 9 dari bentuk akor Cm9 dengan unsur C-Es-G-Bes-D. Pada
birama keempat digunakan akor Bes9. Nada 1 atau c (natural) pada ketukan pertama
birama keempat menjadi nada ke 9 dari bentuk akor Bes9 dengan unsur Bes-Des-F-As-C.
Pada birama keenam digunakan akor F9. Nada 5 atau g (natural) pada ketukan pertama
birama keempat menjadi nada ke 9 dari bentuk akor F9 dengan unsur F-A-C-Es-G. Pada
birama ketujuh digunakan akor Bm7-5. Nada 4 atau f (natural) pada ketukan pertama
birama ketujuh menjadi nada ke 5 minus (minus artinya turun ½ nada) dari bentuk akor
Bm7-5 dengan unsur B-D-F-A. Pada birama kedelapan digunakan akor FM7. Nada 3 atau e
(natural) pada ketukan pertama birama kedelapan menjadi nada ke 7 dari bentuk akor
FM7 dengan unsur F-A-C-E. Pada birama kesepuluh digunakan akor C13. Nada 6 atau a
(natural) pada ketukan pertama birama kesepuluh menjadi nada ke 13 dari bentuk akor
C13 dengan unsur C-E-G-Bes-D-F-A. Pada birama kesebelas digunakan akor D7. Nada 1
atau c (natural) pada ketukan pertama birama kesebelas menjadi nada ke b7 dari bentuk
akor D7 dengan unsur D-Fis-A-C-E. Pada birama kedua belas digunakan akor E dim7. Nada
5 atau g (natural) pada ketukan pertama birama kedua belas menjadi nada ke 3 pada
akor Edim7 dengan unsur E-G-Bes-Des. Pada birama keempat belas digunakan akor Am9.
Nada 7 atau b (natural) pada ketukan pertama birama keempat belas menjadi nada ke 9
dari bentuk akor Am9 dengan unsur A-C-E-G-B. Pada birama kelima belas digunakan akor
GisM7. Nada 5 atau g (natural) pada ketukan pertama birama kelima belas menjadi nada
ke 7 dari bentuk akor GisM7 dengan unsur Gis-C-Dis-G. Pada birama keenam belas
digunakan akor G6. Nada 3 atau e (natural) pada ketukan pertama birama keenam belas
menjadi nada ke 6 dari bentuk akor G6 dengan unsur G-B-D-E. Pada birama kedelapan
belas digunakan akor Fis sus 6+9. Nada 6 atau a (natural) pada ketukan pertama birama
kedelapan belas menjadi nada ke 9+ (nada kesembilan naik ½ nada) dari bentuk akor Fis
half dim. Nada 1 atau c (natural) pada ketukan pertama birama kesembilan belas menjadi
nada ke 7 dari bentuk akor D half dim dengan unsur D-F-As-C. Pada birama kedua puluh
digunakan akor GisM7. Nada 5 atau g (natural) pada ketukan pertama birama kedua
puluh menjadi nada ke 7 dari bentuk akor GisM7 dengan unsur Gis-Bis-Dis-Fisis. Pada
birama kedua puluh dua digunakan akor Dm13. Nada 7 atau b (natural) pada ketukan
pertama birama kedua puluh dua menjadi nada ke 13 dari bentuk akor Dm13 dengan
unsur D-F-A-C-E-G-B. Pada birama kedua puluh tiga digunakan akor Bes6. Nada 5 atau g
(natural) pada ketukan pertama birama kedua puluh tiga menjadi nada ke 6 dari bentuk
akor Bes6 dengan unsur Bes-D-F-G. Pada birama terakhir yaitu dua puluh empat
digunakan akor Bes79/F. Nada 1 atau c (natural) pada ketukan pertama birama kedua
puluh empat menjadi nada ke 9 dari bentuk akor Bes79/F dengan unsur Bes-D-F-As-C
nada F sebagai bass.
C. Kesimpulan
Contoh teknik penerapan pola akor bebas di atas merupakan salah satu bentuk
atau pola untuk keperluan sebuah aransemen pada lagu. Dalam contoh lagu Sarinande di
atas ternyata bisa kita terapkan beberapa pola-pola akor pengembangan. Diantaranya
yang semula akor itu hanya berputar di kisaran tonika-sub dominan dan dominan saja,
ternyata bisa menjadi akor-akor yang lebih luas lagi. Walaupun sifat penerapan akor
bebas ini terkesan memaksa, paling tidak kita mampu mempertanggungjawabkan secara
keilmuan. Tulisan ini diharapkan bisa berguna setidaknya bisa membantu kepada
pembaca atau pelaku musik untuk diterapkan dalam keperluan mengaransemen dalam
sebuah lagu yang akan memberikan nuansa-nuansa berbeda pada lagu-lagu nusantara
supaya kemunculannya bisa dinikmati dengan suatu cita rasa yang unik. Walaupan pada
hakekatnya sebuah musik sifatnya adalah subjektif yang urusannya dengan selera dan
tidak bisa dipaksakan seseorang untuk suka dan tidak suka terhadap sebuah musik
DAFTAR PUSTAKA
Pono Banoe
2003 Pengantar Pengetahuan Harmoni. Yogyakarta: Kanisius.
Daniel Sema
2005 Berimprovisasi Dalam Jazz. Yogyakarta.
Edmund Prier SJ, Karl.
1980 Ilmu Harmoni. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi.
Cuncun F. Gumelar
2005 Panduan Pembelajaran Teori Dasar Musik. Bandung.
Hurd, Michael,
1991 The Oxford Junior Companion to Music. London: Chanselor Press.
Persichetti, Vincent.
1961 Twentieth Century Harmony. Creative Aspects and Practice. 24 Russel Square London: Faber and Faber Limited.
CATATAN:
1
Catatan: dalam contoh materi lagu di atas, pola akor yang digunakan hanya pola-pola akor primer atau
pokok yaitu tonika, sub dominan dan dominan, yang dalam keterangan diatas bisa saja menggunakan akor
bantu minor tetapi masih dalam satu kesatuan tangga nada. Semua penempatan dan perubahan akor
diterapkan pada ketukan berat atau ketukan pertama dalam masing-masing birama . Hal ini bertujuan