1
DESILIKASI KARBON AKTIF SEKAM PADI SEBAGAI ADSORBEN Hg PADA LIMBAH PENGOLAHAN EMAS DI KABUPATEN BURU
PROPINSI MALUKU
Nasir La Hasan1, Muhammad Zakir2, Prastawa Budi2
1Graduate Student of Chemistry, University of Hasanuddin 2Department of Chemistry, Faculty of Sciences Hasanuddin University
Abstrak. Penelitian tentang desilikasi karbon aktif sekam padi sebagai adsorben Hg pada limbah pengolahan emas di Kabupaten Buru Propinsi Maluku telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik karbon aktif sekam padi yang didesilikasi dan tanpa desilikasi; menentukan pengaruh variasi waktu kontak dan konsentrasi terhadap adsorpsi ion logam Hg; menentukan kapasitas adsorpsi karbon aktif sekam padi terhadap ion logam Hg; serta menentukan parameter kinetika (orde reaksi dan nilai k) adsorpsi ion logam Hg oleh karbon aktif sekam padi yang didesilikasi dan tanpa desilikasi. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah X-ray fluorescence (XRF),
Spektrofotometer Infra Merah (FTIR), Scanning Electron Microscopy (SEM),
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA), persamaan analisis kinetika reaksi orde satu semu dan orde dua semu dan persamaan analisis Langmuir dan Freundlich. Hasil penelitian menunjukan bahwa karakteristik karbon aktif yang dihasilkan berupa kadar air, kadar abu, zat yang mudah menguap serta daya serap larutan iodin sesuai dengan Standar Industri Indonesia No.0258-79. Dalam proses desilikasi karbon sekam padi, konsentrasi tertinggi diperoleh pada NaOH 10M dengan presentasi penurunan silika sebesar 68,24%. Kajian pengaruh waktu kontak dan konsentrasi menunjukan bahwa adsorpsi terjadi secara fisika. Adsorpsi logam Hg oleh karbon aktif sekam padi dan karbon aktif sekam padi yang didesilikasi sesuai dengan model isoterm adsorpsi Freundlich dengan kapasitas adsorpsi masing-masing adalah 16,8035 mg/g dan 14,4045 mg/g. Kinetika reaksi logam Hg sesuai dengan orde kedua semu dengan nilai k masing-masing untuk interaksi dengan karbon aktif sekam padi dan karbon aktif sekam padi yang didesilikasi adalah 0,0685, 0,0237 g.mg-1.menit-1.
Kata kunci: desilikasi, karbon aktif, adsorpsi, logam Hg.
Abstract. Research on desilikasi rice husk activated carbon as Hg adsorbent in gold processing waste in Buru Maluku has been done. This study aims to: (1) determine the characteristics of active carbon rice husk processed with desilication and without desilication; (2) determine the effect of the variation of contact time and concentration on Hg metal ion adsorption; (3) determine the adsorption capacity of active carbon rice husk against Hg metal ions; and (4) determine the kinetic parameters (reaction order and k value) of Hg metal ion adsorption by active carbon rice husk processed with desilication and without desilication. The results indicate that the produced active carbon has moisture and ash. It can be regarded as a volatile substance, and the absorption of iodine solution is in accordance with the Standard Industrial Indonesia No. 0258-79. In the process of rice husk carbon desilication, the highest concentration was obtained in NaOH 10M with a silica reduction percentage of 68.24%. The analysis of the influence of contact time and concentration shows that the adsorption happens as a physic reaction. Hg adsorption by the rice husk active carbon and rice husk active carbon with desilication is in accordance with the adsorption isotherm model of Freundlich, with adsorption capacity of 16.8035 mg/g, and 14.4045 mg/g respectively. Reaction kinetics of Hg is in accordance with the pseudo second order. The k values of interaction with rice husk active carbon and rice husk active carbon with desilication are 0.0685, and 0.0237 g.mg-1.menit-1 respectively.
Keywords: desilication, active carbon, adsorption, Hg
2
PENDAHULUAN
Pencemaran lingkungan oleh logam berat di indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Merkuri merupakan salah satu logam berat yang paling berbahaya dan berada di lingkungan
dalam berbagai bentuk. Sumber
pencemaran merkuri dapat berasal dari proses geologi dan biologi, tapi tidak sebanding dengan pencemaran merkuri yang disebabkan oleh aktifitas manusia seperti proses penambangan (Widowati, 2008).
Kabupaten Buru Propinsi Maluku telah menjadi areal tambang emas tradisional terbesar di Maluku sejak akhir tahun 2011. Proses penambangan dilakukan secara amalgamasi menggunakan bahan kimia yaitu merkuri (Hg). Kegiatan tersebut
membutuhkan aliran air untuk memisahkan material emas dan amalgam (campuran merkuri dan emas) yang dialirkan ke kolam penampungan limbah (tailling) (Kitong, 2012)
Berbagai metode telah
dikembangkan sebagai upaya untuk mengurangi atau menghilangkan logam berat (merkuri) yang melampaui ambang batas, diantaranya mentreatment tanah atau air yang tercemar secara fisik atau kimiawi (Raharjo, 2012), remediasi
secara biologis atau fitoremediasi
menggunakan tumbuhan yang mampu
menyerap ion logam merkuri
(Rohmawati, 2008) serta isolasi dan identifikasi bakteri resisten merukuri
yang dapat digunakan untuk
mendetoksifikasi limbah merkuri
(Nofiani 2004. Fatimawali, 2011).
Metode adsorpsi merupakan salah satu cara untuk mengurangi pencemaran
oleh logam merkuri dari proses
penambangan emas secara tradisional
dimana limbah ditritmen sebelum
dibuang ke perairan. Teknik ini lebih menguntungkan daripada teknik yang lain dilihat dari segi biaya yang tidak begitu besar serta tidak adanya efek samping zat beracun serta mampu
menghilangkan bahan-bahan organik
(Widayanti, 2012). Metode adsorpsi umumnya berdasarkan interaksi ion logam dengan gugus fungsional yang ada
pada permukaan adsorben melalui
interaksi gaya van der waal, ikatan
hidrogen, pertukaran ion atau
pembentukan kompleks dan biasanya terjadi pada permukaan padatan yang kaya gugus fungsional (Yusuf, 2013).
Bahan baku alami yang murah dan berlimpah seperti limbah pertanian yang dikenal sebagai biosorben telah banyak diteliti untuk menghilangkan polutan dari perairan. Penelitian ini termasuk gambut, kulit kayu pinus, kulit pisang, dedak padi, kedelai dan biji kapas, kulit kacang, cangkang kemiri, sekam padi, serbuk gergaji, serat wol, kulit jeruk, umbi kunyit, tempurung kelapa, cangkang
kakao (Milenkovic, 2009). Sebuah
kelemahan dari biosorben adalah
kapasitasnya relatif rendah. Kapasitas adsorpsi dapat ditingkatkan dengan cara
desilikasi sebelum di aktivasi. Proses
desilikasi dilakukan dengan cara
mengekstraksi silika pada karbon
sebelum proses aktivasi, hal ini dilakukan untuk memperluas permukaan karbon aktif, memperbaiki sifat permukaan dari suatu bahan serta mengetahui kualitas karbon aktif yang dihasilkan (Wei X., dkk, 2011)
Karbon aktif yang dihasilkan dari proses desilikasi dan tanpa desilikasi digunakan untuk mengadsorpsi ion logam merkuri untuk meminimalisir terjadinya
pencemaran lingkungan. Tujuan
khususnya yaitu menentukan
karakteristik karbon aktif, menentukan pengaruh variasi waktu kontak dan
konsentrasi, menentukan kapasitas
adsorpsi serta menentukan parameter kinetika adsorpsi ion logam Hg oleh karbon aktif sekam padi yang didesilikasi
dan tanpa desilikasi pada limbah
3
BAHAN DAN METODE
Bahan penelitian
Bahan-bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah sekam padi dari Kabupaten Buru Propinsi Maluku,
limbah pengolahan emas secara
amalgamasi, larutan aktivator ZnCl2, Aquades, aquabides, NaOH, HCl, HNO3, Larutan Standar Hg(NO3)2.H2O.
Alat penelitian
Alat yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain; tanur, oven, kerta saring whatmant, termometer, pengaduk magnetik, cawan porselin, labu semprot plastik, lumpung, pompa vakum, desikator, seperangkat alat gelas, kertas pH, ayakan ukuran 100 mesh, neraca analitik, X-ray Fluorescence (XRF),
Spektrofotometer UV-Vis, Atomic
Absorption Spectrofotometer (AAS),
Fourier Transform Infrared Spectroscopy
(FTIR) dan Scanning Electron
Microscopy (SEM).
Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Karbon aktif
Sekam padi dicuci dengan air sampai bersih dan dibilas dengan aquades, kemudian dijemur sampai kering dan dikarbonisasi dalam furnace dengan suhu 4000C selama 2 jam. Karbon yang dihasilkan selanjutnya digerus sampai halus dan diayak dengan ayakan 100 mesh.
2. Proses Desilikasi
Karbon yang diperoleh diekstraksi silikanya dengan larutan NaOH 2,5M, 5M dan 10M dengan perbandingan 1:5 selama 1 jam pada suhu 95oC, kemudian
disaring, diambil endapannya dan
dikeringkan pada suhu 1050C selama 1 jam.
3. Aktivasi Karbon
Karbon dan karbon hasil ekstraksi silika dengan variasi konsentrasi di rendam dalam larutan ZnCl2 10% selama
24 jam, kemudian dicuci sampai netral (pH=7), disaring dengan kertas wathman 42 dan dipanaskan pada suhu 400°C selama 1 jam.
4. Karakterisasi Karbon Aktif
XRF digunakan untuk mengetahui presentasi kandungan silika pada karbon baik sebelum dan sesudah diekstrasi, FTIR digunakan untuk mengetahui gugus
fungsi baik sebelum dan sesudah
desilikasi maupun sebelum dan sesudah diinteraksikan dengan logam Hg, AAS digunakan untuk mengetahui jumlah
konsentrasi ion logam Hg yang
teradsorpsi dan SEM digunakan untuk mengetahui bentuk permukaan dari karbon aktif baik sebelum maupun sesudah diinteraksikan dengan logam Hg.
5. Pengujian Kualitas Karbon Aktif
Pengujian kualitas karbon aktif
dilakukan sesuai standar industri
indonesia No. 0258-79 dengan
menggunakan empat parameter yaitu:
Kadar air
1 gram karbon aktif ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin, dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 4 jam. Kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (sampai
berat tetap). Pengulangan 3 kali
dilakukan.
Kadar abu
1 gram karbon aktif diabukan dalam tanur pada suhu 750oC selama 6
jam. Kemudian didinginkan dalam
eksikator dan ditimbang. Pengulangan 3 kali dilakukan.
Zat yang mudah menguap
4 eksikator dan ditimbang. Pengulangan 3 kali dilakukan.
Daya serap terhadap larutan I2
1 gram karbon aktif dimasukkan ke
dalam erlenmeyer, selanjutnya
ditambahkan 25 ml larutan iodin 0,1 N, kemudian dikocok selama 15 menit pada suhu kamar dan selanjutnya disaring. Filtrat sebanyak 10 mL dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N sehingga berwarna kuning muda lalu diberikan beberapa tetes amilum 1% dan titrasi dilanjutkan sampai warna biru
tepat hilang. Untuk perbandingan
digunakan larutan blanko dengan cara
yang sama. Pengulangan 3 kali
dilakukan.
6. Penentuan Luas Permukaan
dengan Metode Metilen Biru
Langkah (i) ditentukan panjang gelombang maksimum metilen biru,
absorbansi diukur pada panjang
gelombang 660-669 nm. (ii) dibuat kurva standar berdasarkan absorbansi dari deret larutan standar yang ditentukan pada panjang gelombang maksimum. (iii) dilakukan pengukuran pada sampel karbon aktif sekam padi dengan variasi konsentrasi NaOH 0M, 2.5M, 5M dan 10M dengan cara; 50 ml larutan metilen biru 300 ppm dimasukan ke dalam erlenmeyer 100 ml, ditambahkan 1 gram karbon aktif, ditutup dengan aluminium foil dan diaduk dengan magnetik stirer selama 30 menit, kemudian disaring dan
filtrat yang diperoleh diukur
absorbansinya dengan UV-Vis.
Pengukuran luas permukaan spesifik karbon sekam padi digunakan rumus:
𝑠 = 𝑋𝑚.𝑀𝑟 𝑁. 𝑎
keterangan:
s = luas permukaan adsorben (m2/g) N = bilangan avogadro (6,022.1023
mol-1)
Xm = berat adsorben teradsorpsi (mg/g) a = luas penutupan oleh 1 molekul
metilen biru (197.10-20 m2)
Mr = massa molekul relatif metilen biru (320,5 g/mol)
7. Penentuan Kondisi Optimum
Adsorpsi Ion Hg
Waktu Kontak
Sebanyak masing-masing 1 g karbon aktif diinteraksikan dengan 50 mL larutan Hg(NO3)2.H2O 100 ppm. Setelah itu dilakukan pengadukan selama 5, 10, 20, 40, 60, 80, 100, 120 menit. Larutan
yang diperoleh disaring untuk
memisahkan filtrat dan endapan. Fitrat yang diperoleh diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer serapan atom metode VGA.
Konsentrasi
Sebanyak masing-masing 1 g karbon aktif sekam padi, karbon aktif sekam padi diinteraksikan dengan 50 mL larutan Hg(NO3)2.H2O dengan konsentrasi 25, 50, 75, 100, 125, 150 mg/L. setelah itu dilakukan pengadukan selama waktu
optimum. Larutan yang diperoleh
disaring untuk memisahkan filtrat dan endapan. Fitrat yang diperoleh diukur
absorbansinya menggunakan AAS
metode VGA.
8. Uji Perlakukan ke Sampel Limbah
Pengolahan Emas
Sebanyak masing-masing 1 g karbon aktif diinteraksikan dengan 50 mL larutan sampel, setelah itu dilakukan pengadukan selama waktu optimum. Larutan yang diperoleh disaring untuk memisahkan filtrat dan endapan. Fitrat yang diperoleh diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer serapan atom metode VGA.
9. Analisis Data Pengukuran
Data penelitian yang diperoleh
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Desilikasi Karbon
Desilikasi dimaksudkan untuk
mengeluarkan kandungan silika yang
terdapat pada karbon. Proses ini
dilakukan dengan cara mengekstraksi silika dengan natrium hidroksida dengan memvariasikan konsentrasi NaOH 2,5M, 5M dan 10M. Karbon yang diperoleh setelah ekstraksi dikarakterisasi dengan XRF dan FTIR. Hasil yang diperoleh adalah
Tabel 1. Pengukuran silika pada karbon sekam padi Data tersebut menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi NaOH maka silika yang terekstraksi semakin besar. Hal ini didungkung dengan data FTIR pada Gambar 1 yang memperlihatkan serapan gugus silika pada bilangan
gelombang 1100-750 cm-1 yang
mengalami penurunan yang signifikan pada intensitas serapan.
Gambar 1. Perbandingan Spektrum FTIR dari (a) karbon sekam padi tanpa ekstraksi, (b) ekstraksi NaOH 2,5 M, (c) ekstraksi NaOH 5 M dan (d) ekstraksi NaOH 10 M
2. Karakterisasi Karbon Aktif
Tabe l2. Data uji kualitas karbon aktif
terhadap larutan iodin menunjukan
bahwa karbon aktif yang dihasilkan memenuhi syarat kualitas sesuai SII No.0258-79.
Penentuan kadar air dimaksudkan untuk mengetahui sifat higroskopis dari karbon aktif. Terikatnya molekul air pada karbon aktif mengakibatkan penurununan kemampuan adsorpsi (Yusuf, 2013). Rendahnya kadar air ini menunjukan bahwa kandungan air bebas dan air terikat yang terdapat pada bahan telah menguap selama proses karbonisasi.
Pengukuran kadar abu pada karbon aktif sekam padi dan tempurung kelapa bertujuan untuk mengetahui persentase
kandungan mineral. Makin tinggi
kandungan mineral, maka makin tinggi kadar abu (Zakir dkk, 2012). Selain itu, abu dapat mengganggu proses adsorpsi karena kandungan abu yang berlebihan
dapat menyebabkan terjadinya
penyumbatan pori-pori karbon aktif
sehingga menurunkan kemampuan
adsorpsi (Masitoh, 2013)
Daya serap terhadap larutan iodin ditentukan dengan tujuan mengetahui kemampuan adsorpsi yang dihasilkan terhadap larutan berbau. Semakin tinggi daya serap iodin maka semakin baik kualitas karbon aktif (Suhendarwati, 2014)
6
3. Penentuan Luas Permukan dengan
Metode Metilen Biru
Penentuan daya serap metilen biru dapat digunakan untuk mengetahui luas
permukaan (Diantariani, 2010).
Banyaknya molekul metilen biru yang dapat diadsorpsi sebanding dengan luas permukaan biosorben (Widihati, 2010).
Luas permukaan menunjukan
kemampuan karbon aktif dalam
mengadsorpsi. Luas permukaan karbon aktif yang semakin besar mampu
mengadsorpsi larutan metilen biru
semakin banyak, hal ini diakibatkan karena semakin besarnya bidang kontak yang menyerap adsorbat.
Tabel 3. Luas permukaan spesifik karbon aktif
Hasil tersebut menunjukan bahwa karbon aktif sekam padi memiliki daya serap terhadap larutan metilen biru yang jauh lebih besar. Daya serap metilen biru yang tinggi oleh karbon aktif sekam padi diprediksi oleh adanya peran gugus silanol (Alzaydien, 2009)
4. Karakterisasi Karbon Aktif
Karakterisasi dengan FTIR
Karbon aktif setelah kontak dengan ion Hg2+, daerah serapan pada
masing-masing gugus fungsi mengalami
pergeseran dengan perbedaan intensitas serapan. Pergeseran pita serapan yang tidak terlalu besar diprediksi bahwa proses interaksi yang terjadi secara fisika yang disebabkan oleh adanya gaya van der waals maupun ikatan hidrogen. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Yusuf (2013) bahwa interaksi ion logam dengan gugus fungsional yang ada pada permukaan adsorben dapat terjadi melalui interaksi gaya van der waal, ikatan hidrogen, pertukaran ion atau
pembentukan kompleks dan biasanya terjadi pada permukaan padatan yang kaya gugus fungsional.
Gambar 2. Data FTIR CASP sebelum dan sesudah adsorpsi logam Hg(II)
Tabel 4. Perbandingan spektra infra merah CASP sesudah adsorpsi logam Hg(II)
Tabel 5. Perbandingan spektra infra merah CASP-E
7
memperlihatkan bahwa struktur
permukaan karbon aktif sebelum adsorpsi dan setelah adsorpsi logam Hg yang diperoleh berbeda satu sama lain.
Gambar 4. CASP sebelum interaksi Hg
Gambar 5. CASP setelah interaksi Hg
Gambar 6. CASP.E sebelum interaksi Hg
Gambar 7. CASP.E setelah interaksi Hg
CASP.E memiliki ukuran pori yang lebih besar dari CASP. Besarnya ukuran pori ini karena terekstraknya silika. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan
Wei X., (2011) bahwa proses
penghilangan silika dapat memperbaiki sifat permukaan dari suatu bahan serta meningkatkan kualitas karbon aktif yang dihasilkan. Pori-pori yang terdapat pada
karbon aktif dapat meningkatkan
kemampuan karbon aktif untuk
mengadsorpsi adsorbat karena pori
tersebut merupakan celah yang
memperluas permukaan karbon aktif. Oleh karena itu diprediksi bahwa terjadi penyerapan logam Hg pada permukaan yang berlapis maupun pori dari karbon aktif baik yang didesilikasi maupun yang tidak didesilikasi.
5. Kondisi Optimum Adsorpsi
Waktu kontak
Salah satu faktor yang
mempengaruhi adsorpsi adalah waktu interaksi adsorben dengan adsorbat. Gambar 8 terlihat dengan meningkatnya waktu maka logam Hg yang teradsorpsi
juga semakin meningkat. Adsorpsi
8 sebesar 2,25 mg/g. Karbon aktif sekam padi memiliki kemampuan adsorpsi yang besar bila dibandingkan dengan karbon aktif sekam padi yang didesilikasi dan karbon aktif tempurung kelapa. Hal ini diprediksi peran silika dalam proses adsorpsi melalui interaksi ion logam Hg dengan gugus siloksan maupun silanol. selain peran silika, luas permukaan serta bentuk permukaan memberikan pengaruh terhadap daya adsorpsi karbon aktif. Hasil analisis permukaan dengan metode metilen biru menunjukan bahwa karbon
aktif sekam padi memiliki luas
permukaan yang besar, hal ini berkorelasi dengan kemampuannya dalam menyerap ion logam Hg. Data hasil citra SEM
menunjukan susunan yang berlapis
dengan pori-pori yang terdistribusi secara heterogen memungkinkan kemampuan karbon aktif sekam padi dalam menjerap logam Hg.
Gambar 8. Hubungan waktu kontak dengan logam Hg yang teradsorpsi
Konsentrasi
Daya serap karbon aktif sekam padi dan karbon aktif sekam padi yang
didesilikasi pada berbagai variasi
konsentrasi menunjukan peningkatan. Jumlah peningkatan Hg yang teradsorpsi berbanding lurus dengan konsentrasi dimana konsentrasi Hg yang tinggi akan menyebabkan makin banyak Hg yang
berinteraksi dengan pori maupun
permukaan dari karbon aktif sehingga jumlah Hg yang teradsorpsi semakin banyak. Selain itu, hal ini juga ditentukan oleh kapasitas adsorpsi dari
masing-masing karbon aktif. Jumlah logam Hg
yang diadsorpsi sebagai fungsi
konsentrasi ditentukan untuk menghitung
kapasitas adsorpsi. Menurut teori
adsorpsi Langmuir, pada permukaan adsorben terdapat sejumlah tertentu situs-situs aktif yang sebanding dengan luas permukaan. Selama situs-situs aktif adsorben belum jenuh oleh adsorbat, maka penambahan konsentrasi adsorbat yang diinteraksikan akan meningkatkan secara linier jumlah adsorbat yang teradsorpsi. Apabila situs-situs aktif adsorben telah jenuh, maka penambahan
konsentrasi selanjutnya tidak akan
meningkatkan jumlah adsorbat yang teradsorpsi (Oscik, 1982).
Gambar 9. Hubungan konsentrasi dengan logam Hg yang teradsorpsi
6. Interaksi Karbon Aktif dengan
Limbah Pengolahan Emas
Limbah pengolahan emas di
Kabupaten Buru Propinsi Maluku dengan konsentrasi 2,485 ppm yang telah dianalisis diinteraksikan dengan karbon aktif sekam padi dan karbon aktif sekam padi yang didesilikasi. Hasil yang diperoleh pada Gambar 10.
Gambar 10. Grafik perbedaan adsorpsi logam Hg oleh CASP dan CASP.E.
0.12365 0.1237 0.12375 0.1238 0.12385
CASP CASP.E
9 Hasil analisis menunjukan bahwa jumlah logam Hg yang teradsorpsi oleh karbon aktif sekam padi 0,1238 mg/g sedikit lebih besar bila dibandingkan dengan karbon aktif sekam padi yang didesilikasi dengan nilai q 0,1237 mg/g. dengan penurunan konsentrasi Hg pada limbah pengolahan emas sebesar 99,5%. dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan pemanfaatan sekam padi yang dijadikan sebagai karbon aktif dapat mengurangi pencemaran logam berat Hg pada daerah pengolahan emas tradisional sebelum limbah tersebut di buang ke perairan.
7. Kajian Isotermal dan Kinetika
Adsorpsi
Isotermal Adsorpsi
Tabel 6. Model isotermal Langmuir
Sampel Model Langmuir R2
Qo (mg/g) b
CASP-Hg 3,9184 0,083 0,9363 CASP.E-Hg 3,8417 0,0647 0,9284 Tabel 7. Model isotermal Freundlich
Sampel Model Freundlich R2
k (mg/g) N
CASP-Hg 16,8035 3,045 0,9683 CASP.E-Hg 14,4045 2,886 0,9628
Berdasarkan harga R2 yang
diperoleh pada Tabel 22 menunjukkan
kecocokan model isoterm adsorpsi
Freundlich Hal ini menunjukkan proses adsorpsi terjadi pada banyak lapisan. Model isotherm ini mengasumsikan bahwa adsorpsi terjadi secara fisika (Sembodo, 2005).
Kinetika Adsorpsi
Data pada Tabel 8 diperoleh nilai R2 yang terbesar dan mendekati 1 pada
reaksi orde dua semu. Hal ini
menunjukan bahwa adsorpsi logam Hg oleh karbon aktif sekam padi mengikuti model kinetika orde dua semu.
Tabel 8. Kinetika reaksi
Sampel Orde satu semu Orde dua semu
R2 k
1 R2 k2
CASP-Hg 0,2724 0,0174 0,9975 0,0685
CASP.E-Hg 0,7702 0,0209 0,9841 0,0237
Energi Bebas Gibbs (ΔG)
Penentuan jenis adsorpsi logam Hg oleh karbon aktif sekam padi dan karbon aktif sekam padi yang didesilikasi berdasarkan pada energi bebas Gibbs
(ΔG) (Tabel 9) dapat dikategorikan
sebagai adsorpsi fisika. Hal ini didukung oleh Lynam (1995) yang menyatakan bahwa energi adsorpsi kimia berada dalam kisaran 42-420 KJ/Mol dan lebih kecil dari 42 KJ/Mol adalah adsorpsi fisika. Nilai negatif dari energi bebas
Gibbs menunjukan bahwa adsorpsi
berlangsung secara spontan. Tabel 9. Energi bebas Gibbs
No Sampel ΔG (KJ/Mol
1 CASP-Hg -8,04
2 CASP.E-Hg -8,71
KESIMPULAN
1. Konsentrasi tertinggi dalam proses
desilikasi karbon sekam padi,
diperoleh pada konsentrasi NaOH 10M dengan presentasi penurunan silika sebesar 68,24%.
2. Data karakteristik karbon aktif yang dihasilkan berupa kadar air, kadar abu, zat yang mudah menguap serta daya serap larutan iodin sesuai dengan standar Industri Indonesia No.0258-79.
3. Waktu kontak optimum adsorpsi ion logam Hg oleh karbon aktif sekam padi dan karbon aktif sekam padi yang didesilikasi adalah 100 menit dan 80 menit sedangkan pada variasi konsentrasi, jumlah ion logam Hg yang teradsorpsi terus mengalami peningkatan dengan bertambahnya jumlah konsentrasi.
10 5. Kinetika reaksi logam Hg sesuai
dengan orde kedua semu dengan nilai k masing-masing untuk interaksi dengan karbon aktif sekam padi dan karbon aktif sekam padi yang didesilikasi adalah 0,0685 dan 0,0237 g.mg-1.menit-1.
6. Logam Hg yang teradsorpsi oleh
karbon aktif sekam padi pada limbah pengolahan emas di Kabupaten Buru Propinsi Maluku rata-rata 0,12 mg/g
adsorben dengan penurunan
konsentrasi Hg pada limbah sebesar 99,5%.
DAFTAR PUSTAKA
Alzaydien S.A. (2009). Adsorption of Methylene Blue from Aqueous Solution onto a Low-Cost Natural JordanianTripoli. American Journal of Environmental Sciences, 5 (3): 197-208.
Arafah M., Zakir M., Raya I. (2014).
Kinetics and Thermodynamics
Study Adsorption Eosin On Rice Husk Based Activated Carbon Under Sonication. Indo.Chim.Acta, 7(1): 9-18.
Atkins P. W. (1994). Physical Chemistry Fifth Edition. Oxford: Oxford University Press.
Diantariani N. P. (2010). Peningkatan
Potensi Batu Padas Ladgestone
Sebagai Adsorben Ion Logam Berat Cr(III) dalam Air Melalui Aktivitas
Asam dan Basa. Jurnal Kimia,
4(1): 91-100.
Fan T., Liu Y., Feng B., Zeng G., Yang C., Zhou M., Zhou H., Tan Z., Wang X. (2008). Biosorption of cadmium(II), zinc(II), and lead(II) by penicillium simplicissium:
Isoteherm, kinetics and
thermodynamics. Journal of
Hazardous Materials, 160: 655-661.
Farid A.F., Triandi R.T. & Darjito. (2013). Ekstraksi Silika dalam
Lumpur Lapindo Menggunakan Metode Kontinyu. Kimia Student Journal, 1(2): 182-187.
Fatimawali, Badaruddin F., Yusuf I. (2011). Isolasi dan Identifikasi Bakteri Resisten Merkuri dari Muara Sungai Sario Yang Dapat Digunakan Untuk Detoksifikasi
Limbah Merkuri. Jurnal Ilmiah
Sains, 11(2): 282-288.
Hsu H.W. & Luh B.S. (1980). Rice Hull.
Dalam Rice Produck And
Utilization. Editor: Bor Shiun Luh.
New York: Avi Publishing
Company Inc. Hal. 736-740.
Iller R.K. (1991). Silika Chemistry in Natural and Industry. J.Physical Chemistry. 95: 4063-4069.
Jin X., Bailey G.W., Yu Y.S. & Lynch A.T. (1996). Kinetics of Single and
Multiple Metal Ion Sorption
Processes on Humic Subtances. J. Soil Sci., 161: 509-519.
Kitong T.M., Abidjulu J. & Koleangan J.S.H. (2012). Analisis Merkuri (Hg) dan Arsen (As) di Sedimen
Sungai Ranoyapo Kecamatan
Amurang Sulawesi Utara. Jurnal MIPA UNSRAT Online, 1 (1): 16-19.
Kolasinski K.W. (2008). Surface
Science: Foundation of Catalysis and Nanoscience. Edisi ke-2. London: John Wiley & Sons Ltd. Hal. 22-23, 27.
LaGrega M.D., Buckingham P.L. &
Evans J.C. (2001). Hazardous
Waste Mangement. Edisi ke-2. New York: McGraw Hill. Hal. 117, 196, 202, 478-479.
Lynam M.M., Kliduff J.E. & Weber Jr. W. J. (1995). Adsorption of p-Nitrophenol from Dilute Solution. J. Chem. Educ. 72: 80-84.
Liou T.H. (2004). Evalution of Chemistry
11 Carbonization and Cambustion of Rice Husk. Elsevier, 42: 785-794.
Masitoh F.Y. & Sianita B.M.M. (2013). Pemanfaatan Arang Aktif Kulit Buah Coklat (Theobroma cacao L.) Sebagai Adsorben Logam Berat Cd (II) dalam Pelarut Air. Unesa Journal of Chemistry, 2(2): 23-27.
Milenkovic D.D., Dasic P.V. &
Veljkovic V.B. (2009). Ultrasound-assisted adsorption of copper(II) ions on hazelnut shell activated carbon, Ultrason. Sonochem., 16: 557-563.
Nofiani R. & Gusrizal. (2004). Bakteri Resisten Merkuri Spektrum Sempit dari Daerah Bekas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Mandor, Kalimantan Barat. Jurnal Natur Indonesia, 6(2): 67-74.
Oscik J. (1982). Adsorption. John Wiley and Sons Inc, West Sussex.
Raharjo D., Mustamir E. & Suryadi E. U. (2012). Uji Efektifitas Beberapa Jenis Arang Aktif dan Tanaman Akumulator Logam pada Lahan Bekas Penambangan Emas. Jurnal Perkebunan & Lahan Tropika, 2(2): 15-22.
Rohmawati L. (2008). Studi Kinetika
Adsorpsi Merkuri (II) Pada
Biomassa Daun Enceng Gondok (Eichhornia crassipes) (Skripsi). Malang: Universitas Islam Negeri Malang.
Sembodo B.S.T. (2005). Isoterm
Kesetimbangan Adsorsi Timbal
Abu Sekam Padi. Ekuilibrium.
4(2): 100-105.
Shukla S.P. (2011). Investigation In to Tribo Potential of Rice Husk (RH) Char Reinforced Epoxy Composite
(Thesis). Rourkela: National
Institute of Technology Rourkela.
Suhendarwati L., Suharto B., & Dewi L.S. (2014). Pengaruh Konsentrasi Larutan Kalium Hidroksida pada
Abu Dasar Ampas Tebu
Teraktivasi. Jurnal Sumber Daya Alam dan lingkungan, 1(1): 19-25.
Wei X., Xiau L., Jin Z., & Ping S.
(2011). Nanoporous Carbon
Derived From Rice Husk For
Electrochemical Capacitor
Aplication. Advanced Materials
Research, 242: 2101-2106.
Widayanti, Isa I. & Aman L. (2012). Studi Daya Aktivasi Arang Sekam Padi pada Proses Adsorpsi Logam Cd. Jurnal Sainstek, 6(5): 1-7.
Widihati I.A.G., Ratnayani O., & Angelina Y. (2010). Karakterisasi Keasaman dan Luas Permukaan Tempurung Kelapa Hijau (Cocos nucifera) dan Pemanfaatannya Sebagai Biosorben Ion Cd2+. Jurnal Kimia, 4(1): 7-14.
Widowati W., Sastiono A. & Jusuf R.
(2008). Efek Toksit Logam:
Pencegahan dan Penanggulangan
Pencemaran. Yogyakarta: C.V
Andi Offset. Edward R. A. (2000). Encyclopedia of Separation Science. Academic Press. 118-119. Santi. (2012). Pemanfaatan Energi
Gelombang Ultrasonik dalam