• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN SANITASI MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA GAYAMAN KECAMATAN MOJOANYAR KABUPATEN MOJOKERTO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN SANITASI MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA GAYAMAN KECAMATAN MOJOANYAR KABUPATEN MOJOKERTO"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN SANITASI MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA GAYAMAN KECAMATAN MOJOANYAR

KABUPATEN MOJOKERTO

DEVANIA PURWATI ROSIDY NIM. 1212020007

Subject dan Kata Kunci: Sanitasi Makanan, Diare, Balita

Description :

Diare merupakan satu masalah kesehatan utama di negara berkembang, termasuk indonesia. Balita sangat rentan terkena penyakit diare, salah satu faktor penyebab dan risiko yang berkontribusi terhadap kejadian diare pada anak adalah daya tahan tubuh anak masih rendah terutama pada kebersihan makanan yang dikonsumsi kurang hygienis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan sanitasi makanan dengan kejadian diare pada balita.

Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif dengan rancang bangun kasus control. Variabel independen adalah sanitasi makanan dan variabel dependen adalah kejadian diare pada balita. Populasi adalah 90 ibu yang mempunyai balita dengan sampel sebanyak 53 responden. Teknik sampling yang digunakan adalahsimple random sampling. Pengambilan data dilakukan di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto pada tanggal 13-16 Juni 2015. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Analisa data menggunakanchi square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar sanitasi makanan dalam keluarga cukup baik yaitu sebanyak 31 responden (58,5%) dan sebagian besar balita tidak mengalami diare yaitu sebanyak 35 responden (66%).

Berdasarkan uji Chi Square diperoleh hasil perhitungan dengan nilai signifikan nilai ρ value (0,116) < α (0,05), maka H1 ditolak dengan demikian tidak ada hubungan sanitasi makanan dengan kejadian diare pada balita di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto

Tidak ada hubungan sanitasi makanan dengan kejadian diare pada balita. Petugas kesehatan atau perawat harus melakukan penyuluhan kesehatan tentang pencegahan diare pada balita khususnya pentingnya sanitasi makanan dalam keluarga.

ABSTRACT

Diarrhoea is a major health problem in developing countries, including Indonesia. Toddlers are very susceptible to diarrhoea disease, one of the causes and risk factors that contribute to the incidence of diarrhoea in children is the child's immune system which is still low, especially regarding food hygiene. The purpose of this study was to determine the relationship of food sanitation with the incidence of diarrhoea toddlers.

(2)

The results suggest that the majority of food sanitation in the family is good enough i.e. 31 respondents (58.5%) and the majority of children do not have diarrhoea i.e. 35 respondents (66%).

Based on Chi Square test results obtained with the calculation of significant value ρ (0.116) <α (0.05), then H1 is rejected and thus no relationship between food sanitation and the incidence of diarrhoea in toddler in Gayaman Mojoanyar Mojokerto

There is no relationship between food sanitation and the incidence of diarrhoea in toddler. Health care provider or nurse should do health education about prevention of diarrhoea in toddler, particularly the importance of sanitation of food in the family.

Keywords: Food Sanitation, diarrhea, Toddler

Contributor :1. Eka Diah K, M.Kes. 2. Sunyoto, S.Kep.,Ns.

Date :29 Juni 2015 Type Material :Laporan Penelitian Identifier :

-Right :Open Document

Summary :

Latar Belakang

Diare adalah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang, termasuk indonesia. Diare merupakan keadaan dimana tinjanya encer, dan dapat bercampur darah dan lendir. Diare dapat menyababkan cairan tubuh terkuras keluar melalui tinja. Bila penderita diare banyak sekali kehilangan cairan tubuh maka hal ini dapat menyebabkan kematian. Penyakit diare pada bayi dan anak dapat menimbulkan dampak yang negatif, yaitu dapat menghambat proses tumbuh kembang anak yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup anak (Astuti, 2011). Anak usia di bawah 5 tahun sangat rentan terkena penyakit. Banyak faktor penyebab dan risiko yang berkontribusi terhadap kejadian diare pada anak, terutama pada bayi dimana daya tahan tubuh anak masih rendah sehingga rentan untuk terkena penyakit infeksi seperti diare. Salah satu penyebab diare pada anak adalah kebersihan makanan yang dikonsumsi kurang hygienis (Iswari, 2011).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, insiden dan period prevalence diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia adalah 3,5 persen dan 7,0 persen. Insiden diare pada kelompok usia balita di Indonesia adalah 10,2 persen (Dinkes Jatim 2013). Data Riskesdas (2013) insiden diare di Jawa Timur pada tahun 2013 sebesar 3,5% dan insiden diare pada balita sebesar 6,6%. Profil Kesehatan Kabupaten Mojokerto tahun 2013 jumlah penderita diare sebesar 431.133 penderita, jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2011 yakni sebanyak 70.926 balita dan tahun 2010 hanya terdapat 23.358 balita. Hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan dan kebersihan makanan yang dikonsumsi pada bayi dan balita

(3)

Diare adalah suatu keadaan abnormal dari pengeluaran berak dengan frekuensi tiga kali atau lebih dengan melihat konsisten lembek, cair sampai dengan atau tanpa darah dan lendir dalam tinja (Depkes RI, 1990). Diare merupakan penyakit menular yang dapat ditularkan melalui tangan yang tidak bersih. Penjamah makanan dengan hygiene perorangan yang rendah dan kebiasaan sanitasi yang tidak baik, lebih sering mengkontaminasi makanan oleh mikroorganisme. (Capucino and Sherman H, 2000 dalam Rosidi, dkk, 2010).

Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan virus pathogen dari tubuh, faeses atau sumber lain ke makanan. Oleh karena itu kebersihan tangan dengan mencuci tangan perlu mendapat prioritas yang tinggi, walaupun hal tersebut sering disepelekan. Pencucian dengan sabun sebagai pembersih, penggosokan, dan pembilasan dengan air mengalir akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung mikroorganisme (Fatonah, 2005 dalam Rosidi, 2010).

Solusi dalam permasalahan kejadian diare pada anak adalah dengan untuk menjaga kesehatan anak terutama dalam pencegahan penyakit diare, diharapkan kepada orang tua untuk dapat meningkatkan kualitas sanitasi dan sarana sanitasi yang ada. Sanitasi makanan dapat mencegahan terjadinya diare pada anak, terutama dalam hal cuci tangan sebelum makan dengan menggunakan sabun sebelum memberikan makan dan menjaga kebersihan alat makan (Kartini, 2009).

Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan sanitasi makanan dengan kejadian diare pada balita di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik korelasional dengan pendekatan kasus control (case control). Variabel independen dalam penelitian ini adalah sanitasi makanan dan variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian diare pada balita. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak balita di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto sebanyak 90 orang dan 73 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling. Pengambilan data dilakukan di Desa Gayaman Mojoanyar Mojokerto pada tanggal 13-16 Juni 2015. Pengumpulan data dengan menggunakan lembar kuesioner untuk mengetahui data sanita sakanan dan kejadian diare pada balita. Analisa data menggunakan ujichi square.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar sanitasi makanan dalam keluarga cukup baik yaitu sebanyak 31 responden (58,5%). Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ali Rosidi (2010) yang berjudul hubungan kebiasaan cuci tangan dan sanitasi makanan dengan kejadian diare pada anak di Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan yang menjelaskan bahwa sanitasi makanan ditingkat keluarga yang tergolong kurang sebanyak 58,0%. Penelitian yang dilakukan Astuti (2011) hubungan pengetahuan ibu tentang sanitasi makanan dengan kejadian diare pada balita di Lingkup Kerja Puskesmas Klirong Gembong tahun 2011, yang menerangkan bahwa sanitasi makanan dengan kategori baik mempunyai jumlah tertinggi yaitu 33 orang (48,5%), dan untuk pengetahuan cukup sejumlah 21 orang (30,9%), sedangkan pengetahuan kurang memiliki distribusi terendah yaitu sejumlah 14 orang (20,6%).

(4)

tua dapat memilih makanan dan jumlah konsumsi makanan yang sesuai pada balita. Selain itu pola sanitasi makanan yang baik ditunjang dengan pemahaman orang tua yang baik tentang sanitasi makanan. Pemahaman ibu mengenai sanitasi makanan dan pola pemberian makan yang baik pada balita menyebabkan ibu memberikan makan yang sesuai dengan kebutuhan gizi balita. Selain itu hasil penelitian juga menerangkan sebagian kecil sanitasi makanan pada keluarga masih kurang, hal ini disebabkan ibu saat membawa makanan tidak menggunakan wadah yang tertutup dan mencampurkan antara makanan jadi atau matang dengan makanan mentah dalam satu wadah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh responden mempunyai sanitasi yang baik tentang pemilihan bahan makanan yaitu sebanyak 51 responden (96,2%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Evi Naria (2005) yang menjelaskan hampir semua keluarga telah melakukan hal yang benar dalam pemilihan bahan, sehingga memenuhi syarat higiene sanitasi sebesar 89,7%. Depkes RI (2009) juga menjelaskan bahan makanan dibeli dari tempat yang diawasi dan dalam keadaan baik, segar, tidak rusak, tidak berubah bentuk maupun berubah rasa.

Hampir seluruh responden telah melakukan hal yang benar dalam pemilihan bahan, sehingga memenuhi syarat higiene sanitasi. Ibu lebih mengutamakan kualitas dalam memilih bahan makanan yang akan dipergunakan dipilih adalah sayur yang segar, dan berwarna hijau terang. Ibu juga mengamati batas kadaluarsa pada berbagai bahan yang dibelinya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai sanitasi yang kurang tentang penyimpanan bahan makanan yaitu sebanyak 32 responden (60,4%). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Naria (2005) yang menjelaskan bahwa lebih dari 89% keluarga telah mencuci bahan makanan sebelum disimpan, dan mempunyai wadah khusus untuk menyimpan bahan makanan. Tempat penyimpanan umumnya bersih, dimana tempat penyimpanan ini dibersihkan setiap hari. Depkes RI (2009) juga menjelaskan bahan yang tidak mudah rusak disimpan dengan baik dalam gudang penyimpanan yang memenuhi syarat kesehatan, bahan makanan yang mudah rusak disimpan lebih berhati-hati dan teliti menurut jenis dan suhu yang sesuai.

Responden kurang baik dalam penyimpanan bahan makanan, responden juga menjelaskan jarang mencuci bahan makanan sebelum disimpan serta hanya mencuci tempat penyimpanan ketika wadah sudah kotor. Ibu juga tidak memisahkan bahan makanan yang mudah busuk dan tidak mudah busuk lebih banyak ibu yang tidak melakukannya, hal tersebut dilakukan karena ibu beralasan agar lebih praktis meletakkan bahan tersebut pada satu wadah. Sebaiknya bahan makanan dicuci terlebih dahulu sebelum disimpan dan wadah yang digunakan sebaiknya dicuci ketika selesai digunakan tanpa harus menunggu beberapa hari sampai wadah terlihat kotor serta makanan yang mudah busuk dan yang tidak mudak busuk disimpan dalam wadah yang berbeda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh responden mempunyai sanitasi yang baik tentang pengolahan bahan makanan yaitu sebanyak 48 responden (90,6%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Naria (2005) yang menjelaskan bahwa sebagian keluarga yaitu 12,1% yang melakukan pengolahan makanan secara memenuhi syarat, yaitu pada variabel peralatan yang digunakan, tempat mengolah kedap air dan mudah dibersihkan, pencahayaan tempat mengolah makanan cukup, pakaian penjamah bersih, dan tidak merokok ketika mengelola makanan. Depkes RI (2009) juga menjelaskan pengolahan bahan makanan perlu memperhatikan cara pengolahan dan perilaku pengolahan selama pengolahan makanan, pengelola makanan harus melakukan tindakan yang higiene serta selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

(5)

mudah dibersihkan dan ibu memperhatikan cara pengolahan dan kebersihan tempat memasak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai sanitasi yang kurang tentang pengangkutan bahan makanan yaitu sebanyak 36 responden (67,9%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Naria (2005) yang menjelaskan bahwa 84,5% keluarga tidak mempunyai alat khusus untuk mengangkut makanan yang akan disajikan, pedagang hanya mengangkut makanan dengan tangan, tidak menggunakan baki, dan ternyata 98,3% pengangkutan makanan dilakukan dengan kondisi tidak tertutup. Depkes RI (2009) juga menjelaskan makanan jadi atau matang tidak diangkut bersama dengan makanan mentah dan diangkut dalam wadah tertentu yang bersih dan tertutup dari pencemaran debu dan binatang.

Sanitasi yang dilakukan ibu kurang baik dalam pengangkutan bahan makanan, pada saat belanja makanan, seperti ibu mencampurkan antara makanan jadi atau matang dengan makanan mentah dalam satu wadah dengan alasan lebih praktis dan tidak memerlukan tempat yang banyak. Sebaiknya makanan yang sudah matang dan makanan mentah dipisahkan dalam wadah/kantong yang berbeda agar makanan yang sudah matang tidak tercemar jamur dan bakteri dari makanan yang mentah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh responden mempunyai sanitasi yang kurang tentang penyajian makanan yaitu sebanyak 45 responden (84,9%). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Naria (2005) yang menjelaskan bahwa lebih dari 86% keluarga sudah menyajikan sesuai dengan syarat kesehatan. Hanya variabel penggunaan peralatan sekali pakai (disposible) yang memiliki persentase memenuhi syarat terendah, yaitu 53,4% keluarga tidak menggunakan kembali peralatan sekali pakai. Depkes RI (2009) juga menjelaskan makanan matang disajikan atau dihidangkan tidak lebih dari 24 jam setelah pengolahan, disajikan di tempat yang bersih dan tertutup dari pencemaran debu, kotoran dan binatang.

Pada parameter penyajian makanan banyak ibu yang mempunyai sanitasi kurang baik, ibu mengatakan penggunaan peralatan beberapa kali pemakaian sampai alat terlihat kotor dan makanan yang disajikan tidak tertutup sehingga memungkinkan debu dan kotoran mencemari dalam makanan. Sebaikanya dalam menggunakan peralatan memasak dan penyajian makanan selalu dibersihkan setelah selesai digunakan tanpa harus menunggu sampai peralatan masak terlihat kotor dalam beberapa hari.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar balita tidak mengalami diare yaitu sebanyak 35 responden (66%) dan masih terdapat 18 balita (34%) yang mengalami diare.

Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa perubahan peningkatan volume, keenceran dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari 3 kali/hari dan pada neonatus lebih dari 4 kali/hari (Hidayat, 2011). Menurut Hidayat (2010) terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya adalah infeksi, malabsorpsi, makanan dan psikologis.

(6)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar balita tidak mengalami diare, hal ini dikarenakan balita telah diberikan makan sesuai dengan kebutuhan balita, serta anak tidak mengalami infeksi virus. Tetapi hasil penelitian juga didapatkan masih ada balita yang mengalami diare yang disebabkan karena infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada balita. Balita dapat mengalami diare karena balita lebih rentan terkena kuman dan penyakit akibat dari mengkonsumsi makanan yang kurang hygienis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir setengah ibu dengan sanitasi makanan yang baik menyebabkan balita mengalami tidak diare yaitu sebanyak 5 responden (9,4%) dan sebagian kecil ibu dengan sanitasi makanan yang kurang menyebabkan balita mengalami diare yaitu sebanyak 6 responden (11,3%). Berdasarkan uji Chi Square diperoleh hasil perhitungan dengan nilai signifikan nilai ρ value (0,116) < α (0,05), maka H1 ditolak dengan demikian tidak ada hubungan sanitasi makanan dengan kejadian diare pada balita di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto.

Faktor yang dapat menyebabkan diare tidak hanya bersumber pada sanitasi makan, seperti yang diungkapkan Hidayat (2010) terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya adalah infeksi, malabsorpsi, makanan dan psikologis. Kejadian diare dapat terjadi karena adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa intestinal yang dapat menurunkan daerah permukaan intestinal sehingga terjadinya perubahan kapasitas dari intestinal yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi intestinal dalam absorpsi cairan dan elektrolit.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosidi (2010) yang berjudul hubungan kebiasaan cuci tangan dan sanitasi makanan dengan kejadian diare pada anak di Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan yang menjelaskan bahwa tidak ada hubungan sanitasi makanan dengan kejadian diare (p = 0,503). Penelitian yang dilakukan Astuti (2011) hubungan pengetahuan ibu tentang sanitasi makanan dengan kejadian diare pada balita di Lingkup Kerja Puskesmas Klirong Gembong tahun 2011 menerangkan bahwa terdapat hubungan antara sanitasi makanan dengan kejadian diare pada Balita di Lingkup kerja Puskesmas Klirong Hasil analisa statistik dapat di lihat dari hasil X2 hitung (7,074)>X2 tabel (5,991).

Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara sanitasi makanan dengan kejadian diare pada balita, hal ini dikarenakan faktor utama penyebab diare adalah infeksi dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan berkembang menjadi diare. Faktor resiko kejadian diare pada balita karena tubuh balita selalu membutuhkan bahan-bahan dari luar untuk memenuhi fungsinya baik dalam perannya untuk tumbuh, berkembang, reproduksi maupun kesejahteraan. Kejadian diare pada balita sebagian besar karena diberikannya makanan yang kurang hygienis, balita yang belum siapnya saluran pencernaan yang menerima makanan yang terkena bakteri dan jamur sehingga virus atau bakteri dapat berkembang dan mengakibatkan diare. Makanan yang diberikan pada balita seharunya dimasak, disimpan, disajikan menurut selera yang beraneka ragam sehingga ada hubungan yang lebih erat antara bahan makanan dengan para penanganan makanan (food handlers).

(7)

Infeksi bakteri Vibrio cholera, Shigella, Salmonella, E. coli, Bacillus aureus, Clostridium perfingens, Staphylococcus aerus, Campyobacter jejur dapat meningkatkan risiko kejadian diare. Selain itu Faktor risiko perilaku merupakan kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi terjadinya penularan dan memperparah penyakit diare. Perilaku ini antara lain perilaku sehubungan dengan pembuangan tinja, sanitasi dan kebersihan perorangan (personal higiene). Kondisi higiene dan sanitasi lingkungan yang buruk merupakan salah satu faktor yang dapat berhubungan dengan kejadian penyakit diare, sedangkan faktor lain yang dapat berhubungan dengan penyakit diare diantaranya keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk.

Simpulan

Sanitasi makanan tidak berhubungan dengan kejadian diare pada balita.

Rekomendasi

Petugas kesehatan atau perawat harus melakukan penyuluhan kesehatan khususnya tentang pentingnya sanitasi makanan dalam keluarga dan pencegahan diare pada balita. Ibu diharapkan dapat melakukan pencegahan diare pada bayi seperti menjaga pola makan, menjaga kesehatan anak, memberikan imunisasi pada anak. Menambah atau menyediakan sumber kepustakaan dan bacaan khususnya tentang kejadian diare dan sanitasi makanan pada untuk dapat dijadikan sebagai data dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengembangkan konsep atau melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mengakibatkan diare pada balita yang berhubungan dengan pemberian makan pada bayi atau faktor lain seperti pola pemberian makan dan kebersihan rumah sehingga kesehatan bayi dapat terjaga dengan baik.

Alamat Correspondensi :

- Alamat rumah : Kp Semekan Utara Kecematan Kendit Kabupaten Situbondo - Email : devaniarosidy@gmail.com

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sanitasi lingkungan dan kebiasaan ibu terhadap kejadian diare pada balita di Desa Banaran Kecamatan Sambungmacan Kabupaten

Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi tentang pengaruh sanitasi lingkungan dan kebiasaan ibu terhadap kejadian diare pada balita di Desa

Berdasarkan hasil analisis hubungan sanitasi lingkungan keluarga dengan kejadian diare pada balita di Desa Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang diperoleh

Penelitian bertujuan mengetahui hubungan kepemilikan sanitasi dasar dan tingkat pendapatan keluarga dengan kejadian diare pada balita di Desa Jetak Kecamatan Wedung

Dilihat dari hasil penelitan ini dapat diketahui bahwa sangat berhubungan kondisi jamban dengan kejadian diare, karena jika kondisi jamban yang buruk atau tidak memenuhi

Kesimpulan pada penelitian ini adalah kebiasaan cuci tangan dan penggunaan jamban sehat mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian diare balita.. Saran yang

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ HIGIENE SANITASI PENJUALAN MAKANAN JAJANAN DAN PERILAKU KONSUMSI JAJAN SISWA SERTA KEJADIAN DIARE DI

Hasil: Terdapat hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada balita di desa Pulosari Kebakkramat Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar di uji