LAPORAN PRAKTIKUM GEOMORFOLOGI DAN GEOLOGI
FOTO
PETA GEOMORFOLOGI
NATHAN VAUNINO SIANIPAR
072015086
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
BAB I
GEOMORFOLOGI
I. 1 Fisiografi RegionalFisiografi regional daerah penelitian mengacu pada Van Bemmelen, (1949)
dibagi menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: Dataran Aluvial Jawa Utara, Gunungapi Kuarter ,
Antiklinorium Bogor – Serayu Utara – Kendeng, Depresi Jawa Tengah, Pegunungan
Serayu Selatandan Pegunungan Selatan Jawa
Dataran Aluvial Jawa Utara, mempunyai lebar maksimum 40 km kearah
selatan. Semakin kea rah timur, lebarnya menyempit hingga 20 km.
Gunung apiKuarter di Jawa Tengah antara lain G. Slamet, G. Dieng, G.
Sundoro, G. Sumbing, G. Ungaran, G. Merapi, G. Merbabu dan G Muria.
ZonaSerayu Utara memiliki lebar 3050km. Di selatan tegal, zona ini
tertutupi oleh produk gunungapi kwarter dari G. Slamet. Di bagian tengah
ditutupi okeh produk volkanik kwarter G. Rogojembangan, G. Ungaran dan
G. Dieng. Zona ini menerus ke Jawa Barat menjadi Zona Bogor dengan
antara keduannya terletak di sekitar Prupuk, Bumiayu hingga Ajibarang,
persis di sebelah barat G. Slamet, sedangkan kearah timur membentuk Zona
Kendeng. Zona Antiklinorium Bogor terletak di selatan Dataran Aluvial
Jakarta berupa Antiklinorium dari lapisan Neogen yang terlipat kuat dan
terintrusi. Zona kendeng meliputi daerah yang terbatas antara Gunung
ZonaDepresi Jawa Tengah menempati bagian tengah hingga selatan.Sebagian
merupakan dataran pantai dengan lebar 1025km. morfologi
pantai ini mencakup kontras dengan pantai selatan Jawa Barat dan Jawa
Timur yang relative lebih terjal.
PegununganSelatan Jawa memamnjang di sepanjang pantai pantai selatanJawa
membentuk morfologi pantai yang terjal. Namun di Jawa Tengah, zonaini
terputus oleh Depresi Jawa Tengah.
PegununganSerayu Selatan terletak di antara Zona Depresi Jawa Tengahyang
membentuk kubah dan pegunungan. Di bagian barat dari PegununganSerayu
Selatan yang berarah barattimurdicirikan oleh bentuk anticlinoriumyang berakhir
di timur pada suatu singkapan batuan tertua terbesar di PulauJawa, yaitu daerah
Luk Ulo, Kebumen.
Berdasarkan peta fisiografi Jawa Tengah menurut Van Bemmelen (1949) diatas,
daerah penelitian termasuk dalam Antiklinorium Kendeng atau Zona Kendeng yang
merupakan kelanjutan dari zona Serayu Utara, yang membentang sejauh 250 km dengan
lebar 40 km.
Pringgoprawiro (1983) membagi morfologi Zona Kendeng menjadi tiga satuan
yangmasing-masing membentang dari barat ke timur, yaitu:
Satuan morfologi perbukitan bergelombang, di tunjukkan oleh jajaran bukit
bukit rendah dengan ketinggian antara 50 – 100 meter di atas permukaan air
laut yang mencerminkan lipatan batuan sedimen. Satuan ini nyaris secara
Satuan morfologi perbukitan terjal, yang merupakan inti Pegunungan
Kendengdengan ketinggian rata-rata 350 meter di atas permukaan laut, tipe
genetiksungainya adalah tipe konsekuen, subsekuen dan insekuen. Litologi
yangmenyusun satuan ini, sebagian besar adalah batugamping dan batupasir.
Satuan morfologi dataran rendah, yang disusun oleh endapan aluvial
yangterdapat di Ngawi (Bengawan Solo) dan daratan Sungai Brantas di timur.
Menurut de Genevraye and Samuel (1972), secara fisiografis daerah Zona
Kendeng juga sering disebut Pegunungan Kendeng dan adapula yang menyebutnya
dengan Kendeng Deep, adalah antiklinorium berarah barat-timur. Pada bagian utara
berbatasan dengan Depresi Randublatung, sedangkan bagian selatan bagian jajaran
gunung api (Zona Solo). Zona Kendeng merupakan kelanjutan dari Zona Pegunungan
Serayu Utara yang berkembang di Jawa Tengah.Mandala Kendeng terbentang mulai dari
Salatiga ke timur sampai ke Mojokerto dan menunjam di bawah alluvial Sungai Brantas,
kelanjutan pegunungan ini masih dapat diikuti hingga di bawah Selat Madura. Menurut
Van Bemmelen (1949), Pegunungan Kendeng dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu
bagian barat yang terletak di antara G.Ungaran dan Solo (utara Ngawi), bagian tengah
yang membentang hingga Jombang dan bagian timur mulai dari timur Jombang hingga
Delta Sungai Brantas dan menerus ke Teluk Madura.Daerah penelitian termasuk dalam
BAB II
GEOMORFOLOGI DAERAH PEMETAAN
II.1 Satuan Geomorfologi Pegunungan Tersayat Tajam
Satuan geomorfologi ini secara deskriptif dicirikan dengan beda tinggi 500 meter dan nilai kemiringan antara 4080% serta ketinggian mencapai 500 -744 meter.Satuan geomorfologi ini menempati daerah pemetaan yaitu ±70% dan meliputi daerah Dukuhrejo, Kalangkup berikut sekitarnya. Bentuk konturnya adalah meruncing dan pola penyebaran konturnya adalah zig-zag.Stadia sungai pada satuan geomorfologi ini adalah dewasa - tua dan stadia daerah pada satuan geomorfologi ini adalah dewasa - tua.
Satuan ini disusun litologi dominan berupa satuan intrusi andesit. Proses endogen yang bekerja berupasesar, sedangkan proses eksogen adalah pola aliran sungai paralel
II.2 Satuan Geomorfologi Dataran Fluvial
Satuan ini menempati 15% dari luas keseluruhan daerah pemetaan dan terdapat pada daerah Sungai Porwoasri. Berdasarkan klasifikasi relief, satuan ini mempunyai ketinggian tertinggi 50 meter dari muka laut, dengan beda tinggi 50 meter dan mempunyai kisaran slope 1-2%.
Proses dominan yang mempengaruhi satuan ini adalah proses endogen yang berfungsi sebagai pembentuk asal suatu bentang alam, berupa sesar, serta adanya proses eksogen berupa pelapukan dan erosi. Pengaruh dari topografi, elevasi dan litologi dominan tersebut, menghasilkan pola aliran sungai subdendritik. Stadia daerah satuan geomorfologi ini termasuk pada kategori tua. Penggunaan lahan pada daerah ini adalah untuk perkebunan dan persawahan. Genetik pada daerah pemetaan adalah fluvial.
II. 4 Genetik dan Pola Aliran Sungai
MenurutCotton, 1949 faktor penyebab perbedaan bentuk genetic dan pola aliran sungai di pengaruhi olehLereng, ketinggian, perbedaan erosi, struktur jenis batuan, patahan, dan lipatan mempengaruhi bentuk, letak, dan arah aliran sungai.
penyebaran dari tiga titik puncak ke segala arah dari sebuah puncak (Pidwirny, 2006).
Sungai utama pada daerah pemetaan yaitu Kali Purwoasri memiliki arah aliran timur-barat. Pada bagian utara hingga selatan terdapat percabangan sungai dari Kali Purwoasri yaitu Kali Kebonagung, Kali Banjarjo, Kali Watugaleng, Kali Mando, Kali Gawang, Kali Wonogondo, Kali Kayen, Kali Karangsono, Kali Mentoro, Kali Juwono.
Secara genetik aliran sungai pada daerah pemetaan dapat dibagi menjadi dua jenis sungai (Lobeck, 1939) yang implikasinya menunjukan tingkat erosi sedang sampai kuat, antara lain:
1. Sungai Subsekuen, merupakansungai yang mengalirsearahdenganjurusperlapisanbatuan, meliputi Sungai Kebonagung.
2. Sungai Obsekuenmerupakansungai yang mengalirberlawanandenganarah dip, meliputi Sungai Ngaren.
II. 4 Stadia Sungai
Pengenalan stadia sungai dilakukan berdasarkan beberapa parameter yang. Menurut Nugroho (2001) Untuk menentukan suatu stadia sungai digunakan parameter-parameter sebagai berikut ini
Tabel II.4 Tabel stadia sungai (Nugroho, 2000)
Parameter Stadia Sungai
Muda Dewasa Tua
Slope Gradient Besar Relatif Kecil Tidak ada Kecepatan Aliran Tinggi Sedang Rendah Jenis aliran air Turbulance Turbulance-Laminer Laminer Jenis Erosi Vertikal Vertikal-Horisontal Horisontal Proses yang
bekerja Erosi Erosi dan deposisi Deposisi Bentuk/Pola aliran
mengalir di atas batuan dasar
mulai ada oxbow lake dan bermeander
Dari pengamatan yang dilakukan di daerah pemetaan secara langsung dan menggunakan peta topografi 1:12.500, diketahui bahwa secara umum karakteristik sungai pada daerah penelitian memiliki stadia sungai dewasa-tua, Pengenalan stadia sungai dilakukan berdasarkan beberapa parameter menurut Nugroho (2000), yang meliputi slope gradien, kecepatan aliran, jenis erosi, bentuk penampang dan kenampakan lainnya. Untuk parameter relief dapat dilihat dari morfologi umum dan satuan geomorfologi yang ada pada daerah penelitian yang termasuk dalam bergelombang dan tersayat tajam.
II. 5 Stadia Daerah Pemetaan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap daerah pemetaan secara langsung dengan menggunakan peta topografi skala 1:12.500, parameter-parameter untuk menentukan suatu stadia daerah pada daerah pemetaan mengacu yang dikemukakan oleh Nugroho, 2000 (Tabel II.5).
Pada daerah pemetaan, setiap satuan geomorfologi umumnya memiliki stadia daerah dewasa hingga tua, walaupun setiap satuan geomorfologi mempunyai genetik yang berbeda serta kenampakan morfologi yang berbeda. Stadia dari setiap satuan geomorfologi dapat membentuk stadia daerah penelitian secara keseluruhan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa stadia daerah penelitian berada pada stadia dewasa hingga tua.
Tabel II.5Tabel stadia daerah (Nugroho, 2000)
Parameter Stadia Daerah
Muda Dewasa Tua
Stadia sungai Muda Muda-Dewasa Tua
Relief Sedikit Terbentuk gawir Tidak ada gawir Gawir sudah
maksimum maksimum
KESIMPULAN
Secarageografisdaerahpemetaanterletakpada 111°04’20.51” BT -111°07’03.97” BT dan 0720’30.0” LS - 7°07’17.67” LS.Luasdaerahpemetaanadalah 30 Km2, denganukuran 6 km x 5 km. Lokasidaerahpemetaansecaraadministratifterletak di daerahDesaKebonagungdansekitarnya, KecamatanKebonagung, KabupatenPacitan, ProvinsiJawaTimur.
Berdasarkankenampakandeskriptifdangenetik di atas yang merupakandasarpembagiansatuangeomorfologi,
makadaerahpenelitiandapatdibagimenjaditigasatuangeomorfologi, yaituSatuanGeomorfologiPegununganTersayatTajam,