• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi - Analisis Kinerja Pustakawan Layanan Sirkulasi Pada Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (Ditinjau Dari Persepsi Pengguna)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi - Analisis Kinerja Pustakawan Layanan Sirkulasi Pada Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (Ditinjau Dari Persepsi Pengguna)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

14 BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi lebih banyak mengubah arti suatu perpustakaan sebagai konsekuensi adanya perkembangan metode belajar

dan mengajar. Perpustakaan tidak hanya bertugas mengumpulkan, menyimpan dan meminjamkan bahan-bahan pustaka, tetapi lebih banyak memberikan

pelayanan serta fasilitas yang diperlukan oleh pengguna perpustakaan. Perpustakaan perguruan tinggi merupakan salah satu jenis dari sekian banyak jenis perpustakaan yang telah dikategorikan.

Perpustakaan perguruan tinggi secara umum dan standar tercantum dalam Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi (2004, 3) dinyatakan bahwa “perpustakaan perguruan tinggi merupakan unsur penunjang perguruan tinggi,

yang bersama-sama unsur penunjang lainnya berperan serta dalam melaksanakan tercapainya visi dan misi perguruan tingginya”.

Pendapat lain mengenai pengertian perpustakaan perguruan tinggi adalah menurut Reitz yang dikutip oleh Hasugian (2009, 51) bahwa “a library or library system established, administered, and funded by a university to meet the information, research, and curriculum needs of its students, faculty and staff”. Pendapat di atas menyatakan bahwa perpustakaan perguran tinggi adalah

(2)

15

dan didanai oleh sebuah universitas untuk memenuhi kebutuhan informasi,

penelitian dan kurikulum dari mahasiswa, fakultas dan stafnya.

Berdasarkan pendapat di atas dinyatakan bahwa perpustakaan perguruan

tinggi adalah merupakan unsur penunjang perguruan tinggi, yang dibangun dan di danai oleh sebuah perguruan tinggi untuk memenuhi kebutuhan informasi, penelitian dan kurikulum dari mahasiswa, fakultas dan stafnya demi tercapainya

visi misi perguruan tinggi.

2.2 Tujuan Perpustakaan Perguruan Tinggi

Secara umum tujuan setiap perpustakaan adalah agar tercipta masyarakat yang terdidik, terpelajar, terbiasa membaca dan berbudaya tinggi, sedangkan

tujuan khusus setiap perpustakaan adalah sesuai dengan jenis dan masyarakat yang dilayani.

Menurut Hasugian (2009, 80) “tujuan perpustakaan perguruan tinggi di

Indonesia adalah untuk memberikan layanan informasi untuk kegiatan belajar, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dalam rangka melaksanakan tri

dharma perguruan tinggi”.

Sedangkan dalam buku Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi (2004, 32) dinyatakan bahwa sebagai unsur penunjang perguruan tinggi,

perpustakaan merumuskan tujuannya sebagai berikut :

1. Mengadakan buku, dan pustaka lainnya untuk dipakai oleh dosen, mahasiswa dan staf lainnya bagi kelancaran program pengajaran di perguruan tinggi.

(3)

16

3. Mengusahakan, menyimpan dan merawat pustaka yang bernilai sejarah yang dihasilkan oleh sivitas akademika.

4. Menyediakan sarana bibliografi untuk menunjang pemakaian pustaka 5. Menyediakan tenaga yang cakap serta penuh dedikasi untuk melayani

kebutuhan pengguna perpustakaan, dan bila perlu, mampu memberikan pelatihan pengguna pustaka.

6. Bekerjasama dengan perpustakaan lain untuk mengembangkan program perpustakaan.

Dari pendapat di atas dinyatakan bahwa tujuan perpustakaan perguruan

tinggi untuk memberikan layanan informasi berupa buku, jurnal dan bahan pustaka lainnya kepada masyarakat perguruan tinggi untuk menunjang

pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

2.3 Sumber Daya Manusia Perpustakaan Perguruan Tinggi

Perpustakaan menjadi sebuah lembaga yang teramat penting dalam proses penelusuran ilmu pengetahuan di lembaga pendidikan. Sumber daya manusia sangat berpengaruh terhadap fungsi-fungsi pelayanan dan fungsi-fungsi

administrasi dalam sebuah lembaga informasi khususnya perpustakaan. Menurut Nawawi (1997, 42) sumber daya manusia pada perpustakaan adalah

“Mendayagunakan manusia sebagai tenaga kerja secara manusiawi potensi fisik dan psikis dimilikinya berfungsi maksimal bagi pencapaian tujuan perpustakaan, dalam ini pemanfaatan optimalisasi sumber daya harus berjalan dengan baik di perpustakaan Perguruan Tinggi.”

Pendapat tersebut di atas mengharuskan adanya peningkatan kualitas

pegawai bagi perpustakaan, sebagaimana prinsip yang dikemukakan oleh Zen (2006) menyatakan bahwa “pustakawan selain sebagai pendidik juga harus

(4)

17

memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan

kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.” Hal ini menjadi tanda bahwa

diperlukan pendidikan yang memadai di bidang perpustakaan agar dapat menjadi seorang pustakawan, di mana tidak semua orang dapat melaksanakan tugas di perpustakaan jika tanpa dibekali ilmu-ilmu tentang perpustakaan.

Berkaitan dengan masalah SDM perpustakaan, Undang-undang No.43 tahun 2007 mengatur tentang tenaga perpustakaan sebagaimana disebutkan dalam

Bab VIII pasal 29 ayat 1-5 sebagai berikut:

1) Tenaga perpustakaan terdiri atas pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan.

2) Pustakawan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan standar nasional perpustakaan.

3) Tugas tenaga teknis perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dirangkap oleh pustakawan sesuai dengan kondisi perpustakaan yang bersangkutan.

4) Ketentuan mengenai tugas, tanggung jawab, pengangkatan, pembinaan, promosi, pemindahan tugas, dan pemberhentian tenaga perpustakaan yang berstatus pegawai negeri sipil dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

5) Ketentuan mengenai tugas, tanggung jawab, pengangkatan, pembinaan, promosi, pemindahan tugas, dan pemberhentian tenaga perpustakaan yang berstatus nonpegawai negeri sipil dilakukan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh penyelenggara perpustakaan yang bersangkutan.

Selanjutnya Pasal 32 UU No.43 tahun 2007 menyebutkan bahwa tenaga perpustakaan berkewajiban:

a. memberikan layanan prima terhadap pemustaka; b. menciptakan suasana perpustakaan yang kondusif; dan

c. memberikan keteladanan dan menjaga nama baik lembaga dan kedudukannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.

(5)

18

Hartanto dalam Burhanudin (2010) bahwa “mentalitas dan wawasan keilmuan

sumber daya manusia perpustakaan menjadi salah satu daya dukung dalam mewujudkan pelayanan yang optimal.” Oleh karena itu, pegawai perpustakaan

harus mempunyai keahlian di bidang perpustakaan, yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan atau bimbingan khusus (Tyasdjaja, 1999). Sedangkan menurut Gomes (2002), “kompetensi adalah pengetahuan, kemampuan, dan

keterampilan yang berhubungan dengan karakter utama yang mendasari manusia untuk menghasilkan prestasi dan kinerja yang baik.” Sehingga selain mentalitas

dan wawasan keilmuan perpustakaan, pegawai juga harus memiliki karakteristik tertentu yang cukup berkompeten.

Dengan pegawai yang berkualitas sangat memungkinkan perpustakaan

memberikan pelayanan baik dan memuaskan bagi para pemustakanya. Dengan kata lain perpustakaan yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas merupakan salah satu ciri perpustakaan yang baik. Dalam konteks

kepustakawanan, pegawai menjadi titik fokus perhatian di mana pengukuran kinerjanya akan dapat terlihat dari berbagai sudut pandang. Pengukuran dapat

(6)

19 2.4 Pengertian Kinerja

Pengertian kinerja sendiri tidak dapat dipisahkan dari apa yang telah terjadi dalam kegiatan kerja, baik dalam kantor maupun di luar kantor. Kinerja

mengandung makna tingkat pencapaian dari suatu tujuan, pencapaian tujuan merupakan suatu syarat untuk menghasilkan kinerja yang telah ditentukan baik secara kualitas maupun kuantitas pencapaian dengan menggunakan kemampuan

yang dimiliki. Rivai (2005, 14) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang selama priode tertentu didalam melaksanakan

tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standart hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.

Selain itu Prawiro dalam Tika (2006, 121) menyatakan bahwa, “Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu

tertentu”

Sedangkan Mangkunegara (2006, 9) menyatakan bahwa, “Kinerja

karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja yang kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

Para pakar sendiri banyak yang berbeda pendapat dalam memberikan pengertian kinerja. Hal tersebut terjadi karena terdapat perbedaan latar belakang

(7)

20

kinerja tersebut misalnya unjuk kerja, hasil kerja dan karya maupun prestasi kerja.

Terlepas dari perbedaan tersebut, istilah kinerja dalam bahasa Inggris disebut sebagai performance. Menurut Prawirosentono (1999, 1) performance mempunyai arti sebagai berikut:

1) Melakukan, menjalankan, melaksanakan 2) Memenuhi atau menjalankan kewajiban

3) Melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab 4) Melakukan suatu kegiatan dalam permainan

5) Melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakan sesuai dengan tanggung jawabnya untuk mendapatkan hasil yang diharapka

Kinerja supaya menjadi terarah dan produktif tentu harus dikendalikan.

Untuk mengendalikan kinerja karyawan, Peter M. Drucker sebagaimana dikutip oleh Dindin Wachyudin (2002, 56) mengemukakan bahwa bekerja mempunyai lima dimensi.

1) Dimensi fisiologis.

Manusia akan bekerja dengan baik bila bekerja dalam berbagai konfigurasi operasional, yakni bekerja dengan berbagai ragam tugas dan ritme kecepatan yang disesuaikan dengan keadaan fisiknya.

2) Dimensi psikologis.

Dalam hubungan ini bekerja merupakan ungkapan kepribadian. Seseorang yang memperoleh kepuasan dari pekerjaannya akan menampilkan kinerja yang lebih baik dari pada mereka yang tidak menyenangi pekerjannya.

3) Dimensi sosial.

Bekerja dapat dipandang sebagai suatu ungkapan hubungan sosial diantara sesama karyawan. Situasi yang menyebabkan perpecahan diantara sesama karyawan dapat menurunkan kinerja karyawan baik secara individu maupun secara kelompok.

4) Dimensi ekonomi.

Bekerja adalah kehidupan bagi karyawan. Imbalan jasa yang tidak sepadan dapat menghambat atau memacu karyawan untuk berprestasi tergantung bagaimana karyawan menanggapi permasalahan itu.

5) Dimensi keseimbangan.

(8)

21

ketidakseimbangan dapat menimbulkan konflik yang dapat menurunkan kinerja.

Dari beberapa uraian di atas dinyatakan bahwa kinerja adalah kemampuan, keterampilan, motivasi akan memberikan kontribusi positif terhadap

kualitas kinerja pegawai apabila disertai dengan upaya yang dilakukan untuk mewujudkannya dan hasil kerja yang dicapai seseorang atau sekelompok orang yang berada didalam suatu organisasi dalam melaksanakan tugasnya.

2.4.1 Kinerja Pustakawan

Pustakawan adalah orang yang pekerjaannya atau profesinya terkait erat

dengan dunia pustaka atau bahan pustaka. IPI (Ikatan Pustakawan Indonesia)

menyatakan bahwa pustakawan adalah seseorang yang melaksanakan kegiatan

perpustakaan dengan jalan memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan

tugas lembaga induknya berdasarkan ilmu pengetahuan, dokumentasi dan informasi

yang dimilikinya melalui pendidikan Menurut Rachman dan Zen (2006, 19-20) pustakawan dikelompokkan menjadi 3, yaitu:

1. Pustakawan ahli adalah mereka yang memiliki kualifikasi ahli dengan latar belakang pendidikan ilmu perpustakaan minimal sarjana atau berpengalaman lama mengelola perpustakaan secara professional. 2. Pustakawan terampil adalah yang menguasai teori-teori perpustakaan

dan terampil memanfaatkannya dalam melaksanakan tugas-tugas rutin perpustakaan seperti pengadaan, pengolahan dan pelayanan.

3. Pustawan penunjang adalah pustakawan yang banyak melakukan pekerjaan-pekerjaan administratif atau pekerjaan yang sifatnya umum dan tidak terkait dengan ilmu perpustakaan dan informasi

Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 43 tahun 2007 tentang

(9)

22

kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan

pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.

Dalam kode etik IPI dan UU tersebut tidak dicantumkan pendidikan

minimal untuk menjadi seorang pustakawan, namun dalam Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Pendidikan Tinggi (2004, 166) yang dimaksud dengan

pustakawan adalah:

“orang yang bertugas di perpustakaan, memilih, mengolah, meminjamkan, merawat pustaka, menjaga dan mengawasi perpustakaan, serta melayani pengguna. Untuk pustakawan perguruan tinggi paling rendah lulusan sarjana, dengan bidang pendidikan Strata 1 (S1) dalam bidang ilmu perpustakaan, dokumentasi dan informasi (Pusdokinfo), atau S1 bidang lain yang memiliki kompetensi dalam pengelolaan perpustakaan, dengan melaksanakan tugas keprofesian dalam bidang perpustakaan.”

Dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 dalam pasal 32 juga

menyebutkan bahwa tenaga perpustakaan berkewajiban : 1) Memberikan layanan prima terhadap pemustaka, 2) Menciptakan suasana perpustakaan yang kondusif; dan

3) Memberikan keteladanan dan menjaga nama baik lembaga dan kedudukannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.

Pustakawan perlu memiliki kemampuan lain untuk meningkatkan

kinerjanya, seperti dikemukakan Prabowo Tjitropranoto (1995 , 1) antara lain : 1. Memiliki kemampuan berkomunikasi sehinga dapat dengan mudah

mengidentifikasi keperluan pengguna informasi,

2. Dapat berbahasa asing, terutama bahasa Inggris sehingga mempermudah hubungan internasional,

3. Memiliki kemampuan mengembangkan teknik dan prosedur kerja dalam bidangnya, dan

(10)

23

Pustakawan perlu memiliki sikap yang baik dalam melayani pengguna

untuk meningkatkan kinerjanya, Menurut Walgito (2002, 111) sikap memiliki tiga komponen dasar yaitu komponen kognitif (beliefs), komponen afektif (feelings), dan komponen konatif (behavior tendencies).

Rahayuningsih (2007, 86), menyatakan bahwa karakteristik pustakawan yang berkualitas dalam melayani pengguna adalah sebagai berikut :

a. Kesopanan dan keramahan pustakawan dalam pemberian layanan, terutama bagi pustakawan yang langsung berinteraksi dengan pemustaka b. Bertanggung jawab dalam melayani pemustaka.

c. Empati, wajar, dan adil dalam memecahkan masalah dan menangani keluhan pemustaka.

d. Profesional. Profesionalisme pustakawan di bagian layanan tercermin

2.4.2 Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja memberikan kesempatan kepada pimpinan dan orang

yang dinilai untuk secara bersama membahas perilaku kerja dari yang dinilai. Pada umumnya setiap orang menginginkan dan mengharapkan umpan balik mengenai kinerjanya. Penilaian juga memungkinkan penilai dan yang dinilai

untuk secara bersama-sama menemukan dan membahas kekurangan-kekurangan yang terjadi dan mengambil langkah perbaikannya. Penilaian kinerja juga dapat menciptakan, memelihara suatu iklim dan suasana yang baik di organisasi.

Menurut Robbins (2001, 56) menyatakan bahwa, “ yang dapat melakukan penilaian adalah 1) atasan langsung, 2) rekan kerja, 3) evaluasi diri, 4) bawahan

langsung, dan 5) pendekatan menyeluruh : evaluasi 360 derajat” Menurut Rivai (2005, 66) menyatakan bahwa :

(11)

24

peningkatan tersebut itu akan dapat dicapai di dalam waktu yang singkat ataupun lama.

Sedangkan Suwondo (2011, 20), ada lima sumber penilaian kinerja, yaitu: a. Penilaian atas diri sendiri

Proses dimana para individu mengevaluasi kinerja pustakawan mereka sendiri, menggunakan pendekatan yang terstruktur sebagai dasar bagi pembicaraan dengan para manajer mereka dalam pertemuan-pertemuan evaluasi.

b. Penilaian oleh bawahan

Penilaian oleh bawahan menyediakan kemungkinan bagi bawahan untuk menilai atau berkomentar tentang aspek tertentu dari kinerja pustakawan manajernya.

c. Penilaian oleh rekan sejawat

Penilaian ini merupakan evaluasi yag dibuat sesama anggota tim atau kolega yang berada dalam jaring kerja yang sama.

d. Penilaian oleh multi assement

Keuntungan dari mendapatkan sudut pandang yang berbeda dalam evaluasi kinerja pustakawan, terutama dari para manajer, telah menimbulkan perhatian yang lebih besar kepada penilaian yang dapat menambahkan nilaii kepada evaluasi/bawahan yang tradisionil.

e. Umpan balik dan konseling dalam penilaian kinerja pustakawan. Menurut Parasuraman, Zeithaml & Berry dalam Journal of Marketing dalam Sudarmanto (2009, 14) mengemukakan ukuran kinerja sebagai berikut:

1. Kehandalan, yakni mencakup konsistensi kinerja dan kehandalan dalam pelayanan; akurat, benar dan tepat.

2. Daya tanggap, yaitu keinginan dan kesiapan dalam menyediakan pelayanan dengan tepat waktu.

3. Kompetensi, yaitu keahlian dan pengetahuan dalam memberikan pelayanan.

4. Kesopanan, yaitu mencakup kesopansantunan, rasa hormat, perhatian dan bersahabat dengan pengguna layanan.

(12)

25

Dari penyataan di atas dapat dinyatakan bahwa penilaian Kinerja adalah

suatu proses untuk penetapan pemahaman bersama tentang apa yan g akan dicapai dan suatu pendekatan yang dilihat dari sumber penilaian atas diri sendiri,

bawahan, rekan sejawat, multi assesment dan umpan balik serta ukuran kinerja dilihat dari kehandalan, daya tanggap, kompetensi, kesopanan dan komunikasi.

2.5 Jenis Pelayanan Perpustakaan

Dalam rangka memenuhi kebutuhan penggunanya, perpustakaan memiliki beberapa jenis pelayanan. Diantaranya pelayanan sirkulasi, pelayanan referensi,

pelayanan audiovisual, pelayanan terbitan berseri dan pelayanan bimbingan pengguna. Menurut Rahayuningsih (2007: 87) jenis - jenis layanan pengguna dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Layanan locker 2. Layanan sirkulasi 3. Layanan referensi

4. Layanan penelusuran informasi 5. Layanan informasi koleksi terbaru

6. Layanan koleksi, terbagi atas: (a) Layanan koleksi umum/sirkulasi, (b) Layanan koleksi cadangan, (c) Layanan terbitaan berkala, (d) Layanan koleksi digital, (e) Layanan koleksi referensi, (f) Layanan koleksi khusus, (g) Layanan koleksi tugas akhir.

7. Layanan ruang baca 8. Layanan foto copy

9. Layanan workstation dan multimedia

10.Layanan lain - lain, termasuk: pengawasan keluar masuknya koleksi, penataan koleksi, layanan informasi perpustakaan, pendidikan pengguna, sosialisasi peraturan.

Dari uraian di atas dinyatakan bahwa jenis pelayanan pengguna

(13)

26

layanan koleksi, layanan ruang baca dan multimedia, layanan fotocopy dan lainnya.

2.5.1 Pelayanan Sirkulasi

Pelayanan sirkulasi merupakan salah satu pelayanan yang terdapat di perpustakaan. Menurut Rahayuningsih (2007, 95) “pelayanan sirkulasi adalah

layanan pengguna yang berkaitan dengan peminjaman, pengembalian dan perpanjangan koleksi”. Sedangkan menurut Yusuf (1996, 142) “pelayanan

sirkulasi adalah peredaran atau keluar masuknya bahan pustaka. Untuk kelancaran pelayanan maka digunakan sistem tertentu agar ada tanggung jawab pengguna terhadap jasa layanan perpustakaan”. Definisi lain mengenai layanan sirkulasi

dalam Buku Panduan Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Umum (1992, 86) adalah, ”kegiatan peminjaman bahan pustaka kepada annggota yang sudah diijinkan meminjam.

Selain pendapat di atas Lasa (2005, 213) juga menyatakan bahwa pelayanan sirkulasi bertujuan untuk:

1. Agar para pemakai mampu memanfaatkan koleksi perpustakaan secara optimal.

2. Agar mudah diketahui identitas peminjaman buku yang dipinjam dan waktu pengembalian.

3. Untuk menjamin pengembalian pinjaman dalam waktu yang ditentukan.

4. Untuk memperoleh data kegiatan pemanfaatan koleksi suatu perpustakaan.

(14)

27

Untuk mencapai tujuan layanan sirkulasi tersebut, menurut Sulistyo -

Basuki (1993, 257 - 259) ada beberapa tugas yang harus dilakukan bagian sirkulasi adalah sebagai berikut:

1. Mengawasi pintu masuk dan keluar perpustakaan.

2. Pendaftaran anggota, perpanjangan keanggotaan, dan pengunduran diri anggota perpustakaan.

3. Meminjamkan serta mengembalikan buku dan memperpanjang waktu peminjaman.

4. Menarik denda bagi buku yang terlambat dikembalikan.

5. Mengeluarkan surat peringatan bagi buku yang belum dikembalikan pada waktunya.

6. Tugas yang berkaitan dengan peminjaman buku, khususnya buku hilang atau rusak.

7. Bertanggungjawab atas segala berkas peminjaman. 8. Membuat statistika peminjaman.

9. Peminjam antar perpustakaan.

10.Mengawasi urusan penitipan tas, jas, mantel, dan sebagainya milik pengunjung perpustakaan.

11.Tugas lainnya terutama yang berkaitan dengan peminjaman.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan pelayanan sirkulasi bertujuan untuk menciptakan pemanfaatan bahan pustaka secara optimal serta bertugas untuk melakukan pengawasan kepada pengguna baik dalam peminjaman

maupun pengembalian. Pengawasan dilakukan untuk mengontrol pemanfaatan bahan pustaka agar tidak terjadi pelanggaran.

2.5.2 Kegiatan Pelayanan Sirkulasi

Seluruh kegiatan pada pelayanan sirkulasi saling berkaitan, sehingga layanan sirkulasi disusun dan terkoordinasi sesuai dengan tugas pada setiap

(15)

28

keterangan bebas pinjam, dan statistik”. Kegiatan tersebut akan diuraikan pada

uraian berikut:

a. Keanggotaan

Salah satu tugas bagian sirkulasi adalah menerima pendaftaran anggota perpustakaan dan melayani perpanjangan keanggotaan. Keanggotaan merupakan tanda bukti bahwa pengguna perpustakaan sudah menjadi anggota perpustakaan.

Mengenai syarat dan jenis keanggotaan berbeda-beda tergantung kepada kebijakan perpustakaan. Syarat keanggotaan pada perpustakaan yang sudah

terotomasi tentu saja berbeda dengan perpustakaan yang masih tradisional. Menurut Sutarno (2003, 98), pendaftaran anggota berguna untuk:

1. Mengetahui jati diri peminjam, memperlihatkan tanggung jawab untuk mengamankan milik perpustakaan dan melindungi hak pembaca yang lain, yang memungkinkan ingin mempergunakan dengan baik.

2. Mengukur daya guna perpustakaan bagi mereka yang dilayaninya. 3. Mengukur kedudukan sosialnya dengan jalan mengetahui jumlah buku

yang dipinjam oleh para pembaca.

4. Mengetahui golongan peminjaman untuk mengetahui pula kebutuhan mereka, selera yang sesuai dapat dipergunakan sebagai data perbandingan dengan perpustakaan lain, kemudian meningkatkannya. Jenis keanggotaan menurut Rahayuningsih (2007, 96) meliputi:

“keanggotaan intern dan ekstern. Anggota intern yaitu anggota yang terdiri dari orang yang berkaitan langsung dengan lembaganya, sedangkan anggota ekstern yaitu anggota yang terdiri dari orang yang tidak berkaitan langsung dengan lembaganya”.

Tujuan dari kegiatan keanggotaan ini adalah “untuk mengetahui identitas anggota, alamat, dan golongan, sedangkan secara psikologis bertujuan agar

(16)

29

Dengan demikian calon pengguna perpustakaan dapat menggunakan hak

dan memenuhi kewajibannya sebagai anggota perpustakaan, sehingga kebutuhan akan informasi yang dibutuhkannya dapat dipenuhi.

b. Peminjaman

Kegiatan peminjaman adalah suatu proses pencatatan transaksi yang dilakukan oleh petugas perpustakaan dengan pengguna pada saat pengguna

meminjam koleksi. Kegiatan peminjaman ini menjadi salah satu kegiatan utama dalam pelayanan sirkulasi. Menurut Syihabuddin-Qalyubi (2007, 224) kegiatan

dalam proses peminjaman “perlu dilakukan pencatatan agar koleksi yang dipinjam mudah diidentifikasi, tempat koleksi mudah dikontrol, pengguna koleksi mudah diketahui dan batas waktu pengembalian mudah diprediksi”.

Dalam buku Perpustakaan Perguruan Tinggi: Buku Pedoman dinyatakan (2004, 74), Bahwa prosedur peminjaman bahan pustaka adalah sebagai berikut.

1. Pengguna menunjukan tanda pengenal sebagai anggota perpustakaan. 2. Petugas memeriksa tanda pengenal pengguna.

3. Pada perpustakaan yang menganut sistem tetutup, langkah ketiga berlangsung sebagai berikut:

a. pengguna menyerahkan formulir permintaan peminjaman yang telah diisi,

b. petugas mencari bahan sesuai dengan data yang tertulis dalam formulir.

4. Pada perpustakaan yang menganut sistem terbuka, langkah ketiga berlangsung sebagai berikut:

a. pengguna menyerahkan bahan perpustakaan yang telah dipilihnya, b. petugas mencatat nomor anggota dan tanggal kembali pada kartu

buku yang tersimpan pada katalog buku,

5. petugas mencatat nomor anggota dan tanggal bahan perpustakaan itu harus dikembalikan pada lembar tanggal kembali,

(17)

30

a. menurut tanggal kembali bahan perpustakaan, kemudian

b. setiap kumpulan kartu dengan tanggal kembali yang sama, disusun menurut urutan kode bahan perpustakaan.

10.Petugas menyusun kartu peminjaman dalam kotak kartu pinjaman menurut nama pengguna, kemudian menurut urutan nomor tanda pengenal.

c. Pengembalian

Buku yang dipinjam pengguna harus dikembalikan ke perpustakaan harus

tepat pada waktunya, agar pengguna yang lain dapat mempergunakan bahan pustaka tersebut. Menurut buku Perpustakaan Perguruan Tinggi: Buku Pedoman

dinyatakan bahwa (2004, 81), kegiatan yang dilakukan proses pengembalian bahan perpustakaan adalah sebagai berikut:

1. Memeriksa keutuhan buku dan tanggal kembali pada lembar tanggal kembali setelah pengguna menyerahkan bahan perpustakaan yang akan dikembalikan.

2. Mengambil kartu buku berdasarkan tanggal kembali.

3. Mengambil kartu pinjaman dari kotak kartu pinjaman berdasarkan nomor anggota yang tertera pada kartu buku.

4. Membubuhkan stempel tanda “kembali” pada kartu buku, lembar tanggal kembali, dan kartu pinjaman.

5. Mengembalikan kartu buku pada kantong buku.

6. Mengembalikan kartu pinjam kedalam kotak kartu buku.

7. Mengelompokkan buku menurut kode bukunya untuk dikembalikan ke rak.

8. Memilih buku:

a. yang rusak tetapi masih dapat diperbaiki diletakkan pada suatu tempat untuk dikirim ke unit perawatan,

(18)

31 d. Penagihan

Penagihan koleksi dilakukan apabila pengguna yang telat dan habis masa peminjaman yang telah ditentukan. Dalam buku Perpustakaan Perguruan Tinggi:

Buku Pedoman dinyatakan bahwa (2004 , 83), kegiatan penagihan berlangsung dalam proses sebagai berikut.

1. Petugas memeriksa keterlambatan pengembalian berdasarkan tanggal kembali bahan perpustakaan; pekerjaan ini harus dilakukan setiap hari.

2. Petugas membuat surat penagihan rangkap dua; lembar pertama dikirimkan kepada peminjam, sedangkan lembar kedua disimpan sebagai pertinggal.

3. Bila bahan pustaka dikembalikan setelah ditagih, petugas memprosesnya berdasarkan proses pengembalian.

Sedangkan dengan pendapat Sutarno (2003 , 104) bila sudah beberapa kali dikirim surat peneguran tidak juga berhasil buku diperoleh kembali, perpustakaan

masih dapat menjalankan tindakan sebagai berikut:

1. Buku diambil dari rumah peminjam dengan biaya pengembalian dibebankan kepada peminjam. Cara ini kebanyakan dikerjakan oleh perpustakaan umum.

2. Izin untuk meminjam ditarik dari anggota untuk waktu yang tertentu. 3. Khusus di perpustakaan perguruan tinggi sanksi dapat berupa tindakan

akademis, misalnya: tidak diberitahu nilai kuliah, tidak diserahkan ijazah si mahasiswa yang belum dikembalikan semua buku (bebas dari peminjaman).

Cara pengembalian ini hanya dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan Administrasi Pendidikan, sehingga memerlukan izin dari Dekan atau pun Rektor. Sehingga dengan cara ini koleksi perpustakaan dapat tersedia dan

(19)

32 e. Perpanjangan

Perpanjangan waktu peminjaman yang diberikan kepada pengguna tergantung kepada kebijakan masing-masing perpustakaan, ada perpustakaan yang

memberikan perpanjangan sebanyak dua kali, namun ada juga yang memberikan perpanjangan satu kali saja. Dalam buku Pedoman : Perpustakaan Perguruan Tinggi (2004 , 24), prosedur perpanjangan masa pinjam yaitu:

1. Petugas memeriksa formulir penempahan

2. Jika tidak ada menempah, petugas membubuhkan tanggal yang baru pada kartu pinjam dan kartu buku

3. Jika ada yang menempah, petugas tidak memberikan ijin perpanjangan.

Dari prosedur di atas dapat diketahui bahwa koleksi yang akan di

perpanjang oleh pengguna harus melalui tahap pengecekan daftar pemesanan koleksi. Apabila koleksi yang akan diperpanjang telah dipesan oleh pengguna lain

maka tidak izinkan untuk melakukan perpanjangan peminjaman koleksi. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada pengguna yang lain untuk memanfaatkan koleksi perpustaka

Dari beberapa pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa pelayanan sirkulasi adalah pelayanan perpustakaan yang berkaitan dengan peminjaman, pengembalian dan perpanjangan bahan pustaka kepada pengguna perpustakaan

(20)

33 2.6 Pengertian Persepsi

Persepsi mengandung pengertian yang sangat luas, di mana merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi manusia dalam merespon kehadiran

berbagai aspek dan gejala di sekitarnya baik menyangkut intern dan ekstern. Berbagai ahli telah memberikan definisi yang beragam tentang persepsi, walaupun pada prinsipnya mengandung makna yang sama yaitu penerimaan langsung

seseorang dalam mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Manusia mempunyai persepsi yang berbeda terhadap suatu kejadian. Menurut Mulyana

(2002, 167) adalah “Proses internal yang memungkinkan seseorang memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku”. Sedangkan menurut Suwarno (2009, 52), “Persepsi

adalah suatu proses membuat penilaian atau membangun kesan mengenai berbagai macam hal yang terdapat di lapangan penginderaan seseorang”.

Pendapat lain menurut kamus besar bahasa Indonesia (1997, 759) persepsi

yang berarti “tangapan atau penerimaan langsung dari suatu serapan melalui panca inderanya.” Menurut Widyatun (2004, 110) bahwa persepsi adalah

“tanggapan atau proses mental yang terjadi pada diri manusia yang akan menunjukan bagaimana kita akan melihat, mendengar, merasakan, memberi serta meraba (kerja indera) disekitar kita.” Sedangkan menurut Rakhmat (2007, 51)

menyatakan persepsi adalah “pengamatan tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan

(21)

34

Akibat dari persepsi yang dialami oleh individu dapat terjadi dengan

berbagai macam bentuk respon, yang bergantung pada perhatian individu yang bersangkutan. Bila berdasarkan perasaan, pemikiran dan pengalaman yang

dimiliki individu yang tidak sama, maka hasil persepsi mungkin akan berbeda antar individu satu dengan individu lain. Persepsi juga bertautan dengan cara pandang individu terhadap suatu objek tertentu dengan cara yang berbeda-beda

dengan menggunakan alat indera yang dimiliki, kemudian berusaha untuk menafsirkannya. Persepsi baik positif maupun negatif diibaratkan sebuah file yang tersimpan rapi di alam pikiran bawah sadar individu dan ketika ada kejadian tertentu yang akan membukanya sehingga mengakibatkan individu meresponnya. Persepsi itu sendiri merupakan hasil kerja otak dalam memahami atau menilai

suatu hal yang terjadi di sekitarnya.

Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas, maka dinyatakan bahwa persepsi adalah proses diterimanya rangsangan berupa objek maupun peristiwa

melalui panca indera yang selanjutnya disimpulkan, sehingga dapat mempengaruhi penilaian dan perilaku seseorang yang disampaikan melalui

tanggapan atau respon.

Proses terjadinya persepsi adalah suatu proses yang unik karena menggambarkan sesuatu yang terkadang berbeda dengan kenyataan. Proses

tersebut menghasilkan praduga atau anggapan sesaat. Proses terjadinya persepsi dapat dimulai dari objek atau peristiwa yang menimbulkan rangsangan hingga

(22)

35

interpretasi”. Sedangkan menurut Thoha (2003, 145) proses terbentuknya persepsi

didasari pada beberapa tahapan:

1. Stimulus atau rangsangan. Terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan pada suatu stimulus atau rangsangan yang hadir dari lingkungannya.

2. Registrasi. Dalam proses registrasi, suatu gejala yang nampak adalah mekanisme fisik yang berupa penginderaan dan syaraf seseorang berpengaruh melalui alat indera yang dimilikinya. Seseorang dapat mendengarkan atau melihat informasi yang terkirim kepadanya. Kemudian mendaftar semua informasi yang terkirim kepadanya tersebut.

3. Interprestasi. Interprestasi merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang sangat penting yaitu proses memberikan arti kepada stimulus yang diterimanya. Proses interprestasi bergantung pada cara pendalamannya, motivasi dan kepribadian seseorang.

Sedangkan menurut Widyatun (1999, 111),

“Proses terjadinya persepsi adalah karena objek yang merangsang untuk ditangkap oleh panca indera objek menjadi perhatian panca indera kemudian objek perhatian tadi dibawa ke otak hingga terjadi kesan atau respon, respon dibalikkan ke indera berupa tanggapan atau persepsi hasil kerja indera berupa pengalaman hasil pengolahan otak”.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat dinyatakan bahwa proses persepsi terjadi ketika individu mendapat atau memperoleh rangsangan kemudian

individu melakukan seleksi terhadap rangsangan yang diperoleh, dan objek yang menjadi perhatiannya kemudian dibawa ke otak untuk memprosesnya menjadi

Referensi

Dokumen terkait

Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan ibu umur 40-50 tahun tentang menopause di Dusun Kresen Bantul dengan keeratan hubungan yang kuat, ditunjukan

Penomoran pada bagian akhir karya ilmiah mulai dari Daftar Pustaka sampai dengan Riwayat Hidup menggunakan angka Arab yang diketik pada marjin bawah persis di tengah-tengah dengan

The presence of spinel, corundum, and cristobalite resulted in increased of density, hardness, bending strength and thermal expansion coefficient, while for porosity, the opposite

4 Menurut Sudarsono dalam kamus hukumnya mengatakan bahwa Judex Facti adalah hakim yang memeriksa tentang duduknya permasalahan perkara yang berhubungan langsung

asam semut dan tawas sebagai penggumpal karet di Desa Pinang Sebatang. Kecamatan Simpang Katis Kabupaten

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan dalam pembelajaran matematika yang berkaitan dengan kemampuan representasi matematis siswa

Tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk merancang bangun sistem informasi e- learning yang berfokus pada kegiatan belajar mengajar sehingga dapat mempermudah

Hasil ini menunjukan bahwa persepsi keadilan distribusi yang dirasakan oleh karyawan, superviser dan manajer dalam penyusunan dan pelaksanaan anggaran di industri