• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Pupuk Organik Terhadap Kesuburan Tanah Peran Bahan Organik Terhadap Kesuburan Fisik Tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Peranan Pupuk Organik Terhadap Kesuburan Tanah Peran Bahan Organik Terhadap Kesuburan Fisik Tanah"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Peranan Pupuk Organik Terhadap Kesuburan Tanah Peran Bahan Organik Terhadap Kesuburan Fisik Tanah

Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah,

yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu

menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik penting dalam pembentukan struktur

tanah. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap struktur tanah sangat berkaitan

dengan tekstur tanah yang diperlakukan.

Pada tanah liat yang berat, terjadi perubahan struktur gumpal kasar dan kuat

menjadi struktur yang lebih halus tidak kasar, dengan derajat struktur sedang hingga

kuat, sehingga lebih mudah untuk diolah. Komponen organik seperti asam humat dan

asam fulvat dalam hal ini berperan sebagai sementasi pertikel liat dengan membentuk

komplek liat-logam-humus (Stevenson, 1982).

Pada tanah berpasir bahan organik dapat diharapkan merubah struktur tanah

dari berbutir tunggal menjadi bentuk gumpal, sehingga meningkatkan derajat struktur

dan ukuran agregat atau meningkatkan kelas struktur dari halus menjadi sedang atau

kasar (Scholes et al., 1994). Bahkan bahan organik dapat mengubah tanah yang

semula tidak berstruktur (pejal) dapat membentuk struktur yang baik atau remah,

dengan derajat struktur yang sedang hingga kuat.

Pengaruh bahan organik terhadap sifat fisika tanah yang lain adalah terhadap

(2)

tanah yang tidak terisi bahan padat tanah yang terisi oleh udara dan air. Pori pori

tanah dapat dibedakan menjadi pori mikro, pori meso dan pori makro. Pori-pori

mikro sering dikenal sebagai pori kapiler, pori meso dikenal sebagai pori drainase

lambat, dan pori makro merupakan pori drainase cepat. Tanah pasir yang banyak

mengandung pori makro sulit menahan air, sedang tanah liat yang banyak

mengandung pori mikro drainasenya jelek. Pori dalam tanah menentukan kandungan

air dan udara dalam tanah serta menentukan perbandingan tata udara dan tata air yang

baik. Penambahan bahan organik pada tanah kasar (berpasir), akan meningkatkan

pori yang berukuran menengah dan menurunkan pori makro. Dengan demikian akan

meningkatkan kemampuan menahan air (Stevenson, 1982). Hasil penelitian

menunjukkan, penambahan bahan humat 1% pada Latosol mampu meningkatkan

35,75% pori air tersedia dari 6,07% menjadi 8,24% 8 volume (Herudjito, 1999).

Pada tanah liat, pemberian bahan organik akan meningkatkan pori meso dan

menurunkan pori mikro. Dengan demikian akan meningkatkan pori yang dapat terisi

udara dan menurunkan pori yang terisi air, artinya akan terjadi perbaikan aerasi untuk

tanah liat berat. Terbukti penambahan bahan organik (pupuk kandang) akan

meningkatkan pori total tanah dan akan menurunkan berat volume tanah (Wiskandar,

2002).

Aerasi tanah sering terkait dengan pernafasan mikroorganisme dalam tanah dan

akar tanaman, karena aerasi terkait dengan O2 dalam tanah. Dengan demikian aerasi

tanah akan mempengaruhi populasi mikrobia dalam tanah.

Pengaruh bahan organik terhadap peningkatan porositas tanah di samping

(3)

Penambahan bahan organik akan meningkatkan kemampuan menahan air sehingga

kemampuan menyediakan air tanah untuk pertumbuhan tanaman meningkat. Kadar

air yang optimal bagi tanaman dan kehidupan mikroorganisme adalah sekitar

kapasitas lapang. Penambahan bahan organik di tanah berpasir akan meningkatkan

kadar air pada kapasitas lapang, akibat dari meningkatnya pori yang berukuran

menengah (meso) dan menurunnya pori makro, sehingga daya menahan air

meningkat, dan berdampak pada peningkatan ketersediaan air untuk pertumbuhan

tanaman (Scholes et al., 1994).

Pada tanah berliat, dengan penambahan bahan organik akan meningkatkan

infiltrasi tanah akibat dari meningkatnya pori meso tanah dan menurunnya pori

mikro.

Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Kimia Tanah

Pengaruh bahan organik terhadap kesuburan kimia tanah antara lain terhadap

kapasitas pertukaran kation, kapasitas pertukaran anion, pH tanah, daya sangga tanah

dan terhadap keharaan tanah. Penambahan bahan organik akan meningkatkan muatan

negatif sehingga akan meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK).

Bahan organik memberikan konstribusi yang nyata terhadap KTK tanah.

Sekitar 20-70 % kapasitas tukar tanah pada umumnya bersumber pada koloid humus

(contoh: Molisol), sehingga terdapat korelasi antara bahan organik dengan KTK tanah

(Stevenson, 1982). Kapasitas tukar kation (KTK) menunjukkan kemampuan tanah

untuk menahan kation-kation dan mempertukarkan kation-kation tersebut termasuk

(4)

Humus dalam tanah sebagai hasil proses dekomposisi bahan organik

merupakan sumber muatan negatif tanah, sehingga humus dianggap mempunyai

susunan koloid seperti liat, namun humus tidak semantap koloid liat, dia bersifat

dinamik, mudah dihancurkan dan dibentuk. Dilaporkan bahwa penambahan jerami 10

ton/ha pada tanah Ultisol mampu meningkatkan 15,18% KTK tanah dari 17,44

menjadi 20,08 cmol (+) /kg (Cahyani, 1996).

Muatan koloid humus bersifat berubah-ubah tergantung dari nilai pH larutan

tanah. Dalam suasana sangat masam (pH rendah), hidrogen akan terikat kuat pada

gugus aktifnya yang menyebabkan gugus aktif berubah menjadi bermuatan positip

(-COOH dan -OH), sehingga koloid yang bermuatan negatif menjadi rendah, akibatnya

KTK turun. Sebaliknya dalam suasana alkali (pH tinggi) larutan tanah banyak OH-,

akibatnya terjadi pelepasan H+ dari gugus organik dan terjadi peningkatan muatan

negatif (-COO-, dan -O-), sehingga KTK meningkat (Hardjowigeno, 2007).

Dilaporkan bahwa penggunaan bahan organik (kompos) memberikan pengaruh yang

lebih baik terhadap karakteristik muatan tanah masam (Ultisol) dibanding dengan

pengapuran (Sufardi et al., 1999). Fraksi organik dalam tanah berpotensi dapat

berperan untuk menurunkan kandungan pestisida secara non biologis, yaitu dengan

cara mengadsorbsi pestisida dalam tanah.

Mekanisme ikatan pestisida dengan bahan organik tanah dapat melalui:

pertukaran ion, protonisasi, ikatan hidrogen, gaya vander Waal’s dan ikatan

koordinasi dengan ion logam (pertukaran ligan). Tiga faktor yang menentukan

adsorbsi pestisida dengan bahan organik :

(5)

2. Sifat pestisidanya

3. Sifat tanahnya

Pengaruh penambahan bahan organik terhadap pH tanah dapat meningkatkan

atau menurunkan tergantung oleh tingkat kematangan bahan organik yang kita

tambahkan dan jenis tanahnya. Penambahan bahan organik yang belum masak (misal

pupuk hijau) atau bahan organik yang masih mengalami proses dekomposisi,

biasanya akan menyebabkan penurunan pH tanah, karena selama proses dekomposisi

akan melepaskan asam-asam organik yang menyebabkan menurunnya pH tanah.

Namun apabila diberikan pada tanah yang masam dengan kandungan Al tertukar

tinggi, akan menyebabkan peningkatan pH tanah, karena asam-asam organik hasil

dekomposisi akan mengikat Al membentuk senyawa komplek (khelat), sehingga Al

tidak terhidrolisis lagi. Dilaporkan bahwa penambahan bahan organik pada tanah

masam, antara lain Inseptisol, Ultisol dan Andisol mampu meningkatkan pH tanah

dan mampu menurunkan Al tertukar tanah (Suntoro, 2001; Cahyani., 1996; dan Dewi,

1996). Peningkatan pH tanah juga akan terjadi apabila bahan organik yang kita

tambahkan telah terdekomposisi lanjut (matang), karena bahan organik yang telah

termineralisasi akan melepaskan mineralnya, berupa kation-kation basa.

Peran bahan organik terhadap ketersediaan hara dalam tanah tidak terlepas

dengan proses mineralisasi yang merupakan tahap akhir dari proses perombakan

bahan organik. Dalam proses mineralisasi akan dilepas mineral-mineral hara tanaman

dengan lengkap (N, P, K, Ca, Mg dan S, serta hara mikro) dalam jumlah tidak tentu

dan relatif kecil. Hara N, P dan S merupakan hara yang relatif lebih banyak untuk

(6)

Bahan organik sumber nitrogen (protein) pertama-tama akan mengalami

peruraian menjadi asam-asam amino yang dikenal dengan proses aminisasi, yang

selanjutnya oleh sejumlah besar mikrobia heterotrofik mengurai menjadi amonium

yang dikenal sebagai proses amonifikasi. Amonifikasi ini dapat berlangsung hampir pada setiap keadaan, sehingga amonium dapat merupakan bentuk nitrogen anorganik

(mineral) yang utama dalam tanah (Tisdale dan Nelson, 1974).

Nasib dari amonium ini antara lain dapat secara langsung diserap dan

digunakan tanaman untuk pertumbuhannya, atau oleh mikroorganisme untuk segera

dioksidasi menjadi nitrat yang disebut dengan proses nitrifikasi. Nitrifikasi adalah proses bertahap yaitu proses nitrifikasi yang dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas dengan menghasilkan nitrit, yang segera diikuti oleh proses oksidasi berikutnya

menjadi nitrat yang dilakukan oleh bakteri Nitrobacter yang disebut dengan nitratasi.

Pengaruh bahan organik terhadap ketersediaan P dapat secara langsung melalui

proses mineralisasi atau secara tidak langsung dengan membantu pelepasan P yang

terfiksasi. Stevenson (1982) menjelaskan ketersediaan P di dalam tanah dapat

ditingkatkan dengan penambahan bahan organik melalui 5 aksi yaitu: 1. Melalui

proses mineralisasi bahan organik terjadi pelepasan P mineral (PO43-),

2. Melalui aksi dari asam organik atau senyawa pengkhelat yang lain hasil

dekomposisi, terjadi pelepasan fosfat yang berikatan dengan Al dan Fe yang tidak

larut menjadi bentuk terlarut, Al(Fe)(H2O)3(OH)2H2PO4 + Khelat ===> PO42- (larut) +

Kompleks Al-Fe- Khelat (Stevenson, 1982). Bahan organik akan mengurangi serapan

(7)

memblokir situs pertukaran. Penambahan bahan organik mampu mengaktifkan proses

penguraian bahan organik asli tanah, kemudian membentuk kompleks fosfo-humat

dan fosfo-fulvat yang dapat ditukar dan lebih tersedia bagi tanaman, sebab fosfat

yang dijerap pada bahan organik secara lemah.

Untuk tanah-tanah berkapur (agak alkalin) yang banyak mengandung Ca dan

Mg fosfat tinggi, karena dengan terbentuk asam karbonat akibat dari pelepasan CO2

dalam proses dekomposisi bahan organik, mengakibatkan kelarutan P menjadi lebih

meningkat, dengan reaksi sebagai berikut :

CO2 + H2O ====== > H2CO3

H2CO3 + Ca3(PO4)2 ====== > CaCO3 + H2PO4

Asam-asam organik hasil proses dekomposisi bahan organik juga dapat

berperan sebagai bahan pelarut batuan fosfat, sehingga fosfat terlepas dan tersedia

bagi tanaman. Hasil proses penguraian dan mineralisasi bahan organik, di samping

akan melepaskan fosfor anorganik (PO43-) juga akan melepaskan senyawa-senyawa

P-organik seperti fitine dan asam nucleic, dan diduga senyawa P-organik ini, tanaman

dapat memanfaatkannya. Proses mineralisasi bahan organik akan berlangsung jika

kandungan P bahan organik tinggi, yang sering dinyatakan dalam nisbah C/P. Jika

kandungan P bahan tinggi, atau nisbah C/P rendah kurang dari 200, akan terjadi

mineralisasi atau pelepasan P ke dalam tanah, namun jika nisbah C/P tinggi lebih dari

300 justru akan terjadi imobilisasi P atau kehilangan P (Stevenson, 1982).

Bahan organik di samping berperan terhadap ketersediaan N dan P, juga

berperan terhadap ketersediaan S dalam tanah. Di daerah humida, S-protein,

(8)

akan menghasilkan sulfida yang berasal dari senyawa protein tanaman. Di dalam

tanaman, senyawa sestein dan metionin merupakan asam amino penting yang mengandung sulfur penyusun protein (Mengel dan Kirkby, 1987). Protein tanaman

mudah sekali dirombak oleh jasad mikro.

Belerang (S) hasil mineralisasi bahan organik, bersama dengan N, sebagian S

diubah menjadi mantap selama pembentukan humus. Di dalam bentuk mantap ini, S

akan dapat terlindung dari pembebasan cepat (Brady, 1990). Seperti halnya pada N

dan P, proses mineralisasi atau imobilisasi S ditentukan oleh nisbah C/S bahan

organiknya. Jika nisbah C/S bahan tanaman rendah yaitu kurang dari 200, maka akan

terjadi mineralisasi atau pelepasan S ke dalam tanah, sedang jika nisbah C/S bahan

tinggi yaitu lebih dari 400, maka justru akan terjadi imobilisasi atau kehilangan S

(Stevenson, 1982).

Peranan Bahan Organik Terhadap Biologi Tanah

Bahan organik merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna tanah.

Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi

mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas

dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Beberapa mikroorganisme yang beperan

dalam dekomposisi bahan organik adalah fungi, bakteri dan aktinomisetes. Mikro

flora dan fauna tanah ini saling berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan

organik, kerena bahan organik menyediakan energi untuk tumbuh dan bahan organik

(9)

Pengaruh positip yang lain dari penambahan bahan organik adalah

pengaruhnya pada pertumbuhan tanaman. Terdapat senyawa yang mempunyai

pengaruh terhadap aktivitas biologis yang ditemukan di dalam tanah adalah senyawa

perangsang tumbuh (auxin), dan vitamin (Stevenson, 1982). Senyawa-senyawa ini di

dalam tanah berasal dari eksudat tanaman, pupuk kandang, kompos, sisa tanaman dan

juga berasal dari hasil aktivitas mikrobia dalam tanah. Di samping itu, diindikasikan

asam organik dengan berat molekul rendah, terutama bikarbonat (seperti suksinat,

ciannamat, fumarat) hasil dekomposisi bahan organik, dalam konsentrasi rendah

dapat mempunyai sifat seperti senyawa perangsang tumbuh, sehingga berpengaruh

positip terhadap pertumbuhan tanaman.

Tinjauan Umum Tanaman Melon

Melon (Cucumis melo L.) tergolong ordo Cucurbitales suku Cucurbitaceae genus Cucumis (Tjitrosoepomo, 2004). Rubatzky dan Yamaguchi (1999) menyatakan

bahwa tanaman melon merupakan tanaman semusim (annual), herbacious, batang

berbentuk segi lima tumpul dengan panjang 1,5 m–3 m, berbulu, bersulur tunggal,

sebagian besar kultivar merambat dan lunak. Daun melon berbentuk bulat bersudut

dengan diameter 8 cm–15 cm, memiliki 5–7 lekukan yang dangkal dan permukaan

daunnya berbulu.

Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999), melon termasuk dalam buah pepo,

yaitu pada biji terdapat lapisan tipis yang menyelimutinya (lendir). Lendir tersebut

terasa manis, kenyal dan tidak banyak mengandung air. Buah melon menghasilkan

biji dalam jumlah yang banyak (300-500 biji), berwarna putih atau kusam, berbentuk

(10)

buah dengan bobot 1 gam per biji. Bentuk buah bervariasi antara bulat, bulat lonjong

atau silindris. Bobot buah rata – rata 0,4 – 2,0 kg/buah.

Syarat Tumbuh Melon

Tanaman melon dapat tumbuh pada daerah tropik dan subtropik. Ketinggian

tempat yang optimal untuk budidaya melon adalah 200-900 meter di atas permukaan

laut. Namun, tanaman melon masih dapat berproduksi dengan baik pada ketinggian

lebih dari 900 meter di atas permukaan laut, tetapi tidak berproduksi optimal.

Tanah yang ideal untuk pertumbuhan melon, jenis tanah Andosol/berpasir

yang memiliki porositas dan aerasi yang baik dengan pH 6 – 7 pada tanah yang

masam akan menyebabkan terjadinya Acid Yellowing yang memiliki gejala seperti

tanaman kerdil, pertumbuahan terhambat dengan daun berwarna kuning, sehingga

diperlukan pengapuran sebelum ditanami melon. Tanah gambut, tanah liat berat atau

tanah cadas tidak disarankan untuk ditanami melon.

Jumlah Buah dan Pangkas Pucuk

Poerwanto (2004) menyatakan, bahwa penjarangan buah sering dilakukan

oleh petani untuk mengoptimalkan kualitas buah. Pada perlakuan penjarangan buah,

nisbah daun terhadap jumlah buah meningkat yang mengakibatkan pertumbuhan buah

lebih optimal dan menurunnya kompetisi dalam memperebutkan asimilat. Hal

tersebut akan meningkatkan ukuran buah, kandungan padatan terlarut dan bobot

kering buah. Menurut Saladin (2002), pada tanaman tomat Galur Harapan IPB yang

dibudidayakan di lapang, dengan penjarangan buah dapat mengurangi persentase

(11)

mendapatkan fotosintat makin kecil dengan jumlah buah yang terbatas sehingga dapat

memperkecil tingkat gugur buah.

Pemangkasan merupakan suatu teknik untuk mengatur bentuk tanaman agar

dapat menumbuhkan tunas baru dan memungkinkan melakukan panen pada tingkat

produksi tertentu. Secara fungsional pemangkasan akan mengurangi kapasitas

produksi karbohidrat sehingga menyebabkan pertumbuhan akar terganggu dan

mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pemangkasan pada tomat memiliki

keuntungan yaitu buah lebih cepat matang, meningkatkan panen awal dan total panen,

mengurangi hama dan penyakit, buah lebih besar dan mempermudah pemanenan

serta penyemprotan pestisida.

Menurut Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura (2004), pemangkasan

tanaman melon adalah memangkas dan membuang cabang–cabang yang tidak

produktif dengan bertujuan untuk menjamin pertumbuhan tanaman sehingga proses

produksi berlangsung maksimal dan mengurangi kelembaban dalam tajuk tanaman.

Hal tersebut akan mengurangi resiko terjadinya serangan hama dan penyakit, serta

merangsang tumbuhnya tunas – tunas produktif. Pangkas

pucuk (toping) pada tanaman melon dilakukan dengan memangkas batang utama

setelah buah dipilih dengan menyisakan minimum 25 helai daun per satu buah per

tanaman.

Kandungan Unsur Hara Pupuk Kandang

Pupuk kandang adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak, baik

berupa padatan (feces) yang bercampur sisa makanan, ataupun air kencing

(12)

cair yang berupa urin ternak. Pengumpulan kotoran padat memang jauh lebih praktis

dibanding urin ternak. Padahal dari segi kadar haranya, urine jauh lebih tinggi

dibanding feces (Tohari, 2009).

Kadar hara kotoran ternak berbeda-beda karena masing-masing ternak

mempunyai sifat khas tersendiri. Makanan masing-masing ternak berbeda-beda.

Padahal makanan inilah yang menentukan kadar hara. Jika makanan yang diberikan

banyak mengandung hara N, P dan K maka kotoran yang dihasilkan juga akan kaya

dengan zat tersebut.

Selain jenis makanan usia ternak juga menentukan kadar hara dalam

kotorannya. Ternak muda akan menghasilkan feses dan urine yang kadar harannya

rendah terutama N, karena ternak muda memerlukan sangat banyak zat hara N dan

beberapa macam mineral dalam pembentukan jaringan tubuhnya. Selain mengandung

N, P dan K, pupuk kandang juga mempunyai kandungan unsur hara mikro yang

sangat lengkap walaupun dalam jumlah yang sangat sedikit. Makanan yang dimakan

ternak dan umur ternak sangat berpengaruh terhadap kandungan hara yang ada pada

kotoran. Selain itu, pupuk kandang juga dapat memperbanyak beragamnya bakteri

positif tanah yang ada pada lahan kita, dimana bakteri tersebut sebagian adalah

bakteri penambat N, sehingga secara tidak langsung bakteri-bakteri tersebut akan

menyediakan unsur hara bagi tanaman itu sendiri. Kandungan unsur hara pupuk

kandang dapat dilihat pada Lampiran 1.

(13)

Rata-rata produktivitas padi nasional adalah 48.95 ton/ha, sehingga jumlah

jerami yang dihasilkan kurang lebih 68.53 ton/ha. Produksi padi nasional tahun 2008

sebesar 57.157 juta ton (Direktorat Jenderal Hortikultura. 2009) dengan demikian

produksi jerami nasional diperkirakan mencapai 80.02 juta ton. Potensi jerami yang

sangat besar ini sebagian besar masih disia-siakan oleh petani. Sebagian besar jerami

hanya dibakar menjadi abu, sebagian kecil dimanfaatkan untuk pakan ternak dan

media jamur merang.

Pemanfaatan jerami dalam kaitannya untuk menyediakan hara dan bahan

organik tanah adalah merombaknya menjadi kompos. Rendemen kompos yang dibuat

dari jerami kurang lebih 60% dari bobot awal jerami, sehingga kompos jerami yang

bisa dihasilkan dalam satu ha lahan sawah adalah sebesar 4.11 ton/ha. Andaikan

semua jerami dibuat kompos akan dihasilkan kompos sebanyak 48.01 juta ton secara

nasional.

Kompos jerami memiliki potensi hara dan nilai ekonomi yang sangat besar.

Pupuk kompos jerami memiliki kandungan hara 41.3 kg N, 5.8 kg P, dan 89.17 kg K.

Pemanfaatan kompos jerami ini oleh petani dapat menghemat pengeluaran negara

untuk subsidi pupuk dan mengurangi konsumsi pupuk kimia nasional. Namun,

potensi ini sepertinya kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah, khususnya

Departemen Pertanian.

Proses Produksi

Umur tanaman melon saat muncul bunga jantan dan bunga betina dengan

(14)

berjaring yaitu muskmelon (Cucumis melo var reticulate ) menghasilkan bunga

jantan umur 22-26 hari dan bunga betina 29–34 hari setelah semai (Wajiastuti, 2002).

Dengan berhasilnya penyerbukan maka dimulailah pembentukan buah yang

ditandai oleh pembentukan bakal buah dan dimulai pula perkembangan buah.

Bersamaan ini sering kali terjadi kelayuan dan pengguguran mahkota bunga dan

kadang–kadang benang sari. Perubahan–perubahan ini yang mencirikan perubahan

dari bunga ke buah muda disebut pembentukan buah atau fruit-set (Heddy, et al.,

1994).

Buah melon mengandung banyak bahan nutrisi, maka perlu mobilisasi atau

transport nutrisi dari bagian tanaman yang lain, mobilisasi dari daun–daun untuk

pertumbuhan buah yang bersangkutan (Heddy, et al., 1994).

Varietas Sky Rocket termasuk buah melon berukuran sedang dengan berat

1.0–2.5 kg, dinegara asalnya, Taiwan, mempunyai berat rata-rata 1.5 kg (Lampiran

2). Namun Varietas ini yang ditanam di Indonesia dapat mencapai berat buah

rata-rata 2,0-3,0 kg apabila dipelihara satu buah/tanaman (Prajnanta, 2004).

Menurut Santoso dan Purwoko (1995), kualitas komoditi hortikultura segar

seperti buah dan sayuran dilihat dari penampakan, tekstur, rasa dan aroma, nilai

nutrisi serta keamanan. Faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas tersebut adalah

faktor genetik, lingkungan prapanen, perlakuan pasca panen dan interaksi antar

berbagai faktor di atas. Harjadi (1989), menambahkan bahwa kualitas buah melon

dipengaruhi oleh karakter eksternal buah. Kualitas tersebut meliputi rasa manis

(15)

buah. Penampakan buah yang dimaksud adalah bobot per buah, bentuk buah (bulat/

agak lonjong) dan jaring pada kulit buah bagi varietas yang menghasilkan jaring.

Sismiyati (2003), panen melon dilakukan saat buah melon menunjukkan

tanda-tanda kematangan (aroma harum, warna kulit berubah, tangkai buah retak dan

net mulai tampak jelas pada melon tipe netting). Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999), tingginya kadar padatan terlarut total pada buah melon akan menyebabkan

meningkatnya kualitas buah dan karakter tersebut telah digunakan sebagai indikator

tingkat kemanisan, rasa dan kematangan. Aroma melon yang khas berasal dari

berbagai senyawa atsiri, khususnya alkohol, asam dan ester yang terbentuk selama

Referensi

Dokumen terkait

d. Samovar dan Porter juga mengatakan bahwa “komunikasi antarbudaya terjadi diantara produser pesan dan penerima pesan yang latar belakang kebudayaannya

Usahatani tomat di Desa Cibeureum Kecamatan Sukamantri mengandung risiko dengan nilai koefisien variasi sebesar 0,12 yang artinya setiap Rp 1,- dari keuntungan

Asumsi selanjutnya yang digunakan dalam model ohlson adalah adanya hubungan surplus bersih (Clean surplus relation) dimana hubungan ini menyatakan bahwa

Seluruh dokumen di IlmuKomputer.Com dapat digunakan, dimodifikasi dan disebarkan secara bebas untuk tujuan bukan komersial (nonprofit), dengan syarat tidak menghapus atau

Pemandangan alam di sekitar kawah yang cukup indah dengan air danau berwarna putih kehijauan dan batu kapur putih yang mengitari danau tersebut.. Di sebelah

Senada dengan penelitian Fajriati (2011), hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan motivasi kerja karyawan pria dan wanita dan terdapat

Dengan memberikan dukungan, dorongan, membantu pekerjaan ibu, mengurangi beban mentalnya, menghindari membahas masalah emosi, dan segera memberikan penanganan yang tepat

Untuk lebih memfokuskan penelitian ini pada hal-hal yang terkait dengan pengaruh kepemimpinan kepala desa terhadap kesadaran masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan