• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN - PENGARUH PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "I. PENDAHULUAN - PENGARUH PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG

PAJAK PENGHASILAN (Y.Sunyoto)

ABSTRACK

Reformasi perpajakan di Indonesia sudah dilakukan mulai tahun 1983,1994,2000 dan 2008.Penerapan Undang-undang pajak tahun 2008, diperkirakan tahun pertama akan menimbulkan potensial loss penerimaan pajak, khususnya penurunan tarif orang pribadi dan kenaikan PTKP.

Wajib pajak badan, akan dikenakan tarif pajak pasal 17 1b dan 31E yaitu (28% x 50%)=14% jika wajib pajak mempunyai peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000. Wajib pajak yang mempunyai peredaran usaha dibawah Rp4.800.000.000 pengenaan pajaknya akan berbeda antara 4% -1,5%. Namun bagi wajib pajak mempunyai peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,- akan dikenakan dua tarif, yaitu (28%x50%) = 14% dan 28%. Untuk wajib pajak yang perusahaan go publik yang sahamnya diperdagangkan di BEI lebih dari 40% tarif (28%-5%) = 23% untuk perusahaan go publik yang sahamnya diperdagangkan di BEI lebih dari 40% dikenakan tarif (28%-5%) = 23%, sehingga diperoleh keringanan pajak sebesar 5%-7%.

I. PENDAHULUAN

Reformasi perpajakan tidak berhenti begitu saja tetapi terus dilakukan perubahan dan penyempurnaan sesuai dengan tuntutan perubahan system perekonomian. Hal ini terlihat sejak dikeluarkannya undang-undang pajak tahun 1983 sudah empat kali dilakukan perubahan terhadap Undang-undang Ketentuan Umum dan tata Cara Perpajakan yaitu 1983, 1994,2000 dan 2008.

Peraturan perundang-undangan pajak bukanlah sesuatu yang statis tetapi selalu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan yang ada. Mengingat keadaan dunia usaha, masyarakat khususnya wajib pajak diharapkan memahami isi undang-undang terbaru yang telah dikompilasikan dengan Undang-undang yang telah diundangkan sebelumnya.

(2)

Dengan melihat pentingnya tarif pajak diatas, maka kami mengambil judul dalam tulisan ini adalah aplikasi Pasal 17 dan 31E tarif pajak Pajak Penghasilan,Undang-Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2008.

II.PEMBAHASAN

Menurut Ditjen Pajak Darmin Nasuti on ( Bisnis Indonesia Arah Bisnis dan Politik 2009) dengan diberlakukannya Undang-undang pajak tahun 2008, diperkirakan tahun pertama (2009) menimbulkan potential loss penerimaan pajak sebesar Rp 40,8 trilun yang terdiri atas a.l. penurunan tarif badan, perubahan & penurunan tarif Orang Pribadi, kenaikan Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan sebagainya.

Bahasan dibawah ini akan membandingkan Tarif Pajak Undang-undang tahun 2000 dengan Tarif Pajak Undang-undang No.36 tahun 2008.

1. Tarif Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi

Tarif Pajak Orang Pribadai Undang-undang Pajak tahun 2000

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 25.000.000,00 5%

Diatas Rp 25.000.000 s.d Rp 50.000.000,0 10%

Di atas Rp 50.000.000,00 s.d Rp Rp 100.000.000,00 15% Di atas Rp 100.000.000,00 s.d Rp Rp 200.000.000,00 25%

Di atas Rp 200..000.000,00 35%

Tarif Pajak Orang pribadai Undang-undang Pajak tahun 2008

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000,00 5%

Diatas Rp 50.000.000 s.d Rp 250.000.000,0 15% Di atas Rp 250.000.000,00 s.d Rp Rp 500.000.000,00 25%

(3)

Dengan dihilangkannya tarif 10% dan lapisan kena pajak menjadi lebih tinggi, maka bagi wajib pajak orang pribadi yang pengsailannya dibawah Rp 50.000.000,00 akan memperoleh keringanan pajak.

Bagi orang pribadi yang penghasilannya Rp 250.000.000,00 akan memperoleh keringanan pajak terutang, walaupun tidak ada tarif pajak 10%.

Bagi orang pribadi yang penghasilannya Rp 500.000.000,00 akan memperoleh keingan pajak, karena tarif tarif pajak Pajak Penghasilan. pajak maksimal hanya 30%.

Untuk membuktikan pengaruh tariff pajak tahun 200 dengan tahun 2008, akan terlihat dalam contoh berikut ini:

Contoh 1.

Tuan Budi mempunyai usaha dengan laba kena pajak Rp 50.000.000,00 Pajak terutang:

Undang-undang tahun 2000

Rp 25.000.000,00 x 5% = Rp 1.250.000,00 Rp 25.000.000,00 x 10% = Rp 2.500.000,00

Total Pajak terutang = Rp 3.750.000,00

Undang-undang tahun 2008

Rp 50.000.000,00 x 5% = Rp 2.500.000,00

Total Pajak terutang = Rp 2.500.000,00

Selisih lebih UU Pajak 2000 Rp 1.250.000,00

Contoh 2.

Tuan Budi mempunyai usaha dengan laba kena pajak Rp250.000.000,00 Pajak terutang:

Undang-undang tahun 2000

(4)

Total Pajak terutang = Rp 53.750.000,00 Undang-undang tahun 2008

Rp 50.000.000,00 x 5% = Rp 2.500.000,00 Rp 200.000.000 x 15% = Rp 30.000.000,00

Total Pajak terutang = Rp 32.500.000,00

Selisih lebih UU Pajak 2000 Rp 21.250.000,00

Contoh 3.

Tuan Budi mempunyai usaha dengan laba kena pajak Rp500.000.000,00 Pajak terutang:

Undang-undang tahun 2000

Rp 25.000.000,00 x 5% = Rp 1.250.000,00 Rp 25.000.000,00 x 10% = Rp 2.500.000,00 Rp 50.000.000,00 x 15% = Rp 7.500.000,00 Rp 100.000.000,00 x 25% = Rp 25.000.000,00 Rp 300.000.000,00 x 35% = Rp 105.000.000,00

Total Pajak terutang = Rp 141.250.000,00

Undang-undang tahun 2008

Rp 50.000.000,00 x 5% = Rp 2.500.000,00 Rp 200.000.000 x 15% = Rp 30.000.000,00 Rp 250.000.000 x 25% = Rp 62.500.000,00

Total Pajak terutang = Rp 95.000.000,00

Selisih lebih UU Pajak 2000 Rp 46.250.000,00

(5)

2. Tarif Pajak Wajib Pajak Badan

Dalam penerapan tarif pajak badan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2008 akan diterapkan tarif pasal 17 dan pasal 31E

a. Wajib Pajak Badan yang mempunyai peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000, jika mempeoleh laba kena pajak sebesar Rp 100.000.000

Maka penerapan pengenaan pajak terutang akan digunakan pasal 17b dan 31E, dengan perbandingan Undang-Undang Pajak taun 2000 an 2008 sebagai berikut:

Tarif Pajak Badan Undang-undang Pajak tahun 2000

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000,00 10%

Diatas Rp 50.000.000 s.d Rp 100.000.000,0 15%

Di atas Rp 100..000.000,00 30%

Tarif Pajak Badan Undang-undang Pajak tahun 2008 ( Pasal 17b)

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Penghasilan Kena Pajak 28%

Tarif tersebut diatas menjadi 25% mulai berlaku tahun 2010.

Pasal 31E Undang-Undang Pajak tahun 2008

Diberikan fasilitas pengurangan pajak sebesar 50% dari tariff pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a), bagi:

a. Wajb pajak Badan dalam negeri dengan peredaran usaha bruto sampai dengan Rp50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah)

(6)

Contoh 1:

PT.ABC mempunyai jumlah peredaran bruto Rp 4.800.000.000 Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 100.000.000 Pajak terhutang dengan Undang-undang pajak tahun 2000

Rp 50.000.000,00 x 10% = Rp 5.000.000,00 Rp 50.000.000,00 x 15% = Rp 7.500.000,00

Total Pajak terutang =Rp 12.500.000,00

Undang-undang pajak tahun 2008 Pasal 17(1b) dan 31E sbb:

PPh terhutang (50%x28%xRp 100.000.000,00 = Rp 14.000.000,00

Selisih Pajak terutang (+) = Rp 1.500.000,00

Tarif rata-rata UU Pajak 2000 = 12,5 %, UU Pajak 2008 = 14%, sehingga selisih lebih besar tarif UU Pajak 2008 1,5% atau Rp 1.500.000,00

Contoh 2.

PT.ABC mempunyai peredaran usaha broto Rp 40.000.000.000 Penghasilan kena pajak sebesar Rp 400.000.000 Pajak terhutang:

Undang-undang pajak tahun 2000

Rp 50.000.000,00 x 10% = Rp 5.000.000,00 Rp 50.000.000,00 x 15% = Rp 7.500.000,00 Rp 300.000.000 x 30% = Rp 90.000.000,00

Total Pajak Terhutang Rp 102.500.000,00

Undang-undang pajak tahun 2008 Pasal 17(1b) dan 31E: a) Bagian yang mendapat fasilitas pengurangan

(Rp 4.800.000.000 : Rp 40.000.000.000) x Rp 400.000.000 = Rp 48.000.000

b) Bagian yang tidak mendapatkan fasilitas pengurangan Rp 400.000.000–Rp 48.000.000 = Rp 352.000.000 Pajak Penghasilan terutang adalah sbb:

(7)

-28% x Rp 352.000.000 Rp 98.560.000

Rp 105.280.000

Selisih Pajak terutang (+) =Rp 2.780.000

Tarif rata-rata UU Pajak 2000 = 25,63 %, UU Pajak 2008 = 26,32%, sehingga selisih lebih besar 0,69% atau Rp 2.780.000,00

Contoh 3.

PT.ABC mempunyai peredaran usaha broto Rp 60.000.000.000 Penghasilan kena pajak sebesar Rp 1.000..000.000 Pajak terutang:

Undang-undang tahun 2000

Rp 50.000.000,00 x 10% = Rp 5.000.000,00 Rp 50.000.000,00 x 15% = Rp 7.500.000,00 Rp 900.000.000,00 x 30% = Rp 270.000.000,00

Pajak terutang =Rp 282.500.000

Undang-undang tahun 2008

28% x Rp 1.000.000.000,00 =Rp 280.00.000

Selisih pajak terutang (-) =Rp 2.500.000

Tarif rata-rata UU Pajak 2000 = 28,25%, UU Pajak 2008 = 28%, sehingga selisih lebih ringan 0,25%.atau Rp 2.500.000,00

Contoh 4.

PT.ABC mempunyai peredaran usaha broto Rp 80.000.000.000 Penghasilan kena pajak sebesar Rp 1.500..000.000

PT.ABC berbentuk perseroan terbuka yang sahamnya 45% dari keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

Pajak terutang:

Undang-undang tahun 2000

(8)

Rp 1.400.000.000,00 x 30% = Rp 420.000.000,00

Pajak terutang Rp 432.500.000

Undang-undang tahun 2008

(28%-5%) x Rp 1.500.000.000,00 =Rp 345.000.000

Selisih pajak terutang (-) =Rp 87.500.000

Tarif rata-rata UU Pajak 2000 = 28,83%, UU Pajak 2008 = 23%, sehingga selisih lebih ringan 5,83%.Tarif pajak untuk perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek Indonesia lebih dari 40%, tarif pajak sesuai dengan UU Pajak tahun 2008 yaitu 23% ( 28% - 5%).

Contoh 5.

PT.ABC mempunyai peredaran usaha broto Rp 80.000.000.000 Penghasilan kena pajak sebesar Rp 1.500..000.000

PT.ABC berbentuk perseroan terbuka yang sahamnya 35% dari keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

Pajak terutang:

Undang-undang tahun 2000

Rp 50.000.000,00 x 10% = Rp 5.000.000,00 Rp 50.000.000,00 x 15% = Rp 7.500.000,00 Rp 1.400.000.000,00 x 30% = Rp 420.000.000,00

Pajak terutang Rp 432.500.000

Undang-undang tahun 2008

28% x Rp 1.500.000.000,00 =Rp 420.000.000

Selisih pajak terutang (-) =Rp 12.500.000

Tarif rata-rata UU Pajak 2000 = 28,83%, UU Pajak 2008 = 28%, sehingga selisih lebih ringan 0,83%. JikaTarif pajak untuk perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek Indonesia kurang dari 40%, tarif pajak sesuai dengan UU Pajak tahun 2008 yaitu 28% .

Berdasarkan contoh diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bagi wajib pajak yang laba kena pajak.

(9)

rata-rata hanya 12,5%, disbanding tarif pajak tahun 2008 = (50%x28%) = 14% sehingga pajak terutang Rp 14.000.000 atau terdapat kenaikan = 1,5%.

Karena perdaran usaha sampai dengan Rp 4.800.000.000, maka tarif pajak sesuai UU Pajak tahun 2008 pengenaan tarifnya adalah 50%x28% = 14%.

b. Peredaran usaha Rp 40.000.000.000 dan Penghasilan kena pajak Rp400.000.000,00 maka pengenaan pajak UU Pajak 2008 lebih besar Rp102.500.000,00 atau taarif rata-rata hanya 25,63%, dibanding tarif pajak tahun 2008 pajak terutang Rp 105.280.000 atau rata-rata 26,32% sehingga ada kenaikan = 0,69 %.

Karena peredaran usaha sampai dengan Rp 50.000.000.000, maka perusahaan memperoleh pengurangan tarif 50%x28% untuk peredaran sampai dengan Rp4.800.000.000

c. Peredaran usaha Rp 60.000.000, Penghasilan kena pajak Rp 1.000.000.000,00 maka pengenaan pajak UU Pajak 2000 pajak terutang Rp 282.500.000 atau rata-rata 28,25% dan dengan UU Pajak tahun 2008 Rp 280.000.000 lebih kecil Rp2.500.000,00 atau tarif rata-rata hanya 28,25%, dibanding tarif pajak tahun 2008 = 28% sehingga ada penurunan = 0,25 %.

Karena peredaran diatas Rp 50.000.000.000, maka perusahaan tidak dapat memperoleh fasilitas pengurangan tarif yang 50%, tetapi keseluran penghasilan kena pajak dikenakan tariff pajak 28%.

d. Wajib pajak badang yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan sahamnya yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia, memperoleh tarif 5% lebih rendah dari 28%

Pajak terutang dengan UU Pajak tahun 2000 = Rp 432.500.000 /28,83% Pajak terutang dengan UU Pajak tahun 2008 = Rp 345.000.000/23,00% Selisih pajak terutang lebih rendah = Rp 87.500.000

Berdasarkan perhitungan diatas, maka lebih rendah dengan menggunakan Undang Undang Pajak tahun 2008 yaitu selisih lebih rendah Rp 87.500.000 atau 5,83% jika dibanding dengan Undang Undang pajak tahun 2000.

(10)

35%, maka perusahaan tidak memperoleh pengurangan tarif 5% lebih rendah dari 28%

Pajak terutang dengan UU Pajak tahun 2000 = Rp 432.500.000 /28,83% Pajak terutang dengan UU Pajak tahun 2008 = Rp 420.000.000/28,00% Selisih pajak terutang lebih rendah = Rp 12.500.000

Berdasarkan perhitungan diatas, maka lebih rendah dengan menggunakan Undang Undang Pajak tahun 2008 yaitu selisih lebih rendah Rp 12.500.000 atau 0,83% jika dibanding dengan Undang Undang pajak tahun 2000.

III. KESIMPULAN

Dengan mengaplikasikan tariff pajak Undang-undang Pajak tahun 2008, maka dapat dismpulkan sebagai berikut:

1. Dengan adanya penurunan tarif wajib orang pribadi, hanya menjadi 4 tarif, dengan tarif tertinggi 30%, maka secara perhitungan jika penghasilan kena pajak tetap, maka jumlah pajak terutang akan menjadi turun.

Namun hal ini tidak terjadi di dalam perpajakan, karena dasar PPh Pasal 25 adalah penghasilan tahun sebelumnya, sehingga dengan penurunan tarif pajak, Wajib pajak takut jika lebih pajak, sehingga pada umumnya wajib pajak akan menaikkan penghasilan kena pajak. Dengan demikian pajak yang masuk ke kas Negara akan selalu meningkat dari tahun ke tahun.

2. Pengenaan pajak untuk wajib pajak badan, akan dikenakan tarif pajak pasal 17 1b dan 31E yaitu (28% x 50%)=14% jika wajib pajak mempunyai peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000. Hal ini akan berpengaruh bagi wajib pajak yang mempunyai peredaran usaha dibawah Rp 4.800.000.000 pengenaan pajaknya akan berbeda antara 4% -1,5%.

3. Apabila wajib pajak mempunyai peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,- akan dikenakan dua tarif, yaitu (28%x50%) = 14% dan 28%. 4. Sedangkan wajib pajak dikenakan tarif (28%-5%) = 23% untuk perusahaan go

(11)

5. Jika wajib pajak mempunyai peredaran diatas Rp 50.000.000.000,- sesuai Undang-undang Pajak tahun 2008 tarif pajak sebesar 28%.

Daftar Pustaka

1. Bisnis Indonesia, 2009,Arah Bisnis dan Politik 2009

2. Undang-undang Republik Indonesia nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan ketiga tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan

3. Undang-undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2008, Perubahan keempat atas Undang-Undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

Referensi

Dokumen terkait

Biji rambutan mengandung polifenol dan beberapa senyawa golongan flavonoid yang telah berhasil diisolasi dari ekstrak etanol biji rambutan yaitu senyawa flavonol

7.1 Partisipasi aktif dalam perencanaan, implementasi, dan peningkatan mutu penelitian, pelayanan/pengabdian kepada masyarakat, dan kerjasama yang mendukung

a) Pendidikan perkoperasian. Prinsip Koperasi ini merupakan esensi dari dasar kerja Koperasi sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas dan jati diri koperasi

Model ini memiliki langkah-langkah pengembangan yang sesuai dengan penelitian pengembangan yaitu penelitian yang menghasilkan produk tertentu dengan melakukan uji

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

Adapun tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan membaca nyaring siswa kelas 1 SDN 1 Batudaa Pantai Kabupaten Gorontalo, melalui model Round Teble .Penelitian

Mata pelajaran Ekonomi merupakan mata pelajaran yang menarik dan penting dipelajari karena memiliki keterkaitan yang erat dengan permasalahan kehidupan masyarakat

• Secara berkelompok siswa mengumpulkan informasi dengan penuh tanggung jawab, cermat dan kreatif dari berbagai literatur yang berkaitan dengan sifat-sifat nilai mutlak