• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL PERKULIAHAN Metodologi Penelitian Konflik-2 Lanjutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MODUL PERKULIAHAN Metodologi Penelitian Konflik-2 Lanjutan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL PERKULIAHAN

Metodologi

Penelitian

Konflik-2 Lanjutan

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Teknik Teknik Industri

10

MK16018 Dr. Arif Zulkifli

Abstract

Kompetensi

Konsep Konflik, sifat konflik dan

(2)

Konflik

1. Pengertian Konflik Organisasi

Konflik organisasi adalah konflik yang terjadi karena adanya pebedaan antara dua atau lebih anggota kelompok dalam situasi organisasi yang muncul dari kenyataan: (1) harus membagi sumber daya yang langka, dan (2) perbedaan status, pandangan dan nilai-nilai.

Konflik intraindividual, interpersonal dan intergroup semuanya tidak lepas dari konflik organisasi. Semua tipe konflik terdapat di dalam ruang organisasi. Sumber konflik organisasi adalah: pembagian sumber daya tidak jelas, perbedaan tujuan, interdependensi aktivitas kerja, perbedaan nilai atau pandangan, dan gaya hidup individu dan kekaburan dalam organisasi (kepribadian individu, tanggung jawab kerja tidak jelas, komunikasi tidak jelas).

2. Pandangan Mengenai Konflik Organisasi

Pandangan mengenai konflik dapat Kita tinjau melalui:

Pandangan tradisional

Pandangan behvioral

Pandangan interaksionis

a. Pandangan Tradisional

Konflik dalam pandangan tradisional dipandang buruk. Konflik dipandang negatif, destruktif dan merugikan. Karena itu konflik harus dilenyapkan, demi kerukunan dan harmoni hidup.

Bentuk tingkah laku manusia sepanjang hidupnya, sebagian besar merupakan bentuk penyesuaian tingkah laku terhadap orang lain, dan menghindari konflik serta perselisihan. Keluarga, sekolah, dan agama selaku lembaga sosial selalu menekankan adaptasi diri (penyesuaian diri), prinsip anti konflik, dan kerukunan. Ringkasnya, bagi masyarakat tradisional, konflik mengandung pengertian negatif, karena mengandung unsur ketidaksesuaian, pertentangan, perselisihan dan permusuhan yang harus diberantas dari muka bumi. Dengan demikian dapat difahami bahwa konflik dalam pandangan tradisional ini dapat dicegah.

(3)

lanjut bahwa konflik disebabkan sebagai suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurangnya keterbukaan dan kepercayaan antara orang-orang, dan kegagalan para manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi para karyawan.

Pandangan tradisional melihat prestasi optimal organisasi dengan tidak menghendaki adanya konflik. Dengan demikian tugas manajemen adalah melenyapkan konflik karena pandangan tradisional melihat akibat konflik sebagai suatu yang dapat mengacaukan organisasi, dan menghambat optimalisasi kerja.

Karena semua konflik harus dilenyapkan atau dihindari, maka Kita sekedar perlu mengarahkan perhatian pada penyebab konflik dan mengkoreksi salah-fungsi ini untuk memperbaiki kinerja kelompok dan organisasi. Meskipun cara ini dianggap standar usang, namun penelitian sekarang membuktikan bahwa pendekatan terhadap pengurangan konflik menghasilkan kinerja kelompok yang tinggi. Evaluasi situasi konflik dengan standar usang ini masih banyak dilakukan dewan redaksi.

b. Pandangan Behavioral

Konflik dalam pandangan behavioral merupakan suatu hal yang wajar dan dalam semua kelompok dan organisasi. Karena konflik tidak terelakkan, maka kaum behavioris menganjurkan penerimaan konflik.

Konflik bersumber dari perbedaan-perbedaan kodrati masing-masing individu dan kelompok. penghapusan terhadap perbedaan, berarti: Penghapusan terhadap individu-individu dan kelompok-kelompok itu sendiri. Pandangan behavioral merasionalisir konflik sebagai suatu yang tidak dapat disingkirkan, bahkan ada kalanya konflik membawa manfaat pada kinerja kelompok.

c. Pandangan Interaksionis

Konflik dalam pandangan interaksionis diyakini bukan hanya sebagai sesuatu kekuatan positif dalam suatu kelompok melainkan juga mutlak perlu untuk suatu kelompok agar dapat berkinerja efektif.

(4)

Karena konflik bisa memperkokoh fundamen organisasi, dan dapat melancarkan fungsi organisasi (badan, lembaga, jawatan) berkat adanya introspeksi, refleksi, wawasan kembali, revisi dan reorganisasi. Jadi konflik merupakan wujud yang positif, konstruktif, dan fungsional sifatnya.

Pada masa sekarang orang meyakini adanya relasi antara konflik yang konstruktif dengan suksesnya organisasi. Tanpa konflik, tidak akan banyak kita dapati tantangan, dan tidak terdapat kemajuan. Juga tidak ada dorongan untuk mawas kembali, tidak ada koreksi;selanjutnya organisasi akan mengalami stagnasi total. Selalu bersikap setuju dan “menuhunkan” semua keputusan walaupun salah dan tidak cocok, tanpa mengadakan oposisi dan koreksi, semuanya itu akan menampilkan indikasi adanya otokrasi, kemacetan, uniformitas, kebekuan mental, indolensi psikis (kemalasan psikis) dan apatisme.

Sebaliknya konflik pada batas-batas yang wajar mencerminkan adanya demokrasi, kebinekaan, perbedaan, keragaman, perkembangan, pertumbuhan, progres, aktualisasi diri dan transendensi-diri. Karena itu konflik menjadi hal yang sangat essensial bagi pertumbuhan dan suksesnya lembaga serta organisasi.

Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, organisasi pasti mengalami banyak perubahan. Maka tanggung jawab pemimpin yang paling utama adalah memandu secara bijaksana dan efisien unit-unit organisasi di tengah badai-badai perubahan sebagai akibat dari mekanisasi, industrialisasi dan modernisasi. Dan semua perubahan pasti berlangsung melalui benturan dan konflik-konflik dari unsur-unsur yang bertentangan, elemen yang tradisional kontra elemen yang interaksionis. Maka interaksi dari benturan-benturan tadi akan membuahkan, situasi interaksionis serta perubahan-perubahan.

Tugas utama pemimpin modern bukan menciptakan harmoni/keselarasan yang statis dalam perusahaan, akan tetapi untuk mencapai sasaran organisasi atau sasaran bersama secara efektif. Oleh karena itu, eliminasi atau peniadaan konflik-konlik dalam organisasi yang serba kompleks, merupakan usaha yang tidak realistis.

Leonardo Rico dalam bukunya Organizational Conflict menyatakan sebagai berikut mengenai konflik:

(5)

(individu-individu dan kelompok-kelompok yang paling nyaring menganjurkan harmoni dan kebahagiaan dalam lingkungan penuh konflik, mereka ini cuma berkeinginan melindungi kepentingan sendiri dalam status quo).

Jadi, pemimpin-pemimpin yang berbuat sedemikian itu cuma berkepentingan dengan usaha melindungi kepentingan sendiri, serta usaha mempertahankan status quo.

Banyak organisasi dan lembaga menjadi mundur dan indolent (lamban/malas) disebabkan oleh apatis dan rasa puas terhadap diri sendiri; dan bukan disebabkan terlalu banyak konflik. Para pemimpin yang gagal, selalu bersikeras menolak berlangsungnya perubahan-perubahan. Pada hakekatnya mereka itu adalah pemimpin-pemimpin yang enggan dan “malas-malas” menghadapi tantangan konflik-konflik. Mereka merasa lebih aman dengan menghindari konflik-konflik yang dianggap mengandung resiko dan bahaya. Sebab untuk menanggapi perubahan dan kemajuan, diperlukan jiwa yang dinamis, agar orang berani menghadapi tantangan dan konflik-konflik demi kemajuan organisasi. Dengan demikian maka konflik harus dilihat sebagai unsur yang positif.

3. Sifat-sifat Konflik Organisasi

Pandangan tinteraksionis tidak berpendapat bahwa semua konflik adalah baik. Menurut sifatnya konflik terbagi atas konflik fungsional dan konflik disfungsional. Konflik fungsional dalam pandangan kaum interaksionis dikatakan sebagai beberapa konflik yang mendukung tujuan kelompok dan memperbaiki kinerjanya. Sedangkan konflik disfungsional atau konflik destruktif adalah konflik yang merintangi kinerja kelompok.

Konflik fungsional berkaitan dengan pertentangan antar kelompok yang terjadi bermanfaat bagi peningkatan efektivitas dan prestasi organisasi. Konflik memperbaiki kualitas keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong perhatian dan keingintahuan di kalangan anggota kelompok, menyediakan saluran yang menjadi sarana masalah-masalah dapat disampaikan dan ketegangan dapat diredakan, dan memupuk suatu lingkungan evaluasi-diri dan perubahan.

(6)

seharusnya memberikan manfaat kepada organisasi. Penelitian menunjukkan bahwa heterogenitas di antara anggota kelompok dan kelompok dan organisasi dapat meningkatkan kreativitas, memperbaiki kualitas keputusan, dan mempermudah perubahan dengan meningkatkan keluwesan anggota. Di sisi lain hasil penelitian proses pengambilan keputusan kelompok juga telah mengarahkan teori pada suatu kesimpulan bahwa konflik dapat menghasilkan banyak manfaat positif bagi organisasi jika dikelola dengan baik. Konflik fungsional dapat mengarah pada penemuan cara yang lebih efektif untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan lingkungan, sehingga organisasi dapat hidup terus dan berkembang.

Konflik adalah suatu penangkal bagi pikiran kelompok. Konflik tidak membiarkan kelompok itu secara pasif menerima begitu saja keputusan-keputusan yang mungkin saja didasarkan pada pengandaian yang lemah, pertimbangan yang tidak memadai dari alternatif-alternatif yang relevan, atau cacat-cacat lain. Konflik menantang status quo dan karenanya meneruskan lebih jauh penciptakan gagasan baru, menggalakkan penilaian-ulang terhadap tujuan dari kegiatan kelompok, dan meningkatkan probabilitas bahwa kelompok itu akan tanggap terhadap perubahan.

Pada tingkat individu, konflik yang terjadi dapat menciptakan sejumlah akibat yang diinginkan. Dalam batas-batas tertentu, konflik dapat menimbulkan adanya ketegangan yang memotivasi seseorang untuk bertindak. Penyaluran dari ketegangan tersebut dapat menimbulkan adanya prestasi kerja dan kepuasan yang tinggi. Akan tetapi untuk memberikan hasil yang diinginkan, bagaimanapun juga konflik harus dibatasi atau memiliki intensitas yang tepat. Jika tidak maka akan terjadi konsekuensi yang disfungsional.

Konflik disfungsional dapat terjadi karena konsekuensi destruktif dari konflik kinerja

kelompok atau organisasi. Konflik disfungsional berkaitan dengan pertentangan antar kelompok yang merusak atau menghalangi pencapaian tujuan organisasi atau kelompok. Sebagian organisasi dapat menangani dan mengelola konflik yang terjadi sehingga memiliki dampak fungsional. Akan tetapi, sebagian besar organisasi mengalami konflik pada tingkat yang lebih besar dari yang diinginkan (yang fungsional), dan prestasi akan membaik jika konflik yang terjadi dapat dikurangi. Jika konflik yang terjadi begitu parah, maka prestasi organisasi mulai merosot.

(7)

Ekstremnya, konflik dapat menghentikan berfungsinya kelompok dan secara potensial mengancam kelangsungan hidup kelompok tersebut.

Suatu cara yang umum dilakukan dalam organisasi-organisasi yang dengan sukses menciptakan konflik fungsional adalah bahwa mereka menghargai perbedaan pendapat dan menghukum penghindar konflik. Namun tantangan bagi para manajer adalah bila mereka mendengar berita yang tidak ingin didengar. Berita itu dapat mendidihkan darah mereka atau meruntuhkan harapan mereka, tetapi mereka tidak memperhatikannya. Mereka harus belajar menerima kabar buruk tanpa tersentak. Tidak ada semburan kata-kata marah, tidak ada sarkasme bibir mengatup, tidak ada mata yang melotot, tidak ada kertakan gigi. Sebaliknya manajer seharusnya mengemukakan pertanyaan yang tenang bahkan lembut.

4. Metode Pengelolaan Konflik

Metode pengelolaan konflik menurut Rasimin (2002) dapat dilakukan dengan:

1. Dirangsang

2. Dikurangi/ditekan 3. Diselesaikan

Metode untuk merangsang konflik:

 Minta bantuan orang luar

 Menyimpang dari peraturan

 Menata kembali organisasi

 Mendorong persaingan

 Pemilihan manajer yang tepat

Kartono (2005) lebih lanjut menjelaskan bahwa untuk menstimulasi konflik ialah komunikasi diputuskan atau dikacaukan. Misalnya memutuskan komunikasi antara pemimpin dan anak buah dengan jalan pemimpin pura-pura bersikap acuh tak acuh terhadap satu seksi dan komunikasi sengaja disimpangkan, bagian-bagian atau seksi-seksi tertentu sengaja dilampaui/bypassed; tidak memberikan informasi-informasi yang diperlukan; sedangkan seksi lainnya terlalu banyak ditimbuni dengan tugas-tugas.

Kurang atau tidak adanya komunikasi menimbulkan perasaan ditinggalkan atau

(8)

Selanjutnya desas-desus yang tidak jelas juga dapat menimbulkan kejutan dan kekecutan hati, disertai rasa tegang dan bingung. Teknik lain untuk menggugah dan “mengembangkan” konflik ialah: mengacau struktur organisasi.

Struktur organisasi sengaja diawut-awut dan ditukarbalikkan mengganti pemimpin, memindah pegwai dan buruh serta anak buah, memecah seksi-seksi yang seharusnya tidak perlu, untuk kemudian diadudombakan. Oleh tindakan tersebut terjadi kekacauan, karena pemegang-pemegang pemimpin dinilai tidak “becus”. Selanjutnya anak buah menjadi gelisah dan cemas; sehingga situasi jadi eksposif, dan banyak terjadi konflik. Khususnya bila ditambah dengan hasutan-hasutan dna usaha memecah belah untuk melawan atasan

Teknik lainnya ialah menempatkan orang-orang yang neorotis ringan dan mempunyai banyak masalah batin menjadi tenaga pemimpin. Mereka akan memproyeksikan kekacauan batin sendiri pada lingkungannya sehingga pasti menstimulasi banyak konflik.

Metode mengurangi konflik:

 Memberi informasi yang menyenangkan kepada pihak yang bersaing

 Meningkatkan kontak sosial yang menyenangkan

Metode menyelesaikan konflik:

 Kekuasaan;

 Paksaan

 Pelunakan

 Penghindaran

 Penentuan melalui suara mayoritas.

 Kompromi

 Penyelesaian masalah terpadu;

 Konsensus

 Konfrontasi

(9)

Daftar Pustaka

Anoraga, S & Suyati, S. 1995. Psikologi Industri dan Sosial. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.

As’ad, M. 1996. Psikologi Industri. Jakarta: Universitas Terbuka.

Berry, M.L. 1998. Psychology at Work: an Introduction to Industri and Organizational Psychology. McGraw-Hill Book Co. Boston.

Bimo, W. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi offset.

Duncan, W., Jack, 1981, Organizational Behavior, Houghton Mifflin Coy, Boston

Hani Handoko, 1987, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, BPFE, Yogyakarta

Kartono, K. 2002. Psikologi Sosial Untuk Manajemen, Perusahaan dan Industri. Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada.

Kertonegoro, S. 1995. Perilaku Organisasional. Jakarta: Yayasan Tenaga kerja Koontz O’Donnel, 1980, Management, by Mc Graw-Hill Kogahusha, Ltd.

Kreitner & Kinicki. 2004. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill Companies, Inc. Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International Book

Co-Singapore.

Multahada, E. 2002. Diktat Psikologi Industri dan Organisasi. Tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Munandar ., A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.

Thoha, Miftah, 2003, Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasimya. Jakarta.PT Raja Grafindo Perkasa

Wesley, B. Wiliam and Davis Keith, 1998, Human Reasources and Personal Management,

Referensi

Dokumen terkait

Diketahui : Gempa di Flores tanggal 12 Desember 1992 Besar gempa = 6,8 skala Richter

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kelembaban udara adalah frekuensi pemberian air sehingga dapat mempengaruhi kelembaban udara terutama pada

Standard Operating Procedure (SOP) terkait Proses Belajar Mengajar yakni tentang pendaftaran dan pelaksanaan pemrograman mata kuliah dalam kartu rencana studi

Melihat dari kegunaannya berdasarkan jenisnya serta permasalahan yang ada pada Dinas Pendidikan Kota Lubuklinggau maka peneliti tertarik ingin melakukan penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini yaitu menguraikan tentang pengaturan perampasan aset hasil tindak pidana korupsi di luar negeri berdasarkan Perjanjian Bantuan Timbal

Disampaikan pada Konferensi Internasional Kesusastraan XXIII HISKI di Unlam Banjarmasin 6 — 9 November 2013 Page 5 Seperti yang telah diketahui bersama, novel Azab dan

Melalui fungsi permintaan ini, hubungan antara variabel bebas (harga) dan variabel tidak bebas (jumlah barang yang diminta) dapat diketahui dengan asumsi

STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung bila dilihat dari waktu berdirinya sudah cukup lama kalau tidak boleh dibilang tua (+ 45 tahun). Usia ini tidak muda lagi dan