• Tidak ada hasil yang ditemukan

Signifikansi Customer Value dan Karakter

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Signifikansi Customer Value dan Karakter"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Signifikansi Customer Value dan Karakteristik Struktur Organisasi

Seiring berjalannya waktu, peningkatan kualitas yang dilakukan perusahaan terhadap suatu produk dan kualitas produk oleh perusahaan pesaing tidak cukup untuk menjadi bahan-bahan pertimbangan dalam strategi bisnis. Terdapat suatu aspek yang perlu dipertimbangkan oleh perusahaan, yaitu customer value yang diperoleh dari sisi pelanggan perusahaan atau pasar. Dalam menentukan strategi bisnis, nilai-nilai pelanggan tentunya menjadi salah satu konsiderasi penting bagi perusahaan. tersebut. Woodruff (1997, dalam Yamamoto, 2007: 549) mendefinisikan customer value sebagai evaluasi dan konsekuensi dalam penggunaan produk untuk mencapai tujuan pelanggan. Persaingan produk yang ada oleh perusahaan-perusahaan kemudian menyesuaikan pada kebutuhan pasar, sehingga customer value menjadi elemen yang penting bagi perusahaan untuk dapat memahami kebutuhan tersebut dan memfasilitasinya. Pelanggan perusahaan dapat memberikan masukan terkait bagaimana suatu produk tersebut memiliki nilai yang melingkupi jumlah nilai produk, jasa, nilai personal, dan nilai citra dari biaya yang telah dikeluarkan, baik berupa biaya tenaga maupun waktu (Li, 2009: 136; Yamamoto, 2007: 548). Maka dapat diketahui bahwa customer value tidak hanya dinilai oleh pelanggan melalui perhitungan biaya ekonomis saja, tetapi juga melihat nilai dan biaya produk yang bersifat non-materil pula. Nilai-nilai produk yang bersifat non-materil ini kemudian akan memengaruhi persepsi pelanggan dan menjadikan pelanggan untuk menyadari nilai lebih pada produk yang dijual. Dengan menghadirkan customer value, perusahaan kemudian dapat menjalin interaksi yang lebih erat dengan pelanggan-pelanggannya.

(2)

akan menghadirkan persepsi dan customer value yang berbeda oleh tiga jenis kelompok pelanggan. Ketiga nilai ini kemudian akan mengarahkan strategi perusahaan dalam merangkul customer value sebagai konsiderasi produksi. Terdapat kelompok pelanggan pertama, kelompok pengikut produk modern, yang mana kelompok ini begitu sigap dan bersemangat dengan kehadiran suatu tren terbaru. Kelompok ini akan menghargai perusahaan-perusahaan yang menjadi pelopor suatu produk. Pada persepsi pelanggan kelompok ini, sifat kepemimpinan perusahaan dalam memimpin tren pasar dan menjadi pendahulu suatu produk dianggap sebagai suatu nilai lebih. Maka strategi yang akan diimplementasikan oleh perusahaan dalam menghadirkan nilai tersebut adalah dengan menciptakan standardisasi produk. Sebagai aktor pertama yang berkecimpung dalam pasar baru tersebut, perusahaan kemudian akan mengatur suatu standard tertentu yang mana perusahaan tersebut akan menjadi acuan perusahaan lainnya dalam berproduksi. Selain itu, perusahaan harus terus menjadi aktor yang berinovasi untuk dapat menciptakan produk baru dan terus memimpin tren sehingga dapat menarik pelanggan dari kelompok ini.

(3)

terkait kebutuhan pelanggan sebagai input produksi berikutnya. Dengan demikian, secara otomatis akan tercipta intimasi pelanggan. Untuk meningkatkan intimasi pelanggan itu sendiri, perusahaan juga menjalankan strategi pada pembangunan identitas perusahaan. Merk menjadi suatu elemen penting dalam menanamkan nilai pada pelanggan, sebab citra perusahaan akan menyinggung aspek psikologi pelanggan terkait tingkat kepercayaannya. Dengan kepercayaan pelanggan yang telah terbentuk melalui citra perusahaan, tingkat intimasi pelanggan akan bertambah. Keterikatan antara perusahaan dan pelanggan ini akan menjadi keunggulan tersendiri dalam berkompetisi di antara perusahaan-perusahaan lainnya.

Perusahaan pun memiliki elemen penting yang berkontribusi pada berjalannya operasi bisnis, yaitu struktur organisasi. Struktur organisasi berbagai perusahaan sendiri memiliki model yang berbeda-beda. Tiga model struktur organisasi yang sering digunakan adalah model organisasi fungsional, divisional, dan matriks. Montana dan Charnov (1993: 2) menjelaskan bahwa struktur organisasi fungsional merupakan struktur yang terbagi pada spesialisasi pekerjaan dan kompetensi pekerja. Pekerja yang berada dalam spesialisasi berbeda ini berada di bawah pemimpinan dan terpisah pada beberapa departemen. Perusahaan yang menggunakan struktur organisasi model ini akan mendapatkan efisiensinya ketika memproduksi suatu barang dalam jumlah besar yang mana barang tersebut telah diberikan satu standard. Sehingga, pembagian spesialisasi ke dalam departemen tersebut menjadi efisien karena hanya menghemat waktu dan efisien. Namun, Elsaid, et al. (2013: 1) menyatakan bahwa terdapat tantangan minor dari adanya spesialisasi yang terbagi ke dalam beberapa departemen tersebut. Tantangan yang hadir tersebut adalah diperlukannya suatu koordinasi yang baik oleh pusat pimpinan untuk menyelaraskan setiap departemen agar dapat berhasil mencapai tujuan bersama.

(4)

basis spesialisasi. Aplikasi model struktur divisional ini memberikan suatu kelebihan bagi perusahaan, yakni adanya sub-sub departemen yang terkelompokkan dalam departemen yang mana akan memudahkan penyelarasan pekerjaan. Pihak-pihak yang berada pada posisi departemen akan bertanggung jawab untuk mengintegrasikan hasil pekerjaan dari subdepartemen yang berada di bawahnya. Dengan model struktur organisasi ini, diversifikasi produk menjadi suatu hal yang memungkinkan karena model ini tepat untuk bentuk perusahaan manufaktur yang besar. Meski demikian, model ini memiliki kelemahan yaitu diperlukannya banyak pegawai dengan kapasitas dan keterampilan yang sama, karena setiap departemen memiliki tugas yang sama meski membuat produk yang sedikit berbeda. Sehingga, dalam berjalannya produksi tetap dibutuhkan pegawai dengan spesialisasi yang sama yang lebih banyak, seperti keuangan, produksi, dan pemasaran untuk mengisi setiap fungsi di setiap departemen. Kemudian, struktur matriks dalam organisasi perusahaan sebagai suatu kombinasi dari dua model struktur organisasional merupakan model yang cukup adaptif dan fleksibel dibandingkan dengan model lainnya. Struktur ini akan digunakan apabila suatu perusahaan memiliki proyek yang bersifat temporer (Bobera, 2008: 9). Schnetler, et al., (2015: 13) menjelaskan bahwa meski terdapat hirarki dalam struktur organisasi yang ada, model matriks yang digunakan ketika melakukan proyek khusus ini akan menciptakan jalur-jalur lateral dalam struktur hirarki tersebut sehingga menghadirkan fleksibilitas dalam kolaborasi dan kepercayaan antar departemen. Fleksibilitas dari model matriks pun kembali menguntungkan karena penerapan model ini memudahkan pimpinan untuk mencari pegawai dari departemen fungsional apapun yang tersedia untuk membantu menjalankan proyek tersebut (Bobera, 2008: 8; Montana & Charnov, 1993: 3). Sebagaimana model struktur lainnya, model matriks ini pun memiliki kelemahan dalam penerapannya. Model matriks ini kemudian mengaburkan situasi hirarkis, sehingga mudah terdapat kebingungan terkait posisi pemimpin yang akan memberikan perintah karena pemimpin departemen belum tentu menjadi pemimpin proyek. Selain itu, dengan setaranya setiap pihak-pihak yang bertugas dari departemen atau subdepartemen yang berbeda maka akan memakan waktu lebih lama bagi organisasi dalam proses penentuan suatu pilihan. Model ini tepat digunakan apabila perusahaan mengharuskan adanya integrasi dan keselarasan dalam produksi.

(5)

keuntungan produk baik dari segi ekonomi, maupun non-materil yang akan dibandingkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperolehnya. Karena customer value menganggap penting nilai-nilai yang terpersepsikan dalam produk serta kepuasan pelanggan terhadap produk, perusahaan kemudian meningkatkan kinerjanya melalui beberapa strategi yang berbasis customer value tersebut. Strategi pertama berusaha memfasilitasi customer value dari kelompok pelanggan yang menginginkan produk terbaru dan ‘masa kini’. Terkait nilai ini, perusahaan kemudian berusaha membuat produk baru yang belum dimiliki perusahaan lain sehingga produk tersebut menjadi pelopor kemunculan produk-produk dari perusahaan lainnya yang mengikuti. Dalam hal ini, pelanggan akan cenderung membeli produk dari perusahaan pelopor tersebut karena perusahaan memiliki nilai lebih dalam inovasi. Sedangkan terdapat pula strategi kedua untuk melakukan efisiensi biaya dan maksimalisasi kualitas. Dalam hal ini perusahaan yang dapat menyederhanakan produk dan meningkatkan fungsinya akan mendapatkan nilai lebih di mata pelanggan. Strategi ketiga adalah menjalin intimasi pelanggan dengan terus meminta timbal balik pelanggan, sehingga perusahaan dapat mengonsiderasi keinginan pelanggan dalam produksi selanjutnya. Strategi ini pun digunakan untuk membuat produk yang tepat sasaran. Sedangkan dalam struktur organisasi perusahaan, terdapat tiga model yang umum untuk digunakan, yaitu model fungsional, divisional, dan matriks. Model fungsional ini membagi departemen berdasarkan spesialisasi kapasitas pegawai. Sedangkan model divisional memiliki beberapa departemen untuk membuat beberapa produk yang berbeda, yang mana di bawah departemen itu sendiri terdapat pembagian subdepartemen yang kembali dilandaskan pada spesialisasi kapasitas pegawai. Model matriks menjadi model yang berbeda karena terdapat jalur lateral yang menghubungkan tiap departemen, sehingga sruktur hirarki kemudian tidak begitu jelas lagi. Pengunaan model-model ini ditentukan pada kecocokan karakteristik produk perusahaan, sebagaimana model fungsional tepat digunakan dalam produksi satu produk, model divisional tepat guna dalam produksi produk yang bervariasi dan dipengaruhi pemetaan wilayah, serta fungsi matriks yang lebih tepat digunakan untuk menjalankan proyek temporer karena mengaburkan struktur hirarki.

Referensi:

Bobera, Dušan. 2008. “Project Management Organization”, dalam Management Information

(6)

Elsaid, Nedal M., et al., 2013. “Defining and Solving the Organizational Structure Problems to Improve the Performance of Ministry of State for Environmental Affairs – Egypt”, dalam International Journal of Scientific and Research Publications, Vol. 3, Issue 10 Li, Maohua. 2009. “The Customer Value Strategy in the Competitiveness of Companies”,

dalam International Journal of Business and Management, Vol. 4, No. 2

McFarlane, Donovan A. 2013. “The Strategic Importance of Customer Value”, dalam Atlantic Marketing Journal, Vol. 2, No. 1, hlm. 62-75

Schnetler, R., et al. 2015. “Characteristics of Matrix Structures, and Their Effects on Project Success”, dalam South African Journal of Industrial Engineering, Vol. 26, No. 1, hlm. 11-26

Setijono, Djoko & Dick Sandberg. 2005. Customer Value Strategy and Customer Value Management for Competitive Wood-Flooring Manufacturers.

Referensi

Dokumen terkait

Sanggahan ditujukan kepada Pokja ULP Balai Veteriner Medan. Demikian disampaikan untuk

Saudara diharapkan membawa Dokumen Asli Perusahaan dan menyerahkan Fotocopynya antara lain : Dokumen Penawaran, Jaminan Penawaran, Surat Dukungan Keuangan Dari Bank,

Procurement pada Dinas Kependudukan dan pencatatan sipil adalah sebagai berikut:. Kegiatan Implementasi SIAK

Terlaksananya penyusunan laporan keuangan akhir tahun dan LAKIP.

Sanggahan ditujukan kepada Pokja ULP Balai Veteriner Medan. Demikian disampaikan untuk

Saudara diharapkan membawa Dokumen Asli Perusahaan dan menyerahkan Fotocopynya antara lain : Dokumen Penawaran, Jaminan Penawaran, Surat Dukungan Keuangan Dari Bank,

Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pengadaan baran$asa tahun anggarcn 2012 di lingkungan SKPD Kecamatan Hantakan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, mer€ncanakan pemaketan

Când construim un arbore, dac ă dou ă frunze diferite pot fi expandate, este expandat ă prima cea care poate fi expandat ă cu o regul ă de prioritate mai mare.. Dac ă dou ă