• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PROSES ATAU TAHAPAN TERJADINYA PENERIMA FIDUSIA DENGAN JAMINAN GIRO YANG TIDAK DI DAFTARKAN OLEH DEBITUR YANG WANPRESTASI - Kajian Penerima Fidusia Dengan Jaminan Giro Yang Tidak Didaftarkan Oleh Debitur Yang Wanprestasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PROSES ATAU TAHAPAN TERJADINYA PENERIMA FIDUSIA DENGAN JAMINAN GIRO YANG TIDAK DI DAFTARKAN OLEH DEBITUR YANG WANPRESTASI - Kajian Penerima Fidusia Dengan Jaminan Giro Yang Tidak Didaftarkan Oleh Debitur Yang Wanprestasi"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PROSES ATAU TAHAPAN TERJADINYA PENERIMA FIDUSIA

DENGAN JAMINAN GIRO YANG TIDAK

DI DAFTARKAN OLEH DEBITUR YANG WANPRESTASI

A. TINJAUAN UMUM TENTANG BANK

1. Pengertian Bank

Istilah Bank sebenarnya berasal dari bahasa Italia “banco” yang berarti bangku yang merupakan tempat melakukan transaksi pinjam-meminjam uang. Sedang orang yang melakukan transaksi disebut brachery.

Menurut G.M. Veryn Stuart, “Bank diartikan sebagai suatu badan

yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukaran baru berupa uang-uang giral.”27

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Perbankan mendefinisikan bank

sebagai berikut: ”Bank adalah badan usaha yang menghimpun dari

masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat

27

(2)

dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Pengertian bank dapat disimpulkan sebagai suatu lembaga keuangan berbentuk badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang kemudian simpanan tersebut disalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk kredit.

Pada mulanya bank-bank tersebut hanyalah bersifat bank giro dimana mereka yang menyetor emas atau perak pada bank kreditor dalam rekening koran dan dapat memindahkan kekayaan pada penyimpanan lain, bank-bank giro itu disebabkan desakan perkembangan urusan penukaran uang, lalu membuat uang dengan membuka kredit buku, yang orang dapat mempergunakannya dengan memakai cek atau surat giro.

Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

2 Asas-Asas Hukum Perbankan

(3)

a. Asas Demokrasi Ekonomi

Asas ini secara tegas ada dalam Pasal 2 Undang-Undang Perbankan yang menyatakan: ”Perbankan Indonesia dalam melakukan

usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi yang menggunakan prinsip kehati-hatian”.

b. Asas Kepercayaan

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, asas kepercayaan merupakan kemauan untuk saling mengikatkan diri dalam suatu perjanjian, membangkitkan kepercayaan bahwa perjanjian itu dipenuhi. Asas kepercayaan ini merupakan nilai etis yang bersumber pada moral.28

Dalam penjelasan Pasal 29 Undang-Undang Perbankan menyatakan bahwa bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaaan.

Menurut Sutan Remy Syahdeni :

“bunyi pasal itu mengandung makna bahwa nasabah menyimpan dana dalam hubungan dengan bank dilandasi oleh kepercayaan bahwa bank akan berkemauan membayar kembali simpanan nasabah penyimpan dana itu pada waktu ditagih sehingga

28

(4)

hubungan antara kreditur dan debitur bukan hanya secara kontekstual semata melainkan hubunganberdasarkan kepercayaan”.29

c. Asas Kerahasiaan (Confidential Principle)

Asas Kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau mewajibkan bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman bank wajib dirahasiakan.

d. Asas Kehati-hatian (Prudental Principle)

Asas Kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercaya.

3 Fungsi Bank

Sesuai Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Perbankan, Perbankan mempunyai fungsi pokok sebagai finansial intermediasi atau lembaga perantara keuangan serta mempunyai fungsi tambahan memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran.

29

(5)

Menurut Iswantoro, Bank mempunyai fungsi sebagai berikut :

a.“Mengumpulkan dana yang sementara disalurkan untuk dipinjamkan kepada pihak lain atau membeli surat-surat berharga (Financial Investment);

b. Mempermudah di dalam lalu lintas pembayaran uang;

c. Menjamin keuangan masyarakat yang sementara tidak gunakan; d. Menciptakan Kredit (Credit Money deposit) yaitu dengan cara

menciptakan Demand Deposit (Deposit yang dapat diuangkan sewaktu-waktu dari kelebihan cadangan)30

4 Tujuan Bank

Dalam Pasal 4 Undang-Undang Perbankan diatur tentang tujuan Perbankan Indonesia adalah menunjang pelaksanaan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan/pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

5 Jenis Bank

Melihat praktek operasional perbankan yang ada kita dapat membedakan jenis-jenis bank. Jenis bank secara teoritis ditentukan dari segi fungsinya, kepemilikannya, dan dari segi penciptaan uang giral. Dari

30

(6)

segi fungsinya serta tujuan usahanya, kita mengenal ada 2 (dua) jenis bentuk bank, yaitu :31

a. Bank Sentral (Central Bank), adalah Bank Indonesia sebagai dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968;

b. Bank Umum (Commercial Bank), yaitu bank yang dalam pengumpulan dananya menerima simpanan dalam bentuk giro dan deposito dan dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka pendek;

B. TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT 1. Pengertian Dan Unsur-Unsur Kredit

Salah satu kegiatan penting dalam dunia perbankan guna menunjang perkembangan perekonomian rakyat adalah dengan memberikan kredit kepada masyarakat yang sumber dananya antara lain berasal dari dana yang dihimpun dari masyarakat dalam bentuk simpanan. Pengertian kredit di dalam peraturan perundang-undangan di Negara kita terdapat dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang terdapat dalam Pasal 1 angka 11 yang berbunyi :

31

(7)

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan pertujuan, atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu

tertentu dengan pemberian bunga”.

Kata kredit secara etimologis mempunyai arti kepercayaan. Kata kredit yang ada dalam bahasa Indonesia saat ini merupakan

pengertian dari kata “credere” yang berasal dari bahasa Romawi.

Seseorang yang memperoleh kredit berarti ia memperoleh kepercayaan. Maka dengan demikian dapat dikatakan bahwa dasar kredit adalah kepercayaan. Atas dasar kepercayaan kepada seseorang yang memerlukannya maka diberikan uang, barang atau jasa dengan syarat membayar kembali atau memberikan penggantiannya dalam waktu yang telah diperjanjikan.

(8)

EK. O.P. Simorangkir, menyatakan bahwa : “Kredit itu dapat

pula berarti bahwa pihak kesatu memberikan prestasi baik berupa barang atau uang atau jasa kepada pihak lain, sedangkan kontra prestasi akan diterima kemudian dalam jangka waktu tertentu. Jadi disini dapat terlihat faktor waktu yang merupakan faktor utama yang memisahkan prestasi dan kontra prestasi”.32

Thomas Suyatno mengatakan bahwa :

“Seseorang atau suatu badan yang memberikan kredit

(kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) di masa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan. Apa yang telah dijanjikan itu dapat berupa barang, uang atau jasa”.33

Berdasarkan uraian diatas, dalam kegiatan kredit harus memperhatikan unsur-unsur yang terdapat dalam kredit, yaitu :34 a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa

prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang;

32

EK. O.P. Simorangkir, Seluk Beluk Bank Komersial, Penerbit PT. Aksara Persada Indonesia, Jakarta, 1998, hal. 91.

33

Thomas Suyatno dkk, Dasar-Dasar Perkreditan (Edisi Keempat), Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2007, hal. 12.

34

(9)

b. Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang;

c. Degree of risk, yaitu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari;

d. Prestasi, atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang atau jasa.

Mengingat agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian kredit maka berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur untuk mengembalikan hutangnya, agunan hanya dapat berupa barang proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.35

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kredit adalah suatu pemberian prestasi yaitu pinjaman berupa uang, barang ataupun jasa kepada pihak lain, yang dalam hal ini pihak lain tersebut adalah debitur atau peminjam, tersebut akan mengembalikan pinjamannya dan memberikan kontra prestasi berupa bunga yang akan diberikan dalam suatu waktu tertentu.

35

(10)

Pemberian kredit oleh bank mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasan kreditnya, sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan bank. Oleh karena itu dalam setiap pemberian kredit, bank harus benar-benar memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat berdasarkan prinsip kehati-hatian.

Prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit ini juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yaitu : - Pasal 8 ayat (1) menyebutkan bahwa :

Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan

prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan

analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta

kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau

mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang

diperjanjikan.

- Pasal 8 ayat (2) menyebutkan bahwa :

Bank umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman

perkreditan dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, sesuai

dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

(11)

kredit pada umumnya dalam dunia perbankan menggunakan instrumen analisis yang dikenal dengan 6 C, 7 P dan 3 R, yaitu sebagai berikut :36 a. “Character (Penilaian Watak), Penilaian mengenai watak disini antara lain meliputi kepribadian, moral dan perilaku calon debitur berdasarkan informasi dari pihak lain (pihak ketiga) yang mengetahui kehidupan keseharian calon debitur. Penilaian lainnya menyangkut sejauh mana kebenaran keterangan-keterangan yang diberikan oleh calon debitur mengenai diri dan perusahaannya.

Sebagai alat untuk memperoleh gambaran tentang karakter dari calon debitur dapat ditempuh melalui upaya sebagai berikut : 1. Meneliti riwayat hidup nasabah;

2. Meneliti reputasi nasabah di lingkungan usahanya; 3. Meminta informasi antar bank;

4. Mencari informasi kepada asosiasi usaha dimana nasabah berada.

b. Capital (Penilaian Terhadap Modal), penilaian modal dilakukan untuk melihat apakah debitur memiliki modal yang memadai untuk menjalankan dan memelihara kelangsungan usahanya.

36

(12)

c. Capacity (Penilaian Kemampuan) adalah kemampuan peminjam dalam mengelola usahanya secara sehat untuk kemudian memperoleh laba sesuai yang diperkirakan.

d. Collateral (Penilaian Terhadap Jaminan/Agunan) Adanya waktu dalam pembayaran hutang oleh debitur kepada kreditur mengakibatkan adanya resiko yang berupa ketidak pastian apakah hutang akan terbayar atau tidak sehingga oleh karenanya diperlukan suatu jaminan dalam pemberian kredit.37 Jaminan ini mempunyai sifat pelengkap dari kelayakan keterlaksanaan (feasibility) dari suatu proyek debitur. “Jaminan tidak akan dapat

memperbaiki tingkat kelayakan suatu proyek, namun agar proyek yang feasible tersebut menjadi bankable (dapat dibiayai dengan kredit dari bank) harus ada jaminan(collateral)tersebut”.38

e. Condition Of Economy (Penilaian Terhadap Prospek Usaha Debitur), faktor kondisi merupakan faktor yang sangat mempengaruhi usaha calon debitur terutama dalam kondisi persaingan bisnis yang sangat pesat.39Kondisi ekonomi yang dapat mempengaruhi kemampuan pemohon kredit mengembalikan hutangnya sering sulit diprediksi. Kondisi ekonomi negara yang

37

Muhammad Djumara, Hukum Perbankan di Indonesia, Penerbit Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2000, hal. 560.

38

Teguh Pudjo Muljono, Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil, Penerbit BPPE, Yogyakarta, 2000, hal. 16.

39

(13)

buruk sudah pasti mempengaruhi usaha pemohon kredit dan pendapatan perorangan yang akibatnya berdampak pada kemampuan pemohon kredit untuk melunasi hutangnya.40

Kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko, risiko ini menyangkut dalam pengembalian kredit tersebut sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat, yakni :

1. Bank tidak diperbolehkan memberikan kredit tanpa surat perjanjian tertulis;

2. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit untuk pembelian saham dan modal kerja dalam rangka kegiatan jual beli saham; 3. Bank tidak diperkenankan memberikan usaha yang sejak

semula telah diperhitungkan kurang sehat;

4. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit melampaui batas maksimum kredit(Legal lending limit).

jaminan dalam hubungannya dengan pemberian kredit suatu bank merupakan salah satu syarat untuk dapat dikabulkannya permohonan kredit, yang penting bagi pihak yang meminjamkan dalam perjanjian kredit adalah tentang jaminan bahwa uang yang dipinjamkan akan diterima kembali beserta bunganya sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama.

40

(14)

Bank akan merasa aman apabila barang jaminan kredit telah dikuasai menurut hukum yang berlaku. Bank akan merasa aman, karena dengan adanya jaminan apabila nasabah wanprestasi, tidak membayar hutangnya tepat waktu, bank masih dapat menutup piutangnya atau sisa tagihan dengan mencairkan atau menjual barang jaminan yang telah diikatnya.

f. Competence

kepastian tentang siapa dari pihak calon debitur yang secara hukum mempunyai kewenangan untuk meminjam dari bank, diperlukan untuk menghindari kemungkinan debitur menolak mengembalikan kredit.

Selanjutnya mengenai sifat daripada perjanjian jaminan adalah perjanjian yang bersifat accesoir, hal ini disebabkan timbulnya perjanjian jaminan karena adanya perjanjian kredit atau peminjaman uang atau barang. Sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian jaminan tidak akan ada bila tidak ada perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit. Jaminan sebagai perjanjian accesoir ialah sebagai pengaman bagi bank dalam pemberian kredit.

(15)

terdapat adanya kekhususan dimana pihak kreditur adalah pihak bank sedangkan objek perjanjian berupa uang.41

Adapun kegunaan jaminan adalah untuk :42

a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dari hasil jaminan tersebut. Apabila nasabah melakukan cidera janji yaitu tidak membayar hutangnya kembali pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian;

b. Menjamin supaya nasabah berperan serta di dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga memungkinkan untuk mencegah atau memperkecil perusahaan tersebut meninggalkan usaha atau proyeknya;

c. Memberi dorongan kepada debitur untuk memenuhi perjanjian kredit khusus mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank.

Di dalam jaminan dikenal 2 (dua) macam bentuk jaminan yaitu jaminan kebendaan, yang dapat diadakan antara kredit dengan debiturnya tetapi juga dapat diadakan antara kreditur dengan pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban debitur. Selain itu ada

41

Gatot Supramono, Perbankan Dan Masalah Kredit; Suatu Tinjauan Yuridis, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1996, hal. 62.

42

(16)

jaminan perorangan yang maksudnya adalah suatu perjanjian diluar sepengetahuan si berhutang tersebut.43

Penilaian kredit dengan metode analisis 7 P yaitu sebagai berikut :44

1. Personality (Kepribadian), adalah menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalunya. Personalityjuga mencakup sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah;

2. Party, adalah mengklarifikasikan nasabah berdasarkan golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, karakter dan loyalitasnya dimana tiap golongan memperoleh fasilitas yang berbeda dari bank;

3. Purpose, adalah tujuan dari penggunaan kredit oleh calon debitur, apakah untuk kegiatan produksi dan konsumtif;

4. Prospect, adalah prospek usaha tersebut dimasa depan, apakah menguntungkan atau merugikan;

5. Payment, adalah bagaimana pembayaran kembali akan dilakukan, asas ini dilakukan untuk mengetahui kelancaran pengambilan kredit;

43

Ibid, hal. 15.

44

(17)

6. Profitability, adalah untuk menganalisa bagaimana usaha nasabah dalam memperoleh laba;

7. Protection, bertujuan agar usaha dan jaminan memperoleh perlindungan.

Sedangkan Prinsip 3 R yaitu sebagai berikut :45

a. Return (hasil yang dicapai), sebagai penilaian atas hasil yang akan dicapai perusahaan calon debitur setelah memperoleh kredit;

b. Repayment (pembayaran kembali), adalah perhitungan kemampuan, jadwal dan jangka waktu pembayaran kredit oleh calon debitur, tetapi perusahaan tetap berjalan;

c. Risk Bearing Ability (kemampuan untuk menanggung resiko) adalah memperhitungkan besarnya kemampuan perusahaan calon debitur untuk menghadapi resiko, apakah resikonya besar atau kecil.

2. Tujuan Dan Fungsi Kredit

Dalam membahas pengertian kredit adalah perlu untuk mengetahui tujuan dan fungsi dari kredit itu sendiri, karena tujuan itu merupakan sasaran yang hendak dicapai atau diwujudkan dari suatu pekerjaan atau upaya yang sedang dilaksanakan. Tujuan kredit dapat digolongkan dalam dua bagian, yaitu :

45

(18)

a. Profitability adalah bahwa di dalam menjalankan usaha selalu berpedoman memperoleh laba atau keuntungan.

b. Safety adalah bahwa keamanan fasilitas yang diberikan benar-benar terjamin hingga tujuan profitability tercapai tanpa hambatan yang berarti.

Dari uraian pendapat diatas, maka dapat dirumuskan tujuan kredit adalah untuk mendapatkan keuntungan dengan aman tanpa adanya gangguan atau risiko yang dapat menimbulkan suatu kesulitan atau kerugian.

Fungsi kredit bagi bidang perekonomian dan perdagangan dapat diuraikan sebagai berikut :46

a. Kredit dapat meningkatkan daya guna dari modal dan uang; b. Kredit dapat menimbulkan kegairahan berusaha masyarakat; c. Kredit sebagai stabilisasi ekonomi;

d. Kredit sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional; e. Kredit dapat meningkatkan daya guna sesuatu barang.

3. Penggolongan Kredit Bank

Undang-Undang Perbankan tidak menguraikan tentang macam-macam kredit. Menurut Edy Putra Tje cara aman menggolongkan kredit atas dasar :

1. Penggolongan berdasarkan jangka waktu 46

(19)

Apabila jangka waktu yang digunakan sebagai kriteria, maka suatu kredit dapat dibagi :

a. Kredit jangka pendek, yakni kredit yang jangka waktunya tidak melebihi 1 (satu) tahun;

b. Kredit jangka menengah, yakni kredit yang mempunyai jangka waktu 1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun;

c. Kredit jangka panjang, dalam hal ini merupakan kredit yang mempunyai jangka waktu di atas 3 (tiga) tahun.

2. Penggolongan berdasarkan dokumentasi yaitu : a. Kredit dengan perjanjian kredit tertulis;

b. Kredit tanpa surat perjanjian kredit, yang dibagi ke dalam : 1. Kredit lisan, kredit ini sangat jarang dilakukan;

2. Kredit dengan instrument surat berharga, misalnya kredit yang hanya lewat dokumen promes (promissory note), Obligasi(bonds), kartu kredit, dan sebagainya;

3. Kredit cerukan (overdraft);Kredit seperti ini timbul karena :

1. Penarikan/pembebanan giro yang melampaui saldonya; 2. Penarikan/pembebanan R/C yang melampaui

plafonnya.

(20)

a. Kredit untuk sektor pertanian, perburuhan dan sarana pertanian;

b. Kredit untuk sektor pertambangan; c. Kredit untuk sektor perindustrian; d. Kredit untuk sektor listrik, gas dan air; e. Kredit untuk sektor konstruksi;

f. Kredit untuk sektor perdagangan, restoran, dan hotel; g. Kredit pengangkutan, perdagangan dan komunikasi; h. Kredit untuk sektor jasa;

i. Kredit untuk sektor lain-lain.

4. Penggolongan kredit berdasarkan tujuan penggunaannya, untuk itu kredit dibagi ke dalam :

a. Kredit konsumtif, adalah fasilitas kredit yang diberikan bank kepada debitur untuk keperluan pembelian barang-barang konsumsi yang diperlukan debitur.47

b. Kredit produktif, adalah kredit yang ditujukan untuk keperluan produksi dalam arti luas. Melalui kredit produktif, utility uang dan barang akan bertambah meningkat, yang terdiri dari :

47

(21)

1. Kredit investasi, yang dipergunakan untuk membeli barang modal atau barang-barang tahan lama, seperti tanah, mesin, dan sebagainya. Namun demikian, sering juga kredit ini digolongkan ke dalam kredit investasi adalah apa yang disebut sebagai kredit bantuan proyek; 2. Kredit modal kerja (working capital/kredit eksploitasi),

untuk membiayai modal lancar yang habis dalam pemakaian, seperti untuk barang dagangan, bahan baku, overheadproduksi, dan sebagainya;

3. Kredit likuiditas, diberikan dengan tujuan untuk membantu perusahaan yang sedang kesulitan likuiditas, misalnya kredit likuiditas dari Bank Indonesia yang diberikan untuk bank-bank yang memiliki likuiditas dibawah bentuk uang.

5. Penggolongan kredit berdasarkan objek yang ditransfer, dapat dibagi ke dalam :

a. Kredit uang (money credit), dimana pemberian dan pengembalian kredit dilakukan dalam bentuk uang; b. Kredit bukan uang (non money credit, mercantile credit,

(22)

6. Penggolongan kredit berdasarkan waktu pencairannya, dalam hal ini suatu kredit dapat dibagi lagi ke dalam :

a Kredit tunai (cash credit), dimana pencairan kredit dilakukan dengan tunai atau pemindahbukuan ke dalam rekening debitur;

b. Kredit tidak tunai (non cash credit), dimana kredit tidak dibayar pada saat pinjaman dibuat, termasuk ke dalam penggolongan ini, misalnya :

1. Garansi bank atau stand by L/C, dalam hal ini bank akan membayar apabila terjadi perbuatan tertentu, misalnya, jika pada suatu saat pihak pemohon garansi tidak melaksanakan kewajibannya kepada pihak lain, maka dalam hal seperti ini bank lah yang akan membayarnya;

2. Letter of credit, yang merupakan jaminan kepada penjual/pengirim barang dimana bank akan membayar sejumlah uang jika dokumen-dokumen tertentu dipenuhi oleh penjual/pengirim barang. 7. Penggolongan kredit, menurut cara penarikannya. Apabila

(23)

a. Kredit sekali jadi (alfopend), yakni kredit yang pencairan dananya dilakukan sekaligus, misalnya secara tunai ataupun secara pemindahbukuan;

b. Kredit rekening koran, dalam hal ini baik penyediaan dana maupun penarikan dana tidak dilakukan sekaligus melainkan secara tidak teratur, kapan saja dan berulang kali. Penarikan dana oleh nasabah dilakukan selama plafon kredit masih tersedia dilakukan dengan melalui pemindahbukuan, penarikan cek, bilyet, giro, atau perintah pemindahbukuan lainnya;

c. Kredit berulang-ulang (revolving loan), kredit semacam ini biasanya diberikan terhadap debitur yang tidak memerlukan kredit sekaligus, melainkan secara berulang-ulang sesuai kebutuhan, asalkan masih dalam batas maksimum dan masih dalam jangka waktu yang diperjanjikan. Berbeda dengan kredit rekening koran, masa kredit berulang-ulang ini lebih dibatasi (tidak dalam arti seluas-luasnya), terutama dalam hal penarikan dan penyetorannya;

(24)

e. Kredit tiap transaksi (self liquidating atau eenmalige transactie crediet), merupakan kredit yang diberikan untuk satu transaksi tertentu, dimana pengembalian kredit diambil dari hasil transaksi yang bersangkutan. Berbeda dengan revolving credit, maka kredit eenmalige ini tidak ditarik dananya secara berulang-ulang, melainkan sekaligus saja, yakni untuk setiap transaksi saja.

8. Penggolongan kredit dilihat dari pihak krediturnya

Apabila dilihat dari segi pihak pemberi kredit, maka suatu kredit dapat digolongkan ke dalam :

a. Kredit terorganisasi (organized credit), yakni yang diberikan oleh badan-badan yang terorganisir secara legal dan memang berwenang memberikan kredit, misalnya bank, koperasi dan sebagainya;

b. Kredit tidak terorganisasi (unorganized credit), merupakan kredit yang diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang ataupun badan yang tidak resmi untuk memberikan kredit. Kredit tidak terorganisasi ini dapat dipilah-pilah ke dalam kategori sebagai berikut :

(25)

2. Kredit penjual, merupakan kredit yang diberikan oleh penjual kepada pembeli dalam suatu jual beli, dimana barang segera diserahkan sementara harga barang dibayar kemudian secara kredit;

3. Kredit pembeli, yang dimaksudkan adalah kredit yang juga terbit dari penjual dimana uang pembelian segera diserahkan sementara dan barangnya diserahkan dikemudian hari, misalnya yang sering dipraktekkan dalam pembelian bahan bangunan dan lain-lain.

C. TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA 1. Pengertian Jaminan Fidusia

Fidusia mempunyai arti : pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap berada dalam penguasaan pemilik benda.48

Menurut Dr. A. Hamzah dan Senjun Manulang, mengartikan fidusia yaitu :

“suatu cara pengoperan hak milik dari pemiliknya (debitur),

berdasarkan adanya perjanjian pokok (perjanjian utang piutang) kepada kreditur, akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja

48

(26)

secara yuridis-levering dan hanya dimiliki oleh kreditur secara kepercayaan (sebagai jaminan utang debitur), sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh debitur tetapi bukan sebagai eigenaar maupun bezitter. Melainkan hanya sebagai detentoratau houderdan atas nama kreditureigenaar”.49

Fidusia, menurut asal katanya berasal dari kata “fides” yang berarti kepercayaan. Pranata Jaminan Fidusia sudah dikenal dan diberlakukan dalam masyarakat hukum Romawi. Ada dua bentuk jaminan fidusia, yaitu fidusia cum creditore dan fidusia cum amico.50 Keduanya timbul dari perjanjian yang disebut pactum fiduciae yang kemudian diikuti dengan penyerahan hak atauin iure cesio.

Dalam bentuk yang pertama atau lengkapnya fiducia cum creditore contracta yang berarti janji kepercayaan yang dibuat dengan kreditur, dikatakan bahwa debitur akan mengalihkan kepemilikan atas suatu benda kepada kreditur sebagai jaminan atas utangnya dengan kesepakatan bahwa kreditur akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada debitur apabila utangnya sudah dibayar lunas.

Beberapa prinsip utama dari jaminan fidusia adalah sebagai berikut : 1. Bahwa secara riil, pemegang fidusia hanya berfungsi sebagai

pemegang jaminan saja, bukan sebagai pemilik yang sebenamya.

49

A. Hamzah dan Senjun Manullang, Lembaga Fidusia dan Penerapannya di Indonesia, Penerbit Liberty, Jakarta, 1987, hal. 20.

50

(27)

2. Hak pemegang fidusia untuk mengeksekusi barang jaminan baru ada jika ada wanprestasi dari pihak debitur

3. Apabila hutang sudah dilunasi, maka objek jaminan fidusia harus dikembalikan kepada pihak pemberi fidusia.

4. Jika hasil penjualan (eksekusi) barang fidusia melebihi jumlah hutangnya, maka sisa hasil penjualan harus dikembalikan kepada pemberi fidusia.

Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang dimaksud dengan Jaminan Fidusia adalah :

”Hak jaminan atas benda bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur

lainnya”.

(28)

constitutum possesorium. Ini berarti pengalihan hak kepemilikan atas suatu benda dengan melanjutkan penguasaan atas benda tersebut dimaksudkan untuk kepentingan penerima fidusia.51

Pengalihan hak kepemilikan tersebut dilakukan dengan cara constitutum possesorium diatur dalam Pasal 584 KUH Perdata yang menyatakan bahwa :

“Hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan; karena daluwarsa, karena perwarisan, baik menurut undang-undang, maupun menurut surat wasiat, dan karena penunjukan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan

itu”.

Sedangkan menurut pasal 62 KUHPerdata mengatakan bahwa :

“Penyerahan kebendaan bergerak, kecuali yang tidak

bertubuh dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan dalam mana kebendaan

itu berada.”

Jaminan dibagi menjadi 2 (dua) bentuk yaitu sebagai berikut :52

51

Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, op.cit., hal 128.

52

(29)

1. Jaminan umum

KUHPerdata memang tidak menyebutkan adanya jaminan umum dan jaminan khusus, namun dari sejumlah peraturan dapat diketahui mana jaminan yang bersifat umum dan mana yang bersifat khusus.

Untuk jaminan umum diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata,

yang berbunyi : “Segala kebendaan si berutang, baik yang

bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk

segala perikatan perseorangan”. Debitur dalam hal ini cukup

pasif, tidak perlu membuat perjanjian jaminan, karena perikatannya sudah diatur oleh undang-undang. Tanpa adanya perjanjian yang diadakan para pihak lebih dulu, para kreditur konkuren semuanya secara bersama-sama memperoleh jaminan umum yang diberikan oleh undang-undang itu. semua barang-barang milik debitur merupakan jaminan bagi para kreditur tanpa memandang siapa kreditur yang membuat perikatan lebih dahulu. Semua kreditur mempunyai hak yang sama, namun mengenai pembayaran utang tidak dibagi rata dari hasil penjualan barang-barang tersebut.

(30)

besar kecilnya piutang masing-masing kreditur, kecuali diantara kreditur mempunyai hak untuk didahulukan.

2. Jaminan Tertentu/khusus

Pada jaminan khusus pihak debitur memperjanjikan kepada debitur atas suatu barang-barang tertentu khusus diperuntukkan sebagai jaminan utang debitur. Selain dapat berupa barang, jaminan khusus juga dapat berupa orang. Meskipun dapat berupa orang, tetapi pada akhirnya harta benda orang yang bersangkutan yang dapat disita dan dijual lelang untuk pelunasan utang.

Sebagaimana pernah disinggung di atas bahwa untuk dapat membuat jaminan khusus, maka pada perjanjian pokoknya harus diperjanjikan tentang adanya hal itu. Baru kemudian dibuat perjanjian jaminannya yang bersifataccessoir.

Adapun macam-macam jaminan khusus terdapat dalam KUHPerdata maupun peraturan di luar KUHPerdata. Jaminan khusus yang diatur dalam KUHPerdata adalah : hipotik, gadai, penanggungan(borgtocht).

(31)

1. Jaminan tidak bergerak, diatur di dalam Pasal 506-508 Bagian Ketiga Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang terdiri dari :

a.Tanah, dan segala sesuatu yang didirikan di atasnya;

b. Bangunan beserta segala macam sarana dan prasarana yang peruntukannya tidak dapat dipisahkan dari bangunan tersebut, yang dianggap menyatu dengan bangunan tersebut;

c. Pohon-pohon dan tanaman-tanaman serta buah-buah yang belum dipetik dari pohonnya;

d. Barang-barang tambang;

e. Pipa-pipa, saluran-saluran bawah tanah yang bersatu dengan tanah;

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 314 Kapal-kapal yang berukuran lebih dari 20 meter kubik, yang terdaftar di setiap Syah Bandar di seluruh Indonesia, dianggap sebagai kebendaan yang tidak bergerak.

(32)

a. Jaminan benda bertubuh, yaitu jaminan yang secara fisik terlihat bendanya, seperti : kendaraan bermotor, mesin, peralatan kantor, barang perhiasan dan lain sebagainya; b. Jaminan tak bertubuh, yaitu jaminan yang berupa

surat-surat berharga, surat-surat berharga adalah sebuah dokumen yang diterbitkan oleh penerbitnya sebagai pemenuhan suatu prestasi berupa pembayaran sejumlah uang sehingga berfungsi sebagai alat bayar yang di dalamnya berisikan suatu perintah untuk membayar kepada pihak-pihak yang memegang surat tersebut, baik pihak-pihak yang diberikan surat berharga oleh penerbitnya maupun pihak ketiga kepada siapa surat berharga tersebut telah dialihkan.53

Jenis-Jenis Surat Berharga di dalam KUHD Pengaturan Surat berharga terdapat dalam Kitab Undang Undang Hukum Dagang dan Peraturan Perundang-undangan lainnya yaitu sebagai berikut :

a. Jenis Surat Berharga yang diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Dagang yaitu :

1· Wesel diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Buku I Bab VI Pasal 100-173. Wesel adalah surat berharga yang memuat kata “wesel” dan ditandatangani di suatu tempat dalam mana

53

(33)

penerbit memberikan perintah tak bersyarat kepada tersangkut untuk membayar sejumlah uang pada hari bayar kepada orang yang ditunjuk oleh penerbit yang disebut penerima atau penggantinya disuatu tempat tertentu.

2 Cek diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Buku I Bab VII Pasal 178-190b. Cek adalah surat yang memuat kata cek yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu dengan mana perintah tanpa syarat kepada bankir untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau pembawa di tempat tertentu. Cek juga dapat diartikan suatu surat yang membuat suruhan pembayaran sejumlah uang kepada seorang dalam waktu yang tertentu, suruhan mana umumnya ditujukan kepada suatu bank yang memberikan buku cek kepada orang yang menandatangani cek itu. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, cek adalah salah satu cara untuk melakukan penarikan terhadap simpanan dalam bentuk giro yang dapat dilakukan setiap saat.54

3. Surat Sangup diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Buku I Bagian XIII Pasal 174-177. Surat Sanggup adalah surat yang memuat kata “sanggup”/promesse aan order, yang

ditandatangani pada tanggal dan tempat tertentu dengan mana

54

(34)

penandatangan menyanggupi tanpa syarat untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang/pengganti pada tanggal dan tempat tertentu.

4. Promes atas unjuk diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Buku I Bagian XI Pasal 229e-229k. Promes atas unjuk adalah suatu surat yang ditanggali dimana penandatangannya sendiri berjanji akan membayar sejumlah uang yang ditentukan di dalamnya kepada tertunjuk pada waktu diperlihatkan pada sewaktu waktu tertentu. Promes artinya janji untuk membayar sejumlah uang. Sifat dari surat promes atas unjuk adalah atas tunjuk (aan toonder) artinya siapa saja yang memegang surat itu dan setiap saat memperlihatkannya kepada yang bertandatangan ia akan memperoleh pembayaran.

b. Jenis surat berharga yang diatur di Peraturan Perundang Undangan lain di luar Kitab Undang Undang Hukum Dagang antara lain :55

1. Bilyet Giro diatur di dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/670/HPPB/PbB tanggal 24 Januari 1972, ditentukan bahwa Bilyet Giro adalah surat perintah nasabah yang telah distandardisir bentuknya kepada penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah uang dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank yang sama atau pada 55

(35)

bank lainnya. Dengan demikian, pembayaran dana bilyet giro tidak dapat dilakukan dengan uang tunai dan tidak dapat dipindahtangankan melaluiendosemen.

2. Commercial Paper (CP) adalah suatu surat berharga berupa pengakuan hutang berjangka pendek 2 (dua) sampai dengan 270 (dua ratus tujuh puluh) hari, yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan (sebagai peminjam uang) kepada pihak lain (investor) yang mempunyai dana segar untuk membeli obligasi tersebut, utang tersebut tanpa memberikan suatu jaminan utang, utang mana diberikan diskon tertentu meskipun ada juga yang diberikan dengan memberikan suatu bunga tertentu(interest bearing).

(36)

yang memberi Sertifikat Bank Indonesia menerima pembayaran bunganya di muka/seketika itu, dengan ketentuan bunga yang telah diterimanya itu akan diperhitungkan pada saat Sertifikat Bank Indonesia dibayarkan kembali tepat pada tanggal jatuh tempo.

Secara umum, jaminan dapat diartikan sebagai “Penyerahan kekayaan

atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung kembali

pembayaran suatu utang”. Dengan demikian, jaminan mengandung suatu kekayaan (materiil) ataupun suatu pernyataan kesanggupan (imateriil) yang dapat dijadikan sebagai sumber pelunasan utang. Jaminan dapat dikelompokkan menurut kebendaannya yaitu :

1. Jaminan perorangan(personlijk)

Istilah jaminan perorangan adalah berasal dari kataborgtocht. Ada juga yang menyebutkan dengan istilah imateriil.56 Menurut Pasal 1820 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) “Penanggungan adalah

suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ke tiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang

manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya”.

2. Jaminan kebendaan(zakelijk)

Jaminan yang bersifat kebendan yaitu adanya benda tertentu yang dijadikan jaminan (zakelijk). Jaminan yang bersifat kebendaan dilembagakan dalam bentuk hipotek, hak tanggungan, fidusia dan gadai. 56

(37)

Jaminan kebendaan ini merupakan hak kebendaan yang diberikan atas dasar jura in re aliena, dan karenanya wajib memenuhi asas pencatatan dan publisitas agar dapat melahirkan hak mutlak atas kebendaan yang dijaminkan tersebut.

Sedangkan lembaga jaminan fidusia ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a. Memberikan kedudukan yang mendahului kepada kreditur penerima fidusia terhadap kreditur lainnya (pasal 29 Undang-Undang Fidusia) droit de preference. Penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya. Hak yang didahulukan dihitung sejak tanggal pendaftaran benda yang menjadi objek jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF). Hak yang didahulukan yang dimaksud adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

b. Selalu mengikuti objek yang dijaminkan ditangan siapapun objek itu berada (pasal 20 Undang-Undang Fidusia) droit de suite, kecuali benda persediaan (pengalihan).

c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga mengikat pihak ketiga dan memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan (pasal 6 dan pasal 11 Undang-Undang Fidusia).

(38)

2. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;

3. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia; 4. Nilai penjaminan;

5. Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia, benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF);

6. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya (pasal 29 Undang-Undang Fidusia). Dalam hal debitur atau pemberi fidusia cidera janji, maka debitur wajib menyerahkan objek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi. Eksekusi dapat dilaksanakan dengan cara pelaksanaan title eksekutorial oleh kreditur atau penerima fidusia yang artinya langsung melaksanakan eksekusi melalui lembaga parate eksekusi atau penjualan benda objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan dari hasil penjualan.

2. Subjek Dan Objek Jaminan Fidusia a. Subjek Jaminan Fidusia

Subyek dari jaminan Fidusia antara lain :57

1. Kreditur adalah pihak bank atau lembaga pembiayaan lainnya yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang.

57

(39)

2. Debitur adalah orang atau badan usaha yang memiliki hutang kepada bank atau lembaga pembiayaan lainnya karena perjanjian atau undang-undang.

3. Pemberi Fidusia adalah orang atau badan usaha yang memiliki benda jaminan fidusia.

4. Penerima Fidusia adalah bank atau lembaga pembiayaan lainnya yang mempunyai piutang terhadap pemberi jaminan fidusia yang pembayarannya dijamin dengan benda jaminan fidusia dan harta kekayaan lainnya dari pemberi jaminan fidusia.

Sedangkan mengenai macam-macam obyek dari jaminan fidusia dapat dilihat dari pasal 1 butir 2 dan 4 serta pasal 3 UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia, yang disebutkan bahwa yang dapat dijadikan objek fidusia adalah benda apapun yang dapat dimiliki dan dialihkan hak kepemilikannya. Benda itu dapat berupa benda berwujud dan benda tidak berwujud, terdaftar atau tidak terdaftar, bergerak ataupun tidak bergerak dengan syarat bahwa benda tersebut tidak dibebani dengan hak tanggungan atau hipotek.58

b. Objek Jaminan Fidusia

Objek jaminan fidusia adalah benda sebagaimana Undang-Undang jaminan fidusia secara jelas menegaskan bahwa jaminan fidusia adalah

58

(40)

agunan atas kebendaan atau jaminan kebendaan (zakelijke zekerheid atau security right in rem) yang memberikan kedudukan yang didahulukan kepada penerima fidusia, dimana hak yang didahulukan dari penerima fidusia ini menurut ketentuan pasal 1 butir 2 Undang-Undang fidusia tidak hapus dengan pailitnya pemberi jaminan fidusia tersebut.

Ketentuan dalam pasal 4 Undang-Undang fidusia ditegaskan bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan atau eksesor (accesoir) dari suatu perjanjian pokok oleh karena itu maka sebagai akibat dari sifat aksesor ini adalah bahwa jaminan fidusia hapus demi hukum bilamana utang yang dijamin dengan jaminan fidusia hapus.

Pada ketentuan pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia mengatur bahwa selain benda yang sudah dimiliki pada saat dibuatnya jaminan fidusia, maka benda yang diperoleh dikemudian hari dapat juga dibebani dengan jaminan fidusia pada saat benda tersebut menjadi milik pemberi fidusia.

Mengenai bentuk perjanjian fidusia maka ketentuan pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia menegaskan bahwa untuk perjanjian fidusia harus tertulis dan harus dibuat dengan akta notaris dengan menggunakan bahasa Indonesia.

(41)

perjanjian mengenai pengakuan tanda tangannya di dalam perjanjian yang telah dibuat. Artinya salah satu pihak dapat menyangkal akan kebenaran tanda tangannya yang ada dalam perjanjian tersebut. Akta bawah tangan atau perjanjian yang dibuat dibawah tangan memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut :59

a. Bentuknya yang bebas;

b. Pembuatannya tidak harus dihadapan pejabat umum;

c. Tetap mempunyai kekuatan pembuktian selama tidak disangkal oleh pembuatnya;

d. Dalam hal harus dibuktikan maka pembuktian tersebut harus dilengkapi dengan saksi-saksi dan bukti lainnya dan oleh karena itu, biasanya dalam akta dibawah tangan, sebaiknya dimasukkan 2 (dua) orang saksi yang sudah dewasa untuk memperkuat pembuktian;

Berdasarkan Pasal 1870 KUHPerdata yang menyatakan bahwa :

“Suatu akta otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu

bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya”.

Kekuatan pembuktian sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya antara para pihak beserta para ahli warisnya atau para penggantinya.

Sedangkan di dalam Pasal 1871 KUHPerdata menyatakan :

59

(42)

“Suatu akta otentik namunlah tidak memberikan bukti yang sempurna

tentang apa yang termuat didalamnya sebagai suatu penuturan belaka, selain sekedar apa yang dituturkan itu ada hubungan langsung dengan pokok isi akta.

Jika apa yang termuat di situ sebagai suatu penuturan belaka tidak ada hubungan langsung dengan pokok isi akta, maka itu hanya dapat berguna sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan.

Pasal 13 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia mengatur tentang :

(1) Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia; dan

(2) Pernyataan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat : a. Identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia;

b. Tanggal, nomor akta Jaminan Fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang memuat akta Jaminan Fidusia a. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;

b. Uraian mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia; c. Nilai Penjaminan; dan

(43)

(3) Kantor Pendaftaran Fidusia mencatat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran Jaminan Fidusia dan biaya pendaftaran diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Sedangkan bunyi pasal 14 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia yaitu sebagai berikut :

(1) Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada Penerima Fidusia Sertifikat Jaminan Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran.

(2) Sertifikat Jaminan Fidusia yang merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia memuat catatan tentang hal-hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (2).

(3) Jaminan Fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia.

Dengan demikian melalui keharusan Pendaftaran jaminan fidusia sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia ini telah memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga mengikat pihak ketiga dan memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pasal 11 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Jaminan Fidusia yang berbunyi :

(44)

(2) Dalam hal benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada di luar wilayah Negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku.

Mengingat bahwa pemberi fidusia tetap menguasai benda yang menjadi objek jaminan fidusia dan dialah yang memakai serta merupakan pihak yang sepenuhnya memperoleh manfaat ekonomis dari pemakaian benda tersebut, maka pemberi fidusialah yang bertanggung jawab atas semua akibat dan harus memikul semua risiko yang timbul berkaitan dengan pemakaian dan keadaan benda jaminan tersebut berdasarkan ketentuan pasal 24 Undang-Undang Fidusia.

Jaminan fidusia menganut prinsip kebendaan “droit de suite” sebagaimana telah diatur pada ketentuan pasal 20 Undang-Undang Fidusia. Pengecualian terhadap prinsip ini adalah dalam hal benda yang menjadi objek fidusia yang merupakan benda persediaan dan hak kepemilikannya dialihkan dengan cara dan prosedur yang lazim berlaku pada usaha perdagangan dan dengan memperhatikan persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 21 Undang-Undang Fidusia.

(45)

Berkaitan dengan ketentuan pasal 25 ayat (3) Undang-Undang Fidusia maka hal tersebut diatur guna memberikan kepastian kepada Kantor Pendaftaran Fidusia untuk melakukan pencoretan terhadap pencatatan jaminan fidusia dari Buku Daftar Fidusia dan menerbitkan surat keterangan yang menyatakan bahwa sertifikat jaminan fidusia yang bersangkutan tidak berlaku lagi.

Menafsirkan bahwa yang harus didaftar adalah benda dan ikatan jaminan, yang akan sangat menguntungkan.60 Karena dengan terdaftarnya ikatan jaminan dan janji-janji fidusia secara langsung mengikat pihak ketiga. 3. Wanprestasi Dan Akibat Hukumnya

Prestasi atau yang dalam Bahasa Inggris disebut juga dengan istilah

performance”, dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu

pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah

mengingat diri untuk itu, pelaksana mana sesuai dengan “term” dan

condition” sebagaimana dimaksudkan dalam kontrak yang bersangkutan.61 Ada beberapa macam para pihak yang tidak memenuhi prestasinya walaupun sebelumnya sudah setuju untuk dilaksanakan. Macam-macam wanprestasi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi. b. Wanprestasi berupa terlambat memenuhi prestasi.

60

J Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan kebendaan Fidusia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal. 247.

61

(46)

c. Wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi.

d. Wanprestasi melakukan sesuatu yang oleh perjanjian tidak boleh dilakukan.62

Ada 4 (empat) akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut: a. Perikatan tetap ada

Kreditur masih dapat memenuhi kepada debitur pelaksanaan prestasi apabila ia terlambat memenuhi prestasi. Di samping itu, kreditur berhak menuntut ganti rugi akibat keterlambatan melaksanakan prestasinya. Hal ini disebabkan kreditur akan mendapat keuntungan apabila debitur melaksanakan prestasi tepat pada waktunya;

b. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata);

c. Beban risiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar dari pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegangan pada keadaan memaksa;

d. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan Pasal 1266 KUH Perdata. Sebagaimana diketahui bahwa subjek-subjek dalam suatu perikatan itu terdiri atas pihak kreditur dan debitur. Pihak kreditur merupakan pihak yang 62

(47)

berhak atas pemenuhan prestasi, sedangkan pihak debitur adalah pihak yang berkewajiban untuk memenuhi tuntutan prestasi dari pihak kreditur. Namun, semuanya itu mungkin tidak dapat saja berjalan sebagaimana yang dikehendaki dimana dapat terjadi seorang debitur cidera janji atau lalai untuk memenuhi kewajiban. Alasan mengapa seorang debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain:

a. Karena pada diri debitur gagal memenuhi kewajibannya untuk berprestasi. Keadaan ini dinamakan wanprestasi.63

b. Sebab yang kedua mengapa debitur tidak dapat memenuhi prestasi kepada seorang kreditur dikarenakan adanya overmacht atau keadaan memaksa diluar kemampuan debitur. Keadaan wanprestasi itu tidak selalu bahwa seorang debitur tidak dapat memenuhi sama sekali seluruh prestasi. Mungkin saja seorang debitur hanya tidak tepat waktu dalam memenuhi prestasi atau tidak memenuhi prestasi yang baik. Perlu mendapat perhatian bahwa penilaian atas wanprestasi itu tidak dengan sendirinya ada, melainkan harus dinyatakan lebih dahulu bahwa debitur itu lalai. Pernyataan lalai tersebut dikenal dengan istilah ingebreke stelling atau sommatie yaitu pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur

63

(48)

yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu yang pada pokoknya bahwa utang itu harus ditagih terlebih dahulu.

Dalam masyarakat ada kesan bahwa dalam hubungan antara bank dan nasabah debitur, bank selalu berada diposisi yang lebih kuat. Pada waktu kredit akan diberikan, pada umumnya memang bank dalam posisi yang lebih kuat dibandingkan dengan calon nasabah debitur. Hal tersebut karena pada saat pembuatan perjanjian itu, calon nasabah debitur sangat membutuhkan bantuan kredit dari bank. Umumnya calon nasabah debitur tidak akan banyak menuntut karena mereka khawatir pemberian kredit tersebut akan dibatalkan oleh bank. Hal ini menyebabkan posisi tawar-menawar bank menjadi sangat kuat. Tetapi setelah kredit diberikan berdasarkan perjanjian kredit, ternyata kedudukan bank lemah. Kedudukan bank setelah kredit diberikan banyak bergantung kepada integritas nasabah debitur. Bila nasabah debitur tidak membayar kredit yang telah dipinjam maka memang bank perlu harus mencari penyelesaian melalui bantuan hukum. Untuk dapat melindungi kepentingan bank.

(49)

yang memberatkan nasabah debitur, sebaliknya pihak bank terlindungi oleh karenanya pihak nasabah debitur dibebani dengan sejumlah kewajiban dan merupakan hak-hak bank yang mesti dipenuhinya. Dengan kelemahan kedudukan nasabah debitur itulah pihak bank memanfaatkannya dengan lebih banyak membuat klausula-klausula yang tidak wajar dan tidak adil.

D. TINJAUAN UMUM TENTANG GIRO 1. Pengertian Giro

Pengertian Giro (Demaind Deposit)Dalam dunia perdagangan kata giro sudah tidak asing lagi. Setiap akan melakukan transaksi pembayaran sering dikaitkan dengan giro, baik pembayaran yang bersifat tunai maupun non tunai.64 Hal ini dilakukan karena pembayaran dengan menggunakan giro sangat memberikan berbagai keuntungan, terutama dari segi keamanan untuk jumlah pembayaran yang relatif besar. Secara umum giro adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan mempergunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya, atau dengan cara pemindah bukuan.

Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang bunyinya sebagai berikut :

64

(50)

“Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan

setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah

pembayaran lainnya atau dengan pemindahbukuan.” Sedangkan bilyet giro kosong adalah bilyet giro yang diajukan kepada bank, namun dana nasabah pada bank tidak mencukupi untuk membayar atau memenuhi amanat pada bilyet giro yang bersangkutan. Jika saldo rekening yang bersangkutan tidak mencukupi maka bilyet giro tersebut harus ditolak sebagai bilyet giro kosong.65Dari pengertian diatas ada 2 hal yang perlu diperhatikan tentang giro, yaitu:

a. Penarikan dapat dilaksanakan setiap saat, yang berarti bahwa penarikan simpanan dalam bentuk giro dapat dilakukan oleh si penyimpan, pemilik girant tersebut setiap saat selama kantor kas bank buka.

b. Cara penarikan. Dalam hal ini yang paling banyak dipergunakan adalah penarikan dengan cek dan bilyet giro. Namun dengan batas-batas tertentu penarikan dalam bentuk lain seperti saran perintah pembayaran lain dan pemindahbukuan dapat dilakukan. Selanjutnya dapat juga dikemukakan bahwa simpanan dalam bentuk giro ini mempunyai banyak kegunaan bagi si penyimpan, yaitu:

65

(51)

1. Dapat membayar transaksi jual-beli dengan mempergunakan cek, bilyet giro, atau sarana perintah pembayaran lainnya. 2. Dapat mengirim transfer (kiriman uang atau delegasi kredit

dengan jaminan rekening giro). 3. Keamanan dan rahasia terjamin.

4. Tidak perlu membawa uang dalam jumlah besar. 5. Dapat diambil sewaktu-waktu.

Rumusan tersebut merupakan rumusan yang berlebihan karena cek telah merupakan perintah pembayaran sedang bilyet merupakan perintah pemindahbukuan. Keduanya sarana bilyet yang umum dipergunakan dalam hal penarikan giro.66

Dalam pelaksanaan tata usaha giro dilakukan melalui suatu rekening yang disebut Rekening Koran. Rekening ini digunakan juga untuk menata usahaan kredit yang juga diberikan melalui rekening koran.

Rekening atas nama nasabah terbagi menjadi 2 (dua) golongan yaitu rekening perorangan dan rekening atas nama suatu badan organisasi.

Tabungan (Serving) adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu :67

66

Leden Marpaung, Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Terhadap Perbankan, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2003, hal. 66-67.

67

(52)

Deposito Berjangka (Time Deposits) adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara pihak ketiga.68Pengertian deposito menurut UU No.10 Tahun 1998 pasal 1 butir 7 ditentukan bahwa deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Dari pengertian diatas dapat dilihat ada 2 unsur yang terkandung dalam deposito, yaitu : a. Penarikan hanya dapat dilakukan dalam waktu tertentu, yang berarti

bahwa penarikan simpanan dalam bentuk deposito hanya dapat dilakukan oleh si penyimpan pada waktu tertentu pada waktu perjanjian antara nasabah penyimpan dengan bank;

b. Cara penarikan. Dalam hal ini apabila batas waktu yang tertuang dalam perjanjian deposito tersebut telah jatuh tempo, maka si penyimpan dapat menarik deposito tersebut atau memperpanjang dengan suatu waktu yang diinginkannya. Mengenai jangka waktu deposito terdapat beberapa alternatif yang dapat dipilih oleh nasabah penyimpan, yaitu : 1 (satu) bulan, 3 (tiga) bulan, 6 (enam) bulan,12 (dua belas) bulan, dan 24 (dua puluh empat) bulan. Deposito berjangka ini hanya dapat ditarik atau diuangkan pada saat jatuh temponya oleh pihak yang namanya tercantum dalam bilyet deposito. Oleh karena itu, deposito berjangka merupakan

68

(53)

simpanan atas nama. Selanjutnya, deposito yang ditarik oleh deposan sebelum jangka waktu jatuh temponya sebagaimana yang diperjanjikan, bank mengenakan penalti kepada deposan dan hak pendapatan bunga tidak diperhitungkan oleh bank atas deposito berjangka tersebut. Menurut Undang-undang RI No. 7 tahun 1992 Bab I pasal 1 butir 8: ”Deposito

didefinisikan sebagai simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan”. Deposan deposito berjangka adalah setiap orang atau

badan hukum atau badan lainnya yang mendepositokan uangnya pada bank dengan menunjukan bukti diri atau akta pendirian yang sah menurut hukum.

Simpanan Sementara adalah simpanan masyarakat pada bank yang bersifat sementara. Bentuknya dapat berupa uang titipan, uang transfer, setoran jaminan L/C (Letter of Credit), garansi bank dalam proses tender suatu proyek, dan lain-lain.69

Ketentuan tentang cek (cheque) diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang pada umumnya dibedakan jenisnya, sebagai berikut :

1. Cek (cheque)

69

(54)

a. Cek atas unjuk (aan tonder), yang dibayar oleh bank kepada orang yang menguangkannya;

b. Cek atas nama (aan order), yang dibayar kepada orang yang disebut dalam cek tersebut;

c. Cek fiat yakni cek yang difiat bank dengan maksud bahwa pembayarannya dijamin oleh bank tersebut;

d. Cek silang, yang diberi dua garis miring sejajar pada bagian muka. Cek tersebut tidak dapat diuangkan, hanya dapat dipindahbukukan; e. Cek mundur, istilah cek mundur dalam praktik sehari-hari yang

oleh si penarik diberi tanggal yang akan datang dengan maksud bahwa cek tersebut dapat diuangkan pada tanggal yang tercantum pada cek tersebut. Hal ini sebenarnya bertentangan dengan Pasal 205 KUHD yang menentukan bahwa setiap cek harus dibayar pada saat diunjukkan karenanya tiap penentuan yang memuat sebaliknya, dianggap tidak tertulis;

(55)

(tiga) kali berturut-turut dalam jangka waktu 6 (enam) bulan, maka rekeningnya harus ditutup.

2. Cek bilyet

Cek bilyet adalah perintah dari nasabah untuk memindahkan sejumlah uang yang dicantumkan dalam cek bilyet. Untuk ketertiban administrasi maka cek bilyet ditentukan tenggang waktu penawaran selama 70 hari. Selama pemindahbukuan belum dilakukan, cek bilyet dapat dibatalkan penariknya. Jika ada cek bilyet yang kosong dalam arti dana rekening penarik tidak mencukupi maka diberlakukan sama dengan cek sebagaimana diutarakan pada huruf a di atas.

Bank menerima simpanan dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro. Simpanan giro adalah jenis simpanan yang dapat ditarik setiap saat dengan menggunakan cek dan/atau bilyet giro. Sifat simpanan giro yang dapat ditarik setiap saat, maka pemilik simpanan giro dapat menarik dananya kapan saja diperlukan, asalkan saldonya cukup. Pemilik simpanan giro juga dapat menarik dananya melalui bank lain. Penarikan simpanan giro yang dilakukan melalui bank lain, disebut dengan kliring.70 Bank yang menerima setoran cek dan/atau bilyet giro bank lain akan menagihkan kepada bank yang

70

(56)

menerbitkan cek dan/atau bilyet giro tersebut. Penagihannya dilakukan melalui lembaga kliring setempat.

Simpanan giro merupakan simpanan yang penarikannya menggunakan sarana berupa cek dan/atau bilyet Giro. Pencairan simpanan giro secara tunai dilakukan dengan menggunakan cek sebagai sarana pencairan tunai dan pemindahbukuan dana dari rekening nasabah ke rekening lain dilakukan dengan menggunakan bilyet giro. Kedua sarana penarikan tersebut, cek, maupun bilyet giro merupakan sarana penarikan yang sudah umum dilakukan oleh nasabah/pemegang rekening giro. Di samping itu, nasabah dapat menggunakan sarana lain, misalnya formulir yang disediakan oleh bank seperti formulir transfer.

(57)

layanan giro kepada masyarakat. Bagi masyarakat yang ingin membuka rekening giro, bank akan meneliti dan meyakininya. Simpanan giro ini ditawarkan kepada masyarakat, pengusaha, baik individu, maupun badan usaha.

2. Manfaat Simpanan Giro

Manfaat simpanan giro bagi bank, agar bank terhindar pada permasalahan yang timbul dikemudian hari adalah sebagai berikut :

1. Sumber dana yang murah;

2. Sarana untuk mempromosikan produk lain.

Sedangkan manfaat simpanan giro bagi nasabah adalah sebagai berikut : 1. Kemudahan dalam melakukan transaksi pembayaran.

2. Untuk berjaga-jaga apabila terdapat pengeluaran mendadak. 3. Jasa Giro

(58)

4. Pembukaan Rekening Giro

Dalam pembukaan rekening giro, calon nasabah wajib memberikan persyaratan dokumen yang ditetapkan oleh bank, termasuk diantaranya dokumen yang dipersyaratkan Bank Indonesia yaitu :71

1. Data sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan prinsip mengenal nasabah, seperti identitas calon nasabah serta maksud dan tujuan pembukaan rekening giro;

2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk calon nasabah yang diwajibkan melalui NPWP sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku;

Apabila persyaratan dokumen telah dilengkapi bank akan melakukan pengecekan profil calon nasabah ke DHN yang telah dipublikasikan oleh Bank Indonesia.

Pengecekan identitas calon nasabah dengan data DHN merupakan upaya preventif bank untuk mencegah pemberian fasilitas giro kepada calon nasabah yang sedang dalam pengenaaan sanksi penarikan giro kosong kepada DHN. Bank akan menolak permohonan pembukaan rekening giro yang diajukan calon nasabah tersebut apabila identitas calon nasabah tercantum dalam DHN dan sebaliknya bank akan melanjutkan proses permohonan dengan mengadakan perjanjian pembukaan rekening giro apabila identitas calon nasabah tidak tercantum dalam DHN.

71

(59)

Perjanjian pembukaan rekening giro yang dibuat antara bank dengan calon nasabah berisi klausul umum perjanjian pembukaan rekening simpanan.

Pembukaan rekening giro merupakan perjanjian awal yang terjadi antara nasabah sebagai pemilik dana dan bank. Nasabah akan memulai aktivitasnya dengan menggunakan fasilitas rekening yang dimiliki oleh nasabah di bank sesuai dengan ketentuan yang berlaku.72

Pemprosesan pembukaan rekening giro kepada nasabah oleh bank umumnya dilakukan oleh customer service officer (CSO) dengan sistem komputerisasi yang dikembangkan khusus oleh bank, CSO melakukan proses antara lain berupa : pengecekan calon nasabah pada DHN, Pemesanan(order) blanko cek, pencetakan validasi, pengisian kode/data dalam sistem (encode) nomor seri cek, sandi bank, nomor rekening giro, dan sandi tranksaksi, pengaktifan cek berdasarkan nomor seri cek dan pencatatan (registrasi)tanda terima pengambilan blanko cek khusus untuk memutuskan persetujuan (approval) atas permohonan nasabah dan penandatanganan perjanjian pembukaan rekening, CSO akan memintakan kepada Kepala Cabang bank ditempat pembukaan rekening giro. Apabila calon nasabah memiliki motif tertentu, maka kewenangan persetujuan atas permohonan calon nasabah tersebut diputuskan oleh manajer operasional (operational manager) dikantor pusat bank tersebut.

72

(60)

E. Proses Terjadinya Penerima Fidusia Dengan Jaminan Giro Yang Tidak Di Daftarkan Oleh Debitur Yang Wanprestasi adalah sebagai berikut :73

a. Proses pertama, dengan membuat perjanjian pokok berupa perjanjian kredit;

b. Proses kedua, pembebanan benda dengan jaminan fidusia yang ditandai dengan pembuatan Akta Jaminan Fidusia (AJF), yang didalamnya memuat hari, tanggal, waktu pembuatan, identitas para

pihak, data perjanjian pokok fidusia, uraian objek fidusia, nilai

penjaminan serta nilai objek jaminan fidusia; c. Proses ketiga, adalah pendaftaran AJF di kantor pendaftaran fidusia,

yang kemudian akan diterbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia kepada kreditur sebagai penerima fidusia;

Terkait penjelasan tersebut di atas dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang fidusia disebutkan pula, bahwa undang-undang ini menganut larangan milik beding, yang berarti setiap janji yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur cidera janji, adalah batal demi hukum.

73

Referensi

Dokumen terkait

Antara isu dan kekangan-kekangan yang dikenalpasti dalam merealisasikan pembangunan tenaga kerja mahir bagi menyumbang ke arah menjadikan Malaysia sebagai sebuah

Saat itu, yang menjadi penentu adalah amal kita dalam kehidupan. Jika amal kita baik, maka kebaikanlah yang akan kita rasakan sampai hari kiamat datang. Sebaliknya, jika amal

Tetapi dalam tesis ini yang diinginkan adalah asam organik volatil yang merupakan produk antara dari proses pengolahan limbah secara anaerobik.. Dalam bagian berikut akan

[r]

Semakin lama waktu perlakuan semakin kecil konsentrasi ekstrak air daun sirsak yang dibutuhkan untuk mematikan 50% serangga uji.Kusno (1991) menyatakan bahwa

Pengaruh Kecepatan Potong, Gerak Makan, Dan Kedalaman Potong Terhadap Getaran Pahat Pada Proses Bubut Dengan Tail Stock; Yusca Permana Setya, 061910101024; 2011: 48

Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh gaya hidup, fasilitas dan harga baik secara parsial maupun secara simultan terhadap keputusan konsumen memilih Halaman cafe

Hasil penelitan menunjukkan bahwa siswa kelompok disposisi matematis tinggi menguasai tiga indikator kemampuan generalisasi matematis yaitu siswa mampu mengenal suatu aturan