DIALECTICAL BEHAVIOR THERAPY (DBT) DAN MINDFULNESS THERAPY
DALAM MENGURANGI KECANDUAN MEROKOK MAHASISWA MALAYSIA
DI SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk
Memenuhi Salah Satu Pensyaratan Dalam Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
MUSA HASLY BIN AHMAD RASHID
NIM:B43212063
FAKULTAS DAKWAH DAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
ABSTRAK
Musa Hasly Bin Ahmad Rashid (B43212063) “Dialectical Behavior Therapy dan Mindfulness Therapy Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok Mahasiswa Malaysia Di Surabaya”
Fokus penelitian ini adalah (1) bagaimana proses terapi Dialectical Behavior Therapy dan Mindfulness Therapy Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok Mahasiswa Malaysia Di Surabaya.”? (2) Bagaimana hasil proses terapi Dialectical Behavior Therapy dan Mindfulness Therapy Dalam Mengatasi Kecanduan Merokok Mahasiswa Malaysia Di Surabaya.”?
Dalam menjawab permasalahan tersebut, maka konselor mengunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Dalam pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi, setelah data terkumpul analisa dilakukan untuk proses serta hasil, serta membandingkan terapi Antara teori dan lapangan serta membandingkan kondisi sebelum dan sesudah mendapatkan terapi dalam menganalisa.
Dalam penelitian ini di simpulkan bahwa : (1) proses terapi Dialectical Behavior Therapy dan Mindfulness Therapy Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok Mahasiswa Malaysia Di Surabaya. Penelitian ini mengunakan terapi Dialectical Behavior Therapy dan Mindfulness therapy serta langkah-langkah dan juga sesi-sesi dalam terapi Dialectical
Behavior Therapy dan Mindfulness Therapi tersebut, diawali dengan menyiapkan konseli
untuk diterapi sama ada kesiapan fisik dan psikis pada tahap langkah-langkah. Manakala, sesi-sesi digunakan pada konseli bagi mendeteksi kecanduan merokok samaada terlalu stress dan depresi yang dialaminya, sekaligus dengan terapi Dialectical Behavior Therapy dan Mindfulness Therapi yang membantu konseli untuk bisa mengubah perilaku yang ada pada diri konseli. (2) hasil akhir dari proses adalah dikatakan cukup berhasil dengan presentasi 80% yang mana hasil tersebut dapat dilihat dari adanya perubahan pada kondisi konseli atau perilaku awalnya kelihatan tertutup dan tidak berani untuk bersosialisasi kini menjadi lebih baik walaupun pada awalnya itu masih malu untuk tampil berhadapan dengan masyarakat, bisa mengawal emosi dan sabar dalam menghadapi pelbagai masalah dalam apa juga masalah yang diterima seperti sebelumnya. Terpenting adalah konseli bisa melakukan terapi secara mandiri dengan lebih yakin diri, dan bisa berfikir dengan positif apabila menerima masalah yang dihadapi konseli dahulu. Semua perilaku ini muncul setelah adanya proses terapi (DBT) dan Mindfulness Therapy.
DAFTAR ISI
JUDUL PENELITIAN………. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKIRIPSI……… ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI……… iii
MOTTO ……….. iv
PERSEMBAHAN ……….. v
PERNYATAAN BERTANGGUNGJAWABAN………... vi
PENULIS SKIRIPSI ……….. vii
ABSTRAK ……….. viii
KATA PENGANTAR……….. xi
DAFTAR ISI ……….. xii
DAFTAR TABEL ……….. xiii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………. 1
B. Rumusan Masalah……….. 7
C. Tujuan penelitian ………... 8
D. Manfaat Penelitian……….. 8
E. Definisi Konsep……….. 9
F. Metode Penelitian………... 10
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Dialectical Behavior Therapy 1. Behaviour Therapy……….. 32
2. Menurut Teori……….. 36
3. Prinsip-prinsip Teori Pembelajaran Behavioristik……….. 37
4. Beberapa Prinsip Skinner……… 38
5. Tujuan Pembelajaran Behavioral………. 38
6. Manfaat Teori Behavioral……… 39
7. Langkah-langkah Konseling Behavioral………. 41
8. Tehnik-tehnik Tingkah Laku………... 43
9. Minfulness Therapy………. 43
10. Implementasi Terapi DBT dan Mindfulness………... 44
11. Kecancuan Merokok……… 48
BAB III : PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Obyek Penelitian 1. Lokasi Penelitian ……….... 54
2. Tujuan ……….. 54
3. Visi persatuan IKWANS………. 55
4. Misi Persatuan IKWANS……… 56
6. Diskripsi Konselor……….. 57
7. Diskripsi Konseli………. 59
8. Deskripsi Masalah Konseli……….. 62
B. Deskripsi Penelitian 1. Deskripsi Proses dari Dialectical Behavior Therapy Mindfulness Therapy Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok Mahasiswa Malaysia Di Surabaya... 62
2. Waktu ………... 65
3. Tempat ………... 66
4. Diagnose ………... 67
5. Prognosa ………... 68
6. Treatment ………... 70
C. Wawancara 1. Evaluasi / Follow Up……… 80
BAB IV : ANALISIS DATA 1. Analisis Proses Terapi “Dialectical Behavior Therapy (DBT) Dan Mindfulness Therapy” Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok Mahasiswa Malaysia di Surabaya……… 84
2. Analisis Hasil Proses Terapi “Dialectical Behavior Therapy (DBT) Dan Mindfulness Therapy” Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok Mahasiswa Malaysia Di Surabaya………... 99
BAB V : PENUTUP Kesimpulan ……….. 103
Saran ……….. 104
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Data Organisasi IIKWANS
Tabel 3.2 : Kondisi Konseli Sebelum Pelaksanaan Terapi Tabel 3.3 : Teknik dan Lapangan
Tabel 3.4 : Treatment, Mutaba’ah amal
Tabel 3.5 : Kondisi Konseli Sesudah Pelaksanaan Terapi Tabel 4.1 : Perbandingan antara teori dan data lapangan
Tabel 4.2 : Langkah-langkah Terapi Deep Breathing
1
BAB I
DIALECTICAL BEHAVIOR THERAPY (DBT) DAN MINDFULNESS
THERAPY DALAM MENGURANGI KECANDUAN MEROKOK
MAHASISWA MALAYSIA DI SURABAYA
A. Latar Belakang Masalah
Dari awal setiap manusia itu mempunyai ciri keperibadian yang berbeda,
bahwa semua manusia memiliki kemampuan dan karakterestik, namun
masing-masing berbeda antara satu dengan yang lain. Jika dilihat dari fisik,
hampir tidak ada perbedaan yang tampak dari pancaindera, kecuali pada
tingkat adanya karakteristik dan kemampuan setiap individu.
Ketika berbicara dan menyentuh tentang aspek kesadaran, kemampuan
serta karakteristik setiap individu sangat menarik juga untuk menyentuh
tentang “Dialektik Behavior Terapi dan Mindfulness” yaitu satu proses munculnya masalah yang dihadapi oleh individu.
Bagi pria ini matang lebih awal dan menguntungkan, terutama di bidang
olah raga di mana ia memperoleh status dan martabat dalam kelompok
teman-temannya. Sebagian besar pemimpin kelompok kepada lelaki-lelaki adalah
yang matang lebih awal. Tetapi sebaliknya lelaki yang matang terlambat
2
pola perilaku tidak sosial ini, lelaki kurang popular di antara teman-teman dan
orang-orang dewasa, dan jarang dipilih sebagai pemimpin.1
Dengan tidak ada kematangan ini akan menyebabkan individu terasa stress
dengan dirinya serta lingkungan yang tidak ada memberikan dorongan kepada
lelaki. Apabila sudah terkena tekanan yang sangat buruk, akan menyebabkan
ia mengambil langkah yang tidak positif, malah mengambil yang kurang
positif untuk menenangkan pikiran dan stress.
Di peringkat kedewasaan anak-anak zaman sekarang memang mudah
terpengaruh dengan ahli kegiatan yang tidak baik dalam masyarakat sekarang,
malah mereka mengambil jalan singkat untuk membuat gejala negatif, seperti
prilaku merokok merupakan suatu fenomena masyarakat di mana bentuknya
bisa ditafsirkan dari pelbagai aspek. Diantaranya aspek hubungan sosial,
persekitaran, risiko kebergantungan, risiko kesihatan. Kita dapat melihat
orang merokok di semua tempat seperti di Kota dan Desa. Dari aspek sosial
budaya, masyarakat menjadikan prilaku merokok sebagai satu cara hidup,
yaitu merokok dijadikan ukuran status kedewasaan, dan kesediaan memikul
tanggungjawab khususnya di kalangan pria.
Prilaku merokok di kawasan Desa dan Kota, mereka juga merokok di
kawasan ruangan perkuliahan di Fakultas Adab kuliah, dengan
sewenang-wenangnya tanpa ada perasaan bersalah ketika merokok, padahal larangan
merokok tersebut telah diumumkan oleh Dekan melalui papan nama dengan
1 Elizabeth B. Hurlock,
3
simbol rokok, seperti tidak boleh merokok, banyak Mahasiswa yang tidak
menghiraukannya, dan bisa merosakan kesehatan fisik dalam menghisap
rokok, faktor umur turut mempengaruhui kenapa mereka merokok.
Didalam penelitian konselor, Mr. Muiz adalah seorang pencandu merokok
yang sering dilakukan oleh Mr. Muiz dalam mengatasi masalah stress yang
dihadapi beliau, ketika Mr. Muiz mendapat depresi dalam pekerjaan atau
dalam keluarga, Mr. Muiz akan mengambil rokok sebagai penawar untuk
menghilangkan stress yang dihadapi oleh beliau, serta menenangkan pikiran
dan menghilangkan gangguan yang ada dalam pikiran Mr. Muiz. Namun,
konselor cuba menyerapkan obat yang lebih efektif dan cocok untuk Mr.Muiz
seperti mengunakan teknik mindfulness therapy yaitu deep breathing.
Bagi Mr.Muiz, kemungkinan beliau merokok sekadar untuk
melampiaskan ketegangan tanpa memikirkan akibatnya. Ketika orang dewasa
merokok bisa di sebabkan faktor kebergantungan atau ketagihan. Mr. Muiz
sadar tentang masalah yang sedang dan bakal di hadapinya tetapi terpaksa
meneruskan prilaku tersebut dengan pelbagai alasan. Kadang-kadang
Mr.Muiz yang mengambil rokok itu disebabkan depresi yang berlebihan, dan
tidak dapat mengontrol diri.2
Dialectic Behavior Therapy (DBT) dikembangkan pada akhir tahun 1980
oleh psikologi Marsha M.linehan, merupakan terapi untuk mengatur pola fikir
seseorang dalam kecanduan merokok, dengan mengunakan kaidah terapi
4
seperti Mindfullness Therapy ; yang mengacu psikologis (pikiran dan perasaan seseorang). Efektif Interpersonal ; memiliki ketegasan dalam
mengerjakan satu tanggungjawab dengan strategi, tetapi dalam masa yang
sama tidak merasakan hubungan sama sekali. Toleransi terhadap tekanan jiwa
(stress), harus mengalihkan pandangan, menenangkan diri dan tanpa
memikirkan kebenarannya. Pengaturan Emosi ; mengubah emosi ke perkara
yang positif, dan menyadarkan emosi ke yang lebih baik lagi.
Kecanduan merokok dapat di tangani dengan mengunakan Dialectic
Behavior Therapy (DBT) untuk mengubah pola pikir Mr.Muiz yang dari
negatif ke positif, dengan adanya kegiatan-kegiatan seperti olah raga,
pembinaan motivasi, atau peduli pada remaja. Mereka akan mudah untuk
keluar dari dunia yang gelap di pemikirannya kepada pemikiran yang lebih
positif lagi.
Dengan Dialectic Behavior Therapy dapat memberi dukungan dengan
pola pikir mereka yang kecanduan merokok seperti membantu
mengidentifikasikan kekuatan diri mereka dan membangunkan diri mereka
sehingga mereka dapat merasakan diri mereka lebih baik tentang diri atau
dirinya dan kehidupan kesehariannya. Perilaku Mr.Muiz dapat diubah, karena
perilaku itu tidak dilahirkan dengan sikap pandangan atau pun perasaan
tertentu, tetapi perilaku akan terbentuk sepanjang perkembangan, kerana
perilaku adalah peranan penting bagi seorang pencandu rokok dalam
mengubah persepsi diri, sekirannya mereka dapat mengubah dengan obyek
5
Mr.Muiz. Dengan dialectic behaviour therapy ini bisa mengubah pencandu
rokok dengan pelbagai aktivitas, supaya mereka dapat membina kehidupan
yang lebih baik untuk masa depan mereka.3 Psikologi sosial memandang
sikap begitu penting bukan hanya sikap itu sulit untuk diubah.
Pertama, sikap mempunyai pengaruh dalam pola pikir kita, walaupun
sikap tersebut tidak terlalu direfleksikan dalam tingkah laku yang tampak.
Kedua psikologi sosial memandang sikap penting, kerana sikap sering kali
mempengaruhi tingkah laku kita.4 Dengan terapi (DBT) ini mempunyai
karakteristik dalam membentuk kognitif untuk membantu
mengidentifikasikan pikiran mereka, supaya mempunyai keyakinan yang
mendalam untuk membuat hidup yang lebih semangat dengan pendirian yang
ada serta bisa menghalang diri untuk mengambil perkara yang negatif seperti
kecanduan dalam merokok.
Dengan adanya terapi Dialectic Behavior Therapy ini akan memberikan
panduan kepada mereka yang kecanduan merokok, membantu untuk
memberikan kesadaran kepada mereka dengan terapi, serta memberikan
masukkan kedalam pemikiran mereka untuk memperluaskan pola pikir
supaya bisa memudahkan mereka berubah dengan sikap yang suka rokok
untuk dijadikan obat yang negatif dalam diri mereka, padahal merokok sangat
membahayakan, karena kecanduan merokok bisa merusakkan psikis
6
Dengan terapi (DBT) bisa membantu untuk mengubah pola pikir yang
negatif ke yang lebih positif sekirannya mereka dapat mengubah dengan cara
yang efektif, didalam terapi mindfulness mempunyai tahapan seperti
pemikiran yang emosional, pemikiran yang bijaksana, pemikiran yang
memberikan saran, ketiga tahapan ini adalah cara mengatur pola pikir yang
negatif ke pola pikir yang positif seperti bijak dalam berfikir untuk mengatur
emosional itu ke pemikiran rasional, setelah adanya rasional didalam benak
kognitif mereka, maka mereka akan berfikir dengan akal atau pemikiran
mereka dengan tidak diiringi oleh nafsu yang menyebabkan mereka berfikir
negatiif, dan setiap kebijakkan mereka itu akan melahirkan pola akal yang
sehat dengan terapi Dialectic Behavior Therapy dan mindfulness Therapy. Langkah terapi (DBT) ini akan lebih efektif dengan strategi untuk mengubah
kehidupan pada masa akan mendatang.
Dengan pola pikir yang sentiasa mendahulukan perubahan dalam diri
seseorang akan membuahkan hasil sekirannya mereka mempunyai target
yang spesifik, dan bisa memfokuskan waktu dan energy mereka pada sesuatu
yang baik.5 Maka dengan adanya terapi (DBT) ini akan memudahkan kepada
pecandu merokok untuk membentuk pola pikir mereka kearah yang lebih
efektif dengan strategi pelbagai dalam situasi yang berbeda untuk membuang
rasa ingin keinginan merokok.
Setiap pola pikir itu yang akan memberikan kekuatan, ketakutan,
kesedihan, berduka, ceria, murung dan mudah kecewa, dengan adanya pola
5
7
pikir yang sangat negatif ini akan menyebabkan perokok tidak membuang
rokok, karena pola pikir mereka telah dikuasai pemikiran yang negatif, tetapi
dengan terapi mindfulness bisa membawa mengubah mereka kearah lebih efektif.
Ada pula kita bisa melihat seroang dokter yang dalam kehidupan
sehari-harinya merokok, padahal berdasarkan teori kedokteran merokok dapat
merusak kesehatan. Lalu, mengapa dokter itu merokok, pasti mindset dokter
itu mengatakan rokok itu tidak merusakkan kesihatan dia.6
Didalam terapi (DBT) dan mindfulness Therapy ini bisa mengubah pola pikir mereka yang kecanduan merokok, dengan adanya strategi yang efektif
untuk membentuk perilaku yang negatif dari diri mereka, apabila dengan
analisis terapi (DBT) yang diterapkan kepada seorang yang mengalami
kecanduan merokok ini bahwa mereka bisa mengubahnya dari kehidupan
merokok ke tidak merokok denga aktivitas yang sehat. Didalam terapi ini bisa
juga kita memberikan keyakinan kepada kecanduan merokok bahwa mereka
dapat mencipta perubahan dalam diri mereka.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang diuraikan tersebut, maka rumusan masalah yang
akan diteliti adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana proses Terapi “Dialectic Behavior Therapy dan Mindfulness
Therapy” Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok Pada Seorang Mahasiswa
8
2. Bagaimana mengetahui Hasil dari pelaksanaan Terapi “Dialectic Behavior Therapy dan Mindfulness Therapy” Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok
Pada Seorang Mahasiswa Dipersatuan Ikatan Mahasiswa Malaysia
(IKWANS).
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan yang telah di uraikan di atas maka tujuan penelitian
adalah :
1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan Terapi “Dialectic Behavior Therapy dan Mindfulness Therapy” Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok Pada
Seorang Mahasiswa Dipersatuan Ikatan Mahasiswa Malaysia (IKWANS).
2. Mengetahui hasil dari konseli setelah dijalankan Terapi “Dialectic Behavior Therapy dan Mindfulness Therapy” Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok
Pada Seorang Mahasiswa Dipersatuan Ikatan Mahasiswa Malaysia
(IKWANS).
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini diharapkan agar seperti berikut :
1. Manfaat dari segi teoritis
a. Dengan dilaksanakan penelitian ini maka diharapkan bermanfaat bagi
pengembangan terapi “Dialectic Behavior Therapy dan Mindfulness
Therapy” Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok kepada seorang mahasiswa maupun masyarakat umum yang mengalami problema yang
diakibatkan masa lalu yang tidak menyenangkan secara teoritis di bidang
9
2. Manfaat dari segi praktis sebagai sumber dan referensi bagi Program
Bimbingan dan Konseling Islam khususnya dan bagi mahasiswa secara
umumnya tentang fungsi terapi “Dialectic Behavior Therapy dan
Mindfulness Therapy.”
a. Penelitian ini diharapkan dapat membantu mahasiwa agar bisa mengurangi
kecanduan merokok dan sebagai bahan infomasi dalam rangka
pengembangan ilmu pengetahuan.
b. Bagi Konselor, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah
satu teknik pendekatan menggunakan Terapi “Dialectic Behavior Therapy dan Mindfulness Therapy” yang efektif dalam mengurangi kecanduan
merokok agar bisa beradaptasi dengan baik serta perubahan pada diri konseli
setelah menjalani terapi yang dihadapi oleh mahasiswa serta bijaksana dalam
mengambangkan mutu perlaksanaan dalam layanan bimbingan dan konseling.
E. Definisi Konsep
Dalam perbahasan ini, peneliti haruslah membatasi dari sejumlah konsep
agar mudah dipahami dan agar memperoleh kejelasan dari judul yang akan
diangkat yaitu Terapi “Dialectic Behavior Therapy dan Mindfulness
Therapy” Dalam Mengatasi Kecanduan Merokok Pada Seorang Mahasiswa
Malaysia Surabaya.
Untuk memperjelas variable dalam penelitian ini, yaitu bagaimana
10
Dipersatuan Ikatan Mahasiswa Malaysia (IKWANS) Menurut Yusuf abu
al-Hijjaj menyimpulkan dalam bukunya bahwa kreativitas adalah bakat yang
kita punyai dan anugerah yang diberikan kepada orang tertentu yang sangat
terbatas. Namun setiap orang bisa mempelajari bagaimana cara menjadi orang
yang lebih kreatif dan menggali talenta kreativitasnya.
1. Dialectic Behavior Therapy dan Mindfulness Therapy
Dialectic Behavior Therapy dikembangkan oleh Marsha Linehan, Ph.D.,
pada tahun 1987 sebagai pengobatan untuk konseli berjuang dengan kesulitan
berat dan persisten emosional, prilaku, dan pemikiran, terutama mereka yang
didiagnosis dengan Borderline Personality Disorder. Dr. Linehan baru bercerita bahwa ia berjuang dengan Borderline Personality Disorder. Sasaran dari DBT : “Buat hidup layak hidup,”.
Dialektis berasal dari kata filsafat klasik yang sudah muncul ribuan tahun
lalu dan dihidupkan kembali oleh Hege, seorang filsuf Jerman di awal
1800-an. Meskipun banyak aspek di alam filsafat ini, namun digunakan DBT
adalah konsepnya memandang realitas sebagai dua kekuatan yang berlawanan
tesis dan antithesis dimana penyelesaian menghasilkan pemaduan keduanya
membentuk sintesi yang mengarah kesebuah pendekatan baru (Weiss, 1974).
Linehan menambahkan istilah „dialektis’ kepada pendekatannya bagi
behavioural sebagian kerana hubungan tarapeutik sering melibatkan
pandangan-pandangan berlawanan antara trapis konseli yang akhirnya harus
11
perubahan.7 Konseli awalnya memiliki pandangan sangat negative tentang
dirinya sendiri dan orang lain yang penting baginya sehingga mulai
memandang dan menerima dengan penuh penyedaran agar dapat belajar
melakukan tindakkan konstruktif mengubah hal-hal tersebut.
Dialectic Behavior Therapy (DBT) dapat dipandang sebagai tesis dan
pandangan konseli antithesis, yang akhirnya harus dijadikan harus
diintegrasikan menjadi sebuah sintesis, didasarkan pada teori biososial
gangguan pribadi, Marsha Linehan mengatakan bahwa gangguan tersebut
merupakan konsekuensi dari seorang individu emosional rentan tubuh dalam
situasi, dengan stress yang dihadapi akan menyebabkan ia putus, DBT
membantu seseorang mengidentifikasi kekuatan mereka dan membangun diri
mereka sehingga mereka dapat merasa lebih baik tentang dia atau dirinya dan
kehidupan mereka.8
Behavior berarti perilaku terapi berfokus pada tingkah laku individu dan
sangat terkait dengan emosi dan perasaan. Dialectic Behavior Therapy memandang manusia sebagai individu yang dominasi oleh sistem berpikir dan
sistem perasaan yang berkaitan dalam sistem psikis individu, Keberfungsian
individu secara psikologis ditentukan oleh pikiran, perasaan dan tingkah laku.
Behaviour terapi melekat pada epistemology atau theory of knowledge,
7
12
dialektik atau sistem berpikir, secara dialektik behaviour terapi bahwa berpikir
logis itu tidak mudah.
Ellis berpendapat bahwa secara natural berpikir irasional dan memiliki
kecenderungan merusak diri sendiri (self-defeating behaviour) yang bererti perilaku diri sendiri, oleh karena itu individu memerlukan bantuan untuk
berpikir sebaliknya. Namun ellis juga mengatakan bahwa individu memiliki
cinta dan dan menolong orang lain selama mereka tidak berpikir irasional.
Setiap perkara yang berlaku dengan perilaku seseorang itu disebabkan
dipengaruhi oleh orang lain dan lingkungan sekitar dan individu juga secara
mengajar dan mempengaruhi sekitarnya9
2. Mindfulness Therapy
Didalam terapi mindfulness therapy berasal dari kata inggeris Pali, sati
yang diartikan bahwa pemikiran, merasakan, mengetahui, mencintai, perasaan
dan kesadaran merupakan peristiwa mental yang muncul di pikiran tanpa
perlu mengidentifikasikannya secara berlebihan, secara historis melekat
dalam tradisi kognitif behavioural (Segal, Williams, dan Teasdale, 2002),
teknik-teknik mindfulness therapy juga dapat ditemukan dalam dialectical
behaviour therapy (terapi perilaku dialektikal) DBT; Linehan, 1993) dan acceptance and commitment therapy (terapi penerimaan dan komitmen).
Beberapa teknik yang lazim yang digunakan didasarkan pada pendekatan
mindfulness dan terutama efektif dalam mengurangi stress, ketiga teknik yang
9 Gantina Komalasan, M.Psi.
13
dibahas di bagian ini masing-masing didasarkan pada prinsip reciprocal inhibition (penghambatan timbal balik) dari Wolpe, teknik yang pertama
yaitu teknik self-talk (bicara pada diri sendiri), visual atau guided imagery,
teknik kedua deep breathing (bernapas dalam-dalam) dan teknik ketiga
progressive muscle relaxation training (latihan relaksasi otot progresif).
Didalam ketiga teknik ini, konseling hanya mengunakan Deep Breathing
terapi mindfulness berbasis fisiologis yang sangat efektif dalam mengurangi
stress dan kecemasan setelah stressor terjadi. Bernapas dalam, perlahan-lana,
berbasis diafragma memperlambat metabolisme seseorang dan menginduksi
respon relaksasi.
Progressive muscle relaxation training (PMRT) merupakan sebuah proses
meregangkan dan mengendurkan kelompok-kelompok otot secara sistematis
untuk mencapai keadaan relaksasi yang lebih dalam.10
3. Penelitian Konselor Dalam Dialectic Behavior Therapy dan Mindfulness
Therapy
Penelitian konselor kepada Mr.Muiz adalah untuk memberikan obat yang
cocok dengan adanya DBT dan mindfulness therapy, supaya dapat
meresapkan terapi ini kapada Mr. Muiz yang telah kecanduan merokok,
karena konseli sangat memerlukan therapy yang dapat membina persepsi
konseli untuk mengubah kehidupan yang lebih bahagia, konselor
14
keseharian hidup konseli, supaya konseli dapat mengubah pikiran kepada
kesedaran yang bisa menjauhkan diri dari kecanduan merokok. Namun,
konselor juga menyediakan fomuler untuk mendapatkan identitas konseli,
dengan identitas konseli ini, konselor telah melihat kelemahan yang berlaku
pada konseli seperti tidak bisa mendengar tomahan atau penghinaan pada
keluarga dan konseli juga tidak suka di perendahkan oleh teman, apabila
konseli dalam keadaan stress, maka konseli akan mengambil rokok untuk
menghilangkan ketegangan dalam diri konseli, serta sesuatu yang baru,
sehingga konseli ingin mencoba untuk dijadikan hayalan untuk melupakan
masalah.
4. Kecanduan Merokok
Rokok merupakan sebuah benda yang sudah sangat terkenal di dunia,
rokok dapat dibeli di berbagai tempat, mulai dari kios-kios di pinggir jalan
sampai pusat pembelanjaan mewah. Kini rokok sudah menjadi bagian hidup
manusia, bahkan sudah menjadi sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dalam
kehidupan penikmatnya, dan rokok menjadi symbol kejantanan, kegagahan,
kekuatan, keberanian, dan ketangguhan.11
Rokok adalah salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan
bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Kemudian ada juga yang
menyebutkan bahwa rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus
termasuk cerutu atau bahan lainya yang dihasilkan dari tanamam Nicotiana
Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang
11
15
mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. (Hans
Tendra, 2003)
Dikatakan rokok adalah cara untuk menenangkan fikiran stress dan
depresi, alasan pencandu merokok untuk menghilangkan stress tak dapat
dipungkiri. Karena nikotin yang terdapat didalam rokok dapat memberikan
ketenangan seperti pusing stress depresi pun akan hilang.
Didalam rokok mempunyai nakotin senyawa kimia yang secara alami
ditemukan pada tembakau, merupakan senyawa yang sangat adiktif, bahkan
sama adiktifnya dengan heroin dan kokain, tubuh akan semakin tergantung
secara fisik dan psikologis terhadap nikotin, nikotin memproduksi perasaan
senang yang membuat para perokok ingin terus-terusan merokok, setelah
sistem saraf beradaptasi dengan nikotin.
Begitu juga dengan tar yang terkandung didalam rokok, tar
dideskripsikan sebagai bahan partikulat (bahan padat halus yang berukuran
lebih kecil dari debu) yang turut masuk ke dalam tubuh saat pencandu rokok
menghisap rokok dari dalam lintangan rokok yang menyala, tar merupakan
bahan kimia yang menjadi penyebab noda kuning kecokelatan pada kuku dan
gigi para perokok, tar juga dapat membuat flek pada paru-paru. Benzopyrene
(senyawa polycyclic aromatic hydrocarbon) adalah salah satu karsinogen
yang terkandung dalam tar.12
16
Konselor meneliti mengapa Mr. Muiz bisa tercandu dengan rokok yang
hanya bisa mengeluarkan asap serta nakotin dan tar yang terkandung didalam
rokok, dengan penelitian yang terperinci, konselor telah menemui sesuatu yang
menyebabkan konseli tercandu dengan rokok, ternyata didalam rokok itu ada
nakotin yang bisa membuat konseli tertagih hingga mahu menghisap lagi, dan
sekirannya konseli tidak dapat menghisap rokok, konseli akan merasa bergetar,
karena sudah terefeksi candu nakotin. Namun, konseli cuba untuk
menghindarkan diri dari rokok dengan meminta bimbingan konselor, dengan
mengunakan therapy (DBT) dan Mindfulness therapy.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang
kelak akan digunakan dan berfungi untuk kegunaan tertentu. Langkah-langkah
dalam metode penelitian ini adalah:
1. Pendekatan dan jenis penelitian
Dalam penilitian ini, konselor akan menggunakan penelitian kualitatif.
Metode penelitian kualitatif atau disebut sebagai metode penelitian
naturalistic dan etnografi merupakan sebuah penelitian yang dilakukan di
ruang lingkup budaya, alamiah dan berlawanan dengan sikap eksperimental.
Dalam metode penelitian kualitatif, intrumennya konselor itu sendiri sehingga
sebelum peneliti ke lapangan maka peneliti harus mempunyai wawasan yang
17
menganalisa serta mengkonstruksi sebuah situasi sosial agar lebih jelas dan
mempunyai makna.13
Metode deskriptif kualitatif ini adalah penggambaran secara kualitatif
fakta, data, atau obyek material yang bukan berupa angka, melainkan berupa
ungkapan bahasa atau wacana melalui interprestasi yang tepay dan sistematis.
Metode deskriptif kualitatif membuang jauh hipotesis atau asumsi dan mengubahnya menjadi “perumusan masalah” yakni dalam rangka
menerangkan fenomena-fenomena secara praktis atau dalam rangka
menyusun atau merumuskan teori, prinsip, konsep, atau pengetahuan baru
berdasarkan data yang dikumpulkan oleh peneliti.
Jenis penelitian yang akan digunakan adalah studi kasus. Studi kasus
adalah suatu penyelidikan yang dilakukan secara intensif terhadap suatu
individu dan ia juga bisa digunakan untuk menyelidiki unit sosial yang kecil
seperti kelompok kelaurga dan juga kelompok yang dilabelkan seperti “geng.”14
Studi kasus menekankan tiga aspek dalam pelaksanaan penelitian yaitu
konselor adalah pengumpul data, yang bersifat deskriptif dan mengutamakan
proses berbanding hasil yang akan diperoleh.
2. Sasaran dan lokasi penelitian
Subjek penelitian adalah merupakan seorang mahasiswa Malaysia yang
bernama Mr. Muiz yang mengalami kecanduan merokok dan mengakibatkan
13
18
kemunduran dalam menjalani kehidupannya yang diakibatkan kejadian masa
lalu yang buruk. Dengan adanya konselor dalam membimbing konseli dalam
masalah yang dihadapi oleh konseli akan memberikan komitment dalam
bimbingan dengan konseli untuk menguatkan lagi kepercayaan konseli
supaya mencapai perubahan dalam diri konseli.
Namun konselor akan menerapkan terapi untuk memberikan konseli
kesedaran dalam membentuk pemikiran bahwa sekirannya konseli merokok
akan merosak angota tubuh serta bagian dalam, terapi konselor adalah
bertujuan untuk memberikan perubahan dalam diri konseli supaya dapat
menjalankan kegiatan dengan baik dan positif, selain itu juga, dengan adanya
terapi ini, konselor akan mengarahkan konseli dengan pelbagai terapi yang
berkaitan, seperti terapi deep breathing yaitu terapi pernapasan sekiranya
konseli ada terniat untuk mengambil rokok, dan dengan terapi ini akan
mengalihkan perhatian konseli supaya tidak kecanduan merokok.
Lokasi penelitian ini akan dilakukan di Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya (UINSA). Konselor tertarik untuk meneliti karena konseli
adalah seorang mahasiswa yang punya rasa yang kuat ingin mengubah
dirinya kearah positif dan membantunya bisa berfikiran terbuka dan kreatif.
Dalam waktu yang sama juga konselor ingin membantu konseli dalam
memperbaiki hubungan dengan sekeliling sama ada budaya organisasi dan
pergaulan sosial konseli.
Konselor melakukan observasi yang bersifat observasi partisipatif yaitu
19
diamati sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang
dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan
observasi partisipatif ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam
dan sampai mengetahui pada observasi penuh terhadap konseli baik dari segi
emosi maupun latar belakang suasana lingkungannya.
3. Jenis dan Sumber data
Data non-statistik akan digunakan dalam penelitian ini. Data non-statistik
akan diperoleh dalam bentuk verbal (deskriptif) dan bukannya dalam bentuk
angka. Jenis data yang akan diperoleh dalam penelitian ini terbagi kapada dua
yaitu.
a. Jenis data primer
Adalah data yang langsung didapat dari subjek yang diteliti yakni konseli
yang mengalami lemahnya dalam keterampilan adaptasi diri dan mau
meningkatkan rasa kesedaran diri berupa informasi dan data deskriptif.
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data primer antara lain
observasi dan wawancara.
Wawancara merupakan alat rechecking atau pembuktian terhadap
informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara
yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara yang
mendalam. Wawancara mendalam (In-Depth Interview) adalah proses
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab,
20
Twin Tower Uinsa, warkop dan media sosial dalam kondisi konseli yang kelihatan murung dan lemah.
Pada awalnya konseli sulit untuk diwawancara, tetapi selepas beberapa
menit dalam sesi konseling yang pertama, konseli mulai memberikan respond
dan bersedia untuk menceritakan keadaanya.
Menurut konseli dia adalah seorang yang pengen untuk mengubah
kehidupannya lebih baik dari sebelum, kerana konseli pernah menceritakan
bahwa dia mudah merasa stress dengan keadaan sekeliling, samada dengan
orang tuannya, setiap kali konseli menerima masalah, maka dia akan terus
mengambil rokok untuk dijadikan sebagai penenang jiwa dan getaran fizik,
sehingga hati dan pikiran dia bisa jadi lebih tenang dengan mengambil rokok,
dalam masa yang sama, konseli pengen sekali mengubah perilaku dia kearah
yang positif atau yang lebih baik, tetapi dengan adanya factor atau pengaruh
lingkungan sekeliling itu yang menebabkan konseli mudah terpengaruh dan
menjadi biasa apabila mengambil rokok, terkadang konseli juga memerlukan
bantuan atau bimbingan dari konselor untuk memberikan terapi yang dapat
menghilangkan rasa keinginan merokok, dan konseli berkeinginan menjadi
orang yang lebih matang seperti teman-teman yang lain.
Karena konseli memerlukan kekuatan dengan bimbngan konselor untuk
mengubah pikiran konseli kearah yang lebih efektif lagi. Dan kurangnya skill untuk beradaptasi serta terhambat dengan faktor pengalaman masa lalu
menjadi hambatan buat konseli untuk terkadang bertahan dengan
21
dalam akademik juga dalam membangun peribadi yang sukses. konseli juga
pernah menceritakan bahwa konselihampir-hampir pengen berhenti kuliah.
Tetapi gara-gara tekanan dari rumah juga dimana ibunya sering
membedakan tingkat kepandaian konseli dengan adiknya, serta konseli juga
memikirkan tanggungjawab yang diamanahkan kepadanya menyebabkan ia
terkadang merasa tercabar dan merasakan terbeban untuk berkuliah namun
dalam waktu yang sama ia tidak bisa meningkatkan kualitas dirinya dan
kurangnya semangat untuk sukses dan mudah berputus asa.
b. Jenis data sekunder
Yaitu informasi atau data yang diperoleh dari lingkungan subjek penelitian
seperti tertangga, keluarga dan tema konseli agar bisa mendukung dan
melengkapi data yang telah diperoleh dari sumber data primer.
Data sekunder adalah data yang diperoleh hasil dari wawancara dengan
orang tua konseli dan temannya, selesai wawancara, konselor mengetahui
bahwa konseli biasanya sering marah tanpa ada sebabnya terkadang. Biasanya
konseli marah pada seseorang, yang berdampak dan menular pada kelompok
lainnya. Yang dampaknya dari sisi psikologi seperti susah mendapat teman
baru, sensitif terhadap perkataan orang lain, kadang-kadang hanya fokus
kepada kelemahan diri, sering murung-murung sendiri yang akhirnya
membawa kepada penyakit jiwa yaitu kurang yakin dan kesadaran untuk
mengubah psikis diri konseli. Masalah ini bisa disebutkan problematik yang
22
c. Sumber data
Sumber data ialah dari mana data yang akan peneliti dapatkan. Adapun yang
menjadi sumber data dalam sebuah penelitian adalah:
1) Sumber data primer yaitu langsung didapatkan dari lapangan yaitu konseli.
2) Sumber data sekunder adalah sumber yang diperoleh dari sumber kedua
digunakan untuk memperkuat data primer sama ada dari gambaran lokasi
penelitian, kegiatan sosial di lingkungan, keluarga dan maupun teman
konseli.
4. Tahap-tahap penelitian
Adapun persediaan yang perlu dilakukan dalam melaksanakan penelitian
adalah seperti berikut:
a. Tahap pra lapangan
Tahap eskplorasi yaitu tahap dimana seorang konselor harus melaksanakan
penelitian sebelum terjun ke lapangan untuk melakukan penelitian, antara lain
yaitu: menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan, menjajaki dan
menilai keadaan lapangan tempat konseli, memilih dan memanfaatkan
informasi serta menyiapkan perlengkapan untuk melaksanakan penelitian.
1. Menyusun rancangan penelitian
Untuk menyusun rancangan penelitian, konselor hedaklah terlebih dahulu
membaca bahan-bahan yang terkaitan dengan masalah penelitian yaitu
bagaimana meningkatkan keterampilan konseli yang kurang kesedaran dalam
perilaku yang menjadi pola pikir seharian dalam menghadapi kehidupannya.
23
belakang masalah, tujuan penelitian, definisi konsep dan membuat rancangan
data-data yang diperlukan untuk penelitian.
2. Memilih lapangan penelitian
Dalam hal ini, konselor sendiri salah seorang mahasiswa UINSA, maka
konselor akan melakukan penelitian di tempat tersebut yaitu di Universitas
Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) yang bertempat di Surabaya, Indonesia.
a) Menjejaki dan menilai keadaan lapangan
Konselor pada tahap ini adalah untuk menjejaki lapangan dengan tujuan
untuk mengenali dengan lebih lanjut keadaan dan apa juga unsur yang ada di
lingkungan sosial serta konseli dengan metode wawancara dan observasi agar
konselor bisa meyiapkan perlengkapan yang akan diperlukan untuk
melakukan penelitian dan mengumpulkan berbagai data di lapangan.
b) Memilih dan memanfaatkan informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi
tentang situasi, kondisi serta latar belakang dari sebuah kasus. Konselor dalam
hal ini akan memilih temannya sendiri untuk menjadi informan. Informan yang
pertama adalah teman-temannya konseli sendiri, bagi menggali data-data dan
kasus yang pernah terjadi kepada konseli. Dikarenakan konseli seorang yang
bergiat aktif dalam badan organisai di kampus dan jarang dirumah, konselor
memilih orang tua konseli sebagai informan kedua. Konselor akan dapat
24
c) Melengkapkan perlengkapan penelitian
Konselor meyiapkan segala hal yang akan digunakan untuk meneliti kelak
seperti alat tulis, buku, perlengkapan fisik, izin dari konseli atau bahan-bahan
yang lain untuk mendapatkan deskripsi data lapangan.
d) Persoalan etika penelitian
Etika penelitian adalah hal yang menyangkut konseli seperti mengetahui
latar belakang budaya konseli yaitu berasal dari agama islam, mempunyai
tempat tinggal yang mayoritas beragama Islam, mengetahui budaya,
adat-istiadat serta bahasa yang digunakan agar konselor sebagai seorang yang
menghormati konseli.
b. Tahap pekerjaan lapangan
1. Memahami latar penelitian
Sebelum melakukan penelitian, konselor haruslah memahami latar
penelitian terlebih dahulu serta mempersiapkan kemampuan diri dari segi
fisik dan mental. Oleh karena itu, konselor harus mempersiapkan mental dan
fisik serta yang paling utama adalah menjaga hubungan dengan Allah SWT
agar terapi ini berjalan dengan lancar.
2. Memasuki lapangan
Seorang konselor harus mempunyai kemampuan untuk menjalin
hubungan yang baik dengan konseli agar tidak terjadi jurang dalam hubungan
baik secara tatap muka maupun tidak. Ini karena bertujuan agar saat
melakukan interview maka konseli akan memberikan respon yang baik dan
25
3. Berperan sambil mengumpulkan data
Konselor juga ikut berpartisipasi atau berperan aktif dalam penelitian
tersebut yaitu dengan mengumpulkan data dan menganalisisnya. Konselor
disini akan mewawancarai secara langsung dengan teman-teman konseli
dalam menjalani proses terapi serta terus menghubunginya melalui aplikasi “Whatsapp”, BBM, dan lain-lain. Secara tatap muka juga digunakan agar
bisa memotivasi dan mendapatkan data yang secukupnya kemudian
dianalisis.
5. Tahap analisis data
Suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola,
katogori, dan satuan uraian dasar. Konselor menganalisis data yang dilakukan
dalam sesuatu proses yang berarti pelaksanaannya sudah mulai sejak
pengumpulan data dan dikerjakan secara intensif.
6. Teknik pengumpulan data
Tahap pengumpulan data adalah tahap yang paling penting sekali dalam
melakukan penelitian karena sebuah penelitian tidak bisa dilakukan tanpa
adanya data. Dalam pengumpulan data haruslah mengetahui tehnik-tehnik
yang bisa digunakan untuk memperoleh data. Adapun tehnik-tehnik
pengumpulan data adalah seperti berikut:
26
Observasi (pengamatan) menurut Nasution (1998), observasi merupakan
dasar dari semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya bisa bergerak atau
bekerja bedasarkan data yang diperoleh melalui observasi. Ia bertujuan agar
peneliti mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial,
memperoleh pengalaman langsung, bisa mengamati hal-hal yang kurang atau
tidak diamati oleh orang lain.15
Observasi partisipatif yaitu peneliti terlibat dalam hampir semua kegiatan
sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber
data penelitian, sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa
yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya.
Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih
lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap
perilaku yang tampak dan konselor cenderung memilih observasi partisipatif
yang partisipasi mederat dalam observasi ini terdapat keseimbangan antara
konselor menjadi orang dalam dengan orang luar. Konselor dalam
mengumpulkan data ikut observasi partisipatif dalam berapa kegiatan, tetapi
tidak semuanya.
Dalam observasi, konselor menggunakan observasi tipe partisipasi,
dimana observer terlibat langsung secara aktif dalam obyek yang diteliti.
Hasil dari observasi, konselor mendapatkan ada beberapa faktor yang turut
memperburuk kondisi konseli. Faktor yang pertama adalah lingkungan
tetangga yang kurang kepedulian antara satu sama lain. Faktor yang kedua
15Sugiyono,
Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D
27
adalah kondisi lingkungan organisasi yang terlalu banyak hingga mungkin
menyebabkan konseli menjadi penat dan kurang bertenaga.
Faktor ketiga adalah konseli dilihat merupakan seorang individu yang
introvert. Saat diajukan pertanyaan, konseli memandang konselor dengan
sorotan mata yang kurang enak. Apabila berbicara, terkadang konseli seakan
berbicara tetapi sukar memberi perhatian sepenuhnya pada awalnya.
b. Survey
Survei adalah salah satu metode bagian dari pengumpulan data dalam
memproleh data sebanyak-banyaknya mengenai factor-faktor munculnya
masalah bahkan memproleh data, informasi atau keterangan dari berbagai hal
maupun terhadap pihak terhadap apa-apa tentang diri, lingkungan social,
kegiatan, geogrifis maupun fenomena apa saja yang terdapat pada diri
konseli.16
c. Wawancara
Dalam penelitian ini, konselor akan menggunakan wawancara yang tidak
terstruktur dimana konselor bebas untuk menanyakan serta melakukan sesi
wawancara tanpa adanya pedoman. Wawancara tidak terstruktur sering
digunakan untuk mendapatkan data atau informasi awal tentang permasalahan
atau isu yang terkaitan dengan subyek penelitian. Untuk melakukan
wawancara tidak terstruktur, konselor juga berperan sebagai pendengar untuk
memperoleh data yang sebanyaknya. Wawancara seperti ini haruslah
28
mengganggu waktu dan kegiatan konseli. Dalam wawancara ini, konselor
akan menanyakan hal-hal yang berupa garis besar dari permasalahan yang
dihadapi oleh konseli.17
Wawancara tidak terstruktur juga di gunakan bagi mewawancara dua
informan yang berbeda yaitu teman dan juga orang tua konseli. Dalam
wawancara ini konselor akan menggali data tentang konseli dengan sebanyak
mungkin.
d. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode dengan mengumpul data mengenai
hal yang berkaitan atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku, majalah
atau lain-lain yang bersangkutan dengan permasalahan konseli. Metode
dokumentasu merupakan pelengkap dari penggunaan metode-metode
sebelumnya yaitu wawancara dan observasi.18
Data yang kelak akan diperoleh melalui metode ini merupakan gambara
umum tentang lokasi penelitian, identitas konseli, biografi dan masalah
konseli. Untuk melakukan proses pengumpulan data, maka peneliti bisa
menggunakan dalam bentuk table. Konselor juga telah mengambil beberapa
gambar ketika proses Dialektik Behavior Terapi (DBT) dan Mindfulness dijalankan.
7. Teknik menganalisa data
17
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek (Yogyakarta, PT Rineka Cipta, 2002) hal 886-88
18 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek (Yogyakarta, PT Rineka
[image:37.595.122.514.239.535.2]
29
Analisa data kualitatif adalah upaya penyusunan, memilih dan menyetori
data yang banyak diperoleh dari berbagai sumber ketika mengumpulkan data.
Namun, dalam penelitian kualitatif, tidak ada metode khusus untuk
menganalisis data sehingga sulit bagi peneliti untuk melakukan penganalisian
data. Namun dalam hal ini, data yang diperoleh dari wawancara, observasi,
dokumentasi, catatan lapangan dan bahan-bahan lainnya akan disusun secara
sistematis sehingga mudah untuk dipahami.
Caranya adalah dengan menjabarkan data-data ke dalam sebuah unit,
mengorganisasikannya, menyusunnya dalam sebuah bab atau pola agar bisa
dipelajari dan mampu membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada
orang lain. Analisis data kualitatif haruslah dilakukan sebelum memasuki
lapangan bedasarkan data yang diperoleh. Hanya bersifat induktif sehingga
data yang diperoleh berkembang menjadi hipotesis dan dengan
penginduktifan data tersebut maka bisa membenarkan atau ditolaknya
hipotesis yang sudah dibuat berdasarkan data yang dikumpul.19
Oleh karena penelitian ini bersifat studi kasus, maka analisis data yang
digunakan adalah deskriptif-kualitatif yakni dengan mengolahkannya
sehingga dapat dilihat dengan jelas.
Terapi Dialektik Behavior Terapi (DBT) dan mindfulness diharapkan nantinya akan memberikan penyedaran dan penerimaan dalam perilaku
konseli dengan menggunakan terapi ini. Sehingga, bisa menilai dan
30
Behavior Terapi (DBT) dan mindfulness yang membangun memberikan penyedaran dan penerimaan dalam perilaku dengan memberi sesuatu yang
positif seperti self evaluation, motivational quote, dan Inspirational video kepada konseli.
8. Teknik keabsahan data
a. Perpanjangan keikutsertaan
Perpanjangan keikutsertaan adalah konselor dalam melakukan penelitian
ini turut berpartisipasi dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan
waktu relative yang lama demi mendapatkan kesahihan data dari klien.
b. Ketekunan pengamatan
Ketekunan pengamatan adalah konselor melakukan observasi beserta
interprestasi yang benar terhadap sesuatu dan ia membutuhkan tingkat
observasi yang tinggi. Antara lain adalah dengan membaca buku, artikel dan
sebagainya terkait dengan permasalahan maupun hal yang terkait dalam
penelitian yang dilakukan.20
9. Triangulasi
Triangulasi adalah cara pengecekan data dengan menggunakan
sumber-sumber seperti sumber-sumber yaitu orang, triangulasi merupakan teknik dimana data
diperoleh melalui wawancara didiskusikan lebih lanjut degan kuesioner,
observasi dan lain-lain. Manakala, Triangulasi waktu adalah dimana waktu
yang dimanfaatkan oleh konseling untuk mengumpulkan data.21
20
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D
(Bandung, Alfabeta, 2011), hal 272 21 Sugiyono,
Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D
31
Dalam penelitain ini konseling menggunakan beberapa metode seperti
wawancara, observasi dan terjun langsung ke lapangan penelitian.
Wawancara dilakukan langsung dengan konseli sendiri dan dua informan.
Bagi wawancara, konselor mewawancara dengan sumber informan yang
berbeda bagi mengesahkan data yang diperoleh. Selain itu, konseling juga
menggunakan observasi, sebagai pengesahan data.
Jangka waktu yang digunakan untuk konselor dalam pemberian terapi ini
adalah selama tiga bulan dimana bulan yang pertama konseling hanya
melakukan sesi perkenalan budi pada konseli dan juga mengobservasi bagi
menggali data awal. Wawancara dan juga observasi hanya dilakukan oleh
konseling pada bulan kedua dan ketiga. Akan tetapi, selama proses konseling
dijalnkan, konseling memerlukan bantuan teman untuk memberi dorongan
32
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dialectical Behavior Therapy (DBT) Dan Mindfulness Therapy Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok
A.Pengertian Dialectical Behavior Therapy
Didalam Dialectical Behaviour Therapy (DBT), awalnya
dikembangkan oleh Marsha Linehan pada tahun (1987) untuk menangani
gangguan kepribadian garis batas (borderline personality disorder) sebuah gangguan yang dicirikan ketidakstabilan suasana hati, prilaku yang tampak
dan hubungan adalah pendekatan lain yang memadukan prosedur penyedaran
dan penerimaan. Dialectical adalah sebuah filsafat yang sudah muncul ribuan
tahun lalu dan dihidupkan kembali oleh Hegel, seorang filosuf Jerman di awal
1800 an. Miskinpun banyak aspek didalam filsafat ini, namun yang digunkan
DBT adalah konsepnya memandang realitas sebagai dua kekuatan yang
berlawana tesis dan antithesis, dimana penyelesaiannya menghasilkan
pemaduan keduanya dalam bentuk sintesis yang mengarah ke sebuah
pendekatan baru (Weiss 1974)
Marsha Linehan menambahkan istilah Dialectical kepada
pendekatannya bagi terapi Behavioral sebagian karena hubungan trapeutik
sering kali melibatkan pandangan-pandangan yang saling berlawanan antara
terapis dan klien yang akhirnya harus di padukan bersama, dan sebagian
33
Klien awalnya memiliki pandangan sangat negatif tentang dirinya
sendiri dan orang lain, yang penting baginya sehingga harus memulai
memandang dan menerima dengan penuh penyadaran agar dapat belajar
melakukan tindakan konstruktif mengubah hal-hal tersebut.
Singkatnya, beberapa aspek (DBT) dapat dipandang sebagai tesis dan
pandangan klien sebagai antithesis, yang akhirnya harus diitegrasikan
menjadi sebuah sintesis (Robins, Schmidt III & Linehan, 2004).
DBT biasanya melibatkan sesi-sesi individual mingguan antara terapis
dan klien, dan sesi kelompok mingguan dengan para klien, sehingga terapi ini
biasanya memiliki beberapa fase.
1. Bagian awal terapi berfokus pada membantu klien mengekspresikan
apa yang diharapkan saat selesai melakukan terapi nantinya.
2. Kemudian dikuatkan untuk mengamati secara objektif dan
mendeskripsikan perilakunya yang tampak dan tersembunyi, khusunya
yang berpotensi membahayakan bagi klien dan orang lain, atau yang
bakal menganggu alur penanganan.
3. Melalui pengunaan diskusi, permainan dan peran observasi terhadap
orang lain disisi individu maupun kelompok, klien belajar
mengidentifikasi, mengategori dan menerima berbagai emosi dan
pikiran yang menganggu.
4. Berikutnya, keahlian Antara pribadi akhirnya ditargetkan sedemikian
34
meminta atau bertanya yang mereka butuhkan, dan berinteraksi dengan
tepat terhadap orang lain di hidup sehari-hari mereka.
5. Akhirnanya, setelah klien belajar menerima aspek-aspek hidup mereka
tanpa lagi mendistorsinya, menghakiminya, atau mengevaluasinya
dengan gegabah, mereka jadi lebih mampu belajar dan mengikuti
strategi-strategi behavioural yang spesifik demi meraih tujuan-tujuan
terapeutik mereka. Bagi panduan praktis yang menjelaskan detail-detail
langkah melakukan DBT, (Lihat Koerner tahun 2012).1
B. Behavioral Therapy
Dalam menelaah literature psikologi, kita akan menemukan banyak
teori belajar yang dari sumber dari aliran-aliran psikologi. Salah satunya teori
belajar behavioristik, teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu
adalah perubahan prilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara
konkret.
Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulus) yang menimbulkan
hubungan prilaku reatif (respon)berdasarkan hokum-hukum mekanistik.
Stimulus tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal
maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah
akibat atau dampak, berupa reaksi titik terhadap stimulant. Belajar bererti
penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R
(stimulus-respon). Teori belajar behavioristik ini dikenal dengan sebuah teori yang
1 Garry Martin Joseph Pear,
35
dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman.2
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan
perubahan tingkah lakunya.3 Misalnya, siswa belum dapat dikatakan berhasil
belajar ilmu pengetahuan Sosial jika dia belum bisa atau tidak mau
melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan social seperti ; kerja bakti, ronda.
Kritik terhadap behavioristik adalah pembelajaran siswa yang berpusat
pada guru, bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat
diamati dan diukur. Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaanteori
behavioristik mempunyai pensyaratan tertentu sesuai dengan ciri yang
dimunculkannya. Tidak setiap pelajaran memakai metode ini, sehingga
kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk
menerapkan kondisi behavioristik.
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan
yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur
seperti : kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan
sebagainya, contoh : percakapan Bahasa asing, mengetik, menari,
mengunakan computer, berenang olah raga dan sebagainya. Teori ini juga
cocok untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran
orang dewasa. Teori Behavioristik : suka mengulangi dan harus dibiaskan,
suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti
36
C.Menurut teori ini yang terpenting yaitu :
1. Masukan atau imput yang berupaya stimulus dan keluaran atau output
berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya
alat perkalian, alat peraga, pedoman kerja ata cara-cara tertentu untuk
membantu belajar siswa, sedangkan respon adalah reaksi atau tanggapan
siswa terhadap stimulus yang diberikan guru tersebut.
2. Penguatan (reinforcement)
Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon
misalnya, ketika peserta didik diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya di
tambahkan maka ia akan semakin giat belajarnya, maka penambahan tugas
tersebut merupakan pnguatan positif dalam belajar begitu juga sebaliknya.4
Prinsip-prinsip behaviorisme adalah :
a. Objek Psikologi adalah tingkah laku
b. Semua bentuk tingkah laku dikembalikan kepada reflek
c. Mementingkan terbentuknya kebiasaan.
Sejalan dengan pendekatan yang digunakan dalam teori
behavioral, konseling behavioural menaruh perhatian pada upaya
perubahan perilaku. Sebagai pendekatan yang relatif baru,
perkembangannya sejak 1960-an, konseling ini telah memberi
implikasi yang cukup besar dan spesifik pada tehnik strategis
konseling, konseling ini dikembangkan atas reaksi terhadap
4
37
pendekatan psikoanalisis dan aliran-aliran Freudian. Dalam hal
Rahman Nata wijaya menyatakan bahwa teknik asosiasi bebas,
analisis transferensi dan tehnik-tehnik analisis sebagaimana diterapkan
psikoanalisa, tidak banyak membantu mengatasi masalah klien.5
D.Prinsip-prinsip teori Pembelajaran Behavioristik
Dalam pembelajaran behaviorisme pembelajaran merupakan penguasa
respon (Acquisition of responses) dari lingkungan yang dikondisikan. Peserta
didik haruslah melihat situasi dan kondisi apa yang menjadi bahan
pembelajaran.
Berikut ini adalah prinsip-prinsip pembelajaran behavioristik menekankan
pada pengaruh lingkungan terhadap perubahan perilaku.
1. Mengunakan prinsip penguatan, yaitu untuk menidentifikasikan aspek
paling diperlukan dalan pembelajaran untuk mengarahkan kondisi agar
peserta didik dapat mencapai peningkatan yang diharapkan dalam tujuan
pembelajaran.
2. Mengidentifikasikan pada hasil belajar daripada proses pembelajaran.6
Dan Skinner juga memuat dalam bukunya tentang prinsip-prinsip
behavioristil, berikut ini prinsip yang dikemukakan oleh skinner dalam
bukunya yang berjudul The Behavior of Organism.
E.Beberapa prinsip Skinner :
38
1. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah
dibetulkan, jika benar diberikan penguat.
2. Proses belajarar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Untuk itu
lingkungan perlu diubah, untuk menhindari adanya hukuman.
5. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.
6. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya
hadiah diberikan dengan digunakan jadwal variable Rasio rein forcer
7. Dalam pembelajaran digunakan shaping7
F. Tujuan Pembelajaran Behavioral
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada
penambahan pengetahuan, sedangkan belajara sebagai aktivitas mimetic,
yang menuntut pembelajaran untuk mengungkapkan kembali pengetahuan
yang sudah dipelajaran dalam bentuk laporan, kuis atau tes. Penyajian isi
atau materi pelajaran menekankan pada keterampilan yang terisolasi atau
akumulasi fakta mengikuti dari urutan dari bagian keseluruhan.
1. Berkomunikasi atau transfer prilaku adalah pengambaran pengetahuan dan
kecakapan peserta didik tidak mempertimbangkan proses mental.
2. Pengajaran adalah untuk memperoleh keinginan respon dari peserta didik
yang dimunculkan dari stimulus.
7 Yamin, Martinis,
39
3. Peserta didik harus mengenali bagaimana mendapatkan respon sebaik
mungkin pada kondisi respon diciptakan.
Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga
aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks atau buku wajib
dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks
atau buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil
belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah,
dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar
menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pelajar menjawab secara
benar sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pelajar
telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagian
yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah
selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada
kemampuan pebelajar secara individual.
G.Manfaat Teori Behavioral
konseling ini adalah yang paling efektif dalam berurusan dengan
individu-individu yang cerdas, rasional dan berkeinginan untuk memiliki
gairah dan kenikmatan dalam hidup mereka demikian menurut Beth
Horwin, LPC, berdasarkan pengalamannya sebagai seorang therapist.
a. Terapi Kognitif-Behavioral (TKB) merupakan proses terapi yang
40
ringkas, Beth Horwin mengemukakan proses konseling
kognitifbehavioral ini, sebagai berikut:
b. Membantu klien dalam mengenali, menganalisis dan mengelola
keyakinannya.
c. Membiarkan klien bersandar pada memorinya, dan berusaha untuk
mengevaluasinya
d. Menempatkan dan menitikberatkan pada keyakinan klien, tentang
siapa dirinya dan apa tujuan hidup dia di dunia ini
e. Menjaga fokus pada upaya meningkatkan “kepuasan hidup secara menyeluruh”, bukan pada upaya penurunan emosi yang negatif
f. Membelajarkan dan mendidik yakni memberikan kesempatan kepada
klien untuk memeriksa atau memguji kembali apa yang telah
diucapkannya dengan kenyataan dirinya.
g. Mengidentifikasi dan berbagai keterampilan praktis (misalnya, tentang
penetapan tujuan dan pemecahan masalah).
h. Melanjutkan untuk melakukan pekerjaan ini untuk waktu jangka
panjang, setelah proses konseling selesai.8
8
41
H.Langkah-langkah konseling Behavioral :
Pada tahap langkah-langkah konseling ini ada lima hal yang perlu
diperhatikan, yaitu:
1. Assesment, langkah awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika
perkembangan klien (untuk mengungkapkan kesuksesan dan
kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan interpersonal,
tingkah laku penyesuaian, dan area masalahnya) Konselor mendorong
klien untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya pada
waktu itu. Assesment diperlukan untuk mengidentifikasi motode atau
teknik mana yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin
diubah.
2. Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari langkah assessment konselor
dan klien menyusun dan merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam
konseling. Perumusan tujuan konseling dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut :
a. Konselor dan klien mendifinisikan masalah yang dihadapi klien
b. Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai
hasil konseling
c. Konselor dan klien mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan klien
d. Apakah merupakan tujuan yang benar-benar dimiliki dan diinginkan
42
b) kemungkinan manfaatnya
c) kemungkinan kerugiannya dan
d) Konselor dan klien membuat keputusan apakah melanjutkan
konseling dengan menetapkan teknik yang akan dilaksanakan,
mempertimbangkan kembali tujuan yang akan dicapai, atau
melakukan referal.
3. Tehniquie implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan tehnik
konseling yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan
yang menjadi tujuan konseling.
4. Evaluation, termination, yaitu melakukan kegiatan penilain apakah
kegiatan konseling yang telah dilakukan mengarah dan mencapai hasil
sesuai dengan tujuan konseling,
5. Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan baik untuk
memperbaiki dan meningkatkan proses konseling. Teknik konseling
behavioral didasarkan pada penghapusan respon yang telah dipelajari
(yang membentuk tingkah laku bermasalah) terhadap perangsang, dengan
demikian respon-respon yang baru (sebagai tujuan konseling) akan dapat
dibentuk.9
9
43
I. Tehnik-tehnik Behavior
Teknik ini terdapat dari beberapa bentuk, diantaranya adalah :
a. Skedul penguatan adalah satu tehnik pemberian penguatan pada klien ketika tingkah laku baru selesai dipelajari dimunculkan oleh klien.
Pemberian penguatan harus dilakukan secara terus-menerus sampai
tingkah laku tersebut terbentuk dalam diri klien. Dan setelah terbentuk
dalam diri klien, frekuensi penguatan dapat dikurangi atau dilakukan
pada saat yang tertentu saja. Istilah ini sering disebut sebagai
penguatan intermiten. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan
tingkah laku baru yang telah