• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN HAKIM PENGADILAN AGAMA NGANJUK TENTANG HIPERSEKSUAL SEBAGAI ALASAN UNTUK MENGAJUKAN PERCERAIAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN HAKIM PENGADILAN AGAMA NGANJUK TENTANG HIPERSEKSUAL SEBAGAI ALASAN UNTUK MENGAJUKAN PERCERAIAN."

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN HAKIM

PENGADILAN AGAMA NGANJUK TENTANG HIPERSEKSUAL

SEBAGAI ALASAN UNTUK MENGAJUKAN PERCERAIAN

SKRIPSI

Oleh

Khusnul Khotimah NIM. C01211089

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Ahwal Al Syakhsiyyah

Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)

Abstrak

Skripsi Ini Adalah Hasil Penelitian Lapangan Yang Berjudul “ Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Hakim Tentang Hiperseksual Sebagai Alasan Untuk Mengajukan Perceraian ” Untuk Menjawab Pertanyaan Pertama Bagaimana Pandangan Hakim Tentang Hiperseksual Sebagai Alasan Untuk Mengajukan Perceraian Dan Pertanyaan Kedua Bagaimana Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Hakim Tentang Hiperseksual Sebagai Alasan Untuk Mengajukan Perceraian.

Data Penelitian Ini Dihimpun Dengan Menggunakan Metode Kualitatif Dan Selanjutnya Dengan Teknik Deskriptif-Deduktif Berfikir Dengan Tertolak Dari Hal-Hal Umum Ke Hal-Hal Yang Khusus.

Hasil Penelitian Menyimpulkan Bahwa Hakim Pa Nganjuk Berpandangan Bahwa Suami Tidak Dapat Mengajukan Perceraian Dengan Alasan Hiperseksual, Karna Masih Ada Jalan Untuk Berpoligami. Sedangkan Istri Tidak Boleh Mengajukan Perceraian Dengan Alasan Hiperseksual, Karena Di Takutkan Akan Berbuat Hal-Hal Yang Mengarah Ke Perzinaan Jika Tidak Memiliki Suami. Dan Selanjutnya Dianalisis Dengan Hukum Islam, Bahwa Hiperseksual Dapat Dijadikan Alasan Untuk Mengajukan Perceraian, Karena Hiperseksual Ini Termasuk Gangguan Kejiwaan. Karena Hasrat Seks Yang Tidak Dapat Tersalurkan Dengan Puas Dapat Membuat Orang Yang Berwatak Temperamen Mudah Marah-Marah Dan Hanya Mengakibatkan Rumah Tangga Yang Tidak Harmonis.

(6)

Daftar Isi

Halaman

Sampul Dalam ... i

Pernyataan Keaslian... ii

Persetujuan Pembimbing ... iii

Pengesahan ... iv

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... vii

Daftar Transliterasi ... x

Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Dan Batasan Masalah ... 18

C. Rumusan Masalah ... 18

D. Kajian Pustaka ... 19

E. Tujuan Penelitian ... 20

F. Kegunaan Penelitian ... 21

G. Definisi Operasional ... 21

H. Metode Penelitian ... 23

(7)

Bab II Tinjauan Umum Tentang Perceraian Dan Hiperseksual

A. Tinjauan Umum Tentang Perceraian ... 29

1. Pengertian Perceraian ... 29

2. Alasan Perceraian ... 35

3. Tata Cara Perceraian ... 39

B. Tinjauan Umum Tentang Hiperseksual ... 40

1. Pengertian Hiperseksual ... 40

2. Faktor Penyebab Hiperseksual ... 46

3. Ciri-Ciri Hiperseksual ... 48

4. Efek Yang Muncul Jika Hasrat Seks Tidak Tersalurkan ... 52

Bab III Pandangan Hakim Terhadap Hiperseksual Sebagai Alasan Perceraian A. Letak Tempat Melakukan Interview Hakim ... 54

1. Deskripsi Pengadilan Agama Nganjuk ... 55

2. Sejarah Pengadilan Agama Nganjuk ... 55

3. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Nganjuk ... 57

4. Jumlah Hakim, Panitera, Juru Sita, Karyawan Administrasi Pengadilan Agama Nganjuk ... 58

5. Fasilitas Pendukung ... 62

B. Pendapat Hakim Terhadap Hiperseksual Sebagai Alasan Perceraian ... 63

1. Pendapat Hakim Terhadap Hiperseksual Sebagai Alasan Perceraian ... 63

2. Pengakuan Seorang Istri Hiperseksual Yang Ingin Mengajukan Perceraian ... 66

3. Profil Hakim Pengadilan Nganjuk ... 67

(8)

Bab IV Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Hakim PA Nganjuk Tentang Hiperseksual Sebagai Alasan Untuk Mengajukan Perceraian

A. Analisis Terhadap Hiperseksual Sebagai Salah Satu

Dasar Untuk Mengajukan Perceraian ... 70 B. Analisis Terhadap Pandangan Hakim Tentang

Hiperseksual Sebagai Alasan Untuk Mengajukan

Perceraian ... 73 C. Analisis Terhadap Hukum Islam Tentang

Hiperseksual Sebagai Alasan Untuk Mengajukan

Perceraian ... 77

Bab V Penutup

A. Kesimpulan ... 81 B. Saran ... 82 C. Penutup ... 83

(9)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Islam adalah Agama yang sempurna, Islam tidaklah sewenang-wenang dalam menghadapi fenomena yang ada, tetapi lebih lentur dalam konteks kemaslahatan untuk terciptanya masyarakatrah{matan lil ‘a>lam{{i>n yang di ridai Allah Swt. Pernikahan merupakan peristiwa yang sakral, dan Islam mengaturnya dengan tata cara yang diatur oleh syariat untuk memuliakan makhluknya sesuai dengan tujuan diciptakannya manusia sebagai makhluk yang paling sempurna diantara makhluk-makhluk yang lainnya. Jika ada surga di dunia maka surga itu adalah pernikahan yang bahagia, tetapi jika ada neraka di dunia adalah rumah tangga yang penuh pertengkaran dan kecurigaan-kecurigaan yang menakutkan diantara suami istri .1

Dalam sebuah keluarga, suami wajib melindungi dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuanya dan istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya, karena suami adalah kepala keluarga dan tugas istri adalah sebagai ibu rumah tangga dalam keluarga.2

Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Pembagian peran sebagaimana terdapat dalam ketentuan Pasal 31 ayat 3 dan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

(10)

2

tentang perkawinan bahwa hak dan kedudukan laki-laki dan perempuan adalah seimbang. Pembagian tugas sebagaimana diatur secara jelas dalam undang-undang tersebut nampaknya memang mengekalkan apa yang selama ini dianut oleh sebagian besar masyarakat dan justru pembagian tugas inilah yang sedang mengalami proses pertimbangan dalam lingkup yang luas. Di zaman ini banyak suami yang tidak menjadi satu-satunya pencari nafkah melainkan istri juga ikut bekerja, sehingga mempunyai waktu lebih sedikit atau bahkan tidak punya waktu sama sekali untuk mengurus rumah tangga. Beragamnya kepentingan antar manusia dapat terpenuhi secara damai, tetapi juga menimbulkan konflik jika tata cara pemenuhan kepentingan tersebut dilakukan tanpa ada keseimbangan sehingga akan melanggar hak-hak orang lain.3

Dalam Islam, perkawinan mempunyai tujuan yang jelas dan ada etika yang harus dijaga dan dipatuhi oleh suami istri. Misalnya untuk mencapai ketenangan dan kebahagiaan.4 Dalam UU Perkawinan No. 1 tahun 1974 pernikahan dilakukan dengan tujuan untuk kebahagiaan yang kekal dan abadi.5 Begitu juga dalam KHI dijelaskan bahwa tujuan pernikahan yaitu sakinah, mawadah, dan penuh rahmat.6 Islam membuat konsep untuk kebaikan manusia supaya kehidupannya terhormat sesuai dengan tujuan penciptaan manusia itu sendiri, karena rumah tangga yang bahagia dan sejahtera memang menjadi dambaan setiap orang. Ketenangan dan kebahagian yang penuh dengan rasa

(11)

3

kasih dan sayang dalam kehidupan suami istri perlu dipertahankan sepanjang hayatnya. Dengan demikian keluarga yang dibinanya akan muncul sebagai komponen masyarakat sesuai dengan cita-cita.7 Ketika pasangan tersebut tidak mampu lagi mengemban tanggung jawab dan menegakkan kehidupan sesuai tuntutan syariat Islam, yaitu mencurahkan kasih sayang dan mendapatkan kebahagiaan, maka dalam situasi semacam ini, pasangan tersebut tidak lagi layak meneruskan bahtera rumah tangga.8 Apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, maka untuk menjaga keutuhan rumah tangga dan kebahagiaan bersama, salah satu pihak harus secepatnya mencari solusi permasalahannya.

Fenomena terkadang berbicara lain, perkawinan diharapkan sakinah mawadah dan penuh rahmat ternyata harus kandas ditengah jalan karena seribu satu permasalahan yang timbul didalam keluarga. Islam menyikapinya dengan memberi solusi perceraian bagi keluarga yang tidak dapat dipertahankan. Perceraian merupakan obat terakhir untuk mengakhiri pertentangan dan pergolakan yang terjadi antara suami istri. Perceraian laksana karantina penyakit, maka keluarga yang dilanda pertengkaran dan percekcokan serta rasa benci antara suami istri harus mencapai jalan keluar yang layak untuk tidak melukai dan menyakiti kedua belah pihak. Dalam Undang-undang Perkawinan Tahun 1974 BAB VIII Pasal 38 telah dijelaskan

7 Muhammad Al-Quthb, Sang Anak Dalam Naungan Pendidikan Islam, (Bandung: Cv.

Diponegoro, 1999), 114.

(12)

4

bahwa suatu perkawinan dapat putus karena: kematian, perceraian dan, keputusan Pengadilan.

Dan dijelaskan pula tetantang perceraian yakni Pasal 39:

a. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

b. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.9

c. Perceraian merupakan perbuatan yang halal akan tetapi sangat dibenci oleh Allah.10

Karena hal tersebut sama saja dengan usaha menyepelekan hubungan perkawinan dan melemahkannya, dan berusaha merusak kebaikan dan menghilangkan kemaslahatan antara suami istri.Akan tetapi suatu kenyataan pula, bahwa dalam pergaulan rumah tangga khususnya dalam hal menjalankan hak dan kewajiban sebagai suami istri sering timbul persengketaan sehingga mengakibatkan perselisihan/pertengkaran yang terus menerus diantara suami istri, yang hingga akhirnya kecocokan diantara suami istri menjadi hilang, dan menyebabkan keduanya atau salah satu pihak menggajukan perceraian.

9 Arloka Tth, Undang Undang Perkawinan Di Indonesia Dilengkapi Kompilasi Hukum Islam,

(Surabaya: Arloka), 17.

(13)

5

Berkenaan dengan perceraian, KHI mengatur dengan kriteria jika salah satu pihak mendapat cacad badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.11

Dengan melihat hal tersebut, bahwa perceraian itu walaupun diperbolehkan oleh agama, tetapi pelaksanaanya harus berdasarkan suatu alasan yang kuat dan merupakan jalan terakhir (darurat) yang ditempuh oleh suami istri, yaitu apabila terjadi persengketaan antara keduanya dan telah diusahakan jalan perdamaian sebelumnya, tetapi tetap tidak dapat mengembalikan keutuhan kehidupan rumah tangga tersebut.12

Perceraian dalam istilah fikih disebut “t{ala>q atau furqah”, adapun arti dari pada talak adalah membuka ikatan, membatalkan perjanjian sedangkan furqah artinya bercerai yaitu lawan dari berkumpul. Kemudian kedua kata itu dipakai oleh para ahli fikih sebagai satu istilah yang berarti perceraian antara suami istri. Istilah talak dalam fikih mempunyai dua arti, yaitu arti umum dan arti khusus. Talak menurut arti umum ialah segala macam bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami, dijatuhkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalnya salah seorang dari suami atau istri. Sedangkan talak dalam arti yang khusus ialah perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami saja. Karena salah satu bentuk dari perceraian antara suami istri itu ada yang disebabkan karena talak, maka

11 KHI. Pasal 116

(14)

6

untuk selanjutnya istilah talak di sini dimaksudkan sebagai talak dalam arti khusus.13

Dalam Islam bercerai pada dasarnya “terlarang” atau tidak

diperbolehkan kecuali karena ada alasan yang dibenarkan oleh syara. Hal ini sejalan dengan pendapat Hanafi dan Hambali, Mereka beralasan bahwa bercerai merupakan kufur nikmat, karena perkawinan adalah suatu nikmat, sedangkan kufur terhadap nikmat Allah hukumnya haram, sehingga bercerai hukumnya adalah haram kecuali darurat. Mazhab Hambali lebih lanjut menjelaskannya secara terperinci mengenai hukum bercerai. Menurut mereka bercerai itu hukumnya yaitu: wajib, haram, dan sunnah.14

Syariat Islam adalah syariat yang riil dan idiil. Riil artinya mengakui realitas kehidupan dan idiil artinya mempunyai prinsip dan cita-cita yang mulia untuk kemaslahatan hidup manusia sepanjang masa. Syariat Islam tidak menjadikan realitas semata sebagai asas hukum dan tidak menafikan realitas demi untuk mempertahankan cita-cita mulia. Syariat Islam berusaha merealisir cita-cita mulia dan mengobati realita yang dijiwai oleh kemudahan dan mewujudkan kemaslahatan. Oleh karena itu sekalipun syariat Islam menghendaki agar akad nikah itu untuk selama hayat dikandung badan, akan tetapi kalau dalam realitanya antara suami istri itu sudah tidak mungkin untuk disatukan lagi, Islam memperbolehkan keduanya bercerai. Apabila hubungan pernikahan tetap dipertahankan, memaksa suami istri untuk tetap bersatu, justru kemadharatan yang terjadi. Sekalipun demikian, bahwa perceraian

(15)

7

hanya sebagai pintu darurat yang baru dibuka apabila keadaan memang sangat mendesak dan berbagai upaya untuk mempertahankan ikatan perkawinan sudah ditempuh tetapi tidak berhasil. Dengan demikian, perceraian adalah suatu jalan keluar yang paling baik.15

Nabi Muhammad saw bersabda:

“Dari ibnu Umar. Ia berkata bahwa Rasulullah saw. Telah bersabda, sesuatu yang halal yang amat dibenci Allah ialah talak”

Dari sabda Rasulullah saw tersebut, jelas bahwa perceraian itu hukumnya adalah makruh. Alquran menggambarkan beberapa situasi dalam kehidupan suami istri yang menunjukkan adanya keretakan dalam rumah tangga yang dapat berujung dalam perceraian. Keretakan dan kemelut rumah tangga tersebut bermula dari tidak berjalannya aturan yang ditetapkan oleh Allah bagi kehidupan suami istri dalam bentuk hak dan kewajiban yang mesti dipenuhi kedua belah pihak. Alquran menjelaskan beberapa usaha yang harus dilakukan mengahadapi kemelut tersebut agar perceraian tidak sampai terjadi. Dengan demikian Alquran mengantisipasi kemungkinan terjadinya perceraian dan menempatkan perceraian itu sebagai alternatif terakhir yang tidak mungkin dihindarkan.16

(16)

8

Dari hal-hal yang sepele yang terkadang tidak dapat diterima dengan akal pikiran dan bertentangan dengan nilai keadilan dan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan sampai kepada hal-hal yang memang diperbolehkan oleh syariat serta tidak menodai rasa keadilan dan hati nurani.

Dalam mengajukan perceraian ke pengadilan perlu diperhatikan hal - hal sebagai berikut:

1. Identitas para pihak, meliputi nama, alamat, umur, pekerjaan, agama, kewarganegaraan, pencantuman nama lengkap, gelar, panggilan atau alias, alamat harus terang dan jelas terutama penyebutan alamat tergugat agar memudahkan pemanggilan dan tergugat dapat mempertahankan hak - haknya. 2. Posita, berisi uraian kejadian atau fakta yang menjadi dasar adanya sengketa yang terjadi (recht feitum), dan hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan (recht gronden) sebaiknya dibuat dengan ringkas, jelas dan terinci. 3. Petitum, berisi rincian apa saja yang diminta dan diharapkan penggugat untuk dinyatakan dalam putusan atau penetapan kepada para pihak terutama pihak tergugat dalam putusan perkara.17 Setelah permohonan atau gugatan dibuat kemudian didaftarkan di kepaniteraan, pengadilan agama yang berwenang memeriksa dengan membayar panjar biaya perkara (vorschot), maka penggugat atau pemohon mendapat nomor perkara dan tinggal menunggu panggilan sidang. Hal ini diatur dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 28 PeraturanPemerintah No.9 Tahun. 1979.18 Para pihak dicatat oleh

17 Abdullah Tri Wahyudi, Peradilan Agama Di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004),

133-134.

(17)

9

Juru Sita yangmemanggil dalam berita acara (Relaas), panggilan kemudian disampaikan kepada majelis hakim yang memeriksa perkara sebagai bukti bahwa para pihak telah dipanggil.

Di dalam persidangan kedua pihak haruslah diperlakukan sama, tidak memihak dan didengar bersama-sama, bahwa pengadilan mengadili menurut hukum yang tidak membedakan orang seperti yang dimuat dalam Pasal 5 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1970, kemudian di dalam memutuskan suatu perkara, pengadilan harus memuat alasan alasan yang dijadikandasar untuk mengadili (Pasal 23 UU 14 Tahun. 1970, 184 Ayat 1, 319HIR, 618 RBG). Alasan itu dimaksudkan sebagai pertanggung jawaban hakim daripada putusannya terhadap masyarakat, para pihak, pengadilan yang lebih tinggi dan ilmu hukum.19 Karena adanya alasan-alasan itulah maka putusan mempunyai wibawa.

Dalam memeriksa suatu perkara hakim bertugas untuk mengkonstatier, mengkualifisier dan kemudian mengkonstituier: artinya hakim harus menilai apakah peristiwa atau fakta-fakta yang dikemukakan oleh para pihak itu adalah benar-benar terjadi, hal ini yang perlu diperhatikan oleh hakim sebelum memutuskan perkara pengadilan. Salah satunya adalah melalui pembuktian (Pasal 5 ayat 1 UU 14/1970).20 Pembuktian merupakan salah satu upaya yang dilakukan para pihak dalam berperkara untuk menguatkan dan membuktikan dalil-dalil yang ditujukan agar dapat meyakinkan hakim yang memeriksa

19 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Penerbitan Liberty,

2002), 14-15.

(18)

10

perkara. Yang harus dibuktikan dalam sidang adalah segala sesuatu yang didalilkan, disangkal atau dibantah oleh pihak lawan. Yang tidak perlu dibuktikan adalah segala sesuatu yang diakui, dibenarkan, tidak dibantah pihak lawan, segala sesuatu yang dilihat oleh hakim, dan segala sesuatu yang merupakan kebenaran yang bersifat umum.

Beberapa alat bukti yang sah dan dapat dipergunakan untuk pembuktian adalah: bukti surat, bukti saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah dan pendapat ahli atau saksi ahli.

Berkaitan dengan pembuktian dan alasan - alasan untuk mengajukan perceraian, penulis menemukan sebuah kasus hiperseksual sebagai alasan perceraian.

Sebenarnya kebutuhan akan seks itu adalah kebutuhan biologis semua manusia, dan sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa wanita dan laki-laki secara biologis memberikan sekresi hormon yang bercampur dengan kuantitas dan kualitas yang berbeda-beda. Bahwasanya kelebihan atau kekurangan dalam hal instink seksual, baik pada laki-laki maupun wanita, pada akhirnya disebabkan oleh semata mata kekurangan atau kerusakan dalam keseimbangan hormon. Adalah salah jika mengira bahwa fungsi reproduksi manusia adalah penyederhanaan peran seperti yang ada pada hewan. Bahkan seperti air liur yang tidak bisa dikatakan sebagai kejantanan.

(19)

11

terhadap kehidupan wanita atau apakah berarti struktur biologis wanita tidak terlibat sama sekali dalam menentukan nasib wanita.21

Pria yang ketagihan seks di Amerika mencapai enam persen, demikian taksiran Dr. Carner. Beberapa di antara faktor-faktor resiko dan tanda-tanda itu adalah :

1. Pernah mengalami pelecahan seksual semasa kanak-kanak. 2. Merasa malu dengan kebiasaan seksual Anda.

3. Tidak mampu menghentikan perilaku seksual Anda meskipun tahu bahwa itu tidak benar.

4. Percaya bahwa aktivitas seksual Anda tidak normal.

5. Melakukan praktik-praktik seksual misalnya prostitusi atau seks dengan anak dibawah umur, yang jelas bertentangan dengan hukum.22

Hiperseksual merupakan salah satu jenis dari kelainan seks. Pada laki-laki biasanya disebut styariasis atau don juanisme. Mereka yang menderita kelainan ini biasanya melakukan hubungan setiap hari dan berkali-kali, tidak didapatkan rasa intim lagi dalam hubungan seks, serta hubungan seks tidak membawanya ke arah kepuasan, meskipun ia mengalami orgasme. Sayang sekali, kasus hiperseksual sangat sedikit dipelajari. Namun beberapa ahli sepakat bahwa pada umumnya mereka adalah orang-orang yang rendah diri dan mengalami kekecewaan pada masa kecilnya. Pemberian obat penenang

(20)

12

pada panderita kelainan ini sering membawa kegagalan. Boleh dikatakan hampir tak ada obatnya.23

Hiperseksual juga dapat disebut obsesi berlebihan terhadap seks yang berdampak pada kehidupan sosial penderita. Ciri-ciri hiperseksual yang paling dominan adalah ketidak mampuan penderita mengendalikan keinginan berhubungan seks, sangat jarang penderita hiperseksual secara sadar memeriksakan diri ke dokter, biasanya penderita berobat karena mendapat dorongan dari pasangan atau keluarga.

Menurut penjelasan dalam situs Mayo Clinic, perilaku seks kompulsif secara umum dipertimbangkan sebagai suatu kelainan yang dialami seseorang dalam mengendalikan impuls atau dorongan seks. Akibat kelainan ini, seseorang tak mampu menolak godaan atau dorongan melakukan suatu tindakan yang merugikan diri sendiri atau pun orang lain. Pada kelainan seks ini, perilaku normal yang seharusnya menyenangkan dapat berubah menjadi kebiasaan yang ekstrim.

Apa pun itu istilahnya, perilaku hiperseks adalah masalah serius yang dapat mengganggu kehidupan seseorang dan bahkan mengancam kesehatan. Tetapi dengan pengobatan dan program-program bantuan, hiperseks sebenarnya dapat dikendalikan sehingga seseorang dapat membangun kehidupan seks yang lebih sehat.

Orang yang mengalami perilaku hiperseks seringkali menggunakan seks sebagai pelarian dari masalah lain, seperti kesepian, depresi, kecemasan

(21)

13

atau pun stres. Ia juga akan membiarkan dirinya terlibat perilaku seks berisiko meski sadar akan konsekuensinya seperti gangguan jantung, penyakit menular seksual atau hilangnya hubungan dengan orang yang dicintai.24

Seseorang yang sering melakukan hubungan seks, tidak akan didiagnosis sebagai penderita hiperseksual," kata peneliti dan juga psikolog, Rory Reid, dari University of California, Los Angeles. "Tapi orang yang melakukan aktivitas seksual secara berlebihan dan digunakan untuk mengatasi stres, hingga seks yang mengganggu kehidupan sehari-hari, dapat memenuhi kriteria sebagai penderita hiperseksual, mereka tidak berusaha untuk mengubah perilaku umum, seperti melakukan banyak kegiatan seksual, atau menonton pornografi menjadi sebuah tanda seseorang mengalami kecanduan seks. Sebaliknya, orang dengan gangguan hiperseksual merasa keinginan seksualnya berada di luar kendali, dan bertindak sesuai dorongan seksual mereka, serta mengabaikan dampak yang mungkin terjadi.

Mereka mungkin mempertimbangkan konsekuensinya, tapi entah mengapa merasa kebutuhan seksual menjadi lebih penting, dan memilih seks dalam situasi apapun, Kesimpulan ini ditarik setelah para peneliti mewawancarai lebih dari 200 orang yang telah dirujuk ke klinik kesehatan mental. Sebanyak 134 dari pasien yang dirujuk untuk masalah seksual yang didiagnosis dengan gangguan hiperseksual.

Dokter juga meminta pasien untuk melaporkan perilaku yang yang paling bermasalah bagi mereka, termasuk masturbasi, melihat pornografi,

(22)

14

hubungan seksual dengan orang dewasa, cybersex, phone sex, dan mengunjungi klub striptease. Mayoritas orang yang didiagnosis dengan gangguan hiperseksual mengatakan sering bermasturbasi dan menonton pornografi. Beberapa pasien melaporkan kehilangan pekerjaan karena mereka tidak bisa menahan diri dari perilaku-perilaku tersebut di tempat kerja.25

Seks sebagai urusan kelamin tak pernah kehabisan atau kehilangan daya sensasionalnya bagi siapapun dan di zaman apapun. Selalu ada perkembangan perkembangan baru dalam fenomena seks sebuah masyarakat, meski sexual actsebenarnya hanya begitu-begitu saja. Seluruh tingkahlakunya diresapi oleh identitas seksnya, yakni gradasi kelelakian (jika ia lelaki) atau keperempuannya (jika ia perempuan). Implikasinya kemudian adalah terjalinnya korelasi secara otomatis antara seksualitas dan konteks seksual yang melingkupinya. Sekspun lalu jadi sebuah fenomena yang multidimensional, dan hal inilah yang membuat seks menjadi potensial untuk “bercerita” dan mengungkap sosok manusia. Karenanya, mempelajari

fenomena seks adalah mempelajari fenomena manusia seluruhnya.26 Salah satu korelasi antara seksualitas dan konteks seksual yang menjadi fenomena dalam masyarakat adalah hiperseksual.

Pasangan suami istri yang sama-sama memiliki gairah seks tinggi tentu memiliki frekuensi bercinta yang tinggi pula. Tetapi jika hanya satu pihak yang mengalami hiperseks maka pihak yang lain tentu akan menderita, inilah

25

Sexklopedia, (Ini Penyebab Psikologis Perilaku Hiperseks), http:// sexklopedia. Blogspot .com /2012/10/ ini – penyebab – psikologis - perilaku.html. senin 24 november 2014 13:18.

(23)

15

sebabnya banyak kasus perceraian terjadi akibat tidak sanggup melayani nafsu pasangan.

Sebelum memutuskan, hakim sudah berfikir arif dan bijaksana bahkan sudah bermusyawarah untuk memutuskan yang terbaik bahkan bermanfaat bagi semua. Khususnya bagi kedua belah pihak serta tidak ada yang dirugikan baik bagi istri, suami dan anak-anaknya.

Di dalam menangani kasus ini, kejelian seorang hakim sangat dibutuhkan terutama dalam kasus yang penulis teliti. Kasus ini harus dipikirkan secara cermat solusinya. Pembuktian dalam hukum acara mempunyai arti Yuridis di dalam ilmu hukum tidak dimungkinkan adanya pembuktian yang logis dan mutlak yang berlaku bagi setiap orang serta menutup segala kemungkinan akan bukti lawan. Dengan demikian pembuktian dalam arti Yuridis tidak menuju kepada kebenaran mutlak, ada kemungkinannya bahwa pengakuan kesaksian dalam hal pengakuan kesaksian saja belum mewakili diputuskannya perkara, akan tetapi pihak pemohon harus menunjukkan bukti lain, karena dalam teori Hukum acara perdata Indonesia disamping pihak pemohon / penggugat membuktikan kebenarannya dengan bukti saksi. Akan tetapi ini belum cukup mewakili, karena selain saksi masih ada saksi ahli.

(24)

16

disamping termohon / tergugat, pemohon / penggugat juga harusmembuktikan bahwa dia hiperseksual, pengadilan harus menyuruh pemohonuntuk menguatkan statemennya dengan didatangkannya saksi ahli.Dikhawatirkan ketika menggunakan bukti saksi, kesaksiannya tidak benaratau berbohong. Menurut Maria Ulfah Ansor disertai dengan pembuktianpihak berwenang seperti tim dokter ahli yang independen yang tidakberpihak.27 Misalkan dengan mendatangkan ahli seksologi atau surat keterangan dari dokter.

Dan ini pesan bagi pihak hakim untuk lebih cermat serta jeli dalampengambilan keputusan, sesuai dengan Pasal 154 HIR/181.Rbg. (1). “Jika menurut pertimbangan Pengadilan, bahwa perkara ini dapat menjadi

lebih terang,kalau diadakan pemeriksaan seorang ahli, maka dapat mengangkat seorang ahli baik atas permintaan kedua belah pihak maupun karena jabatannya.28

Untuk itu diperlukan research mengenai dasar-dasar pertimbangan hakim yang digunakan dalam memutuskan perkara tersebut serta apakah putusan hakim sesuai dengan Hukum Pembuktian dan hukum Islam. Dan pembuktian apa saja yang diminta oleh pihak pengadilan serta pembuktian apa saja yang disuguhkan oleh pihak pemohon / penggugat dan termohon / tergugat di muka persidangan, apakah sudah sesuai dengan teori hukum acara perdata ataumemang masih menggunakan bukti lain yang harus dilengkapi

27 Penderita Seks Selalu Mencari Perempuan Lain, Keinginan Berganti Ganti Pasangan Selalu

Bergelora, Kemampuannya Mendapatkan Banyak Pasangan Adalah Sebuah Kompensasi Dari Kekurangan Dirinya, Penilaiannya Bahwa Dia Hebat Dan Perkasa Adalah Segala – Galanya.

(25)

17

oleh termohon / tergugatdan pemohon / penggugat untuk menguatkan dalil-dalilnya. Khususnya dalam halpembuktian istri / suami tidak dapat menjalankan kewajibannya untuk melayanikebutuhan biologis suami / istri yang hiperseks sebagai alasan perceraian. Kelak mampu menjadi jurisprudence bagi hakim sesudahnya.

Secara hukum, belum ada aturan jelas yang mengatur tentang hiperseksual sebagai alasan diperbolehkannya seseorang untuk melakukan perceraian, baik itu dalam UU No1 tahun 1974 maupun PP Republik IndonesiaNo. 9 tahun 1975. Untuk itu diperlukan riset untuk mengetahui dasar-dasar hukum apa saja yang dipakai oleh hakimdalam memutuskan perkara tersebut. Sehingga pandangan hakim tersebut dapat memenuhi rasa keadilan bersama.

(26)

18

B.Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah

Dari latar belakang yang telah peneliti paparkan di atas, maka identifikasi masalah yang peneliti peroleh adalah sebagai berikut :

1. Faktor- faktor yang mengakibatkan perceraian. 2. Alasan - alasan diperbolehkannya perceraian.

3. Deskripsi tentang hiperseksual sebagai alasan perceraian.

4. Pandangan Hakim terhadaphiperseksual sebagai alasan perceraian. 5. Tinjauan hukum Islam terhadap hiperseksual sebagai alasan perceraian.

Dari beberapa masalah yang dapat diidentifikasi penulis diatas dan banyaknya perkara yang ditemukan, maka agar tidak terjadi kerancuan dalam pembahasan skripsi yang akan ditulis, maka penulis membatasi terhadap permasalahan tentang:

1. Pandangan Hakim terhadap hiperseksual sebagai alasan perceraian. 2. Tinjauan hukum Islam terhadap hiperseksual sebagai alasan perceaian.

C.Rumusan Masalah

Dalam skripsi ini penulis akan membahas beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pandangan Hakim PA Nganjuk terhadap hiperseksual sebagai alasan untuk mengajukan perceraian?

(27)

19

D.Kajian Pustaka

Dalam pembahasan mengenai hiperseksual sebagai alasan perceraian. Penulis dalam penelitian ini akan mengacu pada beberapa literatur, baik berupa buku maupun skripsi. Beberapa buku yang dianggap dapat mewakili dan dijadikan referensi dalam penyusunan skripsi ini, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. H.S.A Al-Hamdani, (2011) dalam bukuya “Risalah Nikah”. Buku ini menjelaskan tentang talak lengkap dengan pengertiannya.

2. Haidar Abdullah (2003) dalam bukunya yang berjudul “Kebebasan

Seksual dalam Islam”. Buku inimenjelaskan tentang etika seksual

dalam Islamdisamping mendeskripsikan tentang etika seks yang dianut oleh dunia barat.

3. dr Boyke Dian Nugraha, DSOG dengan bukunya yang berjudul “Problema Seks dan Organ Intim”. Dalam bukunya dijelaskan tentang

berbagai persoalan kelainan seks dan dampak yang ditimbulkan, serta berusaha menyodorkan solusinya, seperti onani, gay, keperawanan, WTS, biseks, hiperseks, alat kelamin, dan lain-lain. Buku ini seolah menjadi penjelas bahwa hiperseks merupakan salah satu kelainan atau problema seksual.

(28)

20

ini seolah menjadi penjelas bahwa perceraian memang dibolehkan oleh Islam.

5. Wahbah Zuhaili dengan bukunya “Fiqih Islam wa Adillatuhu”. Dalam bukunya dijelaskan tentang segala problema tentang talak. Sehingga penulis dapat mengambil kesimpulan tentang alasan - alasan perceraian.

Adapun skripsi yang telah membahas mengenai hiperseksual pernah dibahas oleh Mustain yang berjudul “Hiperseksual Sebagai Salah Satu Alasan

Di Perbolehkannya Poligami (Putusan PA No.1272/PDT.G/2004/PA.SM)”

tahun 2007 yang pernah diteliti oleh Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang fakultas syariah. Skripsi tersebut menguraikan tentang hiperseksual sebagai salah satu alasan diperbolehkannya poligami. Skripsi ini memberikan kesimpulan bahwa suami yang hiperseksual boleh melakukan poligami.

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah pandangan Hakim PA Nganjuk tentang hiperseksual sebagai alasan perceraian sudah memenuhi rasa keadilan menurut konsep keadilan.

(29)

21

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Kegunaan hasil penelitian ini meliputi dua aspek, yaitu: 1. Secara teoritis

a. Kegunaan hasil penelitian ini dari segi teoritis, diharapkan dapat berguna untuk dijadikan bahan acuan penelitian berikutnya, kemudian untuk menambah wawasan masyarakat, akademisi, organisasi masyarakat mengenai hiperseksual sebagai alasan perceraian.

b. Mendapat Pengetahuan tentang hiperseksual sebagai alasan perceraian menurut pandangan Hakim.

2. Aspek praktis

Dari segi praktis, untuk dijadikan pemahaman dan pertimbangan sebelum melakukan dan mengajukan gugatan / permohonan cerai dengan alasan hiperseksual.

G.Definisi Operasional

Pada proposal ini penulis menggunakan judul “Analisis Hukum Islam

Terhadap Pandangan Hakim Pa Nganjuk TentangHiperseksual Sebagai Alasan Perceraian”.

(30)

22

menelusuri, menguji atau mengukur variabel penelitian. Berikut ini akan dijelaskan pengertian dari variabel-variabel tersebut.

1. Pandangan Hakim: (pendapat, pengetahuan).

hasil perbuatan memandang (memperhatikan, melihat, dsb) oleh orang yang mengadili perkara di pengadilan atau mahkamah.

2. Hiperseksual: mempunyai nafsu yg berlebihan untuk melakukan hubungan seks, sebuah jenis kecanduan yang seiring waktu menimbulkan perubahan para sirkuit syaraf otak. Sirkuit ini merupakan jaringan syaraf yang menjadi sarana komunikasi antara satu sel dengan sel lain dalam otak. Perubahan ini dapat menimbulkan reaksi psikologis menyenangkan saat terlibat dalam perilaku seks dan reaksi tidak menyenangkan ketika perilaku itu berhenti.

3. Talak: perceraian antara suami dan istri, lepasnya ikatan perkawinan, bercerai sudah, sudah berpisah tetapi belum sah diceraikan

a. bain talak tiga.

b. dua pernyataan talak yang dijatuhkan sebanyak dua kali dan memungkinkan atas suami rujuk kepada istri sebelum selesai idah. c. satu pernyataan talak yang dijatuhkan sebanyak satu kali dan

memungkinkan suami rujuk kpd istri sebelum selesai idah.

(31)

23

4. Hukum Islam: Hukum Islam di dalam penelitian ini adalah hukum yang bersumber dari dalil – dalil Alquran, hadi<th dan pendapat ulama’ fiqih yang berkaitan dengan alasan untuk mengajukan perceraian yaitu: Wahbah Zuhaili

Berdasarkan penjelasan definisi operasional tersebut, maka dapat dipahami bahwa skripsi yang akan diteliti ini membahas mengenaianalisis hukum islam terhadap pandangan hakim tentang hiperseksual sebagai alasan perceraian.

H.Metode Penelitian

Supaya dalam pembahasan skripsi yang akan dibahas ini dapat dipertanggungjawabkan, maka penulis membutuhkan data yang menunjukkan pelaksanaan kasus pandangan Hakim terhadap hiperseksualsebagai salah satu dasar argumentasi untuk mengajukan gugat cerai .

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian lapangan (field research). Oleh karena itu data yang dihimpun merupakan data yang diperoleh dari lapangan sebagai obyek penelitian. Agar penulisan skripsi ini dapat tersususn dengan benar dan sistematis, maka penulis menggunakan metode penulisan sebagai berikut :

1. Data yang dikumpulkan

(32)

24

mengumpulkannya melalui melalui metode yang sengaja dipilih dan digunakan. Melalui metode pengumpulan data akan sangat membantu penulis dalam upaya menemukan dan mengumpulkan data-data yang berkenaan dengan pembahasan di dalam skripsi ini. Data-data yang di kumpulkan antaranya yaitu :

a. Lokasi penelitian di Pengadilan Agama Nganjuk yang merupakan lokasi untuk memperoleh data mengenai judul yang akan di bahas penulis yakni mengenai pandangan Hakim terhadap hiperseksual sebagai alasan perceraian melalui wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Nganjuk.

2. Sumber data

Berdasarkan data yang akan dikumpulkan di atas, maka yang menjadi sumber data penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Sumber data primer

Sumber data primer yang dimaksud di sini adalah sumber data yang diperoleh secara langsung dari subjek penelitian, dalam penelitian ini sumber data primer adalah : Hakim Pengadilan Agama Nganjuk. b. Sumber data sekunder

(33)

25

landasan berfikir guna memperkuat faktor - faktor di dalam penyusunan penulisan skripsi ini.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Dokumenter

Dokumen adalah catatan kejadian yang sudah lampau dan dituangkan dalam bentuk lisan, tulisan, maupun suatu karya tertentu tentang kejadian tersebut.Dalam penelitian ini, dokumentasi digunakan untuk mendapatkan penggambaran yang lebih detail mengenai pandangan Hakim terhadap hiperseksual sebagai alasan untuk mengajukan perceraian.

b. Wawancara

Mengumpulkan data dengan cara wawancara, wawancara adalah memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara. Dalam hal ini peneliti dalam mencari keterangan data menggunakan pedoman wawancara, sedangkan responden yang diwawancarai adalah Hakim Pengadilan Agama Nganjuk.

c. Telaah pustaka

(34)

26

yang dapat dijadikan landasan teoritis terhadap permasalahan yang dibahas.

4. Teknik pengolaan data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh denganmemilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang meliputi kesesuaian, keselarasan satu dengan yang lainnya, keaslian, kejelasan serta relevansinya dengan permasalahan.

b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan rumusan masalah.

5. Teknik analisis data

Setelah data telah terkumpul baik itu data primer dan data sekunder maka langkah berikutnya adalah teknik analisis data. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis data kualitatif yang bersifat deskriptif dengan menggunakan pola pikir deduktif.

(35)

27

I. Sistematika Pembahasan

Agar pembahasan dalam Judul ini mempunyai alur pikiran yang jelas dan terfokus pada pokok permasalahan, maka penulis menyusun sistematika dalam lima bab dari Judul ini meliputi:

Bab pertama, sebagai pendahuluan berisi tentang uraian latar belakang masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian serta sistematika pembahasan.

Bab kedua, merupakan landasan teori, pada skripsi ini penulis menjelaskan teori- teori yang di gunakan dalam penelitian tersebut. Teori yang membahas tentang pengertian perceraian, alasan yang di perbolehkan dalam hal perceraian, prosedur untuk mengajukan perceraian, pengertian hiperseksual, ciri- ciri hiperseksual, hal- hal yang menyebabkan seseorang menjadi hiperseksual, akibat jika hiperseksual tidak terpenuhi nafkah batinnya.

Bab ketiga, merupakan penelitian tentang hiperseksual sebagai alasan perceraian, letak tempat melakukan interview hakim, pendapat hakim terhadap hiperseksual sebagai alasan perceraian.

(36)

28

(37)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN DAN HIPERSEKSUAL

A.Tinjauan Umum tentang Perceraian

1. Pengertian perceraian

Perceraian merupakan bagian dari pernikahan, sebab tidak ada

perceraian tanpa diawali pernikahan terlebih dahulu. Pernikahan merupakan

awal dari hidup bersama antara seorang pria dan seorangwanita yang diatur

dalam peraturan perUndang-Undangan yangberlaku. Dalam hal ini, perkawinan

selalu dipandang sebagai dasarbagi unit keluarga yang mempunyai arti penting

bagi penjagaan moralatau akhlak masyarakat dan pembentukan peradaban.1

a. Menurut hukum Islam

Perceraian hanya dapat terjadi apabila dilakukan di depan

Pengadilan Agama, baik itu karena suami yang menjatuhkan cerai(talak)

ataupun karena istri yang menggugat cerai atau memohon hak talak sebab

sighat taklik talak. Meskipun dalam agama Islam,perkawinan yang putus

karena perceraian dianggap sah apabiladiucapkan seketika oleh suami,

namun harus tetap dilakukan didepan pengadilan. Tujuannya adalah untuk

melindungi segala hakdan kewajiban yang timbul sebagai akibat hukum

perceraian itu.

(38)

30

Dalam hukum Islam adalah sesuatu yang halal yang mempunyai

prinsip dilarang oleh Allah Swt.2 Adapun pengertian dari cerai gugat yaitu

istri menggugat suaminya untuk bercerai melalui pengadilan, yang

kemudian pihak pengadilan mengabulkan gugatan dimaksud sehingga putus

hubungan penggugat (istri) dengan tergugat.3

Berdasarkan hadits Nabi Muhammad saw.4 Perkawinan sebagai

perjanjian atau kontrak (aqad), maka pihak-pihak yang terikat dengan

perjanjian atau kontrak berjanji akan membina rumah tangga yang bahagia

lahir batin dengan melahirkan anak cucu yang meneruskan cita-cita mereka.

Bila ikatan lahir batin tidak dapat diwujudkan dalam perkawinan, maka

perjanjian dapat dibatalkan melalui pemutusan perkawinan (perceraian)

atau paling tidak ditinjau kembali melalui perkawinan kembali setelah

terjadi perceraian “rujuk”.5 Bagi orang Islam, perceraian lebih dikenal

dengan istilah talak. Menurut Sayyid Sabiq, talak adalah melepaskan ikatan

perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan.6 Menurut HA. Fuad Sa’id

yang dimaksud dengan perceraian adalah putusnya perkawinan antara suami

2

HR.Abu Daud, Ibn Majah dan Al-Hakim, Hadist Nabi Muhammad yang artinya : “Sesuatu perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak / perceraian”.

3 Zainnudin Ali, Hukum Perdata Islam Indonesia,(Palu : Yayasan Masyarakat Indonesia Baru,2002),

hal. 906

4 Hadist Nabi, Saw, yang artinya “ Seorang perempuan berkata kepadaRasulullah,Saw, “Wahai

Rasulullah, sayasedang mengandung anak ini, airsusuku diminumnya, dan dibalikku tempat

kumpulnya (bersamaku) ayahnyatelah menceraikanku dan ia ingin memisahkannya dariku”, maka Rasullullah bersabda “Kamu lebih berhakmemeliharanya, selama kamu tidak menikah” (Riwayat

Ahmad, Abu Daud dan Hakim mensahihnya). 5

Ibid.

(39)

31

dengan istri karena tidak terdapat kerukunan dalam rumah tangga atau

sebab lain, seperti mandulnya istri atau suami dan setelah sebelumnya

diupayakan perdamaian dengan melibatkan keluarga kedua belah pihak.7

Dari uraian diatas dapat diketahui, bahwa pertama : perceraian

baru dapat dilaksanakan apabila dilakukan berbagai cara untuk

mendamaikan kedua belah pihak untuk tetap mempertahankan keutuhan

rumah tangga mereka dan ternyata tidak ada jalan lain, kecuali hanya

dengan jalan perceraian. Dengan perkataan lain bahwa perceraian itu adalah

sebagai way out bagi suami istri demi kebahagiaan yang dapat diharapkan

sesudah terjadinya perceraian. Kedua : bahwa perceraian itu merupakan

sesuatu yang dibolehkan namun dibenci oleh agama. Berdasarkan sabda

Rasul yang artinya “Hal yang halal tetapi paling dibenci menurut Allah

adalah perceraian”. Dalam sebuah hadist, ada ancaman khusus bagi seorang

istri yang meminta jatuhnya talak dari suaminya tanpa disertai alasan yang

dibenarkan syara. Rasul bersabda : “Siapa saja istri yang menuntut cerai

kepada suaminya tanpa alasan yang jelas, maka ia haram menghirup

wanginya surga”.8 Al-qur’an sebagai sumber hukum Islam pertama, dalam

banyak kesempatan selalu menyarankan agar suami istri bergaul secara

ma’ruf dan jangan menceraikan istri dengan sebab-sebab yang tidak prinsip.

7 Abdul Manan, Problematika perceraian karena Zina dalam proses penyelesaian perkara di

lingkungan PeradilanAgama, dalam Jurnal Mimbar Hukum, Al-Hikmah dan DITBINBAPER, Jakarta Nomor 52 Tahun XII, ( Jakarta : 2001), 7.

(40)

32

Jika terjadi pertengkaran yang sangat memuncak diantara suami istri

dianjurkan bersabar dan berlaku baik untuk tetap rukun dalam rumah

tangga, tidak langsung membubarkan perkawinan mereka, tetapi hendaklah

menempuh usaha perdamaian terlebih dahulu dengan mengirim seorang

hakam dari keluarga pihak suami dan seorang hakam dari keluarga pihak

istri untuk mengadakan perdamaian. Jika usaha ini tidak berhasil

dilaksanakan, maka perceraian baru dapat dilakukan.

Secara garis besar hukum Islam membagi perceraian kepada dua

golongan besar yaitu talak dan fasakh. Talak adalah perceraian yang timbul

dari tindakan suami untuk melepaskan ikatan dengan lafadz talak dan

seumpamanya, sedangkan fasakh adalah melepasikatan perkawinan antara

suami istri yang biasanya dilakukan oleh istri. dari dua golongan perceraian

ini, Dr. Abdurrahman Taj sebagaimana dikutip oleh H.M. Djamil Latief,

S.H, membuat klasifikasi perceraian sebagai berikut :

1) Talak yang terjadi dengan keputusan hakim yaitu li’an, perceraian

dengan sebab aib suami seperti impoten dan perceraian dengan sebab

suami menolak masuk Islam,

2) Talak yang terjadi tanpa putusan hakim, yaitu talak biasa yakni talak

yang diucapkan suami baik shalih, maupun kinayah dan ‘ila,

3) Fasakh yang terjadi dengan keputusan hakim yaitu dengan sebab

(41)

33

dan perkawinan itu tidak dilakukan oleh wali, yaitu bapaknya atau

kakeknya, fasakh dengan sebab talak satu pihak dalam keadaan gila,

tidak sekufu, kurangnya mas kawin dan mahar mitsil dan salah satu

pihak menolak masuk Islam,

4) Fasakh yang terjadi tanpa adanya putusan hakim, yaitu fasakh dengan

sebab merdekanya istri, ada hubungan semenda antara suami istri dan

nikahnya fasid sejak semula.9

b. Menurut Undang-Undang Perkawinan

Perceraian adalah suatu keadaan dimana antara seorang suami dan

seorang istri telah terjadi ketidak cocokan batin yang berakibat pada

putusnya suatu tali perkawinan melalui putusan pengadilan. Mengenai

persoalan putusnya perkawinan, atau perceraian diatur dalam Pasal 38

sampai Pasal 41 Undang-Undang Perkawinan.10

Disebutkan dalam Pasal 38 Undang-Undang Perkawinan, bahwa

perkawinan dapat putus karena :

1) Kematian,

2) Perceraian,

3) Atas keputusan pengadilan.

Putusnya perkawinan karena perceraian diatur dalam Pasal 39

sampai dengan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun1974 jo. Pasal 14

9

Ibid., 12.

(42)

34

sampai dengan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Pasal

39 Undang - Undang Nomor 1 tahun 1974 menentukan bahwa :

1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah

pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan

kedua belah pihak,

2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara

suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri,

3) Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam

perUndang-Undangan tersendiri.

Sedang Pasal 40 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan, menyebutkan :

1) Gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan,

2) Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada Ayat (1) Pasal ini diatur

dalam PerUndang-Undangan tersendiri,

Selanjutnya yang dimaksud dengan pengadilan yaitu :

1) Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam;

2) Pengadilan Negeri bagi yang beragama selain Islam : (Pasal 1 sub b PP

Nomor 9 Tahun 1975) Selain rumusan hukum dalam Undang-Undang

Perkawinan tersebut, Pasal 113 sampai dengan Pasal 162 Kompilasi

(43)

35

mengenai sebab-sebab terjadinya perceraian, tata cara dan akibat

hukumnya.

Sebagai contoh dapat disebut misalnya : Pasal 113 Kompilasi

Hukum Islam sama dengan Pasal 38 Undang-Undang Perkawinan, Pasal 114

mengenai putusnya perkawinan yang disebabkan oleh percerain, maka dapat

terjadi karena talak berdasarkan atas gugatan cerai. Pasal 115 Kompilasi

Hukum Islam menegaskan bunyi Pasal 39 Undang-Undang Perkawinan

yang sesuai dengan konsep Kompilasi Hukum Islam, yaitu orang Islam :

“Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama

setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil

mendamaikan kedua belah pihak”.

2. Alasan Perceraian

a. Menurut Hukum Islam

Pada dasarnya Hukum Islam menetapkan bahwa alasan perceraian

dapat terjadi jika salah satu pihak murtad, terjadi kegilaan, atau lepra, atau

kusta pada diri suami, adanya cacat pada salah satu suami atau istri.11

Sedangkan pemisahan akibat adanya kekurangan atau cacat,

kekurangan dari segi membuat tercegah persetubuhan dan tidak membuat

tercegahnya persetubuhan terbagi kepada dua bagian:

(44)

36

a) Cacat seksualitas yang mencegah terjadinya persetubuhan, seperti kebiri,

terputusnya penis, dan impoten pada diri laki-laki, atau adanya daging

atau tulang dalam vagina pada diri perempuan.

b) Cacat yang tidak mencegah terjadinya hubungan seks, akan tetapi ini

adalah penyakit yang menjijikan yang tidak mungkin ditahan kecuali

dengan menimbulkan keburukan, seperti kusta, gila, lepra, TBC, dan

sipilis.12

Menurut golongan syafi’iyah cacat yang dapat menimbulkan gugat

cerai adalah,

a) Bagian pertama yaitu cacat yang terdapat pasangan suami istri, akan

tetapi cacatnya itu terdiri dari beberapa cacat yang terkenal kemudian.

b) Cacat yang hanya ada pada masalah satu pihak saja, misalnya yang

khusus hanya terdapat pada seorang laki-laki atau seorang perempuan

saja.

Adapun cacat-cacat yang terkenal munurut golongan syafi’iyah

sebagai berikut:

a) Sakit kusta

b) Sakit supak (belang)

c) Sakit jiwa (gila).13

12

Ibid,. 446. 13

(45)

37

b. Menurut Undang-Undang Perkawinan

Alasan perceraian menurut Hukum Perdata, hanya dapat terjadi

berdasarkan alasan-alasan yang ditentukan Undang-Undang dan harus

dilakukan didepan sidang pengadilan.14 Dalam kaitan ini ada dua pengertian

yang perlu dipahami yaitu istilah “bubarnya perkawinan” dan “perceraian”.

Alasan terjadinya perceraian berdasarkan Pasal 19 Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 adalah :15

1) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi,

dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

2) Salah satu pihak (suami siteri) meninggalkan pihak lain selama 2 (dua)

tahun yang sah terkait dengan kewajiban memberikan nafkah lahir dan

batin.

3) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara selama 5 (lima) tahun atau

yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

4) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

dapat membahayakan pihak lain.

5) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat

tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri.

14 Yahya Harahap, Beberapa permasalahan Hukum Acara pada Peradilan Agama, (Jakarta :

Al-Hikmah, 1975), 133. 15

(46)

38

6) Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan

pertengkaran, serta tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah

tangga.

Disamping Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975

tersebut diatas, bagi yang beragama Islam sesuai dengan Pasal 116

Kompilasi Hukum Islam ada penembahan sebagai berikut :

1) Suami melanggar taklik talak

2) Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak

rukunan dalam rumah tangga.

Dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan disebutkan, bahwa putusnya perkawinan dapat terjadi karena

salah satu pihak meninggal dunia, karena perceraian dan karena adanya

putusan pengadilan. Kemudian dalam Pasal 39 ayat (2) ditentukan bahwa

untuk melaksanakan perceraian harus cukup alasan yaitu antara suami istri

tidak akan hidup sebagai suami istri.

Berdasarkan apa yang telah ditentukan dalam Pasal 19 Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam,

maka dapat disimpulkan bahwa perceraian tidak dapat dilakukan dengan

sesuka hati. Dengan demikian perceraian hanya dapat dilakukan apabila

telah memenuhi rumusan yang ditentukan dalam Pasal 19 Peraturan

(47)

39

dengan kata lain Pengaturan tersebut sesuai dengan asas dasar perkawinan

yang mempersulit adanya perceraian.

3. Tata Cara Perceraian

Tata cara perceraian diatur dalam Pasal 39 sampai dengan Pasal 41

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan juga diatur dalam Pasal 14 sampai

dengan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. khusus mereka

yang beragama Islam diatur dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 31 Peraturan

Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975 dan Pasal 66 sampai dengan Pasal 88

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Cerai gugat yaitu perceraian yang disebabkan adanya suatu gugatan

lebih dahulu oleh para pihak kepada Pengadilan dan dengan suatu putusan

Pengadilan.16 Adapun tata cara gugatan perceraian diatur dalam Pasal 20

sampai dengan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, yaitu :

a. Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau istri atau kuasanya kepada

Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.

b. Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak mempunyai

tempat kediaman yang tetap, maka gugatan perceraian diajukan kepada

pengadilan setempat kediaman penggugat.

c. Apabila penggugat bertempat tinggal di luar negeri gugatan perceraian

diajukan ditempat kediaman penggugat.

(48)

40

d. Dalam hal gugatan perceraian dengan salah satu alasan meninggalkan pihak

lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain atau tanpa

alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya, diajukan kepada

Pengadilan setempat kediaman penggugat.

B.Tinjauan Umum Tentang Hiperseks

1. Pengertian Hiperseks

Berasal dari kata hyper dan seks, sedangkan hiperseksual menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai makna nafsu atau keinginan untuk

melakukan hubungan seksual yang berlebihan.17

Hiperseksual dianggap sebagai penyimpangan seksual yang ditandai

dengan tingginya keinginan untuk melakukan hubungan seksual. Tak lama lagi

penyimpangan seksual ini akan masuk dalam kategori gangguan mental.

Cukup banyak orang yang mengalami hiperseksual, tak terkecuali

tokoh yang dikenal dunia seperti Tiger Wood, Arnold Schwarzenegger dan Bill

Clinton. Penyimpangan seksual ini berpotensi menghancurkan keluarga, karir

dan status sosial.

Makin banyaknya orang yang mengalami masalah perilaku seksual

telah mendorong psikiater untuk mempertimbangkan membuat gangguan

(49)

41

mental jenis baru, yaitu gangguan hiperseksual yang dicirikan dengan perilaku

seksual berisiko dan berlebihan.

Gangguan hiperseksual ini sedang dipertimbangkan untuk

dimasukkan dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders

(DSM) edisi selanjutnya yang disebut DSM-5, yang akan diluncurkan pada

tahun 2013.

Menurut laporan peneliti pada pertemuan APA, penelitian

menunjukkan adanya kesamaan dari pengalaman masa kecil dari pecandu seks.

Sebagian besar dari mereka mengalami beberapa jenis kekerasan mental, fisik

atau seksual pada saat masih kanak-kanak.

Penelitian lain menunjukkan bahwa orang yang mengalami

hiperseksual sering tidak memiliki hubungan yang dekat dengan orang lain

sejak awal kehidupan.

Hiperseks akan Masuk Kategori Gangguan Mental Merry

Wahyuningsih- detik Health Menurut studi yang disajikan oleh peneliti

Swedia, 92 persen laki-laki dengan gangguan hiperseksual setidaknya memiliki

gejala depresi ringan. Baik laki-laki dan perempuan dengan hiperseksual,

memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah dibandingkan dengan orang tanpa

gangguan hiperseksual.

Perempuan dengan gangguan hiperseksual dilaporkan menjadi lebih

(50)

42

masalah ini tumbuh dan datang pada waktu yang tepat. Ketersediaan

pornografi di internet dapat menciptakan orang dengan gangguan perilaku

seksual.

Menurut Carnes, paparan pornografi atau aktivitas seksual pada usia

muda dapat membuat otak menciptakan kebutuhan rangsangan seksual yang

berlebih di kemudian hari.18

Mendiagnosis gangguan mental bukan hal yang mudah. Dalam

sejarahnya, penyusunan buku pedoman dan pegangan untuk mendiagnosis

gangguan mental sering memicu perdebatan mengenai penyakit apa yang akan

disertakan.

Perdebatan ini tak hanya terjadi di kalangan ilmuwan, tapi juga di

masyarakat awam. Buku yang bernama Diagnostic and Statistical Manual of

Mental Disorders (DSM) adalah buku yang menjadi acuan seluruh ahli

psikologi di dunia. Penyusunnya adalah para pakar psikologi yang tergabung

dalam American Psychological Association (APA). Beberapa gengguan mental

yang sempat menjadi kontorversi tersebut seperti dilansir livescience.com,

antara lain;

a) Gangguan identitas gender

18

Merry Wahyuningsih, (hipersekseks akan masuk kategori gangguan mental),

(51)

43

Saat ini, yang paling kontroversial dari semua gangguan mental

adalah gangguan identitas jenis kelamin. Berdasarkan DSM edisi

sebelumnya, orang yang merasa jenis kelamin fisiknya tidak sesuaidengan

jenis kelaminnya yang sejati dapat didiagnosis mengalami gangguan

identitas gender.

Kontroversi terbesar atas gangguan ini adalah karena DSM tidak

memuat cara pengobatannya. Apakah anak-anak yang merasa tidak cocok

jenis kelaminnya diizinkan mendefinisikan diri mereka sendiri, atau harus

didorong untuk mengidentifikasi dirinya sesuai jenis kelamin fisiknya? “Di

satu sisi, para ahli berpendapat agar anak- anak ini merasa nyaman dengan

tubuh yang telah dimilikinya sendiri. Namun di sisi lain, para ahli

menginginkan anak-anak ini bebas menentukan keinginannya. Menurutku,

memaksa seseorang untuk hidup dengan jenis kelamin yang tidak

diinginkan akan menyebabkan depresi dan kecemasan,” kata Diane

Ehrensaft, psikolog klinis di Oakland, California.

b) Kecanduan seks

Menurut lembaga Society for the Advancement of Sexual Health,

kecanduan seks ditandai dengan kurangnya kontrol atas perilaku seksual.

Pecandu seks akan menuruti keinginan seksualnya meskipun berakibat

buruk, tidak bisa menetapkan batasan dan terobsesi dengan seks bahkan

(52)

44

tidak mendapatkan kenikmatan dari perilaku seksualnya, tapi hanya

menghasilkan rasa malu.

Gangguan ini belum dimasukkan ke dalam DSM, dan kemungkinan

tidak akan disertakan dalam DSM edisi berikutnya. Malahan, Asiosiasi

Psikologi Amerika (APA) bermaksud menambahkan kelainan seksual baru

yang disebut gangguan hiperseksual, yang tidak menggambarkan tentang

kecanduan seks.

c) Homoseksualitas

Dalam sejarahnya, homoseksual adalah gangguan kejiwaan yang

paling kontroversial. APA (American Psychological Association) mencoret

homoseksualitas dari daftar gangguan mental pada tahun 1973 setelah

mendapat gempuran protes dari aktivis gay dan lesbian. Selain itu,

penghapusan homoseksualitas sebagai gangguan jiwa juga tertuang dalam

keputusan dari Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) pada 17 Mei 1990.

Dan untuk di Indonesia, terkait homoseksualitas ini juga sudah

dihapus dan tidak lagi termasuk dalam daftar gangguan jiwa serta sudah

dicantumkan Depkes RI dalam buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis

Gangguan Jiwa di Indonesia edisi II tahun 1983 (PPDGJ II) dan PPDGJ III

(1993).

Beberapa bukti ilmiah menyarankan bahwa ketertarikan sesama

(53)

45

diri dengan lingkungannya. Jadi gay yang sudah berdamai dengan dirinya

sendiri, itu hal yang normal dan wajar. Baru dikategorikan sebagai

gangguan kejiwaan jika seseorang merasa terganggu dengan orientasi

seksnya dan terus menyangkalnya, serta menganggap bahwa hetero seks

adalah satu- satunya orientasi seks yang wajar dan normal. Kalangan gay

yang seperti inilah yang disebut telah mengidap gangguan jiwa Ego

Dystonic Sexual Orientation alias gay-in-denial.

d) Gangguan asperger

Gangguan Asperger ditandai dengan kecerdasan dan kemampuan

bahasa yang normal, namun keterampilan sosial yang buruk. Ganggguan ini

dimasukkan DSM pada tahun 1994, namun pada tahun 2013, gangguan ini

dipastikan sudah dikeluarkan dari daftar. Alasannya, penelitian telah gagal

membedakan antara gangguan Asperger dan autisme. 44 persen anak yang

didiagnosis Asperger benar-benar memenuhi kriteria autisme, menurut

sebuah survey tahun 2008.

Pada dasarnya pria dan wanita berbeda satu dengan yang lainnya di

dalam kebutuhan seksualnya. Mereka tidak bisa walaupun mereka saling

mencintai. Karenanya juga kesadaran dan sikap pasrah sepenuhnya dengan

i’tikad yang baik yang bersih dari keduanya sangatlah diperlukan untuk

(54)

46

perkawinan yang benar-benar harmonis dan utuh.19 Mengenai kepuasan seks,

Kartini Kartono memandang bahwa kebanyakan relasi seks tidak mampu

menghayati kepuasan yang sebenarnya, sebab mereka akan menjadi budak dari

dorongan-dorongan seksual yang tidak terkendali. Jika ini benar terjadi mereka

akan menjadi pecandu seks yang tidak ada puasnya, bahkan tidak terkendali

dan tidak bisa menghayati kebahagiaan dalam relasi seksual.20

2. Faktor Penyebab Hiperseks

Dari penelitian para ahli. Penderita Hiperseks memang memiliki

gangguan kejiwaan seperti gangguan kasih sayang dari kedua orang tua,

kurang mendapat perhatian atau diterlantarkan keluarga sehingga ingin

mendapat perhatian yang lebih dan ini diungkapkan dalam seks. Jadi semua

kenikmatannya seakan-akan harus dibayar dengan seks. Menurut dr. Boyke

karena masa lalu mereka yang kurang baik ada yang disiksa oleh ayah atau ibu

tirinya.

Penyebab lain adalah adanya tekanan emosional, karena terlantar,

dihukum secara tidak wajar, dipaksa menyaksikan orang lain. Dihukum

merupakan 97% dari latar belakang mereka, dan yang lainnya disebabkan oleh

siksaan fisik, sering dipukuli, ditampar, dicambuk dan ini merupakan 73%

19 Ibid., 41.

20Sebutan lain untuk kasus ini adalah kecanduan seksual yang lepas kendali. Kehidupan mereka tidak

(55)

47

pengalaman pecandu seks.21 Kepuasan hubungan seksual diantara kedua belah

dan mampu mencapai orgasme berupa kenikmatan yang mendalam damai dan

tentram disebabkan terproduksinya, Oleh Pitituari dalam orak. Sedangkan

kerja pitituari adalah akibat rangsangan dari hipotalamus yang kerjanya

ditentukan juga oleh faktor emosional. Dengan demikian ketika tidak

ditemukan kelainan pada susunan hipotalamus dan getah pitituari dalam otak,

maka terjadinya anorgasme pada pria maupun wanita adalah faktor emosional

dan tentunya psikoterapilah pendekatan untuk penyembuhnya.22

Menurut dr. Boyke Dian Nugraha, dalam website me male emporivum

mengemukakan bahwa orang yang menderita hiperseks banyak melakukan

hubungan seks tetapi tidak bisa menikmatinya bahkan tidak pernah merasa

puas dan terobsesi dengan seks. Sudah sekali berhubungan ingin mencoba

terus. Keinginan berganti-ganti pasangan terus bergelora. Repotnya para

penderita hiperseks justru bangga dengan keadaannya karena kemampuan

melakukan hubungan seks berkali-kali. Ini bukan suatu yang membanggakan,

“mereka sakit sebab tidak bisa menikmati orgasme” demikian kata dr.

Boyke.23

21 Ibid., 114-115.

22 Ibid., 117.

(56)

48

3. Ciri-ciri hiperseksual

Pada pasangan pengantin baru atau mereka yang terpisah cukup jauh

dengan tenggang waktu lama, biasanya, aktivitas hubungan seks menjadi

tinggi. Namun tingginya frekuensi tersebut lebih diwarnai oleh tingginya

dorongan atau kebutuhan seksual semata-mata, bukan oleh sebab-sebab

tertentu yang menjadi ciri utama perilaku hiperseksual, demikian menurut Dr

Gerard Paat, MPH, konsultan seksologi di Biro Konsultasi Kesejahteraan

Keluarga RS St. Carolus, Jakarta.

Dari frekuensi hubungan seks memang bisa dilihat apakah seseorang

hiperseksual atau tidak, yakni bila frekuensinya melebihi ukuran normal. Dari

ukuran normal ini, bila terjadi peningkatan drastis, semisal jadi 3-4 kali sehari

atau rata-rata 20 kali per minggu, barulah bisa dicurigai salah seorang di antara

mereka menderita kelainan / gangguan seksual yang dinamakan hiperseksual.

Penderitanya bisa pria, bisa juga wanita.

Adapun tanda-tanda hiperseksual yaitu:

1) Hiperseksual Pada Pria

Disebut satyriasis, disebabkan faktor fisik maupun psikis. Dari

aspek fisik, salah satunya, peradangan di saluran kemih yang merangsang

kerja saluran tersebut sedemikian rupa hingga individu bersangkutan

terkesan “haus” untuk selalu berintim-intim. Penyebab peradangan ini harus

(57)

49

bila tak segera diobati, dikhawatirkan peradangan tersebut akan meluas

menjadi peradangan di buah zakar. Tentu saja peradangan pada “pabrik”

sperma ini akan berpengaruh pada hubungan seksual, di antaranya

mengganggu produksi hormon testosteron.

Sementara aspek psikis bisa berupa ketidaknyamanan dalam diri

yang membuat kebutuhan akan kedekatan dengan pasangan meningkat

tajam. Tak tertutup kemungkinan ia menderita konsep diri yang sangat

rendah hingga khawatir tak mendapat perhatian dari pasangan. Untuk

menutupi perasaan tak amannya, ia lantas berusaha keras menunjukkan

keperkasaan di ranjang sebagai satu-satunya kelebihan yang ia miliki. Atau

sebaliknya, membangun “pertahanan” dengan kecurigaan berlebih, semisal

mencurigai pasangan ada main dengan orang lain, tapi ia tetap menuntut

aktivitas berintim - intim lebih sering dari biasanya.

Penyebab lain, aktivitas berintim-intim dijadikan satu-satunya cara

berkomunikasi karena merasa tak mampu membuka diri atau menjalin

komunikasi dengan baik. Bisa pula karena terbiasa memanfaatkan aktivitas

berintim-intim sebagai sarana pelepas ketegangan, seperti yang kerap

terjadi pada pekerja-pekerja yang bidang pekerjaannya dirasa memiliki

tingkat stres amat tinggi. Atau, lantaran tak terpenuhinya keinginan atau

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian merupakan suatu sarana (ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka metodologi penelitian diterapkan harus senantiasa disesuaikan

Waktu yang tepat untuk pemasangan IUD adalah: 1) Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau empat minggu pasca persalinan, setelah enam bulan apabila

Pada pengambilan keputusan ini, biasanya konsumen sudah pernah membeli atau dengan kata lain memiliki pengalaman terdahulu dengan produk atau merek yang sama.. Pengambilan

Pola umum jangka pendek ini merupakan pedoman bagi Pengurus Inteligensius Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin dalam perumusan

Aplikasi:  Diversifikasi Pangan  Energi Baru dan Terbarukan  Lingkungan BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI 3 This page was created using Nitro PDF trial software...

Luyu jeung fungsina, pikeun masarakat karya ilmiah bisa dimangpaatkeun jadi (1) rujukan atawa referensi dina nyiapkeun karya tulis atawa kagiatan ilmiah; (2) sarana

[r]