ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN HAKIM
PENGADILAN AGAMA NGANJUK TENTANG HIPERSEKSUAL
SEBAGAI ALASAN UNTUK MENGAJUKAN PERCERAIAN
SKRIPSI
Oleh
Khusnul Khotimah NIM. C01211089
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Ahwal Al Syakhsiyyah
Surabaya
Abstrak
Skripsi Ini Adalah Hasil Penelitian Lapangan Yang Berjudul “ Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Hakim Tentang Hiperseksual Sebagai Alasan Untuk Mengajukan Perceraian ” Untuk Menjawab Pertanyaan Pertama Bagaimana Pandangan Hakim Tentang Hiperseksual Sebagai Alasan Untuk Mengajukan Perceraian Dan Pertanyaan Kedua Bagaimana Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Hakim Tentang Hiperseksual Sebagai Alasan Untuk Mengajukan Perceraian.
Data Penelitian Ini Dihimpun Dengan Menggunakan Metode Kualitatif Dan Selanjutnya Dengan Teknik Deskriptif-Deduktif Berfikir Dengan Tertolak Dari Hal-Hal Umum Ke Hal-Hal Yang Khusus.
Hasil Penelitian Menyimpulkan Bahwa Hakim Pa Nganjuk Berpandangan Bahwa Suami Tidak Dapat Mengajukan Perceraian Dengan Alasan Hiperseksual, Karna Masih Ada Jalan Untuk Berpoligami. Sedangkan Istri Tidak Boleh Mengajukan Perceraian Dengan Alasan Hiperseksual, Karena Di Takutkan Akan Berbuat Hal-Hal Yang Mengarah Ke Perzinaan Jika Tidak Memiliki Suami. Dan Selanjutnya Dianalisis Dengan Hukum Islam, Bahwa Hiperseksual Dapat Dijadikan Alasan Untuk Mengajukan Perceraian, Karena Hiperseksual Ini Termasuk Gangguan Kejiwaan. Karena Hasrat Seks Yang Tidak Dapat Tersalurkan Dengan Puas Dapat Membuat Orang Yang Berwatak Temperamen Mudah Marah-Marah Dan Hanya Mengakibatkan Rumah Tangga Yang Tidak Harmonis.
Daftar Isi
Halaman
Sampul Dalam ... i
Pernyataan Keaslian... ii
Persetujuan Pembimbing ... iii
Pengesahan ... iv
Abstrak ... v
Kata Pengantar ... vi
Daftar Isi ... vii
Daftar Transliterasi ... x
Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Dan Batasan Masalah ... 18
C. Rumusan Masalah ... 18
D. Kajian Pustaka ... 19
E. Tujuan Penelitian ... 20
F. Kegunaan Penelitian ... 21
G. Definisi Operasional ... 21
H. Metode Penelitian ... 23
Bab II Tinjauan Umum Tentang Perceraian Dan Hiperseksual
A. Tinjauan Umum Tentang Perceraian ... 29
1. Pengertian Perceraian ... 29
2. Alasan Perceraian ... 35
3. Tata Cara Perceraian ... 39
B. Tinjauan Umum Tentang Hiperseksual ... 40
1. Pengertian Hiperseksual ... 40
2. Faktor Penyebab Hiperseksual ... 46
3. Ciri-Ciri Hiperseksual ... 48
4. Efek Yang Muncul Jika Hasrat Seks Tidak Tersalurkan ... 52
Bab III Pandangan Hakim Terhadap Hiperseksual Sebagai Alasan Perceraian A. Letak Tempat Melakukan Interview Hakim ... 54
1. Deskripsi Pengadilan Agama Nganjuk ... 55
2. Sejarah Pengadilan Agama Nganjuk ... 55
3. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Nganjuk ... 57
4. Jumlah Hakim, Panitera, Juru Sita, Karyawan Administrasi Pengadilan Agama Nganjuk ... 58
5. Fasilitas Pendukung ... 62
B. Pendapat Hakim Terhadap Hiperseksual Sebagai Alasan Perceraian ... 63
1. Pendapat Hakim Terhadap Hiperseksual Sebagai Alasan Perceraian ... 63
2. Pengakuan Seorang Istri Hiperseksual Yang Ingin Mengajukan Perceraian ... 66
3. Profil Hakim Pengadilan Nganjuk ... 67
Bab IV Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Hakim PA Nganjuk Tentang Hiperseksual Sebagai Alasan Untuk Mengajukan Perceraian
A. Analisis Terhadap Hiperseksual Sebagai Salah Satu
Dasar Untuk Mengajukan Perceraian ... 70 B. Analisis Terhadap Pandangan Hakim Tentang
Hiperseksual Sebagai Alasan Untuk Mengajukan
Perceraian ... 73 C. Analisis Terhadap Hukum Islam Tentang
Hiperseksual Sebagai Alasan Untuk Mengajukan
Perceraian ... 77
Bab V Penutup
A. Kesimpulan ... 81 B. Saran ... 82 C. Penutup ... 83
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah
Islam adalah Agama yang sempurna, Islam tidaklah sewenang-wenang dalam menghadapi fenomena yang ada, tetapi lebih lentur dalam konteks kemaslahatan untuk terciptanya masyarakatrah{matan lil ‘a>lam{{i>n yang di ridai Allah Swt. Pernikahan merupakan peristiwa yang sakral, dan Islam mengaturnya dengan tata cara yang diatur oleh syariat untuk memuliakan makhluknya sesuai dengan tujuan diciptakannya manusia sebagai makhluk yang paling sempurna diantara makhluk-makhluk yang lainnya. Jika ada surga di dunia maka surga itu adalah pernikahan yang bahagia, tetapi jika ada neraka di dunia adalah rumah tangga yang penuh pertengkaran dan kecurigaan-kecurigaan yang menakutkan diantara suami istri .1
Dalam sebuah keluarga, suami wajib melindungi dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuanya dan istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya, karena suami adalah kepala keluarga dan tugas istri adalah sebagai ibu rumah tangga dalam keluarga.2
Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Pembagian peran sebagaimana terdapat dalam ketentuan Pasal 31 ayat 3 dan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
2
tentang perkawinan bahwa hak dan kedudukan laki-laki dan perempuan adalah seimbang. Pembagian tugas sebagaimana diatur secara jelas dalam undang-undang tersebut nampaknya memang mengekalkan apa yang selama ini dianut oleh sebagian besar masyarakat dan justru pembagian tugas inilah yang sedang mengalami proses pertimbangan dalam lingkup yang luas. Di zaman ini banyak suami yang tidak menjadi satu-satunya pencari nafkah melainkan istri juga ikut bekerja, sehingga mempunyai waktu lebih sedikit atau bahkan tidak punya waktu sama sekali untuk mengurus rumah tangga. Beragamnya kepentingan antar manusia dapat terpenuhi secara damai, tetapi juga menimbulkan konflik jika tata cara pemenuhan kepentingan tersebut dilakukan tanpa ada keseimbangan sehingga akan melanggar hak-hak orang lain.3
Dalam Islam, perkawinan mempunyai tujuan yang jelas dan ada etika yang harus dijaga dan dipatuhi oleh suami istri. Misalnya untuk mencapai ketenangan dan kebahagiaan.4 Dalam UU Perkawinan No. 1 tahun 1974 pernikahan dilakukan dengan tujuan untuk kebahagiaan yang kekal dan abadi.5 Begitu juga dalam KHI dijelaskan bahwa tujuan pernikahan yaitu sakinah, mawadah, dan penuh rahmat.6 Islam membuat konsep untuk kebaikan manusia supaya kehidupannya terhormat sesuai dengan tujuan penciptaan manusia itu sendiri, karena rumah tangga yang bahagia dan sejahtera memang menjadi dambaan setiap orang. Ketenangan dan kebahagian yang penuh dengan rasa
3
kasih dan sayang dalam kehidupan suami istri perlu dipertahankan sepanjang hayatnya. Dengan demikian keluarga yang dibinanya akan muncul sebagai komponen masyarakat sesuai dengan cita-cita.7 Ketika pasangan tersebut tidak mampu lagi mengemban tanggung jawab dan menegakkan kehidupan sesuai tuntutan syariat Islam, yaitu mencurahkan kasih sayang dan mendapatkan kebahagiaan, maka dalam situasi semacam ini, pasangan tersebut tidak lagi layak meneruskan bahtera rumah tangga.8 Apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, maka untuk menjaga keutuhan rumah tangga dan kebahagiaan bersama, salah satu pihak harus secepatnya mencari solusi permasalahannya.
Fenomena terkadang berbicara lain, perkawinan diharapkan sakinah mawadah dan penuh rahmat ternyata harus kandas ditengah jalan karena seribu satu permasalahan yang timbul didalam keluarga. Islam menyikapinya dengan memberi solusi perceraian bagi keluarga yang tidak dapat dipertahankan. Perceraian merupakan obat terakhir untuk mengakhiri pertentangan dan pergolakan yang terjadi antara suami istri. Perceraian laksana karantina penyakit, maka keluarga yang dilanda pertengkaran dan percekcokan serta rasa benci antara suami istri harus mencapai jalan keluar yang layak untuk tidak melukai dan menyakiti kedua belah pihak. Dalam Undang-undang Perkawinan Tahun 1974 BAB VIII Pasal 38 telah dijelaskan
7 Muhammad Al-Quthb, Sang Anak Dalam Naungan Pendidikan Islam, (Bandung: Cv.
Diponegoro, 1999), 114.
4
bahwa suatu perkawinan dapat putus karena: kematian, perceraian dan, keputusan Pengadilan.
Dan dijelaskan pula tetantang perceraian yakni Pasal 39:
a. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
b. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.9
c. Perceraian merupakan perbuatan yang halal akan tetapi sangat dibenci oleh Allah.10
Karena hal tersebut sama saja dengan usaha menyepelekan hubungan perkawinan dan melemahkannya, dan berusaha merusak kebaikan dan menghilangkan kemaslahatan antara suami istri.Akan tetapi suatu kenyataan pula, bahwa dalam pergaulan rumah tangga khususnya dalam hal menjalankan hak dan kewajiban sebagai suami istri sering timbul persengketaan sehingga mengakibatkan perselisihan/pertengkaran yang terus menerus diantara suami istri, yang hingga akhirnya kecocokan diantara suami istri menjadi hilang, dan menyebabkan keduanya atau salah satu pihak menggajukan perceraian.
9 Arloka Tth, Undang – Undang Perkawinan Di Indonesia Dilengkapi Kompilasi Hukum Islam,
(Surabaya: Arloka), 17.
5
Berkenaan dengan perceraian, KHI mengatur dengan kriteria jika salah satu pihak mendapat cacad badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.11
Dengan melihat hal tersebut, bahwa perceraian itu walaupun diperbolehkan oleh agama, tetapi pelaksanaanya harus berdasarkan suatu alasan yang kuat dan merupakan jalan terakhir (darurat) yang ditempuh oleh suami istri, yaitu apabila terjadi persengketaan antara keduanya dan telah diusahakan jalan perdamaian sebelumnya, tetapi tetap tidak dapat mengembalikan keutuhan kehidupan rumah tangga tersebut.12
Perceraian dalam istilah fikih disebut “t{ala>q atau furqah”, adapun arti dari pada talak adalah membuka ikatan, membatalkan perjanjian sedangkan furqah artinya bercerai yaitu lawan dari berkumpul. Kemudian kedua kata itu dipakai oleh para ahli fikih sebagai satu istilah yang berarti perceraian antara suami istri. Istilah talak dalam fikih mempunyai dua arti, yaitu arti umum dan arti khusus. Talak menurut arti umum ialah segala macam bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami, dijatuhkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalnya salah seorang dari suami atau istri. Sedangkan talak dalam arti yang khusus ialah perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami saja. Karena salah satu bentuk dari perceraian antara suami istri itu ada yang disebabkan karena talak, maka
11 KHI. Pasal 116
6
untuk selanjutnya istilah talak di sini dimaksudkan sebagai talak dalam arti khusus.13
Dalam Islam bercerai pada dasarnya “terlarang” atau tidak
diperbolehkan kecuali karena ada alasan yang dibenarkan oleh syara. Hal ini sejalan dengan pendapat Hanafi dan Hambali, Mereka beralasan bahwa bercerai merupakan kufur nikmat, karena perkawinan adalah suatu nikmat, sedangkan kufur terhadap nikmat Allah hukumnya haram, sehingga bercerai hukumnya adalah haram kecuali darurat. Mazhab Hambali lebih lanjut menjelaskannya secara terperinci mengenai hukum bercerai. Menurut mereka bercerai itu hukumnya yaitu: wajib, haram, dan sunnah.14
Syariat Islam adalah syariat yang riil dan idiil. Riil artinya mengakui realitas kehidupan dan idiil artinya mempunyai prinsip dan cita-cita yang mulia untuk kemaslahatan hidup manusia sepanjang masa. Syariat Islam tidak menjadikan realitas semata sebagai asas hukum dan tidak menafikan realitas demi untuk mempertahankan cita-cita mulia. Syariat Islam berusaha merealisir cita-cita mulia dan mengobati realita yang dijiwai oleh kemudahan dan mewujudkan kemaslahatan. Oleh karena itu sekalipun syariat Islam menghendaki agar akad nikah itu untuk selama hayat dikandung badan, akan tetapi kalau dalam realitanya antara suami istri itu sudah tidak mungkin untuk disatukan lagi, Islam memperbolehkan keduanya bercerai. Apabila hubungan pernikahan tetap dipertahankan, memaksa suami istri untuk tetap bersatu, justru kemadharatan yang terjadi. Sekalipun demikian, bahwa perceraian
7
hanya sebagai pintu darurat yang baru dibuka apabila keadaan memang sangat mendesak dan berbagai upaya untuk mempertahankan ikatan perkawinan sudah ditempuh tetapi tidak berhasil. Dengan demikian, perceraian adalah suatu jalan keluar yang paling baik.15
Nabi Muhammad saw bersabda:
“Dari ibnu Umar. Ia berkata bahwa Rasulullah saw. Telah bersabda, sesuatu yang halal yang amat dibenci Allah ialah talak”
Dari sabda Rasulullah saw tersebut, jelas bahwa perceraian itu hukumnya adalah makruh. Alquran menggambarkan beberapa situasi dalam kehidupan suami istri yang menunjukkan adanya keretakan dalam rumah tangga yang dapat berujung dalam perceraian. Keretakan dan kemelut rumah tangga tersebut bermula dari tidak berjalannya aturan yang ditetapkan oleh Allah bagi kehidupan suami istri dalam bentuk hak dan kewajiban yang mesti dipenuhi kedua belah pihak. Alquran menjelaskan beberapa usaha yang harus dilakukan mengahadapi kemelut tersebut agar perceraian tidak sampai terjadi. Dengan demikian Alquran mengantisipasi kemungkinan terjadinya perceraian dan menempatkan perceraian itu sebagai alternatif terakhir yang tidak mungkin dihindarkan.16
8
Dari hal-hal yang sepele yang terkadang tidak dapat diterima dengan akal pikiran dan bertentangan dengan nilai keadilan dan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan sampai kepada hal-hal yang memang diperbolehkan oleh syariat serta tidak menodai rasa keadilan dan hati nurani.
Dalam mengajukan perceraian ke pengadilan perlu diperhatikan hal - hal sebagai berikut:
1. Identitas para pihak, meliputi nama, alamat, umur, pekerjaan, agama, kewarganegaraan, pencantuman nama lengkap, gelar, panggilan atau alias, alamat harus terang dan jelas terutama penyebutan alamat tergugat agar memudahkan pemanggilan dan tergugat dapat mempertahankan hak - haknya. 2. Posita, berisi uraian kejadian atau fakta yang menjadi dasar adanya sengketa yang terjadi (recht feitum), dan hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan (recht gronden) sebaiknya dibuat dengan ringkas, jelas dan terinci. 3. Petitum, berisi rincian apa saja yang diminta dan diharapkan penggugat untuk dinyatakan dalam putusan atau penetapan kepada para pihak terutama pihak tergugat dalam putusan perkara.17 Setelah permohonan atau gugatan dibuat kemudian didaftarkan di kepaniteraan, pengadilan agama yang berwenang memeriksa dengan membayar panjar biaya perkara (vorschot), maka penggugat atau pemohon mendapat nomor perkara dan tinggal menunggu panggilan sidang. Hal ini diatur dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 28 PeraturanPemerintah No.9 Tahun. 1979.18 Para pihak dicatat oleh
17 Abdullah Tri Wahyudi, Peradilan Agama Di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004),
133-134.
9
Juru Sita yangmemanggil dalam berita acara (Relaas), panggilan kemudian disampaikan kepada majelis hakim yang memeriksa perkara sebagai bukti bahwa para pihak telah dipanggil.
Di dalam persidangan kedua pihak haruslah diperlakukan sama, tidak memihak dan didengar bersama-sama, bahwa pengadilan mengadili menurut hukum yang tidak membedakan orang seperti yang dimuat dalam Pasal 5 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1970, kemudian di dalam memutuskan suatu perkara, pengadilan harus memuat alasan alasan yang dijadikandasar untuk mengadili (Pasal 23 UU 14 Tahun. 1970, 184 Ayat 1, 319HIR, 618 RBG). Alasan itu dimaksudkan sebagai pertanggung jawaban hakim daripada putusannya terhadap masyarakat, para pihak, pengadilan yang lebih tinggi dan ilmu hukum.19 Karena adanya alasan-alasan itulah maka putusan mempunyai wibawa.
Dalam memeriksa suatu perkara hakim bertugas untuk mengkonstatier, mengkualifisier dan kemudian mengkonstituier: artinya hakim harus menilai apakah peristiwa atau fakta-fakta yang dikemukakan oleh para pihak itu adalah benar-benar terjadi, hal ini yang perlu diperhatikan oleh hakim sebelum memutuskan perkara pengadilan. Salah satunya adalah melalui pembuktian (Pasal 5 ayat 1 UU 14/1970).20 Pembuktian merupakan salah satu upaya yang dilakukan para pihak dalam berperkara untuk menguatkan dan membuktikan dalil-dalil yang ditujukan agar dapat meyakinkan hakim yang memeriksa
19 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Penerbitan Liberty,
2002), 14-15.
10
perkara. Yang harus dibuktikan dalam sidang adalah segala sesuatu yang didalilkan, disangkal atau dibantah oleh pihak lawan. Yang tidak perlu dibuktikan adalah segala sesuatu yang diakui, dibenarkan, tidak dibantah pihak lawan, segala sesuatu yang dilihat oleh hakim, dan segala sesuatu yang merupakan kebenaran yang bersifat umum.
Beberapa alat bukti yang sah dan dapat dipergunakan untuk pembuktian adalah: bukti surat, bukti saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah dan pendapat ahli atau saksi ahli.
Berkaitan dengan pembuktian dan alasan - alasan untuk mengajukan perceraian, penulis menemukan sebuah kasus hiperseksual sebagai alasan perceraian.
Sebenarnya kebutuhan akan seks itu adalah kebutuhan biologis semua manusia, dan sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa wanita dan laki-laki secara biologis memberikan sekresi hormon yang bercampur dengan kuantitas dan kualitas yang berbeda-beda. Bahwasanya kelebihan atau kekurangan dalam hal instink seksual, baik pada laki-laki maupun wanita, pada akhirnya disebabkan oleh semata mata kekurangan atau kerusakan dalam keseimbangan hormon. Adalah salah jika mengira bahwa fungsi reproduksi manusia adalah penyederhanaan peran seperti yang ada pada hewan. Bahkan seperti air liur yang tidak bisa dikatakan sebagai kejantanan.
11
terhadap kehidupan wanita atau apakah berarti struktur biologis wanita tidak terlibat sama sekali dalam menentukan nasib wanita.21
Pria yang ketagihan seks di Amerika mencapai enam persen, demikian taksiran Dr. Carner. Beberapa di antara faktor-faktor resiko dan tanda-tanda itu adalah :
1. Pernah mengalami pelecahan seksual semasa kanak-kanak. 2. Merasa malu dengan kebiasaan seksual Anda.
3. Tidak mampu menghentikan perilaku seksual Anda meskipun tahu bahwa itu tidak benar.
4. Percaya bahwa aktivitas seksual Anda tidak normal.
5. Melakukan praktik-praktik seksual misalnya prostitusi atau seks dengan anak dibawah umur, yang jelas bertentangan dengan hukum.22
Hiperseksual merupakan salah satu jenis dari kelainan seks. Pada laki-laki biasanya disebut styariasis atau don juanisme. Mereka yang menderita kelainan ini biasanya melakukan hubungan setiap hari dan berkali-kali, tidak didapatkan rasa intim lagi dalam hubungan seks, serta hubungan seks tidak membawanya ke arah kepuasan, meskipun ia mengalami orgasme. Sayang sekali, kasus hiperseksual sangat sedikit dipelajari. Namun beberapa ahli sepakat bahwa pada umumnya mereka adalah orang-orang yang rendah diri dan mengalami kekecewaan pada masa kecilnya. Pemberian obat penenang
12
pada panderita kelainan ini sering membawa kegagalan. Boleh dikatakan hampir tak ada obatnya.23
Hiperseksual juga dapat disebut obsesi berlebihan terhadap seks yang berdampak pada kehidupan sosial penderita. Ciri-ciri hiperseksual yang paling dominan adalah ketidak mampuan penderita mengendalikan keinginan berhubungan seks, sangat jarang penderita hiperseksual secara sadar memeriksakan diri ke dokter, biasanya penderita berobat karena mendapat dorongan dari pasangan atau keluarga.
Menurut penjelasan dalam situs Mayo Clinic, perilaku seks kompulsif secara umum dipertimbangkan sebagai suatu kelainan yang dialami seseorang dalam mengendalikan impuls atau dorongan seks. Akibat kelainan ini, seseorang tak mampu menolak godaan atau dorongan melakukan suatu tindakan yang merugikan diri sendiri atau pun orang lain. Pada kelainan seks ini, perilaku normal yang seharusnya menyenangkan dapat berubah menjadi kebiasaan yang ekstrim.
Apa pun itu istilahnya, perilaku hiperseks adalah masalah serius yang dapat mengganggu kehidupan seseorang dan bahkan mengancam kesehatan. Tetapi dengan pengobatan dan program-program bantuan, hiperseks sebenarnya dapat dikendalikan sehingga seseorang dapat membangun kehidupan seks yang lebih sehat.
Orang yang mengalami perilaku hiperseks seringkali menggunakan seks sebagai pelarian dari masalah lain, seperti kesepian, depresi, kecemasan
13
atau pun stres. Ia juga akan membiarkan dirinya terlibat perilaku seks berisiko meski sadar akan konsekuensinya seperti gangguan jantung, penyakit menular seksual atau hilangnya hubungan dengan orang yang dicintai.24
Seseorang yang sering melakukan hubungan seks, tidak akan didiagnosis sebagai penderita hiperseksual," kata peneliti dan juga psikolog, Rory Reid, dari University of California, Los Angeles. "Tapi orang yang melakukan aktivitas seksual secara berlebihan dan digunakan untuk mengatasi stres, hingga seks yang mengganggu kehidupan sehari-hari, dapat memenuhi kriteria sebagai penderita hiperseksual, mereka tidak berusaha untuk mengubah perilaku umum, seperti melakukan banyak kegiatan seksual, atau menonton pornografi menjadi sebuah tanda seseorang mengalami kecanduan seks. Sebaliknya, orang dengan gangguan hiperseksual merasa keinginan seksualnya berada di luar kendali, dan bertindak sesuai dorongan seksual mereka, serta mengabaikan dampak yang mungkin terjadi.
Mereka mungkin mempertimbangkan konsekuensinya, tapi entah mengapa merasa kebutuhan seksual menjadi lebih penting, dan memilih seks dalam situasi apapun, Kesimpulan ini ditarik setelah para peneliti mewawancarai lebih dari 200 orang yang telah dirujuk ke klinik kesehatan mental. Sebanyak 134 dari pasien yang dirujuk untuk masalah seksual yang didiagnosis dengan gangguan hiperseksual.
Dokter juga meminta pasien untuk melaporkan perilaku yang yang paling bermasalah bagi mereka, termasuk masturbasi, melihat pornografi,
14
hubungan seksual dengan orang dewasa, cybersex, phone sex, dan mengunjungi klub striptease. Mayoritas orang yang didiagnosis dengan gangguan hiperseksual mengatakan sering bermasturbasi dan menonton pornografi. Beberapa pasien melaporkan kehilangan pekerjaan karena mereka tidak bisa menahan diri dari perilaku-perilaku tersebut di tempat kerja.25
Seks sebagai urusan kelamin tak pernah kehabisan atau kehilangan daya sensasionalnya bagi siapapun dan di zaman apapun. Selalu ada perkembangan perkembangan baru dalam fenomena seks sebuah masyarakat, meski sexual actsebenarnya hanya begitu-begitu saja. Seluruh tingkahlakunya diresapi oleh identitas seksnya, yakni gradasi kelelakian (jika ia lelaki) atau keperempuannya (jika ia perempuan). Implikasinya kemudian adalah terjalinnya korelasi secara otomatis antara seksualitas dan konteks seksual yang melingkupinya. Sekspun lalu jadi sebuah fenomena yang multidimensional, dan hal inilah yang membuat seks menjadi potensial untuk “bercerita” dan mengungkap sosok manusia. Karenanya, mempelajari
fenomena seks adalah mempelajari fenomena manusia seluruhnya.26 Salah satu korelasi antara seksualitas dan konteks seksual yang menjadi fenomena dalam masyarakat adalah hiperseksual.
Pasangan suami istri yang sama-sama memiliki gairah seks tinggi tentu memiliki frekuensi bercinta yang tinggi pula. Tetapi jika hanya satu pihak yang mengalami hiperseks maka pihak yang lain tentu akan menderita, inilah
25
Sexklopedia, (Ini Penyebab Psikologis Perilaku Hiperseks), http:// sexklopedia. Blogspot .com /2012/10/ ini – penyebab – psikologis - perilaku.html. senin 24 november 2014 13:18.
15
sebabnya banyak kasus perceraian terjadi akibat tidak sanggup melayani nafsu pasangan.
Sebelum memutuskan, hakim sudah berfikir arif dan bijaksana bahkan sudah bermusyawarah untuk memutuskan yang terbaik bahkan bermanfaat bagi semua. Khususnya bagi kedua belah pihak serta tidak ada yang dirugikan baik bagi istri, suami dan anak-anaknya.
Di dalam menangani kasus ini, kejelian seorang hakim sangat dibutuhkan terutama dalam kasus yang penulis teliti. Kasus ini harus dipikirkan secara cermat solusinya. Pembuktian dalam hukum acara mempunyai arti Yuridis di dalam ilmu hukum tidak dimungkinkan adanya pembuktian yang logis dan mutlak yang berlaku bagi setiap orang serta menutup segala kemungkinan akan bukti lawan. Dengan demikian pembuktian dalam arti Yuridis tidak menuju kepada kebenaran mutlak, ada kemungkinannya bahwa pengakuan kesaksian dalam hal pengakuan kesaksian saja belum mewakili diputuskannya perkara, akan tetapi pihak pemohon harus menunjukkan bukti lain, karena dalam teori Hukum acara perdata Indonesia disamping pihak pemohon / penggugat membuktikan kebenarannya dengan bukti saksi. Akan tetapi ini belum cukup mewakili, karena selain saksi masih ada saksi ahli.
16
disamping termohon / tergugat, pemohon / penggugat juga harusmembuktikan bahwa dia hiperseksual, pengadilan harus menyuruh pemohonuntuk menguatkan statemennya dengan didatangkannya saksi ahli.Dikhawatirkan ketika menggunakan bukti saksi, kesaksiannya tidak benaratau berbohong. Menurut Maria Ulfah Ansor disertai dengan pembuktianpihak berwenang seperti tim dokter ahli yang independen yang tidakberpihak.27 Misalkan dengan mendatangkan ahli seksologi atau surat keterangan dari dokter.
Dan ini pesan bagi pihak hakim untuk lebih cermat serta jeli dalampengambilan keputusan, sesuai dengan Pasal 154 HIR/181.Rbg. (1). “Jika menurut pertimbangan Pengadilan, bahwa perkara ini dapat menjadi
lebih terang,kalau diadakan pemeriksaan seorang ahli, maka dapat mengangkat seorang ahli baik atas permintaan kedua belah pihak maupun karena jabatannya.28
Untuk itu diperlukan research mengenai dasar-dasar pertimbangan hakim yang digunakan dalam memutuskan perkara tersebut serta apakah putusan hakim sesuai dengan Hukum Pembuktian dan hukum Islam. Dan pembuktian apa saja yang diminta oleh pihak pengadilan serta pembuktian apa saja yang disuguhkan oleh pihak pemohon / penggugat dan termohon / tergugat di muka persidangan, apakah sudah sesuai dengan teori hukum acara perdata ataumemang masih menggunakan bukti lain yang harus dilengkapi
27 Penderita Seks Selalu Mencari Perempuan Lain, Keinginan Berganti – Ganti Pasangan Selalu
Bergelora, Kemampuannya Mendapatkan Banyak Pasangan Adalah Sebuah Kompensasi Dari Kekurangan Dirinya, Penilaiannya Bahwa Dia Hebat Dan Perkasa Adalah Segala – Galanya.
17
oleh termohon / tergugatdan pemohon / penggugat untuk menguatkan dalil-dalilnya. Khususnya dalam halpembuktian istri / suami tidak dapat menjalankan kewajibannya untuk melayanikebutuhan biologis suami / istri yang hiperseks sebagai alasan perceraian. Kelak mampu menjadi jurisprudence bagi hakim sesudahnya.
Secara hukum, belum ada aturan jelas yang mengatur tentang hiperseksual sebagai alasan diperbolehkannya seseorang untuk melakukan perceraian, baik itu dalam UU No1 tahun 1974 maupun PP Republik IndonesiaNo. 9 tahun 1975. Untuk itu diperlukan riset untuk mengetahui dasar-dasar hukum apa saja yang dipakai oleh hakimdalam memutuskan perkara tersebut. Sehingga pandangan hakim tersebut dapat memenuhi rasa keadilan bersama.
18
B.Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah
Dari latar belakang yang telah peneliti paparkan di atas, maka identifikasi masalah yang peneliti peroleh adalah sebagai berikut :
1. Faktor- faktor yang mengakibatkan perceraian. 2. Alasan - alasan diperbolehkannya perceraian.
3. Deskripsi tentang hiperseksual sebagai alasan perceraian.
4. Pandangan Hakim terhadaphiperseksual sebagai alasan perceraian. 5. Tinjauan hukum Islam terhadap hiperseksual sebagai alasan perceraian.
Dari beberapa masalah yang dapat diidentifikasi penulis diatas dan banyaknya perkara yang ditemukan, maka agar tidak terjadi kerancuan dalam pembahasan skripsi yang akan ditulis, maka penulis membatasi terhadap permasalahan tentang:
1. Pandangan Hakim terhadap hiperseksual sebagai alasan perceraian. 2. Tinjauan hukum Islam terhadap hiperseksual sebagai alasan perceaian.
C.Rumusan Masalah
Dalam skripsi ini penulis akan membahas beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan Hakim PA Nganjuk terhadap hiperseksual sebagai alasan untuk mengajukan perceraian?
19
D.Kajian Pustaka
Dalam pembahasan mengenai hiperseksual sebagai alasan perceraian. Penulis dalam penelitian ini akan mengacu pada beberapa literatur, baik berupa buku maupun skripsi. Beberapa buku yang dianggap dapat mewakili dan dijadikan referensi dalam penyusunan skripsi ini, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. H.S.A Al-Hamdani, (2011) dalam bukuya “Risalah Nikah”. Buku ini menjelaskan tentang talak lengkap dengan pengertiannya.
2. Haidar Abdullah (2003) dalam bukunya yang berjudul “Kebebasan
Seksual dalam Islam”. Buku inimenjelaskan tentang etika seksual
dalam Islamdisamping mendeskripsikan tentang etika seks yang dianut oleh dunia barat.
3. dr Boyke Dian Nugraha, DSOG dengan bukunya yang berjudul “Problema Seks dan Organ Intim”. Dalam bukunya dijelaskan tentang
berbagai persoalan kelainan seks dan dampak yang ditimbulkan, serta berusaha menyodorkan solusinya, seperti onani, gay, keperawanan, WTS, biseks, hiperseks, alat kelamin, dan lain-lain. Buku ini seolah menjadi penjelas bahwa hiperseks merupakan salah satu kelainan atau problema seksual.
20
ini seolah menjadi penjelas bahwa perceraian memang dibolehkan oleh Islam.
5. Wahbah Zuhaili dengan bukunya “Fiqih Islam wa Adillatuhu”. Dalam bukunya dijelaskan tentang segala problema tentang talak. Sehingga penulis dapat mengambil kesimpulan tentang alasan - alasan perceraian.
Adapun skripsi yang telah membahas mengenai hiperseksual pernah dibahas oleh Mustain yang berjudul “Hiperseksual Sebagai Salah Satu Alasan
Di Perbolehkannya Poligami (Putusan PA No.1272/PDT.G/2004/PA.SM)”
tahun 2007 yang pernah diteliti oleh Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang fakultas syariah. Skripsi tersebut menguraikan tentang hiperseksual sebagai salah satu alasan diperbolehkannya poligami. Skripsi ini memberikan kesimpulan bahwa suami yang hiperseksual boleh melakukan poligami.
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah pandangan Hakim PA Nganjuk tentang hiperseksual sebagai alasan perceraian sudah memenuhi rasa keadilan menurut konsep keadilan.
21
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Kegunaan hasil penelitian ini meliputi dua aspek, yaitu: 1. Secara teoritis
a. Kegunaan hasil penelitian ini dari segi teoritis, diharapkan dapat berguna untuk dijadikan bahan acuan penelitian berikutnya, kemudian untuk menambah wawasan masyarakat, akademisi, organisasi masyarakat mengenai hiperseksual sebagai alasan perceraian.
b. Mendapat Pengetahuan tentang hiperseksual sebagai alasan perceraian menurut pandangan Hakim.
2. Aspek praktis
Dari segi praktis, untuk dijadikan pemahaman dan pertimbangan sebelum melakukan dan mengajukan gugatan / permohonan cerai dengan alasan hiperseksual.
G.Definisi Operasional
Pada proposal ini penulis menggunakan judul “Analisis Hukum Islam
Terhadap Pandangan Hakim Pa Nganjuk TentangHiperseksual Sebagai Alasan Perceraian”.
22
menelusuri, menguji atau mengukur variabel penelitian. Berikut ini akan dijelaskan pengertian dari variabel-variabel tersebut.
1. Pandangan Hakim: (pendapat, pengetahuan).
hasil perbuatan memandang (memperhatikan, melihat, dsb) oleh orang yang mengadili perkara di pengadilan atau mahkamah.
2. Hiperseksual: mempunyai nafsu yg berlebihan untuk melakukan hubungan seks, sebuah jenis kecanduan yang seiring waktu menimbulkan perubahan para sirkuit syaraf otak. Sirkuit ini merupakan jaringan syaraf yang menjadi sarana komunikasi antara satu sel dengan sel lain dalam otak. Perubahan ini dapat menimbulkan reaksi psikologis menyenangkan saat terlibat dalam perilaku seks dan reaksi tidak menyenangkan ketika perilaku itu berhenti.
3. Talak: perceraian antara suami dan istri, lepasnya ikatan perkawinan, bercerai sudah, sudah berpisah tetapi belum sah diceraikan
a. bain talak tiga.
b. dua pernyataan talak yang dijatuhkan sebanyak dua kali dan memungkinkan atas suami rujuk kepada istri sebelum selesai idah. c. satu pernyataan talak yang dijatuhkan sebanyak satu kali dan
memungkinkan suami rujuk kpd istri sebelum selesai idah.
23
4. Hukum Islam: Hukum Islam di dalam penelitian ini adalah hukum yang bersumber dari dalil – dalil Alquran, hadi<th dan pendapat ulama’ fiqih yang berkaitan dengan alasan untuk mengajukan perceraian yaitu: Wahbah Zuhaili
Berdasarkan penjelasan definisi operasional tersebut, maka dapat dipahami bahwa skripsi yang akan diteliti ini membahas mengenaianalisis hukum islam terhadap pandangan hakim tentang hiperseksual sebagai alasan perceraian.
H.Metode Penelitian
Supaya dalam pembahasan skripsi yang akan dibahas ini dapat dipertanggungjawabkan, maka penulis membutuhkan data yang menunjukkan pelaksanaan kasus pandangan Hakim terhadap hiperseksualsebagai salah satu dasar argumentasi untuk mengajukan gugat cerai .
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian lapangan (field research). Oleh karena itu data yang dihimpun merupakan data yang diperoleh dari lapangan sebagai obyek penelitian. Agar penulisan skripsi ini dapat tersususn dengan benar dan sistematis, maka penulis menggunakan metode penulisan sebagai berikut :
1. Data yang dikumpulkan
24
mengumpulkannya melalui melalui metode yang sengaja dipilih dan digunakan. Melalui metode pengumpulan data akan sangat membantu penulis dalam upaya menemukan dan mengumpulkan data-data yang berkenaan dengan pembahasan di dalam skripsi ini. Data-data yang di kumpulkan antaranya yaitu :
a. Lokasi penelitian di Pengadilan Agama Nganjuk yang merupakan lokasi untuk memperoleh data mengenai judul yang akan di bahas penulis yakni mengenai pandangan Hakim terhadap hiperseksual sebagai alasan perceraian melalui wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Nganjuk.
2. Sumber data
Berdasarkan data yang akan dikumpulkan di atas, maka yang menjadi sumber data penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Sumber data primer
Sumber data primer yang dimaksud di sini adalah sumber data yang diperoleh secara langsung dari subjek penelitian, dalam penelitian ini sumber data primer adalah : Hakim Pengadilan Agama Nganjuk. b. Sumber data sekunder
25
landasan berfikir guna memperkuat faktor - faktor di dalam penyusunan penulisan skripsi ini.
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Dokumenter
Dokumen adalah catatan kejadian yang sudah lampau dan dituangkan dalam bentuk lisan, tulisan, maupun suatu karya tertentu tentang kejadian tersebut.Dalam penelitian ini, dokumentasi digunakan untuk mendapatkan penggambaran yang lebih detail mengenai pandangan Hakim terhadap hiperseksual sebagai alasan untuk mengajukan perceraian.
b. Wawancara
Mengumpulkan data dengan cara wawancara, wawancara adalah memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara. Dalam hal ini peneliti dalam mencari keterangan data menggunakan pedoman wawancara, sedangkan responden yang diwawancarai adalah Hakim Pengadilan Agama Nganjuk.
c. Telaah pustaka
26
yang dapat dijadikan landasan teoritis terhadap permasalahan yang dibahas.
4. Teknik pengolaan data
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh denganmemilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang meliputi kesesuaian, keselarasan satu dengan yang lainnya, keaslian, kejelasan serta relevansinya dengan permasalahan.
b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan rumusan masalah.
5. Teknik analisis data
Setelah data telah terkumpul baik itu data primer dan data sekunder maka langkah berikutnya adalah teknik analisis data. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis data kualitatif yang bersifat deskriptif dengan menggunakan pola pikir deduktif.
27
I. Sistematika Pembahasan
Agar pembahasan dalam Judul ini mempunyai alur pikiran yang jelas dan terfokus pada pokok permasalahan, maka penulis menyusun sistematika dalam lima bab dari Judul ini meliputi:
Bab pertama, sebagai pendahuluan berisi tentang uraian latar belakang masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian serta sistematika pembahasan.
Bab kedua, merupakan landasan teori, pada skripsi ini penulis menjelaskan teori- teori yang di gunakan dalam penelitian tersebut. Teori yang membahas tentang pengertian perceraian, alasan yang di perbolehkan dalam hal perceraian, prosedur untuk mengajukan perceraian, pengertian hiperseksual, ciri- ciri hiperseksual, hal- hal yang menyebabkan seseorang menjadi hiperseksual, akibat jika hiperseksual tidak terpenuhi nafkah batinnya.
Bab ketiga, merupakan penelitian tentang hiperseksual sebagai alasan perceraian, letak tempat melakukan interview hakim, pendapat hakim terhadap hiperseksual sebagai alasan perceraian.
28
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN DAN HIPERSEKSUAL
A.Tinjauan Umum tentang Perceraian
1. Pengertian perceraian
Perceraian merupakan bagian dari pernikahan, sebab tidak ada
perceraian tanpa diawali pernikahan terlebih dahulu. Pernikahan merupakan
awal dari hidup bersama antara seorang pria dan seorangwanita yang diatur
dalam peraturan perUndang-Undangan yangberlaku. Dalam hal ini, perkawinan
selalu dipandang sebagai dasarbagi unit keluarga yang mempunyai arti penting
bagi penjagaan moralatau akhlak masyarakat dan pembentukan peradaban.1
a. Menurut hukum Islam
Perceraian hanya dapat terjadi apabila dilakukan di depan
Pengadilan Agama, baik itu karena suami yang menjatuhkan cerai(talak)
ataupun karena istri yang menggugat cerai atau memohon hak talak sebab
sighat taklik talak. Meskipun dalam agama Islam,perkawinan yang putus
karena perceraian dianggap sah apabiladiucapkan seketika oleh suami,
namun harus tetap dilakukan didepan pengadilan. Tujuannya adalah untuk
melindungi segala hakdan kewajiban yang timbul sebagai akibat hukum
perceraian itu.
30
Dalam hukum Islam adalah sesuatu yang halal yang mempunyai
prinsip dilarang oleh Allah Swt.2 Adapun pengertian dari cerai gugat yaitu
istri menggugat suaminya untuk bercerai melalui pengadilan, yang
kemudian pihak pengadilan mengabulkan gugatan dimaksud sehingga putus
hubungan penggugat (istri) dengan tergugat.3
Berdasarkan hadits Nabi Muhammad saw.4 Perkawinan sebagai
perjanjian atau kontrak (aqad), maka pihak-pihak yang terikat dengan
perjanjian atau kontrak berjanji akan membina rumah tangga yang bahagia
lahir batin dengan melahirkan anak cucu yang meneruskan cita-cita mereka.
Bila ikatan lahir batin tidak dapat diwujudkan dalam perkawinan, maka
perjanjian dapat dibatalkan melalui pemutusan perkawinan (perceraian)
atau paling tidak ditinjau kembali melalui perkawinan kembali setelah
terjadi perceraian “rujuk”.5 Bagi orang Islam, perceraian lebih dikenal
dengan istilah talak. Menurut Sayyid Sabiq, talak adalah melepaskan ikatan
perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan.6 Menurut HA. Fuad Sa’id
yang dimaksud dengan perceraian adalah putusnya perkawinan antara suami
2
HR.Abu Daud, Ibn Majah dan Al-Hakim, Hadist Nabi Muhammad yang artinya : “Sesuatu perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak / perceraian”.
3 Zainnudin Ali, Hukum Perdata Islam Indonesia,(Palu : Yayasan Masyarakat Indonesia Baru,2002),
hal. 906
4 Hadist Nabi, Saw, yang artinya “ Seorang perempuan berkata kepadaRasulullah,Saw, “Wahai
Rasulullah, sayasedang mengandung anak ini, airsusuku diminumnya, dan dibalikku tempat
kumpulnya (bersamaku) ayahnyatelah menceraikanku dan ia ingin memisahkannya dariku”, maka Rasullullah bersabda “Kamu lebih berhakmemeliharanya, selama kamu tidak menikah” (Riwayat
Ahmad, Abu Daud dan Hakim mensahihnya). 5
Ibid.
31
dengan istri karena tidak terdapat kerukunan dalam rumah tangga atau
sebab lain, seperti mandulnya istri atau suami dan setelah sebelumnya
diupayakan perdamaian dengan melibatkan keluarga kedua belah pihak.7
Dari uraian diatas dapat diketahui, bahwa pertama : perceraian
baru dapat dilaksanakan apabila dilakukan berbagai cara untuk
mendamaikan kedua belah pihak untuk tetap mempertahankan keutuhan
rumah tangga mereka dan ternyata tidak ada jalan lain, kecuali hanya
dengan jalan perceraian. Dengan perkataan lain bahwa perceraian itu adalah
sebagai way out bagi suami istri demi kebahagiaan yang dapat diharapkan
sesudah terjadinya perceraian. Kedua : bahwa perceraian itu merupakan
sesuatu yang dibolehkan namun dibenci oleh agama. Berdasarkan sabda
Rasul yang artinya “Hal yang halal tetapi paling dibenci menurut Allah
adalah perceraian”. Dalam sebuah hadist, ada ancaman khusus bagi seorang
istri yang meminta jatuhnya talak dari suaminya tanpa disertai alasan yang
dibenarkan syara. Rasul bersabda : “Siapa saja istri yang menuntut cerai
kepada suaminya tanpa alasan yang jelas, maka ia haram menghirup
wanginya surga”.8 Al-qur’an sebagai sumber hukum Islam pertama, dalam
banyak kesempatan selalu menyarankan agar suami istri bergaul secara
ma’ruf dan jangan menceraikan istri dengan sebab-sebab yang tidak prinsip.
7 Abdul Manan, Problematika perceraian karena Zina dalam proses penyelesaian perkara di
lingkungan PeradilanAgama, dalam Jurnal Mimbar Hukum, Al-Hikmah dan DITBINBAPER, Jakarta Nomor 52 Tahun XII, ( Jakarta : 2001), 7.
32
Jika terjadi pertengkaran yang sangat memuncak diantara suami istri
dianjurkan bersabar dan berlaku baik untuk tetap rukun dalam rumah
tangga, tidak langsung membubarkan perkawinan mereka, tetapi hendaklah
menempuh usaha perdamaian terlebih dahulu dengan mengirim seorang
hakam dari keluarga pihak suami dan seorang hakam dari keluarga pihak
istri untuk mengadakan perdamaian. Jika usaha ini tidak berhasil
dilaksanakan, maka perceraian baru dapat dilakukan.
Secara garis besar hukum Islam membagi perceraian kepada dua
golongan besar yaitu talak dan fasakh. Talak adalah perceraian yang timbul
dari tindakan suami untuk melepaskan ikatan dengan lafadz talak dan
seumpamanya, sedangkan fasakh adalah melepasikatan perkawinan antara
suami istri yang biasanya dilakukan oleh istri. dari dua golongan perceraian
ini, Dr. Abdurrahman Taj sebagaimana dikutip oleh H.M. Djamil Latief,
S.H, membuat klasifikasi perceraian sebagai berikut :
1) Talak yang terjadi dengan keputusan hakim yaitu li’an, perceraian
dengan sebab aib suami seperti impoten dan perceraian dengan sebab
suami menolak masuk Islam,
2) Talak yang terjadi tanpa putusan hakim, yaitu talak biasa yakni talak
yang diucapkan suami baik shalih, maupun kinayah dan ‘ila,
3) Fasakh yang terjadi dengan keputusan hakim yaitu dengan sebab
33
dan perkawinan itu tidak dilakukan oleh wali, yaitu bapaknya atau
kakeknya, fasakh dengan sebab talak satu pihak dalam keadaan gila,
tidak sekufu, kurangnya mas kawin dan mahar mitsil dan salah satu
pihak menolak masuk Islam,
4) Fasakh yang terjadi tanpa adanya putusan hakim, yaitu fasakh dengan
sebab merdekanya istri, ada hubungan semenda antara suami istri dan
nikahnya fasid sejak semula.9
b. Menurut Undang-Undang Perkawinan
Perceraian adalah suatu keadaan dimana antara seorang suami dan
seorang istri telah terjadi ketidak cocokan batin yang berakibat pada
putusnya suatu tali perkawinan melalui putusan pengadilan. Mengenai
persoalan putusnya perkawinan, atau perceraian diatur dalam Pasal 38
sampai Pasal 41 Undang-Undang Perkawinan.10
Disebutkan dalam Pasal 38 Undang-Undang Perkawinan, bahwa
perkawinan dapat putus karena :
1) Kematian,
2) Perceraian,
3) Atas keputusan pengadilan.
Putusnya perkawinan karena perceraian diatur dalam Pasal 39
sampai dengan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun1974 jo. Pasal 14
9
Ibid., 12.
34
sampai dengan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Pasal
39 Undang - Undang Nomor 1 tahun 1974 menentukan bahwa :
1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah
pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak,
2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara
suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri,
3) Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam
perUndang-Undangan tersendiri.
Sedang Pasal 40 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, menyebutkan :
1) Gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan,
2) Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada Ayat (1) Pasal ini diatur
dalam PerUndang-Undangan tersendiri,
Selanjutnya yang dimaksud dengan pengadilan yaitu :
1) Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam;
2) Pengadilan Negeri bagi yang beragama selain Islam : (Pasal 1 sub b PP
Nomor 9 Tahun 1975) Selain rumusan hukum dalam Undang-Undang
Perkawinan tersebut, Pasal 113 sampai dengan Pasal 162 Kompilasi
35
mengenai sebab-sebab terjadinya perceraian, tata cara dan akibat
hukumnya.
Sebagai contoh dapat disebut misalnya : Pasal 113 Kompilasi
Hukum Islam sama dengan Pasal 38 Undang-Undang Perkawinan, Pasal 114
mengenai putusnya perkawinan yang disebabkan oleh percerain, maka dapat
terjadi karena talak berdasarkan atas gugatan cerai. Pasal 115 Kompilasi
Hukum Islam menegaskan bunyi Pasal 39 Undang-Undang Perkawinan
yang sesuai dengan konsep Kompilasi Hukum Islam, yaitu orang Islam :
“Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama
setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak”.
2. Alasan Perceraian
a. Menurut Hukum Islam
Pada dasarnya Hukum Islam menetapkan bahwa alasan perceraian
dapat terjadi jika salah satu pihak murtad, terjadi kegilaan, atau lepra, atau
kusta pada diri suami, adanya cacat pada salah satu suami atau istri.11
Sedangkan pemisahan akibat adanya kekurangan atau cacat,
kekurangan dari segi membuat tercegah persetubuhan dan tidak membuat
tercegahnya persetubuhan terbagi kepada dua bagian:
36
a) Cacat seksualitas yang mencegah terjadinya persetubuhan, seperti kebiri,
terputusnya penis, dan impoten pada diri laki-laki, atau adanya daging
atau tulang dalam vagina pada diri perempuan.
b) Cacat yang tidak mencegah terjadinya hubungan seks, akan tetapi ini
adalah penyakit yang menjijikan yang tidak mungkin ditahan kecuali
dengan menimbulkan keburukan, seperti kusta, gila, lepra, TBC, dan
sipilis.12
Menurut golongan syafi’iyah cacat yang dapat menimbulkan gugat
cerai adalah,
a) Bagian pertama yaitu cacat yang terdapat pasangan suami istri, akan
tetapi cacatnya itu terdiri dari beberapa cacat yang terkenal kemudian.
b) Cacat yang hanya ada pada masalah satu pihak saja, misalnya yang
khusus hanya terdapat pada seorang laki-laki atau seorang perempuan
saja.
Adapun cacat-cacat yang terkenal munurut golongan syafi’iyah
sebagai berikut:
a) Sakit kusta
b) Sakit supak (belang)
c) Sakit jiwa (gila).13
12
Ibid,. 446. 13
37
b. Menurut Undang-Undang Perkawinan
Alasan perceraian menurut Hukum Perdata, hanya dapat terjadi
berdasarkan alasan-alasan yang ditentukan Undang-Undang dan harus
dilakukan didepan sidang pengadilan.14 Dalam kaitan ini ada dua pengertian
yang perlu dipahami yaitu istilah “bubarnya perkawinan” dan “perceraian”.
Alasan terjadinya perceraian berdasarkan Pasal 19 Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 adalah :15
1) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi,
dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
2) Salah satu pihak (suami siteri) meninggalkan pihak lain selama 2 (dua)
tahun yang sah terkait dengan kewajiban memberikan nafkah lahir dan
batin.
3) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara selama 5 (lima) tahun atau
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
dapat membahayakan pihak lain.
5) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat
tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri.
14 Yahya Harahap, Beberapa permasalahan Hukum Acara pada Peradilan Agama, (Jakarta :
Al-Hikmah, 1975), 133. 15
38
6) Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran, serta tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga.
Disamping Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
tersebut diatas, bagi yang beragama Islam sesuai dengan Pasal 116
Kompilasi Hukum Islam ada penembahan sebagai berikut :
1) Suami melanggar taklik talak
2) Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak
rukunan dalam rumah tangga.
Dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan disebutkan, bahwa putusnya perkawinan dapat terjadi karena
salah satu pihak meninggal dunia, karena perceraian dan karena adanya
putusan pengadilan. Kemudian dalam Pasal 39 ayat (2) ditentukan bahwa
untuk melaksanakan perceraian harus cukup alasan yaitu antara suami istri
tidak akan hidup sebagai suami istri.
Berdasarkan apa yang telah ditentukan dalam Pasal 19 Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam,
maka dapat disimpulkan bahwa perceraian tidak dapat dilakukan dengan
sesuka hati. Dengan demikian perceraian hanya dapat dilakukan apabila
telah memenuhi rumusan yang ditentukan dalam Pasal 19 Peraturan
39
dengan kata lain Pengaturan tersebut sesuai dengan asas dasar perkawinan
yang mempersulit adanya perceraian.
3. Tata Cara Perceraian
Tata cara perceraian diatur dalam Pasal 39 sampai dengan Pasal 41
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan juga diatur dalam Pasal 14 sampai
dengan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. khusus mereka
yang beragama Islam diatur dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 31 Peraturan
Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975 dan Pasal 66 sampai dengan Pasal 88
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Cerai gugat yaitu perceraian yang disebabkan adanya suatu gugatan
lebih dahulu oleh para pihak kepada Pengadilan dan dengan suatu putusan
Pengadilan.16 Adapun tata cara gugatan perceraian diatur dalam Pasal 20
sampai dengan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, yaitu :
a. Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau istri atau kuasanya kepada
Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
b. Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak mempunyai
tempat kediaman yang tetap, maka gugatan perceraian diajukan kepada
pengadilan setempat kediaman penggugat.
c. Apabila penggugat bertempat tinggal di luar negeri gugatan perceraian
diajukan ditempat kediaman penggugat.
40
d. Dalam hal gugatan perceraian dengan salah satu alasan meninggalkan pihak
lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain atau tanpa
alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya, diajukan kepada
Pengadilan setempat kediaman penggugat.
B.Tinjauan Umum Tentang Hiperseks
1. Pengertian Hiperseks
Berasal dari kata hyper dan seks, sedangkan hiperseksual menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai makna nafsu atau keinginan untuk
melakukan hubungan seksual yang berlebihan.17
Hiperseksual dianggap sebagai penyimpangan seksual yang ditandai
dengan tingginya keinginan untuk melakukan hubungan seksual. Tak lama lagi
penyimpangan seksual ini akan masuk dalam kategori gangguan mental.
Cukup banyak orang yang mengalami hiperseksual, tak terkecuali
tokoh yang dikenal dunia seperti Tiger Wood, Arnold Schwarzenegger dan Bill
Clinton. Penyimpangan seksual ini berpotensi menghancurkan keluarga, karir
dan status sosial.
Makin banyaknya orang yang mengalami masalah perilaku seksual
telah mendorong psikiater untuk mempertimbangkan membuat gangguan
41
mental jenis baru, yaitu gangguan hiperseksual yang dicirikan dengan perilaku
seksual berisiko dan berlebihan.
Gangguan hiperseksual ini sedang dipertimbangkan untuk
dimasukkan dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
(DSM) edisi selanjutnya yang disebut DSM-5, yang akan diluncurkan pada
tahun 2013.
Menurut laporan peneliti pada pertemuan APA, penelitian
menunjukkan adanya kesamaan dari pengalaman masa kecil dari pecandu seks.
Sebagian besar dari mereka mengalami beberapa jenis kekerasan mental, fisik
atau seksual pada saat masih kanak-kanak.
Penelitian lain menunjukkan bahwa orang yang mengalami
hiperseksual sering tidak memiliki hubungan yang dekat dengan orang lain
sejak awal kehidupan.
Hiperseks akan Masuk Kategori Gangguan Mental Merry
Wahyuningsih- detik Health Menurut studi yang disajikan oleh peneliti
Swedia, 92 persen laki-laki dengan gangguan hiperseksual setidaknya memiliki
gejala depresi ringan. Baik laki-laki dan perempuan dengan hiperseksual,
memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah dibandingkan dengan orang tanpa
gangguan hiperseksual.
Perempuan dengan gangguan hiperseksual dilaporkan menjadi lebih
42
masalah ini tumbuh dan datang pada waktu yang tepat. Ketersediaan
pornografi di internet dapat menciptakan orang dengan gangguan perilaku
seksual.
Menurut Carnes, paparan pornografi atau aktivitas seksual pada usia
muda dapat membuat otak menciptakan kebutuhan rangsangan seksual yang
berlebih di kemudian hari.18
Mendiagnosis gangguan mental bukan hal yang mudah. Dalam
sejarahnya, penyusunan buku pedoman dan pegangan untuk mendiagnosis
gangguan mental sering memicu perdebatan mengenai penyakit apa yang akan
disertakan.
Perdebatan ini tak hanya terjadi di kalangan ilmuwan, tapi juga di
masyarakat awam. Buku yang bernama Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM) adalah buku yang menjadi acuan seluruh ahli
psikologi di dunia. Penyusunnya adalah para pakar psikologi yang tergabung
dalam American Psychological Association (APA). Beberapa gengguan mental
yang sempat menjadi kontorversi tersebut seperti dilansir livescience.com,
antara lain;
a) Gangguan identitas gender
18
Merry Wahyuningsih, (hipersekseks akan masuk kategori gangguan mental),
43
Saat ini, yang paling kontroversial dari semua gangguan mental
adalah gangguan identitas jenis kelamin. Berdasarkan DSM edisi
sebelumnya, orang yang merasa jenis kelamin fisiknya tidak sesuaidengan
jenis kelaminnya yang sejati dapat didiagnosis mengalami gangguan
identitas gender.
Kontroversi terbesar atas gangguan ini adalah karena DSM tidak
memuat cara pengobatannya. Apakah anak-anak yang merasa tidak cocok
jenis kelaminnya diizinkan mendefinisikan diri mereka sendiri, atau harus
didorong untuk mengidentifikasi dirinya sesuai jenis kelamin fisiknya? “Di
satu sisi, para ahli berpendapat agar anak- anak ini merasa nyaman dengan
tubuh yang telah dimilikinya sendiri. Namun di sisi lain, para ahli
menginginkan anak-anak ini bebas menentukan keinginannya. Menurutku,
memaksa seseorang untuk hidup dengan jenis kelamin yang tidak
diinginkan akan menyebabkan depresi dan kecemasan,” kata Diane
Ehrensaft, psikolog klinis di Oakland, California.
b) Kecanduan seks
Menurut lembaga Society for the Advancement of Sexual Health,
kecanduan seks ditandai dengan kurangnya kontrol atas perilaku seksual.
Pecandu seks akan menuruti keinginan seksualnya meskipun berakibat
buruk, tidak bisa menetapkan batasan dan terobsesi dengan seks bahkan
44
tidak mendapatkan kenikmatan dari perilaku seksualnya, tapi hanya
menghasilkan rasa malu.
Gangguan ini belum dimasukkan ke dalam DSM, dan kemungkinan
tidak akan disertakan dalam DSM edisi berikutnya. Malahan, Asiosiasi
Psikologi Amerika (APA) bermaksud menambahkan kelainan seksual baru
yang disebut gangguan hiperseksual, yang tidak menggambarkan tentang
kecanduan seks.
c) Homoseksualitas
Dalam sejarahnya, homoseksual adalah gangguan kejiwaan yang
paling kontroversial. APA (American Psychological Association) mencoret
homoseksualitas dari daftar gangguan mental pada tahun 1973 setelah
mendapat gempuran protes dari aktivis gay dan lesbian. Selain itu,
penghapusan homoseksualitas sebagai gangguan jiwa juga tertuang dalam
keputusan dari Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) pada 17 Mei 1990.
Dan untuk di Indonesia, terkait homoseksualitas ini juga sudah
dihapus dan tidak lagi termasuk dalam daftar gangguan jiwa serta sudah
dicantumkan Depkes RI dalam buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia edisi II tahun 1983 (PPDGJ II) dan PPDGJ III
(1993).
Beberapa bukti ilmiah menyarankan bahwa ketertarikan sesama
45
diri dengan lingkungannya. Jadi gay yang sudah berdamai dengan dirinya
sendiri, itu hal yang normal dan wajar. Baru dikategorikan sebagai
gangguan kejiwaan jika seseorang merasa terganggu dengan orientasi
seksnya dan terus menyangkalnya, serta menganggap bahwa hetero seks
adalah satu- satunya orientasi seks yang wajar dan normal. Kalangan gay
yang seperti inilah yang disebut telah mengidap gangguan jiwa Ego
Dystonic Sexual Orientation alias gay-in-denial.
d) Gangguan asperger
Gangguan Asperger ditandai dengan kecerdasan dan kemampuan
bahasa yang normal, namun keterampilan sosial yang buruk. Ganggguan ini
dimasukkan DSM pada tahun 1994, namun pada tahun 2013, gangguan ini
dipastikan sudah dikeluarkan dari daftar. Alasannya, penelitian telah gagal
membedakan antara gangguan Asperger dan autisme. 44 persen anak yang
didiagnosis Asperger benar-benar memenuhi kriteria autisme, menurut
sebuah survey tahun 2008.
Pada dasarnya pria dan wanita berbeda satu dengan yang lainnya di
dalam kebutuhan seksualnya. Mereka tidak bisa walaupun mereka saling
mencintai. Karenanya juga kesadaran dan sikap pasrah sepenuhnya dengan
i’tikad yang baik yang bersih dari keduanya sangatlah diperlukan untuk
46
perkawinan yang benar-benar harmonis dan utuh.19 Mengenai kepuasan seks,
Kartini Kartono memandang bahwa kebanyakan relasi seks tidak mampu
menghayati kepuasan yang sebenarnya, sebab mereka akan menjadi budak dari
dorongan-dorongan seksual yang tidak terkendali. Jika ini benar terjadi mereka
akan menjadi pecandu seks yang tidak ada puasnya, bahkan tidak terkendali
dan tidak bisa menghayati kebahagiaan dalam relasi seksual.20
2. Faktor Penyebab Hiperseks
Dari penelitian para ahli. Penderita Hiperseks memang memiliki
gangguan kejiwaan seperti gangguan kasih sayang dari kedua orang tua,
kurang mendapat perhatian atau diterlantarkan keluarga sehingga ingin
mendapat perhatian yang lebih dan ini diungkapkan dalam seks. Jadi semua
kenikmatannya seakan-akan harus dibayar dengan seks. Menurut dr. Boyke
karena masa lalu mereka yang kurang baik ada yang disiksa oleh ayah atau ibu
tirinya.
Penyebab lain adalah adanya tekanan emosional, karena terlantar,
dihukum secara tidak wajar, dipaksa menyaksikan orang lain. Dihukum
merupakan 97% dari latar belakang mereka, dan yang lainnya disebabkan oleh
siksaan fisik, sering dipukuli, ditampar, dicambuk dan ini merupakan 73%
19 Ibid., 41.
20Sebutan lain untuk kasus ini adalah kecanduan seksual yang lepas kendali. Kehidupan mereka tidak
47
pengalaman pecandu seks.21 Kepuasan hubungan seksual diantara kedua belah
dan mampu mencapai orgasme berupa kenikmatan yang mendalam damai dan
tentram disebabkan terproduksinya, Oleh Pitituari dalam orak. Sedangkan
kerja pitituari adalah akibat rangsangan dari hipotalamus yang kerjanya
ditentukan juga oleh faktor emosional. Dengan demikian ketika tidak
ditemukan kelainan pada susunan hipotalamus dan getah pitituari dalam otak,
maka terjadinya anorgasme pada pria maupun wanita adalah faktor emosional
dan tentunya psikoterapilah pendekatan untuk penyembuhnya.22
Menurut dr. Boyke Dian Nugraha, dalam website me male emporivum
mengemukakan bahwa orang yang menderita hiperseks banyak melakukan
hubungan seks tetapi tidak bisa menikmatinya bahkan tidak pernah merasa
puas dan terobsesi dengan seks. Sudah sekali berhubungan ingin mencoba
terus. Keinginan berganti-ganti pasangan terus bergelora. Repotnya para
penderita hiperseks justru bangga dengan keadaannya karena kemampuan
melakukan hubungan seks berkali-kali. Ini bukan suatu yang membanggakan,
“mereka sakit sebab tidak bisa menikmati orgasme” demikian kata dr.
Boyke.23
21 Ibid., 114-115.
22 Ibid., 117.
48
3. Ciri-ciri hiperseksual
Pada pasangan pengantin baru atau mereka yang terpisah cukup jauh
dengan tenggang waktu lama, biasanya, aktivitas hubungan seks menjadi
tinggi. Namun tingginya frekuensi tersebut lebih diwarnai oleh tingginya
dorongan atau kebutuhan seksual semata-mata, bukan oleh sebab-sebab
tertentu yang menjadi ciri utama perilaku hiperseksual, demikian menurut Dr
Gerard Paat, MPH, konsultan seksologi di Biro Konsultasi Kesejahteraan
Keluarga RS St. Carolus, Jakarta.
Dari frekuensi hubungan seks memang bisa dilihat apakah seseorang
hiperseksual atau tidak, yakni bila frekuensinya melebihi ukuran normal. Dari
ukuran normal ini, bila terjadi peningkatan drastis, semisal jadi 3-4 kali sehari
atau rata-rata 20 kali per minggu, barulah bisa dicurigai salah seorang di antara
mereka menderita kelainan / gangguan seksual yang dinamakan hiperseksual.
Penderitanya bisa pria, bisa juga wanita.
Adapun tanda-tanda hiperseksual yaitu:
1) Hiperseksual Pada Pria
Disebut satyriasis, disebabkan faktor fisik maupun psikis. Dari
aspek fisik, salah satunya, peradangan di saluran kemih yang merangsang
kerja saluran tersebut sedemikian rupa hingga individu bersangkutan
terkesan “haus” untuk selalu berintim-intim. Penyebab peradangan ini harus
49
bila tak segera diobati, dikhawatirkan peradangan tersebut akan meluas
menjadi peradangan di buah zakar. Tentu saja peradangan pada “pabrik”
sperma ini akan berpengaruh pada hubungan seksual, di antaranya
mengganggu produksi hormon testosteron.
Sementara aspek psikis bisa berupa ketidaknyamanan dalam diri
yang membuat kebutuhan akan kedekatan dengan pasangan meningkat
tajam. Tak tertutup kemungkinan ia menderita konsep diri yang sangat
rendah hingga khawatir tak mendapat perhatian dari pasangan. Untuk
menutupi perasaan tak amannya, ia lantas berusaha keras menunjukkan
keperkasaan di ranjang sebagai satu-satunya kelebihan yang ia miliki. Atau
sebaliknya, membangun “pertahanan” dengan kecurigaan berlebih, semisal
mencurigai pasangan ada main dengan orang lain, tapi ia tetap menuntut
aktivitas berintim - intim lebih sering dari biasanya.
Penyebab lain, aktivitas berintim-intim dijadikan satu-satunya cara
berkomunikasi karena merasa tak mampu membuka diri atau menjalin
komunikasi dengan baik. Bisa pula karena terbiasa memanfaatkan aktivitas
berintim-intim sebagai sarana pelepas ketegangan, seperti yang kerap
terjadi pada pekerja-pekerja yang bidang pekerjaannya dirasa memiliki
tingkat stres amat tinggi. Atau, lantaran tak terpenuhinya keinginan atau