• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. disimpulkan bahwa tradisi bhanti-bhanti Wakatobi merupakan salah satu tradisi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. disimpulkan bahwa tradisi bhanti-bhanti Wakatobi merupakan salah satu tradisi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

562 BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tradisi bhanti-bhanti Wakatobi merupakan salah satu tradisi yang telah diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan cara lisan. Keberadaan tradisi bhanti-bhanti Wakatobi telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Wakatobi, karena tradisi ini telah hadir sejak mereka masih dalam buaian, hingga mereka meninggal. Dari segi isi, tradisi bhanti-bhanti Wakatobi berisi berbagai pikiran dan perasaan masyarakat Wakatobi, baik yang menyangkut alam, manusia maupun tuhannya.

Tradisi bhanti-bhanti Wakatobi tidak terlepas dari aspek pementasan sebagai bagian penting dari tradisi lisan. Pementasan tradisi bhanti-bhanti Wakatobi merupakan salah satu peristiwa budaya yang memiliki beberapa unsur penting, salah satunya adalah adanya konteks yang memperngaruhi setiap pementasan. Beberapa konteks yang mendukung pementasan tersebut adalah (1) konteks nazar, (2) konteks syukuran, (3) konteks pesta, dan (4) konteks pesta. Dari berbagai konteks tersebut, semakin memperkuat aspek kelisanan tradisi bhanti-bhanti Wakatobi. Setiap pementasan tradisi bhanti-bhanti-bhanti-bhanti Wakatobi adalah orisinal dan baru. Setiap konteks yang ada, juga memberikan komposisi skematik yang berbeda, sesuai dengan konteks dan respon penonton.

Sebagai tradisi lisan, pementasan tradisi bhanti-bhanti Wakatobi memiliki beberapa unsur penunjang, yang meliputi (1) situasi dan tempat pementasan, (2)

(2)

563 unsur performer atau pelantun (orang yang melakukan pertunjukan), (3) audies dan partisan (orang-orang yang terlibat pementasan), (4) media (sarana dan prasarana yang digunakan, baik verbal maupun material seperti nada, ekspresi, dan kostum), (5) variasi pementasan sebagai akibat dari reaksi audiens, dan (6) bahan atau alat (yang meliputi seluruh alat yang digunakan dalam pementasan tradisi lisan. Unsur-unsur yang mendukung pementasan tradisi bhanti-bhanti Wakatobi, menjadi Unsur-unsur penting dalam perkembangan tradisi bhanti-bhanti Wakatobi yang telah terjadi secara turun temurun. Setiap kelompok pelantun tradisi bhanti-bhanti memiliki ciri khas yang tidak bisa disamakan dengan kelompok lainnya. Dengan demikan, dapat disimpulkan bahwa sebagai berikut.

Pertama, pementasan tradisi bhanti-bhanti Wakatobi merupakan peristiwa budaya yang melibatkan pelantun dan penonton dalam ruang dan waktu yang sama. Pementasan tradisi bhanti-bhanti Wakatobi sangat ditentukan oleh sejauhmana respon pelantun terhadap berbagai konteks dan respon penonton. Pelantun yang dapat merespon konteks dan respon penonton merupakan pelantun yang disukai oleh masyarakat Wakatobi. Oleh karena itu, dari beberapa pelantun yang ada, La Ode Kamaluddin merupakan pelantun yang banyak disukai oleh masyarakat Wakatobi, karena di samping ia mampu memainkan semua alat musik, gambus, biola, gitar dan organ tunggal, ia juga mampu merespon penonton dengan cepat dan halus. Sementara yang lainnya, tidak memiliki kemampuan yang sama dengan La Ode Kamaluddin, sehingga pemberian gelar sebagai maestro tradisi lisan bhanti-bhanti Wakatobi pantas untuk dia dapatkan.

Kedua, nada yang digunakan dalam tradisi bhanti-bhanti Wakatobi mempengaruhi formula yang digunakan dalam tradisi bhanti-bhanti Wakatobi. Di

(3)

564 sisi yang lain, komposisi skematik, banyak dipengaruhi oleh konteks dan respon penonton. Sehingga pementasan tradisi bhanti-bhanti Wakatobi merupakan ruang komunikasi kultural yang saling berkait dengan formula dan komposisi skematik tradisi bhanti-bhanti Wakatobi. Dalam tradisi bhanti-bhanti Wakatobi dikenal delapan jenis nada yaitu (1) badendang, (2) badendang baru, (3) balumpa Wanse, (4) balumpa Binongko, (5) nada khas La Ode Kamaluddin, (6) dangdut, (7) ciri khas Wangi-Wangi.

Ketiga, pewarisan tradisi bhanti-bhanti Wakatobi sampai saat ini masih berlanjut secara alamiah, dan juga sudah dilakukan melalui pelatihan secara formal. Pewarisan secara alamiah, memiliki kelebihan dalam hal kemampuan memahami formula dan komposisi skematik tradisi bhanti-bhanti Wakatobi. Pada konteks masyarakat Wakatobi pelestarian secara alamiah ini, masih berlangsung sampai akhir tahun 1970-an, karena sampai saat itu, masih berkembang tradisi pobhanti yang selalu ikut pada pada beberapa tradisi kabuenga, hekomba’a, lariangi, pajogi, bhangka mbule-mbule. Beberapa konteks budaya itu yang membuat mereka lebih akrab dengan formula dan komposisi skematik tradisi bhanti-bhanti Wakatobi. Sedangkan pelestarian secara formal, mengalami kendala pada persoalan kemampuan menyusun atau mengkomposisi tradisi bhanti-bhanti Wakatobi. Mereka mampu memainkan gitar, gambus, biola bahkan organ tunggal, tetapi tak ada satupun generasi Wakatobi yang memiliki kepiawaian seperti pelantun-pelantun yang masih tumbuh atau mewarisi tradisi bhanti-bhanti secara alamiah, misalnya La Ode Kamaluddin, La Mbongo, La Abu’aha, La Ajiju, La Huudu, Wa Puru, Wa Rumasi. Generasi baru Wakatobi tidak lagi memiliki kemampuan memahami formula dan komposisi skematik tradisi bhanti-bhanti sebagaimana

(4)

565 sebagaimana generasi sebelumnya, yang biasa disebut sebagai generasi pobhanti. Penonton saat ini, tidak memiliki daya kritik sebagaimana dimiliki oleh Wa Puru, Wa Rumasi, dan La Rumadi, yang mampu memberikan kritik jika mendengarkan komposisi skematik yang tidak runut.

Di era digital, pewarisan tradisi bhanti-bhanti Wakatobi sudah memberikan dampak yang sangat besar. Kalau pada beberapa dekade sebelumnya, pementasan hanya dinikmati oleh penonton dan pelantun dalam waktu dan tempat yang bersamaan, langsung dan cepat hilang dalam ingatan penonton, maka diera digital, setiap pementasan sudah dapat didokumentasikan dengan baik, sehingga dapat dinikmati oleh pendengar dan penonton di tempat yang sangat jauh, dan juga dapat dinikmati secara berulang-ulang, bahkan mereka tidak pernah mengenal siapa yang melantunkan suatu teks, dan maknanyapun terkadang keluar dari konteks. Diera digital, masyarakat Wakatobi juga memanfaatkan media sosial sebagai ranah untuk pobhanti, walau mereka tidak menggunakan musik, tetapi generasi muda Wakatobi berbalas bhanti-bhanti di media sosial. Ini menunjukan bahwa telah terjadi pergeseran sosial dan budaya yang mendukung pementasan tradisi bhanti-bhanti Wakatobi. Bahkan di dalam sistem politik Wakatobi, tradisi bhanti-bhanti Wakatobi menjadi media yang paling penting untuk membangun isu-isu yang ada. Pemilu 2015 telah membuktikan bahwa kedua tim menggunakan tradisi bhanti-bhanti sebagai media kampanye yang dikirim di media sosial, kemudian didengarkan di walkman, video, dan kedua tim pasangan menggunakan tradisi bhanti-bhanti sebagai media kampanye mereka.

Keempat, formula tradisi bhanti-bhanti Wakatobi disusun berdasarkan pola-pola formula yang memilikiki keunikan tersendiri sebagai sarana untuk menyusun

(5)

566 komposisi skematik tradisi bhanti-bhanti Wakatobi. Oleh karena itu, formula yang digunakan dalam tradisi bhanti-bhanti Wakatobi meliputi, (1) pengulangan kalimat yang meliputi (a) yang ada pada baris pertama diulang pada baris kedua, (b) pengulangan baris pertama dan kedua diulang pada baris ketiga dan keempat, (c) pengulangan baris pertama pada baris kedua, dan baris tiga diulang pada baris keempat, serta pengulangan baris kedua dan ketiga dibaris lima dan enam. (2) pengulangan kelompok kata, yaitu (a) pengulangan kelompok kata yang ada pada akhir kalimat, pengulangan kelompok kata pada awal baris ketiga dan keempat pada setiap baitnya. (b) pengulangan kelompok kata yang ada pada setiap bait dibait berikutnya.

Kelima, komposisi skemati tradisi bhanti-bhanti Wakatobi disusun berdasarkan beberapa hal yaitu :

1. pemanfaatan formula bhanti-bhanti sebagai sarana pengembangan sekuen bhanti-bhanti yaitu (a) pengulangan kalimat, (b) pengulangan kelompok kata, (c) pengulangan kata;

2. penyusunan komposisi skematik dengan memanfaatkan hubungan semantik antara satu bait dengan bait yang lainnya;

3. penyusunan komposisi skematik tradisi bhanti-bhanti Wakatobi dengan memanfaatkan kalimat tanya;

4. penyusunan komposisi skematik dengan memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan oleh pelantun yang lain;

5. penyusunan komposisi dengan merespon konteks pementasan yang ada. Komposisi skematik seperti ini biasanya digunakan pada setiap teks yang ada dalam pementasa. Di samping itu, penggunaan konteks seperti ini

(6)

567 biasanya digunakan ketika ada perubahan nada bhanti-bhanti yang disebabkan oleh penggunaan alat yang berbeda, misalnya gambus ke biloa, atau gitar.

6. Adanya pernyataan kontradiksi dengan bait sebelumnya, penyusunan komposisi skematik bhanti-bhanti dengan model seperti ini biasa dilakukan ketika hampir tidak ada hubungan kata dan semantik antara satu bait dengan bait yang lainnya, tetapi hubungan hanya didapatkan melalui adanya kontradiksi dengan teks sebelumnya.

7. Komposisi skematik tradisi bhanti-bhanti kebanyakan mengangkat beberapa tematik, yaitu (a) kasih sayang ibu; (b) kecemburuan, (c) politik, (d) cinta birahi, (e) refleksi masa lalu.

Keenam, berbagai unsur yang membangun tradisi bhanti-bhanti Wakatobi yang menyangkut aspek pementasan maupun aspek struktur menjadi suatu yang menyatu dan saling menunjang. Untuk memahami bagaimana pementasan tradisi bhanti-bhanti Wakatobi, diperlukan pemahaman mengenai formula dan komposisi skematiknya. Demikian juga untuk memahami formula dan komposisi skematiknya, tidak dapat pula dari pementasan sebagai media komunikasi tradisi bhanti-bhanti Wakatobi. Formula tradisi bhanti-bhanti Wakatobi merupakan sarana yang dimanfaatkan untuk mengkomposisi tradisi bhanti-bhanti Wakatobi, dan sekaligus dimanfaatkan oleh para pelantun di dalam suatu pementasan untuk menyusun (mengkoposisi) dan sekaligus mementaskan dalam waktu yang bersamaan. Sementara komposisi skematik banyak ditentukan oleh konteks pementasan, terutama respon penonton, pada suatu pementasan. Oleh karena itu, pementasan, formula dan komposisi skematik tradisi bhanti-bhanti Wakatobi

(7)

568 merupakan suatu kesatuan yang utuh, dan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya terutama jika melihat tradisi bhanti-bhanti sebagai salah satu produk tradisi lisan.

Ketujuh, pementasan, formula dan komposisi skematik merupakan satu kesatuan yang utuh dalam konteks tradisi bhanti-bhanti Wakatobi. Ketiganya memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan satu masa lainnya. Tidak ada formula dan komposisi skematik tanpa pementasan, karena keduanya merupakan sarana yang digunakan oleh seorang pelantun dalam menyusun atau mengkomposisi tradisi bhanti-bhanti dalam suatu pementasan. Demikian, juga formula dan komposisi skematik tidak akan ada, jika tidak ada pementasan, karena formula dan komposisi skematik hanya dapat disusun di dalam pementasan tradisi bhanti-bhanti Wakatobi. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa pementasan, formula dan komposisi skematik tradisi bhanti-bhanti Wakatobi merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.

7.2 Saran

Tradisi bhanti-bhanti Wakatobi merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa, khususnya masyarakat Wakatobi yang dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hal ini disebabkan karena tradisi bhanti-bhanti Wakatobi di samping menyimpan berbagai nilai-nilai budaya masyarakat Wakatobi, juga menyimpan berbagai ingatan kolektif masyarakat Wakatobi, mengenai sejarah, kebudayaan yang ada pada masyarakat pendukungnya.

Di samping itu, tradisi bhanti-bhanti Wakatobi juga merupakan sarana komunikasi kultural di dalam masyarakat Wakatobi. Sebagai sarana komunikasi kultural, bhanti-bhanti merupakan media masyarakat memberikan kritik kepada pemerintahnya, media pemerintah dalam memberikan arahan kepada

(8)

569 masyarakatnya. Selanjutnya, melalui tradisi bhanti-bhanti seorang kepala adat mampu memahami keinginan rakyatnya.

Dengan demikian, berdassarkan pembahasan yang ada di dalam disertasi ini, yang hanya melihat konteks (pementasan), formula, dan komposisi skematinya, serta keterkaitan antar ketiganya dalam konteks tradisi lisan, maka disarankan agar di masa yang akan datang dapat dilakukan penelitian yang lebih mendalam lagi khususnya dalam membaca nilai-nilai yang ada di dalam tradisi lisan bhanti-bhanti Wakatobi. Nilai-nilai dapat menjadi kekuatan kultural dalam pembangunan Wakatobi, karena melalui tradisi bhanti-bhanti Wakatobi kita dapat membaca pemikiran masyarakat Wakatobi. Sehingga tradisi bhanti-bhanti Wakatobi dapat menjadi ruang untuk melakukan refleksi terhadap semua yang pernah dilakukan oleh masyarakatnya, dan juga dapat dijadikan sebagai ruang proyeksi dari kehidupan masyarakatnya.

Selanjutnya di masa depan diharapkan tradisi bhanti-bhanti Wakatobi dapat dijadikan sebagai salah satu media pembelajaran budaya yang ada disetiap sekolah di kabupaten Wakatobi. Tradisi bhanti-bhanti Wakatobi merupakan satu-satunya entitas budaya yang dapat diterima oleh seluruh subetnis yang ada di kabupaten Wakatobi. Dalam konteks ini, disarankan untuk diadakan penelitian lebih mendalam mengenai efektifitas tradisi bhanti-bhanti Wakatobi sebagai media pembelajaran budaya di sekolah, khususnya pada masyarakat Wakatobi di masa yang akan datang.

Dengan ditetapkannya sebagai salah satu warisan budaya nonfisik oleh menteri Pendidikan dan Kebudayaan Repoblik Indonesia pada 16 Desember 2013 yang lalu, tradisi bhanti-bhanti hendaknya dapat dijadikan sebagai suatu kebanggaan dan penanda identitas masyarakat Wakatobi. Di samping itu,

(9)

570 disarankan kepada pemerintah daerah dapat memberikan perhatian kepada para pelantun tradisi bhanti-bhanti yang ada di Wakatobi, mengingat tanpa perhatian dari pemerintah, khususnya dibutuhkan kebijakan pemerintah dalam hal ini dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Wakatobi untuk menjadikan tradisi bhanti-bhanti Wakatobi sebagai salah satu muatan lokal yang ada di seluruh tingkatan sekolah yang ada di Wakatobi. Karena dengan masuknya tradisi bhanti-bhanti ke dalam dunia pendidikan, maka akan berdampak pada pengembangan moral dan karekter generasi muda Wakatobi, terutama tradisi bhanti-bhanti Wakatobi dapat menjadi ruang pembelajan yang berbasis nilai-nilai budaya lokal masyarakat Wakatobi.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengolahan data maka terdapat 6 kebutuhan pelanggan terhadap kursi santai, yaitu: (1) k ursi memiliki ukuran yang pas, (2) Kursi memiliki bentuk

Kode Etik Pelayanan Publik Pangkalan Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Jakarta adalah norma moral yang wajib dipedomani oleh setiap Pengawas Perikanan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku penatalaksanaan dismenorea pada siswi kelas X di SMK Negeri 1 Godean Sleman Yogyakarta tahun 2010 saat dilakukan posttest pada

Terpaksa membeli spare part 1 modul power suplay LCD tersebut , dan pesan di dealer LG hampir kurang lebih 2 minggu barang baru datang .Setelah modul power suplay terpasang

Ketiga, hubungan antara pengangguran, la- ma mencari kerja, dan reservation wage me- nunjukkan: tenaga kerja terdidik cenderung menjadi penganggur, lama mencari kerja le- bih

Perawat berpendapat bahwa akreditasi mendorong perawat untuk lebih memperhatikan upaya keselamatan pasien di rumah sakit, diantaranya penerapan standar opeasional

Puji Syukur kepada Tuhan YESUS KRISTUS atas berkat pertolongan yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul : KONFIRMASI

Pertumbuhan dan perbanyakan sel tubuh banyak yang mempengaruhinya, salah satunya adalah tercukupinya kebutuhan energi seperti Adenosin Tri Pospat (ATP) yang berasal