• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUBSTITUSI JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) TERHADAP KARAKTERISTIK ABON KELINCI Oleh Desupi Endayani dan Tedi Akhdiat RINGKASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SUBSTITUSI JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) TERHADAP KARAKTERISTIK ABON KELINCI Oleh Desupi Endayani dan Tedi Akhdiat RINGKASAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

SUBSTITUSI JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) TERHADAP

KARAKTERISTIK ABON KELINCI Oleh

Desupi Endayani dan Tedi Akhdiat RINGKASAN

Penelitian bertujuan untuk mengetahui Substitusi Jamur Tiram Putih (Pleorotus ostreatus) terhadap Karakteristik Abon Kelinci melalui pengujian kadar lemak dan kadar protein

Metode penelitian menggunakan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL). Percobaan ini terdapat 4 perlakuan yaitu (A0) abon daging kelinci tanpa substitusi jamur tiram putih 0%, (A1) abon daging kelinci dengan substitusi jamur tiram putih 10%, (A2) abon daging kelinci dengan substitusi jamur tiram putih 20% dan (A3) abon daging kelinci dengan substitusi jamur tiram putih (30%) dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 6 kali.

Peubah yang diamati adalah kadar protein dan kadar lemak sedangkan untuk mengetahui perlakuan dilakukan perhitungan statistik melalui analisis sidik ragam yang kemudian dilanjutkan dengan uji lanjutan jarak berganda Duncan’s.

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Substitusi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) ke dalam abon kelinci berpengaruh terhadap karakteristik abon daging kelinci yang dihasilkan.

2. Substitusi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) pada perlakuan 20% berpengaruh terhadap karakteristik abon daging kelinci.

A. PENDAHULUAN

A.1. Latar Belakang

Hasil olahan daging kelinci selain dijadikan sate dan sop kelinci bisa juga diproduksi dalam bentuk abon. Abon adalah salah satu hasil pengolahan daging yang mempunyai umur simpan relatif lama, berupa makanan kering berbentuk serpihan atau serabut daging. Abon umumnya olahan daging yang diberi bumbu kemudian mengalami proses pengolahan yaitu digoreng sehingga abon memiliki cita rasa khas. Banyak keunggulan yang diperoleh dari mengkonsumsi daging kelinci, yaitu kandungan protein yang tinggi dan rendah kolesterol dengan kandungan protein 20.80 %, Lemak 10.2 % dan Air 67.90 % (Daftar Komposisi Bahan Makanan, 1999). Sehingga daging kelinci dapat dipromosikan sebagai daging sehat, selain itu kulit dan kotorannya masih mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.

Masyarakat lebih mengenal hasil olahan daging kelinci berupa sate kelinci, nugget dan sop daging kelinci, namun demikian hasil olahan tersebut bisa dikatakan masih kurang mendapatkan respon yang kurang sebagai jenis makanan istimewa. Hal ini diduga karena masyarakat masih menganggap kelinci sebagai hewan hias biasa yang dipelihara, dibanding harus memfungsikannya sebagai ternak potong yang dagingnya dikonsumsi sebagai bahan makanan sehari-hari. Hal tersebut merupakan

(2)

kendala terbesar dalam proses pemasaran berbagai produk olahan dengan bahan

dasar daging kelinci.

Diperlukan suatu inovasi yang membuat konsumen tertarik untuk mengonsumsi abon kelinci sehingga memiliki nilai komersial tinggi, salah satu inovasi tersebut adalah dengan menambahkan jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus). Jamur ini memiliki kandungan nutrisi seperti vitamin, fosfor, besi, kalsium, karbohidrat dan protein.

Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan bahan makanan bernutrisi dengan kandungan 10,5-30,4% protein, 56,6% karbohidrat, 1,7-2,2% lemak. Serat jamur sangat baik untuk pencernaan, kandungan seratnya mencapai 7,4-24,6% sehingga cocok untuk para pelaku diet (Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian, 2010).

Inovasi abon kelinci dengan substitusi jamur tiram putih ini masih belum banyak referensi dan penelitian. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai substitusi jamur tiram putih (Pleuratus ostreatus) terhadap sifat fisiko kimia abon kelinci.

A.2. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas dapat diidentifikasi masalah, sebagai berikut : 1. Sejauhmana pengaruh substitusi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus)

terhadap sifat fisiko kimia abon kelinci.

2. Pada tingkat substitusi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) berapa persen yang paling baik digunakan terhadap sifat fisiko kimia abon kelinci.

A.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh substitusi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dalam abon kelinci terhadap sifat fisiko kimia abon kelinci.

2. Untuk mengetahui pada substitusi berapa persen jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) yang paling baik digunakan terhadap sifat fisiko kimia abon kelinci. A.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian diharapkan berguna sebagai sumber informasi ilmiah serta dapat dijadikan pedoman tentang alternatif pemanfaatan jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus ) dalam proses pembuatan abon kelinci.

A.5. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut : 1. Subtitusi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) berpengaruh terhadap sifat

fisiko kimia abon kelinci yang dihasilkan.

2. Subtitusi daging kelinci pada presentase tertentu akan menghasilkan sifat fisiko kimia abon kelinci yang baik.

(3)

B. TINJAUAN PUSTAKA

B.1. Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)

Jamur tiram putih merupakan jamur pangan dari kelompok Basidiomycota dan termasuk kelas Homobasidiomycetes dengan ciri-ciri umum tubuh buah berwarna putih hingga krem dan tudungnya berbentuk setengah lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung, selain memiliki rasa yang enak jamur tiram putih juga bisa diolah menjadi obat.

Klasifikasi jamur tiram putih : Kerajaan : Fungi Filum : Basidiomycota Kelas : Homobasidiomycetes Ordo : Agaricales Famili : Tricholomataceae Genus : Pleurotus

Spesies : P. ostreatus (Wilkipedia, 2007)

Jamur memiliki rasa yang enak juga memiliki kandungan gizi yang tinggi, kandungan protein nabati yang dikandungnya mencapai 10-30%. Zat gizi lain yang terdapat pada jamur adalah lemak, sebagian besar asam lemak jamur tiram putih merupakan asam lemak tak jenuh yang sangat dibutuhkan oleh tubuh, kandungan zat gizi yang terdapat pada jamur tiram putih protein 27%, lemak 1,6% dan serat pada jamur tiram putih juga cukup tinggi, yaitu berkisar 7,4-27,6% sehingga cocok untuk para pelaku diet (Agro Media, 2010).

B.2. Kelinci dan Potensinya Kelinci diklasfikasikan ke dalam : Kingdom : Animalia Superfilum : Chordata Filum : Vertebrata Klas : Mamalia Ordo : Logomorpha Family : Leporidae

Genus : Pentalagus, Bunolagus, Nesolagus, Romerolagus, Brachylagus, Sylvilagua, Oryctalagus cuniculus, Poelagus, Lepus.

Spesies : Europaeus (Terwelu) dan cuniculus (Kelinci). (Wilkipedia, 2010) Secara umum kelinci terbagi menjadi dua jenis, yakni kelinci bebas, dan kelinci peliharaan, termasuk dalam kategori kelinci bebas adalah terwelu (Lepus curpaums) dan kelinci liar (Orycotalagus cuniculus), dilihat dari jenis bulunya, kelinci terdiri dari jenis berbulu pendek dan panjang. Kelinci terbagi menjadi beberapa tipe berdasarkan bobotnya yaitu tipe kecil, tipe sedang, dan tipe berat, bangsa-bangsa yang menjadi bagian dari tipe tersebut adalah :

Tipe kecil : Polish, Dutch, Nederland Dwarf.

Tipe sedang : New Zealand White, Californian, Carolina, Champagne d’Argent, English Spot, dan Simonoire.

(4)

Tipe Berat : Giant Chinchilla, Flemist Giant, dan Checkered Giant.

(Sarwono, 2005).

Kelinci mempunyai potensi biologis yang tinggi, khususnya kemampuan reproduksi yang cukup produktif yaitu mampu melahirkan 4-8 kali dalam satu tahun dengan jumlah anakan 5-6 ekor per kelahiran, masa kebuntingan 29-35 hari rata-rata 31 hari setelah beranak kelinci induk dapat dikawinkan kembali 3-4 minggu sesudahnya,, interval kelahiran yang pendek, prolifikasi sangat tinggi, mudah dipelihara dan tidak membutuhkan lahan yang luas (Templeton,1968).

Keuntungan lainnya yaitu pertumbuhannya cepat karena mampu memanfaatkan hijauan dan limbah industri pangan maupun pertanian sehingga cocok untuk diternakkan sebagai penghasil daging, memiliki bobot badan yang besar dan tumbuh dengan cepat, seperti Flemish Giant, Chinchilla, New Zealand White, English Spot dan lainnya (Raharjo, 2004).

Kelinci dengan berbagai jenis dan ras menghasilkan 5 jenis produk yang dapat dimanfaatkan, yaitu daging (food), kulit-bulu (fur), kelinci hias (fanci), pupuk (fertilizer) dan hewan percobaan (laboratory animal). (Kertadisastra, 2007).

Kandungan Gizi Daging Kelinci

Kelinci merupakan salah satu ternak yang mempunyai potensi besar untuk dikembangbiakan sebagai penyedia daging, ternak ini mempunyai kemampuan pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, kemampuan untuk memanfaatkan hijauan dan limbah pertanian maupun industri pangan. Kelinci dapat dipelihara dengan skala pemeliharaan kecil maupun besar, sehingga diharapkan dalam waktu singkat dapat menyediakan daging untuk memenuhi kebutuhan protein hewani penduduk Indonesia yang setiap tahunnya meningkat.

Daging kelinci dapat menjadi makanan alternatif yang relatif mudah diperoleh, salah satu khasiat dari daging kelinci dapat mencegah risiko kolesterol dan penyakit jantung namun demikian daging kelinci belum populer sebagai bahan makanan yang biasa dikonsumsi sehari-hari.

Menurut Farel (1994), daging kelinci berserat halus dan warna sedikit pucat sehingga dapat dikelompokkan dalam golongan daging berwarna putih seperti daging ayam, kadar lemaknya rendah dan glikogen

Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Daging Kelinci

Jenis zat gizi Jumlah Satuan Protein 20,8 % Lemak 10,2 % Air 67,9 % Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM, 1999).

Daging mengandung protein, lemak, air dan vitamin dalam komposisi yang berbeda-beda tergantung pada bangsa, makanan dan umur hewan (Palupi, 1986). B.3. Daging

(5)

Daging adalah semua jaringan otot yang layak untuk dimakan dan tidak

menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya, termasuk di dalamnya organ-organ seperti hati, ginjal, paru-paru, limpa, pankreas (Soeparno, 1998).

Kualitas daging sangat ditentukan oleh penampilan karakteristik fisik maupun nutrisinya, kualitas fisik diantaranya warna daging, keempukan dan kadar kolagen, sedangkan kualitas nutrisi ditentukan oleh kadar protein, lemak dan kolesterol (Riyanto, 2001).

Kualitas daging juga dipengaruhi oleh faktor setelah pemotongan antara lain metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, lemak (intramuskuler atau marbling), metode penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot daging (Soeparno, 1994), sebagai bahan utama pembuatan abon kualitas daging tersebut dapat mempengaruhi karakteristik abon yang dihasilkan.

B.4. Abon

Menurut SNI 01-3707-1995 disebutkan abon adalah suatu jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari daging, direbus disuwir-suwir, dibumbui, digoreng dan dipres. Abon sebenarnya merupakan produk daging awet yang sudah lama dikenal masyarakat. Data BPS (1993) dalam Sianturi (2000) menunjukkan bahwa abon merupakan produk nomor empat terbanyak diproduksi.

Abon termasuk makanan ringan atau lauk yang siap saji, produk tersebut sudah dikenal oleh masyarakat umum sejak dulu. Abon dibuat dari daging yang diolah sedemikian rupa sehingga memiliki karakteristik kering, renyah dan gurih, pada umumnya daging yang digunakan dalam pembuatan abon yaitu daging sapi atau kerbau (Suryani dkk, 2007). Komposisi standar kandungan gizi abon tercantum pada tabel 1.

Tabel 2. Standard Industri Indonesia untuk Abon No. 0368-0368 -85.

Komponen Nilai Lemak (maksimum) 30% Gula (maksimum) 30% Protein 20% Air (maksimum) 10% Abu (maksimum) 9%

Aroma, warna dan rasa Khas

Logam berbahaya (Cu, Pb, Mg Zn dan As) Negatif

Jumlah bakteri (maksimum) 3000/g

Bakteri bentuk koli (maksimum) Negatif

Jamur Negatif

Sumber : SII No. 0368-0368-85 (2008). B.5. Kadar Protein

Protein adalah komponen solid terbesar di dalam daging, sehingga daging dapat dikatakan sebagai makanan sumber protein. Protein yang dikandung

(6)

merupakan protein sempurna dalam arti dapat mensuplai semua asam amino esensial

yang dibutuhkan tubuh dan mudah dicerna. Daging bukan merupakan makanan sumber karbohidrat, secara umum, daging hanya mengandung karbohidrat dalam bentuk glikogen sekitar 0.5 – 1.0%. Menurut DeMan (1997) daging mengandung protein 20% sampai 22%.

Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode destruksi total dengan asam keras H2SO4 sambil dipanaskan pada suhu mendidih, menurut cara Kjeldahl (Soediaoetma, 2006).

2.7. Kadar Lemak

Lemak merupakan bentuk ester dari asam lemak dan gliserol, asam lemak dibedakan atas asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh yang dibedakan dari ada atau tidaknya ikatan rangkap pada rantai karbon dari gugus hidroksilnya. Pada asam lemak jenuh, tidak dijumpai adanya ikatan rangkap sedangkan pada asam lemak tidak jenuh dijumpai adanya ikatan rangkap.

Kadar lemak total didapat dengan penentuan secara ekstraksi berkesinambungan (Continous extraction) dengan mempergunakan alat ekstraksi Soxhlet (Sediaoetama, 2006).

(7)

C.1. BAHAN DAN METODE PENELITIAN C.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian dan uji kimia dilakukan di Fakultas Pertanian Universitas Bandung Raya, dan di Laboratorium Kimia Agro, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura, Cikole-Lembang, Kabupaten Bandung Barat, pada bulan Maret 2012.

C.2. Alat dan Bahan Percobaan 1). Peralatan Percobaan

- Kompor gas, wajan, panci, ulekan, pemeras, timbangan, pres abon, plastik, gelas ukur, spatula, cawan porselin, cawan logam, oven, desikator, unit ekstraks lemak, labu Kjeldahl, Erlenmeyer, gelas ukur, kertas saring, alat ekstrak Soxhlet, pipet, tanur listrik, buret dan tabung reaksi.

2). Bahan Percobaan

- Bahan utama yang digunakan adalah daging kelinci dan jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus)

- Bumbu untuk bahan pembuatan abon : bawang merah, bawang putih, ketumbar, gula jawa, minyak goreng, santan kental, air, garam, lengkuas, salam, kecombrang, bumbu penyedap.

- Bahan-bahan kimia yang diperlukan antara lain larutan H2SO4 pekat, H2SO4 1,25%, NaOH 1,25%, HCl 0,02 N, air (H2O), asam borat (H3BO3), NaOH 50%, metil merah 0,2% dalam alkohol, metil biru 0,2 % dalam alkohol, kloroform dan etanol (1:2).

C.3. Metode Penelitian

Metode penelitian experimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Adapun perlakuannya adalah

A0 : Daging kelinci tanpa substitusi jamur tiram putih 0% A1 : Daging kelinci dengan substitusi jamur tiram putih 10% A2 : Daging kelinci dengan substitusi jamur tiram putih 20% A3 :Daging kelinci dengan substitusi jamur tiram putih 30%

Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 6 kali. Pelaksanaan penelitian utama meliputi persiapan, pembuatan abon dan pengujian kualitasnya.

(8)

C.4. Tahap Pembuatan Abon Daging Kelinci Substitusi Jamur Tiram Putih

 Jamur dicuci dengan air bersih dan daging kelinci dicuci menggunakan air es

 Daging kelinci direbus selama 20-30 menit, selanjutnya daging kelinci disuwir sehingga berbentuk serpihan daging halus.

 Perebusan Jamur Tiram Putih

Jamur disuwir-suwir lalu direbus selama lima menit, setelah tampak matang lalu angkat dan dinginkan kemudian diperas sampai terurai.

 Pembuatan Bumbu

Bawang merah, bawang putih, ketumbar, kecombrang, lengkuas di ulek hingga halus, kemudian minyak goreng dipanaskan dalam wajan, masukkan bumbu masak sampai matang, tuangkan santan kental sampai masak sehingga timbul buih, masukkan salam, sereh.

 Masukkan campuran daging kelinci dan jamur tiram putih kedalam bumbu sesuai dengan masing-masing perlakuan yaitu :

A0 = 600 gram daging kelinci (100 %) tanpa jamur tiram putih (0 %) A1 = 540 gram daging kelinci (90%) + 60 gram jamur tiram putih (10 %) A2 = 480 gram daging kelinci (80 %) + 120 gram jamur tiram putih (20 %) A3 = 420 gram daging kelinci (70 %) + 180 gram jamur tiram putih (30 %)

 Penggorengan

Panaskan minyak goreng, masukkan masing-masing perlakuan digoreng dengan menggunakan api kecil.

- Pengepresan Abon Kelinci

Masing-masing perlakuan yang sudah menjadi abon ditiriskan dan dimasukkan abon ke dalam alat pres, dengan cara diputar batang pengepres hingga sisa minyak terpisahkan dari abon, kemudian cabik – cabik dengan garpu, kemudian dimasukkan abon ke dalam plastik.

 Masing-masing perlakuan diulang 6 kali dan dilakukan pengujian terhadap sifat kimia abon daging kelinci dengan substitusi jamur tiram putih meliputi kadar protein dan lemak. Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji F.

C.5. Peubah yang Diamati 1. Kadar Protein

Menggunakan metode Kjeldahl 2. Kadar Lemak

Menggunakan metode AOAC (1995) C.6. Prosedur Analisis Kimia

Kadar Protein Abon Kelinci

Penentuan kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldahl sebagai berikut:

Menurut Sudarmadji, dkk. ( 1997), cara pengukuran ada tiga tahap yaitu destruksi, destilasi dan titrasi.

 Tahap destruksi dimulai dengan menimbang sampel sebanyak 1 gram, lalu dimasukan dalam labu Kjeldahl dan ditambahkan katalisator (selenium mixtur) sebanyak 0,5 gram, kemudian dimasukan 10 ml H2S04 pekat ke

(9)

dalam labu. Sampel didestruksi dalam ruang asam selama 1 sampai 1,5 jam

(sampai cairan menjadi warna jernih).

 Blanko dibuat dengan cara 100 ml aquades yang telah ditambah 40 ml NaOH 45% dan asam borat 5 ml sebagai penangkapnya kemudian didestilasi sampai volume destilat mencapai 40 ml.

 Setelah labu Kjeldahl beserta cairannya menjadi dingin, kemudian cairannya dimasukkan ke dalam labu destilasi (Erlenmeyer volume 1 lt), dan ditambahkan campuran larutan natrium hidroksida dan natrium trisulfat sejumlah 40 ml, selanjutnya didestilasi, tambahkan asam borat sebanyak 5 ml dan diberi 2 tetes indikator metilen blue dan metilen merah.

 Destilasi dilakukan sampai volume destilat pada Erlenmeyer mencapai 40 ml, hasil destilasi dititrasi dengan 0,1 NHCI sampai terjadi perubahan warna cairan.

Kadar protein =( ml titran sampel − ml titran blanko)

mg berat sampel x NHCl x F x 14 x 100% Keterangan : NHCl : Normalitas HCl

F : Faktor Perkalian N 5,70 14 : Berat Molekul Nitrogen

Kadar Lemak Abon Kelinci

Kadar lemak dianalisis menggunakan metode AOAC (1995). Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxhlet dikeringkan dalam oven, setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot tetap, sebanyak lima gram sampel dibungkus dengan kertas saring ditutup dengan kapas yang bebas lemak. Kertas saring yang berisi sampel tersebut dimasukkan dalam alat ektraksi soxhlet, dipasang alat kondensor di atasnya dan labu lemak di bawahnya.

Pelarut lemak (kloroform : etanol = 1:2) dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran yang digunakan, selanjutnya dilakukan refluks minimum lima jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C, setelah itu didinginkan dalam desikator dan dilakukan penimbangan hingga diperoleh bobot tetap.

Kadar lemak =( g ) awal sampel ekstraksi − ( g )akhir

bobot awal sampel x 100%

C.7. Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik

Penelitian dilakukan secara eksperimen, menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan diulang sebanyak 6 kali.

Perlakuan tersebut sebagai berikut :

(10)

A1 = Abon dibuat dari 90% daging kelinci dan 10% jamur tiram putih.

A2 = Abon dibuat dari 80% daging kelinci dan 20% jamur tiram putih. A3 = Abon dibuat dari 70% daging kelinci dan 30% jamur tiram putih.

Model statistik rancangan percobaan yang digunakan untuk menguji hipotesis menurut Steel dan Torrie (1991) adalah sebagai berikut :

Yij = µ + Ti + Σij

Yij = Angka pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah seluruh perlakuan

Ti = Pengaruh perlakuan ke-i

Σij = Pengaruh galat yang timbul secara acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j. r = Ulangan

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam.

Tabel 3. Analisis Sidik Ragam Sumber Ragam Db JK KT F hit F tab 0,01, F tab 0,05 Perlakuan t -1 = 3 JKP KTP KTP/KTG Galat t(r-1) = 20 JKG KTG Total (t.r -1 ) = 23 JKT Hipotesis :

H0 : tidak ada pengaruh perbedaan substitusi daging kelinci dengan jamur tiram putih terhadap sifat fisiko kimia abon daging kelinci.

H1 : terdapat pengaruh perbedaan substitusi daging kelinci dengan jamur tiram putih terhadap sifat fisiko kimia abon daging kelinci.

Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisis menggunakan sidik ragam, dan apabila terdapat pengaruh atau perbedaan yang nyata dari perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan’s (Steel dan Torrie, 1991).

𝑆𝑥 =√KTG r

LSR = SSR x Sx Keterangan :

Sx = standard error

KTG = Kuadrat Tengah Galat r = Ulangan

LSR = Least Significant Range SSR = Studentized Significant Range

(11)

Apabila diperoleh hasil :

1. F hit ≤ F0.01 maka Ho diterima, artinya tidak ada perbedaan hasil antara semua perlakuan.

2. F hit ≥ F0.01 Maka Ho ditolak, artinya ada perbedaan atau bahkan signifikan antar perlakuan

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

D.1. Pengaruh Substitusi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) terhadap Kadar Protein Abon Daging Kelinci.

Hasil analisis pengaruh substitusi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) terhadap kadar protein abon daging kelinci dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 4. Rataan Protein Abon Kelinci yang di Substitusi Jamur Tiram Putih

Ulangan Perlakuan Total

A0 (0%) A1(10%) A2(20%) A3(30%)

1 34.56 45.40 45.83 40.85 166.64 2 36.67 45.85 46.65 41.75 170.92 3 34.79 46.05 46.76 39.69 167.29 4 32.89 45.85 46.79 40.79 166.32 5 32.90 45.89 47.25 40.92 166.96 6 31.79 45.84 47.50 40.80 165.93 Total 203.6 274.88 280.78 244.8 1004.06 Rataan 33.93 45.81 46.80 40.80

Berdasarkan Tabel 4, rataan kadar protein tertinggi terdapat pada abon kelinci yang di substitusi 20 % jamur tiram putih (A2) yaitu sebesar 46.80 %, dan terendah terdapat pada abon kelinci 0 % yang tidak substitusi jamur tiram putih (A0), sebesar 33.93. Hal ini menunjukkan bahwa kadar protein abon daging kelinci sangat dipengaruhi oleh perlakuan substitusi jamur tiram putih.

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran1), perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap kadar protein abon kelinci. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan masing-masing perlakuan, dilakukan uji jarak berganda Duncan’s, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 4. Uji Jarak Berganda Duncan’s Pengaruh Substitusi Jamur Tiram Putih terhadap Kadar Protein Abon Kelinci

(12)

A2 46.80 a A1 45.81 a A3 40.80 b A0 33.93 b Rata-rata 41.84

Ket : Huruf yang sama pada notasi signifikansi tidak menujukkan perbedaan nyata antar perlakuan.

Hasil uji jarak berganda Duncan’s pengaruh substitusi jamur tiram putih terhadap kadar protein abon kelinci, pada tabel 4 menunjukkan, pemberian jamur tiram putih 10 % dan 20 % berbeda nyata lebih tinggi kandungan proteinnya dengan yang 30 % dan 0 %. Hal ini memperlihatkan bahwa substitusi jamur tiram putih memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan protein abon daging kelinci. Fakta tersebut tiada lain akibat kontribusi kandungan protein jamur tiram putih yang dapat meningkatkan kandungan protein saat disubstitusikan dengan daging kelinci dalam pembuatan produk abon daging kelinci sedangkan menurut SII kadar protein abon yang baik minimal 20 %,. Namun demikian, dari ragam perlakuan ternyata A2 adalah yang paling besar kontribusinya terhadap kandungan protein abon daging kelinci walaupun hasil uji jarak berganda Duncan’s tidak memperlihatkan perbedaan nyata antara A2, dan A1. Kandungan protein A2 yang lebih tinggi dibandingkan A1 dan A3 adalah akibat dari imbangan substitusi yang paling proporsional dalam menghasilkan kandungan protein terbesar dari abon daging kelinci yang disubstitusi jamur tiram putih.

D.2. Pengaruh Substitusi Jamur Tiram Putih terhadap Kadar Lemak Abon

Kelinci.

Untuk mengetahui kadar lemak abon kelinci yang disubstitusi jamur tiram putih ini dapat dilihat pada tabel 5 .

Tabel 5. Rataan Kadar Lemak Abon Kelinci yang di Substitusi Jamur Tiram Putih

Ulangan Perlakuan Jumlah

A0 (0%) A1(10%) A2(20%) A3(30%)

1 43.85 39.43 30.68 34.25 148.21 2 43.99 38.85 31.57 35.35 149.76 3 43.97 38.70 30.60 34.25 147.52 4 43.86 39.37 30.59 33.35 147.20 5 43.98 37.87 31.65 34.25 147.76 6 43.95 38.66 30.85 34.27 147.75 Jumlah 263.66 232.88 185.93 205.72 888.19 Rataan 43.93 38.81 30.99 34.29 148.03

Ket : Huruf yang sama pada notasi signifikansi tidak menujukkan perbedaan nyata antar perlakuan.

(13)

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa rataan kadar lemak terendah terdapat pada abon kelinci yang disubstitusi 20% jamur tiram putih (A2) yaitu sebesar 30,99%, diikuti perlakuan dengan substitusi 30% jamur tiram putih (A3) yaitu 34,29%, kemudian diikuti perlakuan dengan substitusi 10% jamur tiram putih (A1) yaitu 38,81% dan tertinggi pada perlakuan tapa substitusi 0% jamur tiram putih (A0). Hal ini menunjukkan bahwa kadar lemak abon daging kelinci sangat dipengaruhi oleh perlakuan substitusi jamur tiram putih. Untuk melihat perbedaan antar perlakuan, maka dilakukan uji lanjutan jarak berganda Duncan’s.

Tabel 6. Uji Jarak Berganda Duncan’s Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Lemak Abon Kelinci.

Perlakuan Rataan Kadar Lemak Notasi Signifikansi

A0 43,93 a

A1 38,81 a

A3 34,29 b

A2 30,99 b

Rataan 37,01

Hasil uji jarak berganda Duncan’s pengaruh substitusi jamur tiram putih terhadap kadar lemak abon kelinci, pada tabel 6 menunjukkan, pemberian jamur tiram putih 0 % dan 10 % berbeda nyata lebih tinggi kadar lemaknya dengan yang 30 % dan 20 %. Hal ini memperlihatkan bahwa substitusi jamur tiram putih memberikan pengaruh nyata terhadap kadar lemak abon daging kelinci. Fakta tersebut tiada lain akibat kontribusi kandungan lemak jamur tiram putih yang dapat meningkatkan dan atau menurunkan kandungan lemak saat disubstitusikan dengan daging kelinci dalam pembuatan produk abon daging kelinci

Berdasarkan hasil uji analisis laboratorium tersebut ternyata perlakuan A2 (20%) memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar lemak abon daging kelinci yang sesuai dengan standar SII yaitu maksimum 30 %

(14)

E. KESIMPULAN

Kesimpulan

1. Substitusi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) ke dalam abon kelinci berpengaruh terhadap sifat kimia protein dan lemak abon daging kelinci yang dihasilkan.

2. Substitusi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) pada perlakuan 20% yang paling baik pengaruh terhadap sifat kimia protein dan lemak abon daging kelinci yang dihasilkan.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Agro Media Pustaka. 2010. Bertanam Jamur Tiram Konsumsi. PT Agro Media Pustaka. Jakarta Selatan.

DeMan, M. John. 1997. Kimia Makanan. ITB. Bandung. Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian, 2010.

Diwyanto, K., T. Sartika. Moerfiah dan Subandriyo. 1985. Pengaruh Persilangan Terhadap Nilai Karkas dan Preferensi Daging Kelinci Panggang. Ilmu dan Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.1(10).

Farel, D.J. dan Y.C. Raharjo 1994. Potensi Ternak Kelinci Sebagai Penghasil Daging. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Forrest, J.C., Aberle,E.D., Hendrick,H.B., Judge,M.D dan Merkel,R.A. 1975.

Principles Of Meat Science.W.H. Freemen and Co, San Francisco. Kartika, B., Hastuti P., dan Supartono, W. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan

Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta. Mansur Faiz. 2009, Kelinci Pemeliharaan Secara Ilmiah, Tepat dan Terpadu.

Nuansa, Bandung.

Misnawi. 1999. Peranan Pengolahan Terhadap Pembentukan Citarasa. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. , Jember.

Pradnyamitha. 2010. Jamur Tiram Makanan Para Dewa. [terhubung berkala]. http://bayivegetarian.com/?tag=jamur-tiram 15 Jun 2012.

Raharjo, C.Y., 2004. Rex Alternatif Untuk Pengembangan Ternak Kelinci. Balai Penelitian Ternak. Ciawi. Bogor.

Rahayu, W.P. 1998, Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan

Tekhnologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Riyanto, E. 2001. Karakteristik Kulitas Fisik dan Nutrisi Daging Sapi PO Pada Berbagai Macam Otot. Buletin Peternakan Fakultas Peternakan UNDIP. Sediaoetama, D. A. 2006. Ilmu Gizi. Dian Rakyat.

Soekarto, Soewarno T., 1981, Penilaian Organoleptik, Untuk Industri Pangan dan Hasil Petanian Pangan dan Hasil Pertanian, PUSBANTEPA / FOOD TECHNOLOGY DEVELOPMEN CENTER, Institut Pertanian Bogor. Soeparno, 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada Press, Yogyakarta. Sudarmadji, S. B. Haryono dan Suhardi, 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberti. Yogyakarta.

SNI 07-2332-2009. Cara Uji Mikrobiologi Perhitungan Kapang dan Khamir pada Produk Perikanan. Dewan Standarisasi Perikanan. Jakarta.

(16)

SNI 01-3707-1995. Abon. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Standar Industri Indonesia (SII). Kwalitas Abon, No. 0368-80-0368.85. (2008). Steel, R. G. D. and J. H. Torrie 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu

Pendekatan Biometik. Edisi kedua, PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Templeton, 1968. Domestic Rabbit Production The Inter State Printers and

Publisher. Inc., Danvilli.,Illinolis.

Trubus. 2007. Pijakan Anyar Jamur Tiram. Jakarta : Trubus Swadaya. http://id.wikipedia.org/wiki/Jamur_tiram.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini aadalah mengidentifikasi tingkat ketersediaan infrastuktur dan pemanfaatannya oleh penduduk di kawasan perkotaan Cianjur yang meliputi ketersediaan

Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji tingkat kepadatan penduduk dan persebarannya serta mengkaji proyeksi penduduk dan

3 apa yang kita punya itu diikutin itu suatu kebanggan untuk diriku kan, kayak kok muka kamu bersih, kamu pake apa produk apa, nah dari situ lah kita bisa

[r]

[r]

Serangga yang paling efektif untuk penyerbukan tanaman kelapa sawit adalah Elaeidobius kamerunicus dan E.. Penurunan populasi

Ngguwo pada area penelitian data pemetaan flora ditemukan 19 jenis dengan total individu adalah 772 individu, dimana jenis Mahoni ( Swietenia macrophylla ) merupakan jenis yang

Dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, guru Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti tentu tidak lepas dari media dan sumber belajar, karena media dan sumber.. belajar