• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Rasio Kemandirian, Rasio Aktivitas, dan Rasio Pertumbuhan untuk Mewujudkan Efisiensi Anggaran (Studi pada Kabupaten Madiun)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Rasio Kemandirian, Rasio Aktivitas, dan Rasio Pertumbuhan untuk Mewujudkan Efisiensi Anggaran (Studi pada Kabupaten Madiun)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Copyright © 2019 Penulis

Analisis Rasio Kemandirian, Rasio Aktivitas, dan Rasio

Pertumbuhan untuk Mewujudkan Efisiensi Anggaran

(Studi pada Kabupaten Madiun)

Theresia Purbandari

Universitas Katolik Widya Mandala Madiun email: lp3m@widyamandala.ac.id

Abstrak

Penelitian ini menganalisis APBD, rasio kemandirian, rasio aktivitas, rasio pertumbuhan, efisiensi anggaran Kabupaten Madiun. Objek penelitian adalah Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Madiun. Desain penelitian adalah deskriptif kualitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa APBD Kabupaten Madiun Tahun 2013 – 2016, pendapatan daerah mengalami peningkatan signifikan setiap tahunnya, namun juga dibebani dengan peningkatan belanja daerah. Berdasarkan hasil analisis rasio kemandirian keuangan daerah sebesar 10,46%. Hal ini berarti bahwa kemampuan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Madiun dalam membiayai kegiatan pemerintahannya dalam klasifikasi rendah, sehingga termasuk dalam golongan instruktif. Dengan menggunakan referensi dari Permenkeu No 49/PMK.02/2017 Tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2018, beberapa belanja honorarium sebaiknya dihapuskan atau diminimalkan dengan berdasarkan aturan di Permenkeu, misal honorarium panitia pelaksana kegiatan, baik yang umum maupun tertentu. Sedangkan honorarium lainnya masih bisa dipertahankan namun diminimalkan pada level yang paling efisien. Pemerintah Kabupaten Madiun, sudah menyusun Analisis Standar Belanja (ASB), namun belum dipergunakan dan dimanfaatkan secara optimum untuk kebutuhan standarisasi belanja, dimana ASB dapat dipakai sebagai tolok ukur efisiensi antara usulan OPD dan upaya pengendalian oleh TAPD. ASB harus kontinu dievaluasi, dengan membandingkan antara ASB dengan realisasi pelaksanaan belanja kegiatan tersebut, sehingga diperoleh batas optimum efisiensi belanja kegiatan di Kabupaten Madiun.

Kata kunci: rasio kemandirian; rasio aktivitas; rasio pertumbuhan; efisiensi; anggaran

PENDAHULUAN

Era globalisasi telah membawa dampak terhadap tuntutan kebutuhan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Tuntutan yang telah merambah berbagai lini kehidupan tersebut, kini kian menjadi inspirasi dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Disadari bahwa kebutuhan masyarakat dari hari ke hari semakin kompleks dan menantang untuk dihadapi secara profesional. Terutama dalam mewujudkan pelayanan masyarakat yang berkualitas oleh berbagai kalangan institusi birokrasi.

Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara. Dalam rangka hal tersebut, diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, dan nyata

(2)

sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdayaguna, berhasilguna, bersih dan bertanggungjawab serta bebas KKN. Good governance yang dimaksud adalah merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public good and services disebut governance (pemerintahan atau kepemerintahan), sedangkan praktek terbaiknya disebut “good governance“ (kepemerintahan yang baik). Good governance yang efektif menuntut adanya“alignment” (koordinasi) yang baik dan integritas, professional serta etos kerja dan moral yang tinggi, dengan demikian penerapan konsep good governance penyelenggaraan kekuasaan pemerintah negara merupakan tantangan tersendiri. Instansi pemerintahan sekarang dituntut untuk menciptakan kinerja pegawai yang tinggi guna pengembangan pelayanan publik. Pemerintah harus mampu membangun dan meningkatkan kinerja di dalam lingkungannya. Keberhasilan pemerintah tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu factor penting adalah sumber daya manusia, karena sumber daya manusia merupakan pelaku dari keseluruhan tingkat perencanaan sampai dengan evaluasi yang mampu memanfaatkan sumber daya lainnya yang dimiliki oleh pemerintah.

Reformasi pengelolaan keuangan negara telah dilaksanakan melalui paket Undang-undang yang terdiri dari Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara. Reformasi tersebut telah menghasilkan berbagai perbaikan dalam sistem, prosedur dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara, termasuk di dalamnya keuangan daerah. Salah satu aspek yang harus diperhatikan dari reformasi tersebut adalah penggunaan sistem anggaran berbasis kinerja yang membawa konsekwensi tanggung jawab pengelolaan keuangan negara/daerah melekat pada jabatan yang diemban oleh seorang pegawai negeri sipil. Sebagai konsekwensi dari tanggung jawab tersebut, perlu upaya-upaya serius agar pejabat negara dapat melakukan pengelolaan keuangan negara/daerah dengan lebih berkualitas.

Sebagai tindak lanjut terhadap pelaksanaan peraturan perundangan tersebut, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2004 yang menegaskan bahwa rencana kerja dan anggaran yang disusun menggunakan tiga pendekatan, yaitu: (1) anggaran terpadu (unified budget); (2) kerangka pengeluaran jangka menengah biasa disebut KPJM (medium term expenditure framework); dan (3) penganggaran berbasis kinerja biasa disebut PBK (performance based budget).

Tuntutan masyarakat, tantangan lingkungan global, dan batasan-batasan dalam perundangan/peraturan, menjadi faktor pemicu perubahan budaya penganggaran belanja kegiatan di semua program/kegiatan. Pemerintah mensyaratkan bahwa anggaran belanja pegawai idealnya sebesar 30% dari APBD. Konsekuensi yang dihadapi adalah harus mengambil langkah efisiensi dalam setiap komponen belanja daerah.

Pendekatan gerakan efisiensi lebih menekankan pada perubahan pola pikir dan perilaku untuk menggunakan anggaran secara lebih bijak dan beretika. Walaupun anggaran tersedia, hanya akan dipergunakan apabila benar-benar diperlukan.

Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintah untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita-cita bangsa bernegara. Dalam rangka itu diperlukan perkembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan legitimate, sehingga penyelenggaran pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdayaguna, berhasilguna, bersih dan bertanggungjawab, serta bebas dan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

(3)

Sejalan dengan itu, dan dalam rangka pelaksanaan ketetapan MPR RI Nomor 10 Tahun1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme dan undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaran negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme sebagai tindak lanjut dan ketetapan MPR tersebut, telah diterbitkan instruksi presiden nomor 7 Tahun 1999 tentang akuntabilitas kinerja pemerintah. Dalam pasal 3 undang-undang tersebut dinyatakan tentang asas-asas umum penyelenggaran negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas. Menurut penjelasan undang-undang tersebut, asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dan kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Presiden berkewajiban mempertanggungjawabkan seluruh kegiatan pemerintahan secara periodik kepada MPR. Pertanggungjawaban presiden tersebut merupakan akumulasi dari keseluruhan pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan instansi pemerintah baik pusat maupun daerah yang perlu disampaikan pula kepada DPR atau DPRD.

Oleh sebab itu, Inpres Nomor 7 Tahun 1999 mewajibkan setiap instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan negara mulai dan pejabat eselon II ke atas untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan funsinya serta kewenangan pengelolaan sumber daya dan kebijaksanaan yang dipercayakan kepadanya berdasarkan perencanaan strategik yang dirumuskan sebelumnya. Dalam rangka pelaksanaan instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas kinerja instansi pemerintah tersebut, presiden menugaskan kepala Lembaga Administrasi Negara untuk menetapkan pedoman penyusunan pelaporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai bagian dan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.

Akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (AKIP): adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi, terdiri dari berbagai komponen yang merupakan satu kesatuan, yaitu perencanan stratejik, perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, dan pelaporan kinerja. Laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP): adalah dokumen yang berisi gambaran perwujudan AKIP yang disusun dan disampaikan secara sistematik dan melembaga. LAKIP bermanfaat antara lain untuk: 1) Mendorong instansi pemerintah untuk menyelenggarakan tugas umum pemerintah dan pembangunan secara baik dan benar (good governance) yang didasarkan pada peraturan perundang-undanagan yang berlaku, kebijaksanaan yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat; 2) Menjadikan instansi pemerintah yang akuntabel sehingga dapat beroperasi secara efisien, efektif, dan responsif terhadap aspirasi masyarakat dan lingkungannya; 3) Menjadi masukan dan umpan balik bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka meningkatkan kinerja instansi pemerintah.

Honor Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah: Belanja Langsung Pasal 50: Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) huruf b dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari: 1) belanja pegawai; 2) belanja barang dan jasa; dan 3) belanja modal. Pasal 51: Belanja pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf a untuk pengeluaran honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah. Pasal 53: (1) Belanja modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf c digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam

(4)

rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya; (2) Nilai pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dianggarkan dalam belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun aset; (3) Belanja honorarium panitia pengadaan dan administrasi pembelian/pembangunan untuk memperoleh setiap aset yang dianggarkan pada belanja modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggarkan pada belanja pegawai dan/atau belanja barang dan jasa.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, bab 4: pangkat dan jabatan: bagian kesatu: pangkat dan jabatan: pasal 46 (1) Pangkat merupakan kedudukan yang menunjukan tingkatan Jabatan berdasarkan tingkat kesulitan, tanggung jawab, dampak, dan persyaratan kualifikasi pekerjaan yang digunakan sebagai dasar penggajian. (2) Pangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai gaji, tunjangan dan fasilitas bagi PNS. bab 9: penggajian, tunjangan, dan fasilitas: pasal 303: (1) PNS diberikan gaji, tunjangan, dan fasilitas. (2) Gaji, tunjangan, dan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, analisis rasio terhadap APBD perlu dilaksanakan (Halim, 2008: 232). Hasil analisis rasio tersebut dapat digunakan untuk (Halim, 2008: 230): 1) menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi daerah; 2) mengukur efisiensi dan efektifitas dalam merealisasikan pendapatan daerah; 3) mengukur sejauh mana aktivitas Pemerintah Daerah dalam membelanjakan pendapatan daerahnya 4) mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah; 5) melihat pertumbuhan/perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan selama periode waktu tertentu.

Rasio Kemandirian Keuangan Daerah. Rasio ini menggambarkan tingkat ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama pemerintah pusat dan propinsi) semakin rendah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama PAD.

Harsey dan Blancard dalam Halim (2002:168-169) memperkenalkan “hubungan situasional” dalam pelaksanaan otonomi daerah: 1) Pola Hubungan Instruktif. Apabila tingkat kemandirian 0%-25% berarti kemampuan keuangan daerah tersebut rendah sekali, maka daerah tersebut sangat bergantung pada pemerintah pusat yang berarti daerah tersebut tidak mampu melaksanakan otonomi daerah; 2) Pola Hubungan Konsultatif. Apabila tingkat kemandirian 25% -50% berarti kemampuan keuangan daerah tersebut rendah, namun campur tangan pemerintah pusat berkurang yang berarti daerah tersebut dianggap sedikit mampu melaksanakan otonomi daerah; 3) Pola Hubungan Partisipatif. Apabila tingkat kemandirian 50% -75% berarti kemampuan keuangan daerah tersebut sedang, dengan demikian daerah yang bersangkutan mendekati mampu melaksanakan otonomi daerah; 4) Pola Hubungan Delegatif. Apabila tingkat kemandirian 75% -100% berarti kemampuan keuangan daerah tersebut tinggi, maka campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada karena daerah tersebut telah benar-benar mampu mandiri dalam melaksanakan otonomi daerah.

Rasio aktivitas menggambarkan bagaimana pemda/pemkot memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang

(5)

dialokasikan untuk belanjarutin berarti persentase belanja investasi/pembangunan yang digunakan menyediakan sarana dan prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil.

Rasio pertumbuhan mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah/pemerintah kota dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari satu periode ke periode berikutnya dengan diketahuinya pertumbuhan untuk masing-masing komponen penerimaan (PAD dan total pendapatan) dan pengeluaran (belanja pembangunan).

Dari paparan di atas, maka dirumuskan masalah: 1) Bagaimana APBD Kabupaten Madiun Tahun 2013-2016?; 2) Bagaimana rasio kemandirian, rasio aktivitas, dan rasio pertumbuhan Kabupaten Madiun Tahun 2013-2016? 3) Bagaimana efisiensi anggaran Kabupaten Madiun Tahun 2013-2016?

Tujuan dari tulisan ini adalah: 1) menganalisis APBD Kabupaten Madiun; 2) menganalisis rasio kemandirian, rasio aktivitas, dan rasio pertumbuhan Kabupaten Madiun; 3) mengkaji efisiensi anggaran PNS.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Objek penelitian ini adalah Badan Perencanan Pembangunan Daerah Kabupaten Madiun. Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi yang kemudian digambarkan dan dilukiskan secara sistematis sehingga dapat diperoleh suatu kesimpulan yang akurat, relevan, dan objektif. Proses analisis data secara kualitatif dimulai dengan menelaah data yang diperoleh dari berbagai sumber atau informasi, baik melalui wawancara maupun studi dokumentasi. Data tersebut terlebih dahulu dibaca, dipahami, dan ditelaah, kemudian dianalisis. Deskripsi dan analisis data dilakukan melalui tahapan berikut: 1) Analisis Keuangan APBD; 2) Analisis Standar Biaya Umum; 3) Perumusan mekanisme efisiensi anggaran. Hasil analisis data dan temuan di lapangan selanjutnya dilakukan Focus Group Discussion (FGD) yang dihadiri oleh Perwakilan OPD yaitu Bappeda, Inspektorat, Bagian Administrasi Pembangunan, Bagian Hukum, serta Badan Kepegawaian Daerah Pemerintah Kabupaten Madiun. Tahap FGD ini juga bertujuan untuk melakukan crosscheck terhadap data hasil lapangan dan skenario formulasi efisiensi anggaran. Hasil FGD selanjutnya dijadikan acuan untuk menyusun analisis, revisi, dan kesimpulan akhir.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi dan Analisis APBD Kabupaten Madiun

Data APBD Kabupaten Madiun yang dianalisis berdasarkan LRA yang dipublikasikan di BPS Kabupaten Madiun dan dilengkapi dengan data dari Tim Bappeda Kabupaten Madiun.Data LRA yang dapat diperoleh dari tahun 2013, 2014, 2015, dan 2016.Analisis data LRA APBD Kabupaten Madiun ditujukan untuk mendapatkan gambaran pendapatan daerah dan proporsi belanja di APBD.Dengan demikian dapat diketahui kemampuan keuangan daerah untuk membiaya pembangunan di Kabupaten Madiun.

Berikut ini data pendapatan daerah secara total yang bersumber dari data LRA Kabupaten Madiun. Data realisasi pendapatan daerah dengan datum tahun 2013, jumlah total pendapatan

(6)

daerah Kabupaten Madiun sebesar Rp. 1.182.864.757.088,32. Jumlah total pendapatan daerah tahun 2014 mengalami kenaikan sebesar 17,13% dari tahun 2013, sebesar Rp. 1.385.534.542.703,69. Tahun 2015 jumlah total pendapatan daerah Kabupaten Madiun naik sebesar 17,14% dari tahun 2014. Sedangkan tahun 2016, kenaikkannya relative lebih kecil hanya 6,43% saja, dari pendapatan daerah tahun 2015.

Tabel 1. Realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten Madiun Tahun 2013 – 2016

No Tahun Jumlah % (+/-)

1. 2013 1.182.864.757.088,32 0,00%

2. 2014 1.385.534.542.703,69 17,13%

3. 2015 1.622.962.461.463,79 17,14%

4. 2016 1.727.312.699.928,91 6,43%

Sumber LRA Kabupaten Madiun, diolah

Berdasarkan jumlah absolut pendapatan daerah Kabupaten Madiun setiap tahun dalam 4 (empat) tahun data yang dianalisis, menunjukkan trend positif kenaikkan jumlah pendapatannya. Namun prosentase kenaikkan mengalami penurunan pendapatan daerah di tahun 2016.

Dengan menggunakan data LRA dari basis tahun yang sama, dapat ditampilkan, kecenderungan kenaikkan realisasi belanja daerah setiap tahunnya. Dengan datum data realisasi belanja daerah tahun 2013, jumlah total belanja daerah Kabupaten Madiun sebesar Rp. 1.140.996.797.668,38. Jumlah total belanja daerah tahun 2014 mengalami kenaikan sebesar 15,15% dari tahun 2013, sebesar Rp. 1.313.906.804.803,31. Tahun 2015 jumlah total belanja daerah Kabupaten Madiun turun menjadi sebesar 8,31% dari tahun 2014. Sedangkan tahun 2016, terjadi kenaikkan belanja daerah sebesar 12,33%, dari pendapatan daerah tahun 2015.

Tabel 2. Realisasi Belanja Daerah Kabupaten Madiun Tahun 2013 – 2016

No Tahun Jumlah % (+/-)

1. 2013 1.140.996.797.668,38 0,00%

2. 2014 1.313.906.804.803,31 15,15%

3. 2015 1.423.096.021.535,72 8,31%

4. 2016 1.598.572.243.599,89 12,33%

Sumber LRA Kabupaten Madiun, diolah

Sejalan dengan peningkatan pendapatan daerah, secara liniear diikuti dengan peningkatan belanja daerah.

Berdasarkan data LRA Kabupaten Madiun dari Tahun 2013 s.d Tahun 2016, pendapatan daerah mengalami kenaikkan signifikan, namun dikuti dengan belanja daerah. Bahkan pada tahun 2016, dimana pendapatan daerah meningkat sebesar 6,43% tetapi belanja daerah naik 12,33% lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Akibatnya terjadi defisit di APBD Kabupaten Madiun sebesar Rp. 106.777.168.190,98. Penyebab timbulnya defisit dapat terjadi karena berbagai faktor.Karena perubahan kebijakan dari pemerintah pusat yang berimbas kepada pendapatan dan belanja daerah.Namun faktor utama ketimpangan antara pendapatan dan belanja daerah. Tentunya terjadinya defisit akan menjadi beban pada APBD tahun selanjutnya.

Tabel 3. Surplus/Defisit APBD Kabupaten Madiun Tahun 2013 -2016

No Tahun Jumlah

(7)

2. 2014 71.627.737.900,38

3. 2015 41.904.813.127,0

4. 2016 (106.777.168.190,98)

Sumber LRA Kabupaten Madiun, diolah Analisis Rasio Keuangan APBD

Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Rasio Kemandirian Keuangan Daerah. Rasio ini menggambarkan tingkat ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama pemerintah pusat dan propinsi) semakin rendah.Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama PAD.

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Rasio Kemandirian=--- x 100% Sumber pendapatan dari pihak ekstern

Tabel 4. Komposisi Sumber Pendapatan Daerah Kabupaten Madiun Tahun 2013 – 2016

No Tahun Pendapatan Daerah Pendapatan Asli Daearah Pendapatan Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 1. 2013 1.182.864.757.088,32 83.428.636.445,32 847.604.077.548,00 251.832.043.095,00 2. 2014 1.385.534.542.708,69 120.673.146.575,69 929.365.868.564,00 335.495.517.564,00 3. 2015 1.622.962.461.463,79 149.628.355.467,79 1.386.805.254.782,00 86.528.851.214,00 4. 2016 1.727.312.699.928,91 163.635.265.620,91 1.458.590.805.970,00 105.086.628.338,00 Sumber LRA Kabupaten Madiun, diolah

Tabel 5. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten Madiun Tahun 2013 – 2016 No Tahun Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

1. 2013 7,59 %

2. 2014 9,54 %

3. 2015 10,16%

4. 2016 10,46%

Sumber LRA Kabupaten Madiun, diolah

Berdasarkan hasil perhitungan yang ditampilkan pada tabel 5 di atas, dapat diketahui bahwa angka prosentase Rasio Kemandirian Keuangan Daerah tertinggi hanya sebesar 10,46%.Hal ini berarti bahwa kemampuan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Madiun dalam membiayai kegiatan pemerintahannya dalam klasifikasi rendah, sehingga termasuk dalamgolongan instruktif.Ini disebabkan karena PAD yang dihasilkan lebihkecil bila dibanding dengan Sumber Pendapatan dari Pihak Ekstern. Dalam klasifikasi oleh Harsey & Blancard, posisi ini dimaknai bahwa daerah tersebut termasuk tidak mampu melaksanakan otonomi daerah.

(8)

Rasio ini menggambarkan bagaimana pemda/pemkot memprioritaskanalokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secaraoptimal. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanjarutin berarti persentase belanja investasi/pembangunan yang digunakanmenyediakan sarana dan prasarana ekonomi masyarakat cenderungsemakin kecil.

Total Belanja Rutin

Rasio Aktivitas = --- x 100% Total APBD

Tabel 6. Rasio Aktivitas Keuangan Daerah Kabupaten Madiun Tahun 2013 – 2016 No Tahun Pendapatan Daerah Belanja Operasi / Tidak

Langsung Rasio Aktivitas

1. 2013 1.182.864.757.088,32 763.810.716.718,18 64,57%

2. 2014 1.385.534.542.703.69 833.570.615.158,50 60,16%

3. 2015 1.622.962.461.463,79 1.094.573.624.444,92 67,44%

4. 2016 1.727.312.699.828,91 1.154.759.196.109,96 66,85%

Sumber LRA Kabupaten Madiun, diolah

Dari tahun 2013 s.d. tahun 2016, prosentase belanja operasi atau belanja tidak langsung fluktuatif, tapi cenderung naik. Tahun 2014, prosentase sebesar 60,16% yang berarti, hanya sebesar 39,84% saja yang dialokasikan untuk belanja modal atau belanja tidak langsung. Dimana belanja ini ditujukan untuk menambah asset daerah, sekaligus fasilitas layanan kepada masyarakat.

Prosentase terbesar ditahun 2015, sebesar 67,44%. Dan tahun 2016 sebesar 66,85%, turun sedikit disbanding tahun anggaran 2015. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanjarutin berarti persentase belanja investasi/pembangunan yang digunakanmenyediakan sarana dan prasarana ekonomi masyarakat cenderungsemakin kecil.

Rasio Pertumbuhan

Rasio pertumbuhan mengukur seberapa besar kemampuan pemerintahdaerah/pemerintah kota dalam mempertahankan dan meningkatkankeberhasilannya yang telah dicapai dari satu periode ke periode berikutnyadengan diketahuinya pertumbuhan untuk masing-masing komponenpenerimaan (PAD dan total pendapatan) dan pengeluaran (belanjapembangunan).

Tabel 7. Data Pendapatan Daerah, Belanja Operasi, Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal Kabupaten Madiun Tahun 2013 – 2016

No Tahun Pendapatan Daerah Belanja Operasi / Tidak Langsung Pendapatan Asli Daerah Belanja Modal 1. 2013 1.182.864.757.088,32 763.810.716.718,18 83.428.636.445,32 185.514.724.351,00 2. 2014 1.385.534.542.703,69 833.570.615.158,50 120.673.156.575,69 239.470.373.397,40 3. 2015 1.622.962.461.463,79 1.094.573.624.444,92 149.628.355.467,79 327.742.397.090,80 4. 2016 1.727.312.699.928,91 1.154.759.196.109,96 163.635.265.620,91 443.813.047.489,93 Sumber LRA Kabupaten Madiun, diolah

Rasio pertumbuhan :

Realisasi Penerimaan PAD Xn−Xn−1

Rasio Pertumbuhan PAD : = --- x 100% Realisasi Penerimaan PAD Xn−1

Realiasasi Penerimaan Pendapatan Xn −Xn−1

(9)

Realisasi Penerimaan Pendapatan Xn−1

Realisasi Belanja Operasional Xn −Xn−1

Rasio Pertumbuhan Belanja Oprasional : = --- x 100% Realisasi Belanja Operasional Xn−1

Realisasi Belanja Modal Xn−Xn−1

Rasio Pertumbuhan Belanja Modal : = --- x 100% Realisasi Belanja Modal Xn −1

Tabel 8. Rasio Pertumbuhan Pada APBD Kabupaten Madiun Tahun 2013 – 2016

No Rasio 2013 2014 2015 2016

1. Rasio pertumbuhan PAD 0,00% 44,64% 23,99% 9,36%

2. Rasio Pertumbuhan Pendapatan 0,00% 17,13% 17,14% 6,43%

3. Rasio Pertumbuhan Belanja Operasional 0,00% 9,13% 31,31% 5,50%

4. Rasio Pertumbuhan Belanja Modal 0,00% 29,08% 36,86% 35,42%

Sumber LRA Kabupaten Madiun, diolah

Mencermati tabel 8 secara keseluruhan memiliki kecenderungan penurunan prosentase rasio pertumbuhan meskipun jumlah absolut anggaran naik.Berikut ini penjelasan tentang rasio pertumbuhan PAD, Pendapatan Daerah, Belanja operasional dan Belanja Modal.

Rasio Pertumbuhan PAD

Pada tahun 2013 PAD sebesar Rp. 83.428.636.445,32.Tahun 2014 sebesar Rp. 120.673.156.575,69. Tahun 2015 sebesar Rp. 149.628.355.467,79. Tahun 2016 sebesar Rp. 163.635.265.620,91. Angka absolut Pendapatan Asli daerah Kabupaten Madiun setap tahun naik terus.Rasio Pertumbuhan PAD tahun 2013 sebesar 0,00% adalah tahun datum analisis. Rasio pertumbuhan PAD tahun 2014 sebesar 44,64%, tahun tersebut PAD kabupaten Madiun meningkat lebih besar sebanyak 44,64% dari tahun sebelumnya. Rasio Pertumbuhan PAD tahun 2015 sebesar 23,99% dan Rasio Pertumbuhan PAD tahun 2016 sebesar 9,36%. Prosentase rasio pertumbuhan PAD yang fluktuatif, dapat dijadikan bahan evaluasi bagi Pemerintah Kabupaten Madiun, untuk mengetahui apa penyebabnya. Pemerintah Kabupaten Madiun dituntutmempertahankan dan meningkatkan perolehan PAD dengan cara mengoptimalkankemampuanya dalam meningkatkan perolehan PAD dari sektor Pajak Daerah dan Lain-lain PAD yang sah.

Rasio Pertumbuhan Pendapatan

Pada tahun 2013 pendapatan daerah sebesar Rp 1.182.864.757.088,32, karena tahun 2013 sebagai tahun awal dari analisis, maka rasio pertumbuhan sebesar 0,00% (tahun datum). Tahun 2014 pendapatan daerah Kabupaten Madiun sebesar Rp 1.385.534.542.703,69 dengan Rasio Pertumbuhan Pendapatan tahun 2014 sebesar 17,13%. Hal ini berarti kemampuan Pemerintah Daerah Kabupaten Madiun dalam mempertahankan dan meningkatkan perolehan pendapatandari tahun 2013 ke tahun 2014 sebesar 17,13%. Pertumbuhan inidisebabkan karena Pemerintah Daerah Kabupaten Madiun telah berhasilmengoptimalkan kemampuannya dalam meningkatkan perolehanpendapatan.

(10)

Tahun 2015 pendapatan daerah juga mengalami kenaikan sebesarRp 1.622.962.461.463,79 sehingga diperoleh Rasio Pertumbuhan Pendapatansebesar 17,14%. Artinya tahun 2015, pendapatan daerah Kabupaten Madiun naik sebesar 17,14% dari pendapatan daerah tahun 2014. Sedangkan tahun 2016 pendapatan daerah Kabupaten Madiun sebesar Rp 1.727.312.699.928,91 sehingga diperoleh Rasio Pertumbuhan Pendapatan sebesar 6,43%. Rasio pertumbuhan pendapatan mengalami penurunan, hal ini menjadi catatan bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kinerja dan mempertahankan pencapaian sebelumnya.

Rasio Belanja Operasi

Belanja Operasi tahun 2013 sebesar Rp 763.810.716.718,18 karena tahun 2013 sebagai tahun awal dari analisis, maka rasio pertumbuhan sebesar 0,00% (tahun datum). Tahun 2014belanja operasi menjadi sebesar Rp 833.570.615.158,5 sehinggadiperoleh Rasio Pertumbuhan Belanja Operasi tahun 2014 sebesar 09,13%. Pertumbuhan ini disebabkan oleh naiknya Belanja AparaturPublik dan Belanja Aparatur Daerah.

Belanja Operasi tahun 2015 mengalami kenaikan menjadiRp 1.094.573.624.444,92 sehingga diperoleh Rasio Pertumbuhan BelanjaOperasi tahun 2015 sebasar 31,31%. Pertumbuhan ini dipengaruhi olehnaiknya Belanja Aparatur Publik dan Belanja barang dan jasa Aparatur Daerah. Belanja operasi tahun 2016 naik menjadi Rp 1.154.759.196.109,96 dengan rasio pertumbuhan belanja operasi sebesar 05.50%. Pendorong kenaikan tetap pada belanja pegawai, belanja barang dan jasa, tetapi kenaikkan terbesar pada belanja hibah dan belanja bantuan sosial.

Rasio Belanja Modal

Belanja Modal tahun 2013 sebesar Rp185.514.724.351sebagai tahun awal dari analisis, maka rasio pertumbuhan sebesar 0,00% (tahun datum). Belanja modal tahun 2014 menjadi sebesar Rp 239.470.373.397,40 sehinggadiperoleh Rasio Pertumbuhan Belanja Modal tahun 2014 sebesar 29,08%. Belanja Modal mengalami kenaikan di tahun 2015 menjadiRp 327.742.397.090,80 sehingga diperoleh Rasio Pertumbuhan BelanjaModal tahun 2014 sebesar 36,86%. Pada tahun 2016 belanja modal mengalami kenaikan sebesar Rp 443.813.047.489,93sehingga diperoleh Rasio Pertumbuhan BelanjaModal tahun 2016 sebesar 35,42%. Sampai dengan saat ini, belum ada tolok ukur ideal tentang berapa besar belanja modal di Pemerintah Daerah.Satu Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan daerah berupa dana perimbangan, terutama bagi hasil pajak/bukan pajak, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK) berpengaruh terhadap pengalokasian belanja modal. Artinya, kenaikan sebesar satu satuan dalam dana perimbangan akan akan mengakibatkan kenaikan dalam belanja modal sebesar 0,29 satuan. Namun, hasil ini dapat menimbulkan spekulasi bahwa pengalokasian belanja modal tidak didasarkan pada kebutuhan masyarakat yang ril di lapangan, tetapi karena ketersediaan dana belaka (Abdullah & Halim, 2006: 17-32).

Deskripsi dan Analisis Data Honorarium

Rekapitulasi data belanja honorarium di lingkungan Pemerintah Kabupaten Madiun dapat disusun sebagai berikut: Standar Biaya Umum: 1) Honorarium panitia pelaksana kegiatan: a) Honorarium panitia pelaksana kegiatan umum; b) Honorarium panitia pelaksana kegiatan Seminar/Rakor/Pelatihan/Sosialisasi/Diseminasi/FGD/Bimtek/dan sejenisnya; c) Honorarium

(11)

panitia pelaksana kegiatan Penyusunan produk Produk hukum/Dokumen/Modul/Kajian/Profil/Laporan/dan sejenisnya; d) Honorarium tim pelaksana kegiatan; 2) Honorarium penanggungjawab pengelolaan keuangan OPD; 3) Honorarium pejabat/panitia pengadaan barang dan jasa; 4) Honorarium perangkat ULP dan LPSE; 5) Honorarium pejabat/panitia pemeriksa/penerima hasil pekerjaan; 6) Honorarium pengelolaan barang milik daerah; 7) Honorarium penunjang penelitian; 8) Honorarium tim penyusun bulletin/majalah; 9) Vakasi dan honorarium penyelenggaraan ujian; 10) Honorarium lainnya. Uang Lembur dan Makan Lembur: 1) Uang lembur hari kerja efektif untuk PNS; 2) Uang lembur hari libur untuk PNS; 3) Uang makan lembur untuk PNS; 4) Uang lembur hari kerja efektif untuk Non PNS; 5) Uang lembur hari libur untuk Non PNS; 6) Uang makan lembur untuk Non PNS;

Honorarium Panitia Pelaksana Kegiatan Umum

Honorarium Kepanitian dalam Kegiatan dapat menjadi salah satu jnis honorarium yang bisa dihilangkan atau diminimalkan besaran honor serta jumlah personil penerima. Dalam Permenkeu No 49/PMK.02/2017 Tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2018 jenis honorarium ini masih ada, namun dibatasi dengan metode sebagai berikut.

Jumlah panitia yang dapat diberikan honorarium maksimal 10% (sepuluh persen) dari jumlah peserta dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas. Dalam hal jumlah peserta kurang dari 40 (empat puluh)orang, jumlah panitia yang dapat diberikan honorarium paling banyak 4 (empat) orang. (Permenkeu No 49/PMK.02/2017 Tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2018)

Honorarium Panitia Pelaksana Kegiatan Tertentu

Honorarium panitia kegiatan tertentu adalah jenis honor yang diusulkan oleh OPD untuk mengelola suatu kegiatan yang dilaksanakannya. Pada kelompok honorarium kegiatan tertentu ini, terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan dasar evaluasi: 1) Kegiatan yang dilaksanakan apakah menjadi tugas dan fungsi perangkat daerah yang bersangkutan atau tidak. Apabila sudah menjadi tugas dan fungsi, sebaiknya dihapuskan atau diminimalkan; 2) Apakah ada peraturan diatasnya misalnya peraturan menteri yang dapat menjadi rujukan pembentukan kepanitiaan, untuk kemudian dapat diberikan honor kepada tim panitia tersebut namun dalam jumlah honor yang diberikan diminimalkan, dengan satuan Orang Kegiatan (OK); 3) Sasaran utama peserta kegiatan diluar OPD yang bersangkutan/ Instansi vertical / Masyarakat, dapat dibentuk kepanitiaan kegiatan sebagai aturan di Permenkeu, dimana jumlah panitia maksimal 10% (sepuluh persen) dari jumlah peserta, dan apabila jumlah peserta kurang dari 40 (empat puluh) orang, jumlah panitia maksimal 4 (empat) orang.

Honorarium Penanggung jawab Pengelolaan Keuangan

Adalah PNS yang karena jabatan atau diangkat oleh pejabat yang berwenang, untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai pengelola keuangan OPD. Honorarium diberikan kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Penguji Tagihan dan Penandatangan Surat Perintah Membayar, Bendahara Pengeluaran, dan Staf Pengelola Keuangan/ Bendahara Pengeluaran Pembantu/ Petugas Pengelola Administrasi Belanja Pegawai (PPABP) selaku penanggung jawab pengelola keuangan.

(12)

Honorarium penanggung jawab pengelola keuangan dapat diberikan kepada pengelola kegiatan yang secara langsung mengelola dan melaksanakan kegiatan yang anggarannya bersumber dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Daerah (BUD) dengan ketentuan alokasi honorarium dimaksud berasal dari pagu Rencana Kerja dan Anggaran OPD berkenaan. (Permenkeu No 49/PMK.02/2017 Tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2018)

Tugas pengelolaan keuangan di OPD, adalah tugas tambahan yang dibebankan kepada PNS. Untuk itu dapat diberikan honor karena menjalankan tugas tersebut. Beberapa kriteria diatas untuk analisis efisiensi dapat dipergunakan.

Honorarium Penunjang Penelitian/ Perekayasaan

Honorarium diberikan kepada seseorang yang diberi tugas untuk menunjang kegiatan penelitian/ perekayasaan yang dilakukan olehfungsional peneliti/ perekayasa sebagai pembantu peneliti/ perekayasa,koordinator peneliti/ perekayasa, sekretariat peneliti/ perekayasa,pengolah data, petugas survei, pembantu lapangan berdasarkan surat perintah pejabat yang berwenang. Dalam hal pembantu peneliti/ perekayasa berstatus sebagai PegawaiNegeri Sipil, maka peneliti/ perekayasa dimaksud tidak diberikan uanglembur dan uang makan lembur.

Dalam hal penelitian/ perekayasaan dilakukan bersama-samadengan Pegawai Negeri Sipil (non fungsional peneliti/ perekayasa),kepada Pegawai Negeri Sipil (non fungsional peneliti/ perekayasa) ataspenugasan penelitian yang dilakukan di luar jam kerja normaldiberikan honorarium paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh limapersen) dari honorarium kelebihan jam perekayasaan untukperekayasa pertama serta tidak diberikan uang lembur dan uangmakan lembur.

Khusus honorarium pembantu lapangan, dalam hal ketentuanmengenai upah harian minimum di suatu wilayah lebih tinggidaripada satuan biaya dalam Peraturan Menteri ini, maka satuanbiaya ini dapat dilampaui mengacu pada ketentuan tersebut.

Honorarium penunjang penelitian/ perekayasaan diberikan secaraselektif dengan mempertimbangkan prinsip efisiensi dan efektifitas.

Honorarium Tim Penyusunan Jurnal

Honorarium tim penyusunan jurnal dapat diberikan kepadaPegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/ TNI dan Pegawai Non Aparatur Sipil Negara yang diberi tugas untuk menyusun dan menerbitkan jurnal berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Unsur sekretariat adalah pembantu umum, pelaksanaan yang sejenis, dan tidak berupa struktur organisasi tersendiri. Dalam hal diperlukan, dalam menyusun jurnal nasional/ internasional dapat diberikan honorarium kepada mitra bestari (peer review) sebesar Rp 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).

Honorarium Tim Penyusunan Buletin/ Majalah

Honorarium tim penyusunan buletin/ majalah dapat diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/ TNI yang diberi tugas untuk menyusun dan menerbitkan buletin/ majalah, berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Majalah adalah terbitan berkala yang isinya berbagai liputan jurnalistik, pandangan tentang topik aktual yang patut diketahui pembaca. Buletin adalah media cetak berupa selebaran atau majalah berisi warta singkat atau pernyataan tertulis yang diterbitkan secara periodik yang ditujukan untuk lembaga atau kelompok profesi tertentu.

(13)

Honorarium Tim Pengelola Website

Honorarium tim pengelola website dapat diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas untuk mengelola website, berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Website yang dimaksud disini adalah yang dikelola oleh unit eselon I/ setara. Dalam hal website yang dikelola oleh unit vertikal setingkat eselon II di daerah maka kepada pengelola website tersebut dapat diberikan honorarium tim pengelola website.

Efisiensi Anggaran

Efisiensi Pelaksanaan Tugas Meminimalkan Jam Lembur :

1. Maksudnya pemanfaatan jam kerja secara efektif dan meminimalisir jam lembur, dengan tetap memperhatikan tanggung jawab dan penyelesaian pelaksanaan tugas. Work life balance merupakan pendekatan pola kerja yang menyeimbangkan kehidupan kerja, kehidupan keluarga dan kehidupan sosial. Pegawai diharapkan untuk memaksimalkan pemanfaatan jam kerja secara efektif sehingga memiliki waktu luang untuk kehidupan keluarga dan kehidupan sosial. Namun demikian, implementasi work life balance tetap memperhatikan tanggung jawab dan penyelesaian pelaksanaan tugas.

2. Lembur bukan menjadi barang haram.Lembur bisa dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan yang sewajarnya.Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor KEP.102/MEN/VI/2004 Tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur.

3. Pasal 1 ayat 1 ; “Waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam sehari, dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan Pemerintah.”

Percepatan Pelaksanaan Tugas :

Percepatan pelaksanaan tugas antara lain melalui percepatan proses untuk berkas masuk/keluar pada level unit eselon II, III, dan IV. Gerakan efisiensi tetap dapat dilakukan tanpa mengurangi kualitas output dan kinerja dengan cara sebagai berikut: 1) Memilah kegiatan dan belanja yang dilakukan efisensi secara tepat, yaitu kegiatan dan belanja yang tidak memberi nilai tambah signifikan bagi organisasi; 2) Membangun budaya berinovasi dan membuat terobosan-terobosan seperti pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi; 3) Membangun sistem reward yang jelas bagi pihak-pihak yang berhasil menjalankan gerakan efisiensi; 4) Menerapkan sistem pengawasan kerja yang lebih efektif dengan mengoptimalkan peran tiga lini pertahanan (three lines of defense) Kementerian Keuangan.

(14)

Pengelolaan rapat pembahasan yang tepat waktu dan terstandardisasi (antara lain kejelasan durasi rapat, tujuan rapat, dan penetapan peserta rapat yang berkompeten).

Efisiensi Anggaran Birokrasi Efisiensi Perjadin:

Pembatasan frekuensi dan jumlah peserta perjalanan dinas, Perjalanan Dinas hanya dilakukan untuk kegiatan yang tidak terhindarkan, Untuk kegiatan-kegiatan monitoring dan evaluasi sedapat mungkin menggunakan sarana teknologi informasi untuk berkomunikasi antar wilayah. Masing-masing unit diharapkan dapat menyusun kriteria dan prioritas untuk melakukan perjalanan dinas berdasarkan asas efisiensi, efektifitas dan kepatutan. Perjalanan dinas hendaknya dilakukan untuk kegiatan yang tidak terhindarkan seperti kegiatan yang memerlukan observasi langsung, kegiatan yang memerlukan interaksi intensif dengan pemangku kepentingan dan kegiatan yang tidak dapat digantikan dengan sarana teknologi informasi dan komunikasi yang tersedia. Dalam hal perjalanan dinas harus dilakukan, maka frekuensi dan jumlah pesertanya diharapkan tetap memperhatikan kebutuhan dan kepatutan.

Pembatasan RDK:

Pembatasan frekuensi dan jumlah peserta Rapat Dalam Kantor di Luar Jam Kerja (RDK) dan menginisiasi kemungkinan penghapusan RDK. RDK hanya diprioritaskan untuk keperluan penyelesaian tugas yang mendesak yang tidak dapat diselesaikan pada jam kerja. Masing-masing unit sepatutnya mengutamakan penyelesaian pelaksanaan tugas pada jam kerja.Dalam hal pelaksanaan RDK harus dilakukan, maka masing-masing unit diharapkan dapat menentukan peserta RDK dan konsinyering secara selektif.

Pengurangan Snack Rapat:

Pembatasan pemberian kudapan (makanan kecil/snacks) dengan alternatif kudapan/buah lokal yang tidak disajikan per individu (self service).

Pembatasan Makan Siang:

Pembatasan pemberian makan siang dalam acara rapat yang hanya melibatkan Pegawai Negeri Sipil/Aparatur Sipil Negara. Pemberian makan siang diharapkan hanya dilakukan untuk rapat yang melibatkan peserta yang bukan Aparatur Sipil Negara.Dengan demikian, seluruh rapat termasuk pada jam makan siang yang hanya melibatkan Aparatur Sipil Negara sepatutnya tidak diberikan makan siang mengingat telah diberikan uang makan.

Honor Tim & Narasumber yang Rasional:

Pembatasan pemberian honorarium tim kerja dan narasumber bagi Pegawai Negeri Sipil/Aparatur Sipil Negara di lingkungan Kementerian Keuangan khususnya tim kerja dan narasumber yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi yang bersangkutan. Pada dasarnya, tidak ada larangan dalam pembentukan tim kerja. Namun demikian, pelaksanaan tugas diharapkan lebih mengutamakan peran unit yang memiliki tugas pokok dan fungsi terkait dengan mengedepankan prinsip sinergi antar unit. Terkait honorarium, tim kerja dan narasumber yang

(15)

masih berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi yang bersangkutan sepatutnya tidak diberikan honorarium.

Go Green:

Penggunaan Air, Listrik, Alat Tulis Kantor (ATK), dan internet yang efisien.Kementerian Keuangan akan senantiasa mengedepankan etika dalam penggunaan anggaran, tanpa harus melihat besar kecilnya anggaran. Belanja yang relatif kecil, apabila dikumpulkan secara nasional, akan memiliki dampak yang signifikan pada keuangan negara. Gerakan efisiensi menekankan pentingnya perubahan pola pikir dan perilaku yang diharapkan menjadi fondasi dalam penerapan efisiensi pelaksanaan tugas dan efisiensi penggunaan anggaran secara berkelanjutan di Kementerian Keuangan. Gerakan efisiensi juga merupakan bagian dari terobosan efisiensi birokrasi yang lebih besar di Kementerian Keuangan yang juga mencakup penyempurnaan proses bisnis dan penyempurnaan layanan yang dapat berdampak pada streamlining organisasi dan proses bisnis.

Efisiensi Pengadaan Barang/Jasa :

Baik dalam hal teknis pelaksanaan tahapan proses pengadaan, maupun efisiensi atas realisasi penggunaan anggaran.

SIMPULAN

Berdasarkan paparan di atas, maka disimpulkan beberapa hal berikut: berdasarkan data LRA APBD Kabupaten Madiun Tahun 2013 – 2016, diketahui bahwa pendapatan daerah mengalami peningkatan signifikan setiap tahunnya, namun juga dibebani dengan peningkatan belanja daerah. Berdasarkan hasil analisis rasio kemandirian keuangan daerah sebesar 10,46%.Hal ini berarti bahwa kemampuan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Madiun dalam membiayai kegiatan pemerintahannya dalam klasifikasi rendah, sehingga termasuk dalamgolongan instruktif. Pola Hubungan Instruktif, apabila tingkat kemandirian 0%-25% berarti kemampuan keuangan daerah tersebut rendah sekali, maka daerah tersebut sangat bergantung pada pemerintah pusat yang berarti daerah tersebut tidak mampu melaksanakan otonomi daerah. Kabupaten Madiun, pendapatan daerahnya 89,54% masih ditopang dari sumber eksternal seperti dana perimbangan dan sumber pendapatan daerah lainnya yang sah. Dengan demikian Kabupaten Madiun harus memaksimalkan seluruh perangkat daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).Sehingga posisi rasio kemandirian keuangan daerah bergeser menuju pola hubungan konsultatif, meningkat lagi pada pola hubungan partisipatif bahkan tertinggi pola hubungan delegatif.

Rasio Aktivitas ini menggambarkan bagaimana Pemerintah Kabupaten Madiun memprioritaskanalokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secaraoptimal. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanjarutin berarti persentase belanja investasi/pembangunan yang digunakanmenyediakan sarana dan prasarana ekonomi masyarakat cenderungsemakin kecil. Dari tabel hasil rasio aktivitas, prosentase terendah sebesar 60,16% (pada tahun 2014), Prosentase terbesar ditahun 2015, sebesar 67,44%. Artinya, Pemerintah Kabupaten Madiun menggunakan 60,16% s.d. 67,44% dari APBD yang ada untuk kebutuhan belanja operasional atau belanja rutin daerah. Dengan demikian, hanya 39,84% s.d. 32,56% dari APBD yang ada untuk belanja investasi atau belanja modal atau belanja pembangunan yang digunakan

(16)

untuk menyediakan sarana dan prasarana ekonomi yang dibutuhkan oleh masyarakat Kabupaten Madiun.Meskipun pada tahun 2013 & 2014 dengan struktur LRA lama, masih terselip belanja barang dan jasa yang lebih banyak dikonsumsi oleh perangkat daerah dibandingkan untuk kepentingan masyarakat.

Rasio pertumbuhan mengukur seberapa besar kemampuan pemerintahdaerah/pemerintah kota dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari satu periode ke periode berikutnya dengan diketahuinya pertumbuhan untuk masing-masing komponen penerimaan (PAD dan total pendapatan) dan pengeluaran (belanja pembangunan). Rasio Pertumbuhan PAD tahun 2013 sebesar 0,00% adalah tahun datum analisis. Rasio pertumbuhan PAD tahun 2014 sebesar 44,64%, tahun tersebut PAD kabupaten Madiun meningkat lebih besar sebanyak 44,64% dari tahun sebelumnya. Rasio Pertumbuhan PAD tahun 2015 sebesar 23,99% dan Rasio Pertumbuhan PAD tahun 2016 sebesar 9,36%. Prosentase rasio pertumbuhan PAD yang fluktuatif, dapat dijadikan bahan evaluasi bagi Pemerintah Kabupaten Madiun, untuk mengetahui apa penyebabnya. Pemerintah Kabupaten Madiundituntut mempertahankan dan meningkatkan perolehan PAD dengan caramengoptimalkankemampuanya dalam meningkatkan perolehan PAD dari sektor Pajak Daerah dan Lain-lain PAD yang sah. Rasio Pertumbuhan Pendapatan Daerah adalah mengukur pertumbuhan pendapatan daerah setiap tahunnya, dengan membandingkan antara pendapatan daerah tahun sekarang dibanding pendapatan daerah tahun lalu. Apabila prosentase rasio pertumbuhan pendapatan daerah, minimal sama atau lebih besar dari tahun yang lalu maka nilai positif. Sebaliknya apabila prosentase rasio pertumbuhan pendapatan daerah lebih kecil dari tahun sebelumnya, maka nilainya negative. Dengan rasio pertumbuhan pendapatan daerah tahun 2013 sebesar 0,00%; tahun 2014 sebesar 17,13%; tahun 2015 sebesar 17,14%; tahun 2016 sebesar 6,43%. Catatan penurunan rasio pertumbuhan pendapatan daerah tahun 2016, angka absolut pendapatan daerah Kabupaten Madiun memang naik, namun Rasio Pertumbuhan PAD tahun 2015 sebesar 23,99% dan Rasio Pertumbuhan PAD tahun 2016 yang turun menjadi sebesar 9,36%, turut bepengaruh terhadap rasio pertumbuhan pendapatan daerah. Rasio Belanja Operasi tahun 2013,karena sebagai tahun awal dari analisis, maka rasio pertumbuhan sebesar 0,00% (tahun datum). Tahun 2014 Rasio Pertumbuhan Belanja Operasi sebesar 09,13%. Rasio Pertumbuhan BelanjaOperasi tahun 2015 sebasar 31,31%. Tahun 2016, Rasio pertumbuhan belanja operasi sebesar 05.50%.Pendorong kenaikan tetap pada belanja pegawai, belanja barang dan jasa, tetapi kenaikkan terbesar pada belanja hibah dan belanja bantuan sosial. Idealnya rasio belanja operasi adalah semakin kecil pertumbuhan setiap tahunnya, dengan demikian Pemerintah Kabupaten Madiun dapat bekerja semakin efisien, meskipun di pemerintah, yang efisien belum tentu efektif. Belanja Modal tahun 2013,sebagai tahun awal dari analisis, maka rasio pertumbuhan sebesar 0,00% (tahun datum). Rasio Pertumbuhan Belanja Modal tahun 2014 sebesar 29,08%. Rasio Pertumbuhan BelanjaModal tahun 2014 sebesar 36,86%. Pada tahun 2016, Rasio Pertumbuhan BelanjaModal sebesar 35,42%. Sampai dengan saat ini, belum ada tolok ukur ideal tentang berapa besar belanja modal di Pemerintah Daerah.Satu Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan daerah berupa dana perimbangan, terutama bagi hasil pajak/bukan pajak, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK) berpengaruh terhadap pengalokasian belanja modal. Artinya, kenaikan sebesar satu satuan dalam dana perimbangan akan akan mengakibatkan kenaikan dalam belanja modal sebesar 0,29 satuan. Namun, hasil ini dapat menimbulkan spekulasi bahwa pengalokasian belanja modal tidak didasarkan pada kebutuhan masyarakat yang ril di lapangan, tetapi karena ketersediaan dana belaka (Abdullah & Halim, 2006: 17-32).

Dengan menggunakan referensi dari Permenkeu No 49/PMK.02/2017 Tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2018. Dilakukan analisis terhadap belanja honorarium, beberapa

(17)

belanja honorarium sebaiknya dihapauskan atau diminimalkan dengan berdasarkan aturan di Permenkeu, misal honorarium panitia pelaksana kegiatan, baik yang umum maupun tertentu. Sedangkan honorarium lainnya masih bisa dipertahankan namun diminimalkan pada level yang paling efisien.

Pemerintah Kabupaten Madiun, sudah menyusun Analisis Standar Belanja (ASB), namun belum dipergunakan dan dimanfaatkan secara optimum untuk kebutuhan standarisasi belanja, dimana ASB dapat dipakai sebagai tolok ukur efisiensi antara usulan OPD dan upaya pengendalian oleh TAPD. ASB harus kontinu dievaluasi, dengan membandingkan antara ASB dengan realisasi pelaksanaan belanja kegiatan tersebut, sehingga diperoleh batas optimum efisiensi belanja kegiatan di Kabupaten Madiun.

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan: Efisiensi Pelaksanaan Tugas: 1) Pemanfaatan jam kerja yang efektif dan minimalisir Lembur. Work life balance merupakan pendekatan pola kerja yang menyeimbangkan kehidupan kerja, kehidupan keluarga dan kehidupan sosial. Pegawai diharapkan untuk memaksimalkan pemanfaatan jam kerja secara efektif sehingga memiliki waktu luang untuk kehidupan keluarga dan kehidupan sosial.Namun demikian, implementasi work life balance tetap memperhatikan tanggung jawab dan penyelesaian pelaksanaan tugas.Point utama dari efisiensi yang diharapkan adalah meminimalisir kegiatan lembur yang berkonsekuensi terhadap besarnya biaya lembur PNS maupun Non PNS; 2) Percepatan Pelaksanaan Tugas. Percepatan pelaksanaan tugas antara lain melalui percepatan proses untuk berkas masuk/keluar pada setiap level unit eselon II, III, dan IV. Membangun budaya berinovasi dan membuat terobosan-terobosan seperti pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam rangka percepatan pelaksanaan tugas; 3) Pembahasan kebijakan yang efektif. Pengelolaan rapat pembahasan yang tepat waktu dan terstandardisasi (antara lain kejelasan durasi rapat, tujuan rapat, dan penetapan peserta rapat yang berkompeten).Penekanan pada standarisasi kegiatan, dapt disusun melalui Analisis Standar Belanja pada seluruh kegiatan yang ada di seluruh perangkat daerah di Kabupaten Madiun. Gerakan efisiensi tetap dapat dilakukan tanpa mengurangi kualitas output dan kinerja dengan cara sebagai berikut: a) Memilah kegiatan dan belanja yang dilakukan efisensi secara tepat, yaitu kegiatan dan belanja yang tidak memberi nilai tambah signifikan bagi organisasi; b) Membangun budaya berinovasi dan membuat terobosan-terobosan seperti pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi; c) Membangun sistem reward yang jelas bagi pihak-pihak yang berhasil menjalankan gerakan efisiensi; d) Menerapkan sistem pengawasan kerja yang lebih efektif.

Efisiensi Anggaran Birokrasi: Langkah efisiensi anggaran birokrasi dilaksanakan melalui penghematan belanja operasional. 1) Efisiensi Perjadin. Masing-masing unit diharapkan dapat menyusun kriteria dan prioritas untuk melakukan perjalanan dinas berdasarkan asas efisiensi, efektifitas dan kepatutan. Perjalanan dinas hendaknya dilakukan untuk kegiatan yang tidak terhindarkan seperti kegiatan yang memerlukan observasi langsung, kegiatan yang memerlukan interaksi intensif dengan pemangku kepentingan dan kegiatan yang tidak dapat digantikan dengan sarana teknologi informasi dan komunikasi yang tersedia. Dalam hal perjalanan dinas harus dilakukan, maka frekuensi dan jumlah pesertanya diharapkan tetap memperhatikan kebutuhan dan kepatutan; 2) Pembatasan Rapat Dalam Kantor (RDK). Pembatasan frekuensi dan jumlah peserta Rapat Dalam Kantor di Luar Jam Kerja (RDK) dan menginisiasi kemungkinan penghapusan RDK. RDK hanya diprioritaskan untuk keperluan penyelesaian tugas yang mendesak yang tidak dapat diselesaikan pada jam kerja. Masing-masing unit sepatutnya mengutamakan penyelesaian

(18)

pelaksanaan tugas pada jam kerja. Dalam hal pelaksanaan RDK harus dilakukan, maka masing-masing unit diharapkan dapat menentukan peserta RDK dan konsinyering secara selektif; 3) Pengurangan Snack Rapat dan Pembatasan Belanja Makan dan Minum. Pemberian makan siang diharapkan hanya dilakukan untuk rapat yang melibatkan peserta yang bukan Aparatur Sipil Negara.Dengan demikian, seluruh rapat termasuk pada jam makan siang yang hanya melibatkan Aparatur Sipil Negara sepatutnya tidak diberikan makan siang mengingat telah diberikan uang makan tunjangan perbaikan penghasilan; 4) Honorarium Tim dan Honorarium Narasumber yang Rasional. Pembatasan pemberian honorarium tim kerja dan narasumber bagi Pegawai Negeri Sipil/Aparatur Sipil Negara di lingkungan Kabupaten Madiun khususnya tim kerja dan narasumber yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi yang bersangkutan. Pada dasarnya, tidak ada larangan dalam pembentukan tim kerja. Namun demikian, pelaksanaan tugas diharapkan lebih mengutamakan peran unit yang memiliki tugas pokok dan fungsi terkait dengan mengedepankan prinsip sinergi antar unit. Terkait honorarium, tim kerja dan narasumber yang masih berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi yang bersangkutan sepatutnya tidak diberikan honorarium; 5) Go Green. Penggunaan Air, Listrik, Alat Tulis Kantor (ATK), dan internet yang efisien.Efisiensi terkait belanja air, listrik, ATK dan internet kesannya pada belanja yang kecil. Pemerintah Kabupaten Madiunakan senantiasa mengedepankan etika dalam penggunaan anggaran, tanpa harus melihat besar kecilnya anggaran. Belanja yang relatif kecil, apabila dikumpulkan secara keseluruhan, akan memiliki dampak yang signifikan pada keuangan daerah. Gerakan efisiensi menekankan pentingnya perubahan pola pikir dan perilaku yang diharapkan menjadi fondasi dalam penerapan efisiensi pelaksanaan tugas dan efisiensi penggunaan anggaran secara berkelanjutan di Kabupaten Madiun. Gerakan efisiensi juga merupakan bagian dari terobosan efisiensi birokrasi yang lebih besar di Kabupaten Madiun yang juga mencakup penyempurnaan proses bisnis dan penyempurnaan layanan yang dapat berdampak pada streamlining organisasi dan proses bisnis; 6) Efisiensi Pengadaan Barang & Jasa. Baik dalam hal teknis pelaksanaan tahapan proses pengadaan, maupun efisiensi atas realisasi penggunaan anggaran. Salah satu tahapan pengadaan barang dan jasa adalah, tahap penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), dimana pengelola kegiatan harus melakukan survei ulang terhadap harga pasar barang atau jasa yang direncanakan untuk diadakan.Sehingga terjadi efisiensi anggaran dibanding realisasinya.

Pendekatan gerakan efisiensi lebih menekankan pada perubahan pola pikir dan perilaku untuk menggunakan anggaran secara lebih bijak dan beretika. Walaupun anggaran tersedia, hanya akan dipergunakan apabila benar-benar diperlukan.

Bagi unit yang sudah melakukan pengganggaran secara efisien, gerakan efisiensi tetap perlu menjadi acuan, terutama dalam mencari terobosan dan perubahan pola kerja yang mendorong peningkatan efisiensi. 1) Pembatasan frekuensi dan jumlah peserta perjalanan dinas, dengan ketentuan sebagai berikut: a) Perjalanan dinas hanya dilakukan untuk kegiatan yang tidak terhindarkan; b) Untuk kegiatan-kegiatan monitoring dan evaluasi sedapat mungkin menggunakan sarana teknologi informasi untuk berkomunikasi antar wilayah; 2) Pembatasan frekuensi dan jumlah peserta Rapat Dalam Kantor (RDK) dan menginisiasi penghapusan atau minimalisasi RDK; 3) Pembatasan pemberian kudapan (makanan kecil atau snack) dengan alternative kudapan/buah local yang tidak disajikan per individu (self service); 4) Pembatasan pemberian makan siang dalam acara rapat yang hanya melibatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) saja, mengingat sudah diberikan TPP atau diberikan uang makan; 5) Pembatasan/Menghapuskan pemberian honorarium Panitia Pelaksana Kegiatan (tim kerja) dan Narasumber bagi Pegawai Negeri Sipil/Aparatur Sipil Negara di lingkungan Pemerintah Kabupaten Madiun, khususnya Panitia Pelaksana Kegiatan (Tim Kerja) dan Narasumber yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi perangkat daerah yang

(19)

bersangkutan; 6) Penggunaan air, listrik, Alat Tulis Kantor (ATK), Internet yang efisien; 7) Efisiensi pelaksanaan pelaksanaan pengadaan barang/jasa, baik dalam hal teknis pelaksanaan tahapan proses pengadaan (efisiensi waktu pengadaan, optimalisasi pengadaan secara elektronik, dan sebagainya) maupun terkait dengan efisiensi atas realisasi penggunaan anggaran.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Syukriy & Halim, Abdul. (2006). JurnalAkuntansiPemerintah. Vol. 2, No. 2. Badan Pusat Statistik Kabupaten Madiun. Data LRA tahun 2013 – 2016.

Halim, Abdul. (2002). Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Pertama. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Halim, Abdul. (2007). Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Halim, Abdul. (2008). Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Instruksi Menteri Keuangan Nomor 346/IMK.01/2017 Tentang Gerakan Efisiensi Sebagai Bagian Implementasi Penguatan Budaya Kementerian Keuangan.

Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Pemerintah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2004 Tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian Negara/Lembaga.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Manajemen Aparatur Sipil Negara.

PermenkeuNo 49/PMK.02/2017 Tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2018. Undang-Undang Republik Indonesia No 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Undang‐Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Undang‐Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Undang‐Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Undang-Undang Republik Indonesia No 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 - Pemerintahan Daerah.

Referensi

Dokumen terkait