1
PEMBERIAN PAKAN METODE FLUSHING UNTUK PENINGKATAN
SKOR KONDISI TUBUH (SKT) PADA TERNAK SAPI BETINA DI
KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU
AWARDING FEED FLUSHING METHOD FOR INCREASING BODY
CONDITION SCORE OF COW IN BINTAN DISTRICT,
RIAU ISLAND PROVINCE
Yayu Zurriyati dan Dahono
Loka Pengkajian Teknoogi Pertanian (LPTP) Kepri Jl. Sungai Jang no. 38 Tanjung Pinang –Kepulauan Riau
Email: yayuzurriyati@yahoo.co.id
ABSTRAK
Upaya peningkatan produktivitas ternak sapi memerlukan terobosan teknologi yang bersifat spesifik lokasi dan berwawasan lingkungan. Salah satu metode pemberian pakan pada ternak sapi betina adalah dengan metode
flushing. Metode ini merupakan upaya untuk memperbaiki kondisi tubuh ternak
melalui perbaikan pakan sehingga ternak siap untuk melakukan proses reproduksi. Tujuan pengkajian untuk mendapatkan tingkat skor kondisi tubuh (SKT) sapi betina yang mendapatkan pakan metodeflushing bersumber dari
bahan pakan lokal. Ternak sapi yang digunakan adalah 15 ekor sapi betina. Perlakuan pakan terdiri atas: Introduksi (I) hijauan =rumput alam 50% + cacahan daun dan pelepah kelapa sawit 50%, konsentrat=dedak padi 65%+ampas tahu 35%; Introduksi (II) hijauan= rumput alam 50%+ cacahan daun dan pelepah sawit 50%, konsentrat=dedak padi 65%+ ikan rucah 35%; Introduksi (III) hijauan= rumput alam 100%, konsentrat =dedak padi 65%+ampas tahu 35%. Keragaan penampilan ternak dengan pemberian pakan secara flushing diamati dengan cara melakukan pengukuran lingkar dada ternak, selanjutnya dilakukan estimasi bobot badan dan pencatatan skor kondisi tubuh (SKT) induk skala 1-5. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan ukuran lingkar dada ternak sapi dengan pemberian pakan metode flushing pada introduksi (I) 7.6 cm; introduksi (II) 4.8 cm dan introduksi (III) 6.2 cm. Pertambahan bobot badan (PBB) ternak sapi betina tertinggi terjadi pada perlakuan Introduksi I, yaitu 31.4±16,6 Kg. Sementara Introduksi II dan Introduksi III masing-masing menghasilkan PBB berturut-turut 20±23.7 dan 22.6±15.7 Kg. Pemberian pakan metode flushing memberikan rataan peningkatan skor kondisi tubuh (SKT) ternak sapi betina, pada introduksi (I) sebesar 0.8 (dari 2.4 menjadi 3.2), introduksi (II) sebesar 0.6 (dari 2.2 menjadi 3.0) dan introduksi (III) sebesar 0.8 (dari 2.8 menjadi 3.4).2
ABSTRACT
To improve the productivity of livestock require technological breakthroughs that are location specific and environmentally sound. One method of feeding to cow is the flushing method. This method is an attempt to improve the condition of the body through improved feed so that livestock are ready to make the process of reproduction. The purpose of the assessment is to get the level of body condition score (BCS) cows which get feed flushing method. In the assessment used 15 cows. treatment consists of: Introduction (I) forage= 50% grass+ 50% chopped leaves palm , concentrate = 65% rice bran+ 35% tofu waste; Introductions (II) forage = 50% grass + 50% chopped leaves palm , concentrate = 65% rice bran + 35% trash fish; Introductions (III) forage = 100% natural grass, concentrate = 65% rice bran + 35% tofu waste. the parameter measured chest circumference , further estimate body weight and body condition score with scale of 1-5. The study showed that an increase in size chest circumference with the introduction (I) 7.6 cm; introduction (II) 4.8 cm and introduction (III) 6.2 cm. The highest body weight gain find at first treatment, ie 31.4 ± 16.6 kg. While Introductions II and III, respectively 20 ± 23.7 and 22.6 ± 15.7 kg. The feeding method of flushing gives the average increase in body condition score the cow, respectively introduction (I) of 0.8 (from 2.4 to 3.2), introduction (II) of 0.6 (from 2.2 to 3.0) and introduction (III) by 0.8 (from 2.8 to 3.4).
Key words: Feed, Flushing, Cow
PENDAHULUAN
Sapi potong, merupakan salah satu ternak penghasil daging sumber protein hewani yang sangat populer karena nilai nutrisinya yang tinggi dan mempunyai citarasa yang enak. Komposisi kimia daging sapi terutama terdiri dari 75 % air, 19% protein, 2.5% lemak dan 3.5% substansi non protein nitrogen (Lawrie 1991). Setiap tahunnya terlihat trend peningkatan permintaan daging sapi. Saat ini jumlah populasi sapi potong di Provinsi Kepri adalah 17.378 ekor (BPS Kepri 2011), dengan tingkat pertumbuhan dari tahun sebelumnya hanya 0,10%. Sehingga terjadi kesenjangan antara jumlah permintaan dan penawaran, dimana tingkat permintaan lebih besar dibandingkan penawaran. Berdasarkan laporan dari Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan Provinsi Kepulauan Riau selama 5 tahun terakhir rata-rata terjadi peningkatan permintaan dan konsumsi daging sapi di Provinsi ini sekitar 9,31%/tahun yang sebagian besar disuplai dari impor. Sementara produktivitas ternak sapi ditingkat petani di Provinsi Kepulauan
3 Riau rata-rata rendah, yang ditandai dengan pertambahan bobot badan harian sapi yang hanya 0.1-0.2 kg/ekor/hari, jarak beranak lebih dari 20 bulan dan banyaknya kejadian kematian pedet.
Produktivitas yang rendah dapat disebabkan oleh pola pemeliharaan dan manajemen ternak yang rendah dan kurang terarah, dimana petani ternak belum memperhatikan mutu pakan, tata cara pemeliharaan, perkandangan, penyakit dan lain-lain. Perbaikan pakan dan peningkatan efisiensi reproduksi diharapkan dapat memperpendek calving interval (jarak beranak) dari 21 bulan menjadi 15-16 bulan pada ternak betina dan meningkatkan berat lahir anak sapi.
Dalam upaya peningkatan produktivitas dan mutu sapi perlu terobosan teknologi yang bersifat spesifik lokasi dan berwawasan lingkungan. Upaya-upaya peningkatan produktivitas telah banyak dilakukan antara lain dengan perbaikan mutu pakan (Lana et al, 1992). Selanjutnya Subandriyo (2000) menyatakan salah satu faktor yang mendukung produktivitas adalah fertilitas, dan fertilitas ternak betina akan memberikan hasil yang optimal apabila memperhatikan faktor-faktor seperti: bebas dari penyakit reproduksi, bebas dari masalah pada waktu beranak, bebas dari masalah ketidakseimbangan nutrisi, dan kondisi ternak tidak terlalu kurus atau gemuk.
Kondisi tubuh induk erat hubungannya dengan status cadangan energi tubuhnya sedangkan cadangan energi tersebut erat hubungannya dengan gizi yang dikonsumsinya sebelum bunting dan beranak. Pemberian pakan tambahan periode “pre” dan “post-partum” akan mempengaruhi pemunculan estrus pertama setelah beranak yaitu kembali normal dalam waktu 35 hari pertama
post-partum
, memperbaiki tingkat kebuntingan dancalving rate
(Winugroho, 2002).Salah satu metode pemberian pakan pada ternak sapi betina adalah dengan metode
flushing. Metode ini merupakan upaya untuk memperbaiki
kondisi tubuh ternak melalui perbaikan pakan sehingga ternak siap untuk melakukan proses reproduksi (bunting, beranak dan menyusui). Pemberian pakan metodeflushing juga dapat dilaksanakan pada sapi betina sebelum
dikawinkan yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi tubuh ternak sehingga pada saat dikawinkan, proses reproduksi ternak tersebut dapat optimal. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pemberian pakan metode flushing terhadap peningkatan skor kondisi tubuh ternak sapi betina sebelum4 dikawinkanperlu dilakukan suatu kajian. Tujuan pengkajian ini adalah mendapatkan tingkat skor kondisi tubuh sapi betina yang mendapatkan pakan metode flushing bersumber dari bahan pakan yang tersedia dilokasi kajian.
BAHAN DAN METODE
Lokasi kegiatan dilaksanakan di Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau tepatnya di Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang dan Desa Toapaya Utara Kecamatan Toapaya. Pelaksanaan kegiatan dimulai pada bulan Mei hingga Desember 2013.
Ternak sapi betina yang digunakan dalam kegiatan adalah milik petani kooperator dan kondisi ternak sapi tersebut tidak dalam keadaan bunting. Jumlah ternak sapi yang digunakan 15 ekor sapi betina. Adapun introduksi pakan yang diujikan tertera pada Tabel 1. Ransum terdiri dari dedak padi, ampas tahu dan ikan rucah kering. Sementara pemberian hijauan adalah berupa rumput alam dan cacahan pelepah dan daun kelapa sawit menggantikan sebagian dari rumput alam yang tersedia d ilokasi kgiatan. Sementara konsentrat yang diberikan pada ternak sapi juga berdasarkan bahan pakan yang tersedi di lokasi kegiatan dengan kandungan protein antara 13-14% dan total
digestible
nutriennya
(TDN) 57-61%. Pemberian konsentrat adalah 1% dari bobot badan ternak. Sementara pemberian hijauan adalah 10% dari bobot badan ternak Keragaan penampilan ternak dengan pemberian pakan secaraflushing diamati
dengan cara melakukan pengukuran lingkar dada ternak, selanjutnya dilakukan estimasi bobot badan dan pencatatan skor kondisi tubuh (SKT) induk skala 1-5 dengan kriteria:Skor tubuh 1= “ Sangat kurus”, dimana tonjolan tulang belakang, tulang rusuk, tulang pinggul dan pangkal ekor terlihat sangat jelas. Pada sapi betina dewasa, kondisi tubuh seperti ini menyebabkan gangguan reproduksi berat yang ditandai dengan berhentinya siklus birahi.
Skor tubuh 2 = “Kurus”, tonjolan tulang masih terlihat, terutama tulang rusuk namun lebih baik dibanding skor 1 dan sudah mulai terlihat sedikit perlemakan pada pangkal tulang ekor.Pada kondisi ini
5 siklus birahi tidak teratur dan cenderung kurang dari 21 hari dan lama birahi kurang dari 4 jam dan sering terjadi silent heat. Skor tubuh 3= “Sedang atau menengah”, tonjolan tulang sudah tidak terlihat lagi dan perlemakan mulai terlihat seimbang, namun masih terlihat jelas garis berbentuk segitiga antara rusuk bagian belakang dan tulang belakang.
Skor tubuh 4 = “Baik”, tonjolan tulang sudah tidak terlihat, perlemakan sudah menonjol pada semua bagian tubuh dan tulang pangkal ekor hanya tinggal berbentuk garis.
Skor tubuh 5 = “Gemuk”, kerangka tubuh dan pertulangan tidak terlihat dan tulang pangkal ekor sudah tidak terlihat karena tertimbun lemak.
Tabel 1. Komposisi Pakan Metode Flushing pada Kegiatan Pengkajian 2013 Di Kabupaten Bintan.
Jenis Bahan
Pakan Introduksi I Introduksi II Introduksi III Konsentrat Dedak padi 65 % Dedak padi 65 % Dedak padi 65%
Ampas tahu 35% Ikan rucah kering
35% Ampas tahu 35% Hijauan Rumput alam
50% +
Rumput alam 50%
+ Rumput alam 100% Cacahan pelepah
dan daun kelapa sawit 50%
Cacahan pelepah dan daun kelapa sawit 50%
Selain pemberian hijauan dan konsentrat, ternak sapi juga diberikan mineral dalam bentuk mineral blok untuk mencukupi kebutuhan ternak akan mineral. Untuk mengukur sejauh mana tingkat keberhasilan kegiatan pengkajian, digunakan beberapa parameter yang dijadikan tolok ukur yaitu: tingkat produktivitas ternak sapi, diukur melalui skor kondisi tubuh (SKT) sapi dan pertambahan bobot badan. Data yang didapat selanjutnya dianalisis menggunakan
t-test. Untuk tiap perlakuan pakan diberikan pada 5 ekor ternak
sapi.6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada pengkajian ini kelompok tani ternak yang dilibatkan dalam kegiatan adalah Kelompok Tani Tunas Jaya, Desa Malang rapat, Kecamatan Gunung Kijang dan kelompok tani Agri Bangun Jaya, Desa Toapaya Utara, Kecamatan Toapaya, Kab. Bintan. Secara umum Kabupaten Bintan beriklim tropis dengan temperatur rata-rata minimum 23,9o C, maksimum rata-rata 31,8 o C, kelembaban udara sekitar 85 persen, kondisi yang demikian mendukung dalam pengembangan peternakan khususnya peternakan sapi di Kabupaten Bintan (Dinas Pertanian dan Kehutanan Bintan, 2011).
Lokasi kegiatan yang meliputi Desa Malang rapat dan Desa Toapaya Utara, terpisah dengan jarak ± 10 Km. Kondisi kedua desa tersebut hampir sama, yaitu relatif datar, dengan tingkat kemiringan (0-15%). Penggunaan lahan di lokasi kegiatan ditujukan untuk perkebunan (kelapa, kelapa sawit), pertanian lahan kering (perkebunan sayur) dan lahan non-pertanian terdiri atas hutan lahan kering, semak belukar, areal tambang (bauxite) dan pemukiman. Kegiatan peternakan yang cukup diminati adalah ternak sapi, yang dipelihara secara berkelompok dalam kandang komunal. Sementara perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu komoditi perkebunan andalan di kedua wilayah tersebut. Keragaan Eksisting Usaha Ternak Sapi di Lokasi Kegiatan
Pemeliharaan ternak sapi di lokasi kegiatan adalah semi intensif, dimana sistem pemeliharaannya disiang hari ternak dilepas di areal pekarangan atau perkebunan dan pada malam hari dikandangkan. Pemberian pakan pada ternak sapi hanya mengandalkan rumput alam. Sementara potensi pakan seperti pelapah dan daun sawit sangat melimpah dan tidak dimanfaatkan. Pemberian konsentrat seperti dedak, ampas tahu, sagu dan ikan rrucah (ikan kering afkiran) hampir tidak pernah dilakukan padahal bahan-bahan tersebut berpotensi sebagai pakan dalam meningkatkan bobot ternak dalam pemeliharaan ternak untuk penggemukan.
7 Gambar 1. Lokasi Kegiatan dan Kondisi ternak sapi betina dengan Skor Kondisi
Tubuh (SKT) 1 yang kekurangan nutrisi sehingga mengganggu mekanisme reproduksi.
Hasil survey eksisting teknologi terhadap kegiatan usaha peternakan sapi di lokasi kegiatan berupa pengamatan secara langsung menunjukkan bahwa tingkat pemeliharaan ternak sapi di lokasi kegiatan relatif sederhana. Walaupun ternak telah dikandangkan akan tetapi pemeliharaan masih belum optimal. Pemberian pakan untuk ternak sapi hanya berupa rumput alam. Ternak sapi hampir tidak pernah mendapatkan pakan konsentrat dan mineral. Hal ini menyebabkan kondisi ternak menjadi buruk terutama pada ternak sapi betina, yang menjadi target dalam kegiatan ini.
Keragaan Ternak Sapi degan Pemberian Pakan Metode Flushing
Sebelum pemberian pakan secara flushing pada ternak sapi, dilakukan pemberian obat cacing untuk ternak sapi betina yang tidak dalam keadaan bunting. Untuk mengetahui kondisi awal ternak berupa berat badan ternak dilakukan pendugaan berat badan dengan cara mengukur lingkar dada ternak sapi. Lingkar dada merupakan salah satu dimensi tubuh yang dapat dijadikan indikator untuk mengukur pertumbuhan dan perkembangan ternak. Selanjutnya hasil pengukuran lingkar dada tersebut dikonversikan kedalam estimasi berat badan ternak. Pengukuran lingkar dada ternak sapi dilaksanakan setiap satu
8 bulan sekali selama 4 bulan. Keragaan perubahan lingkar dada ternak sapi disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 . Rataan Lingkar Dada Ternak Sapi Pada Kegiatan Pengkajian 2013 di Kabupaten Bintan.
Perlakuan LD awal LD akhir Pertambahan LD
Introduksi I 129.2±5.6 136.8±1.3 7.6
Introduksi II 128.8±5.1 133.6±4.6 4.8
Introduksi III 128.6±16.8 134.8±12.5 6.2
Keterangan : LD = lingkar dada
Pada Tabel 2, terlihat peningkatan ukuran lingkar dada ternak sapi dibandingkan diawal kegiatan dengan introduksi pemberian pakan metode
flushing. Dari tabel diatas terlihat bahwa perlakuan Introduksi I menunjukkan
peningkatan ukuran lingkar dada yang lebih besar dibandingkan dua perlakuan lainnya. Walaupun hasil analisis statistik, menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antar perlakuan (P>0.05). Selisih peningkatan LD selama kegiatan berlangsung pada masing-masing perlakuan adalah Introduksi I= 7.6 cm, Introduksi II= 4.8 cm dan Introduksi III= 6.2. cm. Ukuran lingkar dada berkorelasi positif dengan ukuran bobot badan ternak sapi, sehingga ternak sapi dengan lingkar dada yang besar akan memiliki ukuran bobot badan yang besar pula. Sesuai hasil penelitian Francis et al, (2002) yang menyatakan bahwa ) nilai korelasi antara bobot badan dengan lingkar dada adalah sebesar 0.96.Hasil estimasi bobot badan dan penentuan skor kondisi tubuh (SKT) ternak sapi, selama kegiatan berlangsung disajikan pada Tabel 3. Bobot badan ternak sapi didapatkan dari estimasi berdasarkan pengukuran lingkar dada ternak sapi. Dari Tabel 3, didapatkan bahwa pertambahan bobot badan (PBB) ternak sapi betina tertinggi terjadi pada perlakuan Introduksi I, yaitu 31.4±16,6 Kg. Sementara Introduksi II dan Introduksi III masing-masing menghasilkan PBB berturut-turut 20 dan 24 Kg. Walaupun hasil analisis statistik, tidak terdapat perbedan (P>0.05) PBB diantara ketiga perlakuan. Pada introduksi I, ternak sapi betina mendapatkan pakan hijauan berupa rumput alam (50%) yang dicampur dengan cacahan pelepah/daun sawit (50%), dengan pakan tambahan berupa dedak dan ampas tahu. Kombinasi pakan ini ternyata berpengaruh positif
9 terhadap pertambahan bobot badan sapi betina muda. Pada awal kegiatan, terlihat palatabilitas pakan hijauan berupa campuran hijauan alam (50%) dan pelepah/daun sawit (50%) lebih rendah dibandingkan dengan palatabilitas rumput alam 100%, sehingga tingkat konsumsi ternak juga rendah. Akan tetapi setelah beberapa saat kegiatan berlangsung secara bertahap ternak mulai menyukai pakan hijauan tersebut. Pemberian cacahan pelepah/daun sawit pada ternak sapi merupakan alternatif pemanfaatan limbah kelapa sawit yang tersedia di lokasi kegiatan menggantikan sebagian rumput alam.
Sementara rataan pertambahan skor kondisi tubuh (SKT) ternak sapi pada introduksi (I) sebesar 0.8 (dari 2.4 menjadi 3.2), introduksi (II) sebesar 0.6 (dari 2.2 menjadi 3.0) dan Introduksi (III) sebesar 0.8 (dari 2.8 menjadi 3.4). Nilai SKT pada ternak sapi betina berhubungan dengan kondisi reproduksi ternak tersebut. Jika nilai SKT rendah, akan mengakibatkan terjadinya gangguan reproduksi pada ternak. Wirdahayati dkk (1995) melaporkan bahwa makin rendah bobot badan (BB) dan skor kondisi tubuh (SKT) atau
body condition
score (BCS) ternak, makin rendah pula persentase kebuntingan (dari 85 menjadi
20%).Tabel 3 . Estimasi Rataan Bobot badan Berdasarkan Lingkar Dada dan Skor Kondisi Tubuh Ternak Sapi Betina selama 4 bulan pemeliharaan Pada Kegiatan Pengkajian 2013 di Kabupaten Bintan.
Perlakuan BB Awal (Kg) BB Akhir (Kg) PBB (Kg) SKT Awal SKT Akhir Introduksi I 182.8±22.3 214.2±6.2 31.4±16,6 2.4±1.1 3.2±0.5 Introduksi II 181.2±20.5 201.2±19.5 20±23.7 2.2±1.1 3.0±0.7 Introduksi III 186.6±58.8 209.2±49.1 22.6±15.7 2.8±1.3 3,4±0.9 Keterangan : BB = Bobot Badan SKT = Skor Kondisi Tubuh
10 Gambar 8. Skor Kondisi Tubuh Ternak Sapi yang telah mengalami Peningkatan
setelah Pemberian Pakan Secara Flushing
KESIMPULAN
Pemberian pakan metode flushing memberikan peningkatan ukuran lingkar dada dan skor kondisi tubuh (SKT) ternak sapi betina pada kegitan pengkajian di Bintan. Peningkatan ukuran lingkar dada yang didapat sebesar 4.8 - 7.6 cm selama 4 bulan pemeliharaan, semetara SKT yang didapat sebesar 0.6 – 0.8. Penggunaan pelepah dan daun kelapa sawit sebagai pakan ternak sapi dapat menggantikan penggnaan rumput sebagai hijauan pakan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau. 2011. Kepri Dalam Angka. BPS Provinsi Kepulauan Riau.
Francis, S Sibanda, T Kristensen, 2002. Estimating Body Weight of Cattle Using Linear Body Measurements. Zimbabwe veteriner journal. www.blacwel-sinergy.com.
Lana, Nitis, I. M. K. 1992. Pengaruh Splementasi Konsentrat Terhadap Komposisi Tubuh Sapi Bali. Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Hasil Penelitian. Badan Litbang Pertanin. Bogor. Indonesia.
11 Winugroho, M. 2002. Strategi pemberian pakan tambahan untuk memperbaiki
efisiensi reproduksi induk sapi. Jurnal Litbang Pertanian. 21(1) : 19-23. Wirdahayati, R.B, M.M.Christie, A. Muthalib dan K.F. Dowsen. 1995. Productivity
of beef cattle in Nusa Tenggara CHAPS Report (1990 – 1992). Directorate General for Livestock Service (Book A): 170 – 201.