• Tidak ada hasil yang ditemukan

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Itik Petelur Asli

Indonesia

(3)

Itik Petelur Asli

Indonesia

Penulis:

Subiharta

Agus Hermawan

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN

(4)

ITIK PETELUR ASLI INDONESIA

Cetakan I 2015

Hak cipta dilindungi undang-undang

© Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2015

Katalog dalam terbitan

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

Itik Petelur Asli Indonesia/Subiharta dan Agus Hermawan--Jakarta:

IAARD Press, 2015.

xii, 102 hlm.: ill.; 25,7 cm

655.41

1. Itik Petelur 2. Asli Indonesia

I. Judul II. Subiharta dan Hermawan, Agus

ISBN : 978-602-344-067-2

Penanggung jawab : Dr. Ir. Moh. Ismail Wahab, M.Si. Penulis : Subiharta

Agus Hermawan Penyunting Naskah : Muryanto

Moh. Ismail Wahab

Redaksi Pelaksana : Agustina Prihatin Mugi Rahayu Ahmad Rifai

IAARD Press

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Jalan Ragunan No. 29, Pasarminggu, Jakarta 12540

Telp. +62 21 7806202, Faks.: +62 21 7800644

Alamat Redaksi:

Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian

Jalan Ir. H. Juanda No. 20, Bogor 16122

Telp. +62-251-8321746. Faks. +62-251-8326561

e-mail: iaardpress@litbang.pertanian.go.id

(5)

KATA PENGANTAR

Setiap tahun angka konsumsi protein hewani semakin meningkat. Itik merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat prospektif yang dapat dipelihara secara khusus untuk menghasilkan daging atau itik petelur. Kualitas karkas daging itik jauh lebih baik dibandingkan dengan kualitas karkas daging ayam, sehingga harga daging itik cenderung lebih mahal dibandingkan dengan daging ayam kampung. Tingginya harga daging itik ini menjadi salah satu pertanda bahwa ternak itik sangat prospektif untuk dikembangkan di Indonesia. Telur itik juga lebih mahal apabila dibandingkan dengan harga telur ayam ras.

Bisnis ternak itik saat ini semakin menggiurkan. Beternak itik bukanlah usaha yang sulit dan semua orang dapat melakukannya asalkan memiliki kemauan, kemampuan, dan minat. Pemeliharaan itik secara tradisional atau dengan digembala memang sangat menunjang konsep pengendalian hama pertanian secara terpadu. Itik umumnya mencari makan di permukaan sawah dan sekitar batang/rumpun pada batang padi. Namun sejak penggunaan obat-obatan pembasmi hama pertanian semakin intensif dan adakalanya dosisnya berlebihan, kasus keracunan itik sering menimbulkan konflik sosial. Pemeliharaan itik secara tradisional semakin mengandung resiko besar.

Saya menyambut baik penerbitan Buku “Itik Petelur Asli Indonesia” yang secara khusus ditulis oleh peneliti BPTP Jawa Tengah. Buku ini merupakan salah satu alternatif buku yang dapat digunakan sebagai pegangan bagi para calon peternak maupun peternak yang secara serius menggeluti usaha ini. Buku ini juga dapat digunakan sebagai rujukan bagi para praktisi dan kalangan akademisi karena ditulis oleh peneliti yang telah secara serius mengembangkan teknologi budidaya ternak itik bersama-sama dengan para peternak di lapangan.

Secara ringkas, buku ini memuat poin-poin penting bagi peningkatan efektivitas usaha itik petelur, dan momentumnya sangat tepat karena memberikan jawaban bagi persoalan penyediaan daging atau protein hewani yang berasal dari unggas yang sangat dibutuhkan masyarakat. Semoga buku ini dapat dimanfaatkan oleh para peneliti dan penyuluh di BPTP/LPTP dan memberikan nilai kemanfaatan lebih besar lagi bagi masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan.

Bogor, Oktober 2015

Kepala Balai Besar,

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

BAB II. KARAKTER RUMPUN ITIK ASLI DAN ITIK LOKAL INDONESIA ... 7

A. Asal-Usul Ternak Itik Asli Indonesia... 10

B. Penyebaran Itik Asli Indonesia ... 14

C. Rumpun Itik Asli Indonesia ... 15

D. Teknik Pemilihan Bibit Itik ... 28

E. Sifat Khusus Ternak Itik ... 29

BAB III. BUDIDAYA TERNAK ITIK ... 33

A. Budidaya Ternak Itik Periode Starter (0 – 8 Minggu) ... 35

B. Budidaya Ternak Itik Periode Grower (9 – 20 Minggu) ... 37

C. Budidaya Ternak Itik Periode Layer (> 20 Minggu) ... 38

D. Seleksi Itik ... 38

BAB IV. PAKAN TERNAK ITIK ... 43

A. Bahan Pakan dan Kandungan Nutrisi... 45

B. Kadar Air Bahan Pakan Itik ... 46

C. Batasan Penggunaan Bahan Pakan ... 47

D. Standar Kebutuhan Nutrisi Itik ... 48

E. Penyusunan Ransum Itik ... 49

F. Teknik Penyusunan Ransum ... 50

(7)

BAB V. KANDANG TERNAK ITIK ... 61

A. Fungsi Kandang ... 63

B. Tata Letak Kandang ... 63

C. Persyaratan Pembuatan Kandang ... 63

D. Macam-Macam Kandang ... 64

BAB VI. PASCA PANEN ITIK ... 67

A. Pembuatan Telur Asin ... 69

B. Pemotongan Itik ... 73

BAB VII. PENYAKIT-PENYAKIT UTAMA TERNAK ITIK ... 79

A. Kolera pada Ternak Itik ... 82

B. Berak Kapur ... 83

C. Penyakit New Duck Disease (NDD) ... 83

D. Penyakit Aflatoksikosis ... 84

E. Lumpuh pada Ternak Itik ... 84

F. Cacar pada Itik ... 85

G. Cacingan pada Ternak Itik ... 85

H. Vaksinasi pada Ternak Itik ... 86

BAB VIII. PENUTUP ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 91

LAMPIRAN ... 97

TENTANG PENULIS ... 101

(8)

DAFTAR TABEL

1. Populasi Itik Magelang Kalung di Kabupaten Magelang ... 16

2. Karakteristik Bobot Badan Itik Magelang (Kg per ekor) ... 18

3. Produksi dan Bobot Telur Itik Magelang ... 19

4. Produksi Telur Itik Tegal dari Beberapa Hasil Penelitian. ... 22

5. Cara Perontokan Bulu secara Paksa ... 31

6. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Lokal ... 45

7. Bahan Pakan Lokal dan Batas Maksimal Penggunaan dalam Ramsum Ternak Itik ... 48

8. Kebutuhan Nutrisi Itik Petelur ... 49

9. Contoh Susunan Ransum dengan Perhitungan Coba-Coba ... 54

10. Contoh Susunan Ransum Itik dengan Metode Coba-Coba. ... 54

11. Contoh Susunan Ransum Itik Didasarkan Kandungan Protein dengan Metode Coba-Coba ... 55

12. Contoh Susunan Ransum Itik Didasarkan Kandungan Energi dengan Metode Coba-Coba ... 55

13. Kebutuhan Pakan Itik Sesuai dengan Umur ... 56

14. Komposisi Isi Tembolok Itik di Kabupaten Cianjur (%) ... 58

15. Luas Kandang Indukan Anak Itik (per ekor) ... 64

16. Komposisi Daging Itik Alabio (%) ... 73

17. Jenis dan Pemanfaatan Bulu Itik ... 75

18. Rata–rata Bobot Bulu Itik Lokal Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin .... 76

(9)

DAFTAR GAMBAR

1. Itik, Itik Manila/Mentok, dan Angsa... 3

2. Kaki Itik yang Berselaput Untuk Berenang di Air ... 11

3. Itik Liar (Mallard Jantan dan Betina dari Amerika) ... 11

4. Itik Belibis - Itik Liar dari Indonesia ... 11

5. Itik Domestikasi ... 12

6. Itik Jantan dengan Bulu Mencuat ke Atas (sex feather) ... 12

7. Itik Petelur, Pedaging (Itik Pekin), dan Ornamental (Itik Bantam) ... 13

8. Itik Indian Runner ... 14

9. Itik Magelang atau Itik Kalung ... 16

10. Itik Magelang tidak Kalung (Putihan) ... 17

11. Itik Tegal ... 20

12. Itik Mojosari ... 23

13. Itik Pekin (Itik Potong) sebagai Salah Satu Tetua Itik Alabio ... 25

14. Itik Alabio ... 25

15. Itik Bali Jambul dan Telur Itik Bali ... 26

16. Itik Mojosari - Alabio (MA) ... 26

17. Itik Pajajaran ... 27

18. Telur Itik Warna Kerabangnya Biru Muda ... 29

19. Fase Itik Rontok Bulu dan Fase Itik Tidak Rontok Bulu ... 31

20. Penempatan Air Minum di Luar Kandang atau Pengaturan Air Minum agar Terus Mengalir sehingga Airnya Bersih ... 32

21. Anak Itik/Starter, Bulu Sayap Pada Itik Muda/Grower Belum Tumbuh dan Itik Dewasa Petelur/Layer ... 35

22. Kandang Indukkan Dilengkapi dengan Pemanas ... 36 23. Kondisi Kandang Kurang Pemanasan Kurang, Cukup, dan Terlalu Panas . 36

(10)

24. Itik Tegal fase pertumbuhan dalam kelompok satu bangsa itik ... 37

25. Seleksi itik berdasarkan produksi telur secara individu ... 40

26. Seleksi itik dengan teknik kandang kelompok ... 41

27. Bahan Pakan Lokal Itik yang Banyak Digunakan oleh Peternak ... 46

28. Jagung Kena Jamur Aspergillus flavus dan yang Tidak Kena Jamur. ... 47

29. Itik Digembala di Sawah yang Habis Dipanen dan di Sungai ... 58

30. Tempat Air Minum Disarankan Tidak Kena Sinar Matahari Langsung (Ternaung) ... 59

31. Kandang Indukan dengan Lantai Litter dan Kawat (Wire Floor) ... 64

32. Kandang Itik Muda Semi Intensif dengan Umbaran, ... 65

33. Kandang Itik Petelur dengan Jumlah Itik per Kelompok Kurang dari 50 Ekor dan Perlengkapan Air Minum. ... 66

34. Kandang Individu atau Baterei ... 66

35. Telur Itik Bobot 49 gram dan 69 gram ... 70

36. Telur Asin dengan Warna Kuning Telur Kemerahan dan Kuning Pucat .... 70

37. Proses Pembuatan Telur Asin ... 71

38. Telur Asin Rebus dan Dibakar Siap Dipasarkan ... 72

39. Telur Asin yang Berminyak dan Berwarna Kuning Kemerahan Lebih Disenangi Konsemen Dibandingkan yang Kurang Berminyak ... 73

40. Karkas Itik dengan Kandungan Lemak Tinggi ... 74

41. Bulu Kawul (down feathers) Cara Pencabutan Kering untuk Diekspor ... 75

42. Bulu yang Tidak Masuk Bulu Kawul Merupakan Bahan Tepung Bulu (Pakan Ternak) ... 75

43. Pencabutan Bulu Basah Dengan Alat Pencabut Bulu dan Manual/Tangan 76 44. Pencabutan Bulu Kering dengan Diolesi Abu dan Bulu Hasil Cabutan ... 77

45. Bulu Hasil Cabutan Basah dan Bulu Hasil Cabutan Kering ... 77

(11)
(12)

BAB I

(13)
(14)

ernak unggas merupakan ternak penting sebagai sumber protein hewani. Produk utama ternak unggas adalah telur dan daging. Secara umum, unggas utama yang diusahakan dapat dibagi menjadi ternak unggas air dan ayam. Sesuai habitat aslinya, unggas air hidup di lingkungan yang banyak airnya. Unggas air yang berkembang di Indonesia antara lain adalah itik. Itik yang juga disebut dengan istilah bebek (bahasa Jawa), sering dianggap sama dengan itik Manila atau Entog/Mentog (bahasa Jawa) dan angsa (Gambar 1). Unggas air yang satu family dengan itik adalah Genus Cairina dengan species Cairina muschata (Entog). Penjelasan tentang asal usul itik terpisah dengan entog karena keduanya tidak sama. Itik masuk dalam genus Anas, spesies Anas plathyryncos sedang entog masuk dalam genus Carina spesies Cairina Muschata.

Menurut beberapa catatan angsa adalah species unggas yang berasal dari species angsa liar yang disebut Graylag (Anser anser) dan angsa liar China (Anser

cygnoides). Kedua species angsa tersebut sampai sekarang masih banyak dijumpai

dan sangat luas penyebarannya. Bangsa angsa di Asia dan Afrika umumnya merupakan keturunan Anser cygnoides sedang bangsa angsa di Eropa diturunkan oleh Anser anser.

Gambar 1. Itik (kiri), Itik Manila/Mentok (tengah), dan Angsa (kanan)

Di Indonesia saat ini berkembang tiga jenis ternak itik, yaitu itik asli, itik lokal dan itik bukan lokal atau introduksi. Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 36/Permentan/OT.140/8/2006 TANGGAL 31 Agustus 2006, yang dimaksud dengan

ternak asli adalah ternak yang kerabat liarnya berasal dari dan proses

domestikasinya terjadi di Indonesia, sedang ternak lokal adalah ternak hasil

persilangan atau introduksi dari luar yang telah berkembang di Indonesia sampai generasi kelima atau lebih yang telah beradaptasi pada lingkungan dan atau manajemen lingkungan setempat. Berdasarkan pada pengertian tersebut, ternak itik asli dan ternak itik lokal yang berkembang di lapangan saat ini sulit dibedakan. Oleh karena itu, dalam buku ini kedua jenis itik tersebut dalam beberapa bagian disamakan.

Ternak itik asli dan itik lokal telah berkembang baik di indonesia yang

dimanfaatkan sebagai produsen telur dan daging. Namun demikian, upaya untuk

T

Su mb er :K ol ek siP rib ad i

(15)

meningkatkan produktivitas itik asli terus dilaksanakan. Upaya tersebut antara lain berupa didatangkannya beberapa rumpun itik dari luar negeri. Salah satu itik introduksi adalah itik Pekin yang lebih ditujukan sebagai itik potong. Berdasarkan pengertian yang dikandung dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 36 tahun 2006, itik Pekin yang dimasukkan ke Indonesia sebagai itik potong tersebut bukan termasuk dalam ternak asli atau ternak lokal karena itik tersebut dibudidayakan dengan tidak diambil keturunannya, populasinya relatif sedikit diusahakan sangat terbatas.

Itik asli dan itik lokal mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan itik bukan lokal (introduksi). Itik asli dan itik lokal lebih unggul karena sudah beradaptasi dengan lingkungan setempat, peternak sudah terbiasa dan mengetahui karakteristik kedua jenis itik tersebut, serta kemudahandalam pencarian bibit karena penetasannya sudah diusahakan oleh peternak setempat. Dilihat dari harga, bibit kedua jenis itik juga relatif lebih murah dibandingkan itik bukan lokal. Harga bibit yang murah sesuai dengan kemampuan sebagian besar peternak di Indonesia yang mengusahakan itik sebagai usaha sambilan.

Ternak itik merupakan unggas pertama yang diusahakan oleh peternak sebagai sumber pendapatan (Hardjosworo, 1990). Selain untuk menghasilkan telur, awalnya itik juga diternakkan untuk menghasilkan daging. Usaha budidaya itik menjadi salah satu usaha ternak unggas yang makin diminati oleh peternak di perdesaan maupun diperkotaan. Sebagai penghasil telur, usaha peternakan itik petelur banyak diminati karena dipandang menguntungkan, khususnya apabila dipelihara secara intensif.

Usaha itik petelur sangat menguntungkan dibandingkan dengan ayam ras maupun ayam kampung karena itik lebih tahan terhadap berbagai penyakit, itik dapat dipelihara pada lahan yang sempit, produksi telur itik lebih tinggi dibandingkan dengan ayam kampung, dan pasarnya masih terbuka. Gambaran pasar produk itik dapat dilihat dari road map Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011). Menurut road map tersebut kebutuhan telur itik baru tecukupi sebanyak 79,1%, daging itik sebanyak 44,75 % dan bibit itik DOD (day old duck) sebanyak 79,1%.

Pasar telur, daging, dan bibit itik masih sangat terbuka. Terbukanya pasar daging itik diperkuat oleh informasi oleh para pedagang bebek goreng, yang menyatakan bahwa mereka seringkali mengalami kesulitan untuk mendapatkan bebek siap potong. Selain bebek goreng, masyarakat juga sudah mulai terbiasa mengkonsumsi daging itik yang diolah menjadi beragam masakan. Di Provinsi Jawa Tengah, terdapat beberapa jenis masakan daging itik seperti opor bebek, rica-rica bebek, bebek goreng, bebek bacem, dan nasi bebek. Ragam masakan asal daging itik juga terus bertambah jumlahnya (Dirdjopratono, 1990).

Disamping produk utama berupa telur dan itik, limbah pemotongan itik berupa bulu juga mulai mendapatkan pasar, baik untuk pasar ekspor maupun pasar lokal (Raharjo et al, 1989 dan Didjopratono et al, 1990). Besarnya peluang pasar dari produk itik inilah yang menarik peternak untuk mengusahakan ternak itik. Suatu usaha akan berkembang jika pasar masih terbuka dan harga produknya cukup

(16)

memberikan keuntungan yang wajar. Disamping produk utama berupa telur dan itik, limbah pemotongan itik berupa bulu juga dapat dipasarkan. Pasar bulu itik, baik untuk pasar ekspor maupun pasar lokal masih sangat terbuka (Raharjo et al., 1989 dan Didjopratono et al., 1990).

Usaha ternak itik menjadi salah satu pilihan usaha karena mempunyai kelebihan dibandingkan usaha ternak ayam. Beberapa keunggulan ternak itik dibandingkan ternak ayam kampung adalah produksi telurnya lebih tinggi dan lebih menguntungkan pada sistem pemeliharaan intensif/terkurung. Kalau dibandingkan dengan ayam ras, nilai jual telur itik lebih mahal karena penjualannya dalam bentuk butiran. Daya cerna serat kasar ternak itik juga lebih tinggi dibandingkan ternak ayam sehingga biaya pakannya lebih murah (Prasetyo et al., 2010).

Bagi para pemula, merintis usaha peternakan itik saat ini belum semudah merintis usaha peternakan ayam ras. Pada usaha ayam ras telah tersedia paket – paket usaha dengan pola kemitraan atau paket usaha mandiri. Sementara itu pada usaha peternakan itik masih ditemui beberapa hambatan. Hambatan tersebut antara lain adalah belum tersedianya paket pola kemitraan dengan perusahaan swasta berskala besar, masih terbatasnya ketersediaan bibit berkualitas sehingga induk itik yang dihasilkan produksi telurnya tidak seragam, serta belum diperolehnyastandar kebutuhan nutrisi untuk produksi itik yang optimal. Kebutuhan nutrisi itik lokal masih mengacu kepada kebutuhan nutrisi itik ras petelur yang produksi telurnya tinggi.

Menyadari beberapa hal tersebut di atas, maka disusunlah buku beternak itik petelur lokal ini. Buku ini secara lengkap menerangkan bangsa – bangsa itik lokal di Indonesia dan karakteristiknya, kandungan nutrisi bahan pakan dan batas penggunaannya, cara menyusun ransum, cara seleksi untuk menghasilkan bibit itik yang produksi telurnya tinggi, pananganan pasca panen, penanganan penyakit, serta gambaran analisis usahataninya.

(17)
(18)

BAB II

RUMPUN ITIK ASLI DAN

ITIK LOKAL INDONESIA

(19)
(20)

ebelum memulai usaha ternak itik, langkah awal yang diperlukan adalah mengenal berbagai rumpun itik asli Indonesia. Di Indonesia dikenal beberapa rumpun itik asli dan itik lokal. Pada itik dewasa, rumpun itik asli dan itik lokal bisa dikenali dari warna bulu penutupnya. Hasil penelitian maupun komunikasi dengan tokoh peternak itik di Kabupaten Brebes, ternak itik dengan warna bulu yang sesuai dengan bulu itik asli, produksi telurnya lebih tinggi dibandingkan dengan itik yang warna bulunya tidak sesuai dengan warna bulu aslinya. Pada saat ini di lapangan berkembang itik yang warna bulu penutupnya tidak sesuai lagi dengan warna itik asli akibat perkawinan yang tidak terkontrol.

Rumpun itik asli dan lokal yang berkembang di Indonesia adalah itik petelur dan dwiguna (penghasil telur dan daging). Itik Alabio dikenal sebagai itik lokal tipe dwiguna, walaupun itik tersebut dikenal produksi telurnya tinggi, tetapi berdasarkan sejarahnya merupakan hasil perkawinan itik asli dengan itik pedaging Pekin. Itik dwiguna lokal lain yang dikenal adalah itik Magelang. Hingga saat ini di Indonesia belum ditemukan rumpun itik khusus potong.

Sampai saat ini ternak itik umumnya diusahakan dengan tujuan utama memproduksi telur, sementara tujuan usaha beternak itik untuk memproduksi daging itik belum banyak berkembang di masyarakat.Usaha ternak itik asli dan itik lokal sangat tepat apabila tujuan utama usaha peternakan itik adalah untuk menghasilkan telur.

Rumpun itik asli dan lokal petelur bisa dicirikan dari bentuk tubuhnya yang langsing (kecil), sedang untuk tipe dwiguna badannya lebih besar sesuai dengan tujuannya. Dengan badan yang kecil tentunya akan menguntungkan, mengingat ternak yang kecil konsumsi pakannya juga sedikit. Usaha ternak itik asli petelur berkembang di berbagai daerah di wilayah Indonesia dengan konsentrasi utama di Pulau Jawa. Tidak berlebihan apabila berbagai upaya dicurahkan untuk meningkatkan produksi telur itik asli. Beberapa rumpun itik asli dan lokal yang dikenal produksi telurnya tinggi antara lain adalah itik Tegal yang berasal dari Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, itik Mojosari yang berasal dari Modopuro Jawa Timur, dan Itik Bali yang berasal dari Pulau Bali. Itik-itik tersebut populasinya masih banyak sehingga masih mudah untuk mendapatkan bibitnya.

Dalam memilih rumpun itik yang akan diusahakan, ketersediaan bibit dan produksi telur yang dihasilkan menjadi pertimbangan penting. Selain itu, ketepatan dalam pemilihan bibit itik yang berkualitas baik dan sesuai dengan tujuan usaha sangat penting dan menjadi salah satu kunci sukses usaha. Dalam usaha peternakan, kesalahan dalam pemilihan bibit sangat merugikan. Bibit yang jelek tidak dapat diperbaiki atau dikompensasi dengan pemberian pakan berkualitas tinggi dan pemeliharaan yang baik. Produksi itik dengan bibit yang kurang baik tidak akan bisa maksimal karena kemampuan produksi telurnya terbatas. Sebaliknya, pencapaian produksi dalam usaha peternakan itik sangat dimungkinkan akan maksimal apabila

(21)

diperoleh bibit berkualitas baik yang diikuti dengan pemberian pakan sesuai kebutuhan nutrisi ternak, disertai dengan pemeliharaan yang baik.

Untuk diketahui, telur itik mempunyai ciri khusus. Ciri khusus ini perlu dikenali karena terkait dengan kesesuaiannya dengan selera konsumen/pasar. Pasar lebih menyukai telur itik yang mempunyai warna kerabang atau kulit telur biru muda.Telur itik dengan dan kerabang warna biru muda ini mempunya harga jual tinggi. Oleh karena itu, dapat dipahami mengapa itik yang berkembang di Indonesia sebagian besar kerabangnya berwara biru muda, walaupun ada pula itik yang

kerabang telurnya berwarna putih.

Kerabang telur itik yang berwarna biru muda, sebagaimana dikehendaki oleh

konsumen, tidak bisa digantikan oleh telur unggas lain. Telur itik ini dimanfaatkan sebagai bahan pembuat makanan olahan, misalnya martabak telur. Untuk itu dalam pemeliharaan itik lokal, sebaiknya dipilih itik yang telurnya mempunyai warna

kerabang biru muda. Itik asli yang mempunyai warna kerabang biru muda adalah

itik Tegal, Mojosari, Magelang, dan itik Alabio. Sementara itu itik lokal yang mempunyai kulit telur berwarna putih adalah itik Bali. Sebelum masuk pada pembahasan dan pengenalan beberapa rumpun itik asli Indonesia, ada baiknya mengenal sejarah dan asal-usul ternak itik asli Indonesia tersebut.

A. Asal-Usul Ternak Itik Asli Indonesia

Belum ada kepastian tentang kapan, asal-usul, dan bagaimana itik masuk ke Indonesia. Cerita yang banyak berkembang di masyarakat menyebutkan itik masuk ke Indonesia pada abad VII Masehi, bersamaan dengan masuknya agama Hindu ke wilayah Indonesia. Sedangkan penyebaran itik ke Indonesia diperkirakan dimulai pada abad ke VIII bersamaan dengan masuknya Belanda ke Pulau Jawa (Soedjai, 1974).

Itik merupakan ternak yang suka air atau bersifat aquaitik. Hal ini ditunjang oleh bulu penutup yang tebal untuk menahan air, kaki yang pendek, dan diantara jari kaki tersambung oleh selaput yang membantu itik dalam berenang (Gambar 2). Menurut sejarahnya, itik yang bekembang saat ini berasal dari itik liar Anas moscha atau Wild Malllard (Gambar 3). Itik liar sendiri menurut sejarahnya berasal dari Amerika Utara dan termasuk dalam ordo Anatidae. Indonesia juga memiliki itik liar. Itik liar asal Indonesia sering disebut dengan nama Belibis atau Wilis (Rohmad, 2015) (Gambar 4).

Di alam bebas, itik-itik liar tersebut menyebarluas. Itik liar diantaranya dapat ditemui di Amerika Utara, Kanada dan Benua Eropa. Pada saat pergantian musim, itik-itik liar melakukan migrasi dari Eropa Utara ke Eropa Selatan sampai ke Afrika Utara. Itik-itik liar ini juga menyebar dan dapat ditemukan didaratan Amerika Selatan, Inggris, Malaysia, Tiongkok, Filipina dan Indonesia.

Dalam perkembangannya, itik liar (Mallard) yang hidup berpasangan (monogamous) mengalami domestikasi (Anas domesticus) (Gambar 5). Itik-itik liar (Mallard) secara naluri masih menunjukkan sifat-sifat mengeram untuk menetaskan

(22)

telur-telurnya. Itik jantan liar (Mallard drake) memiliki bulu warna yang lebih indah dibandingkan dengan itik betina liar (Mallard female).

Gambar 2. Kaki Itik yang Berselaput untuk Berenang di Air

Gambar 3. Itik Liar (Mallard jantan dan Betina dari Amerika)

Gambar 4. Itik Belibis - Itik Liar dari Indonesia

Su mb er : A risa nd i, 20 15 Su mb er : A risa nd i, 20 15 Su mb er : K ol ek si Pr ib ad i

(23)

Kedua itik liar (itik jantan/Mallard drake dan itik betina/Mallard female) akan berkumpul pada saat musim kawin. Alasan yang menguatkan bahwa itik-itik sekarang merupakan keturunan dari Mallard /Wild Mallard yaitu :

1. Itik-itik jantan domestik memiliki karakteristik bulu ekor yang mencuat ke atas (Sex Feather) seperti yang dimiliki oleh Mallard drake (Gambar 6). 2. Dibanding dengan itik-itik liar yang lain, maka Mallard lebih mudah

dijinakkan.

Melalui proses domestikasi (penjinakkan) itik-itik liar, secara bertahap terjadi perubahan yang berjalan secara alamiah. Perubahan yang terjadi pada ternak itik sekarang mencakup perubahan bentuk badan, hilangnya sifat mengeram, dan perubahan sifat berpasangan pada itik (monogamous) menjadi poligamous (satu jantan untuk banyak betina).

Gambar 5. Itik Domestikasi

Gambar 6. Itik Jantan dengan Bulu Mencuat ke Atas (sex feather)

Su mb er : K ol ek si Pr ib ad i Su mb er : K ol ek si Pr ib ad i

(24)

Itik domestik selanjutnya digolongkan kedalam tiga tipe, yaitu: tipe petelur, pedaging dan ornamental (Gambar 7). Namun pada umumnya itik diusahakan untuk tujuan produksi telur dan daging. Ciri-ciri dari ketiga tipe tersebut sebagai berikut:

1. Tipe Petelur (Egg type)

Ternak itik yang termasuk tipe petelur, pada umumnya sangat produktif dalam menghasilkan telur. Tubuhnya kecil dibanding dengan tipe pedaging, secara keseluruhan bentuk tubuhnya seperti botol, dimana bagian kepala kecil dan bagian tulang ekor besar.

2. Tipe Pedaging (Meat type)

Bangsa ini sangat efisien menghasilkan daging, pertumbuhannya cepat dan struktur daging baik.

3. Tipe Ornamental (ornament type)

Itik tipe ini dipelihara bukan karena produksi telur atau produksi daging yang tinggi, akan tetapi karena adanya daya tarik tersendiri yang menyebabkan orang senang atau menyukai sebagai hiasan.

Gambar 7.Itik Petelur (kiri), Pedaging/Itik Pekin (tengah), dan Ornamental/Itik

Bantam (kanan)

Untuk melengkapi informasi tentang sejarah itik lokaldi Indonesia, disampaikan taksonomi dari ternak itik lokal sebagai berikut (Srigandono (1997), Susanti dan Prasetyo (2007):

Taksonomi itik lokal:

 Kingdom : Animalia

 Phylum : Chordata

 Sub phylum : Vertebrata

 Ordo : Anseriformes

 Familia : Anatidae

 Genus : Anas

 Species : Anas platyhyncos

Sebagai tambahan informasi tentang asal usul itik asli, itik asli Indonesia termasuk dalam rumpun bangsa itik Indian Runner (Srigamdono dan Sarengat, 1990; Hardjosworo, 1990). Itik asli dikenal mempunyai bobot badan yang ideal untuk itik petelur sehingga dijadikan standar bobot badan itik Indian Runner (Samosir, 1983)

Su mb er b: A ris an di , 2 01 5

(25)

(Gambar 8). Robinson et al, (1977) bahkan menyimpulkan bahwa itik asli Indonesia dikenal sebagai itik petelur yang baik.

Gambar 8. Itik Indian Runner

B. Penyebaran Itik Asli Indonesia

Itik merupakan unggas air yang hidupnya selalu dekat dengan sumber air, seperti daerah persawahan dan rawa-rawa. Oleh karena itu wajar apabila itik kurang berkembang di Indonesia bagian Timur karena beragroekosistem kering dan kurang mendukung kehidupan itik. Sebaliknya hampir 80 persen itik Indonesia menyebar dan berada di Pulau Jawa (Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat) yang luas wilayahnya hanya 20 persen dari luas Indonesia dan di Pulau Jawa terdapat hamparan sawah yang beririgasi teknis yang memungkinkan berkembangnya itik (Subiharta et al, 2003). Di luar Pulau Jawa, itik berkembang di Provinsi Sulawesi Selatan, Lampung, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Nangro Aceh dan sebagian sepanjang pantai Sentani di Papua.

Informasi tentang berkembangnya itik di luar Pulau Jawa juga didukung berdasarkan informasi tentang adanya permintaan itik Tegal kepada koperasi perbibitan itik di Cirebon Jawa Barat (komunikasi langsung dengan ketua koperasi perbibitan). Informasi terbaru juga menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi Nangroe Aceh Darusalam juga mengembangkan itik Tegal. Melalui Dinas Peternakan setempat, Provinsi NAD telah membeli itik Tegal untuk dikembangkan dan memperbaiki itik peternak di perdesaan (komunikasi langsung dengan staf dinas Juni 2014). Su mb er : A risa nd i, 20 15

(26)

C. Rumpun Itik Asli Indonesia

Itik asli di Indonesia berasal dari domestikasi itik liar yang termasuk dalam kerabat itik Indian Runner. Ada beberapa rumpun itik asli yang telah berkembang di Indonesia dan tersebar di berbagai daerah. Untuk mendukung pelestarian dan pengembangannya, dilakukan penetapan itik asli atau itik lokal Indonesia. Penetapan sebagai ternak asli dan ternak lokal menjadi dasar penyusunan program perbibitan ternak tersebut untuk meningkatkan nilai kemanfaatannya sebagai sumber pangan hewani asal ternak.

Penetapan rumpun itik asli atau itik lokal diusulkan oleh Dinas Peternakan Provinsi atau Kabupaten sesuai dengan penyebaran itik tersebut. Jika penyebaran diwilayah Kabupaten pengusulan oleh Bupati atau Dinas Peternakan Kabupaten namun jika penyebaran lintas kabupaten, maka penyebarannya lintas kabupaten maka pengusulan oleh Gubenur atau dinas Peternakan Provinsi.

Beberapa itik asli di daerah telah ditetapkan sebagai rumpun itik asli Indonesia. Penetapan tersebut berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian

Nomor : 1356/Kpts/TU.210/F/12/2013 tanggal 31 Agustus 2013. Itik lokal yang telah ditetapkan sebagai rumpun itik lokal Indonesia oleh Menteri Pertanian yaitu: itik Mojosari, Alabio, Tegal, Kerinci, Pitalah, Rambon, Bayang, Pegagan, Talang Benih, Magelang ataupun itik lokal spesifik daerah seperti : Cihateup, Turi, dan Bali. Beberapa rumpun itik asli di Indonesia lainnya yang belum memperoleh penetapan adalah itik Padjadjaran, Ratu, Rambon, Benjut, Matara, Bayang dan Damiaking (http://www.situs-peternakan.com, 2015).

Seiring dengan berjalannya waktu, tidak semua rumpun itik asli Indonesia berkembang di masyarakat. Buku ini hanya menampilkan beberapa itik asli dan itik lokal yang produksinya dikenal tinggi dan masih banyak diusahakan oleh peternak, sehingga bibit itik dari rumpun itik asli dan itik lokal tersebut masih dapat diperoleh dengan mudah di pasar atau di masyarakat.

1. Itik Magelang

Itik Magelang atau itik kalung merupakan itik asli Jawa Tengah. Berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian No. 701/Kpts. PD. 410/2013 tanggal 13 Februari 2013, itik Magelang telah ditetapkan sebagai rumpun itik asli Indonesia (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magelang, 2013). Itik Magelang berasal dari daerah Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, tepatnya di Desa Sempu, Kecamatan Secang (Susanti dan Prasetyo, 2007; Dinas Peternakan dan Perikanan, 2013). Selain di Kabupaten Magelang, itik Magelang juga berkembang di Kabupaten Semarang, Temanggung dan Kota Surakarta serta kabupaten lain di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Akhir-akhir ini itik Magelang juga berkembang di Jawa Barat yang kemudian membentuk Itik Pajajaran yang merupakan perkawinan itik Magelang betina dengan itik Cihateup jantan. Karakteristik itik Magelang dapat ditinjau berdasarkan sifat kualitatif dan sifat kuantitatifnya. Penjelasan dari kedua sifat tersebut adalah sebagai berikut:

(27)

Sifat Kualitatif Itik Magelang

Sifat kualitatif itik yang dimaksud adalah warna bulu itik dewasa dan bentuk badan. Itik Magelang sering disebut itik kalung karena mempunya ciri khusus kalung berwarna putih di leher yang tidak dipunyai oleh itik lokal yang lain. Kalung di leher sudah muncul mulai umur satu hari (Day Old Duck) dan terus berkembang hingga dewasa. Ciri kalung dileher menjadi tanda itik Magelang yang asli, sehingga beberapa penelitian menggunakan ciri kalung untuk menilai kemurnian dari suatu populasi itik Magelang (Gambar 9).

Gambar 9. Itik Magelang atau Itik Kalung

Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi itik Magelang kalung saat ini berkisar antara 55,5 – 68,4 % dari total populasi itik Magelang di Kabupaten Magelang. Menurut Wiluto dan Kasudi (1977) populasi itik Magelang kalung sebanyak 55,5%, sedangkan hasil penelitian Suwondo (1979) populasi itik Magelang

kalung lebih banyak yaitu 66,0%, dan hasil penelitian Srigandono dan Sarengat

(1990) menunjukkan bahwa populasi itik Magelang kalung sebanyak 68,4% (Tabel 1). Sedang Susanti dan Prasetyo (2007) berkesimpulan bahwa populasi itik Magelang saat ini termasuk jarang.

Tabel 1. Populasi Itik Magelang Kalung di Kabupaten Magelang

Peneliti Populasi itik kalung (%)

Wiloto dan Kasudi, (1977) 55,5

Suwondo (1979) 66,0

Srigandono dan Sarengat, (1990) 68,4

Sifat kualitatif lain dari itik Magelang adalah warna bulu penutup pada itik dewasa didominasi oleh warna kecoklatan, dengan variasi coklat muda hingga tua atau kehitaman dengan totol-totol warna hitan (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magelang, 2013). Identifikasi warna bulu penutup pada itik Magelang

Su mb er : K ol ek si Pr ib ad i

(28)

dewasa dilaporkan oleh Srigandono dan Sarengat, (1990) berdasarkan nama daerah dapat diklasifikasikan menjadi sembilan (9) jenis. Kesembilan jenis nama itik Magelang tersebut berikut perkiraan prosentase terhadap populasi yaitu: itik kalung (68,40%), Jawa (11,98%), Bosokan (4,7)%), Jarakan (3,96%), Pelikan (3,41%),

Putihan (2,85%), Gambiran (2,12%), Wiroko (1,38%) dan Irengan (1,20%).

Komposisi warna bulu dari masing-masing nama tersebut berbeda-beda. Spesifikasi dari nama-nama tersebut sebagai berikut: Kalung: warna coklat muda sampai tua lehernya berkalung putih melingkar sempurna di leher. Jawa: berwarna coklat muda sampai tua, leher tidak berkalung putih. Pelikan: berwarna coklat muda sampai tua, leher terdapat warna putih tetapi tidak melingkar. Jarakan atau sering disebut babak: berwarna coklat dengan totol-totol hitam, sayap terdapat totol-totol putih. Gambiran: berwarna hitam kecoklokatan tua seragam, ujung sayap putih dan kadang-kadang kalung berwarna putih. Bosokan: berwarna hitam keclokatan mulus, paruh dan kaki berwarna kuning mulus. Putihan: berwarna putih mulus, kaki dan paruh berwarna kuning – jingga (Gambar 10) dan Irengan berwarna hitam mulus.

Itik Magelang termasuk rumpun itik asli Indonesia dengan tipe petelur yang ukuran badannya relatif lebih besar dibanding itik lokal yang lain. Bentuk badan itik Magelang jika berdiri dan berjalan adalah tegap dan tegak lurus dengan tanah. Pada itik betina bentuk badannya sedang dan tegak lurus seperti pada itik jantan (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magelang, 2013).

Gambar 10. Itik Magelang Tidak Kalung (Putihan)

Sifat kuantitatif

Bobot badan itik jantan umur 8 minggu sebesar 946 g/ekor sedangkan pada itik betina 620 g/ekor (Susanti dan Prasetyo, 2007). Bobot badan itik Magelang yang dilaporkan oleh Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magelang (2013) untuk itik dewasa jantan 1,8 – 2,5 kg (jantan) dan 1,5 – 2,0 kg (betina). Hasil komunikasi dengan peternak itik di Kabupaten Magelang menunjukkan bahwa badan itik Magelang lebih besar dibandingkan itik lokal yang lain.

Produksi telur itik Magelang menurut laporan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magelang cukup tinggi, yaitu antara 200 – 300 butir/tahun, namun

Su mb er : K ol ek si Pr ib ad i

(29)

Susanti dan Prasetyo (2007) melaporkan bahwa produksi telur itik Magelang hanya 131 butir/tahun. Srigandono dan Sarengat (1990) berdasarkan hasil penelitiannya melaporkan bahwa produksi telur itik Magelang hanya 160,9 butir /tahun. Penurunan produksi telur kemudian memang dilaporkan oleh Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magelang (2013). Puncak produksi telur itik Magelang tinggal 55,1%, berarti sama dengan produksi normal.

Perbedaan produksi telur tersebut menunjukkan terjadinya variasi produksi telur pada itik Magelang. Produksi telur itik Magelang yang dilaporkan oleh Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magelang merupakan potensi produksi itik Magelang, namun laporan dari Susanti dan Prasetyo (2007) maupun Srigandono dan Sarengat (1990) merupakan hasil riil berdasarkan penelitian. Data yang disampaikan oleh para peneliti tersebut mencerminkan bahwa produksi itik Magelang pada awalnya tinggi, namun saat ini produksi telurnya sudah menurun. Penurunan produksi telur diduga akibat penurunan kualitas bibit. Penurunan kualitas bibit itik Magelang akibat dari perbibitan yang belum tertangani dengan baik. Hal ini dibuktikan oleh penulis yang mendatangi penetas itik Magelang di tempat-tempat penetasan termasuk di Unit Pelaksana Teknis Penetasan milik Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah. Para penetas tersebut dalam melakukan penetasan belum menghasilkan bibit itik yang sesuai dengan kaidah perbibitan. misalnya belum dilakukan seleksi induk penghasil telur tetas dan belum ada catatan produksi maupun silsilah keturunan induk itik.

Tabel 2. Karakteristik Bobot Badan Itik Magelang (kg per ekor)

Klasifikasi umur itik Bobot badan itik

(kg per ekor) Sumber

Umur 8 minggu – Susanti dan Presetyo, (2007)

Jantan 0,946 –

Beting 0,620 –

Itik dewasa – Dinas Pet. Kab. Magelang (2013)

Jantan 1,8 – 2,5 –

Betina 1,5 – 2,0 –

Bobot telur pada ternak itik mempunyai arti yang penting terkait dengan selera konsumen dan harga. Konsumen telur itik menghendaki telur yang besar dengan bobot minimal 60 gram. Bobot telur itik juga berkorelasi positif dengan harga, telur yang bobotnya kurang dari 60 gram harganya akan lebih murah dibanding telur dengan bobot normal (harga turun 50%). Bobot telur hasil penelitian Susanti dan Prasetyo (2007) serta Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magelang (2013) masing-masing 69,5 gram dan antara 60 – 70 gram. Sedang bobot telur itik Magelang hasil penelitian Srigandono dan Sarengat (1990) rata-rata adalah 64,5

(30)

gram. Perbedaan bobot telur dari berbagai penelitian ini diduga akibat umur itik penghasil telur berbeda, makin tua umur produksi makin berat telur yang dihasilkan.

Umur awal bertelur berperan penting bagi ternak itik, semakin cepat masak kelamin semakin kurang baik. Akibat itik cepat masak kelamin, maka telur yang dihasilkan berukuran kecil dan masa produksinya pendek (Hardjosworo, 1990). Sebaliknya umur masak kelamin yang lambat juga merugikan peternak karena peternak akan mengeluarkan biaya pakan sementara itik belum produksi. Masak kelamin selain dipengaruhi bangsa juga dipengaruhi pakan. Pada saat pertumbuhan sampai siap bertelur, itik dengan pakan yang berkualitas dan berlebih dalam pemberiannya maka akan cepat masak kelaminnya. Sebagian peternak mengatasi masak kelamin dini pada itik dengan cara meggembalakan itik di sawah yang habis dipanen. Penggembalaan itik di sawah juga dimaksudkan untuk menghemat biaya pakan. Umur masak kelamin pada itik Magelang yang dianjurkan berkisar antara 5 – 6 bulan.

Masa produksi itik Magelang dalam satu siklus produksi (peneluran) dilaporkan oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Magelang (2013) berkisar antara 9 – 10 bulan. Masa produksi hasil penelitian ini tentunya yang ideal, mengingat di tingkat peternak saat ini masa produksi itik Magelang lebih pendek, yaitu ada yang hanya 3 bulan produksi sudah mulai rontok bulu (disampaikan langsung oleh peternak di Desa Ambarketawang, Kecamatan Mungkid pada saat pelatihan budidaya itik Magelang tanggal 10 September 2013). Masa produksi dipengaruhi oleh perlakuan pakan maupun kualitas bibit. Pakan yang berubah–ubah kualitias maupun jenisnya, akan berpengaruh negatif terhadap masa produksi. Bibit yang kualitasnya jelek, masa produksinya akan pendek. Untuk mengatasi permasalahan masa produksi yang pendek yang diakibatkan oleh bibit diperlukan seleksi.

Tabel 3. Produksi dan Bobot Telur Itik Magelang

Parameter Susanti dan Presetyo

(2007) Magelang (2013) Dinas Pet. Kab.

Rata – rata produksi telur

(butir/tahun/ekor) 131 200 – 300

Puncak produksi (%) 55,1 55.1

Bobot telur (g) 69,5 60 - 70

Umur dewasa kelamin (bulan) - 5 - 6 Lama masa produksi (bulan) - 9 - 10

(31)

2. Itik Tegal (Anas platyrhynchos javanicus)

Itik Tegal merupakan salah satu rumpun itik asli di Indonesia yang telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 2922/Kpts/OT.140/6/2011 pada tanggal 17 Juni 2011 (Gambar 11). Itik Tegal berasal dari Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah dan mempunyai hubungan darah yang dekat dengan itik Khaki Campbell, yaitu keturunan itik pedaging Rouen dan itik Indian Runner (Watanabe, 1961). Hal ini memperkuat alasan itik Tegal dimasukkan dalam bangsa Indian Runner (Tanabe et al, 1984 dan Barlet, 1984).

Itik Tegal merupakan salah satu itik asli paling banyak diminati peternak. Penyebaran itik Tegal meliputi wilayah Pantai Utara Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi, Lampung, Aceh dan Papua (Subiharta et al, 2001). Melihat penyebarannya yang begitu luas, maka Susanti dan Prasetyo (2007) menggolongkan itik Tegal kedalam itik asli yang populasinya masih banyak. Kepopuleran itik Tegal mendorong majalah Poultry Sience di Amerika untuk secara khusus mengulas dan menampilkannya sebagai itik petelur yang baik (komunikasi lansung dengan dengan Bapak Sri Gandono, Dosen Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro tahun 2003). Itik Tegal juga banyak digunakan sebagai materi penelitian dan digunakan sebagai standar produksi itik lokal di Indonesia.

Gambar 11. Itik Tegal

Sifat Kualitatif

Sifat kualitatif yang dimaksudkan adalah warna bulu penutup itik dewasa dan bentuk badan. Sarengat (1982) membedakan itik Tegal dewasa menjadi sembilan (9) jenis berdasarkan warna bulu penutup. Sembilan jenis itik Tegal dan prosentase setiap warna bulu penutup terhadap populasi itik Tegal adalah sebagai berikut: Itik

Branjanagan (56,73%), Lemahan (22,47%), Jarakan (10,40%), Putihan (3,36%), Jalen (2,01%), Blorong (1,46%), Jambul (1,29%), Pudak (1,16%), dan Irengan

(1,10%). Sementara itu Samosir membedakan warna bulu itik Tegal menjadi 3, yaitu

Branjangan, Jarakan dan kombinasinya. Menurut Suwondo (1979) warna bulu

penutup itik berkorelasi positif dengan produksi telur. Produksi telur tertinggi pada

Su mb er : K ol ek si Pr ib ad i

(32)

itik Tegal berdasarkan warna bulu adalah berwarna Branjangan diikuti warna

Lemahan dan Jarakan. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila itik Tegal yang

paling banyak ditemukan di lapangan dan disenangi peternak adalah Branjangan,

Lemahan dan Jarakan.

Sarengat (1982) memberi penjelasan terhadap warna bulu penutup itik Tegal sebagai berikut. Branjangan: berwarna putih kotor kecoklatan, dengan totol coklat agak tua yang jelas. Lemahan: berwarna coklat muda keabu-abuan, dengan totol-totol coklat yang tidak jelas. Jarakan: berwarna coklat muda dengan totol-totol-totol-totol hitam yang tidak jelas. Blorong: coklat kehitaman dengan kalung putih yang tidak sempurna, Jalen: warna putih mulus dengan wara paruh dan kaki kehijauan.

Putihan: putih mulus dengan warna kaki dan paruh kuning jingga. Pudak: warna

putih dengan warna kaki dan paruh berwara hitam kecoklatan diujung terdapat warna putih. Irengan: berwarna hitam mulus dan Jambul: berwarna hitam mulus di kepala terdapat jambul.

Sifat Kuantitatif

Sifat kuantitatif itik Tegal berdasarkan penelitian Subiharta et al (2000) yang meliputi bobot badan, umur awal bertelur, bobot telur dan produksi telur telah dilaporkan, sebagaimana diuraikan di bawah ini:

Itik Tegal betina(gram):

- DOD (day old duck) : 35,86 ± 1,89 gram/ekor - Bobot badan umur 8 minggu :923,23 ± 87,28 gram/ekor - Umur awal bertelur : 162,6 ± 7,09 hari

- Bobot badan awal bertelur :1456,9 ± 56,21 gram/ekor - Bobot telur awal : 50,18 ± 3,44 gram/butir - Produksi telur 3 bulan : 52,86 ± 9,31 persen

Perbedaan antara itik Tegal dengan itik lokal yang lain adalah waktu masak kelaminyang lebih dini. Laporan Hetzel (1981) menunjukkan masak kelamin itik Tegal adalah 132 hari, 11 hari lebih cepat dibandingkan masak kelamin itik Alabio yang mencapai 143 hari. Umur masak kelamin dini merupakan sifat genetik yang menguntungkan dan dapat dipakai untuk perbaikan genetik itik yang umur masak kelaminnya lambat. Efek negatif dari umur masak kelamin dini antara lain adalah telur yang dihasilkan berukuran lebih kecil dengan masa produksi pendek (Hardjosworo, 1990). Bobot telur penting artinya pada ternak itik, karena terkait dengan pemenuhan selera konsumen dan harga.

Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa produksi telur itik Tegal asli bisa mencapai 87,11% (Chavez dan Lasmini, 1978), artinya dalam seratus ekor itik rata-rata yang berproduksi ada sebanyak 87 ekor itik (duck day production). Namun demikian, semakin hari produksi telur itik Tegal semakin menurun. Setelah kurun waktu 10 tahun, produksi telur itik Tegal turun menjadi 77,80% dan bahkan terus menurun hingga produksi telur berkisar antara 43,07 – 43,80% (Subiharta et al, 1998, Sri Gandono dan Sarengat, 1990). Penurunan produksi telur itik Tegal juga disampaikan oleh para peternak di Kabupaten Brebes maupun ketua Gapoknak ternak itik Tegal (komunikasi langsung, 2013) yang menyatakan produksi telur itik

(33)

Tegal pada tahun 1970 – 1980 bisa mencapai 70 – 80%, namun pada saat ini produksi telurnya kurang dari 50%.

Untuk mendapatkan itik Tegal dengan produksi telur tinggi, peternak dapat melakukan seleksi secara berkala. Seleksi dapat mengembalikan produksi telur itik Tegal sesuai dengan potensi aslinya(Sri Gandono dan Sunarti, 2001). Walaupun seleksi berdasarkan genetik lebih direkomendasikan karena pengaruhnya lebih lama (Hardjosworo et al, 2001), peternak juga dapat melakukan seleksi itik dengan cara sederhana. Seleksi dapat dimulai pada saat pembelian (itik dara) hingga pada masa produksi. Seleksi itik dara pada saat pembelian dilakukan dengan cara memilih itik berdasarkan warna bulu dan bentuk badan yang mendekati itik Tegal aslinya. Seleksi pada saat produksi dilakukan dengan cara mengeluarkan itik Tegal yang rontok bulunya lebih cepat.

Tabel 4. Produksi Telur Itik Tegal dari Beberapa Hasil Penelitian

Peneliti Produksi (butir) Produksi (%)

Chavez dan Lasmini, 1978 318 87,11

Raharjo, 1988 284 77.80

Sri Gandono dan Sarengat, 1990 159,9 43,80 Subiharta et al, 1998 157,20 43,07

3. Itik Mojosari(Anas. Spc)

Itik Mojosari merupakan itik asli yang berasal dari Jawa Timur, tepatnya dari Desa Modopuro, Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur. Oleh karena itu itik Mojosari juga sering disebut dengan itik Modopuro. Itik Mojosari menyebar di Provinsi Jawa Timur dan sebagian lagi di Jawa Barat. Mengingat penyebarannya yang luas Susanti dan Prasetyo ( 2007) menggolongkan populasi itik Mojosari ini menjadi golongan yang cukup banyak.

Sifat Kuantitatif

Berdasarkan warna bulu itik Mojosari dibagi dua yaitu warna bulu coklat kemerahan dan putih. Populasi warna bulu coklat lebih banyak dibanding warna bulu putih. Pada itik Mojosari putih, paruh dan kakinya berwarna kuning.

Pada itik Mojosari dengan bulu coklat kemerahan, itik jantan dicirikan dengan warna bulu coklat kehitaman dengan beberapa helai bulu ekor melengkung keatas. Warna paruh dan kaki itik Mojosari betina adalah hitam. Sedangkan warna kehitaman pada paruh dan kaki itik Mojosari yang jantan lebih gelap (Gambar 12).

(34)

Gambar 12. Itik Mojosari

Sifat Kuantitatif

Sifat kuantitatif itik Mojosari yang meliputi bobot badan dan produksi telur. Bobot badan itik Mojosari dengan bulu coklat berdasarkan laporan penelitian Susanti dan Prasetyo (2007) sebagai berikut:

Itik Mojosari betina (gram per ekor):

- Bobot DOD : 45,1 ± 4,2 - Bobot badan umur 8 minggu : 981,3 ± 171,4 - Bobot badan umur 18 minggu : 1510,2 ± 126,9 Itik Mojosari jantan (gram per ekor):

- Bobot DOD : 45,5 ± 4,4 - Bobot badan umur 8 minggu : 1061,3 ± 296,4 - Bobot badan umur 18 minggu : 1638,0 ± 196,3

Berdasarkan berbagai laporan, produksi telur itik Mojosari bervariasi. Prasetyo dan Susanti (2007) melaporkan produksi telur itik Mojosari pada umur 6 bulan adalah 118,3 ± 43,2 butir/ekor dan produksi selama 12 bulan mencapai 238 butir/ekor. Sedangkan menurut H. Nawi, seorang pelaku usaha itik Mojosari, melaporkan bahwa produksi telur itik Mojosari berkisar antara 230 – 250 butir/ekor/tahun. Sarengat (1990) melaporkan itik Mojosari berproduksi 24 butir dalam enam minggu atau 208 butir per tahun.

Variasi produksi telur itik Mojosari berdasarkan berbagai laporan di atas menunjukkan belum seragamnya kualitas itik Mojosari. Seperti halnya dengan itik lokal yang lain, variasi produksi pada itik Mojosari disebabkan oleh belum adanya perbibitan khusus sehingga kualitas bibit yang dihasilkan belum/tidak seragam. Itik Mojosari dikenal sebagai itik lokal petelur yang baik.

Su mb er : P ra set yo e t a l, 20 10

(35)

4. Itik Alabio (Anas plathyrynchos borneo).

Itik Alabio berasal dari Kalimantan tepatnya berasal dari Desa Mamar, Kecamatan Amuntai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Provinsi Kalimantan Selatan (Susanti dan Prasetyo., 2007). Berdasarkan sejarahnya, itik Alabio merupakan perkawinan antara itik asli Kalimantan dengan itik Pekin (Gambar 13). Itik Alabio ditetapkan sebagai plasmanutfah itik lokal Kalimantan (Purba et al., 2005) dan dikenal mempunyai keunggulan produksi telurnya tinggi (Biyatmoko., 2005; Suparyanto., 2005 dan Hamndan et al., 2010). Tingginya produksi telur itik Alabio dilaporkan oleh Abrani dan Rahmatullah (2011). Pada pemeliharaan intensif, produksi telur itik Alabio bisa mencapai 91 persen. Itik Alabio merupakan salah satu itik lokal yang banyak diminati oleh peternak, dibuktikan dengan penyebaran itik Alabio yang luas. Selain di Kalimantan, itik Alabio juga menyebar di Pulau Sumatra dan sebagian Pulau Jawa. Populasi itik Alabio saat ini relatif banyak (Susanti dan Prasetyo, 2007).

Sifat kualitatif

Itik Alabio secara umum berwarna coklat agak kelabu dengan bercak hitam di seluruh badan. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa warna bulu pada itik Alabio jantan dan betina didominasi oleh warna coklat keabuan, hijau kebiruan, putih keabuan, abu-abu hitam dan hitam (Gambar 14). Warna itik Alabio jantan hitam polos dan yang betina berwarna coklat totol-totol. Itik Alabio jantan maupun betina memiliki warna bulu kerlip bulu perak pada bagian leher, punggung dada dan ekor serta warna kebiruan mengkilap pada bagian sayap. Warna paruh, kaki dan shank adalah kuning gading pucat sampai kuning gading tua (Suryana et al, 2011)

Sifat kuantitatif

Sifat kuantitatif itik Alabio meliputi karakterisitik bobot badan dan karakteristik produksi telur. Bobot badan itik Alabio dari laporan Susanti dan Prasetyo (2007) sebagai berikut:

Itik Alabio betina (gram per gram):

- Bobot umur 1 hari (Day Old Duck/DOD): 41,06 ± 3,98 - Bobot badan umur 8 minggu : 981,2 ± 188,8 - Bobot badan umur 18 minggu : 1516,6 ± 130,1 Itik Alabio jantan (gram per gram):

- Bobot DOD : 41.32 ± 3.64 - Bobot badan umur 8 minggu : 1032,9 ± 187,64 - Bobot badan umur 18 minggu : 1588,6 ± 155,43

Karakteristik produksi telur itik Alabio (Susanti dan Prasetyo, 2007) adalah sebagai berikut:

- Umur pertama kali bertelur : 177 ± 26,2 hari - Bobot telur pertama : 58,4 ± 6,0 g/butir - Bobot badan pertama bertelur : 1693,8 ± 152,1 g/ekor - Produksi telur 6 bulan : 128 ± o,8 butir/ekor - Produksi telur 12 bulan : 248,8 ± 0,7 butir/ekor

(36)

Gambar 13. Itik Pekin (Itik Potong) sebagai Salah Satu Tetua Itik Alabio

Gambar 14. Itik Alabio

5. Itik Bali (Anas. Spc)

Itik Bali belum jelas asal-usulnya dan diperkirakan semula berasal dari Pulau Lombok hingga sering disebut juga itik Lombok. Kelebihan itik Bali dapat tahan diberbagai ekosistem sehingga dapat hidup diberbagai wilayah di Indonesia. Kondisi tubuhnya mirip dengan itik Tegal kecuali leher tampak lebih pendek. Warna bulu sangat bervariasi, ada yang berwarna putih bersih, coklat merah dengan campuran hitam dengan bintik-bintik putih dan sebagian besar memiliki jambul diatas kepala (Setioko et al., 1985). (Gambar 15). Warna bulu Itik Bali seperti jerami kering disebut juga warna bulu sumi yang sangat disukai oleh para petani setempat karena menghasilkan telur yang sangat banyak. Produksi telur Itik Bali adalah 39,8-45,2 butir per 28 minggu (Palguna et al., 1976), Bobot badan Itik Bali betina pada umur sepuluh minggu adalah 1.169,5-1.278,3 gram (Supardjata et al., 1977).Khusus untuk itik Bali warna kulit telur putih, dan ini tidak disenangi oleh sebagian konsumen telur itik sehingga harga jual telur itik tersebut lebih murah dibanding telur yang kulit telurnya berwarna biru muda.

Sumber : P ra se tyo et al, 2010, htt ps ://bebe kudotm e. wo rdpr es s.c om, 2015 Su mb er : K ol ek si Pr ib ad i

(37)

Gambar 15. Itik Bali Jambul dan Telur Itik Bali

6. Bangsa itik hasil persilangan a. Itik Mojosari – Alabio (MA)

Persilangan antar itik lokal dimaksudkan untuk meningkatkan produksi telur. Harapannya ternak produksi telur hasil persilangan akan lebih baik dibandingkan dengan tetuanya. Penelitian persilangan antara itik Mojosari dengan itik Alabio atau sebaliknya telah dilaksanakan di Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor. Persilangan ini menghasilkan dua galur, yaitu:

1. AM merupakan hasil persilangan Alabio jantan dengan Mojosari betina, dan

2. MA merupakan hasil persilangan antara Mojosari jantan dengan Alabio betina (Gambar 16)

Gambar 16. Itik Mojosari - Alabio (MA)

Hasil persilangan antara kedua bangsa itik tersebut produksi telurnya cukup tinggi. Selama tiga (3) bulan pertama, produksi telur itik MA ternyata lebih tinggi yaitu sebanyak 74,22 butir sedangkan itik AM produksi telurnya sebanyak 61,47

Su mb er : h ttp s:/ /b eb ek ud ot me. w or dp re ss. co m , 2 01 5 Su mb er : P ra set yo e t a l, 20 10

(38)

butir. Produksi telur hasil persilangan itik MA ini lebih tinggi dibandingkan produksi telur tetuanya yang masing – masing mencapai 66,14 butir untuk itik Alabio dan dan 66,76 butir untuk itik Mojosari. Seleksi lanjutan dilakukan pada kedua tetua(itik Mojosari dan itik Alabio) yang kemudian disilangkan untuk menghasilkan itik hibrida lokal yang dikembangkan sebagai bibit niaga itik petelur, yaitu itik MA (Prasetyo et al, 2005). Untuk diketahui karena telur yang dihasilkan merupakan hasil persilangan atau itik hibrida, maka telur yang dihasilkan hanya diperuntukkan sebagai telur konsumsi, tidak untuk ditetaskan.

b. Itik Padjajaran

Itik Padjajaran merupakan persilangan antara itik betina Magelang dengan itik jantan Cihateup. Itik Cihateup berasal dari Desa Rajamandala, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Persilangan kedua itik tersebut dilakukan oleh peternak di Desa Padjajaran, Kabupaten Bandung, sehingga itik hasil persilangan diberi nama itik Padjajaran (Gambar 17). Persilangan dimaksudkan untuk meningkatkan produksi telur dengan mengambil kelebihan itik Cihateup yang masih berproduksi walaupun sedang rontok bulu (Ciri-ciri itik padjajaran, 2015)

Itik Padjajaran mempunyai keunggulan berupa karakternya yang jinak, terlihat tenang, tingkat stres yang rendah serta produksi telur yang stabil. Produksi telur itik Padjajaran antara 270 – 310 butir/tahun/ekor, bobot telur antara 60 – 70 gram dan bobot badan betina antara 1,2 – 1,3 kg/ekor (Ciri-ciri itik padjajaran, 2015)

Gambar 17.Itik Pajajaran

Menurut deskripsi, badan itik Padjadjaran lebih kecil dibandingkan tetuanya. Bobot badan itik yang rendah menunjukkan pakan yang diperlukan lebih sedikit yang berarti lebih efisien dalam memanfaatkan pakan dan biaya pakannya juga lebih sedikit. Perlu diketahui bahwa bahwa biaya pakan itik bisa mencapai 70 – 80 % dari

Su mb er : C iri -c iri It ik P ad ja ja ra n, 2 01 5

(39)

biaya operasional. Informasi itik Padjajaran masih sedikit termasuk informasi apakah itik tersebut termasuk itik hibrida lokal.

D. Teknik Pemilihan Bibit Itik

Setelah mengetahui karakteristik berbagai rumpun itik asli dan itik lokal, maka tahap selanjutnya adalah memilih itik yang akan dipelihara. Penting untuk diketahui bahwa sampai saat ini lembaga perbibitan itik yang utuh belum berkembang secara mantap. Lembaga perbibitan yang dimaksud adalah usaha perbibitan milik pemerintah atau swasta yang telah mengikuti kaidah perbibitan. Kaidah perbibitan meliputi teknik produksi telur induk penghasil telur tetas, umur induk penghasil telur tetas, dan kualitas telur tetas. Selama proses penetasan. para penetas saling bekerjasama dan melakukan pemisahan induk jantan dan betina dengan benar. Induk penghasil telur tetas diseleksi secara kontinyu untuk memilih induk yang produksi telurnya tinggi dan berasal dari satu rumpun itik asli atau itik lokal yang jelas untuk menjaga kemurniannya.

Saat ini yang sudah berkembang baru lembaga penetasan. Akan tetapi, asal induk dari telur yang ditetaskan tidak diketahui asal-usul dan kualitas produksi telurnya. Pasokan telur tetas juga tidak bisa kontinyu karena belum ada peternak yang khusus menghasilkan telur tetas, sehingga produksi anak itik jumlahnya terbatas.

Beberapa catatan di bawah ini dapat digunakan sebagai patokan dalam memilih bibit itik yang baik agar dihasilkan produksi telur yang tinggi:

 Pilih rumpun itik asli atau itik lokal yang produksi telurnya tinggi,

 Mengingat di Indonesia belum ada perbibitan itik asli dan itik lokal, maka pilih rumpun itik yang populasinya masih tinggi atau banyak seperti itik Tegal yang berasal dari Jawa Tengah atau itik Alabio dari Kalimantan, sehingga peluang untuk mendapatkan itik yang produksinya tinggi lebih besar.

 Setelah menentukan rumpun itik, tahap selanjutnya adalah menentukan umur itik yang akan dipelihara, yaitu apakah akan memulai memelihara itik dari kecil umur 1 hari (day old duck/DOD) atau mulai itik dara.

 Jika memulai usaha itik dari umur 1 hari, maka pilih penetas yang skala penetasannya banyak sehingga ada kesempatan untuk memilih itik yang seragam umurnya dan seragam bangsanya,

 Apabila usaha akan dimulai dengan memelihara itik siap telur (bayah), maka dipilih itik yang umurnya sama. Sebagai pedoman, ada beberapa ciri itik muda yang membedakannya dengan itik yang sudah tua. Ciri tersebut adalah pada itik muda tulang dada dan Os pubis masih lunak atau lentur sedang pada itik dewasa tulang tersebut sudah keras. Paruh pada itik muda lebih sempit dibandingkan paruh itik dewasa (Hardjosworo dan Rukmiasih, 1999).

(40)

 Untuk mendapatkan itik yang produksinya tinggi perlu dilakukan seleksi. Karena belum ada catatan tentang produksi telur, maka seleksi dilakukan dengan melihat bentuk luar. Pada peternak pemula, seleksi bisa dilakukan dengan meminta bantuan dari peternak yang telah terbiasa memelihara itik. Seleksi yang paling sederhana adalah dengan memilih itik sesuai dengan warna bulu asli sesuai karakter rumpun itik yang diinginkan. Berdasarkan hasil penelitian, itik yang memiliki warna bulu sesuai bangsa aslinya mempunyai tingkat produksi lebih tinggi (Suwondo, 1979). Misalnya, pilih itik yang berkalung untuk itik Magelang, itik warna

Branjangan untukitik Tegal, itik Mojosari yang warnanya coklat

kemerahan, sedangkan pada itik Alabio dipilih itik yang mempunyai warna bulu agak kelabu dan seluruh badannya ada bercak hitamnya.

 Dalam memelihara itik, usahakan pemeliharaan itik dalam satu rumpun. Apabila memelihara beberapa rumpun itik, pemeliharaan masing-masing rumpun itik dilakukan secara terpisah. Misalnya jangan mencampur itik Tegal dengan itik Mojosari.

 Pilih itik yang produksi telurnya diterima pasar. Pasar telur itik di Jawa menghendaki telur yang warna kulitnya (kerabang) biru muda (Gambar 18). Telur itik yang warna kulit telurnya putih (itik Bali) harganya lebih murah.

Gambar 18. Telur Itik Warna Kerabangnya Biru Muda

E. Sifat Khusus Ternak Itik

1. Sifat penggelisah

Itik merupakan ternak unggas yang dibudidayakan dengan tujuan utama produksi telur, walaupaun pada akhir-akhir ini telah diusahakan itik pedaging sejalan dengan diterimanya daging itik oleh konsumen. Itik lokal yang berkembang di Indonesia sebagai itik petelur, sedang itik afkir atau itik jantan dimanfaatkan untuk diambil dagingnya.

Ada sifat khusus pada ternak itik yang tidak dipunyai oleh ternak unggas yang lain, yaitu sifat penggelisah dan tidak mengerami telurnya setelah mengalami domestikasi. Sifat penggelisah berkaitan erat dengan produksi telur. Oleh karenanya selama masa produksi, itik harus berada di lingkungan tenang. Jika terjadi kegaduhan selama masa produksi, maka akan terjadi penurunan produksi telur. Pada

Su mb er : K ol ek si Pr ib ad i

(41)

pemeliharaan itik secara terkurung, masalah tersebut dapat diatasi dengan menempatkan kandang pada lokasi yang jauh dari keramaian sehingga itik dapat berproduksi dengan tenang. Sedangkan hilangnya sifat mengeram pada ternak itik setelah mengalami domestikasi, dapat diatasi dengan mengeramkan telur untuk mendapatkan anak itik dengan menggunakan bantuan ternak unggas lain atau mesin tetas.

2. Rontok bulu (Moulting)

Rontok bulu merupakan satu proses biologis yang dialami oleh ternak itik. Namun demikian rontok bulu juga dapat disebabkan oleh terjadinya kekurangan gizi atau serangan kutu. Rontok bulu secara alami terjadi karena akan tumbuhnya bulu yang baru. Rontok bulu dibedakan menjadi dua, yaitu: fase pertumbuhan dan pada fase produksi telur.

Rontok bulu fase pertumbuhan.

Pada masa pertumbuhan, itik akan mengalami rontok bulu 4 kali, yaitu pada umur satu minggu, dua bulan, empat bulan dan menjelang bertelur. Pada fase pertumbuhan, itik dengan asupan pakan yang cukup kandungan nutrisinya akan mengalami rontok bulu secara rutin sesuai dengan umurnya.

Rontok bulu fase produksi telur.

Pada fase bertelur itik mengalami rontok bulu. Disamping disebabkan oleh sifat alami dan asupan nutrisi pakan maupun bentuk pakan, masa rontok bulu juga dipengaruhi oleh kualitas bibit itik. Oleh karena itu pada fase bertelur masa rontok bulu itik tidak bersamaan atau berbeda antar individu itik (Gambar 19). Pada masa bertelur sebelum rontok bulu dimulai dengan penurunan produksi telur. Beberapa hal perlu diperhatikan untuk menghindari rontok bulu yang tidak bersamaan, yaitu:

1. Pilih bibit itik yang berkualitas agar tidak cepat rontok bulu

2. Dalam pemeliharaan usahakan itik petelur umurnya sama, agar rontok bulunya juga bersamaan

3. Kandungan nutrisi pakan itik disesuaikan dengan kebutuhan serta hindari mengubah komposisi dan jenis bahan, bentuk, cara pemberian, serta waktu pemberian pakan.

4. Kalau terjadi rontok bulu yang tidak bersamaan, amati itik yang rontok bulunya cepat. Itik tersebut perlu segera dikeluarkan, karena masa bertelurnya pendek dan produsi telurnya rendah.

5. Pada saat rontok bulu itik berhenti bertelur. Untuk efisiensi, berikan pakan hanya 50% dari kebutuhan

(42)

Gambar 19. Fase Itik Rontok Bulu (Bulu Itik Lepas Berserakan di Lantai

Kandang - kiri), dan Fase Itik tidak Rontok Bulu (Lantai Kandang Bersih dari Bulu - kanan)

Pada usaha ternak itik skala besar, apabila dalam satu kelompok itik betina yang sedang bertelur sebagian besar sudah mulai terjadi rontok bulu, maka perlu dilakukan upaya untuk menyeragamkan rontok bulu. Rontok bulu paksa dapat dilakukan dengan metoda puasa seperti berikut ini:

Tabel 5. Cara Perontokan Bulu Secara Paksa

Hari ke- Pakan Air

1 Puasa Puasa 2 60 gram/ekor Ad-libitium 3 Puasa Puasa 4 60 gram/ekor Ad-libitium 5 Puasa Puasa 6 60 gram/ekor Ad-libitium 7 Puasa Puasa

8 80% gram/ekor dari kebutuhan Ad-libitium

9 Ad-libitium Ad-libitium

3. Pemberian Air Minum

Air mutlak diperlukan untuk menunjang kehidupan seluruh jenis ternak, karena air merupakan salah satu gizi yang penting. Sebagai contoh, ayam tanpa air akan menderita dan lebih cepat mati dibanding tanpa pakan. Tubuh ayam mengandung 58% air dan telur mengandung 66% air (Esmail, 1996 dalam Prasetyo

et al, 2010). Hal ini menunjukkan pentingnya nilai air bagi ternak.

Pada pemeliharaan itik yang dilepas, maka itik akan mencari makan di selokan, parit atau sawah. Pada saat mencari pakan, itik sekaligus mendapatkan air minum. Air berfungsi sebagai sumber mineral yang diperlukan oleh itik. Mineral yang penting antara lain adalah Na, Mg dan Sulfur.

Su mb er : K ol ek si Pr ib ad i

(43)

Mutu air sangat penting bagi ternak itik. Namun demikian mutu air sering diabaikan oleh peternak. Air minum selain penting karena mengandung mineral yang diperlukan oleh itik, mutu air juga menetukan kesehatan itik. Untuk itu mutu air perlu diperhatikan, khususnya pada pemerliharaan itik secara terkurung. Air minum itik harus bersih .Jika diukur, keasamannya perlu diusahakan agar mendekati netral atau dengan pH antara 5 – 7. Air juga tidak berbau, tidak asin dan tidak mengandung racun. Jumlah kebutuhan air untuk unggas termasuk ternak itik diperkirakan 2 kali dari kebutuhan pakan/ekor/hari (Prasetyo et al, 2010). Untuk memudahkan dalam perhitungan kecukupan air minum, sebaiknya air disediakan secara cukup, jangan sampai berlebih karena dapat menyebabkan litter menjadi cepat basah (Gambar 20).

Gambar 20. TempatkanAir Minum di Luar Kandang (kiri) atau Atur Air Minum

agar Terus Mengalir sehingga Airnya Bersih (kanan)

Su mb er : K ol ek si Pr ib ad i

(44)

BAB III

(45)
(46)

udidaya atau penerapan teknik pemeliharaan menjadi salah satu bagian yang penting dalam usaha ternak itik, selain bibit dan pakan. Budidaya itik dibedakan berdasarkan umur atau status fisiologisnya yaitu periode anak (starter), periode pertumbuhan atau itik muda (grower) dan periode bertelur (layer) (Gambar 21).

Gambar 21. Anak Itik/Starter (kiri), Bulu Sayap pada Itik Muda/Grower Belum

Tumbuh (Tengah) dan Itik Dewasa Petelur/Layer (kanan)

A.Budidaya Ternak Itik Periode Starter (0 – 8 Minggu)

Pemeliharaan itik pada periode starter paling rawan kematian. Tingkat kematian anak itik tinggi karena daya tahan dan kepekaan anak itik terhadap lingkungan masih rendah. Oleh karena itu lingkungan pemeliharaan anak itik perlu disesuaikan dengan kebutuhan hidupnya. Dua hal yang perlu diperhatikan pada periode ini adalah pakan dan kandang.

Pemeliharaan anak itik (Day Old Duck/DOD) dilakukan dalam kandang indukan (brooder) (Gambar 22). Dalam satu kandang dipelihara anak itik satu bangsa dengan umur sama. Kandang indukan dilengkapi pemanas selama 4 minggu yang dihidupkan sepanjang hari. Setelah anak itik berumur 4 minggu, pemanas hanya dihidupkan pada malam hari saja. Untuk mengetahui apakah pemanas sudah cukup atau masih kurang, bisa dilihat dari pola bergerombolnya anak itik di sekitar lampu/pemanas (Gambar 23). Jika anak itik bergerombol di sekitar lampu pemanas, artinya pemanas masih kurang kuat dan harus ditambah. Penambahan pemanas dapat dilakukan dengan menambah jumlah lampu atau mengganti lampu dengan daya (watt) lebih besar. Sebaliknya jika anak itik menjauhi lampu, berarti lampu terlalu panas. Pemanas yang cukup ditandai dengan anak itik yang menyebar, tetapi bukan menjauhi lampu/pemanas.

Pakan dan minum itik disediakan sesuai dengan kebutuhan dan terus tersedia di kandang. Penggantian alas kandang dilakukan jika alas kandang sudah basah terkena percikan air minum atau terlalu banyak kotoran.

B

Su mb er : K ol ek siP rib ad i

(47)

Gambar 22.Kandang Indukan Dilengkapi dengan Pemanas

Gambar 23. Kondisi Kandang Kurang Pemanasan Kurang, Cukup, dan Terlalu

Panas Su mb er : Pr ase ty o et a l, 20 10 Su mb er : ko le ksi P rib ad i

Gambar

Gambar 1. Itik (kiri), Itik Manila/Mentok (tengah), dan Angsa (kanan)
Gambar 8. Itik Indian Runner
Gambar 9. Itik Magelang atau Itik Kalung
Tabel 2. Karakteristik Bobot Badan Itik Magelang (kg per ekor)    Klasifikasi umur itik  Bobot badan itik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perspektif Daya Dukung Lahan Pertanian dan Inovasi Teknologi dalam Sistem Integrasi Ternak Tanaman Berbasis Padi, Sawit, dan Kakao.. Prosiding Workshop Nasional Dinamika

Sistem Integrasi Tanaman Ternak dalam Reorientasi Kebijakan Subsidi Pupuk dan Peningkatan Pendapatan Petani Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.. Analisis

2. Gelar teknologi budidaya jagung sebagai penyedia biomas untuk pakan ternak dapat mengatasi kekurangan dan kesulitan penyediaan pakan untuk sapi terutama dimusim kemarau.

Jumlah teknologi penanganan segar produk dalam rangka peningkatan pertanian berbasis sumberdaya lokal pertanian, teknologi dan produk diversifikasi produksi, diversifikasi

Rakitan teknologi tentang model pengelolaan usaha perbibitan sapi dengan kandang komunal adalah salah satu alternatif dalam mendukung program perbibitan ternak sapi di

Komponen – komponen teknologi dalam budidaya sapi potong yang dirakit berkaitan dengan pewujudan sistem usahatani integrasi padi – ternak sapi di suatu kawasan lahan

Menurut penilaian saya, Badan Litbang Pertanian telah memiliki prasyarat untuk berkarya dengan baik, yaitu struktur organisasi yang lengkap, sarana dan prasarana penelitian

11 Perakitan Varietas Unggul dan Teknologi Budidaya untuk Peningkatan Hasil Ubi Jalar 12 Pengelolaan Sumber Daya Genetik Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Mendukung Perakitan