PETUNJUK PELAKSANAAN
LOMBA BAHASA DAN SASTRA INDONESIA (LINGUA)
OSIS SMK INFORMATIKA PESAT 24-25 Maret 2017
“Membangun Karakter Bangsa melalui Kecintaan terhadap Bahasa Indonesia”.
OSIS SMK INFORMATIKA PESAT SMK INFORMATIKA PESAT
KOTA BOGOR 2017
KETENTUAN LOMBA
A. Ketentuan Umum
1. Peserta adalah siswa aktif Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas atau sederajat.
2. Peserta diwajibkan datang 30 menit sebelum acara dimulai. 3. Perwakilan tiap sekolah wajib mengikuti taklimat.
4. Peserta yang dipanggil tampil tiga kali berturut-turut dalam rentang waktu lima menit lalu tidak hadir, dianggap gugur (tanpa konfirmasi).
5. Juara pada setiap lomba ditentukan berdasarkan nilai terbaik (tanpa babak final kecuali Debat).
6. Nomor urut peserta ditentukan sesuai dengan nomor undian pada saat taklimat (Technical Meeting).
7. Penilaian dewan juri bersifat mutlak dan tidak bisa diganggu gugat.
8. Setiap peserta mengisi formulir pendaftaran yang disediakan panitia dan melengkapi persyaratan yang ditentukan.
9. Persyaratan perlombaan diserahkan pada saat pendaftaran dan terakhir pada saat taklimat (Technical Meeting).
10. Pengumpulan naskah pidato, dongeng, puisi, ringkasan materi debat, dikumpulkan saat taklimat pada tanggal 20 Maret 2017 dari pukul 10.00 s.d 12.00 WIB. Jika naskah lomba terlambat dikumpulkan maka dikenakan pengurangan nilai -5 poin.
11. Peserta wajib mengikuti pembukaan dan penutupan acara “LINGUA” serta dianjurkan menggunakan seragam sekolah.
12. Peserta wajib mengisi daftar hadir dengan identitas yang lengkap dan jelas saat daftar ulang perlombaan.
B. Ketentuan Khusus Lomba Puisi
1. Peserta adalah siswa aktif sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas atau sederjat.
2. Peserta wajib memakai pakaian rapi dan sesuai dengan puisi yang dibawakan. 3. Peserta memilih dan membacakan satu dari lima judul puisi yang sudah
disediakan panitia.
4. Peserta dilarang keluar masuk saat acara berlangsung.
5. Batas penampilan puisi maksimal tujuh menit. Jika melebihi batas waktu, dikenakan pengurangan -5 poin.
6. Penunjuk waktu pada saat lomba :
- Lampu hijau menandakan waktu sudah dimulai.
- Lampu kuning menandakan waktu sudah lima menit berlalu. - Lampu merah menandakan waktu sudah habis.
7. Kriteria penilaian: a. Intonasi (20-100 poin) b. Penghayatan (20-100 poin). c. Artikulasi (20-100 poin). d. Pelafalan (20-100 poin). e. Penampilan (20-100 poin).
NASKAH PUISI UNTUK LOMBA BACA PUISI SAJAK TANGAN
Oleh : W.S. Rendra.
Inilah tangan seorang mahasiswa, tingkat sarjana muda.
Tanganku. Astaga. Tanganku menggapai,
yang terpegang anderox hostes berumbai, Aku bego. Tanganku lunglai.
Tanganku mengetuk pintu, tak ada jawaban.
Aku tendang pintu, pintu terbuka.
Di balik pintu ada lagi pintu. Dan selalu :
ada tulisan jam bicara yang singkat batasnya.
Aku masukkan tangan-tanganku ke celana dan aku keluar mengembara.
Aku ditelan Indonesia Raya. Tangan di dalam kehidupan muncul di depanku.
Tanganku aku sodorkan.
Nampak asing di antara tangan beribu. Aku bimbang akan masa depanku. Tangan petani yang berlumpur, tangan nelayan yang bergaram, aku jabat dalam tanganku.
Tangan mereka penuh pergulatan Tangan-tangan yang menghasilkan.
Tanganku yang gamang tidak memecahkan persoalan.
Tangan cukong, tangan pejabat,
gemuk, luwes, dan sangat kuat. Tanganku yang gamang dicurigai, disikat.
Tanganku mengepal
Ketika terbuka menjadi cakar. Aku meraih ke arah delapan penjuru. Di setiap meja kantor
bercokol tentara atau orang tua. Di desa-desa
para petani hanya buruh tuan tanah. Di pantai-pantai
para nelayan tidak punya kapal. Perdagangan berjalan tanpa swadaya. Politik hanya mengabdi pada cuaca….. Tanganku mengepal.
Tetapi tembok batu didepanku. Hidupku tanpa masa depan. Kini aku kantongi tanganku. Aku berjalan mengembara. Aku akan menulis kata-kata kotor di meja rektor.
KARAWANG – BEKASI Karya : Chairil Anwar
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta menjaga Bung Sjahrir Kami sekarang mayat Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
KERAPAN
Karya : D.Zawawi Imron
saronen itu ditiup orang
darah langit jatuh di padang, hatimu yang ditapai menjadi sarapan siang biarkan maut menghimbau, karena jejakmu telah diangkut
orang ke sampan
sampai kapan ya, ujung lalang itu menyentuh awan?
ah, harum nangkamu menerbangkanku ke bintang tapi ekorku panjang disentak anak di bumi
hingga aku turun kembali
tanduk yang dibungkus beludru itu jangan dibuka, nanti matahari pecah olehnya mendung, wahai mendung!
jangan curahkan tangismu
sebelum daun jati sempurna ranggasnya
maka daun-daun siwalan berayun karena angin tak henti bersiul dan kalau putus nadimu, jangan khawatir
denyutmu akan terus hidup di laut
sepasang sapi dengan lari yang kencang membawaku ke garis kemenangan
arya wiraraja! perlukan aku menang aku meloncat dan terjun di lapangan aku tertidur dan mimpiku aneh, kuterima piala
berupa sebuah tengkorak
yang dari dalam berdentang sebuah lonceng
sapi! barangkali engkaulah anak yang lahir tanpa tangis suaramu jauh malam menderaskan kibaran panji
larimu kencang melangkahi rindu sehingga topan senang mengecup dahimu
jangan mungkir, bulan telah tidur dalam hatimu
bisikmu lirih menipiskan pisau yang akan memotong lehermu bila kau tak sanggup berpacu lagi
dari hati tuanmu kini terdengar semerbak bumbu
soronen itu masih saja ditiup orang embun terangkat, kaki-kaki mengalir dari saujana ke saujana
tuhan!
HANYA DALAM PUISI Karya : Ajip Rosidi Dalam kereta api
Kubaca puisi, Willy dan Mayakowsky Namun kata-katamu kudengar
Mengatasi derak-derik deresi. Kulempar pandang ke luar:
Sawah-sawah dan gunung-gunung Lalu sajak-sajak tumbuh
Dari setiap bulir peluh
Para petani yang terbungkuk sejak pagi Melalui hari-hari keras dan sunyi.
Kutahu kau pun tahu:
Hidup terumbang-ambing antara langit dan bumi
Adam terlempar dari surga Lalu kian kemari mencari Hawa.
Tidakkah telah menjadi takdir penyair Mengetuk pintu demi pintu
Dan tak juga ditemuinya: Ragi hati Yang tak mau
Menyerah pada situasi?
Dalam lembah menataplah wajahmu yang sabar.
Dari lembah mengulurlah tanganmu yang gemetar.
Dalam kereta api
Kubaca puisi: turihan-turihan hati Yang dengan jari-jari besi sang Waktu Menentukan langkah-langkah Takdir: Menjulur
Ke ruang mimpi yang kuatur sia-sia.
Akutahu.
Kaupun tahu. Dalam puisi Semuanya jelas dan pasti.
SEBUAH JAKET BERLUMUR DARAH Karya : Taufik Ismail.
Sebuah jaket berlumur darah Kami semua telah menatapmu Telah pergi duka yang agung Dalam kepedihan bertahun-tahun. Sebuah sungai membatasi kita Di bawah terik matahari Jakarta Antara kebebasan dan penindasan Berlapis senjata dan sangkur baja Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’ Berikara setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan? Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu Dan di atas bangunan-bangunan Menunduk bendera setengah tiang. Pesan itu telah sampai kemana-mana Melalui kendaraan yang melintas Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata Semuanya berkata Lanjutkan Perjuangan.