Press Release Cara Berbeda Penghitungan Badak Jawa Di Ujung Kulon Pada Tahun 2010 P engelolaan TN. Ujung Kulon dititikberatkan pada bagaimana mempertahankan keberadaan satwa langka badak jawa (Rhinoceros sondaicus, DESMAREST 1822). Hal ini disebabkan karena Badak bercula satu atau Badak jawa (Rhinoceros sondaicus) adalah satwa yang paling dilindungi keberadaannya di Indonesia saat ini. Selain itu, Badak Jawa termasuk dalam
klasifikasi appendix I yaitu terancam punah/kritis dan menghadapi risiko yang sangat tinggi dari kepunahan dalam waktu dekat. Satwa ini juga merupakan legenda hidup yang tersisa dari zaman prasejarah dan dianggap menuju kepunahan dari muka bumi.
Cara Berbeda Penghitungan Badak Jawa
Di Ujung Kulon Pada Tahun 2010
Ir. Agus Priambudi, M.Sc
Pengelolaan TN. Ujung Kulon dititikberatkan pada bagaimana mempertahankan keberadaan satwa langka badak jawa (Rhinoceros sondaicus, DESMAREST 1822). Hal ini disebabkan karena Badak bercula satu atau Badak jawa (
Rhinoceros sondaicus
) adalah satwa yang paling dilindungi keberadaannya di Indonesia saat ini. Selain itu, Badak Jawa termasuk dalam klasifikasi appendix I yaitu terancam punah/kritis dan menghadapi risiko yang sangat tinggi dari kepunahan dalam waktu dekat. Satwa ini juga merupakan legenda hidup yang tersisa dari zaman prasejarah dan dianggap menuju kepunahan dari muka bumi.
Menurut para ahli biologi banyak faktor yang bisa mengganggu kematian badak di Ujung Kulon, mulai dari kemungkinan penurunan genetis, gangguan penularan penyakit, sampai dengan perubahan iklim. Kekuatiran terhadap faktor-faktor kematian dan ketidak-pastian tersebut kini masih dalam pembahasan dan perdebatan. Badak jawa yang hidup soliter dan terbatas ruang habitatnya memungkinkan seringnya pertemuan antar individu dalam satu keturunan. Sedangkan perkawinan satu keturunan akan melemahkan genetis dan akan
melakukan inventarisasi satwa ini untuk melihat perkembangan populasi badak jawa apakah terjadi peningkatan ataukah malah sebaliknya terjadi penurunan. Sejak tahun 1967 sampai dengan tahun 2008 telah dilakukan inventarisasi atau yang lebih dikenal dengan istilah ”Sensus Badak jawa” dengan metode Schenkel ”track count with strip method” yakni menaksir besar populasi dan klasifikasi umur badak berdasarkan perhitungan jejak atau tapak kaki yang ditemukan di 15 buah jalur transek permanen yang dibuat dengan jarak antar transek ± 2km seperti tampak dalam gambar 1.
Gambar 1. Peta transek permanen yang digunakan untuk kegiatan sensus dengan metode schenkel ”track count with strip method”.
Dari hasil sensus badak jawa menggunakan metode schenkel selama 10 tahun didapatkan jumlahnya berkisar antara 50-60 ekor. Data jumlah tersebut disajikan dalam gambar 2. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah memang kawasan Ujung Kulon ini memang sudah mencapai carrying capacity sehingga jumlah Badak jawa yang ada dikawasan ini tidak banyak bertambah ataupun berkurang, ataukah metode penghitungannya yang kurang benar?
Gambar 2. Grafik Populasi Badak jawa dari tahun 1967 s.d 2009.
Dari berbagai kajian, pendataan jumlah badak jawa di kawasan Ujung Kulon dengan metode sensus atau track count with strip method ini dinilai kurang memuaskan. Hal ini terjadi karena faktor-faktor “human error” antara lain adalah tingkat ketelitian yang rendah, kesalahan pada pengukuran tapak, kelelahan yang terjadi saat sensus. Selain itu kondisi alam juga
berpengaruh pada tapak badak jawa yang tercetak di tanah. Tapak badak pada individu yang sama bisa tercetak berbeda pada jenis tanah berbeda. Hal ini akan membuat terjadinya “double counting”.
Oleh karena itu, pada tahun ini dicobakan pendataan/inventarisasi badak jawa dengan menggunakan Video/Camera trap (video/kamera jebak), yang analisanya dengan metode capture, mark and recapture (CMR). Penempatan video/kamera jebak di lapangan secara stratified random sampling pada daerah konsentrasi badak. Pada daerah konsentrasi badak ini kemudian dibedakan dalam klasifikasi kepadatan tinggi, sedang dan rendah berdasarkan intensitas perjumpaan badak, seperti yang terlihat dalam gambar 3. Metode CMR ini mempunyai kelebihan antara lain, dapat dilihat langsung satwanya baik dari gambar (jpeg) maupun gambar video (.avi) yang terekam, rasio umur dan jenis kelamin masing-masing individu.
Kegiatan inventarisasi Badak Jawa dengan menggunakan metode capture, mark and recapture (CMR) tahun ini akan dilakukan pada tanggal 18-23 Mei 2010 untuk pemasangan kamera, sedangkan untuk pengambilan kamera tanggal 9-12 Juni 2010. Kegiatan ini melibatkan kurang lebih 70 orang yang terdiri dari petugas Balai TN. Ujung Kulon, Yayasan Badak Indonesia (YABI), WWF UjungKulon, warga masyarakat sekitar TN Ujung Kulon, Perguruan Tinggi (IPB), pihak wartawan/ media nasional dan wartawan/ media. Technical meeting dan pelepasan tim dilakukan di kantor SPTN Wilayah II Handeleum di Tamanjaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, pada tanggal 18 Mei 2010.
Gambar 3.
Titik-titik koordinat pemasangan kamera trap dalam kegiatan inventarisasi Badak jawa tahun 2010 dengan menggunakan metode capture, mark and recapture (CMR).
Diharapkan dengan metode yang baru digunakan dalam kegiatan inventarisasi badak jawa ini, maka akan didapatkan validitas data yang lebih baik dan data trend populasi untuk waktu yang akan datang dapat diperoleh, karena hal ini sangat penting untuk mendapatkan jumlah populasi yang mendekati kebenaran dan berhubungan dengan strategi penyelamatan satwa ini di masa datang.
Labuan, 16 Mei 2010
Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon Ir. Agus Priambudi, MSc.
Menurut para ahli biologi banyak faktor yang bisa mengganggu kematian badak di Ujung Kulon, mulai dari kemungkinan penurunan genetis, gangguan penularan penyakit, sampai dengan perubahan iklim. Kekuatiran terhadap faktor-faktor kematian dan ketidak-pastian tersebut kini masih dalam pembahasan dan perdebatan. Badak jawa yang hidup soliter dan terbatas ruang habitatnya memungkinkan seringnya pertemuan antar individu dalam satu keturunan.
Sedangkan perkawinan satu keturunan akan melemahkan genetis dan akan menurunkan daya kehidupan Badak. Salah satu upaya pelestarian Badak jawa adalah dengan melakukan
inventarisasi satwa ini untuk melihat perkembangan populasi badak jawa apakah terjadi peningkatan ataukah malah sebaliknya terjadi penurunan.
Sejak tahun 1967 sampai dengan tahun 2008 telah dilakukan inventarisasi atau yang lebih dikenal dengan istilah ”Sensus Badak jawa” dengan metode Schenkel ”track count with
strip method” yakni
menaksir besar populasi dan klasifikasi umur badak berdasarkan perhitungan jejak atau tapak kaki yang ditemukan di 15 buah jalur transek permanen yang dibuat dengan jarak antar transek ± 2km seperti tampak dalam gambar 1.
Gambar 1. Peta transek permanen yang digunakan untuk kegiatan sensus dengan metode schenkel ”track count with strip method”.
Dari hasil sensus badak jawa menggunakan metode schenkel selama 10 tahun didapatkan jumlahnya berkisar antara 50-60 ekor. Data jumlah tersebut disajikan dalam gambar 2. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah memang kawasan Ujung Kulon ini memang sudah mencapai carrying capacity sehingga jumlah Badak jawa yang ada dikawasan ini tidak banyak bertambah ataupun berkurang, ataukah metode penghitungannya yang kurang benar?
Gambar 2. Grafik Populasi Badak jawa dari tahun 1967 s.d 2009.
Dari berbagai kajian, pendataan jumlah badak jawa di kawasan Ujung Kulon dengan metode sensus atau track count with strip method ini dinilai kurang memuaskan. Hal ini terjadi karena faktor-faktor “human error” antara lain adalah tingkat ketelitian yang rendah, kesalahan pada pengukuran tapak, kelelahan yang terjadi saat sensus. Selain itu kondisi alam juga
berpengaruh pada tapak badak jawa yang tercetak di tanah. Tapak badak pada individu yang sama bisa tercetak berbeda pada jenis tanah berbeda. Hal ini akan membuat terjadinya “double counting”.
Oleh karena itu, pada tahun ini dicobakan pendataan/inventarisasi badak jawa dengan menggunakan Video/Camera trap (video/kamera jebak), yang analisanya dengan metode capture, mark and recapture (CMR). Penempatan video/kamera jebak di lapangan secara stratified random sampling pada daerah konsentrasi badak. Pada daerah konsentrasi badak ini kemudian dibedakan dalam klasifikasi kepadatan tinggi, sedang dan rendah berdasarkan intensitas perjumpaan badak, seperti yang terlihat dalam gambar 3. Metode CMR ini mempunyai kelebihan antara lain, dapat dilihat langsung satwanya baik dari gambar (jpeg) maupun gambar video (.avi) yang terekam, rasio umur dan jenis kelamin masing-masing individu.
Kegiatan inventarisasi Badak Jawa dengan menggunakan metode capture, mark and recapture (CMR) tahun ini akan dilakukan pada tanggal 18-23 Mei 2010 untuk pemasangan kamera, sedangkan untuk pengambilan kamera tanggal 9-12 Juni 2010. Kegiatan ini melibatkan kurang lebih 70 orang yang terdiri dari petugas Balai TN. Ujung Kulon, Yayasan Badak Indonesia (YABI), WWF UjungKulon, warga masyarakat sekitar TN Ujung Kulon, Perguruan Tinggi (IPB), pihak wartawan/ media nasional dan wartawan/ media. Technical meeting dan pelepasan tim dilakukan di kantor SPTN Wilayah II Handeleum di Tamanjaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, pada tanggal 18 Mei 2010.
Gambar 3. Titik-titik koordinat pemasangan kamera trap dalam kegiatan inventarisasi Badak jawa tahun 2010 dengan menggunakan metode capture, mark and recapture (CMR).
Diharapkan dengan metode yang baru digunakan dalam kegiatan inventarisasi badak jawa ini, maka akan didapatkan validitas data yang lebih baik dan data trend populasi untuk waktu yang akan datang dapat diperoleh, karena hal ini sangat penting untuk mendapatkan jumlah populasi yang mendekati kebenaran dan berhubungan dengan strategi penyelamatan satwa ini di masa datang. Labuan, 16 Mei 2010
Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon