• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT. Pasal 1 Istilah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT. Pasal 1 Istilah"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

111

RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT

4.1 Syarat Umum dan Administrasi

Pasal 1 Istilah

Yang dimaksud dalam syarat-syarat umum ini adalah:

1. “Pemilik” adalah Pemerintah Republik Indonesia diwakili oleh Departemen Pekerjaan Umum c.q Direktorat Jenderal Pengairan, Direktorat Irigasi Sub Dinas Pengairan Pekerjaan Umum Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah.

2. “Pemimpin Proyek” atau “Pemimpin Bagian Proyek” adalah pejabat yang mewakili pemilik untuk bertindak selaku pemberi dan pengatur jalannya pekerjaan yang diatur dalam kontrak.

3. “Pekerjaan” adalah pekerjaan yang harus dilaksanakan, diselesaikan dan dipelihara sesuai dengan kontrak, meliputi pekerjaan permanen dan pekerjaan sementara.

4. “Pekerjaan Permanen” adalah pekerjaan permanen yang harus dilaksanakan, diselesaikan dan dipelihara sesuai dengan dokumen kontrak. 5. “Pekerjaan Sementara” adalah segala macam pekerjaan penunjang yang

diperlukan untuk atau sehubungan dengan pelaksanaan, penyelesaian dan pemeliharaan pekerjaan beserta barang-barang dan jasa yang harus disediakan kontraktor untuk atas nama pemilik atau direksi.

6. “Direksi” adalah pejabat proyek, instansi atau badan hukum yang ditunjuk dan diberi kekuasaan penuh oleh Pemimipin Proyek untuk mengawasi dan mengarahkan pelaksanaan pekerjaan agar dapat tercapai hasil kerja sebaik-baiknya menurut persyaratan yang ada dalam kontrak

7. “Pengawas” adalah pejabat proyek, instansi atau badan hukum yang diberi kekuasaan penuh oleh Pemimipin Proyek atau Direksi atau Pengawas Pekerjaan.

(2)

8. “Peserta Lelang” adalah rekanan yang bergerak dalam bidak Kontraktor yang ditunjuk dalam pelelangan.

9. “Penawar” adalah peserta lelang atau badan usaha yang bergerak dalam bidang jasa kontraktor yang mengajukan surat penawaran berdasarkan ketentuan pelelangan yang berlaku.

10. “Kontraktor” adalah penawar yang telah ditunjuk oleh pemilik atau Pemimpin Proyek yang telah menandatangani kontrak untuk melaksanakan, menyelesaikan dan memelihara pekerjaan.

11. “Kontrak” adalah surat perjanjian sesuai ketentuan hukum yang berlaku antara Pemilik dan Kontraktor untuk melaksanakan, menyelesaikan dan memelihara pekerjaan termasuk bagian-bagiannya.

12. “Nilai Kontrak” adalah jumlah nilai uang untuk melaksanakan, menyelesaikan dan memelihara pekerjaan yang dicantumkan dalam kontrak.

13. “Peralatan Konstruksi dan Bahan Konstruksi” adalah peralatan dan bahan bantu konstruksi yang dipakai dalam pelaksanaan, penyelesaian dan pemeliharaan pekerjaan permanen dan tidak merupakan bagian pekerjaan. 14. “Bahan” adalah semua bahan bangunan yang dipakai untuk pelaksanaan

penyelesaian dan pemeliharaan pekerjaan.

15. “Lapangan” adalah lahan yang disediakan oleh pemillik untuk keperluan pelaksanaan pekerjaan.

16. “Penjamin” adalah Bank Pemerintah, Bank lain dan lembaga keuangan lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, yang menerbitkan surat jaminan.

17. “Bulan” atau “hari” adalah bulan kalender dan hari kalender.

18. “Pemeriksaan” (Opname) adalah kegiatan mengukur, menilai dan menguji keadaan dan hasil/kemajuan pekerjaan atau keadaan serta mutu bagian pekerjaan di lapangan.

19. “Pengujian” adalah kegiatan meneliti dan mengetes keadaan dan mutu pekerjaan di lapangan.

20. “Pematokan” (Uiset) adalah penjabaran gambar-gambar berupa tanda-tanda, dengan patok yang menggambarkan arah jarak dan ketinggian.

(3)

21. “Pengukuran” adalah kegiatan mengukur panjang, lebar, luas, isi dan hasil pekerjaan dari bahan

Pasal 2

Kontrak dan Dokumen Kontrak

1. Kontrak meliputi pelaksanaan, penyelesaian dan pemeliharaan pekerjaan dan kecuali apabila ditentukan lain dalam kontrak, meliputi juga pengesahan segala tenaga baru, bahan, peralatan dan bahan konstruksi, pekerjaan sementara dan segala keperluan yang bersifat permanen maupun yang bersifat sementara.

2. Dokumen kontrak yang terdiri atas penawaran kontrak, syarat-syarat umum/ khusus termasuk addendum, gambar dan berita acara penjelasan pekerjaan adalah merupakan bagian-bagian yang tidak terpisahkan. Jika terdapat perbedaan diantara dokumen yang satu dengan dokumen yang lain maka harus tunduk kepada urutan sebagai berikut:

a. Amandemen kontrak, bila ada b. Kontrak

c. Berita acara penjelasan d. Penawaran

e. Addendum syarat-syarat khusus/ umum f. Syarat-syarat khusus kontrak

g. Syarat-syarat umum kontrak h. Spesifikasi teknis khusus i. Spesifikasi teknis umum j. Gambar-gambar

Pasal 3

Gambar-gambar dan Ukuran

1. Gambar-gambar yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan adalah: - Gambar yang termasuk dalam dokumen pelelangan

(4)

- Gambar perubahan yang disetujui oleh Direksi

- Gambar lain yang disediakan akan disetujui oleh Direksi

2. Gambar-gambar pelaksanaan (Construction Drawing atau Shop Drawing) dan gambar detailnya harus dibuat oleh kontraktor dan mendapat persetujuan Direksi sebelum dipergunakan dalam pelaksanaan pekerjaan. 3. Kontraktor harus menyediakan satu set gambar lengkap di lapangan. 4. “Gambar Pelaksanaan” (As Build Drawing) yang dibuat oleh kontraktor

dan disetujui oleh Direksi harus disertakan pada penyerahan kedua pekerjaan.

Pasal 4

Pengalihan dan Pengawas-Sub-Kontrak

1. Kontraktor tidak boleh mengalihkan (assign) seluruh atau sebagian kontrak kepada pihak ketiga tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Pemimpin Proyek.

2. Setiap penyerahan bagian kepada Sub Kontraktor harus mendapatkan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Pemimpin Proyek. Pekerjaan utama yang tidak boleh diserahkan Sub Kontraktor serta pembatasan bagian yang boleh diserahkan kepada Sub Kontraktor ditentukan dalam syarat-syarat teknis.

3. Kontraktor tetap bertanggung jawab atas pekerjaan dan segala yang dihasilkan oleh Sub Kontraktor.

Pasal 5

Tugas dan Wewenang Pemimpin Proyek

Tugas dan wewenang Pemimpin Proyek diatur sesuai dengan keputusan Presiden Republik Indonesia yang berlaku dan apabila masih diperlukan ketentuan lebih lanjut akan ditentukan dalam bagian syarat khusus.

(5)

Pasal 6

Tugas Umum dan Wewenang Direksi serta Pengawas

1. Tugas dan Wewenang Direksi adalah mengawasi dan mengarahkan pekerjaan yang meliputi membuat dan menandatangani Berita Acara Pemeriksaan Prestasi Pekerjaan, menyetujui dan menyediakan gambar sesuai pasal 3 ayat 1 dan 2, membantu Pemimpin Proyek dalam memecahkan peermasalahan yang berhubungan dengan perpanjangan jangka waktu pelaksanaan tambah/ kurang.

2. Direksi tidak mempunyai wewenang untuk membebaskan kontraktor dari tugas-tugas yang akan mengakibatkan kelambatan pekerjaan atau perubahan pembayaran oleh pemilik, kecuali diperintahkan secara tertulis oleh Pemimipin Proyek.

3. Dalam keadaan darurat yang membahayakan keselamatan jiwa manusia, pekerjaan dan harta benda, Direksi berwenang mengambil tindakan dengan memerintahkan kontraktor melaksanakan pekerjan darurat yang menurut Direksi perlu untuk meniadakan atau mengurangi resiko. Dalam hal ini Direksi harus segera melapor secara tertulis kepada Pemimpin Proyek.

4. Tugas dan wewenang pengawas adalah membantu Direksi dalam hal mengamati dan mengawasi pelaksanaan serta menguji bahan, tenaga kerja dan alat-alat yang akan dipergunakan serta hasil pekerjaan.

Pasal 7

Kewajiban Umum Kontraktor

Sesuai ketentuan Dokumen Kontrak, Kontraktor harus melaksanakan, menyelesaikan dan memelihara pekerjan dengan sungguh-sungguh, penuh perhatian dan teliti. Disamping itu kontraktor harus mengarahkan semua keperluan tenaga kerja termasuk tenaga pengawas pelaksanaan, bahan, peralatan konstruksi dan lain-lain keperluan yang bersifat permanen maupun sementarta. Hal-hal tersebut harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen

(6)

kontrak, maupun persyaratan yang secara wajar perlu, yang disimpulkan dari ketentuan-ketentuan dalam dokumen kontrak.

Pasal 8 Pembuatan Kontrak

1. Sebagai tindak lanjut dari pembukaan dan penilaian penawaran, Pemimpin Proyek akan menerbitkan dan mengirimkan Surat Penunjukan.

2. Setelah segera dikeluarkan surat penunjukan pemenang pelelangan, penawar yang ditunjuk diwajibkan menandatangani kontrak. Kontrak harus sudah ditandatangani dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam bagian II syarat-syarat khusus terhitung sejak dikeluarkannya surat penunjukan pemenang pelelangan.

3. Apabila penawar yang ditunjuk lalai melaksanakan penandatanganan kontrak sebagaimana disebutkan dalam bagian II syarat-syarat khusus dan lalai menandatangani kontrak setelah diberi peringatan tertulis oleh Pemimipin Proyek sebanyak tiga kali berturut-turut dalam jangka waktu 15 hari, surat penunjukan pemenang pelelangan dibatalkan oleh Pemimpin Proyek serta jaminan penawaran menjadi milik Negara.

4. Kontraktor diwajibklan menggandakan Dokumen Kontrak sesuai kebutuhan atas biaya kontraktor.

Pasal 9

Jaminan Penawaran dan Jaminan Pelaksanaan

1. Jaminan penawaran untuk pelelangan ini adalah sebesar 1-3 % yang berupa Surat Jaminan Bank Pembangunan Daerah dan jangka waktu berlakunya ditetapkan oleh panitia pelelangan. Jaminan penawaran ditunjukkan kepada Pemimpin Proyek dengan jangka waktu 90 hari. 2. Jaminan penawaran tersebut akan segera dikembalikan apabila yang

(7)

3. Jaminan penawaran menjadi milik Negara apabila peserta mengundurkan diri setelah pemasukan surat penawaran ke dalam kotak pelelangan atau mengundurkan diri ditunjuk sebagai pemenang pelelangan.

4. Bila pelelangan dinyatakan gagal maka jaminan penawaran dikembalikan kepada penawar.

5. Penawar yang telah ditunjuk, pada waktu menerima surat penunjukan diwajibkan memberi jaminan pelaksanaan berupa Surat Jaminan Pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Bank Pembangunan Daerah yang besarnya 5 % dari nilai penawaran/ kontrak dan berjangka waktu sampai dengan penyelesaian pekerjaan/ penyerahan kedua. Pada saat jaminan pelaksanaan diterima oleh Pemimpin Proyek/ Pimbagpro , maka jaminan penawaran yang bersangkutan dikembalikan.

Pasal 10

Pemeriksaan Pekerjaaan

1. Apabila suatu waktu Direksi memandang perlu untuk mengadakan pemeriksaan dan mutu pekerjaan atau apabila PIHAK KEDUA mengajukan permohonan kepada Direksi untuk memeriksa suatu bagian pekerjaan, maka PIHAK KEDUA atau wakilnya harus hadir di tempat pekerjaan itu.

2. Pekerjaan yang telah selesai, sebelum diserahkan untuk pertama kalinya kepada PIHAK KESATU, akan diperiksa oleh panitia pemeriksa akhir pekejaan yang anggotanya terdiri staf proyek, pembangunan dinas dan cabang yang bersangkutan sebelum diperiksa oleh panitia pemeriksa akhir terlebih dahulu akan diadakan mutual chek dengan biaya dibebankan kepada PIHAK KEDUA.

3. Untuk maksud tersebut Direksi akan memberitahukan secara tertulis kepada PIHAK KEDUA 2 hari sebelum diadakan pemeriksaan pekerjaan.

(8)

4. Apabila PIHAK KEDUA atau wakilnya tidak hadir pada waktu di adakan pemeriksaan pekerjaan, maka pemeriksaan akan disampaikan kepada PIHAK KEDUA secara tertulis.

Pasal 11

Penyediaan Bahan Bangunan

PIHAK KEDUA harus dengan biaya sendiri mendatangkan segala bahan bangunan yang diperlukan untuk pekerjaan itu. Mutu dan cara penyimpanan atau penimbunan tiap-tiap bahan harus memenuhi syarat-syarat atau spesifikasi teknik. Penyediaan bahan-bahan harus sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan.

Pasal 12

Lokasi Kerja dan Tempat Penyimpanan Bahan/Barang/Alat

PIHAK KEDUA harus menyediakan dengan biaya sendiri lokasi kerja pembangunan Direksi keet, kantor bagi pelaksana, gudang barak kerja, tempat untuk penyimpanan/ penimbunan bahan bangunan/ barang jadi dan lapangan untuk peralatan dan bengkel alat-alat bangunan.

Pasal 13

Mutu dan Pemeriksaan Barang

Mutu bahan-bahan bangunan dan barang jadi yang akan digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan harus memenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam syarat-syarat teknis pelaksanaan pekerjaan dan sepanjang tidak tercantum di dalamnya harus memenuhi persyaratan umum bahan bangunan di Indonesia (PUBI 82).

(9)

Pasal 14 Jam Kerja

1. Agar pelaksanaan pekerjaan dapat diselesaikan tepat pada waktunya, maka PIHAK KEDUA harus bekerja minimal 40 jam seminggu.

2. PIHAK KEDUA dapat melaksanakan pekerjaan-pekerjaan diluar jam kerja, pada malam hari atau pada hari-hari libur. Untuk itu PIHAK KEDUA harus memberitahukan tentang rencananya untuk bekerja lembur terlebih dahulu kepada Direksi, sedang biaya-biaya akibat penambahan jam kerja menjadi tanggungan PIHAK KEDUA.

Pasal 15 Volume Kerja

Volume pekerjaan dari tiap-tiap teknis pekerjaan yang tercantum dalam lampiran Surat Perjanjian Pemborongan (Kontrak) merupakan satu kesatuan dengan gambar dalam kontrak yang tidak berubah oleh siapa pun, kecuali ada perubahan gambar dan syarat-syarat teknis yang diperintahkan oleh PIHAK KESATU sehingga terjadi adanya pekerjaan tambah atau kurang.

Pasal 16 Harga Borongan

Besarnya harga borongan yang tercantum dalam Surat Perjanjian Pemborongan adalah harga borongan lump sum yang tidak bisa berubah kecuali dengan persetujuan bersama.

(10)

Pasal 17

Gudang dan Barak Kerja

PIHAK KEDUA wajib mendirikan dan merawat gudang dan barak kerja yang diperlukan selama pelaksanaan pekerjaan, dengan ukuran sesuai dengan kebutuhan volume pekerjaan.

Pasal 18 Kantor Lapangan

Kantor lapangan sesuai dengan keterangan pada anwijzing, dengan konstruksi yang memenuhi syarat dan dilengkapi antara lain: meja kursi tulis, meja kursi tamu, papan gambar dan papan tulis.

Pasal 19

Pekerjaan yang Tidak Memenuhi Syarat

Pekerjaan yang tidak memenuhi syarat-syarat teknis pelaksanaan atau tidak sesuai dengan gambar, atas perintah tertulis dari Direksi harus dibongkar oleh PIHAK KEDUA dalam waktu yang telah ditentukan oleh Direksi dan harus diperbaiki atas beban PIHAK KEDUA.

Pasal 20 Penyerahan Pekerjaan

1. Penyerahan pekerjaan untuk pertama kalinya dilaksanakan dengan Berita Acara yang menyatakan bahwa pekerjaan telah selesai seeluruhnya dan diterima baik oleh Direksi. Sebelum diadakan pemeriksaan oleh tim pemeriksa akhir harus diadakan pengukuran (mutual check).

2. Penyerahan kedua dilakukan setelah masa pemeliharaan selesai yang lamanya ditetapkan dalam Surat Perjanjian Pemborongan dan setelah PIHAK KEDUA melaksanakan perbaikan dan perawatan dengan sempurna.

(11)

3. Sebelum Berita Acara Penyerahan kedua ditandai oleh PIHAK KESATU, PIHAK KEDUA harus menyerahkan bukti-bukti yang memuaskan PIHAK KESATU, bahwa hutang yang mungkin ada, termasuk pajak upah buruh dan pembayaran bahan bangunan, yang menyangkut pekerjaan tersebut, telah dilunasi (bila dipandang perlu oleh PIHAK KESATU).

Pasal 21 Perubahan Gambar

1. Apabila Direksi memandang perlu untuk mengadakan perubahan dalam gambar dan syarat-syarat teknis pelaksanaan, maka PIHAK KEDUA wajib melaksanakan penambahan biaya yang timbul akibat perubahan tersebut menjadi beban PIHAK KESATU.

2. Perubahan gambar atau syarat-syarat teknis pelaksanaan yang diusulkan oleh PIHAK KEDUA atas persetujuan Direksi dapat dilaksanakan sepanjang perubahan tersebut tidak mengakibatkan penambahan harga kontrak.

3. PIHAK KEDUA harus membuat gambar detail pelaksanaan yang diperlukan diatas kalkir yang dicetak rangkap 4 berupa album atas biaya PIHAK KEDUA dan diserahkan kepada PIHAK KESATU.

4. PIHAK KEDUA diwajibkan membuat gambar-gambar pelaksanaan (as build drawing) diatas kalkir rangakap 4 berupa album atas biaya PIHAK KEDUA, dan diserahkan kepada PIHAK KESATU pada penyerahan kedua.

Pasal 22

Bahan Bangunan dan Barang Jadi yang Ditolak

1. Bahan bangunan dan barang jadi yang ditolak, baik yang belum atau yang sudah digunakan/ dipasang, harus diangkut keluar lokasi pekerjaan dalam waktu yang ditentukan oleh Direksi.

2. Semua biaya akibat pemindahan bangunan dan barang jadi yang ditolak dibebankan kepada PIHAK KEDUA.

(12)

3. PIHAK KEDUA harus membongkar dan menyingkirkan dengan segera pekerjaan yang bahannya ditolak oleh Direksi, dan segera membangun kembali pekerjaan yang dibongkar tersebut. Semua biaya yang timbul akibat pembongkaran dan pembangunan kembali tersebut menjadi beban PIHAK KEDUA.

Pasal 23

Jangka Waktu Penyelesaian

1. Waktu penyelesaian untuk pekerjaan ini ditetapkan selama hari kalender terhitung setelah Surat Keputusan petunjukan pemenang diterbitkan (Gunning).

2. Waktu pemeliharaan untuk pemeliharaan pekerjaan ini ditetapkan selama hari kalender terhitung dari tanggal penyerahan pertama (pekerjaan selesai 100%)

Pasal 24

Perpanjangan Waktu Pelaksanaan

1. Atas perhatian pemborong dengan alasan-alasan yang dapat diterima, Direksi dapat memperpanjang waktu penyerahan pekerjaan ini. Alasan-alasan yang dapat dipertimbangkan antara lain:

- Terjadi pekerjaan tambahan

- Pelakasanaan pekerjaan tidak dapat dimulai pada waktunya (karena pembebasan tanah/ ganti rugi dan lain-lain yang belum selesai)

- Ada perintah menghentikan pekerjaan oleh Direksi atau penguasa yang berwenang.

- Ada gangguan luar antara lain: banjir besar, kebakaran, gema bumi, sabotase dan lain-lain diluar kemampuan pemborong.

2. Permohonan pengunduran waktu penyerahan dilakukan pemborong kepada Pemimpin Proyek/PIHAK KESATU dengan menyebutkan alasan-alasannya.

(13)

3. Kelambatan karena kelalaian pemborong tidak dapat diterima untuk alasan pengunduran waktu penyerahan.

Pasal 25

Kelalaian Menjalankan Perintah

1. Apabila PIHAK KEDUA lalai atau gagal menjalankan perintah Direksi yang berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan, maka PIHAK KESATU berhak melaksanakan sendiri tersebut atas beban PIHAK KEDUA.

2. Kerugian yang mungkin timbul akibat kelalaian atau kegagalan dalam menjalankan perintah Direksi tersebut menjadi beban PIHAK KEDUA.

Pasal 26

Kelambatan Diluar Tanggung Jawab

1. PIHAK KEDUA akan dibebaskan dari tangung jawab atas kelambatan yang disebabkan oleh hal-hal/ kejadian-kejadian sebagai berikut (yang menurut pendapat Direksi menghambat pelaksanaan pekerjaan oleh PIHAK KEDUA).

(a) Bencana alam seperti gempa bumi, angin topan, banjir, gunung meletus dan lain sebagainya.

(b) Kejadian yang tidak terduga seperti peperangan, kebakaran dan kejadian lain yang menurut Direksi bukan akibat kelalaian PIHAK KEDUA sendiri.

(c) Kelambatan penyediaan dalam lokasi pekerjaan (pembebasan tanah) oleh PIHAK KESATU sehingga menghambat pelaksanaan pekerjaan.

2. Semua kejadian tersebut di atas harus dilaporkan secara tertulis oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK KESATU dalam waktu 3 hari setelah terjadi.

(14)

Pasal 27

Keamanan dan Ketertiban

1. PIHAK KEDUA wajib menjaga keamanan dan keselamatan atas pekerjaan, alat-alat, barang-barang dan harta benda yang terdapat di daerah pekerjaan dan yang dimaksud untuk melaksanakan pekerjaan.

2. PIHAK KEDUA wajib menjaga keselamatan dan keamanan para pekerjanya terhadap segala macam bencana dan wajib mencegah peredaran minuman keras dan narkotika di kalangan mereka, yang bisa mengakibatkan kerusuhan dan kekerasan.

3. PIHAK KEDUA wajib mentaati peraturan daerah setempat dalam hal pengunaan jalan untuk lalu lintas dump truck dan alat-alat berat dan dalam hal ini pendirian bangsal-bangsal kerja.

4. PIHAK KEDUA wajib membangun barak atau bangsal untuk tempat tinggal yang mungkin diperlukan bagi pekerjanya, yang memenuhi syarat-syarat kesehatan dan wajib menjaga kebersihannya.

Pasal 28 Keselamatan Kerja

1. PIHAK KEDUA wajib menjaga keselamatan para pekerjanya dengan mengambil tindakan penyelamatan terhadap kemungkinan kecelakaan. 2. PIHAK KEDUA wajib memberikan jaminan kesehatan, keamanan dan

keselamatan bagi para pegawai dan pekerjanya.

3. PIHAK KEDUA wajib mentaati ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang perburuhan dan peraturan-peraturan pemerintah yang berlaku di Indonesia dan wajib mengikuti Asuransi Tenaga Kerja (ASTEK).

4. PIHAK KEDUA wajib menyediakan segala alat-alat pertolongan bagi pekerja dan pegawai yang mungkin mengalami kecelakaan pada waktu menjalankan tugasnya dan wajib memikul beban pertolongan dan perawatan.

(15)

5. PIHAK KEDUA wajib melaporkan kecelakaan yang mungkin menimpa pegawai dan pekerjanya kepada Direksi secara tertulis.

6. PIHAK KEDUA wajib menyediakan air minum yang bersih dan cukup bagi pekerja dan pegawainya.

Pasal 29

Kewajiban PIHAK KEDUA Selama Masa Pemeliharaan

1. Selama jangka waktu pemeliharaan sebagai yang tersebut dalam Surat Perjanjian Pemborongan, PIHAK KEDUA wajib merawat bagian-bagian pekerjaan baik yang telah berfungsi atau yang belum, mengalami retak, patah, hilang, merosot, ambles, longsor dan kerusakan lainnya dibawah petunjuk dan perintah Direksi. PIHAK KEDUA wajib pula membersihkan rumput-rumput yang mungkin tumbuh di dalam penampang basah saluran dan mengangkat lumpur yang mungkin mengendap di dasar saluran dan di dasar bangunan. 2. PIHAK KEDUA wajib tunduk kepada Direksi untuk menggunakan,

memfungsikan dan mengoperasikan bagian-bagian pekerjaan yang telah selesai.

Pasal 30

Penyelesaian Perselisihan

1. Setiap perselisihan atau segala yang timbul dari atau yang berhubungan dengan kontrak, di utamakan penyelesaiannya melalui musyawarah untuk mufakat. 2. Apabila perselisihan/ sengketa masih belum dapat diselesaikan, melalui panitia

Arbitrase.

3. Apabila digunakan Panitia Abitrase maka Panitia Arbitrase terebut terdiri dari seorang Arbiter sebagai anggota yang ditunjuk oleh pemilik, seorang arbiter lain yang ditunjuk oleh kontraktor dan seorang arbiter lagi sebagai ketua merangkap anggota yang ditunjuk oleh kedua anggota tersebut diatas.

4. Bila dalam waktu 30 hari sejak ditunjuknya Panitia Arbitrase belum mendapat kesepakatan mengenai ketua Panitia Arbitrase tersebut maka kedua belah

(16)

pihak menyerahkan penunjukan ketua kepada ketua penitia Pengadilan Negeri dari domisili yang tercantum dalam kontrak.

5. Keputusan Panitia Arbitrase tersebut mengikat kedua belah pihak.

6. Semua penyelenggaraan Arbitrase dilaksanakan berdasarkan peraturan arbirtase yang berlaku.

7. Selama proses penyelesaian perselisihan dengan cara musyawarah arbitrase atau Pengadilan Negeri, kontraktor diharuskan meneruskan pekerjaan sesuai dengan jadwal waktu yang telah ditetapkan atau menurut perintah pemilik, dengan memperhitungkan biaya yang akan ditetapkan sebagai hasil musyawarah Arbitrase atau Keputusan Pengadilan Negeri.

Pasal 31 Surat Menyurat

Surat menyurat antara Pemilik, Pemimpin Proyek atau Direksi dan Kontraktor harus dilakukan dengan pengiriman langsung disertai tanda terima yang dibubuhi tanggal, tanda tangan dan nama jelas penerima. Untuk keprluan tersebut kontraktor wajib memberi alamat kantor lapangan yang jelas.

Pasal 32 Bea dan Pajak

1. Semua bea, pajak, cukai dan pungutan lain oleh Pemerintah sehubungan dengan pekerjaan ini menjadi beban dan tanggung jawab kontraktor. Untuk pembayaran itu kontraktor tidak menerima pembayaran tambahan dari Pemimpin Proyek.

(17)

Pasal 33 Pemutusan Kontrak

1. Apabila kontraktor tidak mulai melaksanakan pekerjaan sesuai jadwal waktu yang telah ditetapkan dalam kontrak atau telah mulai melaksanakan pekerjaan namun tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan dalam kontrak dan telah diberi peringatan secara tertulis oleh Pemberi Pekerjaan atas kesalahan/kelalaian kontraktor tersebut, maka Pemberi Tugas dapat menentukan waktu yang wajar guna memberikan kesempatan kepada kontraktor untuk memenuhi kewajibannya.

2. Apabila Kontraktor telah diberi peringatan oleh Pemberi Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 pasal ini dan kontraktor masih tetap melakukan kesalahan/ kelalaiannya baik atas pekerjaan yang telah dilaksanakan terdahulu maupun pelaksanaan pekerjaan selanjutnya, dan telah diberi peringatan tertulis tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing selama 15 hari atau dengan tenggang waktu yang wajar sesuai dengan permasalahan maka kontraktor tetap dianggap dalam keadan lalai dan Pemberi Pekerjaan berhak memutuskan kontrak secara sepihak.

3. Apabila kontraktor tidak dapat menyelesaikan pekerjaan dalam waktu yang telah ditetapkan dlam kontrak dan denda yang dikenakan kepada kontraktor sebagai akibat keterlambatan pelaksanaan pekerjaan tersebut telah melebihi besarnya denda maksimum yang dikenakan, maka Pemberi Pekerjaan dapat menentukan waktu yang wajar guna memberikan kesempatan kepada kontraktor untuk memenuhi kewajibannya.

4. Apabila dalam jangka waktu tersebut kontraktor tidak dapat menyelesaikan pekerjaan, maka Pemberi Tugas berhak memutuskan kontrak secara sepihak. Dalam hal ini terjadi pemutusan kontrak berdasarkan pasal ini, tanpa mengurangi hak kontraktor untuk memperoleh pembayaran bagi pekerjaan yang telah dilaksanakan maka kontraktor wajib membayar denda-denda dan hutang-hutang yang belum dibayar pada saat pemutusan kontrak dan Pemberi Pekerjaan berhak mencairkan jaminan pelaksanaan.

(18)

5. Apabila kontraktor mengundurkan diri setelah penandatanganan kontrak atau dalam waktu pelaksanaan pekerjaan, maka kontrak dinyatakan putus dan berlaku ketentuan-ketentuan dalam ayat 4 pasal ini.

4.2 Syarat-syarat Teknis Pelaksanaan

Pasal 1 Ketentuan Umum

Sepanjang tidak ditentukan lain perihal pelaksanaan teknis pelaksanaan maka untuk pekerjaan ini tetap mengikuti seperti yang tercantum dalam syarat-syarat teknis berikut ini serta Normalisasi Standart Indonesia yang berlaku sebagaimana tercantum antara lain dalam pasal 2 dibawah.

Pasal 2

Normalisasi Standart Indonesia

NI – 2 – Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971

NI – 3 – Peraturan Umum untuk Bahan Bangunan Indonesia NI – 5 – Peraturan Konstruksi kayu Indonesia

NI – 7 – Syarat-syarat untuk Kapur Bahan Bangunan NI – 8 – Semen Portland

Pasal 3 Mobilisasi

1. Sebelum kegiatan pelaksanaan pekerjaan dimulai, pemborong harus mengajukan rencana mobilisasi kepada Direksi.

2. Kegiatan yang dimaksud pada ayat 1 dalam pasal ini meliputi:

a) Transportasi lokal alat-alat dan perlengkapan lainnya ke tempat pekerjaan. b) Penguasaan dan pengamanan daerah kerja

(19)

c) Pembuatan bangunan sebagaimana yang tercantum dalam daftar uraian pekerjaan

Pasal 4 Daerah Kerja

1. Areal tanah untuk kerja pada dasarnya disediakan oleh Pemberi Kerja. Pengunaan daerah diluar yang telah disediakan menjadi tanggung jawab dan atas usaha pemborong.

2. Pemborong harus menutup daerah kerja bagi umum guna keamanan kerja, alat dan bahan selama pekerjaan berlangsung.

3. Pada daerah yang telah disediakan, pemborong harus merencanakan pengunaannya, yang pada dasarnya akan membantu kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Rencana tersebut harus disetujui oleh Direksi sebelum penggunaan areal kerja.

4. Pemborong diharuskan membuat kantor lapangan, gudang dan sebagainya guna menunjang pelaksanaan pekerjaan.

5. Sebelum pelaksanaan dimulai, daerah kerja harus dikeringkan terlebih dahulu, antara lain dengan membuat parit-parit drainage dan lain sebagainya.

6. Selama pelaksanaan pekerjaan, lalu lintas/transportasi, eksplorasi irigasi atau bangunan-bangunan lainnya tidak boleh terganggu.

Pasal 5

Kantor Lapangan, Gudang, Barak Kerja

1. Pemborong harus membuat suatu bangunan “Kantor Lapangan” untuk kepentingan Direksi. Letak kantor lapangan akan ditentukan oleh Direksi. 2. Gudang dan barak kerja harus di buat pemborong dengan konstruksi

(20)

Pasal 6 Peralatan Kerja

1. Pemborong harus menyediakan peralatan yang baik dan siap dipakai yang diperlukan sehubungan dengan pekerjaan.

2. Untuk pelaksanaan pekerjaan ini Pemberi Tugas/ Direksi tidak menyediakan/ meminjamkan/ menyewakan peralatan kerja.

3. Untuk pengamanan pelaksanaan pekerjaan pemborong diharuskan menyediakan alat-alat keselamatan kerja sesuai dengan Peraturan Perburuhan Pemerintah Republik Indonesia yang berlaku.

Pasal 7

Pembersihan Lingkungan

1. Sebelum dimulainya pekerjaan, pemborong harus membersihkan daerah kerja dari semak-semak, pohon-pohon dan sebagainya yang mengganggu pelaksanaan pekerjaan.

2. Setelah pelaksanaan pekerjaan selesai, maka pemborong masih berkewajiban membersihkan material/ bahan-bahan bekas dan kotoran-kotoran akibat pelaksanaan pekerjaan sehingga hasil pekerjaan menjadi bersih dan baik sesuai dengan rencana.

3. Bongkaran bekas kantor lapangan harus diserahkan kepada Direksi dan dikirim ke kantor cabang Dinas Pekerjaan Umum setempat atas biaya pemborong dan diserahkan dengan berita acara.

Pasal 8

Pekerjaan Pengukuran, Bouwplank, Profil

1. Sebelum pekerjaan dimulai, pemborong harus melakukan pengukuran guna penentuan antara lain: sumbu saluran, letak/ kedudukan bangunan, elevasi galian dan timbunan, elevasi bangunan bawah/ dasar, elevasi bangunan atas (upper structure), batas-batas daerah kerja, elevasi titik-titik pembantu dan

(21)

elevasi titik ikat. Masing-masing pengukuran harus disesuaikan dengan gambar rencana. Semua hasil pengukuran dilaporkan kepada Direksi guna mendapatkan persetujuan.

2. Pada waktu pekerjaan akan diserahkan untuk pertama kalinya Direksi akan mengadakan pengecekan (mutual check) semua elevasi dan dimensi dari tiap konstruksi. Akibat kesalahan elevasi yang menyebabkan dibongkarnya bangunan maupun saluran, pembetulannya masih menjadi tanggungan pemborong.

3. Sebelum pekerjaan dimulai pihak Direksi akan menunjuk terlebih dahulu titik tetap/ titik ikat. Titik ikat iniharus dikaitkan dengan titik utama (BM) yang terdekat. Pada tiap-tiap lokasi bangunan ditempatkan sebuah titik pembantu (control point) yang dikaitkan dengan titik tetap. Titik pembantu untuk pekerjaan saluran ditempatkan pada jarak setiap 500 m. titik tetap dan titik pembantu harus ditempatkan disuatu tempat yang aman, tidak mengganggu selama dalam pelaksanaan. Bahan titik tetap dan titik pembantu terbuat dari beton masing-masing dengan ukuran 20 x 20 x 80 cm dan 10 x 10 x 80 cm yang ditanam cukup menurut petnujuk Direksi.

4. Buowplank dibuat dan dipasang di tempat yang tidak terganggu dan kedudukannya harus selalu terkontrol/ tidak berubah. Bahan bouplank ditentukan dari bahan kayu kaso/ kayu kering.

5. Untuk pekerjaan bangunan dan saluran dibuat dan dipasang oleh pemborong. Selama pekerjaan berlangsung, kedudukan profil harus selalu dikontrol terhadap titik-titik ikat yang ada. Bahan untuk pembuatan profil ditetapkan dari papan dan kayu kaso (kayu Kalimantan) dan bambu yang tua.

Pasal 9

Pekerjaan Pendahuluan

1. Pemborong harus melakukan sendiri pekerjaan persiapan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan utama antara lain: pembuatan kantor, lapangan, gudang, barak kerja, jalan dan jembatan darurat dan lain sebagainya.

(22)

2. Pemborong harus mengusahakan/ mencari tempat-tempat pengambilan tanah untuk urugan dan sebelumnya harus dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Direksi, apakah tanah yang akan diambil cukup memenuhi persyaratan atau tidak.

3. Pemborong harus memelihara/ memperbaiki seluruh kerusakan yang terjadi pada jalan-jalan dan jembatan milik desa akibat dilalui kendaraan dan peralatan selama dalam pelaksanaan.

Pasal 10

Pekerjaan Galian Tanah

1. Tanah dimana bangunan didirikan harus dibersihkan dari segala kotoran, sisa-sisa bongkaran, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain yang dapat mengganggu konstruksi bangunan yang akan dilaksanakan

2. Penggalian tanah untuk saluran maupun bangunan harus dilaksanakan dengan kedalaman sebagaimana tersebut dalam gambar, terkecuali ditetapkan lain oleh Direksi berkenan dengan keadaan setempat.

3. Lebar galian harus cukup memberikan ruang kerja sesuai dengan lebar pondasi yang akan dibuat.

4. Penggalian tanah di dekat bangunan yang tidak dibongkar harus dilakukan secara berhati-hati, kalau perlu diadakan konstruksi penyangga/ turap untuk pengamanan terhadap kelongsoran.

5. Kemiringan tebing galian harus dibuat sedemikian rupa agar tidak terjadi kelongsoran. Dan bila terpaksa tebing galian dibuat curam, maka supaya diambil tindakan-tindakan pengaman.

6. Dalam pekerjaan menggali ini termasuk juga pekerjaan-pekerjaan membersihkan segala apa yang terdapat dalam tanah galian tersebut.

7. Untuk tanah galian yang tidak terpakai untuk timbunan, maka harus dibuang ke tempat lain dan diatur sebaik-baiknya atas petunjuk Direksi.

8. Bila tanah dasar dan sisi untuk pondasi bangunan belum mencapai duga/ tingkat seperti apa yang tercantum dalam gambar rencana, ternyata keadaan tanahnya cukup keras, maka penggalian tanah sementara dapat dihentikan

(23)

sampai menunggu keputusan Direksi, demikian juga apabila penggalian tanah pondasi telah mencapai elevasi seperti gambar rencana dan keadaan tanah tersebut dipandang belum memenuhi keputusannya.

Pasal 11 Pekerjaan Timbunan

1. Sebelum pekerjaan timbunan dimulai, tanah dasar harus dibersihkan dari tanaman, lumpur, sampah dan lain-lain yang dapat membusuk dan dapat menimbulkan poros, gerak gembung maupun longsor.

2. Pekerjaan timbunan tidak boleh dimulai sebelum pembersihan tanah dasar diperiksa dan disetujui Direksi.

3. Tanah untuk timbunan harus bersih dari segala kotoran dan bahan-bahan yang dapat membusuk. Tanah bahan timbunan yang dipergunakan harus disetujui Direksi.

4. Untuk menjaga adanya penusutan maka tinggi dan lebar penimbunan harus dibuat lebih besar dari ukuran sebenarnya yaitu diberi timbunan 10 % dari rencana.

5. Timbunan harus dilakukan lapis demi lapis setebal 15 – 20 cm dengan terlebih dahulu dihancurkan/ dicacah dan dipadatkan serta disiram dengan air secukupnya. Timbunan berikutnya boleh dilakukan setelah lapisan sebelumnya dapat diterima oleh Direksi.

6. Pemadatan dilakukan dengan alat pemadat mekanis antara lain stamper mesin, vibrator roller dan sebagainya. Atas pertimbangan dan persetujuan Direksi, pemadatan dapat dilakukan dengan timbris yang beratnya 15 – 20 kg. Untuk pekerjaan pemadatan yang menggunakan alat-alat berat akan dibuat syarat-syarat tersendiri.

7. Bila timbunan dilakukan diatas tanah dasar yang miring, maka tanah dasar tersebut harus digali bertingkat-tingkat sesuai petunjuk Direksi.

(24)

Pasal 12

Tes Kualitas Pemadatan

1. Bila menurut pengamatan dan pemerikasaan Direksi hasil timbunan kualitasnya diragukan dan dipandang perlu maka Direksi akan mengadakan tes pemadatan tanah tersebut pada tempat-tempat yang ditunjuk.

2. Bila dipandang perlu tes lapangan belum mencukupi, maka akan dilakukan tes di Laboratorium mekanika tanah dengan biaya ditanggung oleh pihak pemborong dan hasil tes akan diberitahukan. Kepadatan tanah timbunan dinyatakan memenuhi syarat apabila tingkat kepadatan dalam pelaksanaan mencapai minimal 90% dari tingkat kepadatan optimum.

3. Apabila berdasarkan hasil tes laboratorium ternyata pemadatan timbunan tidak memenuhi syarat maka pemborong harus memadatkan kembali timbunan tersebut.

Pasal 13 Pekerjaan Bongkaran

1. Apabila bongkaran pada sebagian bangunan lama harus dilakukan secara hati-hati tidak merusak bagian lainnya yang tidak dibongkar.

2. Batu-batu bekas bongkaran tidak boleh dipakai lagi oleh pemborong sebelum mendapat ijin dari Direksi. Batu-batu bekas bongkaran tersebut harus dikumpulkan pada suatu tempat menurut petunjuk Dieksi.

3. Semua bongkaran pekerjaan besi/ pintu-pintu air harus diangkat ke tempat penyimpanan di kantor cabang yang besangkutan dengan biaya transport ditanggung pemborong.

(25)

Pasal 14 Syarat-syarat Bahan

1. Pasir

a) Butir-butir pasir harus tajam dan keras bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca seperti terik matahari dan hujan.

b) Pasir tidak boleh mengandung bahan lumpur lebih dari 5% (ditentukan terhadap berat kering). Bila kandungan lumpur melebihi 5% pasir harus dicuci.

c) Untuk pekerjaan beton pasir harus disaring/ diayak. 2. Split/ Kerikil

a) Split untuk beton harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori. Split yang mengandung butir-butir pipih hanya dapat dipakai apabila jumlah butir-butir tersebut tidak melampaui 20% dari berat seluruhnya.

b) Split tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% berat kering. Jika bandingan lumpur melampaui 1% split harus dicuci.

c) Split tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton, seperti zat-zat relatif alkali.

d) Ukuran split 1 – 2 cm 3. Batu

a) Batu untuk pekerjaan pasangan dilarang menggunakan batu gandul/ bulat. Ukuran batu kurang lebih 15 cm

b) Sedikikt-sedikitnya 2/3 luas bidang merupakan bidang pecahan.

c) Batu–batu harus dari jenis yang kuat dan padat dan tidk lapuk, tidak terdapat bekas-bekas lapukan dan tidak porous.

d) Batu harus bersih dari kotoran-kotoran yang mungkin melekat, kalau perlu harus dicuci.

e) Untuk pekerjaan pasangan batu kosong, diameter minimal batu adalah 15 cm.

(26)

4. Portland Cement (PC)

a) PC yang digunakan adalah produksi dari pabrik semen dalam negeri. b) PC yang disimpan dalam gudang lapangan harus memenuhi persyaratan

teknis penyimpanan. Bilamana PC telah mengeras maka tidak boleh dipakai untuk campuran.

5. Kapur

a) Semua kapur hidup harus terlebih dahulu dipadamkan sebelum dipakai untuk pasangan. Pemadatan tersebut dapat dilakukan dengan cara pemadaman kering atau pemadaman basah. Prosentase yang masih ada, setelah diadakan percobaan pemadaman, sebagai batu yang tidak dapat dipadamkan, setinggi-tingginya boleh berjumlah 5%.

b) Sisa material dari saringan tidak diperbolehkan mengandung bagian-bagian yang belum padam.

c) Kadar hidrat kapur yang bebas sekurang-kurangnya harus 70%

d) Kapur harus disimpan dalam keadaan terlindung/ tertutup sehingga tidak terkena air hujan yang dapat mengurangi mutu/ daya ikatnya.

6. Air

a) Air untuk pembuatan dan perawatan pasangan atau beton tidak boleh mengandung minyak, asam alkali, garam, bahan-bahan organik, atau bahan-bahan lainnya yang dapat merusak pasangan, beton maupun besi tulangan.

b) Sebaiknya digunakan air bersih dan harus mendapat persetujuan dari Direksi.

7. Tulangan untuk Beton

a) Besi tulangan yang diproduksi oleh pabrik-pabrik terkenal dapat dipakai yaitu besi tulangan umum dengan minimum mutu U – 22.

b) Penggunaan besi tulangan dengan mutu yang lebih tinggi atau dengan batang-batang yang diprofilkan akan ditunjukkan dalam gambar/ spesifikasi.

c) Besi tulangan yang sudah berkarat tidak boleh dipakai.

(27)

Pasal 15 Pekerjaan Adukan

1. Pekerjaan adukan harus dilaksanakan pada tempat yang terlindung dari sinar matahari dan hujan, disamping itu tempatnya diusahakan tidak jauh dari tempat pekerjaan pasangan atau pembetonan dan tidak boleh langsung diatas tanah/ tercampur dengan material lain (dengan kotak adukan).

2. Bahan spesi terlebih dahulu harus dicampur dalam keadaan kering sehingga cukup homogen. Pada pasangan volume besar, pencampuran bahan kering harus dilakukan dengan alat mekanis (molen). Setelah adukan kering cukup merata baru diberi air sesuai dengan perbandingan, sehingga menjadi mortar yang baik.

3. Besarnya perbandingan bahan campuran harus dilakukan setepat-tepatnya. Oleh karena itu diharuskan dengan menggunakan alat penakar bahan dari kotak kayu dengan ukuran tertentu menurut petunjuk Direksi.

Pasal 16 Pekerjaan Pasangan

1. Batu yang dipakai untuk pasangan tidak boleh blondos melainkan harus pesah. Kotoran yang melekat pada bidang muka batu harus dibersihkan. Sebelum dipasang batu-baatu dibasahi secukupnya.

2. Pemasangan batu harus disusun dan tidak boleh ada rongga-rongga.

3. Bidang tegak belakang yang akan tertimbun tanah harus ditutup dengan mortar kasar (diberaben) dengan campuran seperti untuk pasangan.

4. Semua pasangan batu yang tampak dari luar bidangnya harus rata dan menggunakan batu muka (rai). Ukuran batu muka ditetapkan lebar sisinya antara 12 – 15 cm dan tebalnya minimal 10 cm. Susunan batu muka satu sama lainnya harus diatur rapi dengan jarak 1 – 1,5 cm dan demikian juga mengenai bentuk diusahakan sama. Kecuali dalam hal batu muka disyaratkan dengan bentuk lain yaitu persegi empat atau persegi enam. Campuran spesi pasangan batu muka ditetapkan 1PC : 3 Ps.

(28)

5. Bila pekerjaan dihentikan karena hujan lebat, maka pasangn yang masih baru harus dilindungi dengan baik.

6. Sebelum melanjutkan pekerjaan berikutnya, bidang sambungan harus dibersihkan dengan air secukupnya.

7. Semua pekerjaan pasangan batu menggunakan campuran 1 Pc : 4 Ps, kecuali ditentukan lain di dalam gambar bestek.

8. Lubang-lubang drainase harus dibuat pipa PVC 1-2/3” dengan jumlah minimal 1 lubang tiap 1,5 meter persegi bidang tampak. Pekerjaan drainase itu termasuk pembuatan dari ijuk setebal 5 cm, kricak dan pasir kasar di belakang pasangan harus sesuai petunjuk Direksi.

Pasal 17 Pekerjaan Plesteran

1. Pekerjaan plesteran dilakukan paada bagian-bagian:

a. Bidang atas dari pasangan (dekzerk) dengan lebar sesuai dalam gambar ditambah masuk kesamping yang akan terurug tanah sedalam minimal 5 cm.

b. Plesteran band-band dan dibuat dengan lebar 8 – 10 cm untuk bangunan kecil, dan 15 cm untuk bangunan besar.

c. Tempat kedudukan pintu romijin, tembok diplester licin penuh dari batas lengkung depan sampai hilir pada bowplank (jembatan pelayanan).

d. Pertemuan pasangan (plesteran sudut) sebesar 8 – 10 cm untuk bangunan kecil dan 15 cm untuk bangunan besar.

e. Pada samping kozen pintu-pintu sorong, diplester tegak selebar 20 cm. f. Alur skotbalk.

g. Pekerjaan-pekerjaan lainnya yang akan ditetakan.

2. Sebelum pekerjaan plesteran dilakukan maka bidang dasar harus dibuat kasar dan bersih.

3. Pekerjaan plesteran lain harus lurus, rapi dan halus.

4. Setelah pekerjaan plesteran cukup kering, kemudian harus dipelihara dengan siraman air secara rutin.

(29)

5. Plesteran dibuat setebal 1,5 cm dan campuran spesinya adalah 1Pc : 3 Ps.

Pasal 18 Pekerjaan Siaran

1. Semua bagian pasangan tampak, bidang mukanya diberi pasangan batu muka, jarak muka diantara batu muka satu sama lainnya besarnya 1 – 1,5 cm. Jarak-jarak ini lazimnya disebut “siar”.

2. Untuk memperkuat air tersebut maka bidang mukanya diberikan lapisan perekat dengan bahan Pc dan pasir. Adapun perbandingan campuran adalah 1 Pc : 2 Ps dengan tebal 1 cm.

3. Pekerjaan siar ditetapkan “bentuk tenggelam” dimana bidang mukanya berkedudukan 1 cm ke dalam dari lubang muka batu muka.

4. Dasar unutk siaran terlebih dahulu harus dibersihkan dan dibuat kasar serta dibasahi dengan air.

5. Pekerjaan siar harus segera dilaksanakan setelah pasangan batu muka sselesai dikerjakan.

Pasal 19 Pekerjaaan Beton

1. Sebagai pedoman pekerjaan pembetonan untuk pelaksanaan pekerjaan ini berpedoman pada Peraturan Indonesia SKSNI 1991 sepanjang persyaratan yang tidak ditentukan lain dalam peraturan ini.

2. Mutu Beton

a. Semua pekerjaan beton tidak bertulang (beton tumbuk) ditetapkan dengan kualitas beton B0 dengan campuran 1 Pc : 2 Ps : 3 Kricak.

b. Semua pekerjaan beton bertulang kelas ringan ditentukan dengan K – 125 dengan campuran 1 Pc : 2 Ps : 3 kricak. Semua pekerjaan beton bertulang kelas menengah (pekerjaan tulang, pekerjaan jambatan kelas II dan setingkat) ditetapkan dengan mutu K – 175 dengan campuran 1 Pc : 1,5 Ps : 2,5 kricak.

(30)

3. Tes Kualitas Beton

Bila menurut pengamatan dan pemeriksaan Direksi diragukan dan dipandang perlu maka Direksi akan mengadakan pengetesan dilakukan sesuai dengan pasal 4.4 PBI A1971 (slump test), pasal 4.7 (benda uji silinder) dan lain-lain. Biaya yang diperlukan untuk mengadakan tes kualitas dibebankan kepada pemborong.

4. Pekerjaan adukan Beton

Pekerjaan adukan untuk mortar beton harus menggunakan molen kecuali ditentukan lain oleh Direksi

5. Selama dalam pelaksanaan pengecoran untuk mendapatkan hasil pemadatan yang baik, maka dilakukan penggetaran dengan alat yaitu “vibrator”. Kecuali pada konstruksi yang tidak memungkinkan dengan alat penggetar, maka dipakai alat tradisional.

6. Tulangan beton harus dipasang dengan baik dan benar sehingga sebelum dan selama pengecoran tidak berubah bentuknya

7. Setelah pengecoran beton selesai maka untuk selama 2 minggu beton harus selalu dibasahi terus-menerus atau ditutup dengan karung-karung goni yang selalu basah.

Pasal 20

Pekerjaaan Bekisting/ Perancah

1. Bekisting harus dibuat cukup kokoh dan cukup rapat sehingga dapat menghasilkan bentuk cetkan beton sesuai dengan gambar rencana.

2. Gambar rencana bekisting/ acuan beton harus dibuat oleh pemborong dan dimintakan persetujuan kepada Direksi.

3. Perancah harus dibuat cukup dari dolken/ bambu yang dapat menahan beban yang telah ditentukan.

4. Bongkaran bekisting/ perancah harus dilakukan secara hati-hati dengan cara yang baik agar tidak merusak beton. Hal ini dilakukan dengan seijin Direksi.

(31)

Pasal 21

Pekerjaan Gebalan Rumput

1. Gebalan rumput ditempel pada bidang lereng dan datar yang ditetapkan oleh Direksi.

2. Alas untuk menempelkan gebalan rumput harus dibersihkan, diratakan dan sekedar digemburkan, agar kedudukan gebalan rumput lebih sempurna.

3. Gebalan rumput tebalnya harus memenuhi syarat dan seluruh akarnya masih utuh.

4. Ukuran gebalan rumput sekurang-kurangnya 20 x 20 cm dan tebalnya tidak kurang dari 5 cm.

5. Pemasangan gebalan rumput pada bidang yang miring harus diperkuat dengan semat dari bambu yang panjangnya kurang lebih 30 cm dan cukup kuat.

6. Gebalan rumput harus menggunakan rumput lamuran dalam keadaan masih subur, melekat dengan akarnya pada tanah dan bebas dari jenis rumput liar. 7. Agar gebalan rumput yang telah terpasang dapat hidup dengan baik maka

harus dilakukan penyiraman secara teratur. Bagi gebalan rumput yang mati maka harus diganti baru dan masih menjadi beban pemborong.

8. Penggebalan rumput dilakukan pada sisi luar tangkis seluruhnya, sisi dalam sampai 0,10 m dibawah muka air rencana, sisi atas tangkis 0,30 m dan sisi-sisinya.

Pasal 22

Pekerjaaan Pintu Air dan Logam Lainnya

1. Pintu air dibuat dengan konstruksi menurut gambar yang diberikan oleh Direksi.

2. Model pintu air yang akan digunakan adalah pintu sorong.

3. Lebar pintu besar dari 90 cm, konstruksi penggerak ditetapkan dengan mengunakan ronsel (gigit payung).

4. Pekerjaan pintu-pintu air harus dibuat menurut ketentuan-ketentuan yang ada, memenuhi syarat teknis, baik dan kokoh.

(32)

5. Sebelum pintu air dipasang, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan oleh pihak Direksi. Pintu-pintu yang tidak memenuhi syarat spesifikasi harus diperbaiki kembali.

6. Setelah pintu terpasang maka harus diadakan percobaan pengaliran untuk mengetahui kerapatannya yang disaksikan oleh pihak Direksi. Apabila masih bocor, maka harus diadakan perbaikan sehingga menjadi rapat dan dapat digerakkan dengan mudah dan ringan.

7. Pintu-pintu air harus dicat warna “Brom” dan pada bagian yang akan terendam air dicat besi warna hitam, dan sebelumnya didasari dengan cat meni.

8. Peil schaal dalam letter schaal dibuat dari plat baja dengan huruf maupun garis pembaginya harus timbul atau tenggelam dan dicat Email.

9. Pekerjaan logam lainnya harus sesuai dengan gambar konstruksi serta memenuhi persyaratan-persyaratan teknis.

Pasal 23

Pekerjaan Bangunan Terjun

1. Bangunan terjun dibuat dari beton bertulang sesuai dengan ketentuan pada pasal 19.

2. Model bangunan terjun yang digunakan adalah bangunan terjun tegak dengan H

 < 1,5 m dan bangunan terjun miring dengan H > 1,5 m.

3. Pada bagian hulu dan hilir bangunan dibuat ambang untuk menstabilkan aliran. 4. Untuk bangunan terjun miring, kemiringan yang direncanakan adalah 1 : 1. 5. Tipe kolam olak yang akan direncanakan disebelah hilir bangunan bergantung

pada energi air yang masuk, yang dinyatakan dengan bilangan Froude dan pada bahan konstruksi kolam olak.

Referensi

Dokumen terkait

Bima Haria Wibisana,

25 Desmita, Perkembangan Peserta..., hal.. individu untuk beraksi secara normal terhadap situasi atau masalah. 4) Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan

The role of the government to support universal health coverage and financing health care is reflected by the share of government health expenditure (GGHE) as compared to total

Menurut OHSAS 18001 dan SMK3 Depnaker, Sistem Manajemen K3 adalah &#34; bagian dari sistem manajemen secara keselunrhan yang meliputi stnrktur organisasi,

[r]

Selanjutnya kami informasikan kepada peserta yang telah lulus bahwa :.. Tempat

Pemrograman Visual Basic.Net Sistem Basis Data dengan SQL Server (tingkat dasar). Pemrograman WEB

and who have a minimum research experience of two years after completion of their PhD and an excellent record of publications and/or patents and wish to set