FUNGSI MALAM BAETONG DALAM UPACARA PERKAWINAN BAGI
MASYARAKAT TIKU KECAMATAN TANJUNG MUTIARA
KABUPATEN AGAM
Jurnal
MARNI 09070325
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT
PADANG
2014
FUNGSI MALAM BAETONG DALAM UPACARA PERKAWINAN BAGI MASYARAKAT TIKU KECAMATAN TANJUNG MUTIARA
KABUPATEN AGAM
Marni1, Dr. Buchari Nurdin, M.Si2, Faishal Yasin, S.Sos, M.Pd3Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat
ABSTRACT
“Malam baetong” tradition is similar to the tradition of counting the moneyearned in the marriage ceremony, held at the girl’s house at night after evening prayers finished, the money is calculated jointly by customdevices. This tradition has a unique different in other areas that carry this tradition. The purpose of this study was to describe the process for Nagari Tiku malam baetong Tanjung Mutiara Agam and want to describe “malam baetong” function in the marriage ceremony for the community Tiku Tanjung Mutiara Agam. Was collected through observation, in-depth interview. The results showed that there is a process in Nagari Tiku “malam baetong” that the money earned from the community, from family and relatives at the wedding of “bako” calculated jointly by custom devices. While the function contained on the “malam baetong” villager’s Tiku is looking for funding and helping both among fellow family as well as with other communities, so that at the time of carrying out this tradition, family relatives and other people who can help this party, so the presence of this togethernesss can help every community who carry out the tradition malam baetong”. Keyword: function, ceremony, marriage
.
1
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat Angkatan 2009
2
Pembimbing I Dosen Universitas Negeri Padang Sumatera Barat
3
PENDAHULUAN
Masyarakat Sumatera Barat terkenal dengan beberapa tradisi perkawinan yang
masih berfungsi sampai sekarang
diantaranya ada tradisi makan bajamba dalam upacara perkawinan di Kecamatan Bukik Barisan Kabupaten Limo Puluah Koto (Martin, 2010, 95), tradisi manyilau
kandang dalam upacara perkawinan di
Nagari Tambangan Tanah Datar (Sari, 2012:92), dan tradisi pasalaman (Heral, 2010:99).
Pada masyarakat Tiku Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam salah satunya dikenal dengan tradisi malam
baetong dalam adat perkawinan. Tradisi malam baetong ini berasal dari adat
masyarakat Pariaman dan tradisi ini
dibawa oleh masyarakat Pariaman
kedaerah Kecamatan Tanjung Mutiara
Kabupaten Agam. Tradisi ini bisa
dilaksanakan setelah pernikahan dan
setelah resepsi perkawinan. Fungsi dari tradisi malam baetong itu sendiri bagi masyarakat Tiku Kecamatan Tanjung Mutiara Kabuputaten Agam adalah, untuk mencari dana, mewujudkan rasa gotong royong, pengikat tali persatuan dan kesatuan dalam masyarakat secara umum, sebagai sarana untuk menjalin rasa persamaan, sakit, senang dan berat serta
sebagai tali kekerabatan dalam
sekampung. Dan mempertahankan nilai-
nilai sosial masyarakat Tiku yang
terkandung dalam malam baetong.
Dikatakan seperti itu, karena acara perkawinan adalah acara yang dianggap rumit dan menghabiskan biaya yang banyak, tetapi dengan adanya tradisi
malam baetong ini pekerjaan yang banyak
akan dikerjakan bersama-sama seperti memasak, menghias rumah pengantin, sampai yang namanya biaya untuk perkawinan.
Tidak hanya itu, dengan adanya tradisi ini ikatan emosional dan solidaritas para masyarakat Tiku terlihat kuat dan akrab karena ketika tradisi berlangsung biasanya mereka bertemu, bersendagurau dan bercerita yang terkadang diantara mereka sudah lama tidak berjumpa. Tradisi
malam baetong sudah menjadi tradisi
turun temurun pada masyarakat Tiku.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan proses malam
baetong Bagi masyarakat Tiku
Kecamatan Tanjung Mutiara
Kabupaten Agam.
2. Mendeskripsikan fungsi malam
baetong dalam upacara perkawinan
bagi masyarakat Tiku Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam.
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Suryanti (2007) dengan judul “ Makna Ritual Bajiluang pada masyarakat Pauah Kamba Kabupaten Padang Pariaman”. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Sari (2012) dengan judul “Makna tradisi manyilau kandang dalam upacara perkawinan di Nagari Tambangan Kabupaten Tanah Datar”. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Fatmiati (2012) yang berjudul “ Tradisi
manjiliki boru pada masyarakat Padang
Metinggi Kabupaten Pasaman”. Ketiga penelitian diatas berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan terkait dengan lokasi penelitian, tradisi yang dikaji, serta permasalahan yang akan diungkapkan.
METODE
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif karena dapat
mengungkapkan dan menggambarkan
permasalahan proses dan fungsi tradisi
malam baetong dalam adat perkawinan
masyarakat Tiku secara lebih tajam dan mendalam sebagaimana adanya. Tipe penelitian ini adalah deskriptif yaitu suatu penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang, dan memusatkan
perhatian pada masalah aktual
sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung (Noor, 2011:34). Jenis data
yang digunakan adalah data primer.
Metode pangumpulan data dengan
menggunakan observasi, wawancara
mendalam dan studi dokumen. Informan penelitian ini adalah anggota masyarakat yang melaksanakan tradisi malam baetong yang terdiri dari 11 orang informan.
HASIL PENELITIAN
Tradisi “malam baetong”Masyarakat Nagari Tiku memiliki berbagai macam tradisi, seperti tradisi
malam baetong. Tradisi ini asal mulanya
dilakukan oleh masyarakat Pariaman, yang mana mereka merupakan pendatang dari Pariaman. Kedatangan mereka ke Nagari Tiku adalah dikarenakan batas Kabupaten Pariaman yang dekat denganKabupaten
Agam, sehingga penduduk tersebut
berpindah dan menetap menjadi orang Tiku. Masyarakat Tiku yang ada semakin banyak dan berganti generasi.
Tiku merupakan salah satu daerah yang dihuni oleh keturunan dari suku
minang. Berbagai tradisi yang dibawa oleh
masyarakat tersebut menjadi bagian
kebudayaan yang mereka pakai, termasuk tradisi malam baetong. Tradisi malam
baetong dilaksanakan setelah akad nikah
dengan jarak satu hari setelah upacara perkawinan. Tradisi malam baetong ini dilaksanakan pada malam hari setelah sholat isya . Ketika tradisi ini berlangsung
masyarakat yang bapanggia akan datang berkumpul dirumah yang telah ditetapkan keluarga mempelai. Mereka duduk diatas
kursi yang telah disediakan, dan
dihidangkan makanan yaitu nasi dengan berbagai lauk pauk yang telah disediakan diatas meja. Sedangkan tokoh adat dan perangkat Nagari duduk didalam pondok
baetong, disinilah uang yang diperoleh
pada upacara perkawinan seluruhnya dihitung oleh ninik mamak.
Proses Tradisi Malam Baetong Bagi Masyarakat Tiku
1. Menghitung uang yang diperoleh dari masyarakat
Pada masyarakat Tiku uang yang diperoleh dari masyarakat yang bapanggia itu dihitung semuanya pada saat malam
baetong oleh seluruh ninik mamak baik
uang yang disumbangkan oleh tamu
perempuan maupun uang yang
disumbangkan oleh tamu laki- laki.
2. Menghitung uang yang diperoleh sanak family
Menghitung uang yang diperoleh dari sanak family merupakan proses yang kedua setelah menghitung uang dari masyarakat yang bapanggia, karena pada masyarakat Tiku menghitung uang yang diperoleh selalu dikelompokkan masing- masingnya, baik uang yang diperoleh dari
sanak family, dari masyarakat yang bapanggia dan dari bako. Tujuannya adalah supaya jelas sumber uang yang diperoleh dari masing- masingnya oleh tuan rumah.
3.
Menghitung pemberian dari bakoMenghitung pemberian dari bako pada masyarakat Tiku juga dihitung pada saat malam baetong, baik pemberian dari
bako itu berbentuk emas, uang, kado
(seprai, kain dan baju) semuanya dihitung pada saat baetong, walaupun bako tersebut memberikan pemberiannya kepada anak
daro/ mempelai perempuan pada siang
hari, tetapi pemberian tersebut tetap dihitung dan diumumkan pada saat malam
baetong sama halnya dengan menghitung
uang dari sanak family dan dari
masyarakat.
Fungsi Malam Baetong Dalam Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Tiku.
1. Untuk mencari Dana
Selain meningkatkan rasa
kebersamaaan dan rasa kegotong
royongan, tradisi malam baetong juga mempunyai fungsi dalam menambah dana dalam pesta perkawinan. Ketika seluruh
masyarakat yang bapanggia datang
menghadiri malam baetong, mereka akan menyumbangkan uangnya kepada mamak
pusako sesuai dengan kemampuan mereka.
Uang tersebut secara langsung diberikan kepada mamak pusako dan juga langsung diumumkan oleh mamak pusako dengan pengeras suara dan disaksikan serta didengar oleh semua masyarakat yang datang pada saat baetong. Hal ini dilakukan untuk membantu biaya pesta perkawinan calon mempelai sehingga tidak terkendala dengan masalah biaya.
2. Meningkatkan integrasi antara kaum kerabat dan masyarakat.
Selain dapat meningkatkan hubungan kebersamaan yang baik antar sesama kaum kerabat, tetapi juga dapat meningkatkan kebersamaan dengan masyarakat yang datang pada upacara perkawinan, tradisi
malam baetong juga mempunyai fungsi
sebagai sarana integrasi. Ketika acara
malam baetong inilah karib kerabat datang
datang dari jauh apalagi yang dekat.
3. Sebagai ajang pergaulan
Dalam malam baetong ini dapat dilihat masyarakat yang biasa bergaul dengan masyarakat dan yang kurang pergaulannya dengan masyarakat. Ketika seseorang banyak menghadiri pesta orang lain, maka pada saat dia melaksanakan pesta perkawinan juga dapat dilihat seberapa banyak masyarakat yang datang
baralek dan dari sana dapat dilihat sejauh
mana pergaulannya dengan masyarakat.
4. Meningkatkan solidaritas sosial
Malam baetong juga berfungsi
sebagai sarana untuk berinteraksi antar sesama unsur kaum, yang berada di kampung halaman tetapi juga dengan kerabat yang berada pada daerah lain, yang biasanya sudah sibuk dengan urusan masing-masing, bahkan sudah jarang untuk berkumpul-kumpul. Karena diantara mereka ada yang merantau, dan sibuk bekerja. Sekarang dengan adanya tradisi
malam baetong ini, semua saling bertemu
dan berhadapan langsung pada saat ada tradisi ini, sehingga fungsi dari tradisi
malam baetong ini juga dapat menyatukan
dan meningkatkan tali persaudaraan.
5. Mempertahankan nilai sosial masyarakat Tiku
Maraknya ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam kehidupan sosial
masyarakat banyak mempengaruhi nilai- nilai yang terkandung dalam malam
baetong, walaupun demikian bahwa
membantu atau tolong menolong dalam melaksanakan tradisi malam baetong ini tidaklah hilang dan sampai sekarang tradisi
malam baetong ini tetap dipertahankan
sebagai salah satu struktur sosial yang diwariskan oleh nenek moyang masyarakat
Tiku karena memiliki nilai- nilai tertentu bagi masyarakat.
KESIMPULAN
Beberapa hal yang bisa disimpulkan dari penelitian ini adalah proses malam
baetong dalam upacara perkawinan pada
masyarakat Tiku adalah; (1) menghitung uang yang diperoleh dari masyarakat yang
bapanggia, (2) menghitung uang yang
diperoleh dari seluruh sanak famili, (3)
menghitung pemberian dari bako.
Sedangkan fungsi malam baetong dalam upacara perkawinan bagi masyarakat Tiku adalah; (1) untuk mencari dana, (2) eningkatkan integrasi antara kaum kerabat
dan masyarakat, (3) sebagai ajang
pergaulan, (4) meningkatkan Solodaritas sosial, (5) mempertahankan nilai sosial masyarakat Tiku Kabupaten Agam.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. 1998. Pengantar ilmu
antropologi. Jakarta: Rineka Cipta
Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi
Penelitian. Jakarta: Kencana
Setiadi, Tolib.2009. Intisari Hukum Adat
Indonesia. Bandung: Alfabeta
Prasetyo, Yanu Endar. 2010. Mengenal
Tradisi Bangsa. Yogyakarta: IMU
Fatmiati, Yuli. 2012. Tradisi manjaliki
boru pada masyarakat Padang Metinggi Kabupaten Pasaman. FIS: UNP
Heral, Novi. 2010. Tradisi pasalaman
dalam prosesi perkawinan di Nagari
Sungai Durian Kabupaten Padang
Pariaman. FIS:UNP
Suryanti. 2007. Makna Ritual Bajiluang
Pada Upacara Perkawinan Masyararakat
Pauah Kamba Kabupaten Padang
Pariaman. FIS: UNP
Superyadi, Hendro. 2009. Tradisi
Pernikahan Adat Bangka. FIS:UNP
Sari, Retno Puspa. 2012. Makna tradisi
manyilau kandang dalam upacara
perkawinan di Nagari Tambangan