43
Pengaruh Minat Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika
Melalui Kombinasi Model Pembelajaran Kooperatif
Interests Influence Students Against Mathematics Learning Outcomes
Through a combination of Cooperative Learning Model
Asran
1, Asrul Sani
2, & Faad Maonde
2(
1&2Alumni S2 & Dasen Matematika Jurusan Pendidikan Matematika Pascasarjana UHO email:
asran_math@yahoo.co.id)
Abstrak: penelitian eksperimen ini menggunakan desain 2x3 factorial bertujuan mengkaji pengaruh minat
siswa terhadap hasil belajar matematika melalui kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-TSTS (A=1) dan Jigsaw (A=2). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Konawe Selatan dengan jumlah siswa 218, sedang jumlah sampel 60 siswa. Penelitian ini menggunakan dua faktor yakni faktor Ai (kombinasi model pembelajaran kooperatif ) dan Faktor Bj (minat siswa). Hasil
analisis varian menunjukan bahwa (1) faktor interaksi model pembelajaran kooperatif (Ai) dan minat siswa
(Bj) melalui desain A*B dan desain B A*B melalui statistic uji-F menolak H0 yang berarti bahwa kedua
model tersebut menolak hipotesis nol (mempunyai pengaruh yang signifikan). (2) faktor interaksi model pembelajaran kooperatif (Ai) dan minat siswa (Bj) melalui desain A A*B dan desain A B A*B melalui
statistik uji-F menerima H0 yang berarti bahwa kedua model tersebut menerima hipotesis nol (mempunyai
pengaruh yang tidak signifikan).
Kata kunci: Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-TSTS, Jigsaw, Minat siswa, Hasil belajar
matematika.
Abstract: This experimental study using a 2x3 factorial design aims to study the influence of students'
interest towards mathematics learning outcomes through a combination of cooperative learning model Jigsaw-TSTS (A = 1) and Jigsaw (A = 2). The population in this study were all students of class VIII SMP Negeri 1 South Konawe with the number of 218 students, while the sample size of 60 students. This study uses two factors of factors Ai (a combination of cooperative learning) and Bj factors (interest of the students). Results of variance analysis showed that (1) the factors interaction cooperative learning model (Ai) and the interests of students (Bj) through the design of A * B and designs BA * B through statistical F-test reject H0, which means that both models reject the null hypothesis (having significant influence). (2) The interaction factor cooperative learning model (Ai) and the interests of students (Bj) through the design A A * B and designs A B A*B through statistical F-test accepts H0 which means that both models accept the null
hypothesis (having no significant effect).
Keywords: cooperative learning model-TSTS Jigsaw, Jigsaw, student interest, results of learning
mathematics
PENDAHULUAN
Pendidikan mempunyai keterkaitan dengan pembelajaran. Pembelajaran yang menyenangkan diharapkan terjadi dalam pelaksanaan pembelajaran matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang merupakan ilmu dasar maupun ilmu bantu bagi ilmu lain. Oleh karena itu guru matematika perlu memahami dan mengembangkan berbagai metode dan keterampilan mengajar dalam mengajarkan matematika, guna membangkitkan
minat siswa agar mereka belajar dengan antusias. Pembelajaran disini siswa belajar secara efektif agar mencapai hasil yang diinginkan dalam pembelajaran tersebut. Hasil belajar merupakan indikator keberhasilan proses pembelajaran, karena dengan adanya hasil belajar menunjukkan pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan.
Pendidikan memiliki berbagai unsur, unsur-unsur pendidikan antara lain tujuan pendidikan,
43 pendidik, anak didik atau peserta didik, isi atau materi pendidikan, metode dan alat pendidikan serta lingkungan pendidikan (Wahyudin, 2007:3, 18).
Pendidikan mempunyai keterkaitan dengan pembelajaran. Pembelajaran yang menyenangkan diharapkan terjadi dalam pelaksanaan pembelajaran matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang merupakan ilmu dasar maupun ilmu bantu bagi ilmu lain. Oleh karena itu guru matematika perlu memahami dan mengembangkan berbagai metode dan keterampilan mengajar dalam mengajarkan matematika, guna membangkitkan minat siswa agar mereka belajar dengan antusias. Pembelajaran disini siswa belajar secara efektif agar mencapai hasil yang diinginkan dalam pembelajaran tersebut.
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku Stimulus - Respon.
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut Stimulus (S) dengan Respon (R). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut
dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.
Teori Pembiasaan Klasik (classical
conditioning) berkembang berdasarkan hasil
eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov yang menyatakan bahwa pada dasarnya classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan
refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Teori Pavlov ini juga dapat disebut respondent conditioning (pembiasaan yang dituntut). Penerapan teori pavlov ,yang terpenting dalam belajar di kelas menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan materi belajar ataupun soal soal secara terus menerus sehingga siswa yang ada di kelas menjadi terbiasa.
Berhasil tidaknya seorang siswa dalam proses belajarnya tidak hanya di tentukan salah satu faktor saja, akan tetapi ditentukan oleh banyak faktor di antaranya bagaimana cara guru mengajar, model pembelajaran apa yang digunakan dalam menyampaikan materi pelajaran. Dengan kata lain penggunaan model pembelajaran yang sesuai akan mampu menumbuhkan minat siswa untuk mempelajari dengan baik materi yang diajarkan, sebab salah satu kenyataan yang terjadi dalam proses belajar mengajar khususnya belajar matematika adalah kurangnya minat belajar siswa.
Upaya mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan suatu model pembelajaran yang lebih tepat dan menarik, di mana siswa dapat belajar secara berkelompok, dapat bertanya meskipun tidak pada guru secara langsung, dan mengemukakan pendapat. Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif telah semakin populer sebagai strategi mengajar aktif yang digunakan di lembaga-lembaga akademis (Mina Tsay dan Miranda Brady, 2010 : 89)
Teori utama yang mendasari model pembelajaran kooperatif adalah konstruktivisme social yang dikembangkan oleh Lev Semyonovich Vygotsky (1896-1934). Dia menganggap bahwa peran budaya dan masyarakat, bahasa, dan interaksi bersifat belajar. Vygotsky berasumsi bahwa pengetahuan bersifat kebudayaan; dia telah menggunakan pendekatan social budaya dalam penelitiannya dengan anak-anak sebagai sampel.
44 Pendekatan ini dapat dijelaskan secara singkat sebagai “kooperatif” dan “kebudayaan”. Vygotsky membuktikan bahwa perkembangan individu, termasuk pemikiran, bahasa, proses pembuatan alasan adalah hasil dari budaya. Kemampuan ini dikembangkan melalui interaksi social dengan yang lain, sehingga kemampuan tersebut menggambarkan pengetahuan yang didapatkan dari budaya. Vygotsky meneliti perkembangan anak dilingkungannya dan melalui interaksinya dengan yang lain, dia menemukan bahwa apa yang diberikan dan apa yang terjadi dalam lingkungan social (dialog, tindakan, dan kegiatan) membantu anak belajar, berkembang, tumbuh dan berkembang sesuai kodratnya.
Didalam teori Vygotsky dikenal dan paling penting adalah Zona Perkembangan Proksimal (ZPD). Dia mengatakan bahwa anak-anak dalam bidang apapun memiliki tingkatan perkembangan nyata, yang dapat dinilai dengan menguji mereka secara individual. Dia kemudian berpendapat bahwa ada potensi perkembangan yang cepat dalam setiap bidang. Perbedaan antara keduanya disebut sebagai zona perkembangan proksimal. Zona tersebut berarti jarak antara tingkat perkembangan aktual yang ditentukan oleh pemecahan masalah sendiri dan tingkat perkembangan potensi yang ditentukan melalui pemecahan masalah yang dipandu oleh orang dewasa atau kerja sama dengan teman sekawan yang lebih mampu. Hal ini memunculkan ide bahwa tugas-tugas yang terlalu sulit untuk dikerjakan sendiri dapat dipelajari dengan panduan dan bantuan dari orang dewasa atau teman yang lebih ahli, atau orang lain yang lebih paham. Zona perkembangan proksimal mencakup keterampilan kognitif anak yang muncul selama proses pendewasaan dan keterampilan ini hanya dapat diasah dengan bantuan orang yang lebih terampil. Vygotsky menjelaskan bahwa batasan paling atas zona perkembangan proksimal tidak dapat berbuah tanpa adanya dukungan interaktif social dari teman dan guru.
Dalam konstruktivisme sosial, interaksi sosial merupakan suatu cara yang penting dimana siswa mempelajari suatu cara yang penting dimana siswa mempelajari suatu pengetahuan yang ada dalam budayanya tanpa ditemukan kembalinya nantinya. Orangtua, orang dewasa, pengasuh, guru, dan teman-teman berperan penting dalam proses
penyesuaian dalam pembelajaran anak. Guru dan orang dewasa membrikan arahan dan intruksi, komen dan timbale balik bagi siswa. Hal tersebut tidak diterima secara positif oleh siswa karena mereka juga berkomnikasi dengan guru, dengan menyampaikan masalah atau jawabannya secara interaktif. Anak-anak juga menggunakan percakapan dalam mengerjakan sesuatu dengan temannya;mengerjakan tugas dan mengatasi masalah. Dalam hal ini mereka bertukar ide dan menerima informasi, yang kemudian membangun pemahaman dan mengembangkan pengetahuannya.
Proses pembelajaran ini dianggap penting karena pengetahuan itu sendiri dikembangkan melalui sejarah, dan harus disesuaikan dengan lingkungan sosial. Pembelajaran dicapai melalui proses pengembangan, oleh karena itu pelajar harus menjadi peserta aktif dalam proses belajar. Kegiatan sangat penting dalam pembelajaran, hal tersebut juga merupakan konsep utama dalam teori sosial budaya yang menjelaskan pentingnya melakukan sesuatu (Maonde, 2015:61).
Selain perangkat pembelajaran, faktor internal dan eksternal dapat berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa. Faktor eksternal salah satunya yaitu minat siswa. Matematika dan minat siswa merupakan hal yang berbeda dan berdiri sendiri. Namun, matematika dan minat siswa memiliki kaitan yang erat. Minat siswa sangat menunjang dalam pembelajaran. Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila materi pelajaran yang dipelajari dan guru yang mengajar tidak sesuai dengan minat siswa maka siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya. Minat belajar siswa bervariasi, ada yang minat belajarnya tinggi, sedang, dan rendah (Slameto, 2003:57).
Minat adalah sesuatu yang dapat membangkitkan gairah seseorang dan menyebabkan orang tersebut menggunakan waktu, biaya dan tenaga untuk kesukaanya terhadap obyek itu. Orang yang memiliki minat umumnya mempunyai karakteristik seperti: lebih percaya diri, lebih termotivasi, lebih tertarik, lebih menyayangi, lebih antusias, dan tidak tergantung. Sedangkan yang memiliki minat rendah umumnya motivasinya rendah, kurang tertarik, kurang antusias, perhatiannya rendah, kurang percaya diri, cepat
45 bosan, cepat lelah, malas, tergantung dan membutuhkan waktu untuk menelaah sesuatu (Maonde, 2010: 57).
Dalam proses pembelajaran, pendahuluan yang baik dapat meningkatkan perhatian siswa sehingga motivasi dalam diri siswa terbangkitkan dan minat terhadap bahan yang diajarkan mulai mucul. Kemunculan minat sebagai landasan yang menyakinkan demi keberhasilan pembelajaran. Jika seseorang siswa memiliki rasa ingin belajar, maka ia akan cepat mengerti dan memahaminya.
Minat memang sangat berpengaruh pada diri seseorang. Dengan adanya minat seseorang akan melakukan sesuatu hal yang kiranya akan menghasilkan sesuatu bagi diri seseorang tersebut. Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Guru harus berusaha membangkitkan minat siswa untuk menguasahai pengetahuan yang terkandung dalam bidang studinya dengan cara yang kurang lebih sama dengan kiat membangun sikap positif. Perasaan senang akan menimbulkan minat pula, yang diperkuat lagi oleh sikap yang positif, sebaliknya perasaan yang tidak senang menghambat dalam belajar karena tidak melahirkan sikap yang positif dan tidak menunjang minat dalam belajar.
Salah satu metode pembelajaran yang dapat menarik minat siswa dalam belajar adalah menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok. Slavin dalam Dewi (2004:3) menyatakan bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan masalah-masalah itu dengan temannya.
Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif sudah sangat sering digunakan oleh guru-guru adalah model pembelajaran tipe STAD, pembagian kelompok yang sederhana masih kurang menarik oleh siswa. Oleh karena itu, diterapkan model-model pembelajaran kooperatif lain yang kiranya cukup menarik terutama dalam pembentukan kelompok sampai pada presentasi hasil diskusi dari masing-masing kelompok. Model pembelajaran itu diantaranya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS).
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw juga lebih meningkatkan kerja sama antar siswa. Siswa-siswa terbagi dalam beberapa kelompok belajar dan bekerja sama dalam suatu perencanaan kegiatan. Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Sehingga dengan model ini, siswa akan lebih mudah memecahkan masalah matematika dan diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika.
Begitu pula dalam model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dikembangkan oleh Spencer Kagan. Teknik ini dapat digunakan pada semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan siswa. Struktur dua tinggal dua tamu memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain (Lie, 2007:62).
Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS ini kiranya dapat membantu siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran, sehingga tujuan utama dalam proses pembelajaran yaitu meningkatkan hasil belajar siswa dapat tercapai. Penggunaan TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Dengan pemilihan model/metode, strategi serta teknik pembelajaran dengan mengkombinasikan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-TSTS dan Jigsaw diharapkan dapat meningkatkan prestasi siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan social, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah dan mengintegrasikan pengetahuan dan keterangpilan (Sanjaya, 2009:18).
Model pemelajaran kooperatif dikombinasikan dengan tujuan agar siswa tidak merasa bosan karena memperoleh model pembelajaran yang monoton. Selanjutnya melalui model pembelajaran kooperatif diharapkan aktivitas mental atau psikis siswa yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap (Darsono, 2000:23)
43
METODE
Penelitian eksperimen ini menggunakan desain 2x3 faktorial dilaksanakan di SMP Negeri 1 Konawe Selatan pada semester genap Tahun Ajaran 2014/2015 yang terdiri dari 10 kelas parallel dengan jumlah siswa 218 orang sebagai populasi. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah random kelas diperoleh 4 kelas sampel
yaitu 2 kelas eksperimen dan 2 kelas kontrol. Untuk menentukan unit sampel dari masing-masing kelas menggunakan simple random sampling (Sugiyono, 2007:121). Gambaran sampel yang terambil berdasarkan jumlah kelas dan jumlah siswa dalam setiap kelompok (sel) ditunjukan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Sampel Setiap Sel Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Konawe Selatan
Faktor A Faktor B Jumlah B=1 B=2 B=3 A=1 10 10 10 30 A=2 10 10 10 30 Jumlah 20 20 20 60
Dimana : A = Model pembelajaran kooperatif dengan A1= Kombinasi model pembelajaran kooperatif (Jigsaw dan TSTS), A2=Model pembelajaran Kooperatif tipe jigsaw. B= Minat siswa dengan B1= Minat siswa tinggi, B2= Minat siswa sedang, B3= Minat siswa rendah. Desain pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
R E T O1
R K ● O2
Dimana:
R : Random pada kelompok eksperimen dan kontrol: E : Pelaksanaan pembelajaran pada kelas eksperimen T : True eksperimen
K : Pelaksanaan pembelajaran pada kelas kontrol
O1 : Hasil tes hasil belajar matematika pada kelompok perlakuan ● : Kelompok kontrol
O2 : Hasil tes hasil belajar matematika pada kelompok kontrol (Agung, 1992:88).
Variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel dependen (variabel terikat) yaitu hasil belajar matematika dan variabel independen (variabel bebas) yaitu model pembeajaran kooperatif sebagai faktor A dan minat siswa sebagai faktor B. Faktor A terdiri dari A=1 kombinasi model pembelajaran kooperatif Jigsaw dan TSTS sebagai kelompok eksperimen, A=2 model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Sedangkan faktor B terdiri atas minat siswa tinggi (B=1), minat siswa sedang (B=2) dan minat siswa rendah(B=3).
Teknik Pengumpulan Data yaitu (1)Hasil belajar dalam penelitian ini diperoleh melalui tes
setelah 10 kali pertemuan dengan materi balok, kubus,limas dan prisma. Bentuk tes yang digunakan yaitu tes uraian sebanyak 15 butir , dimana tes ini diberikan pada keempat kelas sampel baik pada kelas yang mendapat perlakuan (eksperimen) maupun pada kelas kontrol. Sebelum tes digunakan terlebih dahulu akan diuji panelis/ tim ahli. (2) Data minat siswa diperoleh dari seperangkat instrumen minat siswa dalam bentuk angket yang terdiri dari 50 butir pernyataan. Angket ini akan diberikan sebelum proses pembelajaran berlangsung. Sebelum angket digunakan terlebih dahulu akan diuji panelis/ tim ahli.
Teknik Analisis Data pada penelitian ini terdiri dari: analisis uji panelis dan analisis hasil data intsrumen. Analisis uji panelis terdiri dari analisis validitas dan reliabilitas instrumen Penelitian. Analisis validitas instrumen digunakan untuk mengetahui validitas konsep instrumen melalui penilaian panelis. Perhitungan validitas hasil penilaian panelis menggunakan rumus Aiken. Analisis reliabilitas instrumen diperlukan untuk mengetahui sejauh mana konsep yang disusun menggambarkan keadaan sesungguhnya. Untuk menentukan ketepatan butir instrumen menggunakan rumus alpha;
Analisis hasil intrumen terdiri dari analisis deskriptif dan analisis inferensial dengan analisis varian (Anava) dua jalur. Analisis Deskriptif dimaksudkan untuk mendeskripsikan karakteristik responden melalui skor rata-rata dan standar
43 deviasi dari masing-masing sel yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif dan minat siswa . Analisis deskriptif tersebut mencakup: Mean (rata-rata) dan Standar deviasi. Analisis inferensial merupakan analisis yang digunakan untuk menguji sejumlah hipotesis penelitian, sebelumnya melalui uji normalitas, uji homogenitas dan uji hipotesisi. Uji normalitas data dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak berdistribusi normal. Untuk keperluan ini digunakan statistik uji
Kolmogorov-Smirnov. Dengan hipotesis : H0 :
Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi
normal, H1 : Sampel berasal dari populasi yang
tidak berdistribusi normal. Uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh mempunyai varians yang homogen atau tidak. Pada pengujian ini akan dilakukan dengan menggunakan statistic uji levene. Kriteria pengujiannya, jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat diakatakan bahwa varians dari dua atau lebih kelompok data adalah sama;
Uji Hipotesis mencakup analisis korelasi, analisis regresi linier sederhana dan anlisis varian. 1. Analisis Korelasi menggunakan rumus:
Keterangan:
𝑟𝑥𝑦 : Koefisien korelasi antara X dan Y
N : Banyak subjek X : Skor item Y : Skor total I : 1,2,…,n
𝛴𝑥y : Jumlah perkalian antara variabel X dan Y ∑𝑥2 : Jumlah dari kuadrat nilai X
∑𝑦2 : Jumlah dari kuadrat nilai Y
∑𝑥 2 : Jumlah nilai X kemudian dikuadratkan
∑𝑦 2 : Jumlah nilai Y kemudian dikuadratkan
2. Analisis regresi linear sederhana.
Model persamaan regresi yang digunakan adalah :
𝐘𝐢= 𝛃𝟎+ 𝛃𝟏𝐗 + 𝛆𝐢
Keterangan :
𝑌𝑖 : rerata hasil belajar matematika siswa
𝛽0 : Konstanta
𝛽1 : Koefisien regresi
𝑋𝑖 : Responden
𝜀𝑖 : Suku kesalahan random, yang diasumsikan mempunyai distribusi normal yang identik dan
independen dengan mean E(𝜀𝑖) = 0, dan varian konstan: Var(𝜀𝑖) =𝜎12 dari model untuk i =
1,2,3...k
2 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1)
(
)
(
)
)(
(
n i i n i i n i i n i i n i i n i i n i i i xyy
y
n
x
x
n
y
x
y
x
n
r
47
48
43 3. Analisis Varian
Tabel 2. Ringkasan Analisis Varian pada Penelitian Eksperimen
Sumber Variasi db JK KT F0
Faktor A a-1 JKA KTA= JKA/(a-1) KTA/KTE
Faktor B b-1 JKB KTB= JKB/(b-1) KTB/KTE
interaksi AB (a-1)(b-1) JKAB KTAB= JKAB/(a-1)(b-1) KTAB/KTE
Kekeliruan ab(n-1) JKE KTE= JKE/ab(n-1)
Total abn-1 JKT
Statistik uji efek utama A, B dan interaksi A*B adalah sebagai berikut:
𝐹0𝐴 = 𝐾𝑇𝐴 𝐾𝑇𝐸 ~ 𝐹(𝑎−1;𝑎𝑏 𝑛−1 );𝐹0𝐵 = 𝐾𝑇𝐵 𝐾𝑇𝐸 ~ 𝐹(𝑏−1;𝑎𝑏 𝑛−1 ); 𝐹0𝐴𝐵 = 𝐾𝑇𝐴𝐵𝐾𝑇𝐸 ~ 𝐹( 𝑎−1 (𝑏−1);𝑎𝑏 𝑛−1 )
Keterangan : JKA adalah jumlah kuadrat menurut faktor A; JKB adalah jumlah kuadrat menurut faktor B; JKAB adalah jumlah kuadrat menurut factor inetraksi A*B; n adalah jumlah anggota, a : banyak baris, b banyak kolom. Pada penelitian ini analisis varian yang digunakan adalah sebagai berikut:
Model analisis varian tanpa faktor utama.
Persamaan yang digunakan adalah:
Y
ijk= µ + (AB)
ij+ ɛ
ijk,Dimana Y
ijk= Observasi ke-k dalam sel
(A=i,B=j) = (i,j), µ = Parameter rerata variabel
Y, dan (AB)
ij= parameter pengaruh interaksi
pada sel (i,j), untuk i = 1,...,i; j = 1,... j; k =
1,..., N
ij; dengan syarat: ∑
𝑖𝑗(𝐴𝐵)
𝑖𝑗= 0
. Dan
ɛ
ijk= suku kesalahan random dengan asumsi
mempunyai distribusi normal yang identik dan
independen dengan mean/ ekspektasi E(ɛ
ijk)=0
dan varian konstan: Var (ɛ
ijk) = 𝜎
2.
Model analisis varian dengan faktor utama A,
Persamaan yang digunakan adalah:
Y
ijk= µ + A
i+ (AB)
ij+ ɛ
ijkDimana Y
ijk= observasi ke-k dalam sel
(A=i,B=j) = (i,j), µ = parameter rerata variabel
Y, A
i= parameter pengaruh tingkat ke-i dari
faktor A, (AB)
ij= parameter pengaruh
interaksi pada sel (i,j), untuk i = 1,...,I; j = 1,...
J; k = 1,..., N
ij,dengan syarat: ∑
𝑖𝐴
𝑖=
∑ (𝐴𝐵)
𝑗 𝑖𝑗= 0
Dan ɛ
ijk= suku kesalahan random dengan
asumsi mempunyai distribusi normal yang
identik
dan
independen
dengan
mean/
ekspektasi E(ɛ
ijk)=0 dan varian konstan: Var
(ɛ
ijk) = 𝜎
2.
Model ANAVA Bi-faktor atau ANAVA i
× j
nonhierarki dengan faktor utama A:
𝑦 =∝
0+∝
1𝐴 = 1 + ∈
Model analisis varian dengan faktor utama B
(minat belajar).
Persamaan yang digunakan adalah:
Yijk = µ + Bj + (AB)ij + ɛijk
dimana Y
ijk= observasi ke-k dalam sel (A = i,B
= j) = (i,j), µ = parameter rerata variabel Y, A
i= parameter pengaruh tingkat ke-i dari faktor
A, dan (AB)
ij= parameter pengaruh interaksi
pada sel (i,j), untuk i = 1,...,I; j = 1,... J; k =
1,..., N
ij,dengan syarat: ∑
𝑗𝐵
𝑗= ∑ (𝐴𝐵)
𝑖 𝑖𝑗= 0
Dan ɛijk = suku kesalahan random dengan asumsi
mempunyai distribusi normal yang identik dan independen dengan mean/ ekspektasi E(ɛijk)=0 dan
varian konstan: Var (ɛijk) = 𝜎2.
Model ANAVA Bi-faktor atau ANAVA i x j non hierarki dengan factor utama B adalah:
𝑌 = 𝛽0+ 𝛽1 𝐵 = 1 + 𝛽2 𝐵 = 2
+ 𝛽3 𝐴 = 1 𝐵 = 1
+ 𝛽4 𝐴 = 1 𝐵 = 2
+𝛽5 𝐴 = 1 𝐵 = 3 + ℇ
Untuk setiap persamaan regresi nonhierarki mempunyai parameter sebagai berikut:
42
Tabel 3. Parameter Regresi Non Hierarki Berdasarkan Desain B A*B
B1 B2 B3 selisih 1-3 selisih 2-3
A*1 β0 β0+ β1 + β3 β0 + β2 + β4 β0 + β5 β1 + β3+ β5 β2 + β4+ β5
A2 β0 + β1 β0 + β2 β0 𝛃1 𝛃2
selisih 1–2 𝛃3 𝛃4 𝛃5
Keterangan :
𝛃1 adalah perbedaan rerata hasil belajar matematika
untuk siswa yang memiliki minat tinggi (B1) dibandingkan dengan siswa yang memiliki minat siswa rendah (B3) khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A2); 𝛃2 adalah perbedaan rerata hasil belajar
matematika untuk siswa yang memiliki minat sedang (B2) dibandingkan dengan siswa yang memiliki minat siswa rendah (B3) khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A2); 𝛃3 adalah perbedaan
rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-TSTS (A*1) dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A2) khusus untuk siswa yang memiliki minat siswa tinggi (B1); 𝛃4 adalah Perbedaan rerata hasil belajar matematika
untuk siswa yang diajar dengan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-TSTS (A1) dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A2) khusus untuk siswa yang memiliki minat sedang (B2); dan 𝛃5 adalah Perbedaan rerata hasil belajar
matematika untuk siswa yang diajar dengan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-TSTS (A1) dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A2) khusus untuk siswa yang memiliki
minat siswa rendah (B3).
Model analisis varian dengan semua tingkat faktor utama A (model pembelajaran kooperatif) dan faktor utama B (minat siswa). Persamaan yang digunakan adalah:
Yijk = µ + Ai +Bj + (AB)ij + ɛijk.
Dimana Yijk = observasi ke-k dalam sel (A = i,B = j)
= (i,j), µ = parameter rerata umum variabel Y, Ai =
parameter pengaruh tingkat ke-i dari faktor A, Bj =
parameter pengaruh interaksi pada sel (i,j), untuk i = 1,...,I; j = 1,... J; k = 1,..., Nij, dengan syarat:
∑ 𝐴𝑖 𝑖 =∑ 𝐵𝑗 𝑗 = ∑ (𝐴𝐵)𝑖𝑗 𝑖𝑗 = 0 Dan ɛijk = suku
kesalahan random dengan asumsi mempunyai distribusi normal yang identik dan independen dengan mean/ ekspektasi E(ɛijk)=0 dan varian
konstan: Var (ɛijk) = 𝜎2.
HASIL
Hipotesis-1: “Minat siswa mempunyai pengaruh
positif yang signifikan terhadap hasil belajar matematika”. Hipotesis statistik yang diperlukan sebagai berikut: Ho : 𝛽1≤ 0 vs H1 : 𝛽1> 0
Hasil analisis pengajuan hipotesis 1 diperoleh nilai statistik uji-thit = 0,934 dengan
nilai-p/2 = 0,354/2 = 0,177 > 𝛼 = 0.05, dengan demikian H0 diterima. Diterimanya H0 dapat disimpulkan
bahwa minat siswa mempunyai pengaruh positif yang tidak signifikan terhadap hasil belajar matematika.
Tabel 4. Hasil Analisis Korelasi Variabel X Terhadap Y
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 32.023 26.687 1.200 .235 X .163 .174 .122 .934 .354
Sumber: Data primer diolah dengan SPSS/PC Ver. 16.00
50
6
42
Hipotesis-2: “Rata-rata hasil belajar
matematika untuk semua sel yang dibentuk oleh faktor model pembelajaran kooperatif (Ai) dan level minat siswa (Bj) mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan”. Hipotesis statistik yang diperlukan sebagai berikut: 𝐻0: AB ij = 0 vs
𝐻1: Bukan 𝐻0. Hasil analisis pengajuan hipotesis 2
melalui statistik uji-F, pada baris A*B diperoleh
Fhitung = 3,594, df = 5/54, atau dengan nilai p =
0,007 < α = 0,05. Dengan demikian, maka H0
ditolak. Ditolaknya H0 dapat disimpulkan bahwa
rata-rata hasil belajar matematika untuk semua sel yang dibentuk oleh faktor model pembelajaran kooperatif (Ai) dan minat siswa (Bj) mempunyai perbedaan yang signifikan.
Tabel 5. Hasil Analisis untuk semua sel yang dibentuk oleh faktor model pembelajaran
kooperatif (Ai) dan minat siswa (Bj) Terhadap Hasil Belajar Matematika
Dependent Variable:Y
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 4646.733a 5 929.347 3.594 .007 Intercept 194029.067 1 194029.067 750.424 .000 A * B 4646.733 5 929.347 3.594 .007 Error 13962.200 54 258.559 Total 212638.000 60 Corrected Total 18608.933 59
Sumber: Data primer diolah dengan SPSS/PC Ver. 16.00
Hipotesis-3: “Rata-rata hasil belajar
matematika siswa antara tingkat faktor minat siswa (Bj) untuk setiap tingkat faktor model pembelajaran kooperatif (Ai) mempunyai perbedaan yang signifikan”. Hasil analisis pengajuan hipotesis 3 dengan statistik uji-F pada baris A*B diperoleh Fhitung = 0,496 df = 4/54, atau dengan nilai p =
0,738 > α = 0,05. Dengan demikian, maka H0
diterima. Diterimanya H0 dapat disimpulkan bahwa
rata-rata hasil belajar matematika siswa antara tingkat faktor minat siswa (Bj) untuk setiap tingkat faktor model pembelajaran kooperatif (Ai) mempunyai perbedaan yang tidak signifikan.
Tabel. 6. Hasil Analisis Antara Tingkat Faktor minat siswa (Bj) untuk setiap tingkat faktor
model pembelajaran kooperatif (Ai) Terhadap Hasil Belajar Matematika
Dependent Variable:Y
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 4646.733a 5 929.347 3.594 .007 Intercept 194029.067 1 194029.067 750.424 .000 A 4133.400 1 4133.400 15.986 .000 A * B 513.333 4 128.333 .496 .738 Error 13962.200 54 258.559 Total 212638.000 60 Corrected Total 18608.933 59
Sumber: Data primer diolah dengan SPSS/PC Ver. 16.00
Hipotesis-3a: “kombinasi model
pembelajaran kooperatif (A=1 tipe Jigsaw-TSTS
dan A=2 tipe Jigsaw) secara bersama-sama mempunyai perbedaan yang signifikan terhadap
51
6
43 hasil belajar matematika”. Hasil analisis pengajuan hipotesis 3a, pada baris A atau pada baris Corrected model melalui statistik uji-F pada diperoleh Fhitung =
16,562, df = 1/58, dengan nilai p = 0,000 < α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 ditolak. Dengan
ditolaknya H0 dapat disimpulkan bahwa kombinasi
model pembelajaran kooperatif (A=1 tipe Jigsaw-TSTS dan A=2 tipe Jigsaw) secara bersama-sama mempunyai perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar matematika.
Tabel 7. Hasil Analisis Faktor Utama A (Model Pembelajaran Kooperatif) Terhadap Hasil
Belajar Matematika (Y)
Dependent Variable:Y
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 4133.400a 1 4133.400 16.562 .000 Intercept 194029.067 1 194029.067 777.428 .000 A 4133.400 1 4133.400 16.562 .000 Error 14475.533 58 249.578 Total 212638.000 60 Corrected Total 18608.933 59
Sumber: Data primer diolah dengan SPSS/PC Ver. 16.00
Hipotesis-3b: “Secara signifikan
kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-TSTS lebih baik dari model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap hasil belajar matematika”. Berdasarkan hasil analisis pada baris [A=1.00] dengan statistik Uji-t diperoleh thit = 4,070
dengan nilai p/2 = 0,000/2 = 0.000 < α = 0,05 maka H0 ditolak. Dengan ditolaknya H0 maka dapat
disimpulkan bahwa secara signifikan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw-TSTS lebih baik dari model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap hasil belajar matematika.
Tabel 8. Hasil Analisis Regresi Non Hierarki kombinasi model
pembelajaran kooperatif
Dependent Variable:Y
Parameter B Std. Error t Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Intercept α0 48.567 2.884 16.838 .000 42.793 54.340
[A=1.00] α1 16.600 4.079 4.070 .000 8.435 24.765
[A=2.00] 0a . . . . .
Sumber: Data primer diolah dengan SPSS/PC Ver. 16.00
Hipotesis-4: “Rata-rata hasil belajar
matematika siswa antara tingkat faktor model pembelajaran kooperatif (Ai) untuk setiap tingkat faktor minat siswa (Bj), mempunyai perbedaan yang signifikan”. Berdasarkan hasil analisis dengan statistik uji-F pada baris A*B diperoleh Fhitung =
5,400, df = 3/54, atau dengan nilai p = 0,003 < α =
0,05. Dengan demikian, maka H0 ditolak.
Ditolaknya H0 dapat disimpulkan bahwa rata-rata
hasil belajar matematika siswa antara tingkat faktor model pembelajaran kooperatif (Ai) untuk setiap tingkat faktor minat siswa (Bj), mempunyai perbedaan yang signifikan.
52
6
43
Tabel 9. Hasil Analisis Antara tingkat faktor model pembelajaran kooperatif (Ai)
untuk setiap tingkat faktor minat siswa (Bi) Terhadap Hasil Belajar Matematika
Dependent Variable:Y Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 4646.733a 5 929.347 3.594 .007 Intercept 194029.067 1 194029.067 750.424 .000 B 458.033 2 229.017 .886 .418 A * B 4188.700 3 1396.233 5.400 .003 Error 13962.200 54 258.559 Total 212638.000 60 Corrected Total 18608.933 59
Sumber: Data primer diolah dengan SPSS/PC Ver. 16.00
Hipotesis-4a :” secara signifikan hasil belajar
matematika untuk siswa yang memiliki minat tinggi (B=1) lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki minat siswa rendah (B=3) khusus yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw”. Hasil analisis pada baris [B=1,00] dengan statistik Uji-t diperoleh nilai t-statistik = 0,793 dengan nilai p/2 = 0,431/2 = 0,215 > α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 diterima. Dengan
diterimanya H0 dapat disimpulkan bahwa secara
tidak signifikan hasil belajar matematika untuk siswa yang memiliki minat tinggi (B=1) lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki minat siswa rendah (B=3) khusus yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
Hipotesis-4b :“ secara signifikan hasil
belajar matematika untuk siswa yang memiliki minat sedang (B=2) lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki minat siswa rendah (B=3) khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw”. Hasil analisis pada baris [B=2,00] dengan statistik Uji-t diperoleh nilai t-statistik = 0,904 dengan nilai p/2 = 0,370/2 = 0,185 > α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 diterima. Dengan diterimanya H0 dapat
disimpulkan bahwa secara tidak signifikan hasil belajar matematika untuk siswa yang memiliki minat sedang (B=2) lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki minat siswa rendah (B=3) khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
Hipotesis-4c :“ secara signifikan hasil
belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-TSTS (A=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=2) khusus untuk siswa yang memiliki minat tinggi (B=1)”. Hasil analisis pada baris [A=1.00] * [B=1,00] dengan statistik Uji-t diperoleh nilai t-statistik = 1,933 dengan nilai p/2 = 0,058/2 = 0,029 < α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 ditolak. Dengan
ditolaknya H0 dapat disimpulkan bahwa secara
signifikan hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-TSTS (A=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=2) khusus untuk siswa yang memiliki minat tinggi (B=1).
Hipotesis-4d :“ secara signifikan hasil
belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-TSTS (A=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=2) khusus untuk siswa yang memiliki minat siswa sedang (B=2)”. Hasil analisis pada baris [A=1.00] * [B=2,00] dengan statistik Uji-t diperoleh nilai t-statistik = 2,531 dengan nilai p/2 = 0,014/2 = 0,007 < α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 ditolak.
Dengan ditolaknya H0 dapat disimpulkan bahwa
secara signifikan hasil belajar matematika untuk
53
6
43 siswa yang diajar dengan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-TSTS (A=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=2) khusus untuk siswa yang memiliki minat siswa sedang (B=2).
Hipotesis-4e :“ secara signifikan hasil
belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-TSTS (A=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=2) khusus untuk siswa yang memiliki minat siswa rendah
(B=3)”. Hasil analisis pada baris [A=1.00] * [B=3,00] dengan statistik Uji-t diperoleh nilai t-statistik = 2.461 dengan nilai p/2 = 0,017/2 = 0,008 < α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 ditolak.
Dengan ditolaknya H0 dapat disimpulkan bahwa
secara signifikan hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-TSTS (A=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=2) khusus untuk siswa yang memiliki minat siswa rendah (B=3).
Tabel 10. Estimasi Koefisien Regresi Non Hierarki menurut Model Faktor Minat Siswa Dependent Variable:Y
Parameter B Std. Error t Sig.
95% Confidence Interval
βi Lower Bound Upper Bound
Intercept β0 44.500 5.085 8.751 .000 34.305 54.695 [B=1.00] β1 5.700 7.191 .793 .431 -8.717 20.117 [B=2.00] β2 6.500 7.191 .904 .370 -7.917 20.917 [B=3.00] 0a . . . . . [A=1.00] * B=1.00] β3 13.900 7.191 1.933 .058 -.517 28.317 [A=1.00] * B=2.00] β4 18.200 7.191 2.531 .014 3.783 32.617 [A=1.00] *[B=3.00] β5 17.700 7.191 2.461 .017 3.283 32.117 [A=2.00] *[B=1.00] 0a . . . . . [A=2.00] *[B=2.00] 0a . . . . . [A=2.00] *[B=3.00] 0a . . . . .
Sumber: Data primer diolah dengan SPSS/PC Ver. 16.00
Hipotesis-5: “Rata-rata hasil belajar
matematika siswa antara semua tingkat faktor model pembelajaran kooperatif (Ai) dan faktor minat siswa (Bj) mempunyai perbedaan yang signifikan”.
Berdasarkan hasil analisis pada dengan statistik uji-F pada baris A*B diperoleh Fhitung =
0,107, df = 2/54, atau dengan nilai p = 0,899 > α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 diterima. Dengan
diterimanya H0 dapat disimpulkan bahwa rata-rata
hasil belajar matematika siswa antara semua tingkat faktor model pembelajaran kooperatif (Ai) dan faktor minat siswa (Bj) mempunyai perbedaan yang tidak signifikan.
Hipotesis-5a :“Kombinasi model
pembelajaran kooperatif (A) dan minat siswa (B) secara bersama-sama mempunyai perbedaan yang
signifikan terhadap hasil belajar matematika”. Hasil analisis pada baris corrected model melaliui statistik uji-F diperoleh nilai Fhit = 6,114, df = 3/56, dengan
nilai p = 0,001 < α = 0,05 sehingga H0 ditolak. Dengan ditolknya H0 dapat disimpulkan bahwa kombinasi model pembelajaran koperatif (Ai) dan minat siswa (Bj) secara bersama-sama mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika.
Hipotesis-5b :“Secara signifikan kombinasi
model pembelajaran koperatif tipe Jigsaw- TSTS lebih baik dari model pembelajaran kopeartif tipe Jigsaw terhadap hasil belajar matematika”. Hasil analisis pada baris [A=1] berdasarkan statistik uji-t = 4,064 dengan nilai p/2 = 0,000/2 = 0,000 < 𝛼 = 0,05 sehingga H0 ditolak. Dengan ditolaknya H0
dapat disimpulkan bahwa Secara signifikan
54
36
43 kombinasi model pembelajaran koperatif tipe Jigsaw-TSTS lebih baik dari model pembelajaran
koperatif tipe Jigsaw terhadap hasil belajar matematika.
Tabel 11. Hasil Analisis antara semua tingkat faktor model pembelajaran kooperatif (Ai)
dan faktor minat siswa (Bj) Terhadap Hasil Belajar Matematika Dependent Variable:Y
Source
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 4646.733a 5 929.347 3.594 .007 Intercept 194029.067 1 194029.067 750.424 .000 A 4133.400 1 4133.400 15.986 .000 B 458.033 2 229.017 .886 .418 A * B 55.300 2 27.650 .107 .899 Error 13962.200 54 258.559 Total 212638.000 60 Corrected Total 18608.933 59
Sumber: Data primer diolah dengan SPSS/PC Ver. 16.00
Hipotesis-5c :“Secara signifikan minat
siswa pada kategori tinggi (B=1) lebih baik dari minat siswa kategori rendah (B=3) terhadap hasil belajar matematika”. Hasil analisis pada baris [B=1] berdasarkan statistik uji-t = 0,760 dengan nilai p/2 = 0,451/2 = 0,225 > 𝛼 = 0,05 maka H0 diterima.
Diterimanya H0 dapat disimpulkan bahwa Secara
tidak signifikan minat siswa pada kategori tinggi lebih baik dari minat siswa kategori rendah terhadap hasil belajar matematika.
Tabel 11. Hasil Analisis Faktor Utama A (Model Pembelajaran Kooperatif)
Dan Faktor Utama B (Minat Siswa)
Tests of Between-Subjects Effects
Source
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 4591.433a 3 1530.478 6.114 .001 Intercept 194029.067 1 194029.067 775.147 .000 A 4133.400 1 4133.400 16.513 .000 B 458.033 2 229.017 .915 .406 Error 14017.500 56 250.313
Total 212638.000 60 Corrected Total 18608.933 59
Sumber: Data primer diolah dengan SPSS/PC Ver. 16.00
Hipotesis-5d :“Secara signifikan minat
siswa pada kategori sedang (B=2) lebih baik dari kategori minat siswa rendah (B=3) terhadap hasil
belajar matematika”. Hasil analisis pada baris [B=2] berdasarkan statistik uji-t = 1,349 dengan nilai p/2 = 0,183/2 = 0,091 > 𝛼 = 0,05 maka H0 diterima.
55
46
43 Diterimanya H0 dapat disimpulkan bahwa Secara
tidak signifikan minat siswa pada kategori sedang
lebih baik dari minat siswa kategori rendah terhadap hasil belajar matematika.
Tabel. 12
Parameter Estimates Model Faktor Utama A dan B
Dependent Variable:Y
Parameter B Std. Error t Sig.
95% Confidence Interval 𝜸i Lower Bound Upper Bound Intercept 𝜸0 45.050 4.085 11.028 .000 36.867 53.233 [A=1.00] 𝜸1 16.600 4.085 4.064 .000 8.417 24.783 [A=2.00] 0a . . . . . [B=1.00] 𝜸2 3.800 5.003 .760 .451 -6.222 13.822 [B=2.00] 𝜸3 6.750 5.003 1.349 .183 -3.272 16.772 [B=3.00] 0a . . . . . PEMBAHASAN
Deskripsi Nilai Rata-Rata Hasil Belajar Matematika
Hasil penelitian menunjukan bahwa secara deskriptif rata-rata hasil belajar matematika antara kelas eksperimen yaitu kelompok siswa yang diajar dengan menggunakan kombinasi model pembelajaran koopertaif tipe Jigsaw-TSTS, dan kelas kontrol yaitu kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran Jigsaw memiliki rata-rata hasil belajar matematika yang relatif mempunyai perbedaan. Hal ini ditandai dengan total rata-rata siswa yang diajar dengan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-TSTS lebih besar daripada hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, jika diuraikan dari standar deviasi hasil belajar siswa pada kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-TSTS lebih besar dibandingkan hasil belajar siswa pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Hal ini menunjukan bahwa hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-TSTS lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
Berdasarkan karakteristik pembelajaran yang diterapkan dikelas maka hasil penelitian menegaskan bahwa kualitas belajar siswa lebih baik dengan memberikan kombinasi model pembelajaran daripada memberikan pembelajaran yang monoton
pada satu model pembelajaran. Model pembelajaran yang monoton membuat siswa menjadi bosan sehingga semangat mereka untuk belajar menjadi rendah. Perbedaan ini disebabakan siswa cenderung menginginkan hal-hal baru atau model pembelajaran yang bervariasi yang dapat memacu semangat mereka dalam belajar. Matematika sebagai mata pelajaran yang sarat dengan simbol-simbol jika dalam pembelajaraanya tidak divariasikan maka yang akan muncul pada siswa adalah kejenuhan dan keletihan. Kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan TSTS merupakan hal baru dalam pembelajaran mereka. Sehingga mereka lebih antusias dan bersemangat dalam belajar dengan penerapan kombinasi model pembelajaran.
Dalam model pembelajaran TSTS siswa dihadapkan pada kegiatan mendengarkan apa yang diutarakan oleh temannya ketika sedang bertamu, yang secara tidak langsung siswa akan dibawa untuk menyimak apa yang diutarakan oleh anggota kelompok yang menjadi tuan rumah tersebut. Dalam proses ini, akan terjadi kegiatan menyimak materi pada siswa. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, Tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman.
56
56
43 Spenser Kagan menyatakan bahwa model pembelajaran koopertif tipe TSTS adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Sedagkan dalam pembelajaran jigsaw, pemikiran dasar dari teknik Jigsaw adalah pemberian kesempatan kepada siswa untuk berbagi dengan yang lain, mengajar serta di ajar oleh sesama siswa merupakan bagian penting dari proses belajar dan sosialisasi yang berkesinambungan (Supriyadi, 2000:3). Jelas bahwa pembelajaran koopertif tipe Jigsaw memiliki karakter yang berbeda dengen pembelajaran TSTS namun saling melengkapi sehingga kombinasi kedua pembelajaran ini dapat
menciptakan suasana belajar yang produktif bagi siswa sehingga memperoleh hasil belajar yang tinggi. Dengan demikian secara teoritis siswa yang diajar dengan metode mengajar bervariasi relevan dan rasional dengan tujuan pembelajaran matematika di SMP yakni terdapatnya keserasian antara pembelajaran yang menggunakan perpaduan metode dalam memecahkan masalah matematika. Metode induksi dan deduksi merupakan dua sejoli dalam memecahkan maslah-masalah dalam pelajaran matematika.
Untuk memperjelas uraian deskripsi rata-rata hasil belajar matematika sebagaimana disimulasikan pada gambar 1.
Grafik 1. Grafik Batang Rata-Rata Hasil Belajar Matematika menurut faktor Ai dan Bj
Pengaruh Minat Terhadap Hasil Belajar Matematika
Pengaruh minat siswa terhadap hasil belajar matematika matematika merupakan Hipotesis-1 dalam penelitian ini dengan pernyataan “Minat siswa mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap hasil belajar matematika”. Ternayata secara empiris data tidak mendukung hipotesis yang diajukan dimana berdasarkan analisis koefisien korelasi melalui statistik uji-t diperoleh nilai-p lebih besar dari 𝛼 = 0.05, dengan demikian H0 diterima.
Diterimanya H0 dapat disimpulkan bahwa minat
siswa mempunyai pengaruh positif yang tidak signifikan terhadap hasil belajar matematika. Hal ini memberi indikasi bahwa minat siswa dalam
penelitian ini tidak mendukung hipotesis yang diajukan.
Pembelajaran yang diterapkan pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol menempatkan minat belajar siswa sebagai pembeda hasil belajar. Ditinjau dari proses pembelajaran yang berlangsung selama penelitian pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol, jelas terlihat bahwa kulitas semangat dan antusias siswa dalam belajar pada kelas eksperimen yang menerapkan kombinasi model pembelajaran Jigsaw-TSTS lebih tinggi dibandingkan dengan siswa pada kelas kontrol yang diajar dengan model pembelajaran Jigsaw.
57
66
43 Menurut Bloom ranah efektif perilaku individu meliputi ranah yang berkaitan dengan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya, di
dalamnya mencakup penerimaan
(receiving/attending), sambutan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organization), dan karakterisasi (characterization).
Minat merupakan hasil interaksi antara factor bawaan dengan lingkungan, minat dapat dinyatakan dalam bentuk aktivitas atau perbuatan, minat dapat pula dinyatakan dengan kemampuan menjawab sejumlah pertanyaan atau kemampuan dalam bekerja. Minat merepukan kecenderungan jiwa kearah sesuatu objek, karena objek tersebut mempunyai arti, dapat memenuhi kebutuhan dan menyenangkan (Maonde, 2011:270).
Minat sebagai keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat diekspresikan dengan
perasaan suka atau tidak suka. Seseorang yang senang terhadap suatu objek disebabkan oleh bakatnya dan ada pula yang berminat karena pengaruh lingkungan sosial atau adanya kesempatan yang menimbulkan rasa puas dan senang terhadap suatu pekerjaan, yang dapat diketahui dari frekuensi dalam melakukan pekerjaan tersebut. Minat merupakan perasaan senang atau tidak senang yang diekspresikan individu melalui suatu perilaku terhadap suatu objek yang berupa benda, kegiatan, jabatan, pekerjaan dan orang. Minat belajar matematika adalah perasaan senang terhadap pelajaran matematika dimana seorang siswa menaruh perhatian yang besar terhadap matematika dan menjadikan matematika pelajaran yang mudah (Siagian, 2013:125-126).
Pengaruh Faktor Interaksi Kombinasi Model Pembelajaran Kooperatif Dan Minat Siswa
Faktor interaksi anatar model pemebalajarn kooperatif dan minat siswa merupakan dua faktor yang saling ketergantungan antara faktor satu dengan faktor lainnya terhadap hasil belajar matematika. Artinya dalam kasus ini model pembelajaran kooperatif dan minat siswa saling bergantung mempengaruhi hasil belajar matematika.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Kerlinger yang mengartikan interaksi adalah kerjasama dua variabel bebas atau lebih dalam mempengaruhi suatu variabel terikat. Lebih tepatnya, interaksi berarti bahwa kerja atau pengaruh Interaksi dari suatu variabel bebas terhadap suatu variabel terikat, bergantung pada taraf atau tingkat variabel bebas lainnya (Fred N Kerlinger, 2004:398-399).
Penelitian ini menggunakan analisis varian desain 2x3 faktorial dengan empat macam interaksi yakni (i) interaksi dengan desain A*B sesuai dengan hipotesis 2, (ii) interaksi dengan desain A A*B sesuai dengan hipotesis 3, (iii) interaksi
dengan desain B A*B sesuai dengan hipotesis 4 dan (iv) interaksi dengan desain A B A*B sesuai dengan hipotesis 5.
Dari keempat hipoetesis tersebut, hasil analisis menunjukan bahwa 2 hipotesis menolak H0
yakni hipotesis 2 dan hipotesis 4. Sedangkan 2 hipotesis menerima H0 yakni hipotesis 3 dan
hipotesis 5. Karena hipotesis 3 dan hipotesis 5 menerima H0, maka hipotesis 3 kembali kefaktor
utama A yakni hipotesis 3a yang menolak H0
dimana hasil analisisnya menyimpulkan bahwa faktor pengaruh kombinasi model pembelajaran kooperatif (Ai) secara bersama-sama mempunyai perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar matematika dan hipotesis 5 kembali kefaktor A dan B yakni hipotesis 5a yang menolak H0 dimana hasil
analisisnya menyimpulkan bahwa kombinasi model pembelajaran koperatif (Ai) dan minat siswa (Bj) secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika.
Pengaruh Faktor Interaksi Bersyarat Model Pembelajaran Kooperatif Dan Minat Siswa Dengan Desain A A*B
Pada hipotesis ke-3 (Rata-rata hasil belajar matematika siswa antara tingkat faktor minat siswa (Bj) untuk setiap tingkat faktor model pembelajaran kooperatif (Ai) mempunyai perbedaan yang
signifikan) dengan desain A A*B yang menyimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar matematika siswa antara tingkat faktor minat siswa (Bj) untuk setiap tingkat faktor model pembelajaran
58
76
43 kooperatif (Ai) mempunyai perbedaan yang tidak signifikan. Karena hipotesis 3 ini menerima H0,
maka kembali ke faktor utama A yakni hipotesis 3a yang menolak H0 yang menyimpulkan bahwa
kombinasi model pembelajaran kooperatif (Ai) secara bersama-sama mempunyai perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar matematika. Hal ini ditunjukan 4.20 pada baris Corrected Model
bahwa H0 ditolak. Karena menolak H0 maka
terdapat hipotesis bersyarat yang terbentuk yakni hipotesis 3b. Dari hasil analisis hipotesis 3b menyimpulkan bahwa secara signifikan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw-TSTS lebih baik dari model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap hasil belajar matematika.
Pengaruh Faktor Interaksi Bersyarat Kombinasi Model Pembelajaran Kooperatif Dan Minat Siswa Dengan Desain B A*B
Dari hasil analisis empat hipotesis mengenai interaksi model pembelajaran kooperatif dan minat siswa, hipotesis 4 dengan desain B A*B menolak H0 sehingga mempunyai interaksi
bersyarat model pembelajaran kooperatif dan minat siswa terhadap hasil belajar matematika. Hipotesis 4 desain B A*B menyimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar matematika siswa antara tingkat faktor model pembelajaran kooperatif (Ai) untuk setiap tingkat faktor minat siswa (Bj), mempunyai perbedaan yang signifikan. Dari kesimpulan ini, kita dapat melihat beberapa interaksi lainnya untuk mengetahui bahwa suatu model pembelajaran kooperatif dan minat siswa memiliki interaksi yang lebih baik terhadap hasil belajar belajar matematika. Dari hipotesis 4 tersebut, kita memperoleh lima hipotesis bersyarat diuraikan berdasarkan statistik uji-t. Dari lima hipotesis yang diajukan berdasarkan statistik uji-t terdapat 3 hipotesis yang signikan dan 2 hipotesis yang tidak signifikan. Salah satu hipotesis yang signifikan yakni secara signifikan hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-TSTS (A=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=2) khusus untuk siswa yang memiliki minat tinggi (B=1)”. Dan satu hipotesis yang tidak signifikan yakni secara tidak signifikan hasil belajar matematika untuk siswa yang memiliki minat tinggi (B=1) lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki minat siswa rendah (B=3) khusus yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
Hasil belajar matematika yang dicapai siswa dalam penelitian ini adalah untuk siswa yang diajar dengan kombinasi model pembelajaran kooperatif (Jigsaw-TSTS) dapat membangkitkan minat siswa untuk meningkatkan prestasi belajar
mereka dalam pelajaran matematika dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Penerapan model pembelajaran Jigsaw-TSTS diperoleh rata-rata siswa tes akhir lebih besar dibandingkan kelas dengan model Jigsaw. Perbedaan hasil belajar yang terjadi antara kelas model Jigsaw-TSTS dan kelas model Jigsaw disebabkan karena aktifitas di dalam masing-masing kelas berbeda.
Pada model pembelajaran jigsaw, siswa yang berkemampuan rendah menemui kesulitan dalam menyelesaiakan masalah matematika yang menjadi tugasnya, karena model pembelajaran ini menekankan pada tanggungjawab masing-masing siswa dalam kelompok. Siswa yang tidak mampu memecahkan masalah matematika lebih memilih diam dan menunggu jawaban sehingga proses pembelajaran tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sementara menurut Combs (Sigit, 2013:45) “cooperative learning depends on small groups of
learns … so that the members work together to maximize their own and each other’s learning”. Cooperative learning merupakan pembelajaran
yang dilaksanakan dalam kelompok kecil yang menuntut adanya kerjasama setiap anggota kelompok sehingga mereka mampu memaksimalkan pembelajaran mereka. Dalam setiap kelompok masing-masing anggota memiliki tanggung jawab dan tugas masing-masing untuk mewujudkan tercapainya tujuan pembelajaran.
Berdasarkan Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif dan psikomotor. Perinciannya adalah: (1) ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek, yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, evaluasi, dan kreativitas; 2) ranah afektif, berkenaan dengan
59
86
43 sikap dan nilai. Ranah afektif melalui lima jenjang kemampuan yaitu, menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan nilai; (3) ranah psikomotor, meliputi keterampilan motorik, memanipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan,mengamati). Tipe
hasil belajar kognitif lebih dominan dari pada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol. Namun, hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Secara deskriptif nilai rata-rata hasil belajar matematika setelah diberi kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-TSTS sebagai kelas eksperimen dan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sebagai kelas kontrol diperoleh rata-rata relatif mempunyai perbedaan dalam mendukung hipotesis yang diajukan.
2. Melalui analisis regresi menunjukan bahwa minat siswa mempunyai pengaruh positif yang tidak signifikan terhadap hasil belajar matematika dengan korelasi sebesar 0,534. Hal ini memberi indikasi bahwa minat siswa dalam penelitian tidak mendukung hipotesis yang diajukan.
3. Faktor interaksi antara model pembelajaran kooperatif dan minat siswa dari empat hipotesis yang diajukan terdapat 2 hipotesis yang signifikan (desain A*B dan Desain B A*B) dan 2 hipotesis lainnya tidak signifikan (desain A A*B dan Desain AB A*B). Salah satu hipotesis yang signifikan adalah rata-rata hasil belajar matematika untuk semua sel yang dibentuk oleh faktor model pembelajaran kooperatif (Ai) dan minat siswa (Bj) mempunyai perbedaan yang signifikan dan salah satu hipotesis yang tidak signifikan adalah rata-rata hasil belajar matematika siswa antara tingkat faktor minat siswa (Bj) untuk setiap tingkat faktor model pembelajaran kooperatif (Ai) mempunyai perbedaan yang tidak signifikan.
4. Pengaruh faktor utama kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-TSTS (A=1) dan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=2) secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika. Selanjutnya kombinasi model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-TSTS (A=1) lebih baik dari model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=2)
5. Pengaruh factor interaksi bersyarat kombinasi model pembelajaran kooperatif dan minat siswa berdasarkan statistic uji t dari lima hipotesis yang diajukan terdapat 3 hipotesis yang signikan dan 2 hipotesis lainnya tidak signifikan. Salah satu hipotesis yang signifikan yakni secara signifikan hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-TSTS (A=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=2) khusus untuk siswa yang memiliki minat siswa tinggi (B=1)” dan salah satu hipotesis yang tidak signifikan yakni secara tidak signifikan hasil belajar matematika untuk siswa yang memiliki minat siswa tinggi (B=1) lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki minat siswa rendah (B=3) khusus yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
6. Pengaruh faktor utama model pembelajaran kooperatif (Ai) dan minat siswa (Bj) secara
bersama-sama berdasarkan statistic uji-F mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika. Berdasarkan statistic uji-t secara signifikan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-TSTS (A=1) lebih baik dari model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=2) dan secara tidak signifikan minat siswa tinggi (B=1) lebih baik dari minat siswa sedang (B=3) serta secara tidak signifikan minat siswa sedang (B=2) lebih baik dari minat siswa rendah (B=3).
60
96
43
Saran
Berdasarkan hasil analisis, pembahasan, dan kesimpulan dalam penelitian ini, dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut.
1. Guru matematika hendaknya lebih meninjau kembali faktor-faktor penghambat siswa dalam belajar sehingga dapat memilih suatu strategi dalam pembelajaran agar tujuan pembelajaran tersebut dapat tercapai dengan hasil yang memuaskan.
2. Kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw dan model pembelajaran kooperatif tipe
TSTS dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran di sekolah.
3. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran guru hendaknya memiliki strategi agar tercipta model pembelajaran yang kondusif dan model pembelajaran kooperatif dapat dijadikan alternatif dalam meningkatkan hasil belajar matematika.
DAFTAR RUJUKAN
Darsono Max. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
Fred N.Kerlinger. 2004. Foundation Behavioral Research Terjemahan Landung R. Simatupang. Gadjah mada university press. Hlm 398-399
Lie, Anita. 2007. Cooperative Learning, Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.
Maonde F, 2010. Pengaruh Kovariat Minat dan Pengetahuan Dasar Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika. Jurnal Pendidikan Matematika 1(1) : 57
Maonde F. 2011. Aplikasi penelitian eksperimen dalam bidang pendidikan dan social. Kendari:Unhalu Press.
Maonde F, Lambertus, Marlina Meni. 2015. Pengaruh status pekerjaan orang tua terhadap hasil belajar matematika melalui model pembelajaran kooperatif. Jurnal Pendidikan
Matematika. 6(1) : 61
Mina Tsay and Miranda Brady, “A case study
of cooperative learning and communication pedagogy: Does working in teams make a difference?”, Journal of the Scholarship of
Teaching and Learning, Vol. 10, No. 2, June 2010, pp. 78 – 89.
Roida Eva Flora Siagian. 2013. Pengaruh Minat
Dan Kebiasaan Belajar Siswa Terrhadap
Prestasi Belajar Matematika. (Jurnal
Formatif 2(2): 122-131. ISSN: 2088-351X. ), hlm. 125-126
Sanjaya. 2009. Aplikasi Model Pembelajaran
Kooperatif Dalam Pembelajaran
Matematika.
http://www.p4tk matematika.otg/feed
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan
(Bandung: Alfabeta, 2007), hlm. 121.
Supriyadi, Pelangi Pendidikan (Jakarta: Depdiknas, 2000), hlm 3.
Wahyudin. 2007. Pengantar Pendidikan Edisi I. Jakarta: Universitas Terbuka.