• Tidak ada hasil yang ditemukan

Salbiah Kastari Jurusan Kesehatan Lingkungan, Poltekkes Kemenkes Pontianak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Salbiah Kastari Jurusan Kesehatan Lingkungan, Poltekkes Kemenkes Pontianak"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

114

PELAKSANAAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI

RUMAH TANGGA DI WILAYAH KERJA UPK PUSKESMAS

TELAGA BIRU KELURAHAN SIANTAN HULU

PONTIANAK UTARA

Salbiah Kastari

Jurusan Kesehatan Lingkungan, Poltekkes Kemenkes Pontianak

E-mail: salbiahdosenpoltekkes@yahoo.com

Abstrak: Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Rumah Tangga di Wilayah Kerja UPK Puskesmas Telaga Biru Kelurahan Siantan Hulu Pontianak Utara. Jenis penelitian ini Observasional

dengan pendekatan Crossectional. Hasil Penelitian adalah untuk variable Pendidikan dan status ekonomi tidak ada hubungan yang signifikan dengan pelaksanaan PHBS di Rumah Tangga di Wilayah Binaan Puskesmas Telaga Biru (p=0.295). sedang untuk variable Pengetahuan, Sikap, Petugas kesehatan dan Tokoh masyarakat diperoleh hasil ada hubungan yang signifikan terhadap Pelaksanaan PHBS di Rumah Tangga. Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut: Pada institusi/ Petugas kesehatan untuk berupaya meningkatkan lagi penyuluhan kesehatan mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam lingkungan rumah.

Kata Kunci: Penyuluhan, Pemicuan PHBS, Puskesmas Telaga Biru Pontianak.

Abstract: Factors Related to The Implementation of Behavior and Healthy Living in Household Work in The Health UPK Telaga Blue Village North Pontianak Siantan Hulu. The study is observational with cross sectional approach. The results are

for education and economic status variables no significant association with the implementation of PHBs in Households in Blue Lake Regional Health Center Patronage (p = 0295). being for variable Knowledge, Attitude, Health care workers and public figures obtained from the result is a significant relationship to the Implementation of PHBs in Household. Based on the research suggested some of the following: At the institution/health officer to attempt to further increase health education regarding Behavior Clean and Healthy Lifestyle (PHBs) in a home environment.

Keywords: Counseling, PHBS trigger, Puskesmas Telaga Biru Pontianak.

Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai salah satu unsur kebijaksanaan umum dari Tujuan Nasional (UU RI nomor 36 Tahun 2009 ). Berbagai macam kegiatan maupun program pokok upaya pelayanan kesehatan dilakukan oleh pemerintah dalam mewujudkan kesehatan masyarakat, salah satunya adalah Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Persentase Rumah Tangga ber-PHBS merupakan salah satu Indikator Kinerja Utama (IKU) dari Kementerian Kesehatan. Target PHBS yang harus dicapai oleh Kementerian Kesehatan yaitu sebesar 70 % rumah Tangga sudah mempraktikkan PHBS pada tahun 2014 (Kemenkes RI, 2011). Persentase Rumah Tangga yang sudah mempraktikkan PHBS tiga tahun terakhir di Kota Pontianak mengalami peningkatan,yaitu : tahun 2012 adalah 38 %, tahun 2013 adalah 39,95% dan tahun 2014 adalah 40,18% (Dinas Kesehatan Kota Pontianak, 2014).

(2)

Data Dinas Kesehatan Kota Pontianak menunjukkan bahwa rumah tangga yang sudah mempraktikkan PHBS di Kota Pontianak tahun 2014 masih belum mencapai target kementerian Kesehatan. Kecamatan Pontianak Utara, Kelurahan Siantan Hulu khususnya Wilayah UPK Puskesmas Telaga Biru tahun 2014, Rumah Tangga yang Ber-PHBS sebanyak 276 Rumah Tangga dari 869 Rumah Tangga yang di Pantau dengan persentase sebesar 31,76 %. Kondisi ini tentu belum mencapai target Kementerian Kesehatan yaitu 70%. Hal ini tentu memerlukan analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan praktik PHBS rumah tangga.

Faktor internal seperti pendidikan, pengetahuan, sikap, tindakan atau kebiasaan, pekerjaan, pendapatan, jenis kelamin, umur dan suku serta faktor eksternal seperti petugas kesehatan , sarana kesehatan dan tokoh masyarakat berpengaruh terhadap perilaku hidup sehat (Depkes RI, 2009).

Bedasarkan uraian masalah tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti analisis Faktor Sosial Ekonomi terhadap Pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga Kelurahan Siantan Hulu Pontianak Utara.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini bersifat Analitik Observasional dengan menggunakan pendekatan Crossectional, yaitu penelitian yang dilakukan pada saat bersamaan artinya penelitian hanya mengkaji masalah dan status penelitian yang sedang berlangsung. Peneliti akan mengambil data variabel bebas yaitu Pendidikan, pengetahuan, sikap, tingkat ekonomi, sarana dan prasarana kesehatan, tenaga kesehatan, dan tokoh masyarakat. sedangkan variabel terikat yaitu Pelaksanaan PHBS di Rumah Tangga.

Sampel penelitian adalah Ibu Rumah Tangga yang terpilih sebagai sampel , karena Ibu Rumah Tangga yang selalu mengurusi kebutuhan anggota keluarga dalam rumah tangganya. Ibu Rumah Tangga juga selalu mengupayakan sarana dan kemudahan bagi dipraktikkannya PHBS di Rumah Tangga. Perhitungan jumlah sampel ditentukan dengan rumus Lemeshow,dkk (1997) :

Jadi sampel yang diambil sebanyak 79 KK Keterangan :

n : Jumlah sampel N : Jumlah populasi

p : Proporsi target populasi q : Proporsi tanpa atribut 1-p

Z : Standar deviasi untuk 1,96 dengan confidence level 95% (α = 0,05)

d : Derajat ketepatan yang digunakan yaitu sebesar 10% atau 0,1

Cara pemilihan sampel adalah dari hasil perhitungan diperoleh jumlah sampel yang akan diambil dalam penelitian ini sebanyak 79 kepala keluarga. Untuk mengetahui sampel yang terpilih dimasing-masing RT di wilayah kerja UPK Puskesmas Telaga Biru, dihitung secara Proporsional sampling yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

= (Jumlah kepala keluarga disetiap RT x Jumlah seluruh sampel yang akan diteliti (n2) ) : (Jumlah kepala keluarga di Wilayah

Kerja Puskesmas Telaga Biru Kelurahan Siantan Hulu (N))

Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi menggunakan lembar observasi (checklist) dan wawancara menggunakan kuisioner.

HASIL

Tingkat Pendidikan

Hasil penelitian menunjukkan, terlihat bahwa sebagian besar responden memiliki kategori pendidikan menengah (83.5%).

Tingkat pengetahuan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden sudah memiliki pengetahuan yang baik (70.9%).

(3)

Sikap

Hasil penelitian menunjukkan, sebagian besar responden sudah memiliki sikap dengan kategori baik (75.9%).

Status Ekonomi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki penghasilan di bawah rata-rata (55.7%).

Sarana Kesehatan

Hasil penelitian menunjukkan s, sebagian besar responden masih memiliki sarana kesehatan yang buruk (78.5%).

Peran Tenaga Kesehatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden sudah menilai baik peran petugas kesehatan (73.4%).

Peran Tokoh Masyarakat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden sudah menilai baik peran tokoh masyarakat (57.0%).

Pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden sudah melaksanakan PHBS (58.2%).

Hubungan Pendidikan dengan Pelaksanaan PHBS

Tabel 1. Hubungan Pendidikan dengan Pelaksanaan PHBS di Wilayah Binaan Puskesmas Telaga Biru Tahun 2016 No Pengetahuan Pelaksanaan PHBS Jumlah Ya Tidak n % n % n % 1 Dasar 5 50.0 5 50.0 10 100.0 2 Menengah 38 57.6 28 42.4 66 100.0 3 Tinggi 3 100 0 0 3 100.0 Jumlah 46 58.2 33 41.8 79 100.0 p = 0.295

Sumber: Data Primer, 2016

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa responden dengan tingkat pendidikan dasar lebih banyak tidak melaksanakan PHBS (50.0%) dibandingkan dengan responden berpendidikan menengah dan tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan nilai p=0.295 (p>α) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan responden dengan pelaksanaan PHBS di wilayah binaan Puskesmas Telaga Biru.

Hubungan Pengetahuan dengan Pelaksanaan PHBS

Tabel 2. Hubungan Pengetahuan dengan Pelaksanaan PHBS di Wilayah Binaan Puskesmas Telaga Biru Tahun 2016 No Pengetahuan Pelaksanaan PHBS Jumlah Ya Tidak n % n % n % 1 Baik 42 75.0 14 25.0 56 100.0 2 Buruk 4 17.4 19 82.6 23 100.0 Jumlah 46 58.2 33 41.8 79 100.0 p = 0.000 OR = 14.250 (95% CI : 4.139-49.060)

Sumber: Data Primer, 2016

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa responden dengan tingkat pengetahuan yang buruk lebih banyak tidak melaksanakan PHBS (82.6%) dibandingkan dengan responden berpengetahuan baik (25.0%).

Hasil penelitian menunjukkan nilai p=0.000 (p<α) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan responden dengan pelaksanaan PHBS di wilayah binaan Puskesmas Telaga Biru.

Analisis hubungan antara variabel menunjukkan nilai OR=14.250 sehingga dapat dinyatakan bahwa responden dengan pengetahuan buruk berisiko 14.250 kali lebih besar sebagai penyebab tidak terlaksananya PHBS dibandingkan dengan responden berpengetahuan baik.

(4)

Tabel 3. Hubungan Sikap dengan Pelaksanaan PHBS di Wilayah Binaan Puskesmas Telaga Biru Tahun 2016 No Sikap Pelaksanaan PHBS Jumlah Ya Tidak n % n % n % 1 Baik 46 76.7 14 23.3 60 100.0 2 Buruk 0 0 19 100.0 19 100.0 Jumlah 46 58.2 33 41.8 79 100.0 p = 0.000

Sumber: Data Primer, 2016

Tabel di atas menunjukkan bahwa semua responden dengan sikap yang buruk tidak melaksanakan PHBS (100.0%) dibandingkan dengan responden yang memiliki sikap baik (23.3%).

Hasil penelitian menunjukkan nilai p=0.000 (p<α) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sikap responden dengan pelaksanaan PHBS di wilayah binaan Puskesmas Telaga Biru.

Hubungan Sarana Kesehatan dengan Pelaksanaan PHBS

Tabel 4. Hubungan Sarana Kesehatan dengan Pelaksanaan PHBS di Wilayah Binaan Puskesmas Telaga Biru Tahun 2016 No Sarana Kesehatan Pelaksanaan PHBS Jumlah Ya Tidak n % n % n % 1 Baik 43 69.4 19 30.6 62 100.0 2 Buruk 3 17.6 14 82.4 17 100.0 Jumlah 46 58.2 33 41.8 79 100.0 p = 0.000 OR = 10.561 (95% CI : 2.714 - 41.101)

Sumber: Data Primer, 2016

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa responden yang memiliki sarana kesehatan buruk lebih banyak tidak melaksanakan PHBS (82.4%) dibandingkan dengan responden dengan sarana kesehatan yang baik (30.6%).

Hasil penelitian menunjukkan nilai p=0.000 (p<α) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sarana kesehatan responden dengan

pelaksanaan PHBS di wilayah binaan Puskesmas Telaga Biru.

Analisis hubungan antara variabel menunjukkan nilai OR=10.561 sehingga dapat dinyatakan bahwa responden dengan sarana kesehatan buruk berisiko 10.561 kali lebih besar sebagai penyebab tidak terlaksananya PHBS.

Hubungan Status Ekonomi dengan Pelaksanaan PHBS

Tabel 5. Hubungan Status Ekonomi dengan Pelaksanaan PHBS di Wilayah Binaan Puskesmas Telaga Biru Tahun 2016 No Status Ekonomi Pelaksanaan PHBS Jumlah Baik Buruk n % n % n % 1 Di bawah rata-rata 24 54.5 20 45.5 44 100.0 2 Di atas rata-rata 22 62.9 13 37.1 35 100.0 Jumlah 46 58.2 33 41.8 79 100.0 p = 0.607

Sumber: Data Primer, 2016

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa responden yang memiliki penghasilan di bawah rata-rata (<UMR) lebih banyak tidak melaksanakan PHBS (45.5%) dibandingkan dengan responden dengan penghasilan di atas rata-rata (37.1%).

Hasil penelitian menunjukkan nilai p=0.607 (p>α) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status ekonomi responden dengan pelaksanaan PHBS di wilayah binaan Puskesmas Telaga Biru.

Hubungan Peran Petugas Kesehatan dengan Pelaksanaan PHBS

(5)

Tabel 6. Hubungan Peran Petugas Kesehatan dengan Pelaksanaan PHBS di Wilayah Binaan Puskesmas Telaga Biru Tahun 2016

No Peran Petugas Kesehatan Pelaksanaan PHBS Jumlah Ya Tidak n % n % n % 1 Buruk 3 14.3 18 85.7 21 100.0 2 Baik 43 74.1 15 25.9 58 100.0 Jumlah 46 58.2 33 41.8 79 100.0 p = 0.000 OR = 0.058 (95% CI : 0.015 – 0.226)

Sumber: Data Primer, 2016

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa responden yang menilai peran petugas kesehatan buruk lebih banyak tidak melaksanakan PHBS (85.7%) dibandingkan dengan responden dengan penilaian peran petugas kesehatan baik (25.9%).

Hasil penelitian menunjukkan nilai p=0.000 (p<α) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara peran petugas kesehatan responden dengan pelaksanaan PHBS di wilayah binaan Puskesmas Telaga Biru.

Hubungan peran tokoh masyarakat dengan pelaksanaan PHBS

Tabel 7. Hubungan Peran Tokoh Masyarakat dengan Pelaksanaan PHBS di Wilayah Binaan Puskesmas Telaga Biru Tahun 2016

No Peran Tokoh Masyarakat Pelaksanaan PHBS Jumlah Baik Buruk n % n % n % 1 Buruk 12 35.3 22 64.7 34 100.0 2 Baik 34 75.6 11 24.4 45 100.0 Jumlah 46 58.2 33 41.8 79 100.0 p = 0.001 OR = 0.176 (95% CI : 0.066 – 0.469)

Sumber: Data Primer, 2016

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa responden yang menilai peran tokoh masyarakat buruk lebih banyak tidak melaksanakan PHBS (64.7%) dibandingkan dengan responden dengan penilaian baik (24.4%).

Hasil penelitian menunjukkan nilai p=0.001 (p<α) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

peran tokoh masyarakat dengan pelaksanaan PHBS di wilayah binaan Puskesmas Telaga Biru.

PEMBAHASAN

Hubungan pendidikan dengan pelaksanaan PHBS

Hasil analisis menunjukkan nilai p=0.295 (p>α) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan responden dengan pelaksanaan PHBS di wilayah binaan Puskesmas Telaga Biru.

Distribusi responden menurut tingkat pendidikan menunjukkan sebagian besar responden memiliki pendidikan menengah (83.5%). Tabel tabulasi silang menunjukkan bahwa responden dengan tingkat pendidikan dasar lebih banyak tidak melaksanakan PHBS (50.0%) dibandingkan dengan responden berpendidikan menengah dan tinggi.

Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperoleh informasi dan pengetahuan. Sadiman (2002), mengemukakan bahwa status pendidikan mempengaruhi kesempatan

memperoleh informasi mengenai

penatalaksanaan penyakit. Lebih lanjut Potter & Perry (2005), tingkat pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan klien tentang kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah mereka menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi (Grossman, 1999). Sedangkan menurut Parera (2004), bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan terhadap kesehatan adalah tingkat pendidikan. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Tidak adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan terhadap PBHS bertentangan dengan teori yang dikemukakan Talcott Parson, bahwa perilaku dipengaruhi oleh sistem sosial, budaya, dan kepribadian dimana pendidikan merupakan sebagian unsur struktur sosial yang

(6)

mempengaruhi sistem sosial. Artinya pendidikan seharusnya dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam pelaksanaan PHBS.

Demikian juga teori yang dikemukakan oleh Blum bahwa perilaku kesehatan sangat dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya, ekonomi, juga politik, dimana pendidikan dan penghasilan merupakan faktor sosial masyarakat. Dengan demikian dapat dijelaskan disini, bahwa kondisi lingkungan yang belum memenuhi syarat serta perilaku masyarakat yang belum melaksanakan PHBS sangat ditentukan oleh pendidikan masyarakat terlepas dari agama yang mereka anut. Masyarakat sebenarnya tahu bahwa kondisi lingkungan yang tidak sehat, serta perilaku mereka yang tidak bersih dan sehat akan berpengaruh terhadap kesehatannya. Namun mereka belum mampu untuk mewujudkan kondisi yang belum memenuhi syarat tersebut, karena diantaranya pendidikan mereka yang masih rendah.

Meskipun demikian, tabel silang menunjukkan bahwa responden dengan tingkat pendidikan dasar lebih banyak tidak melaksanakan PHBS (50.0%) dibandingkan dengan responden berpendidikan menengah dan tinggi.

Hal ini bertentangan dengan pendapat Notoatmodjo (2005) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin luas wawasan sehingga semakin mudah menerima informasi yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Sehingga untuk meningkatkan pelaksanaan PHBS rumah tangga seharusnya masyarakat mencari informasi tentang PHBS rumah tangga.

Responden yang berpendidikan tinggi akan mudah mneyerap informasi, sehingga ilmu pengetahuan yang dimiliki lebih tinggi namun sebaliknya responden berpendidikan rendah akan menghambat penyerapan informasi sehingga ilmu yang dimiliki juga rendah yang berdampak pada kehidupannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin terbuka pikiran terhadap hal-hal baru dan bermanfaat bagi kesehatan. Sehingga tidak mneganggap pelaksanaan PHBS sebagai suatu beban melainkan sebagai kebiasaan sehari-hari yang ringan dan mudah dilaksanakan serta bermanfaat bagi kesehatan.

Hubungan pengetahuan dengan pelaksanaan PHBS

Tabel silang menunjukkan bahwa responden dengan tingkat pengetahuan yang buruk lebih banyak tidak melaksanakan PHBS (82.6%) dibandingkan dengan responden berpengetahuan baik (25.0%).

Hasil penelitian menunjukkan nilai p=0.000 (p<α) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan responden dengan pelaksanaan PHBS di wilayah binaan Puskesmas Telaga Biru.

Analisis hubungan antara variabel menunjukkan nilai OR=14.250 sehingga dapat dinyatakan bahwa responden dengan pengetahuan buruk berisiko 14.250 kali lebih besar sebagai penyebab tidak terlaksananya PHBS dibandingkan dengan responden berpengetahuan baik.

Tabulasi silang hubungan pengetahuan tentang program PHBS dengan pelaksanaan program PHBS di rumah tangga menunjukkan adanya kecenderungan semakin tinggi pengetahuan responden, maka semakin baik sikap responden tentang perilaku hidup bersih dan sehat. Kesimpulan tersebut terlihat dari tabulasi silang dilaksanakan atau tidak program PHBS ditinjau dari pengetahuan yang terdiri dari pengetahuan baik dan kurang. Pada tingkat pengetahuan kurang dari 23 responden terdapat 19 responden (82.6%) tidak menjalankan program PHBS di rumah tangga, sedangkan pada pengetahuan baik dari 56 responden terdapat 42 responden (75%) sudah melaksanakan PHBS.

Menurut Notoatmodjo (2012) Masyarakat sebagai sasaran primer diharapkan mempunyai pemahaman (pengetahuan) yang benar tentang kesehatan. Dengan pengetahuan yang benar tentang kesehatan mereka akan mempunyai sikap positif tentang kesehatan, dan selanjutnya diharapkan akan terjadi perubahan perilaku. Perubahan perilaku disini mempunyai dua makna, yakni a) Bagi yang belum mempuyai perilaku sehat diharapkan diubah agar berperilaku sehat, dan b) Bagi yang sudah mempunyai perilaku atau berperilaku sehat tetap berperilaku sehat (misalnya yang tidak merokok tetap tidak merokok).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

(7)

matadan telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo 2012)

Menurut Becker dalam Notoatmodjo (2007), Pengetahuan tentang kesehatan mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan, seperti pengetahuan tentang penyakit menular, pengetahuan tentang faktor ˗ faktor yang mempengaruhi kesehatan, pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan dan pengetahuan untuk menghindari kecelakaan.

Menurut Rogers didalam Notoatmodjo 2007, untuk mengadakan suatu perubahan perlu ada beberapa langkah yang ditempuh sehingga harapan atau tujuan akhir dari perubahan dapat tercapai.

Pengetahuan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor internal seperti pendidikan, pekerjaan, umur sedangkan faktor eksternal seperti faktor lingkungan dan sosial budaya (Wawan dan Dewi 2011)

Menurut peneliti pengetahuan rendah responden dikarenakan kurang terpaparnya masyarakat tentang informasi kesehatan, khususnya pengetahuan PHBS. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, banyak masyarakat yang belum tahu informasi PHBS, baik definisi PHBS itu sendiri maupun indikator-indikator yang terdapat dalam PHBS.

Sebagian besar responden tidak mengetahui kepanjangan dari PHBS (Prilaku Hidup Bersih dan sehat), yaitu sebanyak 94,9%. Selain itu semua responden (100%) tidak mengetahui jumlah indikator PHBS.

Pengetahuan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor internal seperti pendidikan, pekerjaan, umur sedangkan faktor eksternal seperti faktor lingkungan dan sosial budaya (Wawan dan Dewi 2011).

Menurut peneliti pengetahuan rendah responden dikarenakan kurang terpaparnya masyarakat tentang informasi kesehatan, khususnya pengetahuan PHBS. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, banyak masyarakat yang belum tahu informasi PHBS, baik definisi PHBS itu sendiri maupun indikator-indikator yang terdapat dalam PHBS. Kurangnya pengetahuan masyarakat juga di sebabkan oleh pendidikan, karena pendidikan yang rendah masyarakat tidak begitu mengerti tentang program PHBS. Pekerjaan, lingkungan dan sosial budaya juga mempengaruhinya karena masyarakat kebanyakan adalah petani.

Pengetahuan dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinan tersebut dengan pengetahuan kesehatan lingkungan yang baik diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menciptakan kondisi lingkungan yang sehat, sehingga dapat memutuskan rantai penularan penyakit melalui lingkungan serta perilaku hidup bersih dan sehat agar tidak mudah tertular penyakit (Notoatmodjo,2012). Menurut pendapat peneliti untuk lebih meningkatkan pengetahuan terhadap PHBS sangat diharapkan sekali pembinaan dan penyuluhan dari instansi terkait baik dari dinas kesehatan, tenaga kesehatan, kader, dan lembaga pemberdayaan masyarakat lainnya agar pengetahuan masyarakat meningkat dan terjadinya perubahan perilaku dari seluruh anggota keluarga untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

Hubungan sikap dengan pelaksanaan PHBS

Berdasarkan tabel tabulasi silang yang dilakukan antara sikap dengan perilaku hidup bersih dan sehat, diperoleh data bahwa jumlah responden yang tidak menjalankan PHBS yaitu sebanyak 33 orang (41,8%) dengan rincian yang memiliki sikap kurang baik sebanyak 19 orang (100%) dan yang memiliki sikap baik sebanyak 14 orang (23,3%); sedangkan jumlah responden yang menjalankan PHBS yang baik yaitu sebanyak 46 orang (58,2%) dengan rincian semua responden tersebut memiliki sikap baik sebanyak 46 orang.

Berdasarkan hasil analisis uji Chi-Square didapatkan hasil dengan nilai p=0,000 <0,05 yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku hidup bersih dan sehat.

Adanya hubungan kedua variable tersebut menunjukkan bahwa sikap masyarakat yang baik mempunyai peluang untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan dengan masyarakat rumah tangga yang memiliki sikap yang kurang baik terhadap PHBS.

Menurut Notoatmodjo (2003), sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap bukanlah suatu tindakan atau aktivitas tetapi merupakan predisposisi dari tindakan atau perilaku. Sikap merupakan reaksi

(8)

terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut.

Becker dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa sikap terhadap kesehatan merupakan pendapat atau penilaian seseorang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan seperti, sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular, sikap terhadap faktor˗faktor yang mempengaruhi kesehatan, sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan dan sikap untuk menghindari kecelakaan.

Sikap kepedulian masyarakat terhadap PHBS perlu ditingkatkan mengingat hasil penelitian yang menunjukkan adnya hubungan linier antara kedua variable, sehingga diharapkan ke depannya dapat meningkatkan capaian PHBS di tatanan rumah tangga.

Hubungan sarana kesehatan dengan pelaksanaan PHBS

Berdasarkan tabel silang, terlihat bahwa responden yang memiliki sarana kesehatan buruk lebih banyak tidak melaksanakan PHBS (82.4%) dibandingkan dengan responden dengan sarana kesehatan yang baik (30.6%).

Hasil penelitian menunjukkan nilai p=0.000 (p<α) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sarana kesehatan responden dengan pelaksanaan PHBS di wilayah binaan Puskesmas Telaga Biru.

Analisis hubungan antara variabel menunjukkan nilai OR=10.561. Artinya, ketersediaan sarana kesehatan yang memadai mempunyai peluang 10 kali lebih besar bagi masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan dengan masyarakat tatanan rumah tangga yang memiliki sarana kesehatan yang kurang memadai.

Ketersediaan sarana dan prasarana merupakan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat agar dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat misalnya, fasilitas yang harus dimiliki oleh masyarakat seperti: rumah sehat, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan limbah, jamban sehat, air bersih, makanan bergizi, puskesmas, posyandu, dan lain-lain.

Teori lain yang dikembangkan oleh Lawrence Green, mengatakan bahwa kesehatan individu/masyarakat dipengaruhi oleh dua

faktor pokok yaitu faktor perilaku dan faktor non perilaku. Faktor perilaku ditentukan oleh faktor predisposisi, pendukung, dan pendorong. Faktor predisposisi (presdiposing factors) mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial, dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat. Faktor pendukung (enabling factors) adalah tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya. Sedangkan faktor pendorong (reinforcing factors) adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan. Green menyatakan bahwa pendidikan kesehatan mempunyai peranan penting dalam mengubah dan menguatkan ketiga kelompok faktor itu agar searah dengan tujuan kegiatan sehingga menimbulkan perilaku positif dari masyarakat terhadap program yang dilaksanakan.

Hubungan status ekonomi dengan pelaksanaan PHBS

Distribusi status ekonomi menunjukkan bahwa responden yang memiliki penghasilan di bawah rata-rata (<UMR) lebih banyak tidak melaksanakan PHBS (45.5%) dibandingkan dengan responden dengan penghasilan di atas rata-rata (37.1%).

Hasil penelitian menunjukkan nilai p=0.607 (p>α) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status ekonomi responden dengan pelaksanaan PHBS di wilayah binaan Puskesmas Telaga Biru.

Tidak adanya hubungan antara variable status ekonomi dengan PHBS bertentangan dengan teori yang dikemukakan oleh Blum bahwa perilaku kesehatan sangat dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya, ekonomi, juga politik, dimana pendidikan dan penghasilan merupakan faktor sosial masyarakat. Dengan demikian dapat dijelaskan disini, kondisi lingkungan yang belum memenuhi syarat serta perilaku masyarakat yang belum sehat sangat ditentukan oleh pendidikan dan penghasilan masyarakat terlepas dari agama yang mereka anut. Masyarakat sebenarnya tahu bahwa kondisi lingkungan yang tidak sehat, serta perilaku mereka yang tidak bersih dan sehat akan berpengaruh terhadap kesehatannya. Namun mereka belum mampu untuk mewujudkan kondisi yang belum memenuhi syarat tersebut, karena diantaranya pendidikan dan penghailan mereka yang masih rendah.

(9)

Menurut Kurt Lewin, proses perubahan perilaku yang diinginkan adalah agar individu memilih dan memenangkan driving forces atau kekuatan yang mendorong untuk melakukan tindakan seperti yang dianjurkan. Untuk mencapai hal tersebut dapat ditempuh dengan cara memperkuat driving forces dengan cara menggalakan upaya persuasi dan pemberian informasi tentang program kesehatan yang sedang dilaksanakan, memperkecil hambatan yang ada pada diri individu (fisik, psikologis, ekonomis), serta di masyarakat (tabu, tradisi, norma sosial), serta memperkuat unsur pendorong dan sekaligus mengurangi hambatan-hambatan yang ada.

Hubungan peran petugas kesehatan dengan pelaksanaan PHBS

Tabel silang 4. menunjukkan bahwa responden yang menilai peran petugas kesehatan buruk lebih banyak tidak melaksanakan PHBS (85.7%) dibandingkan dengan responden dengan penilaian peran petugas kesehatan baik (25.9%). Secara statistik diperoleh nilai p=0.000 (p<α) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara peran petugas kesehatan responden dengan pelaksanaan PHBS di wilayah binaan Puskesmas Telaga Biru.

Hasil observasi menunjukkan bahwa petugas kesehatan di Puskesmas Telaga Biru melakukan kegiatan edukatif mengenai kesehatan dengan berbagai kegiatan dan sasaran. Salah satunya berupa kegiatan Rumpi Sehat, yaitu penyuluhan dengan sasaran ibu-ibu arisan. Kegiatan ini dinilai cukup kreatif dengan mendapatkan 2 keuntungan, yaitu terselenggaranya kegiatan penyuluhan dan efisiensi biaya. Materi yang disampaikan petugas berkisar mengenai PHBS, KIA, bahaya kanker serviks dan ajakan untuk melakukan pemeriksaan IVA di Puskesmas. Selain itu petugas kesehatan juga melakukan kegiatan penyuluhan PHBS dengan sasaran Karang Taruna dan guru.

Petugas kesehatan juga berperan aktif dalam menjalin komunikasi lintas sektoral dengan sasaran RT/RW, kader, guru dan karang taruna. Tokoh masyarakat setempat juga turut dilibatkan sebagai upaya penyampaian informasi program Puskesmas untuk selanjutnya diharapkan tokoh masyarakat meneruskan informasi tersebut kepada warganya.

Selain itu, petugas meningkatkan peran kader di wilayah Puskesmas Telaga Biru dengan memantau perkembangan pemukiman sehat di masing-masing wilayah kader. Menurut Maryunani (2013), peran kader dalam mewujudkan rumah tangga ber-PHBS, antara lain pendataan yang meliputi pendataan rumah tangga yang ada di wilayahnya dengan menggunakan Kartu PHBS atau Pencatatan PHBS di Rumah Tangga pada buku kader. Pendataan bisa dilakukan secara terpadu dengan petugas kesehatan atau pamong praja, aparat pemerintahan di wilayah tempat tinggalnya.

Menurut pendapat peneliti tentang adanya penilaian kurang aktifnya peran petugas kesehatan disebabkan kurangnya melakukan pemberdayaan dalam bentuk menggerakkan masyarakat untuk melaksanakan PHBS. Banyak hal yang dapat dilakukan petugas kesehatan untuk mengembangkan terwujudnya PHBS, diantaranya melakukan kunjungan rumah kepada ibu yang tidak datang membawa balitanya ke posyandu, karena dengan ini petugas kesehatan akan dapat memberikan penjelasan dan informasi terkait PHBS melalui penyuluhan personal ataupun kelompok kepada ibu rumah tangga yang datang.

Hubungan peran tokoh masyarakat dengan pelaksanaan PHBS

Distribusi peran tokoh masyarakat dalam pelaksanaan PHBS di Wilayah Binaan Puskesmas Telaga Biru data diperoleh dari hasil wawancara responden (masyarakat) menunjukkan sebagian besar tokoh masyarakat peduli terhadap pelaksanaan PHBS, yaitu sebanyak 45 responden (57.0%). Berdasarkan tabel 5.5 di diketahui dari 45 responden yang merasakan tokoh masyarakat berperan aktif didapatkan 34 responden (75.6%) menerapkan PHBS dan 11 responden (24.4%) kurang berperan aktif menerapkan PHBS, sedangkan dari 34 responden yang merasakan peran tokoh masyarakat kurang aktif didapatkan 12 responden (35.3%) menerapkan PHBS dan 22 responden (64.7%) tidak menerapkan PHBS di Wilayah Puskesmas Telaga Biru.

Hasil uji statistik di dapatkan p value < 0,05 yaitu 0,001 sehingga secara statistik ada hubungan yang bermakna antara peran tokoh masyarakat dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Wilayah Binaan Puskesmas Telaga Biru. Hal ini di dukung hasil wawancara terhadap 17 tokoh masyarakat diwilayah kerja

(10)

UPK Puskesmas Telaga biru sebanyak 17 (100%) tokoh masyarakay mengatakan “ya” pernah menyampaikan penyuluhan dan pemicuan tentang pola hidup bersih dan sehat di wilayah Rukun Warga masing-masing. Notoatmodjo (2012) mengatakan, masyarakat selalu memandang tokoh masyarakat (formal dan informal) sebagai panutannya atau acuannya.

Hasil ini sejalan dengan pendapat Maryunani (2013) yang menyatakan bahwa upaya pendekatan yang meliputi, pendekatan kepada kepala desa / lurah dan tokoh masyarakat untuk memperoleh dukungan dalam pembinaan PHBS di Rumah Tangga dan Pendekatan dilaksanakan secara personal dan persuasif dapat menunjang dukungan optimal yang berkelanjutan, termasuk dalam melaksanakan PHBS melalui penyuluhan personal, kelompok, penyuluhan massa dan penggerakan masyarakat dan sosialisasi PHBS di Rumah Tangga ke seluruh rumah tangga yang ada di desa / kelurahan melalui kelompok dasawisma.

Dinkes (2006) menyatakan bahwa peran tokoh masyarakat dalam pelaksanaan program PHBS sendiri adalah sebagai berikut: Menggalang potensi untuk mengembangkan perilak sehat masyarakat. Bergotong royong untuk mewujudkan lingkungan seha dan menciptakan suasana yang kondusif untuk mendukung perubahan perilaku sehat

Hasil penelitian di lapangan juga menunjukkan bahwa materi atau kegiatan yang digerakkan tokoh masyarakat setempat dalam rangka sosialisasi pelaksanaan program PHBS adalah gotong royong, keterlibatan tokoh masyarakat dalam menggerakkan masyarakat untuk kegiatan abatisasi dan fogging.

SIMPULAN

Berdasarkan paparan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

Tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan pelaksanaan PHBS di Wilayah Binaan Puskesmas Telaga Biru (p=0.295).

Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pelaksanaan PHBS di Wilayah Binaan Puskesmas Telaga Biru (p=0.000 dan OR=14.250).

Ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan pelaksanaan PHBS di Wilayah Binaan Puskesmas Telaga Biru (p=0.000).

Ada hubungan yang signifikan antara sarana kesehatan dengan pelaksanaan PHBS di Wilayah Binaan Puskesmas Telaga Biru (p=0.000 dan OR=10.561).

Tidak ada hubungan yang signifikan antara status ekonomi dengan pelaksanaan PHBS di Wilayah Binaan Puskesmas Telaga Biru (p=0.607).

Ada hubungan yang signifikan antara peran petugas kesehatan dengan pelaksanaan PHBS di Wilayah Binaan Puskesmas Telaga Biru (p=0.000).

Ada hubungan yang signifikan antara peran tokoh masyarakat dengan pelaksanaan PHBS di Wilayah Binaan Puskesmas Telaga Biru (p=0.001).

Bagi peneliti berikutnya diharapkan, variabel dari penelitian dapat diperluas lagi sehingga memperoleh hasil penelitian yang lebih lengkap. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lanjutan terkait meningkatkan factor-faktor yang mempengaruhi perilaku hidup bersih dan sehat dengan metode pemicuan.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.

Dinas Kesehatan Kota Pontianak. 2014. Profil Kesehatan Kota Pontianak 2014. Dinas Kesehatan Kota Pontianak.

Kementerian Kesehatan RI, 2011.Permenkes RI. No.2269/Menkes/PER/XI/2011. Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup bersih dan Sehat.

Kementerian Kesehatan RI, 2011. Promosi Kesehatan di daerah bermasalah Kesehatan.

Lemeshow dkk, 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Gajahmada University Press.

Undang- Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

Gambar

Tabel 6.  Hubungan  Peran  Petugas  Kesehatan  dengan  Pelaksanaan  PHBS  di  Wilayah  Binaan  Puskesmas Telaga Biru Tahun 2016

Referensi

Dokumen terkait

Pemerintah Kabupaten Bogor telah menetapkan pada sebagian besar wilayah daerah penyangga atau yang berbatasan langsung dengan TNGHS dengan peruntukan bagi tanaman

Meskipun memiliki perbedaan, kelima penelitian yang relevan yang telah dipaparkan diatas menjadi bahan pertimbangan yang bermanfaat bagi penulisan penelitian

Dengan tujuan untuk membuat suatu model atas sebuah sistem atau proses yang memiliki banyak kemungkinan solusi.. Metode

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : (a) terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang mengikuti

Perancangan eksplorasi desain motif batik Majapahit dengan metode desain partisipatif ini memiliki tingkat keberhasilan yang, karena beberapa desain akhir

Untuk mengetahui mekanisme dari penggunaan pasta gigi yang mengandung sodium lauryl sulfate 5% terhadap penurunan sensitivitas sensasi rasa pada lidah..

Menyatakan bahwa Karya Seni Tugas Akhir saya tidak terdapat bagian yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi mana pun dan juga

Berdasarkan pembahasan hasil kajian produk pengembangan dalam penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan: (1) penyusunan modul pelatihan konseling