56 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Analisis Eksternalitas Negatif yang Timbul dari Pencemaran Sungai Musi Akibat Kegiatan Industri
Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah penerima air hujan yang
dibatasi oleh punggung bukit atau gunung, dimana semua curah hujan yang jatuh
diatasnya akan mengalir di sungai utama dan akhirnya bermuara kelaut. Sungai
memiliki peran yang sangat penting bagi mahluk hidup, selain sebagai sumber
utama air minum, juga sebagai jalur transportasi air dan bahkan menjadi sumber
penghasilan bagi sebagian masyarakat.
Perkembangan industri di Sumatera Selatan dewasa ini cukup pesat.
Peningkatan jumlah industri ini diikuti oleh penambahan jumlah limbah, baik
berupa limbah padat, cair maupun gas. Limbah tersebut mengandung bahan kimia
yang beracun dan berbahaya (B3) dan masuk ke Sungai Musi. Perubahan
lingkungan dalam hal ini pencemaran air sungai akibat kegiatan industri sangat
dirasakan sebagian masyarakat yang masih memanfaatkan air Sungai Musi secara
langsung. Hasil penelitian terhadap 70 responden dari wilayah hulu dan hilir
menunjukkan bahwa seluruh responden (100 %) merasakan adanya perubahan
lingkungan akibat kegiatan industri. Bentuk perubahan yang dirasakan bervariasi,
pada Gambar 14 ditunjukkan persentase dari eksternalitas negatif pencemaran
Sungai Musi akibat kegiatan industri. Sebanyak 56 responden (80%) menyatakan
bahwa perubahan lingkungan yang dirasakan berupa perubahan kualitas dan
kuantitas air.
Pencemaran udara merupakan eksternalitas yang juga dirasakan responden
yang tempat tinggalnya dekat dengan pabrik maupun industri. Sebanyak 14 persen
57
tidak bersih karena setiap kali pabrik membuang limbah cair maupun gas maka
akan menimbulkan bau yang tidak sedap.
Sebesar enam persen responden menyatakan bahwa perubahan lingkungan
yang dirasakan yaitu kehilangan keanekaragaman hayati. Mereka menyatakan
seringkali menemukan ikan dan udang mati dan mengambang ke permukaan
sungai, diduga penyebabnya adalah kualitas air Sungai Musi yang telah
melampaui baku mutu yang mengakibatkan biota air tidak dapat bertahan hidup
dalam air sungai tersebut.
Gambar 14. Eksternalitas Negatif dari Pencemaran Sungai Musi Akibat Kegiatan Industri.
Beberapa responden merasa kesulitan untuk memperoleh air bersih.
Sebagian kecil responden memang telah memperoleh air bersih dari penggunaan
Instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PAM), namun sebagian besar responden
lainnya hanya memanfaatkan air Sungai Musi yang biasanya diendapkan satu
malam dan diberi tawas (penjernih air) agar keesokan harinya air yang ditampung
tersebut sudah jernih dan dapat dikonsumsi. Selain itu untuk memperoleh air
bersih responden biasanya membeli air dari tetangga yang telah menggunakan air
PAM, membeli air galon dan menampung air hujan. Hasil wawancara
58
air bersih di daerah tempat tinggal mereka cukup sulit karena kuantitas air kurang,
dan kualitas air buruk (kotor, berbau dan memiliki rasa). Sebanyak 29 persen
responden menyatakan bahwa kuantitas dan kualitas air bersih disekitar tempat
tinggal mereka cukup baik, hal ini karena perusahaan membangun tempat
penampungan air bersih bagi masyarakat yang berada di dekat industri. Sebesar
11 persen responden menyatakan bahwa mereka kesulitan untuk memperoleh air
bersih/kuantitas air kurang tetapi kualitas air baik (tidak kotor, tidak berbau dan
tidak memiliki rasa) dan sebesar enam persen responden menyatakan bahwa
kuantitas air baik namun kualitas air buruk. Adapun persentase dampak perubahan
kuantitas dan kualitas air yang dirasakan responden dapat dilihat pada Gambar 15
Gambar 15. Persentase Dampak Perubahan Kuantitas dan Kualitas Air yang Dirasakan Rumahtangga
6.2 Analisis Kesediaan Menerima Responden Terhadap Dana Kompensasi Akibat Pencemaran Sungai Musi
Dalam skenario bentuk kompensasi yang ditawarkan dari industri sebagai
ganti rugi atas dampak pencemaran yang ditimbulkan yaitu perbaikan
Infrastruktur (Jalan, Jembatan, Listrik.dll), pembangunan klinik kesehatan,
penyediaan alat penyaring air bersih dan pemberian dana Kompensasi. Sebanyak
59
%) tidak bersedia menerima dana kompensasi. Persentase kesediaan menerima
dana kompensasi dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Persentase Kesediaan Rumahtangga dalam Menerima Dana Kompensasi
Alokasi dana kompensasi yang diharapkan oleh responden akan
dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Sebanyak 40 responden (57%)
menyatakan akan mengalokasikan dana kompensasi yang diterima untuk biaya
kesehatan. Sebanyak 25 responden (22 %) menyatakan akan memanfaatkan dana
kompensasi untuk biaya tambahan untuk membeli air bersih yang biasanya di
peroleh dari tetangga yang menggunakan PAM dan dari pembelian air galon.
Sebanyak 10 responden (14 %) menyatakan akan menggunakan dana kompensasi
untuk biaya tambahan pembelian alat penyaring air atau pemasangan air ledeng,
sedangkan tujuh persen responden akan mengalokasikan untuk biaya lainnya
seperti tambahan biaya hidup, biaya pendidikan anak, dan tambahan modal
usaha. Sebaran rencana alokasi penggunaan dana kompensasi oleh responden
60 Gambar 17. Rencana Alokasi Penggunaan Dana Kompensasi oleh
Rumahtangga
Sebanyak 10 orang responden yang tidak bersedia untuk menerima dana
kompensasi (14 %) menyatakan bahwa mereka tidak memilih dana kompensasi
sebagai ganti rugi karena mereka tidak yakin bahwa perusahaan akan pernah
memberikan dana kompensasi tersebut karena sebelumnya masyarakat sudah
sangat sering melakukan demo tuntutan ganti rugi atas pencemaran, namun tidak
dikabulkan oleh perusahaan. Responden mengharapkan bentuk kompensasi
berupa perbaikan Infrastruktur (Jalan, Jembatan, Listrik.dll), pembangunan klinik
kesehatan dan penyediaan alat penyaring air bersih. Sebanyak 60 persen
responden menginginkan perusahaan menyediakan alat penyaring air bersih bagi
setiap rumah tangga sebagai bentuk kompensasi atas pencemaran yang dirasakan.
Sebanyak 30 persen responden menginginkan pembangunan klinik kesehatan di
daerah tempat tinggalnya karena mereka merasakan kesehatan terganggu akibat
konsumsi air sungai yang telah tercemar industri, dan hanya 10 persen responden
saja yang menginginkan kompensasi berupa perbaikan infrastruktur. Sebaran
61 Gambar 18. Sebaran Keinginan Bentuk Kompensasi Rumahtangga Selain
Dana
Berdasarkan analisis regresi logistik diperoleh nilai peluang potensial dan
aktual dari jumlah responden yang bersedia dan tidak bersedia menerima dana
kompensasi. Kondisi potensial ditunjukkan dengan nilai harapan (expectation) dan
kondisi aktual ditunjukkan dengan nilai observasi (observation). Tabel 6
menunjukkan nilai observasi dan harapan terhadap peluang kesediaan responden.
Tabel 6. Nilai Observasi dan Harapan Terhadap Peluang Kesediaan Rumahtangga
Observasi
Harapan Kesediaan
Tidak Bersedia Bersedia Total Koreksi (persen) Frekuensi (orang) Persentase (%) Frekuensi (orang) Persentase (%) Kesediaan Tidak Bersedia 5 0,5 5 0,5 10 50,0 Bersedia 3 0,05 57 0,95 60 95,0 Total 8 0,11 62 0,89 70 -
Nilai Keseluruhan Terkoreksi 88,6
Sumber : Data Primer Diolah, 2012
Dari Tabel 6 dapat dilihat nilai observasi dan harapan terhadap peluang
kesediaan responden dalam menerima dana kompensasi akibat eksternalitas
negatif secara keseluruhan. Terdapat perbedaan antara nilai keseluruhan terkoreksi
sebesar 88,6 persen dan diduga terdapat dua responden yang menjawab dengan
62
menunjukkan bahwa nilai p 0,992 lebih besar dari alpha 0,2, yang berarti bahwa
data empiris cocok dengan model (Lampiran 6).
Model yang dihasilkan yaitu :
Li = 21,246 + 0,001 BPAB + 0,001 BKSH
Tabel 7. Hasil Logit Kesediaan Rumahtangga Menerima dana kompensasi pencemaran Sungai Musi
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a Constant 21.246 2.268E4 .000 1 .999 1.687E9
Usia -.040 .053 .566 1 .452 .961 Dburuh(1) -1.045 2.645 .156 1 .693 .352 Dnlyn (1) -19.091 2.268E4 .000 1 .999 .000 Dwrsta (1) 1.086 2.415 .202 1 .653 2.962 PDK .413 3 .938 PDK (1) 21.112 1.051E4 .000 1 .998 1.475E9 PDK (2) 1.160 1.829 .403 1 .526 3.190 PDK (3) .833 1.866 .199 1 .655 2.300 PDPT .000 .000 .845 1 .358 1.000 JTG -.250 .364 .471 1 .493 .779 LT -.017 .050 .111 1 .739 .983 JTT .001 .001 1.072 1 .300 1.001 KWA 2.147 3 .542 KWA(1) -.671 1.949 .118 1 .731 .511 KWA (2) -1.505 1.897 .629 1 .428 .222 KWA(3) -3.403 2.721 1.563 1 .211 .033 BPAB .001 .000 2.628 1 .105* 1.000 BKSH .001 .000 1.997 1 .158** 1.000 Hosmer and Lemeshow Test 99,2 % Sumber : Data Primer Diolah, 2012
Keterangan : * nyata pada taraf α = 15% ** nyata pada taraf α = 20%
Berdasarkan Tabel 7 diketahui variabel-variabel yang berpengaruh nyata
terhadap model pada alpha 15% dan 20%, yaitu variabel biaya pengeluaran air
bersih dan biaya kesehatan.
Variabel biaya pengeluaran air bersih memiliki nilai P-value 0,105 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,15 (15%).
63
Koefisien variabel ini bertanda positif (+) berarti semakin tinggi biaya
pengeluaran air bersih responden, maka peluang kesediaan menerima dana
kompensasi akibat eksternalitas negatif yang timbul semakin besar. Nilai Exp(B)
variabel ini bernilai 1,000 artinya peluang kesediaan menerima responden dengan
biaya pengeluaran air bersih yang lebih tinggi, satu kali lebih besar daripada
responden dengan biaya pengeluaran air bersih yang lebih rendah.
Variabel biaya kesehatan memiliki nilai P-value 0,158 yang artinya
variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,2 (20%). Koefisien variabel ini bertanda positif (+) berarti semakin tinggi biaya kesehatan
responden, maka peluang kesediaan menerima dana kompensasi akibat
eksternalitas negatif yang timbul juga semakin besar. Nilai Exp (B) variabel ini
bernilai 1,000 artinya peluang kesediaan menerima responden dengan biaya
kesehatan yang lebih tinggi, satu kali lebih besar daripada responden dengan biaya
kesehatan yang lebih rendah.
6.3. Analisis Willingness to Accept (WTA) Responden Terhadap dana Kompensasi Akibat Eksternalitas Negatif Pencemaran Sungai Musi
Analisis Willingness to Accept (WTA) dari masyarakat yang merasakan
eksternalitas negatif dari pencemaran Sungai Musi akibat kegiatan industri di
Kota Palembang dilakukan dengan cara menanyakan kepada 70 orang responden
mengenai kesediaan mereka untuk menerima dana kompensasi. Pendekatan
Contingent Valuation Method (CVM) dalam penelitian ini digunakan untuk
menganalisis WTA tersebut. Hasil pelaksanaan langkah kerja pada metode CVM
64 1. Membangun Pasar Hipotetis
Seluruh responden diberikan skenario bahwa industri di sekitar Sungai
Musi akan memberlakukan kebijakan baru yaitu pemberian dana kompensasi
terhadap masyarakat yang terkena dampak pencemaran. Kompensasi tersebut
sebagai ganti rugi atas penurunan kualitas air Sungai Musi karena kegiatan
industri yang menghasilkan limbah dan zat buangan yang dilepas ke sungai. Dana
kompensasi ini mencerminkan besarnya nilai kerugian yang dirasakan dan
kesediaan menerima penurunan kualitas lingkungan.
2. Memperoleh Nilai WTA
Survei dilakukan dengan wawancara langsung, dan responden ditanya
nilai minimum WTA dengan metode kartu pembayaran (Payment Card).
Responden menginginkan nilai yang bervariasi mulai dari Rp.150.000,00 hingga
Rp.250.000,00. Starting point nilai WTA ditentukan berdasarkan biaya kesehatan.
3. Menghitung Dugaan Nilai Rata-rata WTA
Dugaan nilai rataan WTA (estimating mean WTA) responden dihitung
berdasarkan distribusi WTA responden. Perhitungan WTA rumahtangga dapat
dilihat pada Tabel 8. Dugaan nilai rataan WTA rumahtangga dari perhitungan
adalah sebesar Rp. 210.333,3 per bulan per rumahtangga. Nilai tersebut
mencerminkan besarnya kerugian setiap individu yang terkena eksternalitas atas
65
Tabel 8. Distribusi WTA Rumahtangga di Sungai Musi
No Nilai WTA (Rp/bulan/RT) Responden Mean WTA (Rp) Frekuensi (Orang) Frekuensi Relatif (%) 1 150000 5 0,08 12500 2 165000 7 0,12 19250 3 180000 6 0,10 18000 4 195000 5 0,08 16250 5 210000 8 0,13 28000 6 225000 10 0,17 37500 7 240000 2 0,03 8000 8 250000 17 0,28 70833,3 Total 60 1,00 210333,3
Sumber : Data Primer Diolah, 2012
4. Menduga Kurva Penawaran ( Bid Curve )
Berdasarkan nilai WTA responden terhadap dana kompensasi yang
diinginkan sebagai ganti rugi atas pencemaran Sungai Musi akan dibentuk kurva
WTA. Kurva ini menggambarkan hubungan antara tingkat WTA yang diinginkan
(dalam Rp/bulan/RT) dengan jumlah responden yang bersedia menerima pada
tingkat WTA tersebut (orang). Diperoleh kurva tawaran WTA yang dapat dilihat
pada Gambar 19. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi nilai
WTA yang ditawarkan, maka akan semakin banyak responden yang bersedia
menerima dana kompensasi.
Sumber : Data Primer Diolah, 2012
66 5. Menentukan Total WTA (Agregating Data)
Hasil perhitungan distribusi besaran WTA dapat dilihat pada Tabel 9.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai total WTA responden adalah
sebesar Rp.13.325.000,00 per bulan. Nilai total WTA masyarakat diduga sebesar
Rp.17.804.293.178,00 per bulan, yang diperoleh dari hasil perkalian jumlah
rumahtangga di tiga kecamatan yang menjadi lokasi penelitian dengan rata-rata
WTA rumahtangga. Nilai tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
oleh industri dalam pengambilan keputusan pada penyelesaian eksternalitas
negatif di sepanjang Sungai Musi yang diduga akan ditanggung oleh kurang lebih
24 industri yang berada di pinggiran Sungai Musi.
Tabel 9. Total WTA Rumahtangga
No Nilai WTA (Rp/bulan/RT) Responden Jumlah WTA (Rp) Frekuensi (Orang) Persentase (%) 1 150000 5 0,08 750000 2 165000 7 0,12 1155000 3 180000 6 0,1 1080000 4 195000 5 0,08 1680000 5 210000 8 0,13 1680000 6 225000 10 0,17 2250000 7 240000 2 0,03 480000 8 250000 17 0,28 4250000 Total 60 1,00 13 325 000
Sumber : Data Primer Diolah, 2012 6. Evaluasi Pelaksanaan CVM
Hasil analisis regresi berganda yang dilakukan diperoleh nilai R-adjusted
square sebesar 30,6% (Tabel 10). Menurut Mitchell dan Carson (1989) dalam
Hanley dan Spash (1993) penelitian yang berkaitan dengan benda-benda
lingkungan dapat mentolerir nilai R2 hingga 15%. Hasil pelaksanaan CVM dalam
67 6.4. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai WTA
Responden
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi WTA dilakukan dengan teknik
regresi berganda. Fungsi Willingness to Accept (WTA) masyarakat yang terkena
eksternalitas negatif dari pencemaran Sungai Musi akibat kegiatan industri
diamati dengan memasukkan variabel terikat (dependent variable) dan variabel
bebas (independent variable) yang diduga berpengaruh. Hasil analisis nilai WTA
responden dapat dilihat pada (Tabel 10).
Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai R-adjusted square sebesar
30,6%, nilai tersebut relatif baik yang berarti bahwa keragaman WTA responden
sebesar 30,6% dapat dijelaskan oleh model, sisanya 69,4% dijelaskan oleh
variabel diluar model. Nilai F hitung sebesar 3,535 dengan nilai P-value uji F
sebesar 0,001 (Lampiran 7) menunjukkan variabel-variabel penjelas dalam model
secara bersama-sama berpengaruh nyata pada taraf nyata α 15 persen.
Model regresi linear berganda harus memenuhi asumsi, dimana tidak ada
masalah multikolinearitas, autokorelasi, heteroskedastisitas, dan uji asumsi
normalitas. Hasil uji tersebut adalah disajikan sebagai berikut :
1. Uji Multikolinearitas
Pengujian terhadap multicollinearity didasarkan pada nilai VIF pada
model. Apabila Varian Inflation Factor (VIF) < 10 maka tidak ada masalah
multikolinear. Nilai VIF pada Tabel 10 terlihat bahwa masing-masing variabel
bebas memiliki nilai yang kurang dari sepuluh. Nilai tersebut menunjukkan bahwa
68 2. Uji Autokorelasi
Pengujian terhadap autokorelasi didasarkan dengan menggunakan uji
Durbin-Watson (Tabel 10). Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai statistik
DW 2,360. Nilai tersebut berada diantara 1,55 dan 2,46 maka dari nilai DW
tersebut menunjukkan tidak ada autokorelasi (Firdaus,2004).
3. Uji Heteroskedastisitas
Dari grafik scatterplots Gambar 20 terlihat bahwa titik-titik menyebar
secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y
dan tidak membentuk pola apapun. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
heteroskedastisitas pada model regresi.
Sumber : Data Primer Diolah, 2012
Gambar 20. Scatterplot pada WTA Responden
4. Uji Asumsi Normalitas
Pengujian dengan SPSS berdasarkan pada uji Kolmogorov–Smirnov. Pada
Tabel 10 diperoleh taraf signifikansi 0,292 dengan demikian, data residual
berdistribusi normal pada taraf signifikansi 0,15 (α 15%). Dapat disimpulkan
69
distribusi data dinyatakan memenuhi asumsi normalitas atau galat menyebar
normal.
Asumsi-asumsi analisis regresi terpenuhi, hal ini berarti bahwa model
tersebut layak untuk digunakan. Model yang dihasilkan dalam analisis ini adalah :
WTA = 324411,152 – 1781,506 US – 90044,732Dwrsta –26520,738 PDK - 0,037 PDPT + 18,870 JTT + 0,617 BPAB + 0,343 BKSH + εi
Tabel 10. Hasil Estimasi Model Regresi Linear Berganda Terhadap Besarnya Nilai WTA Rumahtangga
Variabel B Std. Error T Sig. Tolerance VIF
(Constant) 324411.152 75056.569 4.322 .000 US -1781.506 823.717 -2.163 .035** .634 1.578 Dburuh -61761.639 49228.749 -1.255 .215 .109 9.197 Dnlyn 10540.179 59719.441 .176 .861 .441 2.267 Dwrsta -90044.732 47881.483 -1.881 .065*** .113 8.874 PDK -26520.738 12179.768 -2.177 .034** .498 2.008 PDPT -.037 .014 -2.636 .011** .534 1.872 JTG 876.330 5320.255 .165 .870 .703 1.423 LT -220.044 665.351 -.331 .742 .614 1.628 JTT 18.870 12.225 1.544 .128**** .665 1.504 KWA -2801.378 8146.757 -.344 .732 .560 1.785 BPAB .617 .216 2.858 .006* .614 1.629 BKSH .343 .104 3.288 .002* .734 1.362
a. Dependent Variable: DanaKompensasi
R- square 42,7 %
R- square adj. 30,6 % Durbin-Watson 2,366 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,292
Sumber : Data Primer Diolah, 2012
Keterangan : * nyata pada taraf α = 1% ** nyata pada taraf α = 5% *** nyata pada taraf α = 10% ****nyata pada taraf α = 15%
Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa variabel-variabel yang berpengaruh
70
wiraswasta, tingkat pendidikan, pendapatan, jarak tempat tinggal, biaya tambahan
pengeluaran air bersih, dan biaya kesehatan.
Variabel usia memiliki nilai P-value 0,035 yang artinya variabel ini
berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,05 (5%). Koefisien variabel ini bertanda negatif (-) dengan nilai 1781,506. Hal ini menggambarkan bahwa jika
usia responden meningkat satu satuan (tahun), maka diduga besarnya rata-rata
nilai WTA responden akan menurun sebesar 1781,506 satuan (rupiah) dengan
asumsi cateris paribus. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal, dikarenakan
responden dengan usia yang semakin tua memilih nilai kompensasi dengan
pertimbangan terlebih dahulu dan dipengaruhi oleh tekanan akan kebutuhan hidup
yang tinggi, sehingga bersedia memilih nilai yang rendah daripada tidak
menerima kompensasi sama sekali.
Variabel dummy wiraswasta memiliki nilai P-value 0,065. Variabel
tersebut berpengaruh nyata pada taraf nyata α = 0,10 (10%). Koefisien variabel ini bertanda negatif (-) dengan nilai sebesar 90044,732. Tanda negatif (-)
menunjukkan bahwa responden yang bekerja sebagai wiraswasta menginginkan
nilai WTA yang lebih rendah. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal, diduga
karena responden wiraswasta yang kebanyakan berdagang dan berjualan makanan
tidak merasa pembeli semakin berkurang karena pencemaran tersebut. Responden
berpendapat bahwa dana kompensasi merupakan dana imbangan yang akan
mereka terima jika mereka tidak dapat bekerja karena eksternalitas negatif yang
timbul dari pencemaran Sungai Musi.
Variabel tingkat pendidikan memiliki nilai P-value 0,034. Variabel
71
adalah bertanda negatif (-) dengan nilai sebesar 26520,738. Tanda negatif
menunjukkan bahwa jika tingkat pendidikan meningkat sebesar satu satuan
(tingkatan pendidikan), maka diduga rata-rata nilai WTA akan menurun sebesar
26520,738 satuan (rupiah) dengan asumsi cateris paribus. Hal ini tidak sesuai
dengan hipotesis awal dimana tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap
besarnya nilai WTA responden. Hal ini dikarenakan responden dengan pendidikan
yang semakin tinggi cenderung mempertimbangkan dan mengkalkulasi terlebih
dahulu nilai WTA yang diharapkan, sehingga nilai yang diinginkan tidak asal
pilih atau sembarangan. Sementara responden dengan tingkat pendidikan yang
lebih rendah biasanya dengan spontanitas memilih nilai WTA yang tinggi.
Variabel pendapatan memiliki nilai P-value 0,011. Variabel tersebut
berpengaruh nyata pada taraf nyata α = 0,05 (5%). Koefisien variabel ini adalah
bertanda negatif (-) dengan nilai sebesar 0,037. Tanda negatif menunjukkan
bahwa responden dengan tingkat pendapatan yang tinggi menginginkan nilai
WTA yang lebih rendah. Jika tingkat pendapatan meningkat sebesar satu satuan
(Rp) maka diduga rata-rata nilai WTA akan menurun sebesar 0,037 satuan
(rupiah) dengan asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal
dimana tingkat pendapatan berpengaruh negatif terhadap besarnya nilai WTA
responden. Hal ini dikarenakan responden dengan tingkat pendapatan yang tinggi
akan merasa semakin berkecukupan untuk mengatasi dampak pencemaran
sehingga nilai WTA yang diinginkan rendah.
Variabel jarak tempat tinggal memiliki nilai P-value 0,128. Variabel
tersebut berpengaruh nyata pada taraf nyata α = 0,15 (15%). Koefisien variabel ini
72
tinggal dari industri, maka besarnya nilai WTA yang diharapkan responden akan
semakin tinggi. Nilai koefisien sebesar 18,870 yang artinya bahwa jika jarak
tempat tinggal meningkat sebesar satu satuan (meter), maka diduga rata-rata nilai
WTA akan meningkat sebesar 18,870 satuan (rupiah) dengan asumsi cateris
paribus. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal dimana jarak tempat tinggal
yang semakin dekat dengan sumber pencemaran diduga akan membuat nilai WTA
yang diinginkan akan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan pencemaran industri
terjadi di sepanjang Sungai Musi, sehingga responden dengan jarak tempat tinggal
yang jauh juga turut merasakan dampak dari pencemaran industri, karena sifat air
sungai yang mengalir. Hal ini juga disebabkan oleh adanya bantuan sembako
setiap tahunnya dari industri bagi warga disekitarnya, sehingga responden dengan
jarak tempat tinggal yang dekat dengan industri terkadang merasa cukup dengan
bantuan tersebut, sehingga nilai WTA yang diinginkannya rendah.
Variabel biaya pengeluaran air bersih memiliki nilai nilai P-value 0,006. Variabel tersebut berpengaruh nyata pada taraf nyata α = 0,01 (1%). Koefisien variabel ini adalah bertanda positif (+) dengan nilai sebesar 0,617 yang
menunjukkan bahwa semakin besar biaya pengeluaran air bersih, maka besarnya
nilai WTA yang diharapkan responden akan semakin tinggi. Peningkatan satu
satuan biaya tambahan pengeluaran untuk memperoleh air bersih (Rp), maka
diduga akan meningkatkan rata-rata WTA sebesar 0,617 satuan (rupiah) dengan
asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal.
Variabel biaya kesehatan memiliki nilai nilai P-value 0,002. Variabel
tersebut berpengaruh nyata pada taraf nyata α = 0,01 (1%). Koefisien variabel ini adalah bertanda positif (+) dengan nilai sebesar 0,343 yang menunjukkan bahwa
73
semakin besar biaya kesehatan, maka besarnya nilai WTA yang diharapkan
responden akan semakin tinggi. Peningkatan satu satuan biaya kesehatan (Rp),
maka diduga akan meningkatkan rata-rata WTA sebesar 0,343 satuan (rupiah)
dengan asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal.
Variabel pekerjaan buruh memiliki nilai P-value 0,215. Variabel tersebut
tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0,2 (20%). Koefisien
variabel ini adalah bertanda negatif (-) dengan nilai sebesar 61761,639. Tanda
negatif (-) menunjukkan bahwa responden yang bekerja sebagai buruh
menginginkan nilai WTA yang lebih rendah. Hal ini tidak sesuai dengan
hipotesis awal. Responden berpendapat bahwa dana kompensasi merupakan dana
imbangan yang akan mereka terima jika mereka tidak dapat bekerja karena
eksternalitas negatif yang timbul dari pencemaran Sungai Musi. Apabila
responden bekerja sebagai buruh, maka diduga besarnya rata-rata nilai WTA
responden akan menurun sebesar 61761,639 (rupiah) dengan asumsi cateris
paribus.
Variabel pekerjaan nelayan memiliki nilai P-value 0,861. Variabel tersebut
tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0,2 (20%). Koefisien
variabel ini adalah bertanda positif (+) dengan nilai sebesar 10540,179. Tanda
positif (+) menunjukkan bahwa responden yang bekerja sebagai nelayan
menginginkan nilai WTA yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal.
Apabila responden bekerja sebagai nelayan, maka diduga besarnya rata-rata nilai
WTA responden akan meningkat sebesar 10540,179 (rupiah) dengan asumsi
cateris paribus. Hal ini disebabkan karena pekerjaan nelayan yang berkaitan
74
nelayan menurun. Oleh karena itu mereka menginginkan nilai WTA yang tinggi
sebagai biaya imbangan atas penurunan hasil tangkapan mereka.
Variabel jumlah tanggungan memiliki nilai P-value 0,870 yang artinya
variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,2 (20%).
Koefisien variabel ini bertanda positif (+) dengan nilai 876,330. Hal ini
menggambarkan bahwa jika jumlah tanggungan meningkat satu satuan (orang),
maka diduga besarnya rata-rata nilai WTA responden akan meningkat sebesar
876,330 satuan (rupiah) dengan asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan
hipotesis awal. Berdasarkan hasil wawancara langsung, responden dengan jumlah
tanggungan yang tinggi memiliki kebutuhan yang tinggi pula sehingga mereka
mengharapkan nilai kompensasi yang tinggi.
Variabel lama tinggal memiliki nilai P-value 0,742. Variabel tersebut tidak
berpengaruh nyata pada taraf nyata α = 0,2 (20%). Koefisien variabel ini adalah bertanda negatif (-) yang menunjukkan bahwa semakin lama tinggal di pinggiran
Sungai Musi, maka besarnya nilai WTA yang diharapkan responden akan semakin
rendah. Nilai koefisien sebesar 220,044 yang artinya bahwa jika lama tinggal
meningkat sebesar satu satuan (tahun), maka diduga rata-rata nilai WTA akan
menurun sebesar 220,044 satuan (rupiah) dengan asumsi cateris paribus. Hal ini
tidak sesuai dengan hipotesis awal. Hal ini dikarenakan responden yang tinggal
sudah cukup lama di pinggiran Sungai Musi telah terbiasa dengan kondisi air yang
tercemar dan telah terbiasa dengan udara yang tidak nyaman dari limbah industri.
Variabel kualitas dan kuantitas air memiliki nilai P-value 0,732 yang
artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,2 (20%). Koefisien variabel ini bertanda negatif (-) dengan nilai 2801,378. Hal ini
75
menggambarkan bahwa jika kualitas dan kuantitas air semakin baik, maka diduga
besarnya rata-rata nilai WTA responden akan menurun sebesar 2801,378 satuan
(rupiah) dengan asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal.
Variabel buruh, nelayan, jumlah tanggungan, lama tinggal, kualitas dan
kuantitas air tidak berpengaruh nyata dalam model ini. Nilai P-value
masing-masing variabel (Tabel 10) lebih besar dari taraf α = 0,2 (20%). Variabel-variabel
tersebut hanya menyebabkan perubahan kecil dibandingkan dengan variabel yang