• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEHADIRAN DAN KETIDAKHADIRAN PEMILIH DI TPS PADA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD, DPRD DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014 DI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEHADIRAN DAN KETIDAKHADIRAN PEMILIH DI TPS PADA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD, DPRD DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014 DI"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

KEHADIRAN DAN KETIDAKHADIRAN PEMILIH DI TPS

PADA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD, DPRD

DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL

PRESIDEN TAHUN 2014

DI KABUPATEN CIAMIS

KOMISI PEMILIHAN UMUM

KABUPATEN CIAMIS

(2)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) ii

DAFTAR ISI DAFTAR ISI ii DAFTAR TABEL iv DAFTAR GRAFIK v DAFTAR GAMBAR vi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Maksud dan Tujuan ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Sistematika Laporan ... 6

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Partisipasi ... 7

2.2 Pengertian Partisipasi Politik ... 9

2.3 Bentuk-bentuk partisipasi Politk ... 21

2.4 Kehadiran dalam Pemungutan Suara Voter Turnout ... 26

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bentuk Penelitian ... 27

3.2 Objek Penelitian ... 28

3.3 Populasi dan Sampel ... 28

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 30

3.5 Metode Analisa ... 31

3.6 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan ... 31

3.7 Pembiayaan ... 32

3.8 Tempat Penelitian ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Existing Kabupaten Ciamis ... 34

4.2 Profil Responden ... 36

4.3 Pembahasan ... 51

4.3.1 Partisipasi Politik pada Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD ... 51

(3)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) iii

4.3.2 Partisipasi Politik pada Pemilihan Umum Presiden

dan Wakil Presiden ... 54 4.3.3 Hadirnya Golput pada Pemilihan Anggota DPR,

DPD, DPRD dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden ...

56

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan ... 63 5.2 Rekomendasi ... 63

DAFTAR PUSTAKA 64

(4)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat per Kecamatan

Kabupaten Ciamis ... 3 Tabel 1.2 Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat per Kecamatan

Kabupaten Pangandaran ... 4 Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 32 Tabel 4.1 Perolehan Kursi DPRD Kabupaten Ciamis dan Pangandaran .. 35 Tabel 4.2 Tingkat Kehadiran dan ketidakhadiran Pemilihan pada Pileg

(5)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) v

DAFTAR GRAFIK Grafik 4.1 Keadaan Responden Berdasarkan Usia ... 36

Grafik 4.2 Keadaan Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 37

Grafik 4.3 Keadaan Responden Berdasarkan Status Perkawinan ... 38

Grafik 4.4 Keadaan Responden Berdasarkan Pendidikan ... 38

Grafik 4.5 Keadaan Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 39

Grafik 4.6 Hadir dalam Pemilihan Umum Calon anggota DPR, DPD, dan DPRD dan Pemilihan Presiden ... 40 Grafik 4.7 Alasan apa yang mendorong Datang ke TPS ... 41

Grafik 4.8 Alasan Tidak Datang ke TPS ... 41

Grafik 4.9 Sikap Terhadap Calon yang dipilih ... 42

Grafik 4.10 Latar Belakang Paling Cocok untuk Seorang Pemimpin ... 42

Grafik 4.11 Partisipasi dalam Kampanye ... 43

Grafik 4.12 Penghasilan Responden ... 44

Grafik 4.13 Kecukupan Penghasilan ... 45

Grafik 4.14 Tempat Tinggal Responden ... 46

Grafik 4.15 Jarak Tempat Tinggal ke TPS ... 46

Grafik 4.16 Alat Transportasi ke TPS ... 47

Grafik 4.17 Persepsi terhadap Pelaksanaan Pemilu ... 48

Grafik 4.18 Cara Kenal dengan Calon ... 49

Grafik 4.19 Membaca Berita Massa ... 49

Grafik 4.20 Frekuensi Membaca Koran Lokal ... 50

(6)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Suatu Hierarki Partisipasi Politik ... 23 Gambar 3.1 Peta Lokasi Peneltian ... 33

(7)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Untuk mewujudkan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang demokratis di Indonesia diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu). Penyelenggaraan Pemilu yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil hanya dapat terwujud apabila penyelenggara Pemilu mempunyai integritas yang tinggi serta memahami dan menghormati hak-hak sipil dan politik dari warga negara, sebaliknya penyelenggara Pemilu yang lemah berpotensi menghambat terwujudnya Pemilu yang berkualitas.

Selain penyelenggara yang dituntut untuk mempunyai integritas yang tinggi, tentunya diperlukan pula kesadaran politik masyarakat, sebagai warga negara yang mempunyai hak untuk menentukan nasib bangsanya. Kesadaran masyarakat dalam Pemilu tentunya tentunya menjadi faktor penting ketika melihat lancar tidaknya penyelenggaraan Pemilu. Jangan sampai menurunnya kehadiran masyarakat dalam Pemilu, selalu ditujukan kepada penyelenggara Pemilu yang tidak profesional.

Keberadaan penyelenggaran Pemilu yang berintegritas itu, pada dasarnya untuk menjamin tujuan Pemilu terjamin pelaksanaannya, yang tiada lain tujuan Pemilu itu adalah untuk 1) Melaksanakan kedaulatan rakyat; 2) Sebagai perwujudan hak asasi politik rakyat; 3) Untuk memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di DPR, DPD dan DPRD, serta memilih Presiden dan Wakil Presiden; 4) Melaksanakan pergantian personal pemerintahan secara damai, aman, dan tertib (secara konstitusional); dan 5) Menjamin kesinambungan pembangunan nasional.

(8)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 2

Dengan demikian kehadiran atau keikutsertakan warga negara memberikan suara pada pemilu yang dikenal dengan istilah “voter turnout”, merupakan salah satu bagian dari partisipasi politik warga negara, baik dalam Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi atau kabupaten/kota, pemilihan Presiden, maupun dalam Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota.

Voter Turnout sendiri bukanlah merupakan faktor penentu untuk mengukur

sebuah negara demokrasi atau tidak, bahkan dari berbagai hasil penelitian bahwa

voter turnout hanya merupakan kecil saja dari demokrasi. Karena parameter

negara demokrasi atau dikenal dengan democracy index hanyalah melihat 5 indikator makro, yaitu proses pemilu dan pluralisme, kebebasan sipil, fungsi pemerintahan, partisipasi politik, dan budaya politik.

Salah satu indikator makro, yaitu partisipasi politik selalu menjadi perhatian banyak pihak, karena angka partisipasi politik dalam keikutsertaan atau kehadiran dalam Pemilu merupakan angka nyata yang mudah dihitung dan diperbandingkan dengan jumlah pemilih, sehingga sangat wajar sekali kalau publik sering mengkritisi angka partisipasi politik rendah atau buruk.

Begitu besar perhatian terhadap angka kehadiran dalam pemilu, tentunya menjadi perhatian pula terhadap golongan putih (Golput) yang setiap saat memiliki angka yang semakin meningkat, tercatat sejak pemilu tahun 1955 sebesar 8,6% tahun 2014 menjadi 24,8%, angka ini tentunya sudah menjadi usaha penyelenggara yang sangat baik, karena tahun sebelumnya (2009) angka Golput

(9)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 3

mencapai 29,1%, usaha yang luar bisa dalam periode 5 tahun dapat menurunkan angka Golput sebesar 4,3%.

Bukan hanya dalam angka kehadiran dalam pemilu secara umum, untuk kehadiran dalam pemilu legislatif dan pemilu Pilpres pun menjadi catatan tersendiri, karena tingkat kehadiran dalam legislatif selalu lebih tinggi di bandingkan dengan kehadiran dalam pemilu presiden. Padahal dilihat dari kesulitan dalam melakukan pencoblosan, pemilu legislatif memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pilpres.

Di Kabupaten Ciamis sendiri untuk tingkat partisipasi pemilih dalam kehadirannya di Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada Pemilu Legislatif mencapai 78,4% sementara untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sebesar 76,20%. Seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.1

Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat per Kecamatan Kabupaten Ciamis

No Kecamatan Tingkat Partisipasi Selisih Pileg Presiden 1 Ciamis 80,2 81,54 -1,34 2 Cikoneng 75,81 75,9 -0,09 3 Cijeungjing 79,61 79,44 0,17 4 Sadananya 79,66 76,77 2,89 5 Cidolog 78,22 74,25 3,97 6 Cihaurbeuti 70,41 68,13 2,28 7 Panumbangan 72,78 68,94 3,84 8 Panjalu 74,48 66,68 7,8 9 Kawali 79,4 76,72 2,68 10 Panawangan 73,14 71,75 1,39 11 Cipaku 72,41 68,69 3,72 12 Jatinagara 69,07 66,27 2,8 13 Rajadesa 71,2 66,78 4,42 14 Sukadana 80,29 76,67 3,62 15 Rancah 75,66 73,08 2,58 16 Tambaksari 78,36 76,74 1,62 17 Lakbok 66,23 65,55 0,68

(10)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 4

No Kecamatan Tingkat Partisipasi Selisih Pileg Presiden 18 Banjarsari 71,67 70,21 1,46 19 Pamarican 72,57 71,04 1,53 20 Cimaragas 79,52 77,31 2,21 21 Cisaga 77,85 76,68 1,17 22 Sindangkasih 74,78 73,63 1,15 23 Baregbeg 79,98 78,6 1,38 24 Sukamantri 71,53 64,75 6,78 25 Lumbung 73,73 70,59 3,14 26 Purwadadi 67,88 66,57 1,31 Jumlah 74,86 73,36 1,50

Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2015

Dengan melihat gambaran di atas, peneliti bermaksud untuk meneliti mengenai kehadiran dan ketidakhadiran pemilih di TPS pada pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD dan pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun 2014 di Kabupaten Ciamis.

Tabel 1.2

Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat per Kecamatan Kabupaten Pangandaran No Kecamatan Tingkat Partisipasi Selisih Pileg Presiden 1 PADAHERANG 70,82 68,11 -2,71 2 KALIPUCANG 79,88 77,06 -2,82 3 PANGANDARAN 77,5 78,84 1,34 4 SIDAMULIH 79,78 80,03 0,25 5 PARIGI 83,17 83,17 0 6 CIJULANG 85,13 84,43 -0,7 7 CIMERAK 78,15 76,91 -1,24 8 CIGUGUR 77,23 75,65 -1,58 9 LANGKAPLANCAR 80,04 76,64 -3,4 10 MANGUNJAYA 72,44 68,69 -3,75 JUMLAH 78,41 76,95 -1,461

(11)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:

a. Mengapa angka partisipasi pemilu legislatif menurun di banding pemilu sebelumnya ?

b. Mengapa angka partisipasi Pilpres menyimpang dari pola pada pemilu-pemilu sebelumnya?

c. Mengapa Golput selalu hadir dalam setiap pemilu? apa penyebabnya !

1.3 Maksud dan Tujuan

a. Untuk mengetahui alasan tentang naiknya partisipasi legislatif di banding pemilu sebelumnya;

b. Untuk mengetahui alasan penyimpangan partisipasi Pemilu Pilpres dibandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya; dan

c. Untuk mengetahui alasan hadirnya golput dalam setiap Pemilu beserta penyebab terjadinya golput.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti atau KPU Kabupaten Ciamis dengan mengetahui alasan kehadiran dan ketidakhadiran pemilih saat Pemilu Legislatif dan Pilpres tahu 2014 di Kabupaten Ciamis, sehingga dapat menjadi pengalaman yang tidak boleh di ulangi dalam pemilu selanjutnya. Sedangkan bagi KPU Provinsi dan KPU Republik Indonesia dapat bermanfaat sebagai masukan untuk penyempurnaan kebijakan yang dihasilkan oleh KPU Republik Indonesia.

(12)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 6

1.5 Sistematika Laporan

Adapun sistematika laporan hasil penelitian ini adalah: BAB I PENDAHULUAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

(13)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Partisipasi

Salah satu hal yang penting dalam demokrasi adalah partisipasi, pengertian partisipasi itu sendiri menurut Kamus Politik, karangan Marbun (1996: 479) adalah ikut serta atau dengan istilah populer ikutnya seseorang atau badan dalam pekerjaan atau rencana besar. Sedangkan menurut sosiolog Soerjono Soekamto (1993: 310) bahwa partisipasi dalah “setiap proses identifikasi atau menjadi peserta proses komunikasi atau kegiatan bersama dalam suatu sistem sosial tertentu”.

Dari dua pendapat tersebut pada intinya ada hal yang perlu digaris bawahi, yaitu adanya “keterlibatan” dari seseorang atau lembaga dalam proses yang ada dalam masyarakat. Keterlibatan disini dilakukan dengan tidak ada paksaan dari orang lain/lembaga lain, dalam pengertian masyarakat yang melakukan peran serta dalam kegiatan yang ada dalam masyarakat itu sendiri tidak melalui paksaan apapun.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, partisipasi diartikan sebagai “hal turut berperan serta dalam suatu kegiatan”. Selanjutnya Dawam Raharjo (1985: 78) mendefinisikan partisipasi sebagai “keikutsertaan suatu kelompok masyarakat dalam suatu program-program pemerintah”.

Definisi tersebut sangat berhubungan sekali dengan partisipasi dalam bidang pembangunan, terlihat dengan adanya keterhubungan antara masyarakat dengan pemerintah dalam suatu program-program yang telah ditentukan oleh pemerintah.

(14)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 8

Kemudian Dawam juga dalam buku yang sama menerangkan bahwa, orang yang melakukan partisipasi disebut partisipan, yang berarti orang yang mengambil bagian dalam kegiatan suatu kelompok, memainkan suatu peranan dan menjadi anggota yang aktif dalam suatu kelompok fungsional.

Sedangkan Weiner berpendapat, seperti dikutip Raharjo bahwa partisipasi berhubungan dengan politik, dengan pengertian bahwa partisipasi adalah “upaya berorganisasi dari warga negara untuk memilih pemimpin mereka dan untuk mempengaruhi pembentukan serta pembuatan dalam kebijaksanaan umum (Raharjo, 1985: 79).

Weiner juga menyebutkan hal-hal yang dapat menghambat dan mendorong

partisipasi masyarakat. Faktor penghambat tersebut adalah:

1) Tingkat moderinitas yang tak merata pada masyarakat, perbedaan tingkat pertumbuhan antar daerah dan kesenjangan antar golongan masyarakat;

2) Adanya berbagai kelompok etnis dalam masyarakat yang mendorong pemerintah untuk melakukan kebijakan integrasi; dan

3) Meningkatkan peran pemerintah dan masuknya lebih ke dalam tugas mengatur kesejahteraan pertumbuhan ekonomi dan kebijaksanaan peraturan akan menimbulkan berbagai resistensi dan pengelompokan kepentingan

(Raharjo, 1985: 86)

Sedangkan faktor yang dapat mendukung partisipasi, adalah:

1) Tumbuhnya angkatan kerja perkotaan yang bekerja di sektor industri dan akan mendorong timbulnya organisasi buruh; dan

2) Pertumbuhan komunikasi massa, yaitu karena perkembangan pendidikan, transportasi, komunikasi antar pusat-pusat kota dan daerah terbelakang, penyebaran surat kabar, penggunaan radio, dan sebagainya.

(15)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 9

Dari pendapat-pendapat di atas ada beberapa hal yang menjadi inti dari partisipasi, yaitu:

1) Adanya individu yang turut bergabung dengan kelompok untuk melakukan sesuatu pekerjaan;

2) Adanya kegiatan yang merupakan proses dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan; dan

3) Kegiatan partisipasi dapat dilakukan dalam berbagai bidang, seperti bidang politik, ekonomi, atau lebih luasnya dalam bidang pembangunan.

2.2 Pengertian Partisipasi Politik

Seperti telah dibicarakan di muka bahwa partisipasi politik mempunyai banyak pengertian, seperti halnya Rush dan Althoff, mendefinisikan partisipasi politik adalah “keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem politik, yang bisa bergerak dari keterlibatan sampai pada aktivitas politik”. (Rush dan Althoff, 2003: 23)

Definisi Rush dan Althoff tersebut mempunyai pengertian dari seseorang individu melakukan partisipasi politik yang hanya pada tingkat keterlibatan saja, atau dengan kata lain hanya partisipai yang terbawa oleh orang lain atau sifatnya kolektif, sampai pada psrtisipasi yang memerlukan keinginan berpatisipasi politik yang tinggi, misalnya sebagai pemimpin partai atau aktivitis partai politik.

Ramlan Surbakti (1992: 140) mendefinisikan partisipasi politik sebagai keikutsertaan warga negara dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya. Dari pendapat tersebut dapat dilihat bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk menentukan kebijakan publik

(16)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 10

yang di ambil oleh institusi pengambil kebijakan, baik pemerintah maupun Dewan Perwakilan Rakyat.

Peran serta atau partisipasi masyarakat dalam politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk turut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih pimpinan negara, dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah, ‘public policy’. Secara konvensional kegiatan ini mencakup tindakan seperti: memberikan suara dalam pemilihan umum, ‘voting’; menghadiri rapat umum, ‘campaign’; menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan; mengadakan pendekatan atau hubungan,

‘contacting’ dengan pejabat pemerintah, atau anggota parlemen dan sebagainya

(Budiardjo, 2009).

Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadik, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif. Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-programnya berdasarkan ideologi tertentu. Cara yang digunakan partai politik dalam sistem politik demokratis untuk mendapatkan dan/atau mempertahankan kekuasaan itu adalah dengan melalui mekanisme pemilihan umum. Terkait dengan tugas tersebut maka menjadi tugas partai politik untuk mencari dukungan seluas-luasnya dari masyarakat agar tujuan itu dapat tercapai.

Menurut Peter L. Berger dalam bukunya Pyramids Of Sacrifice; Political

Etnics and Social Change menyatakan, bahwa partisipasi merupakan salah satu

aspek penting demokrasi. Asumsi yang mendasari demokrasi dan partisipasi orang yang paling mengerti tentang apa yang baik bagi dirinya adalah orang itu sendiri.

(17)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 11

Untuk mewujudkan demokrasi melalui partisipasi ada beberapa acuan yang dapat dijadikan sebagai garis demokrasi partisipasi politik, menurut Ramlan Surbakti “Rambu-Rambu” partisipasi politik sebagai berikut:

1. Partisipasi politik yang dimaksud berupa kegiatan atau perilaku luar individu warga negara biasa yang dapat di amati, bukan perilaku dalamnya berupa sikap dan orientasi. Hal ini perlu di tegaskan karena sikap dan orientasi individu tidak selalu termanivestasikan dalam perilakunya;

2. Kegiatan itu diarahkan untuk mempengaruhi pemerintah selaku pembuat dan pelaksana keputusan politik. Termasuk ke dalam pengertian ini, seperti kegiatan mengajukan alternatif kebijakan umum, alternatif pembuat dan pelaksana keputusan politik dan kegiatan mendukung ataupun menentang keputusan politik yang dibuat pemerintah;

3. Kegiatan yang berhasil guna (efektif) maupun yang gagal mempengaruhi pemerintah termasuk dalam konsep partisipasi politik.Kegiatan mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung;

4. Kegiatan yang langsung berarti individu mempengaruhi pemerintah tanpa menggunakan perantara, sedangkan secara tidak langsung berarti mempengaruhi pemerintah melalui pihak lain yang dianggap dapat menyakinkan pemerintah. Keduanya termasuk dalam kategori partisipasi politik; dan

5. Kegiatan mempengaruhi dapat dilakukan melalui prosedur yang wajar dan tidak berupa kekerasan seperti ikut memilih dalam pemilihan umum, mengajukan petisi, melakukan kontak tatap muka dan menulis surat, maupun dengan cara-cara diluar prosedur yang wajar dan bukan berupa kekerasan seperti demonstrasi (unjuk rasa), huru-hura, mogok kerja maupun mogok makan, pembangkangan sipil, serangan bersenjata, dan gerakan-gerakan politik seperti kudeta dan revolusi. Partisipasi menurut Oxpord Learner’s Pocket Dictionary yang terbitkan oleh

Oxpord University Press, Parcipate In Take Part Or Become Involved In Activity,

karena itu dalam partisipasi ada yang mengambil bagian atau menjadi keseluruhan dan sebuah kegiatan berbentuk kerja sama. Partisipasi politik ialah keikutsertaan warga negara bisa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya. Karena itu partisipasi politik dapat diwujudkan keikutsertaan rakyat dalam kegiatan politik, pengertian kegiatan politik tidak

(18)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 12

tertitik pada fokus memperoleh dan mempertahankan kekuasaan, akan tetapi lebih luas berkaitan dengan kesejahteraan dan kebaikan bersama dalam hidup berbangsa dan bernegara, termasuk sebagai warga negara yang taat hukum positif.

Di dalam perkembangan demokrasi di Indonesia termasuk penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat di daerah menjadi ajang legitimasi kekuasaan bagi setiap kepala daerah dan wakil kepala daerah (Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota) untuk siap di kontrol dalam pengambilan kebijakan yang dibuat oleh kepala daerah. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan sudah menyerahkan sebagian kedaualatannya untuk di kuasai oleh pemerintah, dan oleh sebab itu kecerdasan rakyat untuk memilih personal yang akan memerintah menjadi sangat menentukan masa depan daerahnya.

Adapun pengertian partisipasi politik adalah kegiatan warga negara preman

(Private Citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh

pemerintah. Namun demikian didapati tingkatan hierarki partisipasi politik yang berbeda dari suatu system politik dengan yang lain, tetapi partisipasi pada suatu tingkatan hierarki, tidak merupakan prasyarat bagi partisipasi pada suatu tingkatan yang lebih tinggi.

Di era demokrasi yang sedang berlangsung di negeri ini akan dianggap sebagai ancaman bagi eksistensi suatu pemerintahan yang sedang berjalan, akan tetapi beberapa fungsi dari suatu negara demokrasi sudah memasuki tahap input bagi sistem politik. Dalam sistem politik seperti ini input merupakan bagian output dari proses sistem politik sedang berjalan menuju suatu jawaban terhadap berbagai tuntunan dan dukungan dalam stabilitas politik. Menurut Grabiel A

(19)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 13

Almond dalam bukunya yang berjudul The Politics Of The Developing Areas menyatakan bahwa fungsi-fungsi input dan output dapat di kelompokkan sebagai berikut :

A. Fungsi-fungsi input terdiri atas : a. Sosialisasi politik dan rekruitmen. b. Artikulasi kepentingan

c. Agregasi kepentingan. d. Komunikasi politik

B. Fungsi-fungsi output terdiri atas : a. Pembuatan peraturan.

b. Penerapan peraturan. c. Ajudikasi peraturan.

Perlu diketahui bahwa seluruh aktivitas dalam sistem politik seperti input dan output yang tujuan akhirnya tetap dibebankan kepada rakyat atau masyarakat yang menjadi objek dan subjek politik. Karena itu aktivitas politik tersebut harus di dukung oleh partisipasi politik yang tinggi, demi terwujudnya Check and

Balances dari outputnya yang dihasilkan berupa peraturan sebagai sebuah produk

politik. Tidak hanya melegalkan posisi terisinya lembaga-lembaga eksekutif dan legislatif dalam kancah pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah secara langsung.

Partisipasi politik menjadi sangat menarik dibicarakan dalam suatu negara yang baru masuk dalam suatu babak demokrasi baru, dengan perbadaan-perbedaan demokrasi pada masa lalu seperti dalam konteks Indonesia. Tetapi terkadang sulit untuk mengobservasi tingkat partisipasi politik masyarakat dalam

(20)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 14

menentukan sikap, tidak heran apa yang dikatakan oleh Michel Rush dan Phillip

Althoff ada sedikit kesulitan dalam menyajikan berbagai bentuk partisipasi politik

terlepas dari tipe sistem politik yang bersangkutan, yaitu: segera muncul dalam ingatan peranan para politis profesional pada para pemberi suara, aktivitas-aktivitas partai, dan para demonstran.

Menurut Michel Rush dan Phillip Althoff mereka memberikan definisi tentang partisipasi politik, yaitu menurutnya partisipasi politik adalah keterlibatan individu sampai pada bemacam-bermacam tingkatan di dalam sistem politik. Aktivitas politik itu bisa bergerak dari keterlibatan sampai dengan aktivitas jabatannya. Oleh karena itu partisipasi politik berbeda-beda pada satu masyarakat dengan masyarakat lainnya, juga bisa bervariasi dalam masyarakat khusus. Perlu ditekankan bahwa partisipasi itu juga menumbuhkan motivasi untuk meningkatkan partisipasinya, termasuk di dalamnya tingkatan paling atas dari partisipasi dalam bentuk pengadaan bermacam-bermacam tipe jabatan dan tercakup didalamnya proses rekrutmen politik.

Cara lain dalam mendorong partisipasi masyarakat terhadap pemilu melalui penguatan partai politiknya. Argumentasinya, bahwa partai politik diwajibkan melakukan pendidikan politik. Bukan malahan partai politik mengarahkan pemilih dengan metode politik instan, yaitu pemberian uang. Ketika pola atau cara ini masih direproduksi terus menerus, bisa dipastikan nilai dan pemahaman masyarakat terhadap partisipasi menjadi mengecil hanya dihargai dengan uang. Bukan karena kesadaran sendiri untuk memilih partai karena kinerja serta keberpihakannya dalam momentum pemilu.

(21)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 15

Demikian pula halnya jika seseorang mau terlibat aktif dalam kegiatan pertisipasi politik menurut Davis terdapat tiga unsur, yaitu: (1) Adanya penyertaan pikiran dan perasaan, (2) adanya motivasi untuk berkontribusi, serta (3) adanya tanggung jawab bersama. Karena esensinya partisipasi berasal dari dalam atau dari diri sendiri masyarakat tersebut. Artinya meskipun diberi kesempatan oleh pemerintah atau negara tetapi kalau kemauan ataupun kemampuan tidak ada maka partisipasi tidak akan terwujud.

Di samping itu ada bentuk-bentuk partisipasi politik sebagaimana dikemukakan Sulaiman (1998), bahwa bentuk-bentuk partisipasi politik adalah sebagai berikut: (1) partisipasi dalam kegiatan bersama secara fisik dan tatap muka; (2) partisipasi dalam bentuk iuran uang, barang, dan prasarana; (3) partisipasi dalam proses pengambilan keputusan; serta (4) partisipasi dalam bentuk dukungan.

Selanjutnya Sulaiman mengatakan ada beberapa jenis partisipasi politik yaitu (1) partisipasi pikiran, “psychological participation”, (2) partisipasi tenaga,

‘physical participation’, (3) partisipasi pikiran dan tenaga, ‘psychological and physical participation’; (4) partisipasi keahlian, „participation with skill’, (5)

partisipasi barang, ‘material participation’, dan (6) partisipasi uang/dana, ‘money

participation’.

Kesempatan berpartisipasi berasal dari luar masyarakat. Demikian pula walaupun kemauan dan kemampuan berpartisipasi oleh masyarakat ada tetapi kalau tidak diberi kesempatan oleh pemerintah, maka partisipasi tidak akan terjadi. Oleh karena itu tiga hal tersebut kemauan, kemampuan maupun kesempatan merupakan faktor yang sangat penting dalam mewujudkan partisipasi.

(22)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 16

Selama ini kegiatan partisipasi masyarkat masih dipahami sebagai upaya mobilitasi masyarakat untuk kepentingan Pemerintah atau Negara. Padahal sebenarnya partisipasi idealnya masyarakat ikut serta dalam menentukan kebijakan Pemerintah yaitu bagian dari kontrol masyarakat terhadap kebijakan Pemerintah.

Dengan demikian implementasi partisipasi masyarakat seharusnya anggota masyarakat merasa tidak lagi menjadi obyek dari kebijakan pemerintah tetapi harus dapat mewakili masyarakat sendiri untuk kepentingan mereka sendiri. Selanjutnya Surbakti mengemukakan rambu-rambu partisipasi politik, yaitu: a. Partisipasi yang dimaksudkan berupa kegiatan atau prilaku luar individu warganegara biasa yang dapat diamati, bukan prilaku dalam berupa sikap dan orientasi;

b. Kegiatan ini diarahkan untuk mempengaruhi pemerintah selaku pembuat dan pelaksana keputusan politik, termasuk didalamnya mengajukan alternatif kebijakan umum, alternatif pembuat dan dan pelaksana keputusan politik, dan kegiatan mendukung ataupun menentang keputusan politik yang dibuat pemerintah;

c. Kegiatan yang berhasil (efektif) maupun gagal mempengaruhi pemerintah;

d. Kegiatan mempengaruhi pemerintah tanpa menggunakan perantara, sedangkan secara tidak langsung dapat berarti mempengaruhi pemerintah melalui pihak lain yang dianggap dapat meyakinkan pemerintah; dan

e. Kegiatan mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan melalui prosedur yang wajar (konvensional) dan tak berupa kekerasan

(nonviolence).

Surbakti (1992: 140)

Selanjutnya pendapat Herbert McClosky, yang dikutip oleh Miriam Budiardjo mengemukakan bahwa partisipasi politik adalah:

Kegiatan sukarela oleh warga negara kemasyarakatan melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses penelitian penguasaan dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijaksanaan umum (public policy)

(23)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 17

Pendapat tersebut mempunyai gambaran bahwa dalam melaksanakan partisipasi haruslah dengan cara sukarela bukan atas paksaan dari pihak manapun. Proses pemaksanaan untuk melakukan partisipasi politik, bukanlah merupakan partisipasi yang sesungguhnya, akan tetapi hanyalah merupakan mobilisasi politik. Selain itu menurut pengertian ini bahwa partisipasi politik bisa dilaksanakan dengan cara langsung ataupun tidak langsung, dengan kata lain partisipasi yang dilaksanakan oleh masyarakat bisa dilakukan dengan langsung menjadi pelaku politik secara jelas, misalnya menjadi aktivis partai politik, sedangkan yang tidak langsung dengan berkedudukan sebagai pengamat politik.

Huntington dan Nelson mendefinisikan partisipasi politik sebagai

“kegiatan warga negara pribadi yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah” (1990: 6). Kegiatan yang dimaksudkan oleh

Huntington dan Nelson ini adalah partisipasi yang bertujuan mempengaruhi

kebijakan publik, baik itu yang sifatnya legal maupun yang tidak legal menurut sistem politik negara yang bersangkutan.

Jadi pendapat Huntington dan Nelson tersebut mempunyai tekanan kepada kegiatannya, bukan berhasil atau tidaknya kegiatan tersebut, seperti kegiatan demonstrasi yang dilakukan mahasiswa, walaupun tidka menghasilkan pemecahan atau dapat mempengaruhi kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah tetap merupakan bentuk partsipasi politik warga negara.

Dari berbagai gambaran mengenai partisipasi politik di atas, terlihat bahwa partisipasi politik pada hakekatnya diawali dengan prilaku politik yang didasarkan oleh motivasi yang dimiliki oleh seorang individu, seperti dikemukakan oleh

(24)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 18

yang dikutif oleh Rush dan Althoff (2003: 179), mengatakan ada 4 tipe motif sebagai berikut:

1) Yang rasional bernilai, didasarkan atas penerimaan secara rasional akan nilai-nilai suatu kelompok;

2) Yang efektual-emosional, didasarkan atas kebencian atau “enthusiamsm” terhadap ide, organisasi atau individu;

3) Yang tradisional, didasarkan atas penerimaan norma tingkah laku individu dari suatu kelompok sosial; dan

4) Yang rasional-bertujuan, didasarkan atas keuntungan pribadi.

Demikian pula Robert Lane dalam Political Life ( 1955: 102) dalam studinya mengenai keterlibatan politik, mempersoalkan bahwa partisipasi politik memenuhi empat macam fungsi, yaitu:

1) Sebagai sarana untuk mengejar kebutuhan ekonomi;

2) Sebagai sarana untuk mengejar kebutuhan bagi penyesuaian sosial; 3) Sarana untuk mengejar nilai-nilai khusus;

4) Sarana untuk memenuhi kebutuhan bawah sadar dan kebutuhan psikologis

(Rush dan Althoff, 2003: 179)

Dari pendapat Weber dan Lane di atas ada kesamaan yang mendasar, dan partisipasi politik sangat ditentukan oleh sikap-sikap sosial dan sikap-sikap politik individu yang mendasar, yang erat berasosiasi baik dengan karakteristik pribadi sosial dan sosialnya, maupun dengan lingkungan sosial dan lingkungan politik yang membentuk konteks prilaku politiknya. Karena lingkungan politik dan lingkungan sosial ini berbeda dari suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya, maka partisipasi politik berbeda-beda dari satu sistem politik dengan sistem politik yang lainnya

Dalam analisis politik modern partisispasi politik merupakan suatu masalah yang penting dan akhir-akhir ini banyak dipelajari terutama hubungannya dengan negara berkembang. Sebagai definisi umum dapat dikatakan bahwa

(25)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 19

partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan Negara secara langsung atau tidak langsung, memengaruhi kehidupan kebijakan (public policy).

Setiap perhelatan demokrasi atau pemiihan umum yang diselenggarakan oleh Negara Republik Indonesia memiliki dampak terhadap perkembangan kemajuan kehidupan berbangsa dan bernegara. Para elit politik sejatinya memberikan pendidikan politik yang cerdas kepada masyarakat agar kesadaran berdemokrasi semakin tinggi dari berbagai kalangan. Kesadaran berdemokrasi tersebut akan tinggi jika partisipasi masyarakat dalam memberikan haknya juga tinggi.

Karena itu, kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi secara positif dalam sistem politik yang ada, jika seseorang tersebut merasa dirinya sesuai dengan suasana lingkungan dimana dia berada. Apabila kondisi yang terjadi adalah sebaliknya, maka akan lahir sikap dan tingkah laku politik yang tampak janggal atau negatif, misalnya jika seseorang sudah terbiasa berada dalam lingkungan berpolitik yang demokratis, tetapi dia ditempatkan dalam sebuah lingkungan masyarakat yang feodal atau tidak demokratis maka dia akan mengalami kesulitan dalam proses beradaptasi.

Meningkatnya keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu), menunjukan semakin kuatnya tatanan demokrasi dalam sebuah negara. Demokrasi menghendaki adanya keterlibatan rakyat dalam setiap penyelenggaraan yang dilakukan negara. Rakyat diposisikan sebagai aktor penting dalam tatanan demokrasi, karena pada hakekatnya demokrasi mendasarkan pada

(26)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 20

logika persamaan dan gagasan bahwa pemerintah memerlukan persetujuan dari yang diperintah. Keterlibatan masyarakat menjadi unsur dasar dalam demokrasi. Untuk itu, penyelenggaraan pemilu sebagai sarana dalam melaksanakan demokrasi, tentu saja tidak boleh dilepaskan dari adanya keterlibatan masyarakat.

Partisipasi politik akan berjalan selaras manakala proses politik berjalan secara stabill. Seringkali ada hambatan partisipasi politik ketika stabilitas politik belum bisa diwujudkan, karena itu penting untuk dilakukan oleh para pemegang kekuasaan untuk melakukan proses stabilisasi politik. Di samping itu pula proses berikutnya melakukan upaya pelembagaan politik sebagai bentuk dari upaya untuk memberikan kasempatan kepada masyarakat untuk mengaktualisasikan cita-citanya.

Partisipasi politik tidak lebih dari keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan, atau juga dijelaskan secara subtantif bisa berarti upaya atau usaha terorganisir oleh konstituen atau warga Negara yang baik untuk memilih para pemimpin yang mereka nilai baik juga. Partispasi ini mereka melakukannya dengan penuh tanggung jawab terhadap kehidupan bersama dalam lingkup suatu bangsa dan negara. Partisipasi politik ditekankan pada aspek untuk mendukung kepentingan-kepentingan atau visi dan misi elit politik tetentu.

Sebagai masyarakat yang bijak kita harus turut serta dalam proses pemilihan umum dalam rangka menentukan pemimpin yang akan memimpin kita. Dengan demikian, secara tidak langsung kita akan menentukan pembuat kebijakan yang akan berusaha mensejahterakan masyarakat secara umum. Dalam turut berpartisipasi dalam proses pemilihan umum sebagai masyarakat yang cerdas kita harus mampu menilai calon yang terbaik yang sekiranya mampu dan mau

(27)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 21

mendengarkan aspirasi masyarakat agar pembangunan yang akan dilakukan sesuai dengan keinginan masyarakat dan tidak memilih calon yang hanya mementingkan diri sendiri atau kelompoknya saja sehingga melupakan janji-janji yang sudah diucapkan dalam masa kampanye. Sebagai pemilik hak pemilih dalam pemilu kita jangan sampai menyia-nyiakan hak suara hanya untuk iming-iming sementara yang dalam artian kita harus memberikan suara kita kepada calon yang tepat. Ketidakikutsertaan kita sebenarnya justru akan membuat kita susah sendiri karena kita tidak turut memilih tetapi harus mengikuti pemimpin yang tidak kita pilih. Partisipasi pemilih dalam pelaksanaan Pemilu mutlak diperlukan, tanpa adanya partisipasi pemilih, Pemilu hanyalah menjadikan sebagai objek semata dan salah satu kritiknya adalah ketika masyarakat tidak merasa memiliki dan acuh tak acuh terhadap pemilihan umum.

2.3 Bentuk-bentuk Partisipasi Politik

Bentuk-bentuk partisipasi, menurut para ahli mempunyai banyak ragam dan variasi, seperti menurut Ramlan Surbakti bahwa partisipasi politik sebagai kegiatan dibedakan menjadi partisipasi aktif dan partisipasi pasif (1992: 142). Adapun yang dinamakan partisipasi aktif meliputi:

1) Mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum;

2) Mengajukan alternatif kebijakan umum yang berlainan dengan kebijakan yang dibuat pemerintah;

3) Mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan umum;

4) Membayar pajak; dan

5) Memlilih pemimpin pemerintahan (Surbakti, 1992: 142)

(28)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 22

Sedangkan yang termasuk kegiatan partisipasi pasif adalah kegiatan yang mantaati pemerintah, menerima, dan melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah. Sedangkan Milbrath dan Goel dalam bukunya Political Participation (1977) yang dikutip Surbakti membedakan partisipasi menjadi beberapa kategori, sebagai berikut:

Pertama, apatis, artinya orang yang tidak berpartisipasi dan

menarik diri dari proses politik;

Kedua, apektator adalah orang-orang yang setidak-tidaknya pernah

ikut memilih dalam pemilihan umum;

Ketiga, gladiator yang artinya mereka secara aktif terlibat dalam

proses politik, seperti komunikator, spesialis, mengadakan kontak tatap muka, aktivitas partai dan pekerja kampanye, dan aktivis masyarakat;

Keempat, pengkritik dalam bentuk partsipasi tak konvensional

(Surbakti, 1992: 143).

Sedangkan Olsen dalam bukunya A Model of Political Participation

Stratification. “Journal of Political and Military Sociology (1973:183-200)

memandang bahwa partisipasi sebagai dimensi sosial, Olsen membagi partisipasi menjadi enam lapisan, yaitu:

1. Pemimpin politik; 2. Aktivis politik;

3. Komunikator (orang yang menyampaikan ide-ide, sikap dan informasi politik lainnya kepada orang lain);

4. Warga negara;

5. Marginal (orang yang sedikit melakukan kontak dengan sistem politik); dan

6. Orang yang terisolasikan (Orang yang jarang melakukan partisipasi politik);

(Surbakti, 1992:143)

Selanjutnya Rush dan Althoff menggambarkan hierarki partisipasi politik yang dimaksudkan untuk dapat diterapkan pada semua sistem politik. Adapun hierarki tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

(29)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 23

Gambar 2.1

Suatu Hierarki Partisipasi Politik

Menduduki jabatan politik atau administrative Mencari jabatan politik atau administrative Keanggotaan aktif suatu organisasi politik Keanggotaan pasif suatu organisasi politik Keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik

(quasi political)

Keanggotaan pasif suatu organisasi semu politik

(quasi political)

Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, dan sebagainya

Partisipasi dalam diskusi politik informal minat umum dalam politik

Voting (pemberian suara)

Sumber (Rush Althoff, 2003: 122)

Pada hierarki menurut Rush dan Althoff di atas, pada hierarki yang paling tinggi terdapat orang-orang yang menduduki berbagai macam jabatan dalam sistem politik, baik pemegang jabatan birokrasi pada berbagai tingkatan. Mereka itu dibedakan dari partisipasi-partisipasi politik lainnya, dalam hal, bahwa pada berbagai taraf mereka berkepentingan dengan pelaksanaan kekuasaan politik yang formal. Hal ini tidak menghapus pelaksanaan kekuasaan yang sesungguhnya, maupun pelaksanaan pengaruh oleh individu-individu atau kelompok-kelompok lain dalam sistem politik. Kekuasaan ini mungkin dan tidak berada pada tangan para pemegang jabatan akan tetapi mereka tetap penting, karena biasanya mereka tempat menyimpan (gudang) kekuasaan formal.

Pemegang atau pencari jabatan di dalam sistem politik, terdapat mereka yang menjadi anggota dari berbagai organisasi politik atau semu politik, yang mencakup semua tipe partai politik dan kelompok kepentingan, baik yang merupakan keanggotaan aktif maupun keanggotaan pasif.

(30)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 24

Selain itu juga partisipasi politik yang berupa partisipasi dalam mengikuti rapat umum, demonstrasi, dan sebagainya, juga memperoleh tempat dalam hierarki partisipasi politik. Sedangkan partisipasi dalam hal membicarakan masalah politik berada dibawahnya, yang lebih tinggi dalam hierarki partisipasi politik daripada keterlibatan individu dalam pemberian suara dalam pemilihan umum.

Menurut Huntington dan Nelson (1990: 14-16) menyebutkan bahwa partisipasi politik dapat berbentuk dalam berbagai macam, yang kebanyakan partisipasi politik berbentuk:

1) Kegiatan pemilihan mencakup memberikan suara, akan tetapi juga

sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi calon, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil pemilihan;

2) Lobbying mencakup upaya-upaya perorangan atau kelompok untuk

menghubungi pejabat-pejabat pemerintah dan pemimpin-pemimpin politik dengan maksud mempengaruhi keputusan-keputusan mereka mengenai persoalan-persoalan yang menyangkut sejumlah besar orang;

3) Kegiatan organisasi menyangkut pertisipasi sebagai anggota atau

pejabat dalam suatu organisasi yang tujuannya yang utama dan ekplisit adalah mempengaruhi pengmabilan keputusan pemerintah;

4) Mencari koneksi (contacting) merupakan tindakan perorangan yang

ditujukan terhadap pejabat-pejabat pemerintah dan biasanya dengan maksud memperoleh manfaat bagi hanya satu orang atau segelintir orang;

5) Tindak kekerasan (violence) juga dapat merupakan satu bentuk

partisipasi, dan keperluan analisa dan manfaatnya untuk mendefinisikan

Kegiatan pemilihan, lobbying, kegiatan organisasi, dan mencari koneksi semuanya dapat berbentuk legal atau ilegal, akan tetapi jika melintasi garis pemisah antara kegiatan legal atau ilegal mengundang resiko yang lebih besar dan oleh sebab itu diperlukan pelibatan inisiatif yang lebih besar dari fihak partisipan.

(31)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 25

Di dalam masyarakat yang berlainan, partisipasi politik dapat berakar dalam landasan-landasan golongan yang berlainan. Terkecuali dalam hal mencari koneksi, kebanyakan partisipasi politik melibatkan sesuatu bentuk kegiatan

kolaboratif atau membuahkan manfaat bagi sesuatu bentuk kolektifitas. Oleh

sebab itu, maka memungkinkan analisa partisipasi dari segi tipe-tipe organisasi kolektif yang berlainan yang digunakan untuk menyelenggarakan partisipasi dan yang biasanya merupakan landasan-landasan bagi partisipasi demikian itu. Di antara landasan-landasan itu menurut Huntington dan Nelson (1990: 18), sebagai berikut:

1) Kelas: perorangan-perorangan dengan status sosial, pendapatan, dan pekerjaan yang serupa;

2) Kelompok/komunal: perorangan-perorangan dari ras, agama, bahasa atau etnisitas yang sama;

3) Lingkungan (neigborhood): perorangan-perorangan yang secara geografis bertempat tinggal berdekatan satu sama lain;

4) Partai: perorangan-perorangan yang mengidentifikasikan diri dengan organisasi formal yang sama yang berusaha unuk meraih atau mempertahankan kontrol atas bidang-bidang eksekutif dan legislatif pemerintahan; dan

5) Golongan (faction): perorangan-perorangan yang dipersatukan oleh interkasi yang terus menerus atau intens satu sama lain, dan salah satu manifestasnya adalah pengelompokan patron-klien, artinya satu golongan yang melibatkan pertukaran manfaat-manfaat secara timbal-balik diantara perorangan-perorangan yang mempunyai sistem status, kekayaan dan pengaruh yang tidak sederajat.

Mengenai landasan partisipasi politik berkisar sekitar arti yang relatif penting dari pelbagai landasan itu dan penyelenggaraan partisipasi dan bagaimana kaitan landasan-landasan itu satu sama lain. Karena seringkali landasan-landasan tersebut akan dapat ditemui saling berkaitan, dan secara personal hal itu selalu melekat antara satu landasan dengan landasan yang lainnya.

(32)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 26

2.4 Kehadiran dalam Pemungutan Suara (Voter Turnout)

Keikutsertakan warga memberikan suara pada pemilu dikenal dengan istilah “voter turnout”. Ini hanya satu bagian kecil dari partisipasi politik. Disisi lain, partisipasi politik juga bukan satu-satunya variabel mengukur kualitas demokrasi.

Keikutsertaan warga negara dalam pemilihan umum merupakan serangkaian kegiatan membuat keputusan, yakni apakah memilih atau tidak memilih dalam pemilihan umum? Kalau memutuskan memilih partai atau kandidat X ataukah partai atau kandidat Y?.

Menurut Ramlan Surbakti ada beberapa penjelasan atas pertanyaan, mengapa pemilih memilih kontestan tertentu dan bukan kontestan lain. Jawaban tersebut dapat dibedakan dengan lima pendekatan yang digunakan, yaitu struktural, sosiologis, ekologis, psikologis sosial, dan pilihan rasional.

Pendekatan struktural, melihat kegiatan memilih sebagai produk dari konteks

struktur yang luas, seperti struktur sosial, sistem partai, sistem pemilihan umum, permasalahan, dan program yang ditonjolkan oleh setiap partai.

Pendekatan sosiologis, cenderung menempatkan kegiatan memilih dalam

kaitan dengan konteks sosial. Konkretnya pilihan seseorang dalam pemilihan umum dipengaruhi latar belakang demografi dan sosial ekonomi, seperti jenis kelamin, tempat tinggal, (kota-desa), pekerjaan, pendidikan, kelas, pendapatan, dan agama.

Pendekatan ekologis, hanya relevan apabila dalam suatu daerah pemilihan

terdapat perbedaan karakteristik pemilih berdasarkan unit teritorial , sepeti desa, kelurahan, kecamatan, dan kabupaten.

(33)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 27 Pendekatan psikologis sosial, dijelaskan untuk menjelaskan prilaku untuk

memilih pada pemilihan umum berupa identifikasi partai, dengan mengedepankan pada persepsi pemilih terhadap partai tertentu, konkretnya partai yang secara emosional dirasakan sangat dekat dengannya merupakan partai yang selalu dipilih tanpa terpengaruh oleh faktor-faktor lain.

Pendekatan pilihan rasio, melihat kegiatan memilih sebagai produk kalkulasi

untung dan rugi, yang dipertimbangkan tidak hanya ongkos memilih dan kemungkinan suaranya dapat mempengaruhi hasil yang diharapkan, tetapi juga perbedaan dari alternatif berupa pilihan yang ada.

Dari lima pendekatan di atas tentunya, dari banyaknya warga negara yang mempunyai hak pilih, memiliki pendekatan yang beragam sesuai dengan kondisi yang ada di masing-masing daerah. Tidak bisa dipungkiri bahwa kehadiran dalam pemilihan umum adalah merupakan hak warga negara, akan tetapi persepsi masyarakat pun akan kembali berbeda kalau menggunakan pendekatan di atas. Ada sebagian masyarakat memandang bahwa kehadiran pada pemilihan umum, seolah telah menunaikan kewajiban sebagai warga negara, ada pula yang mengganggap bahwa tidak hadir pun dalam pemilihan umum, karena hanya sekedar hak warga negara.

Tentunya dari gambaran di atas, di lapangan kedatangan warga negara dalam pemilihan umum ada juga yang dipengaruhi oleh tekanan kelompok, intimidasi, dan paksaan dari kelompok atau pemimpin tertentu, karena seringkali pemimpin tradisional, religius, birokrasi tidak selalu berupa persuai, tetapi acap kali berupa manipulasi, intimidasi, dan ancaman paksaan.

(34)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 28

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Bentuk Penelitian

Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian survey, yaitu suatu penelitian yang mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun, 1985: 1). Penelitian di lakukan terhadap warga negara yang mempunyai hak pilih di Kabupaten Ciamis, pada Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tahun 2014 dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014.

3.2. Objek Kajian

Obyek penelitian dilakukan di wilayah Kabupaten Ciamis pada Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014, yang terdiri dari 36 Kecamatan dan tersebar di Kabupaten Ciamis sebanyak 26 kecamatan, dan wilayah Kabupaten Pangandaran sebanyak 10 kecamatan. Obyek penelitian yang terdiri dari masyarakat yang mempunyai hak pilih, dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap untuk Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilah Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tahun 2014 sebanyak 1.243.776 pemilih, sedangkan untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 sebanyak 1.254.869 pemilih.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang mempunyai hak pilih pada Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

(35)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 29

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014.

Untuk pengambilan sampel kelurahan dilakukan dengan teknik sampling

probabilitas, yaitu dengan teknik sampling secara kluster (cluster sampling). Hal

ini disebabkan peneliti tidak tahu persis karakteristik populasi yang ingin dijadikan subjek penelitian karena populasi tersebar di wilayah yang amat luas. Untuk itu peneliti hanya dapat menentukan sampel wilayah, berupa kelompok klaster yang ditentukan secara bertahap, sampel yang diambil sebanyak 8 kecamatan.

Untuk teknik pengambilan sampel masyarakat akan ditentukan dengan teknik sampling nonprobabilitas, yaitu teknik sampling yang ditentukan sendiri oleh peneliti dengan mempertimbangkan hal-hal tertentu. Adapun pertimbangan-pertimbangan tersebut adalah:

1. Sulitnya mengumpulkan dan menemui ukuran populasi dari masyarakat yang mendapatkan pelayanan;

2. Terlalu besarnya ukuran populasi dari 36 kecamatan yang berada di Kabupaten Ciamis.

Adapun teknik sampling non probabilitas yang diambil adalah accidental

sampling atau conveience sampling, yaitu pengambilan sampel yang tidak

direncanakan terlebih dahulu, melainkan secara kebetulan, yaitu subyek yang tersedia bagi peneliti saat pengambilan data secara kebetulan. Oleh karena sampel yang diambil secara kebetulan di lokasi penelitian maka flesibilitas waktu dapat dilakukan, adapun untuk sampel masyarakat ini peneliti mengambil 80 orang dari

(36)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 30

8 kecamatan yang dijadikan sampel, dengan pertimbangan bahwa sampel bisa diambil lebih kecil dari 30 persen (Neuman, 2003: 232),

Pengambilan sampel masyarakat diambil ketika masyarakat bertemu secara kebetulan dan merupakan pemilih yang berada di masing-masing kecamatan.

3..4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:

1. Observasi

Teknik pengumpulan data pada penilitian ini menggunakan teknik observasi, digunakan untuk mendapatkan gambaran objektif penelitian dan berfungsi untuk mengkonfirmasikan hasil pengamatan dengan gejala-gejala yang masih samar yang diperkirakan berpengaruh.

2. Wawancara

Teknik pengumpulan data dengan wawancara adalah suatu cara teknik pemgumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Wawancara dilakukan terhadap pihak-pihak yang terkait dengan pemilihan umum, seperti penyelenggara Pemilu dan warga negara yang menjadi hak pilih.

3. Angket

Teknik pengumpulan selanjutnya adalah angket, dengan cara mengedar formulir pertanyaan, diajukan secara tertulis kepada masyarakat yang mempunyai hak pilih di wilayah Kabupaten Ciamis.

(37)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 31 4. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dimaksudkan untuk menunjang penganalisaan masalah teoritik yang di teliti, juga untuk memperkuat kebenaran hasil penelitian yang dilaksanakan dengan cara mencari konsep yang ada relevensinya dengan masalah yang diteliti. Sesuai dengan pendapat Surakhmad (1990:251) yang mengatakan bahwa “Perlengkapan penelitian seseorang tidak akan sempurna apabila tidak dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas kepustakaan “

3.5. Metode Analisis

Kajian ini menggunakan metode penelitian deskriptif, seperti menurut Sukmadinata (2006:72) menjelaskan peneltian deskriptif adalah yang ditujukan untuk mendeskripsikan fonemena fonomena yang beda, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia, fenomena itu bisa berupa bentuk aktivitas, karakteristik perubahan hubungan kesamaan dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya,

Sugiyono (2004: 6) penelitian deskriptif adalah “penelitien yang dilakukan terhadap variabel mandiri, yaitu tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel yang lain“. Metode penelitian deskriptif sangat sesuai dengan pemecahan masalah yang sedang diteliti yakni mengumpulkan data untuk menguji hipotesis yang berkaitan dengan kondisi objek diteliti.

3.6. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan

Penyusunan dokumen Kehadiran dan ketidakhadiran pemilih pada pada Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun

(38)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 32

2014, adalah 3 (tiga) bulan di mulai bulan April 2015 sampai dengan bulan Juli 2015, dengan jadwal sebagai berikut:

1. Penyusunan Draft Pendahuluan

2. Penelitian di Lapangan, dengan kegiatan sebagai berikut: - Pengumpulan Data.

- Pengolahan Data; dan - Analisis data

3. Penulisan Dokumen 4. Pembahasan Hasil 5. Perbaikan dan Penjilidan

Tabel 3.1

Jadwal Kegiatan Penelitian

No KEGIATAN

WAKTU

April Mei Juni Juli 1. Penyusunan Draft Pendahuluan

2 Penelitian di Lapangan - Pengumpulan Data - Pengolahan Data - Analisis data 3 Penulisan Dokumen 4 Pembahasan Hasil 5 Perbaikan dan Penjilidan

3.7. Pembiayaan

Pembiayaan untuk kegiatan ini bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015.

(39)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 33

3.8. Tempat Penelitian

Penelitian ini bertempat di Kabupaten Ciamis, yang terdiri dari 36 kecamatan termasuk wilayah daerah otonom baru Kabupaten Pangandaran.

Gambar 3.1 Peta Lokasi Peneltian s

Lokasi Penelitian

(40)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 34

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Eksisting Kabupaten Ciamis

Ciamis sebagai salah satu provinsi di Jawa Barat, letaknya di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan, sebelah Barat dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya, sebelah Timur dengan Kota Banjar dan Propinsi Jawa Tengah, dan sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia. Berdasarkan letak geogerafisnya Kabupaten Ciamis berada pada posisi strategis yang dilalui jalan Nasional lintas Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Tengah dan jalan Provinsi lintas Ciamis-Cirebon-Jawa Tengah. Letak astronomisnya berada pada 108°20‟ sampai dengan 108°40‟ Bujur Timur dan 7°40‟20” sampai dengan 7o41‟20‟‟ Lintang Selatan. Luas wilayah Ciamis

sebesar 244,479 Ha atau 7,73 persen dari total luas daratan Propinsi Jawa Barat. Dalam konteks pengembangan wilayah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Ciamis mempunyai 2 (dua) Kawasan Andalan yaitu Kawasan Andalan Priangan Timur dan Kawasan Andalan Pangandaran.

Dengan latar belakang keadaan geografis Kabupaten Ciamis merupakan daerah strategis yang tentunya akan sangat mempengruhi terhadap keadaan kepolitikan di Ciamis sendiri. Jumlah partai politik yang ikut dalam Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat tahun 2014, sebanyak 12 partai politik. Dengan komposisi perolehan kursi di DPRD Kabupaten Ciamis dan Pangandaran, sebagai berikut:

(41)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 35

Tabel 4.1

PEROLEHAN KURSI DPRD

KABUPATEN CIAMIS DAN PANGANDARAN

NO PARTAI POLITIK PEROLEHAN KURSI CIAMIS PANGANDARAN

1. Partai Nasdem 3 2

2. Partai Kebangkitan Bangsa 4 4

3. Partai Keadilan Sejahtera 5 3

4. PDI Perjuangan 12 8

5. Partai Golongan Karya 6 4

6. Partai Gerindra 4 1

7. Partai Demokrat 4 3

8. Partai Amanat Nasional 5 7

9. Partai Persatuan Pembangunan 4 3

10. Partai Hati Nurani Rakyat 2 -

11. Partai Bulan Bintang 1 -

12. Partai Keadilan Dan Persatuan

Indonesia - -

JUMLAH 50 35

Sumber: Olahan Peneliti, 2015

Dari perolehan kursi di Kabupaten Ciamis dan Pangandaran seperti pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa perolehan kursi di Kabupaten Ciamis hanya 11 partai yang mendapatkan kursi di DPRD Kabupaten Ciamis. Sedangkan di Kabupaten Pangandaran hanya 9 partai yang mendapatkan kursi di DPRD Kabupaten Pangandaran. Dari sebaran kursi di DPRD tersebut menggambarkan preferensi masyarakat yang berbeda di kedua daerah, hal ini tentunya banyak kemungkinan dari perbedaan tersebut, baik faktor ekologis, ekonomi, pekerjaan, dan sebagainya.

Kabupaten Pangandaran yang berbeda dari sisi wilayah dan keadaan alam juga memiliki karakteritik sosial, ekonomi yang berbeda juga dengan Kabupaten Ciamis. Hal ini tentunya menjadi catatan tersendiri bagi daerah Pangandaran, yang tercatat tingkat partisipasi politiknya lebih tinggi di banding daerah induknya.

(42)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 36

4.2 Profil Responden

Dalam penelitian yang menyebarkan angket kepada 80 responden, dapat diperoleh gambaran bahwa dari sisi usia responden yang mendapatkan angket dan mengisinya, dapat di lihat pada grafik 4.1 di bawah ini:

Melihat grafik 4.1 di atas bahwa responden yang mengisi angket memiliki usia yang beragam, mulai dari 18 tahun sampai dengan 70 tahun. Namun demikian dari data di atas dapat diperoleh gambaran dominasi usia responden pada usia 29-38 tahun, usia yang memiliki motivasi yang kuat untuk partisipasi politik dalam berbagai tingkatan.

Selain dilihat dari sisi usia, responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

17% 36% 24% 13% 10% Grafik 4.1

Keadaan Responden Berdasarkan Usia

18-28 29-38 39-48 49-58 59-70

(43)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 37

Walaupun jenis kelamin bukan salah satu yang determinan dalam menentukan terhadap preferensi politik dalam Pemilu, akan tetapi yang sering menjadi persoalan adalah keterlibatan gender dalam kepolitikan bahkan konon menjadi keprihatinan yang cukup besar, Bahkan selalu menjadi perbincangan serius manakala dalam kepolitikan tidak ada kaum perempuan, yang akhirnya dalam berbagai peraturan perundangan-undangan keterlibatan perempuan menjadi hal yang harus dipertimbangkan, termasuk dalam penyelenggara Pemilu dan peserta Pemilu.

Dalam survei kehadiran dalam Pemilu terlihat bahwa yang memberikan pendapat sebanyak 33% perempuan atau 26 responden, dan 67% laki-laki atau 54 orang. Hal ini menunjukan bahwa keinginan untuk memberikan pendapat tentang pelaksanaan Pemilu di Indonesia umumnya, khususnya di Kabupaten Ciamis begitu besar, bahkan menurut hasil wawancara dalam survei ini, ternyata untuk hadir ke tempat pemungutan suara sangat tinggi.

67% 33%

Grafik 4.2

Keadaan Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

(44)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 38

Berdasarkan grafik 4.3 dapat diperoleh informasi bahwa responden yang banyak memberikan pendapat dalam survei ini adalah responden yang kebanyakan sudah menikah, yaitu sebanyak 85%, sedangkan yang belum menikah sebanyak 15%. Responden yang belum menikah rata-rata berasal dari organiasai kepemudaan yang aktif di daerah masing-masing.

Berdasarkan grafik 4.4 tentang keadaan responden berdasarkan pendidikan, dapat diketahui bahwa lebih dari 50% responden memilik pendidikan SMA, walaupun dari masih ada yang berpendidikan Sekolah Dasar (6%), SMP (6%), tetapi masih banyak pula yang berpendidikan sarjana (14%) dan ahli madya

85% 15%

Grafik 4.3

Keadaan Responden Berdasarkan Status Perkawinan Kawin Belum Kawin 19% 6% 55% 6% 14% Grafik 4.4

Keadaan Responden Berdasarkan Pendidikan

(45)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 39

(6%). Walaupun faktor pendidikan bukan satu-satunya penentu terhadap partisipasi politik masyarakat, akan tetapi dengan tingkat pendidikan yang lebih dari menengah (SMA), hal ini sudah cukup baik untuk mengdongrak partisipasi di masyarakat.

Biasanya masalah pendidikan akan sangat berdampak terhadap status pekerjaan yang dimiliki masyarakat. Dan status pekerjaan sendiri akan berdampak pula terhadap partisipasi politik, berikut ini keadaan responden dilihat dari status pekerjaan responden, seperti terligat pada grafik 4.5 di bawah ini:

Sesuai dengan data pada grafik 4.5, terlihat bahwa kebanyakan responden yang memberikan pedapat mengenai kehadiran warga negara dalam Pemlihan Umum adalah wiraswasta dan pekerjaan lainnya, walaupun untuk pekerjaan lainnya pun pada umumnya termasuk dalam wiraswasta, 40% pekerjaan lainnya dan 41% pekerjaan wiraswasta.

Dari keadan responden seperti di atas, tentunya dalam kaitan dengan pemilihan umum, ternyata dari data yang diberikan responden, tidak semua

PNS 2% PENSIUNAN 3% PEGAWAI SWASTA 14% WIRASWASTA 41% LAINNYA 40% Grafik 4.5

(46)

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ciamis 2015

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih (Voter Turnout) 40

responden dapat di hadir di TPS dalam Pemilihan anggota legislatif dan presiden, seperti pada grafik 4.6 di bawah ini:

Dari 80 orang yang memberikan pendapat tentang kehadiran di TPS mengenai kehadiran di TPS, ternyata 91% menyatakan kehadiran di TPS dan sisanya 9% menyatakan tidak hadir di TPS. Hal ini menggambarkan bahwa dalam lingkup masyarakat kecil pun yang dijadikan responden dalam survei ini, masih ada 9% yang tidak hadir, walaupun alasannya belum diketahui.

Sebelum melihat alasan yang tidak hadir ke TPS, berikut ini digambarkan tentang alasan mereka yang hadir di TPS saat pemilu dilaksanakan:

Untuk yang hadir di TPS kebanyakan beralasan karena kesadaran sendiri, yaitu sebesar 71%, karena fanatik dan suka terhadap calon masing-masing sebesar 15% dan 2%, sedangkan yang suka terhadap salah satu calon dan ikut pilihan

91% 9%

Grafik 4.6

Hadir dalam Pemilihan Umum Calon anggota DPR, DPD, dan DPRD dan Pemilihan Presiden

Hadir Tidak Hadir

71% 2%

15%3% 9%

Grafik 4.7

Alasan apa yang mendorong Datang ke TPS

kesadaran sendiri

fanatik trhadap salah satu calon

suka terhadap salah satu calon diminta untuk memilih salah satu calon

Gambar

Gambar 3.1  Peta Lokasi Peneltian  s
Grafik 4.21 Membaca Berita Politik

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menjaga kualitas air yang didistribusikan oleh perusahaan penyedia Untuk menjaga kualitas air yang didistribusikan oleh perusahaan penyedia air minum agar air

Indikator keberhasilan tindakan dalam penelitian ini didasarkan pada data kemampuan siswa mengungkapkan pen- dapat melalui tanggapan yang diberikan tentang informasi

Kelurahan/Desa dalam rangka Pemilihan Anggota DPR,DPD dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019.. Surat Panwaslu Kabupaten Langkat Nomor

Judul Skripsi : Kajian Aplikasi Pupuk Kascing pada Tiga Jenis Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) dengan Perbandingan Media yang Berbeda.. Skripsi ini

Titer antibodi hasil Uji HI pada unggas air domestik di sekitar CAPD Rataan Spesies ∑ Sampel ∑ Positif (%) Titer (Seroprevalensi) Antibodi (GMT) Mentok 14 100 26,9 Itik 15 100

Desain produk molding yang dirancang dengan program CATIA selanjutnya dapat disimulasikan dengan program komputer untuk menjalankan proses molding, salah satunya

7,8 Hasil positif didapatkan dari 45 sediaan (100%) dengan pewarnaan CSB, baik yang dibaca oleh peneliti maupun analis medis.Hal itumenunjukkan bahwa pada

Kebijakan Pemerintah Pusat dalam program visi dan misi Nawa Cita lewat Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Kota Jayapura dalam program