• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI ANALISIS LAJU SEDIMENTASI DAN KARAKTERISTIK SEDIMEN PASCA BANJIR BANDANG DI SUB DAS JENELATA KAB. GOWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI ANALISIS LAJU SEDIMENTASI DAN KARAKTERISTIK SEDIMEN PASCA BANJIR BANDANG DI SUB DAS JENELATA KAB. GOWA"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

KAB. GOWA

OLEH :

MUH. RIZKI MAULANA AR

105 81 2393 15

NURPATIMA

105 81 2402 15

PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2019

(2)

SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UJIAN AKHIR GUNA MEMPEROLEH GELAR SARJANA TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN

OLEH :

MUH. RIZKI MAULANA AR NURPATIMA

105 81 2393 15 105 81 2402 15

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2019

(3)
(4)
(5)

Alhamdulillah Rabbil Alamin, segala puji bagi ALLAH SWT karena berkat limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal yang berjudul “Analisis Laju Sedimentasi Dan Karakteristik Sedimen Pasca Banjir Bandang Di Sub Das Jenelata Kab. Gowa” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Jurusan Teknik Sipil Pengairan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar. Salam dan shalawat senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW sebagai suri tauladan untuk seluruh umat manusia.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selesainya Proposal ini adalah berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang setinggi - tingginya kepada :

1. Bapak Ir. Hamzah Al Imran, ST., MT selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Andi Makbul Syamsuri, ST., MT selaku Ketua Jurusan Sipil Pengairan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar. 3. Bapak Muh. Amir Zainuddin, ST ., MT selaku Sekretaris Jurusan Sipil

Pengairan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar. 4. Ibu Dr.Ir. Hj. Fenty Daud S.,MT selaku Dosen Pembimbing Satu (1) 5. Ibu Dr. Ir. Nenny T Karim, ST., MT selaku Dosen Pembimbing Dua (2)

(6)

Teknik Sipil Pengairan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

7. Kedua Orang Tua kami yang selalu memberi dukungan secara moral maupun material dan doa kepada kami.

8. Keluarga besar Teknik Sipil B 2015 yang memberikan dukungan kepada kami

9. “The comels” yang memberikan dukungan serta semangat agar kami senantiasa mengerjakan skripsi kami.

10. Saudara/saudari kami di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Pengairan.

Serta semua pihak yang telah membantu kami. Selaku manusia biasa tentunya kami tak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang kontruktif sangat diharapkan demi penyempurnaan skripsi ini.

“Billahi Fii Sabilil Hak Fastabiqul Khaerat”.

Makassar, Oktober 2019

(7)

Universitas Muhammadiyah Makassar

Email : rizkimaulana969@gmail.com, 4nur.fatima@gmail.com Abstrak

Sungai adalah saluran alamiah di permukaan bumi yang menampung dan menyalurkan air hujan dari daerah yang tinggi ke daerah yang lebih rendah dan akhirnya bermuara di danau atau di laut. Di dalam aliran air terangkut juga material-material sedimen yang berasal dari proses erosi yang terbawa oleh aliran air dan dapat menyebabkan terjadinya pendangkalan akibat sedimentasi. Pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui laju sedimentasi pasca banjir bandang di Sub DAS Jenelata. Dalam menganalis laju sedimen melayang (suspend load) menggunakan metode USBR (Unite State Beureu Reclamation), pada penganalisaan sedimen dasar (bed load) digunakan 2 metode yaitu metode MPM (Meyer-Putter dan Muller) dan metode Einsten. Hasil penelitian menunjukkan laju sedimen melayang (suspend load) sebesar 0,0618 m3/hr dan sedimen dasar (bed load) sebesar 0,6131 m3/hr dengan karakteristik sedimen pasir sedang (Fine Sand).

Kata kunci : Sedimen dasar, karakteristik sedimen, sedimen melayang Abstract

The river is a natural channel at the earth's surface that are accommodating and channeling rain water from the sources or upriver to the mouths or downriver where eventually flowing towards a lake or an ocean. A natural flowing watercourse transports sediment material from the erosion process that can highly lead to the silting due to sedimentation. During flash floods at Jenelata watershed in early 2019 most likely caused by heavy rain, the runoff collected in gutters and streams where they formed greater volumes. There is still limited research identifying on post-partum sedimentation in the river. Therefore, this study aims to measure the post-flood sedimentation rate at Jenelata watershed quickly after the incident occurred. This study used Unite State Beureu Reclamation method to analyze the rate of suspended load, while to analyze bed load two methods namely Meyer-Putter and Muller and Einstein method were used. The results showed that the rate of suspended load of 0.0618 m3/day and bed load at 0,6131 m3/day with characteristics of sediment is fine sand.

(8)

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ... i KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI ... iv DAFTAR PERSAMAAN ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 2 C. Tujuan Penelitian ... 2 D. Manfaat Penelitian ... 3 E. Batasan Masalah ... 3 F. Sistematika Penelitian ... 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Sungai ... 6

B. Karakteristik Aliran Sungai ... 8

C. Gerusan ... 13

(9)

E. Saluran Terbuka ... 22

F. Debit Saluran ... 23

G. Pengukuran Kemiringan Dasar Saluran ... 25

H. Tipe Aliran ... 26

I. Analisis Sedimen ... 28

J. Penelitian Yang Relevan ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ... 41

B. Lokasi Pengambilan Sampel ... 42

C. Alat dan Bahan ... 42

D. Prosedur Penelitian ... 43

E. Tahap Pengujian Laboratorium ... 46

F. Flow Chart Penelitian ... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Hasil Perhitungan ... 49

B. Pembahasan ... 58 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 63 B. Saran... 63 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(10)

DAFTAR PERSAMAAN

Persamaan 1. Perhitungan Jari-Jari Hidrolis ... 24

Persamaan 2. Perhitungan Debit ... 25

Persamaan 3. Menghitung Beda Tinggi Muka Air ... 25

Persamaan 4. Menghitung Kemiringan Dasar Saluran ... 25

Persamaan 5. Perhitungan Berat Jenis ... 30

Persamaan 6. Perhitungan Berat Jenis ... 30

Persamaan 7. Perhitungan W5 ... 30

Persamaan 8. Perhitungan Volume Angkutan Persatuan Waktu ... 33

Persamaan 9. Perhitungan Intensitas Angkutan Sedimen ... 33

Persamaan 10. Perhitungan Intensitas Pengaliran ... 33

Persamaan 11. Menghitung Friction Factor Angkutan... 34

Persamaan 12. Menghitung Friction Factor Intensif ... 34

Persamaan 13. Rumus Meyer Petter dan Muller ... 34

Persamaan 14. Volume Angkutan ... 35

Persamaan 15. Intensitas Angkutan Sedimen... 35

Persamaan 16. Intensitas Pengaliran Efektif ... 36

Persamaan 17. Menentukan Friction Factor Intensif ... 36

Persamaan 18. Menghitung Angkutan Sedimen Metode Einsten ... 36

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pola Aliran Sungai... 7

Gambar 2. Alur Morfologi Sungai ... 8

Gambar 3. Klasifikasi Aliran Pada Saluran Terbuka ... 9

Gambar 4. Aliran Seragam (a) dan Berubah (b) ... 12

Gambar 5. Siklus Terjadinya Sedimen ... 17

Gambar 6. Proses Sedimentasi Normal Dan Sedimentasi Dipercepat .. 18

Gambar 7. Ragam Gerakan Sedimen Dalam Air ... 22

Gambar 8. Pola Perjalanan Gelombang Di Saluran Terbuka ... 27

Gambar 9. Pembentukan Aliran Seragam Pada Saluran ... 28

Gambar 10. Lokasi Pengambilan Sampel Sedimen Di Bagian Hilir Sungai Jenelata ... 41

Gambar 11. Tampak Melintang Sungai ... 41

Gambar 12. Titik Pengambilan Sampel ... 42

Gambar 13. Bagan Alur Penelitian ... 48

Gambar 14. Grafik Analisa Saringan Sampel 1 ... 54

Gambar 15. Grafik Analisa Saringan Sampel 2 ... 54

Gambar 16. Grafik Analisa Saringan Sampel 3 ... 55

Gambar 17. Grafik Analisa Saringan Sampel 4 ... 56

Gambar 18. Grafik Analisa Saringan Sampel 5 ... 56

(12)

Gambar 20. Hubungan Laju Sedimen Dasar dan Laju Sedimen

Melayang ... 59 Gambar 21. Hubungan Debit Aliran dan Kecepatan Aliran ... 59 Gambar 22. Hubungan Debit Aliran Dan Angkutan Sedimen

Melayang ... 60 Gambar 23. Hubungan Angka Froude dan Kecepatan Aliran ... 60 Gambar 24. Hubungan Kecepatan Aliran dan Laju Sedimen

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Skala Kelas Pengelompokan Partikel oleh AGU ... 29

Tabel 2. Nilai Faktor Koreksi Temperatur ... 31

Tabel 3. Ukuran Saringan Standar ASTM dan SI ... 31

Tabel 4. Analisis Debit Pengukuran Sungai Jenelata ... 49

Tabel 5. Hasil Analisis Angka Froude ... 50

Tabel 6. Analisa Perhitungan Konsentrasi Sedimen (Cs) ... 51

Tabel 7. Analisa Laju Sedimen Melayang ... 51

Tabel 8. Analisa Laju Sedimen Dasar Metode Meyer Petter dan Muller ... 52

Tabel 9. Analisa Laju Sedimen Dasar Metode Einstein ... 52

Tabel 10. Rekapitulasi Perhitungan Sedimen Melayang dan Sedimen Dasar ... 52

Tabel 11. Hasil Analisa Saringan Komulatif Lolos Saringan Sampel 1 ... 53

Tabel 12. Hasil Analisa Saringan Komulatif Lolos Saringan Sampel 2 ... 54

Tabel 13. Hasil Analisa Saringan Komulatif Lolos Saringan Sampel 3 ... 55

Tabel 14. Hasil Analisa Saringan Komulatif Lolos Saringan Sampel 4 ... 55

Tabel 15. Hasil Analisa Saringan Komulatif Lolos Saringan Sampel 5 ... 56

(14)

Tabel 16. Hasil Analisa Saringan Komulatif Lolos Saringan Sampel

6 ... 57

Tabel 17. Rekapitulasi Gradasi Butiran ... 57

Tabel 18. Karakteristik Sedimen ... 58

Tabel 19. Hasil Pengujian dan Analisa Berat Jenis ... 58

Tabel 20. Hasil Perhitungan Sedimen Melayang dan Sedimen Dasar ... 58

(15)

1 A. Latar Belakang

Sebagian besar hujan air hujan yang turun ke permukaan tanah, mengalir ke tempat-tempat yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan akibat gaya berat, akhirnya melimpah ke danau atau ke laut. Sungai yang cenderung curam dan akibat besarnya debit curah hujan mengakibatkan terjadi kenaikan muka air sungai dengan cepat dan secara signifikan menggerus dasar sungai. Sedimen di suatu sungai merupakan fenomena yang menarik banyak para peneliti dibidang hidraulik, dinamika fluida, lingkungan dan hidrologi.

Sungai adalah saluran alamiah di permukaan bumi yang menampung dan menyalurkan air hujan dari daerah yang tinggi ke daerah yang lebih rendah dan akhirnya bermuara di danau atau di laut. Di dalam aliran air terangkut juga material-material sedimen yang berasal dari proses erosi yang terbawa oleh aliran air dan dapat menyebabkan terjadinya pendangkalan akibat sedimentasi dimana aliran air tersebut akan bermuara yaitu di danau atau di laut Sedimen yang dihasilkan oleh proses erosi dan terbawa oleh aliran air akan diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan alirannya melambat atau terhenti. Peristiwa pengendapan ini dikenal dengan peristiwa atau proses sedimentasi. Proses sedimentasi berjalan sangat komplek, dimulai dari jatuhnya hujan yang menghasilkan energi kinetik yang

(16)

merupakan permulaan dari proses erosi. Begitu tanah menjadi partikel halus, lalu menggelinding bersama aliran, sebagian akan tertinggal diatas tanah sedangkan bagian lainnya masuk ke sungai terbawa aliran menjadi angkutan sedimen.

Sungai Jenelata terletak di Kabupaten Gowa yang merupakan anak Sungai Jenebarang. Aliran sungai Jeneberang membawa sedimen pada sungai Jenelata yang memiliki kecepatan aliran cenderung lambat sehingga semakin mudah terjadinya sedimentasi. Pada waktu tertentu seperti saat curah hujan di Kabupaten Gowa meningkat menyebabkan peningkatan debit aliran di sungai Jenelata yang begitu signifikan sehingga terjadi banjir yang menyebabkan erosi pada tebing sungai Jenelata.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian diatas maka permasalahan yang dirumuskan yaitu:

1. Seberapa besar laju sedimentasi pasca banjir di sub DAS Jenelata? 2. Bagaimana karakteristik sedimen pasca banjir di sub DAS Jenelata?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui berapa laju sedimentasi pasca banjir di sub DAS Jenelata.

2. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik sedimen pasca banjir di sub DAS Jenelata.

(17)

D. Manfaat Penelitian

Dalam penulisan laporan penelitian ini dikemukakan beberapa manfaat, yaitu:

1. Bagi peneliti, Dapat bermanfaat sebagai cara mengamalkan ilmu pada waktu kuliah dengan melakukan penelitian dalam rangka menyelesaikan pendidikan serta memberikan pengetahuan kepada peneliti mengenai volume sedimentasi yang terjadi di bagian hilir sungai Jenelata

2. Bagi instansi, Diharapkan peneilitian ini dapat dijadikan referensi untuk mengetahui seberapa besar pemanfaatan penampungan waduk yang akan dibuat dalam proses pembangunan bendungan di sungai Jenelata tersebut.

3. Bagi instansi, Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain yang akan mengangkat tema yang sama dengan sudut pandang yang berbeda.

E. Batasan Penelitian

Agar pembahasan masalah tidak meluas, dan menyebabkan ketidak-sesuaian dengan tujuan penelitian, maka diberikan beberapa batasan masalah sebagai berikut:

1. Lokasi studi difokuskan pada pertemuan sungai Jeneberang dan sungai Jenelata

2. Pengambilan data yaitu data kecepatan aliran, kedalaman aliran, dan lebar dasar sungai.

(18)

3. Pengambilan data dilakukan dengan 2 segmen area yang masing-masing berjarak 20 m, dengan masing-masing-masing-masing 16 patok setiap segmennya untuk mencari nilai kecepatan dan kedalaman alirannya. 4. Pengambilan sampel dilakukan masing-masing 3 titik dlam setiap

segmennya dan dilakukan pada waktu pasang.

5. Lamanya alat ditenggelamkan dalam pengambilan sampel yaitu selama 1 menit setiap masing-masing sampel.

6. Erosi tidak termasuk dalam objek studi penelitian ini.

F. Sistematika Penelitian

Penulisan Laporan Penelitian ini terdiri dari beberapa bab, dimana masing-masing bab membahas masalah tersendiri, selanjutnya sistematika laporan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN, pada bab ini menjelaskan latar belakang

penulisan laporan, maksud dan tujuan penelitian, batasan masalah penelitian, metode penulisan dan bagaimana sistematika penulisannya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, pada bab ini akan dibahas mengenai

teori-teori yang mendukung dalam penyusunan penelitian ini. Berisi mengenai definisi-definisi dan teori-teori mengenai sedimentasi dan laju sedimentasi dari berbagai sumber.

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN, pada bab ini menjelaskan

(19)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN, pada bab ini menjelaskan

tentang gambaran umum wilayah penelitian serta membahas tentang hasil metode analisis yang digunakan.

BAB V PENUTUP, pada bab ini mencakup hal-hal yang menjadi

kesimpulan beserta saran-saran yang terkait dengan materi penyusunan laporan penelitian.

(20)

6 A. Sungai

Sungai adalah saluran alamiah dipermukaan bumi yang menampung dan menyalurkan air hujan dari daerah yang tinggi ke daerah yang lebih rendah dan akhirnya bermuara di danau atau di laut. Arus air di daerah yang tinggi atau biasa disebut dengan daerah hulu sungai biasanya lebih deras dibandingkan dengan arus sungai di bagian yang lebih rendah atau biasa disebut dengan daerah hilir sungai. Di dalam aliran air terdapat material-material sedimen yang berasal dari proses erosi yang terbawa oleh aliran air dan dapat menyebabkan terjadinya pendangkalan akibat sedimentasi dimana aliran air tersebut akan bermuara yaitu di danau atau di laut. Sedimen yang dihasilkan oleh proses erosi dan terbawa oleh aliran air akan diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan alirannya melambat atau terhenti. Peristiwa pengendapan ini dikenal dengan peristiwa atau proses sedimentasi.

Morfologi sungai adalah ilmu yang mempelajari tentang geometri (bentuk dan ukuran), jenis, sifat, dan perilaku sungai dengan segala aspek dan perubahannya dalam dimensi ruang dan waktu. Dengan demikian, morfologi sungai ini akan menyangkut juga sifat dinamik sungai dan lingkungannya yang saling terkait.

(21)

Dalam menentukan morfologi suatu sungai diperlukan data-data geometri sungai tersebut seperti lebar sungai, kedalaman sungai, penampang sungai, kemiringan dasar sungai ,dan koordinat lokasi sungai. Jenis pola alur sungai antara alur sungai utama dengan cabang-cabangnya di suatu wilayah dengan wilayah lainnya sangat bervariasi. Adanya perbedaan pola alur sungai antara wilayah sangat ditentukan oleh perbedaan kemiringan dan struktur batuan dasarnya. Pola alur sungai yang umum dikenal adalah pola dendritik, radial, rectangular, trellis, anular, dan palarel (Gambar 1). Menurut aliran airnya, sungai dibedakan menjadi sungai permanen dan sungai non-permanen atau musiman.

Gambar 1. Pola aliran sungai (Sosrodarsono, 2008)

Morfologi sungai menggambarkan keterpaduan antara karakteristik abiotik (fisik-hidrologi, hidrolika, sedimen transpor) dan karakteristik biotik (biologi atau ekologi) daerah yang dilaluinya. Mangelsdorf dan Scheuemann (1980) dalam Maryono (2005) mengusulkan empat faktor utama yang berpengaruh terhadap pembentukan alur morfologi sungai, yaitu : tektonik,

(22)

geologi, iklim, dan vegetasi. Hubungan antara faktor-faktor tersebut disajikan dalam gambar 2.

Gambar 2. Alur morfologi sungai (Maryono, 2013)

B. Karakteristik Aliran Sungai

1. Kriteria Aliran

Aliran pada saluran terbuka (sungai) dapat diklasifikasikan menjadi berbagai tipe tergantung kriteria yang digunakan. Berdasarkan perubahan kedalaman dan/atau kecepatan mengikuti fungsi waktu, maka aliran dibedakan menjadi permanen (steady) dan tidak permanen (unsteady). Sedangkan berdasarkan fungsi, maka aliran dibedakan menjadi aliran seragam (uniform) dan tidak seragam/berubah (nonuniform or varied). Klasifikasialiran pada saluran terbuka (sungai) dapat dilihat pada gambar 3 GEOLOGI TEKTONIK IKLIM VEGETASI SEDIMEN DEBIT TAMPAK ATAS TAMPAK MEMANJANG TAMPAK MELINTANG SYARAT ALAMIAH PROSES TRANSPORT GEOMETRI SUNGAI

(23)

Gambar 3. Klasifikasi aliran pada saluran terbuka (Bambang Triatmodjo, 1996)

Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa aliran seragam dapat dibagi berdasarkan laju perubahan kecepatan terhadap jarak, menjadi aliran berubah lambat lanau (grdually varied flow) dan aliran berubah tiba-tiba (rapidly varied flow).

Kriteria aliran menurut waktu dapat dibagi dalam : a) Aliran Permanen (Steady Flow)

Apabila karakteristik fisik aliran, terutama kedalam aliran atau kecepatan aliran tidak berubah atau dapat dianggap konstan salama interval waktu yang ditinjau.

Aliran (Flow)

Aliran Permanen (Steady)

Aliran Tak Permanen (Unsteady) Seragam (Uniform) Berubah (Varied) Seragam (Uniform) Berubah (Varied) Berubah Lambat Laun (Gradually) Berubah Tiba-Tiba (Rapidly) Berubah Tiba-Tiba (Rapidly) Berubah Lambat Laun (Gradually)

(24)

b) Aliran Non Permanen (Unsteady Flow)

Apabila karakteristik fisik aliran, terutama kedalam aliran atau kecepatan aliran berubah atau dapat dianggap tidak konstan selama interval waktu yang ditinjau.

Sedangkan kriteria aliran menurut ruang dapat dibagi dalam : a) Aliran Seragam (Uniform Flow)

Aliran disebut seragam apabila berbagai variabel aliran seperti kadalaman, tampang basah, kecepatan dan debit pada setiap tampang disepanjang aliran adalah konstan. Pada aliran seragam, garis energi, garis muka air dan dasar saluran adalah sejajar sehingga kemiringan dari ketiga garis tersebut adalah sama. Kedalaman air pada aliran seragam disebut dengan kedalaman normal (yn). Untuk debit aliran dan luas tampang lintang saluran tertentu, kedalaman normal adalah konstan diseluruh sepanjang saluran.

Contoh aliran seragam adalah aliran melalui saluran irigasi yang sangat panjang dan tidak ada perubahan penampang. Aliran irigasi yang dekat bangunan irigasi tidak lagi seragam karena adanya bendungan atau terjunan, yang menyebabkan aliran menjadi tidak seragam (Non Uniform). b) Aliran tidak seragam atau berubah (Non Uniform Flow atau Varied

Flow)

Aliran disebut tidak seragam atau berubah (Non Uniform Flow atau Varied Flow) apabila variabel aliran seperti kedalaman, tampang basah, kecepatan disepanjang saluran tidak konstan.

(25)

Didalam aliran tidak seragam, garis tenaga tidak sejajar disepanjang garis muka air dan dasar saluran. Contoh aliran tidak seragam yaitu aliran yang melalui sungai atau juga saluran irigasi dekat bangunan (bendung) atau diujung saluran. Analisa aliran tidak seragam biasanya bertujuan untuk mengetahui profil aliran disepanjang saluran dan sungai.

Apabila perubahan aliran terjadi pada jarak yang pendek maka disebut aliran berubah cepat, sedangkan apabila terjadi pada jarak yang panjang disebut aliran berubah beraturan.

1) Aliran Berubah Beraturan (Gradually Varied Flow)

Dimana parameter hidrolis (kecepatan, tampang basah) berubah secara progresif dari satu tampang ketampang yang lain. Kecepatan aliran disepanjang saluran dapat dipercepat atau diperlambat yang tergantung pada kondisi saluran. Apabila di ujung hilir saluran terdapat bendung maka akan terjadi profil muka air pembendungan dimana kecepatan aliran akan berkurang (diperlambat). Sedangakan apabila terdapat terjunan maka profil muka air akan menurun dan kecepatan akan bertambah (dipercepat). Aliaran di dalam sungai biasanya termasuk dalam tipe ini. 2) Aliran Berubah Cepat (Rapidly Varied Flow)

Dimana parameter hidrolis berubah secarah mendadak dan kadang-kadang juga tidak kontinyu (Discontinue). Contoh dari aliran ini adalah : perubahan penampang, loncatan air, terjunan, aliran melaui

(26)

bangunan pelimpah dan pintu air dan sebagainya. Kehilangan tenaga karena turbulensi.

Gambar 4. Aliran seragam (a) dan berubah (b) (Bambang Triatmodjo, 2008)

2. Aliran Dasar Sungai

Sebagian besar debit aliran seungai kecil yang masih alamiah adalah debit aliran yang besal dari air tanah atau mata air dan debit aliran permukaan (air hujan). Dengan demikian aliran air pada sungai kecil pada umumnya lebih menggambarkan kondisi hujan daerah bersangkutan. Sedangkan sungai besar, sebagian besar debit alirannya berasal dari sungai–sungai kecil dan sungai sedang yang ada di atasnya. Sehingga aliran di sungai besar tidak mesti menggambarkan kondisi hujan di atas lokasi bersangkutan. Aliran pada sungai kecil terbentuk dari aliran mata air dan air tanah, sedangkan aliaran sungai besar dibentuk dari aliran dasar sungai-sungai kecil dan sedang di atasya.

Sungai kecil, sedang ataupun besar dasar, aliran dasar merupakan aliran yang sangat penting yang menentukan kondisi kualitas air dan kehidupan flora dan fauna sungai. Flora dan fauna sungai memerlukan dasar yang relatif seimbang-dinamis serta kontinyu (keseimbangan dinamis). Musim kemarau bisanya merupakan kondisi kritis untuk flora dan

(27)

fauna disebabkan karena langkahnya air baik dari dasar maupun aliran permukaan. Stabilitas aliran dasar ini sangat ditentukan oleh kualitas ekologi das dan daerah aliran dasar sungai yang bersangkutan. Dengan memelihara ekologi sungai ( flora dan fauna) dan ekologi DAS, berarti memelihara aliran dasar sungai tersebut.

C. Gerusan

Proses erosi dan deposisi di sungai pada umumnya terjadi karena perubahan pola aliran, terutama pada sungai alluvial. Perubahan tersebut terjadi karena adanya rintangan pada aliran sungai, berupa rintangan bangunan sungai seperti abutment jembatan, pilar jembatan, crib sungai, revetment dan sebagainya. Bangunan semacam ini dipandang dapat mengubah geometri alur serta pola aliran selanjutnya diikuti dengan terjadinya gerusan lokal di dekat bangunan (Legono: 1990).

1. Macam-macam Gerusan

Menurut Legono (1990), gerusan dibedakan menjadi:

a) Gerusan umum di alur sungai, gerusan ini tidak berkaitan sama sekali dengan terdapat atau tidaknya bangunan sungai. Gerusan ini disebabkan oleh energi dari aliran sungai.

b) Gerusan terlokalisir di alur sungai, terjadi karena penyempitan alur sungai, sehingga aliran menjadi lebih terpusat.

c) Gerusan lokal disekitar bangunan, terjadi karena pola aliran lokal disekitar bangunan sungai.

(28)

Gerusan dari jenis b dan c selanjutnya dapat dibedakan menjadi gerusan dengan air bersih (clear water scour) maupun gerusan dengan air bersedimen (live bed scour). Gerusan dengan air bersih berkaitan dengan suatu dimana dasar sungai atau saluran di sebelah hulu bangunan dalam keadaan diam (tidak ada material yang terangkut) atau secara teoritik τ <τ c 0 , sedangkan gerusan dengan air bersediman terjadi disertai dengan adanya angkutan sedimen, akibat aliran dalam saluran yang menyebabkan material dasar bergerak atau secara teoritik c τ >τ 0 (Legono: 1990).

2. Mekanisme Gerusan

Menurut Legono (1990), gerusan yang terjadi di sekitar abutmen jembatan merupakan akibat dari sistem pusaran (vortex system) yang timbul karena aliran dirintangi oleh abutment tersebut. Sistem pusaran yang menyebabkan adanya lubang gerusan tersebut dimulai dari sebelah hulu abutmen yaitu saat mulai munculnya komponen aliran dari arah bawah. Selanjutnya pada bagian bawah komponen tersebut, aliran akan berbalik arah menjadi vertikal yang kemudian diikuti dengan terbawanya material dasar sehinggga terbentuk aliran spiral di daerah gerusan.

Menurut Breusers dan Raudkivi (1991), proses gerusan dimulai pada saat partikel yang terbawa bergerak mengikuti pola aliran dari bagian hulu kebagian hilir saluran. Pada kecepatan tinggi, partikel yang terbawa akan semakin banyak dan lubang gerusan akan

(29)

semakin besar baik ukuran maupun kedalamanya. Kedalaman gerusan maksimum akan tercapai pada saat kecepatan aliran mencapai kecepatan kritik. Berikut ini adalah hubungan antara kedalaman gerusan terhadap waktu (gambar 1) dan hubungan antara kedalaman gerusan dengan kecepatan geser (gambar 2).

Gambar 1. Hubungan Kedalaman Gerusan dengan Waktu (Breusers dan Raudkivi: 1991)

Gambar 2. Hubungan Kedalaman Gerusan dengan Kecepatan Geser (Breusers dan Raudkivi: 1991)

Dijelaskan lebih lanjut bahwa kecepatan gerusan relatif tetap meskipun terjadi peningkatan kecepatan yang berhubungan dengan transpor sedimen, baik yang masuk maupun yang keluar lubang gerusan. Jadi kedalaman rata-rata gerusan pada kondisi seimbang (eguilibrium scour dept,Ys), dengan sendirinya menjadi lebih kecil dari kedalaman gerusan maksimum.

Menurut Larsen (1952) dalam Legono (1990), sifat alami gerusan mempunyai fenomena sebagai berikut :

a) Besar gerusan akan sama dengan selisih antara jumlah material yang ditranspor keluar daerah gerusan dengan jumlah material yang ditranspor masuk kedalam daerah gerusan.

b) Besar gerusan akan berkurang apabila penampang basah didaerah gerusan bertambah (misal: karena erosi).

(30)

c) Untuk kondisi aliran akan terjadi suatu keadaan gerusan yang disebut gerusan batas, besarnya akan asimtotik terhadap waktu. 3. Awal Gerak Butiran

Menurut Ranga Raju (1986), suatu saluran terbuka yang mempunyai sedimen lepas (loose sediment) diatur pada kemiringan tertentu dimana aliran seragam terjadi pada debit yang berbeda. Sebagai akibatnya, pada debit yang rendah ketika kedalaman dan tegangan geser kecil, partikel sedimen akan berhenti dan aliran itu sama dengan yang ada pada saluran batas kukuh. Apabila debit secara berangsur bertambah, suatu tahap dicapai apabila sedikit partikel pada dasar yang bergerak secara terputus-putus. Keadaan ini dinamakan kadaaan kritis (critical condition) keadaan gerak awal (incipent motion condition)

Selain dari batasan yang menunjukkan permulaan gerak sedimen, keadaan kritis mempengaruhi desain saluran peka erosi (erotible chanels) yang mengangkut air dan pada dasarnya mempengaruhi susunan endapan lumpur di dalam waduk. Dengan demikian ada manfaat memahami secara seksama kondisi hidraulika yang mengawali gerak pada dasar yang mempunyai sedimen yang diketahui karakternya.

D. Angkutan Sedimen

Sedimen adalah hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi parit, atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap

(31)

di bagian bawah kaki bukit, di daerah genangan banjir, saluran air, sungai, dan waduk (Asdak, 1995).

Sedangkan sedimentasi adalah proses mengendapnya material fragmental oleh air sebagai akibat dari adanya erosi. Proses mengendapnya material tersebut yaitu proses terkumpulnya butir-butir tanah yang terjadi karena kecepatan aliran air yang mengangkut bahan sedimen mencapai kecepatan pengendapan (settling velocity). Proses sedimentasi dapat terjadi pada lahan-lahan pertanian maupun di sepanjang dasar sungai, dasar waduk, muara, dan sebagainya.

Gambar 5. Siklus Terjadinya Sedimen (Sumber : Tambanga, 2008)

Berdasarkan proses terjadinya erosi tanah dan proses sedimentasi, maka proses terjadinya sedimentasi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:

a) Proses sedimentasi secara geologis (Normal)

Yaitu proses erosi tanah dan sedimentasi yang berjalan secara normal atau berlangsung secara geologi, artinya proses pengendapan yang berlangsung masih dalam batas-batas yang diperkenankan atau

(32)

dalam keseimbangan alam dari proses degradasi dan agradasi pada perataan kulit bumi akibat pelapukan.

b) Proses sedimentasi dipercepat

Yaitu proses terjadinya sedimentasi yang menyimpang dari proses secara geologi dan berlangsung dalam waktu yang cepat, bersifat merusak atau merugikan dan dapat. mengganggu keseimbangan alam atau kelestarian lingkungan hidup. Kejadian tersebut biasanya disebabkan oleh kegiatan manusia dalam mengolah tanah. Cara mengolah tanah yang salah dapat menyebabkan erosi tanah dan sedimentasi yang tinggi.

Gambar 6. Proses Sedimentasi Normal dan Sedimentasi dipercepat (Sumber : swwtc.wsu.edu, 2000)

Menurut Soemarto 1999, sebagai akibat dari adanya erosi, sedimentasi memberikan beberapa dampak, yaitu:

a) Di sungai

Pengendapan sedimen di dasar sungai yang menyebabkan naiknya dasar sungai, kemudian mengakibatkan tingginya muka air sehingga berakibat sering terjadi banjir.

(33)

b) Di saluran

Jika saluran irigasi dialiri air yang penuh sedimen, maka akan terjadi pengendapan sedimen di saluran. Tentu akan diperlukan biaya yang cukup besar untuk pengerukan sedimen tersebut dan pada keadaan tertentu pelaksanaan pengerukan menyebabkan terhentinya operasi saluran

c) Di waduk

Pengendapan sedimen di waduk akan mengurangi volume efektif waduk yang berdampak terhadap berkurangnya umur rencana waduk.

d) Di bendung atau pintu-pintu air

Pengendapan sedimen mengakibatkan pintu air kesulitan dalam mengoperasikan pintunya, mengganggu aliran air yang lewat melalui bendung atau pintu air, dan akan terjadi bahaya penggerusan terhadap bagian hilir bangunan jika beban sedimen di sungai berkurang karena telah mengendap di bagian hulu bendung, sehingga dapat mengakibatkan terangkutnya material alas sungai.

1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sedimentasi

Proses terjadinya sedimentasi merupakan bagian dari proses erosi tanah. Timbulnya bahan sedimen adalah sebagai akibat dari erosi tanah yang terjadi. Proses erosi dan sedimentasi di Indonesia yang lebih berperan adalah faktor air, sedangkan faktor angin relatif kecil. Faktor-faktor yang mempengaruhi sedimentasi yaitu :

(34)

a) Iklim b) Tanah c) Topografi d) Tanaman

e) Macam penggunaan lahan f) Kegiatan manusia

g) Karakteristik hidrolika sungai

h) Karakteristik penampung sedimen, check dam, dan waduk i) Kegiatan gunung berapi

2. Mekanisme Pengangkutan Sedimen

Mekanisme pengangkutan butir-butir tanah yang dibawah dalam air yang mengalir dapat digolongkan menjadi beberapa bagian sebagai berikut :

a) Wash Load Movement

Butir-butir tanah yang sangat halus berupa lumpur yang bergerak bersama- sama dalam aliran air, konsentrasi sedimen merata di semua bagian pengaliran. Bahan wash load berasal dari pelapukan lapisan permukaan tanah yang menjadi lepas berupa debu-debu halus selama musim kering. Debu halus ini selanjutnya dibawa masuk ke saluran atau sungai baik oleh angin maupun oleh air hujan yang turun pertama pada musim hujan, sehingga jumlah sedimen pada awal musim hujan lebih banyak dibandingkan dengan keadaan yang lain.

(35)

Butir-butir tanah bergerak melayang dalam aliran air. Gerakan butir-butir tanah ini terus menerus dikompresir oleh gerak turbulensi aliran sehingga butir-butir tanah bergerak melayang di atas saluran. Bahan suspended load terjadi dari pasir halus yang bergerak akibat pengaruh turbulensi aliran, debit, dan kecepatan aliran. Semakin besar debit, maka semakin besar pula angkutan suspended load.

c) Saltation Load Movement

Pergerakan butir-butir tanah yang bergerak dalam aliran air antara pergerakan suspended load dan bed load. Butir-butir tanah bergerak secara terus menerus meloncat-loncat (skip) dan melambung (bounce) sepanjang saluran tanpa menyentuh dasar saluran. Bahan-bahan saltation load terdiri dari pasir halus sampai dengan pasir kasar.

d) Bed Load Movement

Merupakan angkutan butir-butir tanah berupa pasir kasar (coarse sand) yang bergerak secara menggelinding (rolling), mendorong dan menggeser (pushing and sliding) terus menerus pada dasar aliran yang pergerakannya dipengaruhi oleh adanya gaya seret (drag force) aliran yang bekerja di atas butir-butir tanah yang bergerak.

(36)

Gambar 7. Ragam Gerakan Sedimen dalam Air (Sumber : Aditya, 2003)

E. Saluran Terbuka

Saluran terbuka adalah saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas. Saluran terbuka menurut asalnya dibedakan menjadi dua macam yaitu saluran alam (natural channels) dan saluran buatan (artificial channels) (Anggrahini, 2005).

Saluran alam (natural channels) merupakan saluran yang terbentuk menurut proses alamiah dan tidak mengalami perubahan yang berarti oleh manusia. Saluran-saluran yang termasuk kedalam jenis ini adalah saluran-saluran kecil, sungai-sungai kecil maupun besar dan muara-muara sungai yang di pengaruhi oleh pasang surut air laut. Sedangkan saluran buatan (artificial channels) adalah semua saluran yang dibuat oleh manusia, meliputi saluran irigasi, saluran pembangkit listrik, saluran drainase dan lain-lain (Anggrahini, 2005).

(37)

Sifat-sifat dari bagian-bagian geometri penampang saluran seluruhnya ditentukan oleh bentuk geometri dari saluran dan kedalaman aliran. Definisi dari beberapa bagian geometri penampang saluran adalah sebagai berikut:

a) Kedalaman aliran, h (depth of flow) adalah jarak vertikal dari titik yang terendah dari penampang saluran sampai ke permukaan air. b) Lebar permukaan, T (top width) adalah lebar penampang saluran

pada permukaan aliran (permukaan bebas).

c) Luas penampang aliran atau penampang basah, A (flow area) adalah luas penampang aliran yang diambil tegak lurus arah aliran. d) Keliling basah, P (wetted perimeter) adalah panjang garis

pertemuan antara cairan dan batas penampang melintang saluran yang tegak lurus arah aliran.

e) Jari-jari hidrolik, R (hidraulic radius) adalah perbandingan antara luas penampang basah dan keliling basah atau R= A/P.

F. Debit Saluran

Debit adalah volume aliran yang mengalir melalui suatu penampang melintang saluran per satuan waktu. Biasanya dinyatakan dalam satuan meter kubik perdetik (m3/dt) atau liter perdetik (l/dt). Debit ssaluran akan berubah-ubah menurut waktu (Soewarno, 1991).

Pengukuran debit harus dilakukan pada lokasi yang memudahkan pelaksanaan dimana aliran airnya tenang dan tidak banyak gangguan baik berupa vegetasi maupun bangunan utilitas

(38)

lainnya dan dilakukan pada lokasi yang sama dengan pengukuran sedimen terapung, untuk mendapatkan hubungan antara angkutan sedimen terapung dan debit aliran saluran. Pengukuran debit aliran saluran diawali dengan pengukuran luas tampang melintang saluran. Pada titik yang sama dilakukan pengukuran kecepatan aliran sehingga debit aliran saluran dapat diketahui.

Cara pengukuran debit yang digunakan adalah metode luas kecepatan. Pada metode ini debit dari suatu tampang lintang saluran dihitung dengan cara mengukur atau menghitung luas tampang basah saluran dan kecepatan rerata. Kecepatan rerata didapat dari hasil pengukuran dengan menggunakan current meter pada titik tertentu sepanjang tampang yang dikehendaki.

Untuk mengetahui luas penampang basah dan keliling penampang basah dapat dicari dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel, sehingga nilai jari-jari hidrolis dapat dicari yakni :

𝑅 =

𝐴

𝑃 ... (1) dengan :

A = luas penampang basah (m2), P = keliling penampang basah (m) R = jari-jari hidrolis (m),

Parameter yang penting dalam menghitung besarnya debit suatu aliran adalah luas penampang (A) dan kecepatan aliran (V), setelah kedua parameter tersebut diketahui barulah dapat dicari

(39)

besarnya debit aliran saluran. Sehingga persamaan yang digunakan untuk menghitung debit aliran saluran adalah (Soewarno,1991) :

𝑄 = (Ʃ𝑎 𝑥 Ʃ𝑣) ... (2) Dengan :

Q = debit (m3/dt),

a = luas bagian penampang basah (m2), v = kecepatan aliran (m/dt).

G. Pengukuran Kemiringan Dasar Saluran

Pengukuran kemiringan dasar saluran pada penelitian ini menggunakan data hasil pengukuran dilapangan yang menggunakan selang ukur. Dimana persamaan yang digunakan untuk mencari kemiringan yaitu :

Mencari beda tinggi muka air dapat di cari dengan Persamaan berikut : ∆h = h̅1− h̅2... (3)

Setelah Δh didapatkan, maka kemiringan dasar saluran dapat

dihitung dengan persamaan berikut yaitu:

𝐼 = 𝛥ℎ / 𝐿 ... (4) dengan :

L = Panjang bagian saluran (m), h1 = Elevasi dasar saluran di hulu (m), h2 = Elevasi dasar saluran di hilir (m), Δh = Beda tinggi muka air (m),

(40)

H. Tipe Aliran

1. Bilangan Froude

Berdasarkan gaya berat terhadap inersia, aliran dapat merupakan aliran sub kritis, kritis dan super kritis. Ketiganya dipengaruhi oleh bilangan Froude yang merupakan fungsi dari kecepatan (V) dan kedalaman aliran (h). Perbandingan gaya inersia dengan berat suatu aliran disebut bilangan Froude.

Ada tiga macam aliran (Rinaldi, 2002:20) sebagai berikut : 1. Aliran Sub Kritis

Aliran dikatakan sub kritis apabila lebih besar dari pada gaya inersia, sehingga air akan mengalir dengan kecepatan rendah.

Pada aliran sub kritis 𝑉 < √𝑔. ℎ dan 𝐹𝑟 < 1

Dalam mekanisme gelombang √𝑔. ℎ dapat disamakan dengan

kecepatan perambatan gelombang dangkal. Jika 𝑉 = √𝑔. ℎ maka kecepatan perambatan gelombang akan lebih besar dari pada kecepatan rata-rata aliran, sehingga gelombang dapat begerak kearah hulu.

2. Aliran Super Kritis

Aliran dikatakan super kritis apabila gaya berat sangat lemah bila dibandingkan dengan gaya inersia, sehingga air akan mengalir dengan kecepatan tinggi.

(41)

Jika 𝑉 > √𝑔. ℎ maka kecepatan perambatan gelombang akan hanya lebih kecil dari pada kecepatan aliran rata-rata aliran, sehingga gelombang hanya bergerak kearah hilir.

3. Aliran kritis

Antara keadaan sub kritis dan super kritis terdapat keadaan kritis Pada aliran kritis 𝑉 = √𝑔. ℎ dan 𝐹𝑟 = 1

Jika 𝑉 = √𝑔. ℎ maka kecepatan perambatan gelombang sama dengan kecepatan rata-rata aliran, sehingga tidak ada pergerakan gelombang. Kedalaman pada keadaan kritis disebut kedalaman kritis.

Gambar 8. Pola perjalanan gelombang di saluran terbuka (sumber : Bambang Triatmodjo, 2008)

Pada gambar 4. diperlihatkan suatu saluran panjang dengan tiga jenis kemiringan : sub kritis, kritis dan super kritis. Pada kemiringan sub kritis permukaan air di zona peralihan tampak bergelombang. Aliran dibagian tengah saluran bersifat seragam namun kedua ujungnya bersifat berubah. Pada kemiringan kritis permukaan air dari aliran kritis ini tidak stabil. Dibagian tengah dapat terjadi gelombang tetapi kedalaman rata-rata konstan dan alirannya dapat dianggap seragam. Pada kemiringan sub

(42)

kritis permukaan air beralih dari keadaan sub kritis menjadi super kritis setelah melalui terjunan hidrolik lambat laun. Dibagian hilir zona peralihan aliran mendekati seragam. Kedalaman aliran seragam disebut kadalaman normal (normal depth). Pada Gambar 5 tersebut, garis panjang terputus-putus menyatakan garis kedalaman normal, disingkat dengan G.K.N dan garis pendek terputus-putus atau garis titik-titik menyatakan garis kedalaman kritis atau G.K.K.

Panjang zona peralihan tergantung pada debit dan keadaan fisik saluran, seperti keadaan tempat pemasukan air, bentuk kemiringan dan kekasarannya.

Gambar 9. Pembentukan aliran seragam pada saluran (sumber : Ven Te Chow.,EV.Nnsi Rosalina, 1989)

I. Analisis Sedimen

Analisis sedimen yang dimaksud di sini meliputi ukuran (size) dan berat jenis kering (bulk density).

(43)

a. Ukuran Partikel (Particle Size)

Partikel-partikel sedimen akan memiliki bentuk yang tidak teratur. Oleh karena itu setiap panjang dan diameter akan memberikan ciri kepada bentuk kelompok butiran. Secara garis besar skala butiran adalah sebagai berikut :

1. Brangkal (Boulders) : 4000 – 250 mm 2. Krakal (Cobbles) : 250 – 64 mm 3. Krikil (Gravel) : 64 – 2 mm 4. Pasir (Sand) : 2000 – 62 µ 5. Lanau (Silt) : 62 – 4 µ 6. Lempung (Clay) : 4 – 0.24 µ

Tabel 1 Berikut memperlihatkan skala kelas pengelompokan partikel yang diusulkan oleh Persatuan Geofisika Amerika (American Geophysical Union).

Tabel 1. Skala kelas pengelompokan partikel yang diusulkan oleh AGU Ukuran

Kelas

Milimeter Mikron Inchi

4000 – 2000 160 – 80 Berangkal sangat besar

2000 – 1000 80 – 40 Berangkal besar

1000 – 500 40 – 20 Berangkal sedang

500 – 250 20 – 10 Berangkal kecil

250 – 130 10 – 5 Kerakal besar

130 – 64 5 – 2,5 Kerakal kecil

64 – 32 2,5 – 1,3 Kerakal sangat berkwarsa

32 – 16 1,3 – 0,6 Kerikil berkwarsa

16 – 8 0,6 – 0,3 Kerikil sedang

8 – 4 0,3 – 0,16 Kerikil halus

4 – 2 0,16 – 0,08 Kerikil sangat halus

2 – 1 2000 – 1000 Pasir sangat berkwarsa

(44)

0,5 – 0,25 500 – 250 Pasir sedang

0,25 – 0,125 250 – 125 Pasir halus

0,125 – 0,062 125 – 62 Pasir sangat halus

0,062 – 0,031 62 – 31 Lanau berkwarsa

0,031 – 0,016 31 – 16 Lanau sedang

0,016 – 0,008 16 – 8 Lanau halus

0,008 – 0,004 8 – 4 Lanau sangat halus

0,004 – 0,002 4 – 2 Lempung berkwarsa

0,002 – 0,001 2 – 1 Lempung sedang

0,001 – 0,0005 1 – 0,5 Lempung halus

0,0005 – 0,00025 0,5 – 0,24 Lempung sangat halus

(Sumber : Priyantoro, 1987) b. Berat Jenis ( Specific gravity )

Berat jenis (Specific gravity) adalah perbandingan antara berat volume butiran (γs) dengan berat volume air (γw) pada volume yang sama.

𝐺𝑥 = 𝛾𝑠 𝛾𝑤 =

𝜌𝑠

𝜌𝑤 ... (5)

Gs tidak berdimensi, secara tipikal berat jenis berbagai jenis tanah berkisar antara 2,65 sampai 2,75. (Hary, 2010). Untuk mencari nilai berat jenis melalui pengujian laboratorium digunakan persamaan :

𝐺𝑥 = (𝑊2 −𝑊1) (𝑊5−𝑊1)−(𝑊3−𝑊2) ... (6) 𝑊5 = 𝑊4 𝑥 𝑘 ... (7) dengan : W1 = berat piknometer

W2 = berat piknometer + sampel W3 = berat piknometer + sampel + air W4 = berat piknometer + air

(45)

k = faktor koreksi temperatur

Adapun nilai faktor koreksi temperatur dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini:

Tabel 2. Nilai faktor koreksi temperature

T (oC) 18 19 20 21 22 23 24

K 1.0016 1.0014 1.0012 1.0010 1.0007 1.0005 1.0003

T (oC) 25 26 27 28 29 30 31

K 1.0000 0.9997 0.9995 0.9992 0.9989 0.9986 0.9983 (Sumber: Anonim, 2012)

1. Analisis Saringan Butiran

Analisa ukuran butiran atau penentuan ukuran butiran berarti memisahkan/ mengelompokkan tanah berdasarkan perbedaaan fraksi (butiran). Perbedaaan fraksi tersebut dinyatakan dalam persentase dan berat kering total. Metode yang umum dan paling banyak digunakan dalam menganalisa ukuran butiran ini adalah analisis ayakan.

Digunakan satu set saringan, baik dengan menggunakan standar ASTM (inch) atau SI (mm). Tabel 3 dibawah ini memberikan berbagai ukuran saringan baik dalam standar ASTM (American Society for Testing and Material) maupun SI (Standar Internasional).

Tabel 3. Berbagai ukuran saringan dalam standar ASTM dan SI No.

Saringan

ASTM SI

Ditandai Lubang Ditandai Lubang

(Inchi) (mm) (mm) - 2 50,80 50 mm 50,00 - 1.5 38,10 40 mm 40,00 - ¾ 19,00 20 mm 20,00 - 3/8 9,51 10 mm 10,00 - 4 4,76 4,75 mm 4,75 - 7 2,83 2,80 mm 2,80

(46)

10 1 2,00 2,00 mm 2,00 14 14 1,41 1,40 mm 1,40 16 16 1,19 1,18 mm 1,18 18 18 1,00 1,00 mm 1,00 20 - - 0,85 mm 0,85 30 30 0,595 600 μ 0,60 35 35 0,500 500 μ 0,50 40 40 0,420 425 μ 0,425 45 45 0,354 355 μ 0,355 60 60 0,250 250 μ 0,250 70 70 0,210 212 μ 0,212 80 80 0,177 180 μ 0,180 100 100 0,149 150 μ 0,150 120 120 0,125 125 μ 0,125 140 - - 106 μ 0,106 170 170 0,088 90 μ 0,090 200 200 0,074 75 μ 0,075 325 325 0,044 45 μ 0,045 (Sumber: Anonim,1998) 2. Angkutan Dasar (Bed Load)

Angkutan dasar (bed load) adalah partikel yang bergerak pada dasar saluran dengan cara berguling, meluncur dan meloncat. Muatan dasar saluran keadaanya selalu bergerak, oleh sebab itu pada sepanjang aliran dasar saluran selalu terjadi proses degradasi dan agradasi yang disebut sebagai “alterasi dasar saluran”. Beberapa formulasi untuk menghitung jumlah muatan dasar telah dikembangkan oleh beberapa peneliti dari tahun ke tahun.

Dalam perhitungan angkutan sedimen, kesukarannya adalah tidak adanya aturan yang pasti sehingga kita hanya mengikuti saran dan aturan-aturan yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya.

(47)

Berikut metode pendekatan empirik yang sering digunakan dalam memprediksi laju angkutan dasar (bed load) (Priyantoro, 1987).

a. Metode Meyer-Petter dan Muller

M.P.M (1948) melakukan percobaan beberapa kali pada flume dengan coarse-sand dan menghasilkan hubungan empiris antara ф dan Ψ’ sebagai berikut:

𝑄𝑏 = ф (𝑔. 𝛥. 𝐷𝑚2)1/2 ... (8) Ф = (4𝛹’ − 0,188)3/2 ... (9) dengan :

Qb = volume angkutan persatuan waktu (m3/dt/m), Ф = intensitas angkutan sedimen,

g = gravitasi (m/dt2),

Δ = rasio perbandingan antara rapat massa butiran dengan rapat massa air (Δ = (ρs – ρw) /ρw),

Dm = diameter efektif = D50 – D60 (m), Ψ = intensitas pengaliran,

ρs = rapat massa butiran (kg/m3), ρw = rapat massa air (kg/m3).

Intensitas pengaliran dirumuskan sebagai berikut :

𝜑 =

𝜇 𝑥 𝑔 𝑥 𝑅 𝑥 𝐼

∆ 𝑥 𝐷𝑚

...

(10) dengan :

Ψ = intensitas pengaliran, µ = ripple factor = (C/C’)3/2,

(48)

R = jari-jari hidrolis (m),

I = kemiringan dasar saluran,

Dm = diameter butiran efektif = D50 – D60 (m), C = friction factor angkutan,

C’ = friction factor intensif.

Sedangkan untuk mencari friction factor angkutan (C) dan friction factor intensif (C’) adalah :

𝐶 =

𝑉̅ √𝑅 𝑥 𝐼 ... (11) 𝐶′ = 18 𝐿𝑜𝑔 𝑥 12 𝑥 𝑅 𝐷90 ... (12) dengan : V = kecepatan rerata (m/dt), R = jari-jari hidraulik (m), I = kemiringan dasar saluran,

D90 = diameter butiran lolos saringan 90%.

Dengan demikian jumlah sedimen yang terangkut permeter persatuan waktu dapat dihitung dengan rumus :

𝑆 = (Φ(𝑔. Δ. 𝐷553) 1 2⁄

) ... (13)

dengan :

Ф = intensitas angkutan sedimen, g = percepatan gravitasi (9,81 m/dt2),

Δ = rasio perbandingan antara rapat massa butiran dengan

(49)

D55 = diameter butiran lolos saringan 55% (mm). b. Metode Einstein

Einstein (1950) menetapkan persamaan muatan dasar sebagai persamaan yang menghubungkan material dasar dengan pengaliran setempat (local flow). Persamaan itu menggambarkan keadaan seimbang dari pada pertukaran butiran dasar antara lapisan dasar (bed layer) dan dasarnya. Einstein menggunakan D=D35 untuk parameter angkutan, sedangkan untuk kekasaran digunakan D=D65. Hubungan antara kemungkinan butiran akan terangkut dengan intensitas angkutan dasar dijabarkan sebagai berikut :

𝑄𝑏= Ф(𝑔 𝑥 ∆ 𝑥 𝐷353)1 2⁄ ... (14)

Ф = 0,044638 + 0,36249φ′− 0,226795𝜑′2+ 0,036𝜑′3 ... (15) dengan :

Qb = volume angkutan (m3/dt/m), Ф = intensitas angkutan sedimen,

g = percepatan gravitasi (9,81 m/dt2),

Δ = rasio perbandingan antara rapat massa butiran dengan

rapat massa air= (ρs –ρw)/ ρw,

D35 = diameter butiran lolos saringan 35%, Ψ’ = intensitas pengaliran efektif ,

ρs = rapat massa butiran (kg/m3), ρw = rapat massa air (kg/m3).

(50)

Intensitas pengaliran efektif dirumuskan sebagai berikut : (Priyantoro,1987)

𝜑′ =

𝜇 𝑥 𝑅 𝑥 𝐼

∆ 𝑥 𝐷35 ... (16) dengan :

Ψ’ = intensitas pengaliran efektif,

Δ = rasio perbandingan antara rapat massa butiran dengan rapat massa air,

µ = ripple factor = (C/C’)3/2, R = jari-jari hidrolik (m),

I = kemiringan dasar sungai,

D35 = diameter butiran lolos saringan 35% (mm).

Sedangkan untuk mencari friction factor angkutan (C) sama seperti rumus M.P.M dan friction factor intensif (C’) adalah :

𝐶′= 18 𝐿𝑜𝑔 𝑥 12 𝑥 𝑅

𝐷65 ... (17)

dengan :

R = jari-jari hidrolik (m),

I = kemiringan dasar sungai,

D65 = diameter butiran lolos saringan 65% (mm).

Dengan demikian jumlah sedimen yang terangkut permeter persatuan waktu dapat dihitung dengan rumus :

𝑆 = (Φ(𝑔. Δ. 𝐷353)1 2⁄ ) ... (18)

(51)

Ф = intensitas angkutan sedimen,

g = percepatan gravitasi (9,81 m/dt2),

Δ = rasio perbandingan antara rapat massa butiran dengan rapat massa air,

D35 = diameter butiran lolos saringan 35% (mm). 3. Angkutan Melayang (Suspended Load)

Sedimen layang adalah partikel butiran yang bergerak melayang di atas dasar saluran terbawa bersama aliran air. Laju sedimen layang sangat dipengaruhi oleh laju erosi lahan di bagian hulu daerah aliran salurannya. Pada daerah hilir keberadaan sedimen layang akan menimbulkan dampak negatif seperti penurunan kualitas air, pendangkalan saluran, pengurangan kapasitas waduk dan lain sebagainya.

Muatan layang (suspended load) adalah partikel yang bergerak dalam pusaran aliran yang cenderung terus menerus melayang bersama aliran. Ukuran partikelnya lebih kecil dari 0,1 mm. Berikut metode yang digunakan untuk menghitung muatan layang (Suspended load).

a. Metode USBR

Untuk menghitung muatan layang dengan Metode USBR (United State Beureu Reclamation) diperlukan pengukuran debit air (Qw) dalam m3/det, yang dikombinasikan dengan konsentrasi sedimen

(52)

(C) dalam mg/lt, yang menghasilkan debit sedimen dalam ton/hari dihitung menggunakan persamaan berikut (Soewarno,1991) :

Qs = 0,0864.C. Qw ... (19) Dengan :

Qs = debit sedimen suspensi (ton/hari),

C = konsentrasi sedimen suspensi (mg/liter), Qw = debit aliran (m3/dt),

0,0864 = merupakan faktor perubahan unit.

Berdasarkan pertimbangan bahwa fluktuasi aliran dari tahun ke tahun berbeda maka hubungan antara debit aliran saluran hasil pengukuran dengan muatan sedimen layang yang berasal dari sampel sebenarnya merupakan korelasi antara kedua faktor pada saat pengukuran. Laju erosi berubah dan tidak sama untuk setiap hujan karena tergantung pada intensitas curah hujan, keadaan tanah, serta pertumbuhan tanamannya.

Bagian-bagian tertentu dari suatu ruas saluran mungkin lebih peka terhadap erosi dari pada bagian-bagian lainnya, sehingga muatan sedimen yang lebih besar dapat diharapkan bila curah hujan terpusat pada daerah tersebut. Secara tidak langsung aliran sungai yang sudah di Bendung dan masuk melalui Intake akan mempengaruhi pula volume sedimen layang pada saluran primer. Hal ini menunjukan bahwa laju angkutan sedimen terapung dan laju aliran sungai tidak selamanya berkorelasi langsung.

(53)

39 1 Muhammad Chairul Fahmi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Jeneberang Kota Makassar-Sulawesi Selatan Untuk mengetahui pengelolaan aliran sungai Jeneberang dan kondisi geologi di wilayah Daerah Aliran Sungai Jeneberang Daerah Aliran Sungai 2 Astika Murni Lubis Analisis Sedimentasi di Sungai Way Besar

Untuk mengetahui sedimen dasar dan sedimen layang yang

terangkut di

sepanjang aliran sungai Way Besar

Suspended Load dan Bed Load Analisis data tutupan lahan dan curah hujan terbaru 3 Nur Khuzaimah HR Studi Penyebaran Sedimen di Muara Sungai Jeneberang Mengetahui jenis sedimen dasar muara sungai Jeneberang berdasarkan d50 dan penyebarannya Sampel sedimen dasar Perubahan morfologi pantai disekitar muara akibat sedimentasi 4 Siti Riskiyanti Hakim Studi Laju Sedimentasi Waduk Bili-Bili Pasca Pengembangan Untuk mengetahui volume endapan di

DAM dan untuk

memahami laju Volume endapan sedimen dan laju Pengukuran situasi areal waduk dan volume

(54)

pembangunan pengendali sedimen di hulu sungai Jeneberang secara grafis menggunakan aplikasi CAD 5 Farida Gaffar, Fauzan Hamdi Pengaruh Besarnya Sedimentasi Terhadap Kecepatan Arus Sungai di Muara Sungai Jeneberang

Untuk mengetahui pengaruh sedimen terhadap kecepatan arus pada muara sungai Jeneberang Sedimen 6 Ajiz Muhammad Khaerul Analisis Laju Sedimentasi di Bendungan Ponre-Ponre dan Estimasi

Umur Layanan Waduk Untuk mengetahui laju sedimentasi di Bendungan Ponre-Ponre Volume sedimen, laju sedimen, dan umur layanan waduk Curah hujan yang berkaitan dengan debit sungai 7 Fasdarsyah Analisis Karakteristik Sedimen Dasar Sungai Terhadap Parameter Kedalaman Untuk mengetahui karakter butiran sedimen dalam rangka mengevaluasi suatu formulasi kekasaran saluran Kekasaran hidraulik, diameter butiran, dan kedalaman.

(55)

41 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 2.2 2.4 2.6 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 Ke d ala m an Aliran ( m ) Lebar sungai (m) A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada daerah anak Sungai Jeneberang yaitu pada bagian hilir sungai Jenelata Kec. Manuju Kab. Gowa provinsi Sulawesi Selatan. Sungai ini berada di wilayah Desa Moncongloe Kecamatan Manuju. Secara geografis terletak 5o 17’24,02” LS dan 119o 36’ – 119o34’46,75” BT, dengan panjang sungai 50 meter.

Gambar 10. Lokasi pengambilan sampel sedimen di bagian hilir Sungai Jenelata (Tampak memanjang)

(56)

Di bagian hilir sungai Jenelata dibagi menjadi 2 potongan melintang, yang masing-masing dalam setiap potongannya dibagi menjadi 3 titik pengambilan sampel yaitu tepi, tengah, dan tepi. Jarak antar potongan melintang yaitu 20 meter.

Gambar 12. Lokasi pengambilan sampel.

C. Alat Dan Bahan

1. Alat

Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Current meter, untuk mengukur kecepatan aliran.

2) Meter lipat untuk mengukur kedalaman air, lebar dasar sungai, dan panjang sungai Jenelata

3) Tali tukang untuk menentukan titik pengamatan 4) Botol pengambil material sedimen

5) Stopwatch

6) Kamera handphone untuk pengambilan foto dokumentasi 7) Patok

8) Sieve shaker 9) Satu set saringan

(57)

11) Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram

12) Peralatan tulis, papan ujian, dan form penelitian untuk mencatat data pengukuran dan data pengujian di laboratorium yang diperlukan.

2. Bahan

1) Material sedimen (bed load) di bagian hilir Bendung Bissua 2) Sampel air dan material sedimen melayang (suspended load) di

bagian hilir Bendung Bissua

3) Air suling yang digunakan pada percobaan uji berat jenis.

D. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan

Untuk memperlancar penelitian, dilakukan beberapa tahapan persiapan di lokasi penelitian, antara lain :

a) Pemeriksaan alat-alat yang akan dipergunakan, apakah dalam kondisi baik dan lengkap.

b) Pembersihan alur saluran dari tanaman atau segala sesuatu yang menghambat jalannya penelitian.

2. Tahap Pegumpulan Data

Untuk keperluan analisis perlu dicari data yang merupakan variabel dalam pemecahan masalah.

1) Data primer yakni data sedimen berupa suspended load dan bedload yang diambil pada lokasi penelitian, data debit aliran, kecepatan aliran, kedalaman aliran, lebar dasar sungai, kemiringan

(58)

praktikum laboratorium.

2) Data sekunder yakni data yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Pengambilan data sekunder diperoleh berdasarkan acuan dan literatur yang dikumpulkan dan berhubungan dengan materi penelitian, karya tulis ilmiah yang berhubungan dengan penelitian. Data-data yang diperlukan meliputi data debit aliran, kemiringan dasar sungai, serta peta lokasi penelitian. Data diperoleh dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang.

3. Tahap Pengukuran

Tahapan pengukuran dilakukan dengan cara merawas. Merawas dilaksanakan apabila keadaan alur dan kecepatan aliran saluran memungkinkan untuk disebrangi langsung dengan cara merawas. Cara pengukuran merawas ini mempunyai keuntungan dapat memilih penampang melintang yang terbaik untuk pengukuran (Soewarno, 1991).

Adapun tahapan pengukuran anatara lain : 1) Pengukuran lebar aliran

Pengukuran lebar aliran sungai diukur dengan menggunakan meteran, dengan cara membentangkan meteran pada sisi kanan sungai hingga ke tebing kiri sungai yang terendam.

2) Pengukuran tinggi muka air

Pengukuran tinggi muka air dilakukan di setiap penampang melintang sungai yang telah dibagi menjadi beberapa pias. Alat yang

(59)

meter dari lebar penampang sungai. 3) Pengukuran kecepatan aliran

Kecepatan aliran sungai diperoleh dengan cara mengukur kecepatan di setiap pias yang sudah dibagi di suatu penampang melintang sungai dengan menggunakan alat ukur arus yaitu current meter. Mengukur kecepatan aliran tiap pias pada kedalaman yang ditentukan. Saat pengukuran kecepatan, propeller menghadap ke arah aliran dan menetapkan lama waktu pencatatan data di current meter.

4. Pengambilan Contoh Sedimen Dasar (Bed Load) dan Sedimen Melayang (Suspended Load)

Pengambilan sampel sedimen dasar (bed load) dan sedimen melayang (suspended load) dengan menggunakan alat yang telah kami buat, alat tersebut terbuat dari pipa yang dapat dimasukkan botol direkatkan pada kayu agar dapat menahan laju aliran serta menstabilkan botol yang terdapat didalam pipa tersebut.

1) Menurunkan alat sampai ke dasar saluran sejajar dengan arah aliran, dengan kondisi alat dalam keadaan terbuka.

2) Tahan alat tersebut hingga 1 menit lamanya sampai botol tersebut terisi penuh lalu tutup kembali botolnya.

3) Mengangkat alat setelah tabung dalam alat pengambil contoh sedimen terisi penuh (kecepatan ketika mengangkat kembali alat dari dalam saluran sama dengan kecepatan ketika menurunkan

(60)

pada sampel sedimen.

E. Tahap Pengujian Laboratorium

1. Uji Berat Jenis

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui berat jenis material dengan piknometer.

Alat-alat yang dipergunakan dalam pengujian berat jenis ini adalah : 1) Piknometer

2) Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110 ±5) °C

3) Neraca (timbangan) dengan ketelitian 0,1 gram 4) Air mineral

5) Termometer dengan ketelitian pembacaan 1°C

Adapun prosedur pelaksanaan untuk uji berat jenis ini adalah :

1) Piknometer dicuci dengan air sampai bersih dan dikeringkan, kemudian ditimbang menggunakan neraca dengan ketelitian 0,1 gram. 2) Sampel material kering dimasukkan ke dalam piknometer seberat

±300 gram kemudian ditimbang dengan piknometernya.

3) Air suling ditambahkan sehingga piknometer terisi 2/3 tinggi piknometer itu, kemudian timbang lalu dibiarkan selama 24 jam dalam suhu ruangan.

4) Setelah 24 jam, piknometer digoyang-goyangkan berkali-kali untuk membantu mempercepat pengeluaran udara yang tersekap dalam

(61)

tambahkan air hingga piknometer penuh

5) Timbang piknometer + sample + air menggunakan neraca dengan ketelitian 0,1 gram.

6) Setelah ditimbang bersihkan meterial dari piknometer dengan air mineral.

7) Isi piknometer dengan air suling sampai penuh kemudian timbang menggunakan neraca dengan ketelitian 0,1 gram

2. Uji Gradasi

Uji gradasi dilakukan dengan cara analisa ayakan (analisa saringan), dimana analisa saringan ini dipakai 2 (dua) seri saringan, yaitu : 1) Bila diameter butiran > 2 mm, digunakan saringan dengan ukuran

lubang : 3”, 2”, 1½, 1”, ¾ “, no..4, dan no.10.

2) Bila diameter butiran < 2mm digunakan saringan dengan ukuran lubang : no.10, no.20, no.40, no.60, no.140, dan no.200.

Adapun prosedur pelaksanaan dari analisa saringan ini adalah :

a) Sampel material dijemur dibawah sinar matahari sampai kering (± 24 jam).

b) Setelah kering, material sedimen ditimbang beratnya. c) Masing-masing ayakan kosong ditimbang beratnya.

d) Sampel material dimasukkan ke dalam satu set ayakan lalu diayak selama 10 menit.

e) Material yang tertinggal pada masing-masing ayakan ditimbang lalu dicari persentase berat material yang tertinggal tersebut.

(62)

Gambar 13. Bagan Alur Penelitian

Mulai

Pengambilan Data: 1. Data Kedalaman aliran 2. Data Kecepatan aliran 3. Kemiringan dasar saluran 4. Sampel sedimen

Variabel Bebas

1. Banyaknya sedimen di hilir

Variabel Terikat 1. Sedimentasi

Selesai

Hasil dan Pembahasan Studi Literatur

Pengujian Laboratorium 1. Pengujian Berat Jenis 2. Pengujian Gradasi Butiran 3. Pengujian Kadar Air

Analisa Data 1. Metode MPM 2. Metode Einstein Kesimpulan Tidak Ya

(63)

49 A. Analisa Hasil Perhitungan

1. Perhitungan debit aliran (Q)

Dari hasil pengambilan data di lapangan berupa pengukuran kecepatan aliran dan luas penampang sungai, selanjutnya dilakukan pengolahan data untuk mengetahui besarnya debit rata-rata air yang melalui 2 potongan melintang sungai Jenelata tersebut pada tabel 4

Tabel 4. Analisis Debit Pengukuran sungai Jenelata

No. Patok Jarak (b) Kedalaman Air (H) Kecepatan

Rata-Rata Luas (A) Debit (Q)

(m) (m) ῡ (m/detik) (m²) (m³/detik) (1) (2) (3) (4) (5) (6) P0 0,00 0,00 2 0,47 0,00 P1 0,47 0,00 2 1,06 0,00 P2 0,60 0,00 2 1,22 0,00 P3 0,63 0,00 2 1,41 0,07 P4 0,78 0,10 2 1,90 0,25 P5 1,12 0,17 2 2,33 0,45 P6 1,21 0,22 2 2,57 0,64 P7 1,36 0,28 2 2,93 0,87 P8 1,57 0,32 2 3,78 1,35 P9 2,21 0,40 2 4,21 1,76 P10 2,00 0,44

(64)

P11 2,11 0,51 2 4,14 2,21 P12 2,03 0,55 2 3,70 1,94 P13 1,67 0,50 2 3,19 1,46 P14 1,52 0,42 2 2,81 1,08 P15 1,30 0,34 2 1,30 0,23 P16 0,00 0,00 ⅀ 32 20,55 4,27 41,09 14,28 Rara-rata 2 1,21 0,25

2. Menentukan Tipe Aliran a) Angka Froude

Tabel 5. Hasil analisis angka froude

Potongan No. Patok Angka Froude

A P4 0,029 A P8 0,069 A P12 0,119 B P4 0,046 B P8 0,098 B P12 0,129 Rata - rata 0,082 3. Analisis Sedimen

Selain kondisi aliran, faktor berikutnya yang menyebabkan angkutan sedimen dapat bergerak, bergeser, di sepanjang dasar saluran dan bendung atau bergerak melayang pada aliran saluran dan bendung adalah karakteristik sedimen.

Gambar

Gambar 20. Hubungan Laju Sedimen Dasar dan Laju Sedimen
Gambar 1. Pola aliran sungai   (Sosrodarsono, 2008)
Gambar 2. Alur morfologi sungai                                    (Maryono, 2013)
Gambar 3.  Klasifikasi aliran pada saluran terbuka   (Bambang Triatmodjo, 1996)
+7

Referensi

Dokumen terkait