• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN LAPORAN TAHUNAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN LAPORAN TAHUNAN"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

LAPORAN TAHUNAN

2 0 0 7

(2)

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... 3 LAPORAN PPATK ... 5 1. Umum ... 5 2. Arah Kebijakan ... 8 3. Pelaksanaan Program ... 10

A. Riset dan Analisis ... 10

1. Riset ... 10

2. Analisis ... 13

B. Pengawasan Kepatuhan ... 14

1. Audit Kepatuhan ... 14

2. Pengawasan Kepatuhan ... 16

C. Kerjasama Dalam Negeri dan Luar Negeri ... 19

1. Kerjasama dan Hubungan Luar Negeri ... 20

2. Kerjasama dan Hubungan Dalam Negeri ... 21

D. Hukum dan Regulasi ... 22

E. Sistem Teknologi Informasi ... 24

1. Operasi Sistem ... 24

2. Manajemen Database ... 27

3. Pengembangan Aplikasi ... 27

F. Administrasi ... 28

1. Sumber Daya Manusia ... 28

2. Keuangan ... 29

3. Umum ... 33

G. Audit Internal ... 34

H. Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ………. 34

4. Penutup ... 35

LAMPIRAN ~ Daftar Istilah ... 38

(3)

3

KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Pertama-tama marilah kita memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kita kelapangan, kesempatan dan kemampuan untuk dapat mengelola dan mengembangkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) hingga ke penghujung tahun 2007 ini sebagai national focal point yang semakin maju dan efektif dalam mengkoordinasikan berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia.

Sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 18 UU TPPU, PPATK adalah lembaga yang independen dalam menjalankan tugas dan kewenangan, dan bertanggung jawab kepada Presiden. Sedangkan pada Pasal 26 ditetapkan bahwa wajib membuat dan menyampaikan laporan secara berkala mengenai hasil analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan lembaga-lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Penyedia Jasa Keuangan (PJK). PPATK juga memberikan informasi kepada publik tentang kinerja kelembagaan sepanjang pemberian informasi tersebut tidak bertentangan dengan UU TPPU. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana diatur dalam Pasal 26 UU TPPU, PPATK juga memiliki kewenangan berdasarkan Pasal 27 UU TPPU yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden, dan ketentuan lain yang berkaitan dengan rahasia bank serta kerahasiaan transaksi keuangan lainnya ditetapkan tidak berlaku bagi PPATK. Maka dengan dasar hukum tersebut perkenankanlah kami menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan kewenangan PPATK selama tahun 2007 dalam bentuk Laporan Tahunan.

Laporan Tahunan pada Tahun 2007 ini memuat penjelasan rinci mengenai berbagai bentuk kegiatan terkait dengan pelaksanaan tugas dan kewenangan PPATK selama satu tahun yang dimulai pada awal bulan Januari sampai dengan akhir bulan Desember 2007. Adapun topik-topik yang dibahas dalam Laporan Tahunan pada Tahun 2007 ini antara lain mencakup kegiatan riset dan analisis, pengawasan dan kepatuhan, kerjasama dalam negeri dan luar negeri, hukum dan peraturan perundang-undangan, sistem dan teknologi informasi, pengembangan sumber daya manusia, keuangan serta administrasi.

Dalam hal kewajiban pelaporan oleh PJK misalnya, sepanjang tahun 2007 PPATK telah menerima 5.831 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM), yang jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Fakta ini menunjukkan bahwa program sosialisasi dan audit kepatuhan yang telah dilaksanakan oleh PPATK telah membuahkan hasil yang positif serta cukup signifikan. Dan sejalan dengan peningkatan jumlah LTKM yang disampaikan oleh PJK tersebut, dibarengi pula dengan peningkatan kegiatan analisis yang dilakukan oleh PPATK. Tercatat bahwa hingga akhir Desember 2007, Laporan Hasil Analisis (LHA) yang telah disampaikan oleh PPATK kepada penegak hukum sebanyak 524 LHA dari 1.009 LTKM yang dianalisis. Hal ini dapat dicapai karena kegiatan riset dan analisis menggunakan metode dan teknik yang sudah disempurnakan, berpedoman kepada Sistem dan Prosedur Operasi (SPO) yang semakin baik, pemanfaataan ilmu pengetahuan dan

(4)

4

teknologi informasi modern, serta bertambahnya jumlah pegawai yang melaksanakan kegiatan riset dan analisis.

Guna menunjang pelaksanaan tugas dan kewenangan PPATK yang semakin baik dan bernas dalam konteks pembangunan rezim anti pencucian uang Indonesia yang kuat dan efektif, maka sepanjang Tahun 2007 PPATK juga telah melaksanakan langkah-langkah penting lain yang tetap mengacu kepada Rencana Strategis (RENSTRA) PPATK 2006-2010, antara lain: (i) melakukan revisi atas UU TPPU dalam bentuk Rancangan Undang-Undang Tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang telah diajukan oleh Pemerintah dan dibahas bersama di DPR dengan harapan dapat ditetapkan secepatnya menjadi Undang-undang; (ii) perumusan dan penyusunan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU 2007-2011 dibawah koordinasi Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU sebagai rekomendasi untuk Presiden di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU; (iii) penyelenggaraan Presidential Lecture di Istana Negara Jakarta; (iv) penyelenggaraan event internasional APG Workshop Typologies di Jakarta; (v) pelaksanaan Mutual Evaluation terhadap Indonesia oleh Asia Pacific Group on Money Laundering (APG); dan (vi) pembangunan gedung kantor PPATK.

Pada tahun 2007 ini, salah satu kegiatan yang cukup penting dan memiliki nilai historis bagi keberadaan PPATK sebagai FIU adalah dengan selesainya pembangunan gedung kantor baru PPATK di Jalan Ir. H. Juanda Nomor 35 Jakarta. Keberadaan gedung kantor ini menjadi penting, mengingat kurang lebih lima tahun lamanya PPATK berkantor sementara di Lantai IV Gedung Bank Indonsia Kebon Sirih, Jakarta. Gedung kantor baru PPATK tersebut dirancang secara khusus dan kompatibel dengan perkembangan teknologi-informasi modern sesuai kebutuhan lembaga intelijen di bidang keuangan (FIU) di era globalisasi sekarang. Di samping pembangunannya telah menguras tenaga, pikiran dan waktu sepanjang tahun 2007, pengadaan gedung tersebut juga memerlukan dana yang relatif cukup besar. Begitupun, kami berpandangan bahwa pengadaan gedung kantor sendiri merupakan bagian yang tidak tidak terpisahkan dari proses pembangunan rezim anti pencucian uang Indonesia. Dalam kata lain, keberadaan gedung kantor sendiri tersebut memiliki arti dan peran penting dalam upaya mengembangkan dan memajukan rezim anti pencucian uang Indonesia ke depan. Maka dengan kepemilikan gedung kantor sendiri yang dirancang sesuai core business PPATK, sehingga tidaklah berlebihan apabila kita menginginkan dan mengupayakan kinerja PPATK sebagai FIU ke depan harus semakin baik dan semakin bermanfaat untuk dapat membantu upaya penegakan hukum serta membantu stabilitas dan integritas sistem keuangan Indonesia.

Akhir kata, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih atas perhatian dan dukungan yang sungguh-sungguh dari Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Bank Indonesia dan Bapepam-LK, serta kerjasama segenap pihak yang telah terjalin dan terbina secara baik sehingga PPATK dapat mengemban tugas dan wewenangnya sebagaimana diamanatkan UU TPPU.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb. Jakarta, Januari 2007

Dr. Yunus Husein, S.H., LL.M

(5)

5

Pasal 26 UU TPPU

Tugas Pokok PPATK

Mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi informasi yang diperoleh oleh PPATK sesuai dengan Undang-undang ini;

Memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh Penyedia Jasa Keuangan;

Membuat pedoman mengenai tatacara pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan; Memberikan nasehat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentang informasi yang diperoleh oleh PPATK sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini;

Mengeluarkan pedoman dan publikasi kepada Penyedia Jasa Keuangan tentang kewajibannya yang ditentukan dalam Undang-undang ini atau dengan peraturan perundang-undangan lain, dan membantu mendeteksi perilaku nasabah yang mencurigakan;

Memberikan rekomendasi kepada Pemerintah mengenai upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;

Melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang kepada Kepolisian dan Kejaksaan;

Membuat dan memberikan laporan mengenai analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Penyedia Jasa keuangan; Memberikan informasi kepada publik tentang kinerja kelembagaan sepanjang pemberian informasi tersebut tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.

(6)

6

Pasal 27 UU TPPU

Kewenangan PPATK

meminta dan menerima laporan dari Penyedia Jasa keuangan;

meminta informasi mengenai perkembangan penyidikan atau penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang yang telah dilaporkan kepada penyidik atau penuntut umum; melakukan audit terhadap Penyedia Jasa Keuangan mengenai kepatuhan kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan terhadap pedoman pelaporan mengenai transaksi keuangan;

memberikan pengecualian kewajiban pelaporan mengenai transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b.

(7)

7

Struktur Organisasi

(8)

8

LAPORAN

PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS

TRANSAKSI KEUANGAN

1. Umum

Kita ketahui bersama bahwa di tengah situasi perekonomian dunia yang semakin menyatu dan meningkatnya interdependensi global seperti sekarang telah membuat sistem perekonomian nasional kita menjadi semakin terbuka namun juga rentan terhadap berbagai pengaruh eksternal, baik yang berimplikasi positif maupun negatif. Fenomena sistem keuangan global yang didorong dan didukung oleh perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di abad ke-20 ini, juga berdampak besar dan luas terhadap berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

Di bidang industri perbankan misalnya, globalisasi telah melahirkan produk-produk inovatif untuk meningkatkan layanan jasa kepada nasabah. Mekanisme lalu-lintas uang antar negara dengan layanan wire transfer telah memungkinkan individu ataupun korporasi melakukan transaksi bisnis dengan mitranya di luar negeri dalam hitungan detik tanpa perlu kedua belah pihak bertatap muka secara langsung. Contoh lain, internasionalisasi pasar modal telah menstimulasi produk-produk saham baru berdasarkan saham-saham asing yang diperdagangkan secara cross-border. Para investor dari berbagai negara dapat memiliki akses ke pasar modal mana saja di dunia dan dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan teknologi canggih di bidang komputer dan telekomunikasi (internet), sehingga saham yang diperjual-belikan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) juga dapat diperoleh di Amerika Serikat melalui New York Stock Exchange (NYSE). Hal ini menunjukkan bahwa implikasi positif yang diperoleh dari perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi-informasi dalam konteks sistem keuangan global yang telah terintegrasi seperti sekarang ini. Namun selain membawa banyak manfaat juga memiliki celah untuk disalahgunakan oleh pelaku tindak pidana.

Dengan terintegrasinya sistem keuangan kita ke dalam sistem keuangan global maka tidak tertutup kemungkinan masuknya dana-dana illegal yang berasal dari hasil-hasil kejahatan lintas batas negara yang terorganisir (organized crime) seperti perdagangan manusia, perdagangan narkotika dan obat-obat terlarang, perdagangan gelap senjata perang, ataupun penyeludupan melalui industri perbankan dan selanjutnya digunakan untuk membeli saham perusahaan-perusahaan go public yang ditawarkan di pasar modal. Sebaliknya, uang haram sebagai hasil dari tindak pidana korupsi ataupun penipuan yang terjadi di negara kita dengan mudah dapat dipindahkan oleh pelakunya melalui jasa perbankan (wire transfer) ke negara-negara yang belum begitu ketat menerapkan ketentuan anti-pencucian uang, dan kemudian diinvestasikan misalnya pada sektor properti atau pembelian barang-barang mewah.

Dengan semakin maraknya praktik pencucian uang pada beberapa puluh tahun terakhir ini, dan juga karena begitu besarnya jumlah uang yang dicuci telah menimbulkan kekhawatiran dan sekaligus menambah keyakinan banyak negara bahwa

(9)

9

praktik pencucian uang yang dilakukan baik secara placement, layering ataupun integration tersebut berdampak buruk terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Kegiatan pencucian uang yang terjadi di suatu negara secara makro dapat mempersulit pengendalian moneter dan mengurangi pendapatan negara, sedangkan secara mikro akan menimbulkan high cost economy dan menganggu sistem persaingan usaha yang sehat. Selain itu dapat pula menimbulkan permasalahan di bidang sosial-politik sehubungan dengan banyaknya uang haram yang digunakan dalam interaksi sosial dan politik, serta mengakibatkan tidak berjalannya sistem hukum dengan baik sehingga kepastian hukum tidak sepenuhnya dapat ditegakkan. Sejalan dengan itu diyakini pula, bahwa keterpurukan perkonomian suatu negara dapat berimplikasi negatif terhadap negara-negara lain.

Itulah sebabnya mengapa masyarakat internasional memiliki keinginan dan komitmen yang kuat untuk dapat memerangi kejahatan pencucian uang secara bersama-sama, bersatu-padu dan saling bahu-membahu agar stabilitas dan integrasi sistem keuangan serta tatanan perekonomian dunia selalu tetap terpelihara dengan baik demi kepentingan dan kemaslahatan umat manusia.

2. Arah Kebijakan

Untuk lebih memberdayakan rezim anti pencucian uang Indonesia, upaya dan langkah yang tepat dilaksanakan adalah memperkuat enam pilar utama yang satu sama lain sangat erat kaitannya. Pertama, hukum dan peraturan perundang-undangan. Kedua, sumber daya manusia dan sistem teknologi informasi. Ketiga, analisis dan kepatuhan. Keempat, kerjasama domestik dan internasional. Kelima, kelembagaan. Keenam, penelitian dan pengembangan.

Penguatan pilar pertama dimaksudkan agar tersedianya kerangka hukum dan peraturan perundang-undangan yang kuat, yaitu yang dapat menciptakan ketegasan dan kejelasan tentang pelaksanaan rezim anti pencucian uang sehingga mempermudah proses penegakan hukumnya. Saat ini pelaksanaan rezim anti pencucian uang masih dihadapkan pada adanya permasalahan dalam UU TPPU itu sendiri seperti keterbatasan upaya pendeteksian TPPU, adanya beragam penafsiran atas beberapa rumusan norma peraturan perundang-undangan yang dapat menimbulkan “celah hukum”, terbatasnya instrumen formal untuk melakukan pentrasiran dan penyitaan aset hasil kejahatan, serta masih terbatasnya kewenangan yang dimiliki oleh beberapa institusi terkait dalam penerapan UU TPPU. Disamping itu, revisi terhadap UUTPPU guna memperkuat pilar pertama menjadi semakin mendesak mengingat adanya kebutuhan untuk menyelaraskan dan menyesuaikan dengan norma yang berlaku secara internasional, yaitu Revised 40+9 FATF Recommendation.

Masih terdapat beberapa norma dari recommendation yang belum diadopsi dalam UUTPPU yang berlaku saat ini antara lain penerapan kewajiban pelaporan kepada profesi (profession) dan penyedia barang dan/atau jasa (designated non-financial business)”. Selain itu dalam konteks penguatan pilar pertama ini, kita perlu meratifikasi konvensi-konvensi regional dan internasional dalam konteks penguatan kerjasama regional dan internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU serta serious crime lainnya.

(10)

10

Pilar kedua terutama bertujuan untuk menyediakan sarana informasi dan komunikasi global yang terintegrasi dan terjamin keamanannya, serta menciptakan sumber daya manusia yang tangguh, terampil dan memiliki moral yang tinggi yang pada gilirannya dapat mengefektifkan dan mengefisienkan rezim anti pencucian uang. Untuk itu Indonesia perlu memiliki sistem informasi dan teknologi dengan database yang cukup memadai dan dikelola oleh tenaga-tenaga profesional.

Pilar ketiga untuk membangun suatu kondisi yang dapat mendorong dan meningkatkan kepatuhan PJK untuk melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan dan transaksi keuangan tunai kepada PPATK, dan dengan melaksanakan program-program pelatihan khusus secara kontinyu mengenai metode dan teknik analisis LTKM dan LTKT serta senantiasa mengikuti perkembangan tipologi pencucian uang, maka kualitas hasil analisis PPATK dari waktu ke waktu menjadi semakin baik sehingga penanganan dan penegakan hukum TPPU bisa lebih efektif dan efisien di masa mendatang.

Pilar keempat ditujukan untuk menjalin kerjasama yang baik dan menciptakan koordinasi yang solid antar instansi domestik dan memperkuat kerjasama internasional. Agar kerjasama dan koordinasi lintas sektoral yang efektif dan efisien dapat terwujud diperlukan suatu kerangka berpikir, orientasi dan pemahaman yang sama dalam penanganan TPPU. Sedangkan untuk meningkatkan kerjasama internasional, Indonesia perlu menggalang dan memperkuat kerjasama dengan lembaga-lembaga internasional seperti FIU negara-negara lain sehingga proses tukar-menukar informasi intelijen di bidang keuangan menjadi semakin mudah dan cepat, tanpa perlu mengorbankan aspek kerahasiaan dan kedaulatan negara.

Pilar kelima merupakan salah satu pilar penting yang bertujuan untuk mewujudkan kelembagaan yang kokoh, efisien dan berkinerja tinggi yang sangat diperlukan dalam upaya pembentukan rezim anti pencucian uang yang efektif di Indonesia. Masalah kelembagaan sesungguhnya tidak hanya mencakup persoalan eksistensi semata, melainkan juga optimalisasi lembaga (institusi) itu sendiri seperti penyedia jasa keuangan yang memahami arti penting peran dan kedudukannya sebagai “front liner” yang bertugas melakukan pendeteksian awal praktik pencucian uang melalui penerapan Prinsip Mengenal Nasabah; PPATK sebagai financial intelligence unit (FIU) sekaligus lembaga sentral yang bertugas mengkoordinasikan upaya lembaga-lembaga terkait; otoritas lembaga keuangan (Bank Indonesia dan Bapepam-LK) yang berperan dalam merumuskan kebijakan dan pengaturan Prinsip Mengenal Nasabah dan pengawasannya secara konsisten; institusi penegak hukum (Polri, Kejaksaan dan Pengadilan) yang melakukan upaya penegakan hukum sebagai tindak lanjut dari penyampaian hasil analisis atas transaksi keuangan mencurigakan; instansi pemerintah lainnya seperti otoritas perpajakan, bea dan cukai, atau instansi yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana asal; DPR sebagai kekuasaan legislatif yang melahirkan produk hukum dan produk politik yang memiliki landasan yuridis, filosofis dan sosiologis yang memadai; peran serta masyarakat luas yang terdiri dari orang-perorangan, kalangan kampus, media/pers, tokoh masyarakat dan lainnya. Termasuk di dalam pilar kelima ini adalah bagaimana membangun, mengembangkan, melembagakan dan mensosialisasikan kelembagaan dalam bentuk pranata-pranata sosial seperti nilai-nilai budaya yang sejalan dengan pencegahan dan pemberantasan money laundering, termasuk bentuk-bentuk tingkah laku yang ada di tengah

(11)

11

masyarakat yang terjadi mula-mula berdasarkan “kesepakatan sosial” dan kemudian mendapat sifatnya yang mengikat.

Pilar keenam merupakan salah satu prasyarat penting di dalam mengembangkan Rezim Anti Pencucian Uang Indonesia. Penelitian dan pengembangan merupakan kegiatan “think thank” yang bertujuan untuk menyusun hasil penelitian dan membuat rekomendasi yang objektif, sistematis dan komprehensif mengenai kelemahan dan keunggulan yang dimiliki oleh Rezim. Kegiatan penelitian dan pengembangan merupakan kebutuhan nyata mengingat bahwa money laundering merupakan kejahatan yang modus operandinya terus berkembang dengan memanfaatkan layanan jasa keuangan yang semakin canggih serta berbagai skema perdagangan (bisnis) yang semakin kompleks, ataupun dengan modus operandi lainnya. Pilar penelitian dan pengembangan ini bertugas menyiapkan perumusan kebijakan penelitian dan pengembangan; merumuskan program penelitian dan pengembangan; melaksanakan kerjasama dan pendayagunaan hasil penelitian dan pengembangannya; melaksanakan penelitian dan pengembangan yang bertujuan untuk menghasilkan informasi pengaturan, international best practices, dan standar internasional; mengevaluasi serta melaporkan pelaksanaan penelitian dan pengembangan. Pilar penelitian dan pengembangan ini diharapkan menjadi orientasi semua stakeholders di dalam Rezim Anti Pencucian Uang Indonesia, dan menjelma sebagai suatu kebutuhan urgen di dalam upaya membangun dan mengembangkan Rezim Anti Pencucian Uang yang kuat dan efektif di Indonesia.

Sebagai suatu built-in sub systems dalam rezim anti pencucian uang, antara satu pilar dengan pilar lainnya memiliki hubungan yang sangat erat dan bersifat fungsional. Dengan terbentuknya keenam pilar tersebut, maka rezim anti pencucian uang Indonesia yang semakin kuat dan efektif dapat diwujudkan. Sebaliknya, tidak efektifnya pelaksanaan rezim anti pencucian uang akan mengakibatkan tidak maksimalnya pendekatan anti pencucian uang dalam mendukung dan membantu upaya penegakan hukum (law enforcement) atas tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asalnya seperti korupsi, pembalakan liar, pedagangan dan penggunaan narkoba secara ilegal, serta tindak pidana terorisme di Indonesia. Hal ini tentunya akan memberikan insentif atau kemudahan bagi pelaku kejahatan khususnya kejahatan yang melibatkan harta kekayaan dalam jumlah yang signifikan untuk mengulangi bahkan memperluas kejahatannya.

Ke enam pilar tersebut di atas merupakan landasan yang kokoh dalam upaya membangun dan mengembangkan rezim anti pencucian uang Indonesia yang semakin efektif dan efisien. Dalam hal ini, PPATK sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan dan pengembangan rezim itu sendiri mengimplementasikannya melalui Rencana Strategis (RENSTRA) Tahun 2006-2010 dengan sasaran yang jelas dan terarah dengan langkah strategi sebagai berikut:

1. Peningkatan peran dan fungsi PPATK dalam mencegah dan memberantas TPPU dengan 6 (enam) strategi: (i) mengembangkan dan melaksanakan kebijakan, peraturan dan prosedur yang berkaitan dengan anti pencucian uang sesuai dengan UU TPPU; (ii) membangun kepedulian masyarakat akan pentingnya rezim anti pencucian uang; (iii) membantu penegak hukum dan lembaga terkait dalam melakukan penyidikan dan penuntutan TPPU; (iv) meningkatkan kerjasama dengan lembaga pemerintah domestik; (v) meningkatkan kerjasama dengan lembaga informasi intelijen di bidang keuangan internasional dan organisasi anti

(12)

12

pencucian uang lain; dan (vi) mengubah ketentuan-ketentuan yang terkait TPPU guna mengakomodasi international best practice.

2. Peningkatan kepatuhan kewajiban pelaporan dengan 3 (tiga) strategi: (i) menyempurnakan pedoman dan tata cara pelaporan; (ii) menyempurnakan sistem dan prosedur kerja Direktorat Kepatuhan; dan (iii) meningkatkan kepedulian pihak pelapor dan kualitas laporan.

3. Peningkatan efektifitas hasil analisis dengan strategi meningkatkan kualitas hasil analisis mengenai indikasi terjadinya TPPU dan/atau tindak pidana asal (predicate crimes) bagi lembaga penegak hukum.

4. Pengembangan kerangka dasar penerapan manajemen risiko (aturan, peraturan pelaksana, dan metodologi) untuk meningkatkan kepatuhan pihak pelapor dengan 4 (empat) strategi: (i) mengindentifikasi faktor-faktor risiko utama terkait dengan kepatuhan pihak pelapor; (ii) menilai risiko terkait dengan kepatuhan sektor industri dan pihak pelapor; (iii) menyeleksi penanganan risiko terkait kepatuhan yang tepat terhadap setiap sektor industri dan pihak pelapor; dan (iv) menilai hasil yang dicapai dalam upaya manajemen risiko yang dilakukan guna meningkatkan kepatuhan kewajiban pelaporan.

5. Peningkatan peranan teknologi dan informasi (TI) dalam mendukung kinerja PPATK dengan 5 (lima) strategi: (i) menjamin selalu tersedianya layanan sistem TI yang handal dan memadai; (ii) menjamin keamanan sistem TI; (iii) menyediakan sistem aplikasi TI yang efektif; (iv) menyediakan sistem database yang komprehensif, akurat dan terpercaya; dan (v) menyempurnakan disain sistem Direktorat TI.

6. Penyediaan dan pengembangan manajemen internal PPATK dengan 4 (empat) strategi: (i) menyediakan gedung perkantoran yang permanen beserta fasilitasnya termasuk pendirian fasilitas cadangan (offsite) untuk kelanjutan operasional PPATK; (ii) melakukan rekruitmen pegawai sesuai dengan keahliannya; (iii) meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia; (iv) menyempurnakan organisasi PPATK.

3. Pelaksanaan Program Kerja

1. Riset dan Analisis

Sebagai salah satu upaya PPATK untuk melaksanakan amanat Pasal 26 Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), Direktorat Riset dan Analisis mengemban tugas utama untuk melakukan analisis terhadap Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang disampaikan oleh Penyedia Jasa Keuangan (PJK).

Pelaksanaan tugas dan fungsi pokok yang diemban adalah merupakan langkah yang telah ditempuh secara berkesinambungan sejak awal pendirian PPATK hingga akhir periode yang akan dituangkan dalam laporan tahunan tahun 2007 ini.

(13)

13

Secara umum sasaran strategis yang akan dicapai oleh Direktorat Riset dan Analisis adalah menyediakan hasil analisis yang dapat bermanfaat serta mampu mendukung aparat penegak hukum dalam melakukan proses penegakan hukum sesuai dengan tugas dan kewenangannya berdasarkan ketentuan yang berlaku. Hasil analisis yang disampaikan kepada aparat penegak hukum diharapkan mampu untuk memberikan informasi yang relevan atas kemungkinan terjadinya tindak pidana asal ataupun penegakan hukum atas tindak pidana pencucian uang yang diduga dilakukan oleh pihak terlapor.

1. Riset

Meneruskan langkah yang telah diambil dalam kurun waktu 2006, selama tahun 2007, kegiatan riset lebih ditujukan pada penelitian terhadap metode dan trend pencucian uang berdasarkan LTKM yang disampaikan oleh Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dan hasil analisis LTKM yang telah disampaikan kepada aparat penegak hukum (penyidik dan penuntut umum). Berdasarkan penelitian atas LTKM dan hasil analisis LTKM yang telah disampaikan oleh PPATK kepada aparat penegak hukum diketahui bahwa tindak pidana asal (predicate of crime) korupsi dan penipuan adalah merupakan jenis tindak pidana yang paling banyak mendominasi. Hasil ini tampak sama dengan hasil yang diperoleh pada kurun waktu 2006 yang lalu. Begitu juga dengan informasi LTKM yang diterima dari PJK selama periode tahun 2007, dapat disimpulkan trend indikasi tindak pidana korupsi masih didominasi oleh tindak pidana korupsi dan penipuan. Selain itu, terdapat beberapa indikasi adanya trend modus operandi TPPU yang kemungkinan akan semakin banyak digunakan oleh para pelaku tindak pidana pada tahun-tahun mendatang yaitu penggunaan fasilitas phone banking dan pembelian aset-aset mewah (barang-barang berharga). Trend modus operandi TPPU dengan cara penggunaan identitas palsu dalam proses pembukaan rekening di bank untuk tujuan penipuan masih tetap banyak dilakukan oleh para pelaku tindak pidana selama tahun 2007.

Trend baru yang ditemukan oleh PPATK berdasarkan LTKM yang diterima dari PJK pada tahun 2007 menunjukkan maraknya penggunaan dana-dana yang berasal dari Anggaran Belanja Pemerintah Daerah oleh para pejabat Pemerintah Daerah baik di Tingkat I ataupun Tingkat II di seluruh Indonesia. Sesuai hasil analisis LTKM yang disampaikan oleh PPATK kepada pihak aparat penegak hukum, modus operandi TPPU yang terjadi di Indonesia selama periode tahun 2007 antara lain sebagai berikut:

1. Pengalihan dana dari rekening giro milik instansi pemerintah ke rekening tabungan a/n pribadi pejabat, seperti Bendaharawan Kantor Dinas Daerah/ Pemda melakukan penarikan dana dengan cek dari rekening a/n Dinas Daerah/Pemda. Selanjutnya dana hasil pencairan disetorkan ke rekening a/n pribadi Bendahara/Pejabat Kantor Dinas dimaksud. Beberapa modus yang diketahui:

(14)

14

a. Memperoleh bunga bank. Mentransfer dana dari Kas Daerah menggunakan rekening Pribadi dalam tempo singkat dana ditransfer kembali ke rekening Kas Daerah.

b. Memotong sebagian. Mentransfer dana Kas Daerah ke rekening pribadi untuk kemudian mentransfer kembali sebagian dana ke Kas Daerah sehingga diperoleh selisih untuk kepentingan pribadi.

c. Mengambil keseluruhan. Dana dari Kas Daerah ditransfer ke rekening tertentu, kemudian dipergunakan untuk kepentingan pribadi.

d. Menggunakan beberapa nama pihak lain untuk menerima pentransferan dana yang berasal dari Kas Daerah.

2. Pembukaan rekening di bank dengan menggunakan identitas palsu untuk melakukan penipuan.

3. Penyuapan dengan cara rekening pejabat pemerintah beserta anggota keluarganya digunakan untuk menampung dana-dana dari pihak lain yang memperoleh jasa dari sipemilik rekening atau ada keterkaitan emosional dengan pihak tertentu. Dana yang masuk ke rekening pejabat tersebut dapat berupa:

a. penyetoran secara tunai,

b. menggunakan warkat atas bawa, c. transfer dari bank lain, dan d. pemindahbukuan.

Dana yang sudah masuk ke rekening pejabat kemudian digunakan untuk pembelian surat berharga, polis asuransi, bisnis yang dikelola oleh anggota keluarga, pembelian properti, didepositokan dan lain-lain.

4. Selain penyuapan dengan menggunakan uang atau instrumen keuangan terdapat pula penyuapan dengan menggunakan barang seperti mobil mewah. Mobil dibeli atas nama pejabat, namun pembayaran dilakukan oleh pihak lain.

5. Pelaku illegal logging membuka beberapa rekening di bank baik menggunakan nama pelaku sendiri maupun nama pihak lain untuk menyamarkan identitas pelaku. Rekening tersebut digunakan untuk memperlancar penyelesaian transaksi perdagangan kayu/log. Beberapa transaksi ada yang disetorkan kepada rekening oknum aparat keamanan dan pejabat berwenang di bidang kehutanan dan perkayuan.

6. Transaksi Pasar Modal untuk tujuan pengelolaan dana investasi yang dihimpun oleh perusahaan investasi yang beroperasi secara illegal. Pembukaan rekening Efek pada Perusahaan Efek dilakukan dengan menggunakan nama nominee.

(15)

15

7. Transaksi di Pasar Modal dengan menggunakan rekening atas nama

nominee, pembelian Unit Penyertaan Reksadana melalui Manager Investasi serta melalui agen pembayar (indirect selling).

8. Pembelian Efek dalam rangka Initial Public Offering/IPO melalui underwriter untuk selanjutnya hasil perolehan Efek ditransfer ke rekening nasabah di Perusahaan Efek dimana nasabah tercatat.

9. Pembelian polis asuransi jiwa dengan premi jumlah besar yang dibayarkan sekaligus (premi tunggal) pada saat penutupan kontrak asuransi. Selang beberapa waktu atau jauh sebelum kontrak asuransi berakhir, polis asuransi dibatalkan, uang premi yang sudah dibayarkan kemudian ditarik walaupun dengan penalty tertentu. Dana pembelian untuk polis asuransi tersebut diantaranya berasal dari penyetoran tunai dalam jumlah besar dan frekuensi tinggi ke rekening yang bersangkutan yang tidak menggambarkan hasil dari aktifitas atau usaha. Diduga uang tersebut hasil dari perbuatan melawan hukum.

10.Pembelian polis asuransi jiwa jenis unit linked dengan jumlah premi besar yang dibayar secara reguler dimana pemegang polis (pembayar premi) adalah perusahaan berbadan hukum dan tertanggung adalah pimpinan perusahaan tersebut. Perusahaan didirikan berdekatan dengan waktu pengajuan polis. Sehingga besar kemungkinan dana untuk membayar premi bukan dari hasil usaha perusahaan. Jumlah modal disetor perusahaan juga tidak menunjukan kemampuan perusahaan untuk membayar premi tersebut. Jadi, diduga dana untuk membayar premi berasal dari sumber lain yang tidak sah dan penggunaan nama perusahaan sebagai pemegang polis mengindikasikan usaha tertanggung untuk menyamarkan asal asul dana seolah-olah berasal dari kegiatan bisnis yang sah.

11. Kembalinya dana-dana yang dulunya dari hasil perbuatan melawan hukum di Indonesia ke dalam negeri. Pengembalian dana tersebut terindikasi dilakukan melalui rekening perusahaan atau rekening pejabat tertentu, kemudian dana yang sudah masuk diserahkan kepada oknum pemilik dana dengan memberikan imbalan kepada pihak yang nama atau perusahaannya digunakan.

12. Restitusi pajak tidak wajar, dilakukan oleh perusahaan yang baru berdiri dengan mengajukan restitusi pajak dalam jumlah relatif besar namun dari mutasi rekening perusahaan tidak mencerminkan adanya transaksi penjualan dan pembelian yang jumlahnya mendukung untuk dapat diberikannya restitusi pajak tersebut.

13. Penyelewengan penggunaan anggaran oleh Bagian pengadaan pada suatu instansi pemerintah yang diberi wewenang untuk melakukan pembelian sejumlah barang. Dalam pelaksanaannya instansi tersebut tidak benar membeli barang dimaksud, tetapi hanya menyewa dengan nilai yang jauh lebih kecil dibandingkan kalau membeli. Selisih dana yang ada sebagian masuk ke rekening pejabat instansi dimaksud.

(16)

16

Beberapa modus tersebut diatas adalah merupakan modus yang sama terjadi pada tahun sebelumnya (2006) namun masih dapat ditemukan dalam kurun waktu tahun 2007 ini. Kami menduga, modus tersebut diatas masih akan tetap terjadi dalam kurun waktu tahun 2008 yang akan datang.

Sampai dengan akhir Desember tahun 2007, dari 524 hasil analisa yang disampaikan kepada aparat penegak hukum, jumlah kasus berdasarkan jenis kasus yang diterima oleh PPATK adalah sebagai berikut:

1. Korupsi/penggelapan (508 kasus),

2. Penipuan (275 kasus),

3. Kejahatan Perbankan (39 kasus),

4. Pemalsuan Dokumen (79 kasus),

5. Teroris (6 kasus),

6. Percobaan Penipuan (16 kasus),

7. Penggelapan Pajak (13 kasus),

8. Perjudian (6 kasus),

9. Penyuapan (20 kasus),

10. Narkotika (4 kasus),

11. Pornografi Anak (1 kasus),

12. Pemalsuan Uang Rupiah (4 kasus),

13. Pencurian (2 kasus),

14. Penyelundupan (4 Kasus)

15. Pembalakan Liar (5 kasus),

16. Tidak teridentifikasi/dll (27 kasus).

Grafik dibawah menggambarkan identifikasi atas jenis kasus berdasarkan hasil analisis:

(17)

17

275 39 27 1 5 13 79 4 1 6 20 4 1 16 508 0 100 200 300 400 500 600 Pen ipua n Kor upsi/P engg elap an Per bank an Tida k Te riden tifikas i Ter orism e Illeg al L oggin g Perp ajakan Pem als uan D oku men Nar kotik a Pornog raph y Perj udia n Pen yuap an Pem als uan U ang Pencu rian Perc obaa n P enip uan

(18)

18

1.2. Analisis

Sebagai salah satu tugas pokok PPATK, melakukan analisis atas transaksi keuangan mencurigakan yang disampaikan oleh Penyedia Jasa Keuangan/PJK kepada PPATK . Kegiatan ini merupakan hal penting untuk dilaksanakan dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang dimiliki oleh PPATK. Pelaksanaan analisis oleh PPATK dilaksanakan dengan mendapatkan data/informasi dari PJK, bantuan kerjasama dengan Financial Intelligence Unit di luar negeri serta aparat penegak hukum di Indonesia.

Chart dibawah ini mengambarkan sumber informasi dalam data base untuk membantu proses analisis oleh PPATK:

Hingga akhir Desember 2007 terdapat 12.624 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang telah disampaikan oleh PJK kepada PPATK. Sebanyak 524 hasil analisis dari 1009 LTKM telah disampaikan oleh PPATK kepada aparat penegak hukum, yang terdiri dari: 512 kasus/hasil analisis disampaikan kepada Kepolisian (yang merupakan hasil analisis dari 829LTKM); dan 12 kasus/hasil

(19)

19

analisisi disampaikan kepada Kejaksaan (yang merupakan hasil analisis dari 180 LTKM).

Adapun jumlah hasil analisis yang disampaikan kepada penegak hukum ini sejak tahun 2003 adalah sebagai berikut:

a. Tahun 2003: 24 kasus/hasil analisis (dari 31 LTKM); b. Tahun 2004: 212 kasus/hasil analisis (dari 314 LTKM); c. Tahun 2005: 111 kasus/hasil analisis (dari 144 LTKM); d. Tahun 2006: 86 kasus/hasil analisis (dari 144 LTKM); e. Tahun 2007: 91 kasus/hasil analisis (dari 376 LTKM).

24 31 212 314 111 144 86 144 91 376 0 50 100 150 200 250 300 350 400 2003 2004 2005 2006 2007 Kasus LHA

Seluruh hasil analisis yang diproses oleh analis PPATK akan menghasilkan 2 (dua) jenis output:

1. Hasil analisis yang diserahkan kepada aparat penegak hukum;

Hasil analisis yang diserahkan kepada aparat penegak hukum adalah analisis yang berisi petunjuk mengenai dugaan transaksi keuangan mencurigakan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang berdasarkan ketentuan Pasal 26 dan Pasal 31 UU TPPU.

2. Hasil analisis yang dimasukkan ke dalam database PPATK.

LTKM yang diterima dari PJK tidak menghasilkan kasus tertentu, hasil analisis dari informasi yang diperoleh serta data yang ada akan disimpan dalam database PPATK. hal ini apabila transaksi yang dilaporkan dapat diketahui sumber dana ataupun tujuan penggunaan dana (yang sah berdasarkan ketentuan yang berlaku). Seluruh data yang berada pada database PPATK akan membantu proses analisis berikutnya dalam hal memiliki keterkaitan dengan data yang berada pada database PPATK.

(20)

20

Kecenderungan semakin kecilnya jumlah hasil analisis dibandingkan dengan hasil analisis yang disampaikan kepada aparat penegak hukum adalah merupakan dampak dari semakin meningkatnya kesadaran PJK untuk menyampaikan LTKM kepada PPATK. Hal ini juga sejalan dengan amanat UU TPPU bahwa laporan yang disampaikan kepada PPATK adalah bukan merupakan laporan atas terjadinya tindak pidana tertentu namun semata-mata karena kecurigaan PJK atas transksi yang dilakukan oleh nasabah.

B. Pengawasan Kepatuhan 1. Audit Kepatuhan

Sesuai dengan ketentuan UU TPPU sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat 1 huruf (c), PPATK berwenang melaksanakan audit kepatuhan terhadap PJK. Sejak awal 2004 PPATK telah melakukan audit kepatuhan terhadap 169 PJK sebagaimana tergambar dalam Tabel 1 berikut:

Tabel 1

Daftar PJK yang telah diaudit Tahun 2001 – 2007 Penyedia Jasa Keuangan

(PJK) Jumlah PJK Yang Telah Diaudit PPATK Nomor

Jenis Jumlah 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Jumlah

1 Bank Umum 130 - - - - 34 24 32 90 2 BPR 1,832 - - - 6 6 3 Dana Pensiun dan Lembaga Pembiayaan 287 - - - 2 - 4 5 11 4 Asuransi 235 - - - 6 5 8 12 31 5 Perusahaan Efek 169 - - - - 5 11 13 29

6 Pedagang Valuta Asing 804 - - - 2 2

7 Manajer Investasi 67 - - - -

Jumlah 4,070 - - - 8 44 47 70 169

Program audit kepatuhan tetap akan dilakukan secara terprogram dan bukan hanya dilakukan perluasan PJK yang diaudit tetapi juga peningkatan kualitasnya. Dari hasil pelaksanaan audit kepatuhan tersebut, secara umum dapat dikemukakan antara lain bahwa beberapa PJK belum memahami kewajiban pelaporan sesuai dengan UU TPPU dan beberapa PJK juga belum mampu mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigakan. Ketidakmampuan dalam mengidentifikasi disebabkan belum adanya pelatihan yang memadai mengenai cara pengidentifikasian transaksi keuangan mencurigakan, dan belum adanya sarana pendukung untuk mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigakan.

Atas dasar hasil audit kepatuhan tersebut, PPATK menyampaikan umpan balik kepada PJK yang diaudit untuk perbaikan di masa yang akan datang, dan

(21)

21

hasil audit tersebut juga disampaikan regulator dari PJK yang bersangkutan untuk bahan pembinaan dalam upaya meningkatkan kepatuhan PJK dalam memenuhi kewajiban pelaporan LTKM dan LTKT. Dampak dari kegiatan tersebut antara lain adalah meningkatnya pelaporan LTKM dan LTKT kepada PPATK. Beberapa PJK yang sebelumnya tidak melaporkan LTKM, setelah dilakukan audit mulai dapat mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigakan dan selanjutnya dilaporkan kepada PPATK sebagai LTKM.

2. Pengawasan Kepatuhan

Salah satu wewenang PPATK adalah melakukan audit terhadap Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Tindak Pidana Pencuian Uang dan terhadap pedoman pelaporan transaksi keuangan yang dikeluarkan oleh PPATK. Dengan dilakukannya audit kepatuhan kepada PJK, penyampaian laporan oleh PJK kepada PPATK menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Hal ini tercermin dari meningkatnya penerimaan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LKTM) dan Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT).

Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM)

Kepatuhan PJK dalam menyampaikan LTKM kepada PPATK menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini tercermin antara lain dari meningkatnya penerimaan LTKM rata-rata tiap bulan, terhitung sejak kewajiban penyampaian laporan dimaksud berlaku yaitu pada tahun 2001 sampai dengan 2007, sebagaimana terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2

Rincian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM)

Periode Jumlah PJK Pelapor Jumlah LTKM Rata-rata Perbulan

2001 1 14 2002 19 124 10.33 2003 51 280 23.33 2004 71 838 69.83 2005 133 2,055 171.25 2006 161 3,482 290.17 2007 193 5,831 485.92 Total LTKM 12,624

Selain itu, dari jumlah PJK yang melapor juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun awal diterapkannya UU TPPU hanya ada 1 (satu) PJK yang menyampaikan laporan, kemudian pada tahun-tahun berikutnya terus mengalami penambahan, yaitu berturut-turut dari tahun 2002 sampai dengan 2007 masing-masing 19 PJK, 51 PJK, 71 PJK, 133 PJK, 161 PJK dan 193 PJK.

(22)

22

Hingga tanggal laporan, jenis PJK yang paling banyak melaporkan ke PPATK adalah Bank Umum sebanyak 112 (86,15%) yang diikuti oleh PJK lainnya masing-masing Perusahaan Efek sebanyak 20 (11,83%), Pedagang Valuta Asing sebanyak 20 (2,49%), dst. Secara rinci, jenis PJK yang melaporkan LTKM tampak pada Tabel 3:

Tabel 3 PJK yang melaporkan LTKM per 2007 Jumlah PJK Jenis PJK per Industri Jumlah PJK Pelapor Persentase Bank Umum 130 112 86.15% BPR 1,832 7 0.29%

Dana Pensiun dan

Perusahaan Pembiayaan 287 12 4.18% Asuransi 235 19 8.09% Perusahaan Efek 169 20 11.83% PVA 804 20 2.49% Manajer Investasi 67 3 4.48% 4,070 193

Meski demikian dari keseluruhan PJK yang ada yaitu sebanyak 4.070 PJK, jumlah PJK pelapor masih relatif sedikit yaitu hanya 193 PJK (4,74%). Hal ini antara lain disebabkan masih rendahnya kemampuan PJK dalam mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigakan atau belum terdapatnya indikasi transaksi keuangan mencurigakan yang wajib dilaporkan oleh PJK yang bersangkutan.

Sehubungan dengan hal tersebut dan sesuai dengan kewenangan PPATK, kegiatan audit kepatuhan terhadap PJK terus ditingkatkan. Sejak tahun 2004 hingga tanggal laporan, PPATK telah melakukan audit kepatuhan terhadap 169 kantor PJK.

Laporan Transaksi Keuangan yang Dilakukan Secara Tunai

(LTKT )

Berdasarkan Pasal 13 UU TPPU, Penyedia Jasa Keuangan (PJK) wajib menyampaikan laporan transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai dalam jumlah kumulatif sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) atau lebih atau yang nilainya setara. Tingginya intensitas dan jumlah pelaporan ini memerlukan sistem aplikasi komputer yang terhubung secara langsung (on line) dari masing-masing PJK dengan PPATK. Saat ini, PJK yang sudah dapat menggunakan pendekatan teknologi ini mencapai 109

(23)

23

PJK sedangkan sisanya menyampaikan secara manual. Sampai dengan tahun 2007 PPATK telah menerima 4.329.130 Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) dari 222 PJK dengan rincian sebagaimana mana pada Tabel 4:

Tabel 4

Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT)

Jumlah PJK Pelapor PJK s.d. Des ’06 s.d. Des ‘07 Bank 127 167 Non Bank Perusahaan Efek 2 Manager Investasi - - Asuransi 3 5 Dana Pensiun - - Pedagang Valas 31 48 Lembaga Pembiayaan - - T o t a l 161 222

Laporan pembawaan uang tunai lintas batas negara

Berdasarkan Pasal 16 UU TPPU, setiap orang wajib melaporkan uang tunai sejumlah Rp 100.000.000,- atau lebih atau dalam mata uang asing lain yang nilainya setara yang dibawa ke dalam atau ke luar wilayah negara Republik Indonesia kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Selanjutnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib menyampaikan laporan tentang informasi yang diterimanya selama jangka waktu 5 (lima) hari kerja kepada PPATK. Berkaitan dengan terjadinya pelanggaran ketentuan di atas, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib melaporkan pula kepada PPATK dalam waktu lima hari kerja.

Sampai dengan tanggal laporan, PPATK telah menerima laporan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebanyak 2.137 (lihat tabel 5) yang berasal dari 6 wilayah kerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yaitu Jakarta (Bandara Soekarno-Hatta), Kepulauan Riau (Tanjung Pinang dan Tanjung Balai Karimun), Bandung (Kantor Pelayanan Kantor Pos) dan Batam (Batam City Center dan Sekupang), Denpasar dan Medan, dengan rincian seperti pada Tabel 5:

(24)

24

Tabel 5

Laporan Pembawaan Uang Tunai (LPUT)

Jumlah Laporan Kanwil Ditjen

Bea dan Cukai s.d Desember 2005 s.d Desember 2006 s.d Desember 2007 Batam 448 977 1,219 Jakarta 25 389 830 Bandung - 1 1 Kepulauan Riau 51 55 55 Denpasar - 10 31 Medan - - 1 Jumlah 524 1.432 2,137

Terdapat peningkatan pelaporan yang cukup baik, data ini tercermin dari Laporan Pembawaan Uang Tunai yang terus meningkat dari tahun 2005, 2006 dan 2007 masing-masing sebanyak 524, 1.432 dan 2.137 laporan. Walaupun terjadi peningkatan pelaporan, Namun sumber laporan masih didominasi dari dua lokasi pelapor yang sama yaitu Batam dan Jakarta.

C. Kerjasama Dalam Negeri dan Luar Negeri

Untuk membangun rezim anti pencucian uang yang efektif diperlukan kerjasama dan koordinasi yang melibatkan peran serta semua komponen pemerintah dan masyarakat baik di dalam negeri maupun internasional. Komitmen yang kuat dan kebersamaan yang telah terbentuk selama ini harus didukung pula oleh suatu tindakan nyata, sehingga terbentuk atmosfir yang akan menyulitkan bagi calon pelaku tindak pidana pencucian uang untuk mewujudkan niatnya.

1. Kerjasama dan Hubungan Luar Negeri

Kepala PPATK yang dipercaya sebagai co-chair Asia Pacific Group on Money Laundering (APG) periode 2006 – 2008, telah melakukan pertemuan steering group APG melalui telephone conference pada tanggal 3 April, 10 Juli, 24 Agustus dan 4 Oktober 2007, melakukan misi APG High level ke Laos dan Pakistan, menghadiri sidang pleno Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) di Paris bulan Juni 2007 serta memimpin sidang tahunan APG di Perth bulan Juli 2007.

PPATK terus memberikan kontribusi aktif dalam operational working group Egmont melalui presentasi di pertemuan tahunan Egmont Group 2007 di Bermuda mengenai penggunaan pendekatan pencucian uang untuk penegakan hukum kejahatan illegal logging. Untuk kegiatan APG Annual Meeting di Perth tanggal 23-27 Juli 2007, PPATK mengkoordinir keikut sertaan

(25)

25

Delri yang terdiri dari berbagai instansi terkait dan penyusunan Jurisdiction Report.

PPATK juga tetap aktif memberikan masukan dan ikut berperan dalam penyusunan laporan RI untuk pertemuan SomTC di Vientienne Laos serta menghadiri pertemuan tersebut. Untuk pelaksanaan Mutual Evaluation yang dilakukan oleh APG terhadap Indonesia, PPATK telah mengkoordinasikan pembuatan self assessment dan dipresentasikan di pertemuan Tim Kerja Komite TPPU dan Komite TPPU pada tanggal 15 Mei 2007 serta mengumpulkan jawaban/penyusunan kuesioner mutual evaluation. Masih kaitannya dalam pelaksanaan Mutual Evaluation pada tanggal 29 Oktober – 9 November 2007 ini, PPATK telah mengkoordinasikan 35 (tiga puluh lima) pertemuan antara Tim APG ME dengan seluruh instansi pemerintah terkait, industri dan organisasi atau lembaga terkait lainnya.

Dalam kerangka kerja sama dengan donor-donor yang memberikan bantuan terhadap pembangunan rezim anti pencucian uang di Indonesia, sebagai pihak yang ditunjuk sebagai in-country coordinator, PPATK telah mengadakan pertemuan donor (donors’ meeting) pada tanggal 4 April 2007 yang bertempat di PPATK. Pertemuan donor tersebut diikuti oleh seluruh perwakilan negara atau lembaga donor, antara lain AUSAID, USAID, ADB dan IMF, dan seluruh instansi terkait penerima bantuan di Indonesia, seperti PPATK, BI, Depkeu, Kepolisian, Kejaksaan, dan lain-lain. Pertemuan tersebut selain membahas perkembangan penanganan anti pencucian uang di Indonesia, juga membahas pula perkembangan bantuan yang telah diberikan dan beberapa hal lain yang terkait dengan bantuan.

Praktik mekanisme pertukaran informasi dengan FIU atau lembaga internasional lain juga dipelajari PPATK, yaitu dengan cara melakukan studi kebijakan ke FIU Cina, Korea Selatan dan Inggris serta Turki dan melakukan diskusi dengan TRACFIN (FIU Perancis) yang secara khusus membahas implementasi database FICOBA.

Disamping itu, PPATK telah melakukan kerja sama yang dituangkan dalam bentuk Nota Kesepahaman (MoU) dengan FIU negara lain, yaitu FIU Mauritius, Bermuda, Selandia Baru, Turki dan Finlandia. Saat ini sedang dalam proses negosiasi untuk penanda tangan MoU dengan beberapa FIU. Dengan demikian hingga Bulan Desember tahun 2007, PPATK telah melakukan kerjasama dalam bentuk MoU dengan 23 (dua puluh tiga) FIU. Kerja sama dengan FIU negara lain tersebut sangat penting terutama berkaitan dengan pertukaran informasi intelijen di bidang keuangan.

Sementara itu dalam rangka pertukaran informasi intelijen di bidang keuangan, sejak berdirinya PPATK hingga akhir 2007 ini, PPATK telah melakukan pertukaran informasi sebanyak 208 (dua ratus delapan) kali dengan rincian sebagai berikut :

(26)

26

2003 2004 2005 2006 2007 Total 0 50 100 150 200 250 Jumlah 1 Tahun

Pertukaran Informasi Dengan FIU

Tahun

No. Jenis Pertukaran Informasi 2003 2004 2005 2006 2007 Total 1 Penerimaan informasi dari FIU

lain atas dasar permintaan PPATK 8 14 29 26 42 119

2 Pemberian informasi kepada FIU

lain atas dasar permintaan FIU 0 17 22 16 22 77

3 Penerimaan informasi dari FIU

lain secara spontan 0 0 4 2 2 8

4 Pemberian informasi kepada FIU

lain secara spontan 0 2 0 1 1 4

Total 8 33 55 45 67 208

Pertukaran informasi tersebut dilakukan dengan FIU-FIU negara lain, seperti Australia, Belgia, Filipina, Amerika Serikat, Cook Island, China, Malaysia, Swiss, Hongkong, Singapura, Macau, Inggris, British Virgin Island, Jersey, Mauritius, Peru, dan lain-lain. Sebagaimana tampak dalam tabel di atas, pertukaran informasi intelijen di bidang keuangan tersebut dilakukan baik atas dasar permintaan (by request) maupun atas dasar sukarela (spontaneous).

2. Kerjasama dan Hubungan Dalam Negeri

Kegiatan yang telah dilaksanakan terkait dengan kerjasama dan hubungan dalam negeri, antara lain:

a. Pertemuan rutin dengan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan Tim Kerja Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, yaitu rapat kerja tingkat eselon I pada tanggal 31 Januari 2007, rapat tingkat menteri pada tanggal 7 Februari 2007 di Kantor Menkopolhukam dan rapat tim teknis pada tanggal 15 Mei 2007 hingga menghasilkan dokumen Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tahun 2007 – 2011 sebagai bahan masukan kepada Presiden dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU.

(27)

27

b. Pemenuhan permintaan informasi dari penegak hukum dan instansi

terkait lain, hingga bulan Desember 2007 permintaan informasi ke PPATK berjumlah 475, dan yang sudah dipenuhi sejumlah 357 permintaan, dengan rincian sebagai berikut:

Polri KPK Jaksa Lain-Lain Periode

Jumlah Dijawab Jumlah Dijawab Jumlah Dijawab Jumlah Dijawab

2004 11 10 16 13 - - - - 2005 46 22 53 53 11 6 - - 2006 92 63 74 71 15 5 - - s.d Des 2007 84 69 40 27 16 6 17 12 TOTAL 233 164 183 164 42 17 17 12

c. Mengadakan rapat koordinasi dengan Bareskrim Polri, Kejagung, KPK dan lembaga terkait lain berkaitan dengan perkembangan typology money laundering, melakukan pertemuan dengan Polri dan KPK disertai penyampaian data dari Polri dan KPK mengenai tindak lanjut dari hasil analisis PPATK serta penggunaan informasi yang diterima dari PPATK.

d. Melakukan perluasan kerjasama dengan instansi lainnya melalui penandatanganan MoU dengan Ditjen AHU, Ditjen Imigrasi, BPKP,

BNN dan Pemerintah Daerah NAD, serta telah dilakukan beberapa kali pertemuan untuk mempersiapkan draft MoU dengan Ditjen Postel dan BPN. Hingga saat ini sudah ada 18 MoU antara PPATK dengan institusi dalam negeri.

e. Melaksanakan kerjasama dengan lembaga donor untuk mengadakan pelatihan di berbagai daerah yang bertujuan meningkatkan kemampuan aparat penegak hukum, regulator dan PJK khususnya mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

D. Hukum dan Regulasi

Sepanjang tahun 2007 PPATK telah melakukan berbagai kegiatan penting di bidang hukum dan perundang-undangan yang merupakan kombinasi dari kegiatan baru maupun kegiatan lanjutan dari tahun-tahun sebelumnya. Kegiatan di bidang hukum dan perundang-undangan sepanjang tahun laporan lebih banyak difokuskan pada kegiatan dalam rangka penyusunan RUU Amandemen UU No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU No.25 Tahun 2003 (UUTPPU), yang naskahnya telah diserahkan oleh Presiden kepada DPR pada tanggal 10 Oktober 2006 yang lalu. RUU telah dibahas oleh DPR dan Pemerintah untuk pertama kali pada tanggal 23 Juni 2007, dan saat ini tengah dilakukan penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) oleh DPR. Diharapkan pembahasan RUU dilajutkan pada tahun 2008. Disamping itu, DHR juga melakukan

(28)

kegiatan-28

kegiatan yang berkaitan dengan penyusunan RUU tentang Perampasan Aset yang telah masuk dalam program Legislasi Nasional tahun 2008. Kegiatan lainnya diisi dengan aktivitas pemberian pendapat hukum (legal opinion), pemantauan kasus, pemberian keterangan ahli, keikutsertaan di dalam pembahasan peraturan perundang-undangan serta penyuluhan hukum kepada pemangku kepentingan (stake holders).

Kegiatan PPATK di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan dilaksanakan oleh Direktorat Hukum dan Regulasi sebagai satuan kerja pendukung (supporting unit) yang memiliki tugas pokok memberikan pendapat dan pertimbangan hukum kepada pimpinan PPATK dan satuan kerja internal PPATK. Rincian kegiatan selama periode laporan sebagaimana diuraikan berikut ini.

4.1. Penyusunan RUU Amandemen UU TPPU

Penyusunan RUU Amandemen UU TPPU merupakan salah satu Program Legislasi Nasional DPR 2004-2009. Bahkan RUU Amandemen UU TPPU merupakan RUU Prioritas Tahun 2005, 2006 dan 2007. RUU yang naskah awalnya disiapkan oleh PPATK tersebut telah disampaikan oleh Presiden ke DPR pada tanggal 10 Oktober 2006 dengan Surat Nomor R.89/Pres/10/2006. Setelah RUU tersebut disampaikan secara resmi ke DPR, PPATK terus mendorong dilakukannya pembahasan RUU Amandemen UU TPPU antara lain dengan melakukan pertemuan dan diskusi dengan fraksi-fraksi di DPR, yaitu dengan F-PDIP dan F-KB (tanggal 6 Maret 2007) dan F-PD (tanggal 16 Maret 2007). Pimpinan PPATK juga mengadakan pertemuan informal dengan pimpinan F-PG dan F-PPP guna membahas penjadwalan pembahasan RUU tersebut di Komisi III DPR.

Pada tanggal 27 Juni 2007 telah dilakukan rapat (Pembicaraan Tingkat I) membahas RUU Amandemen UU TPPU. Dalam rapat tersebut Menteri Hukum dan HAM menyampaikan Keterangan Pemerintah yang kemudian dikuti dengan penyampaian pandangan fraksi-fraksi (10 fraksi) di Komisi III DPR terhadap rancangan dan Keterangan Pemerintah atas RUU tersebut. Secara umum seluruh fraksi menyatakan dukungan dan kesiapan untuk membahas RUU Amandemen UU TPPU.

Dalam rangka persiapan pembahasan RUU di DPR, PPATK juga terus melakukan kajian terhadap RUU Amandemen UU TPPU, salah satunya dengan melakukan “pemetaan” dan inventarisasi permasalahan-permasalahan krusial dalam RUU dan menyiapakan usul atau rekomendasi penyempurnaan RUU yang akan disampaikan dalam pembahasan RUU tersebut di DPR.

Hal lain yang telah dilakukan dalam rangka mendorong pembahasan RUU Amandemen UU TPPU di DPR adalah dengan menyurati Ketua DPR-RI dan memberitahukan pentingnya penyelesaian RUU Amandemen RUU TPPU dalam kaitannya dengan hasil “mutual evaluation“ yang dilakukan oleh Tim Evaluator APG. Tim yang beranggotakan wakil dari Amerika Serikat, Korea Selatan, India, Pakistan, Hongkong dan Australia/APG

(29)

29

Sekretariat sempat berkunjung ke DPR pada tanggal 9 November 2007 dan diterima oleh Bapak Soeripto, Wakil Ketua Komisi III.

Namun demikian, sampai tahun laporan ini, Komisi III DPR belum juga menjadwalkan kembali pembahasan RUU Amandemen UU TPPU.

4.2. Penyusunan RUU tentang Perampasan Aset

Dalam rangka melaksanakan salah satu program (No.5) dari Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2007-2011 yang peluncurannya dilakukan secara langsung oleh Presiden RI tanggal 17 April 2007, PPATK dan beberapa instansi terkait telah menyusun draft awal RUU tentang Perampasan Aset berikut konsep Naskah Akademiknya. PPATK kemudian mendorong pencantuman RUU tentang Perampasan Aset sebagai salah satu RUU Prioritas Prolegnas tahun 2008 dan disetujui oleh DPR pada tanggal 4 Oktober 2007. Adapun pokok-pokok pengaturan dalam RUU tentang Perampasan Aset adalah sebagai berikut:

- Memperkenalkan mekanisme perampasan “in rem” atau yang di negara-negara common law system dikenal dengan sebutan civil forfeiture atau non-conviction based. Mekanisme ini memungkinkan dilakukannya penyitaan dan perampasan aset tanpa perlu adanya tersangka atau terdakwa/terpidana;

- Memperluas bentuk-bentuk aset yang dapat disita atau dirampas untuk negara hingga mencakup: (i) aset hasil tindak pidana; (ii) aset yang digunakan atau akan digunakan sebagai sarana (instrumen) untuk melakukan tindak pidana; (iii) aset yang diduga diperoleh atau berasal dari kegiatan tidak sah atau memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum; dan (iv) aset yang merupakan barang temuan. - Mengatur pembalikan beban pembuktian secara lengkap. Dalam

konteks inilah sebenarnya reverse burden of proof diperkenankan untuk diterapkan. Mekanisme ini sangat ”tidak fair” bila diterapkan pada pemeriksaan perkara pidana dimana kegagalan seseorang dalam membuktikan sebaliknya dijadikan sebagai dasar untuk menghukum orang tersebut. Beberapa UU termasuk UU Korupsi dan UU TPPU sudah memperkenalkan mekanisme ini namun lebih diarahkan pada pemidanaan sehingga dalam prakteknya sulit untuk diterapkan.

- Mengusulkan pembentukan Badan Pengelola Aset (BPA) yang berfungsi mengurus pemulihan atau pengembalian aset (asset recovery). Badan semacam US Marshall di Amerika Serikat ini kelak tidak hanya bertugas mengelola aset tapi juga membantu melakukan penelusuran aset hasil tindak pidana.

- Mengukuhkan perlunya mekanisme asset sharing atas aset hasil rampasan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam perampasan aset tersebut. Dengan mekanisme ini kesulitan dalam penganggaran dan pembiyaan kegiatan-kegiatan dalam upaya penegakan hukum termasuk capacity building dapat teratasi.

(30)

30

4.2. Kajian Atas Beberapa Putusan Perkara TPPU

Kajian dilakukan dengan meneliti kasus posisi setiap perkara terkait dengan penggunaan pasal UU TPPU di dalam dakwaan dan pertimbangan-pertimbangan hukum yang diambil oleh majelis hakim yang memeriksa perkara. Pada tahun laporan 2007 ini terdapat 11 Putusan perkara TPPU yang telah dikaji yaitu:

11 Putusan Perkara TPPU

1. Putusan PN Jakarta Selatan No.254/Pid.B/2005 /PN.Jkt.Sel atas nama Lukman Hakim.

2. Putusan PN Jakarta Selatan No.956/Pid.B/2005 /PN.Jkt. Sel atas nama Tony Chaidir Martawinata.

3. Putusan PN Medan No. No.873/Pid.B/2005/ PN.Mdn tanggal 31 Agustus 2005 Jasmarwan als. Ijas als. Hendrik Sihombing als. Rikardo Ginting.

4. Putusan PN Jakarta Pusat No.1056/Pid.B/2005/ PN.Jkt.Pst tanggal 25 Oktober 2005 dan Putusan PT DKI Jakarta No.211/PID/ 2005/PT.DKI tanggal 4 Januari 2006 Ie Mien Sumardi.

5. Putusan PN Kebumen No.122/Pid.B/2005/ PN.Kbm, Tanggal 31 Oktober 2005 dan Putusan PT. Jawa Tengah No. 265/Pid/ 2005/PT.Smg, Tanggal 17 Januari 2006 Drs. Anastia Kusmiati Pranoto alias Mei Hwa.

6. Putusan PN Kebumen No.123/Pid.B/2005/PN.Kbm, tanggal 31 Oktober 2005 dan Putusan PT. Jawa Tengah No. 266/Pid/ 2005/PT.Smg, tanggal 17 Januari 2006 atas nama Herry Robert.

7. Putusan PN Jakarta Pusat No. 1032/PID.B/2005/PN.JKT.PST atas nama Suardi (Direktur PT. YSL) dan Suhandi (Manager PT. YSL).

8. Putusan PN Jakarta Pusat No.1032/PID.B/2005/PN.JKT.PST atas nama Suhandi. 9. Putusan PN Bandar Lampung No. /PID/2006/PN.Bdr.Lampung, atas nama Hendri

Satria.

10. Putusan PN Jakarta Barat No.1145/PID.B/2007/PN.JKT.BRT atas nama Vincentius Amin Sutanto.

11. Putusan PN Bandung No.1072/PID.B/2007/PN.Bdg atas nama Moch. Amien Marsa Zaidi.

4.3. Pemberian Keterangan Ahli

Pemberian keterangan ahli oleh PPATK dilakukan berdasarkan permintaan dari penyidik atau penuntut umum. Keterangan ahli diberikan dalam rangka menjelaskan maksud dari ketentuan undang-undang tindak pidana pencucian uang serta modus operandi atau tipologi tindak pidana pencucian uang. Sesuai dengan kedudukan ahli menurut KUHAP, di dalam memberikan keterangan –baik di tahap penyidikan maupun pemeriksaan di muka persidangan– keterangan ahli yang diberikan oleh salah seorang pegawai PPATK tidak menyentuh fakta perkara secara langsung. Hal ini demi menjaga objektifitas keterangan yang diberikan agar dapat dipertanggungjawabkan.

(31)

31

Sepanjang tahun 2007, beberapa pegawai PPATK sudah ditugaskan untuk memberikan keterangan ahli dalam perkara-perkara pidana antara lain: perkara tindak pidana illegal logging dan pencucian uang di Sumatera Utara, perkara tindak pidana pencucian uang di Semarang, perkara tindak pidana pemalsuan, pencatatan palsu, perkara tindak pidana perbankan dan pencucian uang di Jawa Barat, dan perkara investasi illegal dan tindak pidana pencucian uang di Mabes Polri Jakarta.

4.4. Pemberian Analisis dan Pendapat Hukum

1. Analisis

Direktorat Hukum dan Regulasi PPATK telah melakukan analisis terhadap laporan-laporan masyarakat yang masuk kepada PPATK untuk dapat dijadikan sebagai masukan bagi pimpinan PPATK dalam mengambil kebijakan/keputusan terhadap laporan tersebut.

2. Pendapat Hukum

Dalam rangka mendukung upaya penegakan hukum, PPATK juga secara aktif membantu instansi penegak hukum dalam bentuk penjelasan terhadap aliran dana/transaksi keuangan dan penerapan UUTPPU. Pemberian pendapat hukum dilakukan atas permintaan instansi penegak hukum. Sepanjang tahun 2007, PPATK telah membantu aparat kepolisian di Bareksrim Mabes Polri dan beberapa Polda antara lain: Polda Metro Jaya, Polda Jawa Barat, Polda Jawa Tengah dan Polda dan Sumatra Utara. Selain itu, PPATK juga membantu Kejaksaan dalam penanganan kasus pencucian uang.

4.5. Peran Serta Dalam Pembahasan RUU, Tindak Lanjut

Ratifikasi UNCAC, dan Lain-lain

PPATK secara aktif terlibat di dalam berbagai pembahasan penyusunan peraturan perundang-undangan antara lain pembahasan RUU tentang amandemen RUU TPPU; pembahasan RUU tentang Penyitaan dan Pengembalian Asset; pembahasan amandemen RUU Tindak Pidana Korupsi; Pembahasan RUU tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi; Pembahasan RUU tentang Mata Uang; Pembahasan RUU Transfer Dana; serta pembahasan penyempurnaan UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

PPATK juga menugaskan pegawainya untuk terlibat aktif dalam berbagai kegiatan seperti pembahasan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK); tindak lanjut Ratifikasi United Nations Convention Againts Transnational Organized Crime (TOC); Financial Action Task Force (FATF) Working Group on Evaluations and Implementation (WGEI) Meeting di Strasbourg Prancis; rapat persiapan Second Session of the Conference of the State Parties to the UN Convention against Corruption; rapat Internal Working Group IV Tim Implementasi Konvensi PBB Anti Korupsi (UNCAC); rapat kerja Penyusunan Elemen-elemen Posisi RI pada Konferensi ke-2 Negara Pihak pada Konvensi PBB Anti Korupsi; menghadiri seminar internasional tentang Asset Recovery

(32)

32

and Mutual Legal Assistance; persiapan penyelenggaraan COSP Conference of the state Party of UNCAC; pembahasan laporan Counter Terrorism Executive Dilectorate (CTED)—UNSC; dan menjadi anggota Delegasi dalam perundingan Perjanjian Ekstradisi RI—RRC maupun perjanjian MLA dengan negara lain.

4.6. Sosialisasi Rezim Anti-Pencucian Uang di Indonesia

Melanjutkan kegiatan sosialisasi rezim anti pencucian uang pada tahun-tahun sebelumnya, PPATK tetap melaksanakan beberapa kegiatan sosialisasi antara lain sosialisasi rezim anti pencucian uang di berbagai daerah meliputi diskusi aparat penegak hukum (Diskusi Apgakkum), sosialisasi kepada penyedia jasa keuangan dan apgakkum, rapat koordinasi dengan instansi terkait seperti Bank Indonesia, Bapepam—LK, Bea Cukai, Bandara Soekarno Hatta, Ditjen Pos dan Telekomunikasi, Pengawas Notaris, Pengawas Advokat, pengawas Akuntan dan Penilai, Asosiasi/Regulator PJB dan Pelabuhan Batam. Kegiatan sosialisasi tersebut telah dilaksanakan di berbagai daerah di seluruh Indonesia seperti Aceh, Banten, Bengkulu, Purwokerto, Batam dan Banjarmasin. Sementara itu, Rapat Koordinasi dengan Apgakkum dan Regulator PJK juga telah dilaksanakan di beberapa daerah.

Pada tahun 2007 Sosialiasi juga telah dilakukan kepada pihak akademisi seperti Universitas Bandar Lampung (UBL), Bandar Lampung; Universitas Sumatra Utara (USU), Medan; Universitas Gajah Mada (UGM) , Yogyakarta; Universitas Padjajaran (UNPAD), Bandung; dan Universitas Surabaya (Ubaya), Surabaya.

5. Sistem Teknologi Informasi

Dalam rangka mendukung tercapainya Rencana Strategis yaitu peningkatan peranan teknologi dan informasi dalam mendukung kinerja PPATK, tahun 2007 telah dilaksanakan beberapa kegiatan terkait dengan tugas dan fungsi bidang teknologi informasi dalam memberikan layanan kepada PJK maupun internal PPATK. Peningkatan pelayanan dilaksanakan melalui pengadaan perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) maupun penambahan sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi sebagai programmer sebanyak 9 (sembilan) orang dan yang memiliki kompetensi di bidang operasi dan infrastruktur sebanya 2 (dua) orang. Upaya meningkatan kualitas sumber daya manusia juga telah dilakukan dengan penugasan beberapa pegawai untuk mengikuti pelatihan dan seminar yang dilaksanakan di dalam negeri.

Dari sisi aplikasi telah dilaksanakan pembangunan dan pengembangan sistem aplikasi yang dilaksanakan secara intensif bekerjasama dengan direktorat terkait, demikian juga upaya perbaikan dari sisi database sudah dilaksanakan secara berkelanjutan sehingga aplikasi yang dihasilkan dapat mendukung pelaksanaan tugas-tugas direktorat lain serta dapat menjamin kualitas data yang akurat.

(33)

33

Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kepatuhan pelaporan STR melalui peningkatan efektivitas bisnis proses dan teknologi informasi serta database, Kepala PPATK telah membentuk Tim Implementasi STR Collection and Management Project membentuk TIM Implementasi Database Consolidation and Management Project Plan, pembentukan tim tertuang dalam Surat Keputusan Kepala PPATK Nomor : KEP-54/1.04/PPATK/10/2007 tanggal 1 Oktober 2007.

Sejak September 2007 pemerintah Australia melalui AUSTRAC memberikan tambahan bantuan 2 (dua) orang tenaga konsultan di Bidang TI yang terdiri dari 1 (satu) orang Business Analyst yang tugasnya antara lain : membantu mengembangkan kebutuhan business process dan workflows, mendokumentasikan tehnical system, design database, mengembangkan rencana strategi test, mendesign dan mengeksekusi training. Disamping itu PPATK juga mendapat bantuan 1 (satu) orang Technical Architect yang bertugas memberikan bantuan tentang konsep desain business aplikasi system, database yang berkaitan dengannya bisnis requirement , desain business process dan workflow, IT system solution, strategi pengembangan dan perencanaan.

5.1.Operasi Sistem

Guna mendukung dan meningkatkan kualitas pelayanan terhadap tugas-tugas operasional, PPATK telah melakukan penambahan sarana dan prasarana di bidang teknologi informasi baik untuk kebutuhan intern maupun dalam rangka hubungan kerja dengan lembaga/institusi yang menjadi mitra kerja PPATK di dalam dan di luar negeri.

Terkait dengan perpindahan Kantor PPATK dari Gedung BI Kebon Sirih ke Gedung PPATK di Jln. Ir. H. Juanda No. 35 Jakarta, telah dilaksanakan pemindahan data center yang meliputi infrastruktur jaringan, server, aplikasi dan data serta peralatan lainnya. Proses pemindahan berjalan dengan baik sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, dan terhitung mulai tanggal 19 Nopember 2007 data center PPATK di gedung baru sudah berfungsi baik untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas internal PPATK maupun untuk mendukung sistem pelaporan dari PJK serta pertukaran informasi dengan FIU negara lain.

Peningkatan kualitas yang menjadi prioritas meliputi penambahan dan peningkatan kapasitas perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), infrastruktur jaringan dan sistem pengamanan data. Realisasi kegiatan yang sudah berhasil dikembangkan sebagaimana diuraikan di bawah ini.

5.1.1. Infrastruktur Jaringan Sistem Informasi

Pada tahun 2007 telah direncanakan untuk membangun jalur cadangan (Backup Link Internet) dengan menggunakan media wireless sebagai rencana kontinjensi (contingency plan) apabila terjadi gangguan pada jalur internet fibre optic. Namun demikian realisasi pengadaan jalur cadangan tersebut tidak dapat direalisasikan terkait dengan kepindahan kantor PPATK ke Jl. Juanda No. 35.

Guna mendukung kontinuitas penggunaan software-software yang berlisensi, di bidang software pada Semester II tahun 2007 telah dilaksanakan pengadaan software yang meliputi :

Gambar

Tabel 3  PJK yang melaporkan LTKM   per 2007  Jumlah PJK  Jenis PJK  per Industri  Jumlah PJK Pelapor  Persentase  Bank Umum  130  112  86.15%  BPR  1,832  7  0.29%

Referensi

Dokumen terkait

Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah

Pendengar radio dalam penelitian ini merupakan pendengar radio yang mendengarkan siaran RRI di Kota Jayapura. Berdasarkan pada hasil kuesioner menunjukkan bahwa

Topik/tema besar yang ada dalam berita ini adalah calon wakil gubernur DKI Jakarta nomor urut 2 Djarot Saiful Hidayat yang merasa paling transparan dalam soal dana

Penyelidikan lain mengungkapkan, genistein yang merupakan isoflavon utama dari kedelai , mampu untuk melindungi terhadap kanker payudara dan prostat pada hewan uji

Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor: 107/M-IND/PER/11/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian, Direktorat Industri Makanan, Hasil

Volume dapat dinyatakan sebagai jumlah unit (atau kuantitas) yang diproduksi dan dijual, sebagai volume penjualan dalam rupiah, atau sebagai persentase dari kapasitas

4.2 Prediksi Lokasi Terjadinya Semburan Gas Baru di Daerah Penelitian Berdasarkan hasil penelitian dan kondisi geologi daerah Serang, khusunya daerah survey dan sekitarnya, maka

Tujuan dari kegiatan PKM ini adalah membuat suatu sistem kontrol dalam TNKB dengan menerapkan teknologi RFID dalam aplikasi berbasis web yang bermanfaat untuk