• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA HIDUP ANAK JALANAN DI YOGYAKARTA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MAKNA HIDUP ANAK JALANAN DI YOGYAKARTA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

i

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh :

Angela Dewa Nindra

NIM : 089114087

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

MOTTO

Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal,

tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh. - Confusius

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa

dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah.

(5)

v

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya sederhana ini untuk:

 Tuhan Yesus, sahabat terbaik yang menyertaiku lewat cara-Nya yang misterius.

 Bunda Maria, bunda terbaik yang selalu melindungi dan menyertai dikala

mulai menyerah.

 Mama Papa yang selalu menyemangatiku untuk segera menyelesaikan

skripsi ini.

 Adikku.I don’t know what must i say, i think nothing to say. But, u’re the only one who i have. Being betterbro, i love you.

 Keluarga besar tanpa terkecuali. Terimakasih atas support dan doanya.

 Amarudin Subekti yang selalu memberiku semangat, mengingatkanku saat

aku lelah dengan skripsi ini, dan selalu menemaniku untuk

menyelesaikannya.

Terimakasih karena kalian semua sudah memberiku semangat, mengingatkanku,

(6)
(7)

vii

Angela Dewa Nindra

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna hidup anak jalanan di Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah studi fenomenologi yang menggambarkan makna hidup anak jalanan dari pengalaman yang mereka jalani. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 3 orang. Prosedur pengambilan subjek dalam penelitian ini berdasarkan teori atau berdasarkan konstruk operasional. Subjek dipilih dengan kriteria tertentu, yaitu anak jalanan yang berusia 13-18 tahun, bekerja di jalanan minimal 1 tahun dan berdomisili di Yogyakarta. Secara umum, hasil penelitian ini adalah ketiga subjek telah menemukan dan memenuhi makna hidupnya dalam suatu penderitaan. Selain itu, mereka mampu memaknai kehidupannya secara baik karena menerima keadaan mereka sebagai anak jalanan dan dapat merasakan kebahagiaan selama menjadi anak jalanan.

(8)

viii

Angela Dewa Nindra

ABSTRACT

This study aimed to describe the meaning of life street children in Yogyakarta. This research is a phenomenological study that illustrates the meaning of life of street children who experience them live. Subjects in this study consists of 3 people. Making procedures subjects in this study is based on a theory or based on the operational construct. Subjects chosen by certain criteria, namely street children aged 13-18 years, working on the streets at least 1 year and live in Yogyakarta. In general, the results of this study were three subjects have found the meaning of life and meet in an agony. In addition, they are able to make sense of life as well as accept their circumstances as street children and can feel happiness for becoming street children.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan di surga atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan orang lain. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu menyertai

2. Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

3. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si selaku Kaprodi Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

4. Bapak Prof. Dr. Augustinus Supratiknya selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas semua masukan dan saran serta kritik kepada saya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Ibu Agnes Indar Etikawati M.Si., Psikolog selaku dosen Pembimbing Akademik, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. 6. Segenap staff pendidik dan pengajar Fakultas Psikologi Sanata

Dharma Yogyakarta, atas pengetahuan dan pengalaman yang dibagikan kepada penulis.

7. Mas Gandung, Mba Nanik, Pak Gik, Mas Doni dan Mas Muji. Terima kasih karena selalu melayani kami – kami semua dengan baik.

8. Teman-teman Psikologi USD. Rosa, Novi, Irin, Budi, Itin, Mbak

Fitri, Ce Lia, Ce Manda, Oshin, Hesti, Anggit, dll yang tidak bisa disebutkan semua. Terima kasih sudah memberiku semua tawa dan bahagia. Semua kenangan tidak akan dilupakan. Someday we wil meet againdengan STATUS yang berbeda.

(11)
(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGSESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

1. Manfaat Teoritis ... 6

(13)

xiii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Makna Hidup ... 7

1. Pengertian Makna Hidup ... 7

2. Logoterapi ... 8

a. Kebebasan berkeinginan ... 8

b. Keinginan hidup bermakna ... 9

c. Makna hidup ... 10

3. Komponen Keberhasilan Makna Hidup ... 14

4. Penemuan Makna Hidup Melalui Penderitaan ... 15

5. Tahap Penemuan Makna ... 16

B. Anak Jalanan ... 17

1. Pengertian Anak Jalanan ... 17

2. Masalah Anak Jalanan ... 18

3. Karakteristik Anak Jalanan ... 20

4. Faktor Penyebab Anak Turun ke Jalanan ... 23

C. Makna Hidup Anak Jalanan ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

A. Jenis Penelitian ... 28

B. Fokus Penelitian ... 29

C. Subjek Penelitian ... 30

(14)

xiv

2. Prosedur pengambilan subjek penelitian ... 30

D. Metode Pengumpulan Data ... 31

E. Metode Analisis Data ... 33

1. Organisasi Data ... 34

2. Koding ... 34

3. Analisis dan Interpretasi ... 34

F. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

A. Proses Penelitian ... 37

1. Persiapan Penelitian ... 37

2. Pelaksanaan Penelitian ... 38

3. Jadwal Pengambilan Data ... 38

4. Proses Analisis Data ... 39

B. Hasil Penelitian ... 39

I. Analisis Per subjek ... 40

1. Subjek 1 ... 40

a. Profil subjek ... 40

b. Hasil wawancara ... 40

c. Kesimpulan ... 45

2. Subjek 2 ... 46

(15)

xv

b. Hasil wawancara ... 46

c. Kesimpulan ... 50

3. Subjek 3 ... 51

a. Profil subjek ... 51

b. Hasil wawancara ... 51

c. Kesimpulan ... 54

II. Analisis Antar Subjek ... 55

1. Tahap Derita ... 55

2. Tahap Penerimaan Diri ... 55

3. Tahap Penemuan Makna ... 56

4. Tahap Realisasi Makna ... 57

C. Pembahasan ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

A. Kesimpulan ... 64

B. Keterbatasan Penelitian ... 65

C. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kondisi Permasalahan Anak Jalanan... 19

Tabel 2. Panduan Wawancara... 32

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Pernyataan Persetujuan Wawancara Subjek 1 (SS) ...72

Lampiran 2. Koding Subjek 1 (SS)... 73

Lampiran 3. Surat Keterangan Keabsahan Hasil Wawancara Subjek 1 (SS)...78

Lampiran 4. Surat Pernyataan Persetujuan Wawancara Subjek 2 (GL)...80

Lampiran 5. Koding Subjek 2 (GL)...81

Lampiran 6. Surat Keterangan Keabsahan Hasil Wawancara Subjek 2 (GL)....86

Lampiran 7. Surat Pernyataan Persetujuan Wawancara Subjek 3 (HR)...88

Lampiran 8. Koding Subjek 3 (HR)... 89

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fenomena anak jalanan merupakan pemandangan yang tidak asing lagi di

Indonesia. Keberadaan anak jalanan dapat dilihat hampir di setiap persimpangan

jalan, pasar, alun-alun kota, stasiun, terminal dan dalam bus-bus kota. Anak

jalanan adalah fenomena nyata dalam kehidupan, dimana hal tersebut dianggap

menimbulkan permasalahan sosial. Anggapan tersebut muncul karena anak

jalanan dianggap sebagai “virus sosial” yang mengganggu kenyamanan

masyarakat sekitar. Hal tersebut disebabkan karena anak jalanan dianggap kurang

memahami norma sosial yang berlaku didalam masyarakat. Penampilan anak

jalanan yang jorok, ekonomi keluarganya yang miskin, lingkungan

pemukimannya di daerah-daerah kumuh atau bahkan sama sekali tidak

mempunyai tempat tinggal tetap, perangainya yang sering melakukan kejahatan

dan kekhasan lain anak jalanan, menyebabkan pandangan masyarakat terhadapnya

sangat rendah. Ironisnya lagi, masyarakat bahkan tidak menganggap anak jalanan

sebagai manusia lazimnya. Sebab dalam anggapan masyarakat, anak jalanan

adalah anak-anak yang tidak lagi mempunyai masa depan, tidak bisa diharapkan

sebagai generasi penerus pembangunan dan tidak mempunyai manfaat bagi

masyarakat. Statusnya sebagai anak jalanan, menyebabkan anak-anak itu harus

rela dengan berbagai hinaan, cacian, makian, kekejaman, kekerasan dan

(19)

Menurut Kepala Dinas Sosial DIY, Sulistyo, pada tahun 2013 jumlah anak

jalanan yang berasal dari DIY yang terdata di dinas sosial mencapai 400 anak.

Sementara yang berasal dari luar DIY diperkirakan jauh lebih banyak.

Hasil observasi yang dilakukan terhadap beberapa anak jalanan di kota

Yogyakarta, anak-anak yang sering menghabiskan waktu di jalanan ini, rata-rata

adalah anak jalanan yang masih memiliki dan tinggal dengan orang tua mereka.

Bahkan, kebanyakan anak jalanan yang berada di kota ini, masih mengenyam

bangku pendidikan yang rata-rata duduk di bangku Sekolah Dasar. Jenis pekerjaan

yang dilakukan pun bervariasi, seperti pengamen, penyemir sepatu, pemulung,

kernet, pencuci kaca mobil, pekerja seks, pengemis, dan sebagainya. Tetapi

semuanya adalah pekerjaan informal dengan upah ala kadarnya, bergantung

kepada si pemberi/pemakai jasa. Namun sebagian besar pekerjaan mereka adalah

pengamen. Kesempatan untuk bermain dan tumbuh kembang sudah mulai hilang.

Kondisi seperti itu merupakan akibat dari ketidakberdayaan orang tua untuk

melindungi anaknya, sehingga anak-anak dijadikan tumpuan untuk membantu

pemenuhan kebutuhan keluarga.

Fenomena anak jalanan tersebut merupakan fenomena yang menunjukkan

sebuah situasi tidak nyaman, berkekurangan dan terpinggirkan. Anak jalanan tetap

saja bertahan dalam kondisi yang cukup memprihatinkan tersebut. Melihat hasil

penelitian sebelumnya yang berjudul Aspirasi Hidup Anak Jalanan Semarang

(Pratiwi Wijayanti, 2010), anak jalanan seringkali dianggap tidak memiliki pilihan

lain selain menjadi anak jalanan, namun dibalik sosok anak jalanan ada harapan

(20)

seperti sekolah, bermain dan berkreasi. Selain itu kondisi perekonomian keluarga

anak jalanan pada umumnya berada pada taraf kurang mampu yang mendorong

anak untuk beraktivitas di jalan. Peneliti menyimpulkan ada sebuah harapan untuk

memiliki kehidupan yang lebih baik. Aspirasi sesungguhnya didasari oleh

kebutuhan dasar manusia untuk berprestasi yaitu kebutuhan untuk mewujudkan

keinginan dan berbuat yang lebih baik dari keadaan sekarang.

Anak jalanan, yang juga sebagai seorang manusia memiliki kebebasan untuk

mengambil sikap terhadap pilihan hidupnya (Koeswara, 1992). Pilihan hidup yang

mereka ambil harus menjadi konsekuensi dalam hidupnya untuk bertahan. Bekerja

merupakan salah satu cara untuk bertahan hidup. Seorang manusia dalam

menjalani hidup memiliki alasan mengapa mereka bertahan, begitu juga dengan

anak jalanan. Segala macam anggapan dan gunjingan terhadap keberadaan mereka

tidak mengubah atau menghambat sikap mereka terhadap pilihan hidupnya

menjadi anak jalanan. Hasrat untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama

dan keinginan setiap orang dalam hidupnya, baik itu bermakna bagi diri sendiri

dan bagi sesama manusia.

Menurut Frankl (dalam Bastaman, 2007) hidup merupakan sebuah tugas.

Manusia hidup membawa suatu misi yang diemban. Misi tersebut adalah wujud

manusia bertanggung jawab terhadap hidupnya karena dengan bertanggung jawab

manusia melakukan tindakan konkrit sebagai jawaban atas misi yang dibawanya.

Proses penemuan makna hidup bukanlah merupakan suatu perjalanan yang mudah

bagi anak jalanan, perjalanan untuk dapat menemukan apa saja yang dapat

(21)

terhadap ketentuan atau nasib yang bisa mereka rubah, yang kesemuanya itu tak

lepas dari hal-hal apa saja yang diinginkan selama menjalani kehidupan, serta

kendala apa saja yang dihadapi oleh mereka dalam mencapai makna hidup.

Bastaman (1996) memaparkan beberapa tahap yang harus dilalui seseorang dalam

menemukan dan memenuhi makna hidup dalam suatu penderitaan, yaitu tahap

derita, tahap penerimaan diri, tahap penemuan makna hidup, dan tahap realisasi

makna.

Berdasarkan teori-teori di atas, penulis tertarik untuk mengekplorasi

pemaknaan hidup pada anak jalanan yang memang identik dengan penderitaan

dalam kehidupannya. Penulis ingin melihat gambaran pemaknaan mereka

terhadap hidupnya. Frankl (dalam Schultz, 1991) mengemukakan bahwa makna

hidup atau arti hidup merupakan hal yang mendasar. Frankl percaya bahwa arti

dapat ditemukan dalam semua situasi, termasuk penderitaan dan kematian. Tanpa

arti untuk kehidupan, tidak ada alasan untuk meneruskan hidup.

Melihat hasil penelitian sebelumnya yang berjudul Makna Hidup Waria

(Sheila Sitarani Safitri, 2008) yang menyimpulkan bahwa ketiga subjeknya sudah

dapat menemukan makna hidupnya melalui pemenuhan ketiga nilai dalam

Logoterapi yaitu nilai kreatif, nilai pengalaman dan nilai sikap. Dimana nilai

kreatif ditunjukkan dengan mencintai pekerjaannya. Nilai pengalaman

ditunjukkan dengan percaya akan Tuhan dan agamanya dan nilai sikap

ditunjukkan dengan menerima dengan tabah musibah yang dialami. Hal yang

sangat kuat terungkap pada ketiga subjek adalah mereka yakin bahwa

(22)

dijalani. Disini menunjukkan bahwa manusia memiliki kebebasan untuk

menentukan tujuan hidupnya dan memaknai segala pengalaman dan peristiwa

dalam hidupnya termasuk penderitaan. Sebuah penderitaan jika dipandang sebagai

sesuatu yang penuh makna maka orang-orang yang hidupnya menderita akan

mempunyai hidup yang penuh gairah dan mereka berusaha mempertahankan

kelangsungannya. Sebuah penderitaan jika tidak dimaknai maka orang-orang

miskin itu akan merasakan hidup yang kosong, tanpa tujuan dan maksud. Selain

itu, penelitian sejenis mengungkap tentang Makna Hidup Buruh Gendong

(Frederik Herwindra, 2010) yang menunjukkan hasil bahwa ketiga subjek telah

menemukan makna hidup melalui pemenuhan ketiga nilai Logoterapi Victor

Frankl dalam penderitaan.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu yang mengungkap tentang

pemenuhan ketiga nilai Logoterapi dalam penderitaan yaitu nilai kreatif, nilai

bersikap dan nilai pengalaman. Pada penelitian ini peneliti ingin mengungkap

tentang makna hidup anak jalanan, dimana dipaparkan beberapa tahap yang harus

dilalui anak jalanan dalam menemukan dan memenuhi makna hidupnya dalam

suatu penderitaan karena melalui penderitaan diharapkan anak jalanan dapat

mengisi dan memperoleh makna hidupnya, karena hidup dapat dipenuhi tidak

(23)

6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka rumusan

masalah penelitian ini adalah: Bagaimana gambaran makna hidup anak jalanan di

Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Dengan rumusan masalah diatas, maka secara umum tujuan dari penelitian ini

adalah mendeskripsikan makna hidup anak jalanan di Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara

teoritis maupun praktis.

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan

memperkaya teori mengenai Makna Hidup Anak Jalanan Di Yogyakarta.

Dengan pengetahuan ini, diharapkan juga dapat meningkatkan segala hal

yang berhubungan dengan Makna Hidup Anak Jalanan Di Yogyakarta.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi

pihak yang memiliki jiwa sosial dari kalangan pribadi, instansi pemerintah

atau swasta atau sebagainya, khususnya berkaitan dengan problematika

(24)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Makna Hidup

1. Pengertian Makna Hidup

Teori makna hidup dikemukakan oleh Viktor Frankl dalam wadah ilmu yang

bernama Logoterapi (Schultz, 1991). Logoterapi merupakan salah satu cabang

dalam Psikologi Eksistensial yang berkonsentrasi mengenai makna dari eksistensi

manusia dalam kebutuhannya akan makna, serta teknik-teknik penyembuhan dan

mengurangi atau meringankan penderitaan akibat kegagalan dalam menemukan

makna hidupnya. Frankl, memahami makna hidup berarti hal-hal yang

memberikan arti khusus bagi seseorang yang apabila dipenuhi akan menyebabkan

kehidupan dirasakan penting dan berharga, sehingga akan menimbulkan perasaan

bahagia dan dapat ditemukan dalam setiap kehidupan.

Makna hidup seseorang bermula dari adanya sebuah visi kehidupan, harapan

dalam hidup dan adanya alasan mengapa seseorang harus tetap hidup. Frankl

(Bastaman, 2007) mengemukakan bahwa makna hidup bersifat unik dan berbeda

setiap individu bahkan dalam setiap keadaan. Saat bermakna yang berarti bagi

seseorang belum tentu bagi orang lain, tidak dapat diberikan oleh siapapun,

melainkan harus dicari dan ditemukan sendiri oleh individu tersebut. Makna hidup

melampaui intelektualitas manusia sehingga makna tidak dapat dicapai hanya

dengan proses akal atau usaha intelektual. Pencapaian ditunjukkan melalui

(25)

pada keberadaan total individu. Adanya tindakan komitmen individu, dapat

menjawab tantangan yang ada sehingga jawaban tersebut memberikan makna

pada hidup individu (Schultz, 1991).

2. Logoterapi

Logoterapi memiliki tiga landasan filsafat (Bastaman, 2007) yaitu kebebasan

berkeinginan (The Freedom of Will), keinginan akan makna (The Will to Meaning) dan

makna hidup (The Meaning of Life). Kebebasan berkeinginan mengarah pada kebebasan

kita pada sebagai individu untuk memilih reaksi terhadap kondisi yang ada di luar kita.

Keinginan akan makna menunjuk bahwa kita memiliki kehendak untuk menjadikan hidup

kita bermakna dan menjadi motivasi kita dalam menjalani kehidupan. Semakin kita

mampu mengatasi diri kita, semakin kita menjadi manusia seutuhnya. Makna hidup

sendiri mengarah pada kualitas penghayatan individu terhadap seberapa besar kita dapat

mengembangkan dan mengaktualisasi potensi-potensi serta kapasitas yang dimiliki dan

terhadap seberapa jauh kita telah mencapai tujuan-tujuan hidup, dalam rangka memberi

makna kepada kehidupan kita. Hanya dalam cara ini kita benar-benar menjadi diri kita

(Schultz, 1991).

a. Kebebasan berkeinginan (The Freedom of Will)

Kebebasan yang dimaksud merupakan kebebasan dalam batas-batas.

Menurut Bastaman (2007), manusia tidak mungkin bebas dari kondisi-kondisi

biologis, psikologis dan sosial, jadi yang dimaksud bukan bebas dari

kondisi-kondisi tersebut. Konsep kebebasan yang dimaksud juga merupakan

kebebasan yang bertanggung jawab terhadap pilihannya atas realisasi

nilai-nilai dan pemenuhan makna bagi dirinya. Meskipun kita tunduk pada

(26)

memilih reaksi dan sikap kita terhadap kondisi-kondisi ini. Kita tidak dapat

mengendalikan kekuatan dan kondisi yang ada di luar diri kita, tetapi kita

memiliki kebebasan untuk bersikap terhadap dunia luar dan terhadap diri kita

sendiri dalam mengatasi kekuatan luar tersebut. Manusia memiliki

kemampuan dan kebebasan untuk mengubah kondisi hidupnya guna meraih

kehidupan yang lebih berkualitas. Tentu saja kebebasan yang dimiliki ini

harus disertai dengan tanggung jawab yang besar (Bastaman, 2007). Pada saat

anak jalanan mendapat tekanan dari masyarakat bukan berarti akhir dari

segalanya. Anak jalanan bebas memilih sikap dan reaksi yang dimiliki atas

kondisi yang berasal dari luar dirinya. Menjadi anak jalanan bukan suatu

keinginan akan tetapi suatu keadaan dan mereka tidak dapat menolak hal

tersebut.

b. Keinginan akan makna(The Will to Meaning)

Setiap individu pasti menginginkan dirinya menjadi individu yang berguna

bagi orang lain, dicintai dan mencintai orang lain, bertanggung jawab atas

dirinya sendiri, mempunyai cita-cita dan tujuan hidup yang penting dan jelas

yang akan diperjuangkan dengan penuh semangat, dan memiliki sebuah

tujuan hidup yang menjadi arahan segala kegiatannya. Setiap individu juga

pasti tidak akan menginginkan menjadi individu yang tidak berguna, tidak

memiliki tujuan dan arah hidup yang jelas, tidak mengetahui apa yang

diinginkan dan dilakukannya. Sedikit dari banyaknya keinginan manusia ini

menurut Bastaman (2007) menggambarkan hasrat yang paling mendasar dari

(27)

terpenuhi akan merasa bahagia, kehidupan terasa berguna, berharga dan

berarti dan sebaliknya apabila tidak terpenuhi maka akan menyebabkan

kehidupan yang dirasa tidak berarti.

Hasrat untuk hidup bermakna merupakan motivasi mendasar setiap

individu. Hasrat ini juga mendorong individu untuk melakukan berbagai

kegiatan, bekerja, berkarya dan berkreativitas. Seorang individu akan

menjalani aktivitasnya dengan semangat apabila individu tersebut merasa

hidupnya bermakna dan karena individu tersebut memiliki tujuan hidup yang

jelas serta alasan mengapa individu tersebut harus tetap bertahan hidup.

Meskipun dalam perjalanan kehidupannya individu tersebut mengalami

hambatan dan penderitaan, ia akan berusaha menghayati penderitaan tersebut

sehingga dapat menemukan hikmah dari penderitaan yang dialaminya.

c. Makna hidup (The Meaning of Life)

Makna hidup adalah hal-hal yang oleh seseorang dipandang penting,

dirasakan berharga dan diyakini sebagai sesuatu yang benar serta dapat

dijadikan tujuan hidupnya (Bastaman, 1995) manusia bisa (berpeluang)

menemukan makna hidup atau membuat hidupnya bermakna sampai

nafasnya yang terakhir. Bila itu berhasil dilakukan dan dipenuhi akan

menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan akhirnya

akan menimbulkan perasaan bahagia.

Makna hidup tidak dapat diciptakan oleh orang lain, hanya individu itu

sendiri yang dapat menemukan makna hidup untuk dirinya sendiri. Dalam

(28)

dan dipenuhi. Maka dari itu makna dan tujuan hidup merupakan dua hal yang

tidak dapat dipisahkan karena keduanya saling berkaitan (Bastaman, 2007).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa makna

hidup bermula dari adanya sebuah visi kehidupan, harapan dalam hidup dan

adanya alasan mengapa seseorang harus tetap hidup. Makna hidup dapat

ditemukan dalam keadaan bahagia, tak menyenangkan ataupun dalam

penderitaan, karena makna hidup ada dalam kehidupan itu sendiri.

Individu bisa menemukan makna dari hidupnya, dengan merealisasikan

3 nilai yang ada (Bastaman, 2007), yaitu :

1) Nilai-nilai kreatif (creative values)

Nilai-nilai kreatif yaitu kegiatan berkarya, bekerja, mencipta serta

melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung

jawab. Menekuni suatu pekerjaan dan meningkatkan keterlibatan pribadi

terhadap tugas serta berusaha untuk mengerjakannya dengan sebaik-baiknya

merupakan salah satu contoh dari kegiatan berkarya. Melalui karya dan kerja

kita dapat menemukan arti hidup dan menghayati kehidupan secara bermakna.

Bekerja itu dapat menimbulkan makna dalam hidup, secara nyata dapat kita

alami sendiri apabila kita adalah seorang yang telah lama tak berhasil

mendapat pekerjaan, kemudian seorang teman menawari suatu pekerjaan.

Kalaupun gajinya ternyata tidak terlalu besar, besar kemungkinan kita akan

menerima tawaran itu, karena kita akan merasa berarti dengan memiliki

pekerjaan daripada tidak memiliki sama sekali. Sehubungan dengan itu perlu

(29)

memberikan kesempatan untuk menemukan dan mengembangkan makna

hidup; makna hidup tidak terletak pada pekerjaan, tetapi lebih bergantung

pada pribadi yang bersangkutan, dalam hal ini sikap positif dan mencintai

pekerjaan itu serta cara bekerja yang mencerminkan keterlibatan pribadi pada

pekerjaannya. Nilai kreatif yang direalisasikan dalam bentuk aktivitas kerja

menghasilkan sumbangan bagi masyarakat. Komunitas atau masyarakat pada

dasarnya mengantarkan individu pada penemuan makna (Bastaman, 2007).

2) Nilai-nilai pengalaman (experiential values)

Yaitu keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan,

keindahan, keimanan dan keagamaan, serta cinta kasih. Menghayati dan

meyakini suatu nilai dapat menjadikan seseorang berarti hidupnya. Tidak

sedikit orang-orang yang merasa menemukan arti hidup dari agama yang

diyakininya atau ada orang-orang yang menghabiskan sebagian besar usianya

untuk menekuni suatu cabang seni tertentu. Cinta kasih dapat menjadikan

pula seseorang menghayati perasaan berarti dalam hidupnya. Dengan

mencintai dan merasa dicintai, seseorang akan merasakan hidupnya penuh

dengan pengalaman hidup yang membahagiakan. Dalam hal-hal tertentu

mencintai seseorang berarti menerima sepenuhnya keadaan orang itu seperti

apa adanya serta benar-benar dapat memahami sedalam-dalamnya

kepribadian dengan penuh pengertian. Cinta kasih senantiasa menunjukkan

kesediaan untuk berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya kepada orang yang

dikasihi, serta ingin menampilkan diri sebaik mungkin dihadapannya. Erich

(30)

cinta kasih yang murni, yakni perhatian, tanggung jawab, rasa hormat, dan

pengertian. Realisasi nilai pengalaman dapat dicapai melalui penerimaan diri

yang baik, keyakinan diri, perasaan emosi positif, serta meningkatkan ibadah

melalui realisasi nilai-nilai yang berasal dari agama maupun yang berasal dari

filsafat hidup yang sekuler (Bastaman, 2007).

3) Nilai-nilai bersikap (attitudinal values)

Yaitu menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran dan keberanian

segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi, seperti sakit

yang tak dapat disembuhkan, kematian dan menjelang kematian, setelah

segala upaya dan ikhtiar dilakukan secara maksimal. Perlu dijelaskan disini

dalam hal ini yang diubah bukan keadaannya, melainkan sikap yang diambil

dalam menghadapi keadaan itu. Ini berarti apabila menghadapi keadaan yang

tak mungkin diubah atau dihindari, sikap yang tepatlah yang masih dapat

dikembangkan. Sikap menerima dengan penuh ikhlas dan tabah hal-hal tragis

yang tak mungkin dielakkan lagi dapat mengubah pandangan kita dari yang

semula diwarnai penderitaan semata-mata menjadi pandangan yang mampu

melihat makna dan hikmah dari penderitaan itu. Penderitaan memang dapat

memberikan makna dan guna apabila kita dapat mengubah sikap terhadap

penderitaan itu menjadi lebih baik lagi. Ini berarti bahwa dalam keadaan

bagaimanapun (sakit, nista, dosa, bahkan maut) arti hidup masih tetap dapat

ditemukan, asalkan saja dapat mengambil sikap yang dapat mengambil

sikap yang tepat dalam menghadapinya. Realisasi tersebut melalui

(31)

bangga pada diri, optimis, serta dapat mengambil hikmah dari setiap

peristiwa.

3. Komponen Keberhasilan Kebermaknaan Hidup

Menurut Bastaman, ada 6 (enam) komponen yang menentukan keberhasilan

seseorang dalam melakukan perubahan dari penghayatan hidup tak bermakna

menjadi hidup bermakna. Keenam komponen tersebut antara lain yaitu:

a. Pemahaman diri (self insight), yakni meningkatnya kesadaran atas

buruknya kondisi diri pada saat ini dan keinginan kuat untuk melakukan

perubahan ke arah kondisi yang lebih baik. Individu memiliki

kemampuan untuk mengambil sikap yang tepat terhadap segala peristiwa,

baik yang tragis maupun yang sempurna.

b. Makna hidup (the meaning of life), yakni nilai-nilai penting dan sangat

berarti bagi kehidupan pribadi yang berfungi sebagai tujuan yang harus

dipenuhi dan pengarah kegiatan-kegiatannya.

c. Pengubahan sikap (changing attitude), yakni pengubahan sikap dari yang

semula bersikap negatif dan tidak tepat menjadi mampu bersikap positif

dan lebih tepat dalam menghadapi masalah, kondisi hidup dan musibah

yang tak terelakkan. Seringkali bukan peristiwanya yang membuat

individu merasa sedih dan terluka, namun karena sikap negatif dalam

menghadapi peristiwa tersebut.

d. Keikatan diri (self commitment), yakni komitmen individu terhadap

(32)

Komitmen yang kuat akan membawa individu pada pencapaian makna

hidup yang lebih mendalam.

e. Kegiatan terarah (directed activities), yakni upaya-upaya yang dilakukan

secara sadar dan sengaja berupa pengembangan potensipotensi (bakat,

kemampuan dan keterampilan) yang positif serta pemanfaatan relasi

antarpribadi untuk menunjang tercapainya makna dan tujuan hidup.

f. Dukungan sosial (social support), yakni hadirnya seseorang atau

sejumlah orang yang akrab, dapat dipercaya dan selalu bersedia memberi

bantuan pada saat-saat diperlukan.

4. Penemuan Makna Hidup Melalui Penderitaan

Menurut Frankl dalam buku Djamaludin Ancok (2006), hidup yang bermakna

tidak hanya dapat ditemui melalui perbuatan, tetapi juga melalui pengalaman

hidup sehari-hari, misalnya melalui pertemuan dengan hal-hal yang indah, dengan

kebaikan dan kebenaran, dan yang tak kalah pentingnya adalah melalui pertemuan

dengan orang lain, dengan segala keunikannya. Bahkan dalam situasi yang

membuat seseorang kehilangan kreativitas dan daya penerimaannya, ia masih

dapat menemukan makna hidupnya. Dengan kata lain, ketika seseorang

dihadapkan dengan nasib, dengan situasi yang tidak ada harapannya ia masih

memiliki kesempatan untuk menemukan makna hidupnya, dan itu adalah makna

dari penderitaan. Melalui penderitaan diharapkan manusia dapat mengisi dan

memperoleh makna hidupnya, karena hidup dapat dipenuhi tidak hanya dengan

(33)

terpenting dalam menghadapi penderitaan yang tidak dapat diubah atau dihindari

adalah bagaimana kita memberi makna terhadap penderitaaan, dan hal ini terlihat

dari sikap kita dalam menerimanya. Sikap dalam menghadapi penderitaan seperti

inilah yang akan membuka gerbang menuju hidup yang lebih bermakna.

5. Tahap-tahap Penemuan Makna

Bastaman (1996) memaparkan beberapa tahap yang harus dilalui seseorang

dalam menemukan dan memenuhi makna hidupnya dalam suatu penderitaan,

yaitu:

a. Tahap derita, yaitu pengalaman tragis dan penghayatan hidup tanpa

makna. Suatu peristiwa tragis dalam hidup seseorang dapat menimbulkan

penghayatan hidup tanpa makna yang ditandai dengan perasaan hampa,

gersang, apatis, bosan, dan merasa tidak lagi memiliki tujuan hidup.

Kebosanan adalah ketidakmampuan seseorang untuk membangkitkan

minat, sedangkan apatis adalah ketidakmampuan seseorang untuk

mengambil prakarsa.

b. Tahap penerimaan diri, individu mulai menerima apa yang terjadi pada

hidupnya, pemahaman diri, dan terjadinya perubahan sikap. Munculnya

kesadaran diri biasanya didorong oleh beraneka ragam sebab. Misalnya,

karena perenungan diri, konsultasi dengan para ahli, mendapat

pendangan dari seseorang, hasil do’a dan ibadah, belajar dari orang lain,

(34)

c. Tahap penemuan makna hidup. Tahap ini ditandai dengan penyadaran

individu akan nilai-nilai berharga yang sangat penting dalam hidupnya.

Hal-hal yang dianggap berharga dan penting itu mungkin saja berupa

nilai- nilai kreatif, nilai-nilai penghayatan, dan nilai-nilai bersikap.

d. Tahap realisasi (keikatan diri, kegiatan terarah dan pemenuhan makna

hidup). Pada tahap ini, individu akan mengalami semangat dan gairah

dalam hidupnya, kemudian secara sadar melakukan keikatan diri (self

commitment) untuk melakukan kegiatan nyata yang lebih terarah guna

memenuhi makna hidupnya.

B. Anak Jalanan

1. Pengertian Anak Jalanan

Pengertian anak jalanan telah banyak dikemukakan oleh banyak ahli. Secara

khusus, anak jalanan menurut PBB adalah anak yang menghabiskan sebagian

besar waktunya dijalanan untuk bekerja, bermain atau beraktivitas lain. Anak

jalanan tinggal di jalanan karena dicampakkan atau tercampakkan dari keluarga

yang tidak mampu menanggung beban karena kemiskinan dan kehancuran

keluarganya. Umumnya anak jalanan bekerja sebagai pengasong, pemulung,

tukang semir, pelacur anak dan pengais sampah. Tidak jarang menghadapi resiko

kecelakaan lalu lintas, pemerasan, perkelahian, dan kekerasan lain. Anak jalanan

lebih mudah tertular kebiasaan tidak sehat dari kultur jalanan, khususnya seks

(35)

Dalam buku “Intervensi Psikososial” (Depsos, 2001:20), anak jalanan adalah

anak yang berusia sekitar 5-18 tahun yang sebagian besar menghabiskan

waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat

umum lainnya.

Dari definisi-definisi yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa

“anak jalanan adalah seseorang yang masih belum dewasa (secara fisik dan

phsykis) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan dengan

melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna mempertahankan

hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau mental dari

lingkungannya.”

2. Masalah Anak jalanan

Menurut Rochatun dalam skripsinya yang berjudul Eksploitasi Anak Jalanan

sebagai Pengemis di Simpang Lima Semarang menunjukkan bahwa masalah anak

jalanan adalah merupakan fenomena yang biasa terjadi di kota-kota besar. Untuk

bertahan hidup di tengah kehidupan kota yang keras, anak-anak jalanan biasanya

melakukan pekerjaan di sektor informal, baik legal maupun ilegal seperti

pedagang asongan di kereta api dan bus kota, menjajakan koran, menyemir sepatu,

mencari barang bekas atau sampah, mengamen di perempatan lampu merah,

tukang lap mobil, dan tidak jarang pula anak-anak yang terlibat pada jenis

pekerjaan berbau kriminal seperti mengompas, mencuri, bahkan menjadi bagian

dari komplotan perampok.

(36)

tertabrak kendaraan, tetapi acap kali juga rentan terhadap serangan penyakit akibat

cuaca yng tidak bersahabat atau kondisi lingkungan yang buruk seperti tempat

pembuangan sampah. Sekitar 90% lebih anak jalanan biasanya sudah lazim

terkena penyakit pusing-pusing, batuk, pilek dan sesak nafas. Ironisnya, meskipun

sebagian besar anak jalanan acap kali terserang penyakit, tetapi hanya sedikit yang

tersentuh pelayanan kesehatan (Suyanto, 2010).

Sejumlah studi menemukan, anak-anak jalanan yang kecil biasanya sering

dipalak oleh anak yang sudah besar. Selain itu para preman disekitarnya juga tak

segan merampas barang dagangan atau meminta uang. Misalnya kalangan anak

jalanan yang bekerja sebagai pengemis bis kota mereka biasanya diatur oleh

seorang preman di jurusan mana mereka dibolehkan bekerja, dan jurusan mana

pula yang tidak dibolehkan. Anak-anak jalanan yang bekerja sebagai pedagang

Koran, terkadang juga tidak luput sebagai objek pengompasan preman (Suyanto,

2010).

Berikut tabel 1 merangkum permasalahan anak jalanan yang berkaitan dengan

aspek dan berbagai macam permasalahan yang dihadapi:

Tabel 1

Kondisi Permasalahan Anak Jalanan

Aspek Permasalahan yang dihadapi

Pendidikan Sebagian besar tidak berpendidikan atau

pendidikannya rendah.

Intimidasi Menjadi sasaran tindak kekerasan anak jalanan

yang lebih dewasa, kelompok lain, petugas, dan razia

Penyalahgunaan zat

aditif dan obat-obatan Ngelem minuman keras, pil dan sejenisnya

Kesehatan Rentang penyakit kulit, paru-paru, dan gonorhoe

(37)

bersama orangtua.

 Umumnya di sembarang tempat atau di

tempat kumuh

Resiko kerja Tertabrak alat-alat transportasi

Hubungan dengan

keluarga Umumnya renggang bahkan sama sekali tidakterhubung dengan keluarga

Kejahatan  Dianggap virus sosial oleh masyarakat

 Terlibat kriminal

3. Karakteristik Anak Jalanan

Dalam buku "Intervensi Psikososial" (Depsos, 2001: 23-24), indikator anak

jalanan adalah :

a. Usia dibawah 18 tahun

b. Orientasi hubungan dengan keluarganya adalah hubungan yang sekedarnya,

tidak ada komunikasi yang rutin diantara mereka;

1) Ada yang sama sekali tidak berhubungan dengan keluarganya.

2) Masih ada hubungan sosial secara teratur minimal dalam arti bertemu

sekali setiap hari.

3) Masih ada kontak dengan keluarganya, namun tidak teratur.

c. Orientasi waktu

Orientasi waktu mereka adalah masa kini dan waktu yang dihabiskan di

jalanan lebih dari 4 jam setiap harinya.

d. Orientasi tempat tinggal

1) Tinggal bersama orangtuanya.

2) Tinggal dengan teman-teman sekelompoknya.

(38)

e. Orientasi tempat berkumpul mereka adalah tempat-tempat yang kumuh, kotor,

banyak makanan sisa, tempat berkumpulnya orang-orang, misalkan; terminal

bus, stasiun, pasar, perempatan jalan atau jalan raya.

f. Orientasi aktivitas pekerjaan

Kegiatan atau aktivitas yang mereka kerjakan adalah aktivitas yang

berorientasi pada kemudahan mendapatkan uang sekedarnya untuk

menyambung hidup, seperti menyemir sepatu, mengamen, menjajakan koran,

kuli angkut, pemulung dan penjualan jasa.

g. Permasalahan yang dihadapi

1) Konflik dengan kelompok lain atau teman dalam kelompok

2) Dikejar-kejar aparat

3) Korban eksploitasi sex

4) Ditolak masyarakat

5) Terlibat kriminal

6) Potensi kecelakaan lalu lintas

h. Kebutuhan-kebutuhan anak jalanan

1) Rasa aman

2) Haus kasih sayang

3) Kebutuhan sandang pangan kesehatan

Disamping itu, yayasan KKSP juga mengatakan karakteristik atau sifat-sifat

yang menonjol dari anak jalanan diantaranya adalah:

(39)

b. Memandang orang lain yang tidak hidup di jalanan sebagai orang yang dapat

dimintai uang.

c. Mandiri artinya anak-anak tidak terlalu menggantungkan hidup terutama

dalam hal tempat tidur dan makan.

d. Mimik wajah yang selalu memelas, terutama ketika berhubungan dengan

orang yang bukan dari jalanan. Anak-anak tidak memiliki rasa takut untuk

berinteraksi dan berbicara dengan siapapun selama di jalanan.

e. Malas untuk melakukan kegiatan anak "rumahan" misalnya jadwal tidur

selalu tidak beraturan, mandi, membersihkan badan, gosok gigi, menyisir

rambut, mencuci pakaian dan menyimpan pakaian.

Karakteristik Umum Anak Jalanan

a. Tidak berpendidikan atau pendidikannya rendah

b. Liar

c. Kasar

d. Pemahaman norma rendah

e. Daya konsentrasi rendah

f. Tidak memperhatikan kesehatan-kebersihan

g. Mudah tersinggung

h. Mudah putus asa dan cepat murung

Dari uraian karakteristik dan sifat anak jalanan diatas, menunjukkan

bahwa arah tujuan mereka tidak jelas yang disebabkan oleh karena tidak jelasnya

makna hidup dan tidak jelasnya visi kehidupan bersama. Untuk menghindari

(40)

tentang tujuan hidup. Tujuan hidup ini bisa dicapai bila pendidikan anak bangsa

sejak dini menekankan pada makna hidup yang baik.

4. Faktor Penyebab Anak Turun ke Jalanan

Rata-rata anak jalanan di lokasi penelitian mengaku pergi ke jalan merupakan

keinginan sendiri. Namun motif ini bukanlah semata-mata timbul dari dalam diri

mereka melainkan juga didorong oleh faktor lingkungan. Dari hasil penelitian

Tauran (2000), penyebab anak jalanan turun ke jalan sebagai berikut:

a. Semata-mata menopang kehidupan ekonomi keluarga

b. Mencari kompensasi dari kurangnya perhatian keluarga

c. Sekedar mencari tambahan uang saku.

Penyebab tipe pertama, anak jalanan pergi ke jalan karena kondisi keluarga

yang tidak stabil dan mereka diposisikan sebagai tulang punggung keluarga.

Umumnya ini terjadi pada anak jalanan dengan keluarga yang mengalami

disharmoni dan tidak memiliki sumber-sumber ekonomi yang dapat mendukung.

Anak jalanan dengan motif seperti ini umumnya membelanjakan penghasilannya

hanya untuk memenuhi kebutuhan primer keluarga. Mereka seringkali

diidentikkan sebagai pekerja migran kota yang pulang tidak teratur kepada orang

tuanya di kampung. Pada umumnya mereka bekerja dari pagi hingga sore hari

seperti menyemir sepatu, pengasong, pengamen, tukang ojek payung, dan kuli

panggul. Tempat tinggal mereka di lingkungan kumuh bersama dengan saudara

(41)

Penyebab tipe kedua, anak pergi ke jalan sebagai kompensasi dari tidak

terpenuhinya kesejahteraan anak di rumah. Biasanya anak jalanan pada motif ini

berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi yang cukup stabil tetapi

terabaikannya fungsi yang seharusnya diperankan oleh orang tua (perhatian, kasih

sayang dan bimbingan) mereka kurang mendapat kesejahteraannya, terutama dari

aspek emosional secara baik. Pada keluarga yang pecah atau tidak utuh, baik yang

disebabkan oleh perceraian atau meninggalnya salah satu atau kedua orang tua

akan memberikan akibat bagi anak berupa:

a. Kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang dan tuntunan pendidikan

orangtua.

b. Kebutuhan dan harapan tidak terpenuhi

c. Tidak mendapat latihan fisik dan mental

Sebagai akibat ketiga bentuk pengabaian tersebut anak dapat menjadi bingung,

risau, sedih, atau malu. Bahkan kadang diliputi rasa dendam dan benci sehingga

kemudian mereka menjadi liar dan mencari kompensasi di luar lingkungan

keluarga. Mereka mulai sering menghilang dari rumah dan lebih suka

(42)

C. Makna Hidup Anak Jalanan

Menjadi anak jalanan yang dipandang buruk oleh masyarakat sekitar maupun

masyarakat pada umumnya bukanlah suatu perkara yang mudah. Memerlukan

mental yang kuat dan sejalan dengan kepemilikan makna hidup dalam dirinya.

Menurut Bastaman (2007), tanpa makna hidup seseorang tidak dapat bertahan

dalam kondisi penderitaan, seperti yang dialami kebanyakan anak jalanan. Anak

jalanan ketika tidak memiliki makna hidup atau arti dalam kehidupannya, serta

tidak memiliki alasan untuk apa dia bertahan hidup akan mengalami konflik intern

yang hebat lalu memutuskan untuk mengakhirinya hidupnya. Berbeda dengan

anak jalanan yang menjalankan aktivitasnya sebagai anak jalanan karena memiliki

alasan untuk bertahan hidup, merasa tidak malu dan mampu untuk menunjukkan

dirinya ke masyarakat sehingga dirasa berguna dan diakui.

Kehidupan yang didominasi penderitaan membuat seorang anak jalanan tidak

mudah dalam menemukan makna hidup dan dapat memberi arti bagi

kehidupannya sendiri dan bagi orang lain di sekitarnya. Penderitaan yang dialami

anak jalanan dapat membuat seorang anak jalanan menjadi merasakan hidupnya

berarti dan dapat menemukan hikmah atas penderitaan yang dialaminya.

Menurut Bastaman (1996), ada enam (6) komponen yang menentukan

keberhasilan seseorang dalam melakukan perubahan dari penghayatan hidup tak

bermakna menjadi hidup bermakna pemahaman diri, makna hidup, pengubahan

sikap, keikatan diri, kegiatan terarah dan dukungan sosial. Selanjutnya

komponen-komponen tersebut dapat dikategorikan atas empat (4) kelompok

(43)

makna. Suatu peristiwa tragis dalam kehidupan seseorang dapat menimbulkan

penghayatan tanpa makna yang ditandai dengan perasaan hampa, gersang, apatis,

bosan dan merasa tidak memiliki tujuan hidup. Selanjutnya tahap penerimaan diri,

yang ditandai dengan individu yang mulai menerima apa yang terjadi pada

hidupnya, pemahaman diri dan terjadinya perubahan sikap. Lalu tahap yang ketiga

yaitu tahap penemuan makna hidup. Pada tahap ini ditandai dengan penyadaran

individu akan nilai-nilai berharga yang sangat penting dalam hidupnya yaitu nilai

kreatif, nilai pengalaman dan nilai bersikap. Tahap yang terakhir adalah tahap

realisasi makna. Dimana pada tahap ini individu akan mengalami semangat dan

gairah dalam hidupnya, kemudian secara sadar melakukan keikatan diri untuk

melakukan kegiatan nyata yang lebih terarah guna memenuhi makna hidupnya.

Anak jalanan yang pada kenyataannya hidup dibawah garis kemiskinan,

mengalami dinamika hidup yang penuh tantangan dan penderitaan. Bekerja keras

baik dari segi fisik maupun pikiran, demi mencukupi kebutuhan hidup yang

semakin hari semakin meningkat. Hidup dalam penderitaanlah yang

memunculkan enam komponen yang menentukan berhasilnya seseorang dalam

meraih hidup bermakna yang selanjutnya dikategorikan menjadi empat (4) tahap.

Ketika anak jalanan mampu melalui tahap-tahap dalam menemukan dan

memenuhi makna hidup dalam suatu penderitaan maka individu tersebut hidupnya

(44)

Gambar 1. Kerangka Konseptual

Kondisi permasalahan anak jalanan

Tahap Derita

Tahap Penerimaan Diri

Tahap Penemuan Makna

Tahap Realisasi Makna

 Pengalaman tragis

 Penghayatan tanpa

Makna Hidup

 Menerima apa yang

terjadi pada hidupnya.

 Pemahaman Diri

 Terjadinya perubahan

sikap

 Nilai kreatif

 Nilai pengalaman

 Nilai bersikap

(45)

28

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian tentang data

yang dikumpulkan dan dinyatakan dalam bentuk kata-kata dan gambar, kata-kata

disusun dalam kalimat, misalnya kalimat hasil wawancara antara peneliti dan

informan. Penelitian kualitatif bertolak dari filsafat konstruktivisme yang

berasumsi bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran

pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh individu-individu. Penelitian

kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut

perspektif partisipan. Partisipan adalah orang-orang yang diajak berwawancara,

diobservasi, diminta memberikan data, pendapat, pemikiran, persepsinya

(Poerwandari, 2005).

Penelitian yang berjudul “Makna Hidup Anak Jalanan di Yogyakarta” ini

bersifat dekriptif karena tujuannya mendeskripsikan gambaran makna hidup anak

jalanan di Yogyakarta. Data yang dikumpulkan pada penelitian kualitatif berupa

kata-kata ataupun gambar-gambar bukan berupa angka-angka. Data-data tersebut

dapat diperoleh melalui wawancara, catatan lapangan, foto, video tape, dokumen

pribadi, memo dan dokumen resmi lainnya (Moeloeng, 2009).

Penelitian ini menggunakan desain fenomenologi. Karena terkait langsung

dengan gejala-gejala yang muncul di sekitar lingkungan manusia terorganisasir

(46)

mengungkapkan secara detail bagaimana partisipan memaknai dunia personal dan

sosialnya. Fenomenologi juga berusaha untuk mengeksplorasi pengalaman

personal serta menekankan pada persepsi atau pendapat personal seorang individu

tentang objek atau peristiwa.

Pilihan penelitian ini dinilai tepat untuk memenuhi tujuan peneliti, yaitu

mengetahui makna hidup anak jalanan di Yogyakarta karena pandangan

fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap

orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu. Mereka berusaha masuk ke dalam

dunia konseptual para subjek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka

mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka di

sekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari (Moeloeng, 2002).

B. Fokus Penelitian

Pada penelitian ini yang menjadi fokus adalah bagaimana gambaran makna

hidup anak jalanan di Yogyakarta dan bagaimana proses dari penemuan dan

pemenuhan makna hidup anak jalanan dilihat berdasarkan tahap-tahap dalam

penemuan dan pemenuhan makna hidup. Pembahasan ini diangkat untuk

menggali, mengumpulkan dan menganalisis secara menyeluruh dan mendalam

tentang respon individu yang hidup di jalanan khususnya di Yogyakarta.

Penekanan selanjutnya makna hidup adalah hal-hal khusus yang dirasakan penting

dan diyakini sebagai sesuatu yang benar serta layak dijadikan sebagai tujuan

hidup yang harus diraih, makna hidup dapat diuraikan sebagai hal-hal apa saja

(47)

oleh anak jalanan dalam mencapai makna hidup. Hal ini akan menjadi menarik

karena makna hidup ini akan diteliti pada kaum mereka, dimana mereka diartikan

sebagai seseorang yang memiliki identitas jelek dalam kehidupan lingkungan

masyarakat. Dalam penelitian ini istilah anak jalanan difokuskan pada anak-anak

yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan yang masih memiliki hubungan

dengan keluarga atau sudah tidak memiliki hubungan dengan keluarga lagi.

C. Subjek Penelitian

1. Kriteria Subjek Penelitian

Pemilihan subjek penelitian didasarkan pada ciri tertentu. Dalam penelitian

ini subjek penelitiannya adalah anak jalanan. Subjek penelitian adalah individu

yang berusia 13 hingga 18 tahun, bekerja di jalanan minimal 1 tahun, dan tinggal

bersama orang tua atau tidak lagi tinggal bersama orangtua. Dasar peneliti

memberi batasan usia pada anak jalanan yaitu pada masa ini remaja berusaha

untuk melepaskan diri dari orang tua dengan maksud untuk menemukan dirinya

atau pembentukan identitas.

2. Prosedur Pengambilan Subjek Penelitian

Prosedur pengambilan subjek dalam penelitian ini adalah pengambilan subjek

berdasarkan teori, atau berdasarkan konstruk operasional (theory based atau

operational construct sampling). Subjek dipilih dengan kriteria tertentu,

berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai studi-studi sebelumnya atau

sesuai dengan tujuan penelitian. Hal ini dilakukan agar subjek sungguh-sungguh

(48)

(Creswell, 1998). Pengambilan data mengarahkan pemilihan subjek. Sarantakos

(1993) menjelaskan pemilihan subjek, pada gilirannya juga mengarahkan peneliti

pada data yang makin spesifik dalam menjawab permasalahan penelitian.

Pengambilan data akan membantu peneliti menemukan kelompok yang relevan

yang memungkinkan diperolehnya penambahan-penambahan data, peneliti yang

melakukan pengambilan subjek akan terus menambahkan unit-unit baru dalam

subjeknya sampai penelitian tersebut mencapai titik jenuh (saturation point), saat

dimana penambahan data dianggap tidak lagi memberikan penambahan informasi

baru dalam analisis (Poerwandari, 2005).

Adapun kriteria-kriteria yang digunakan peneliti dalam pengambilan subjek

adalah sebagai berikut:

a. Subjek berusia 13-18 tahun.

b. Tinggal bersama orang tua atau tidak lagi tinggal bersama orangtua.

c. Pendidikan minimal Sekolah Dasar (SD)

d. Tempat tinggal di Yogyakarta

e. Minimal telah bekerja di jalan selama 1 tahun

D. Metode Pengumpulan Data

Wawancara

Dalam penelitian ini, peneliti memiliki fokus penelitian sebagai berikut

bagaimana gambaran makna hidup anak jalanan di Yogyakarta. Oleh karena itu,

metode yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah

(49)

(Moleong, 2009). Menurut Banister, dkk (1994 dalam Poerwandari, 2005),

wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai

tujuan tertentu.

Peneliti menggunakan metode wawancara mendalam dengan menggunakan

teknik semi structured interview. Dalam teknik ini peneliti telah memiliki

gambaran mengenai aspek-aspek pengalaman individu yang akan dikaji secara

mendalam. Peneliti telah membuat panduan wawancara sebagai acuan. Secara

garis besar jalannya wawancara mengikuti pola kerucut, dimana wawancara

dimulai dari aspek yang bersifat umum dan diarahkan menjurus ke aspek

pengalaman yang bersifat khusus.

Sebelum melakukan wawancara peneliti menyusun panduan pertanyaan

berdasarkan fokus penelitian. Panduan pertanyaan berjenis pertanyaan yang tidak

mengarahkan subjek pada jawaban tertentu.

Tabel 2 Panduan wawancara

Tema Besar Pertanyaan

Identitas subjek

Siapa nama anda? Berapa usia anda?

Apa pendidikan terakhir anda?

Sudah berapa lama anda bekerja di jalanan?

Riwayat menjadi anak jalanan

Bisakah anda menceritakan latar belakang anda dan keluarga anda?

Bagaimana perjalanan awal anda hingga saat ini anda sampai bekerja bahkan tinggal di jalanan?

Apa alasan anda menjadi anak jalanan?

(50)

E. Metode Analisis Data

Penelitian kualitatif tidak memiliki rumus atau aturan yang absolut untuk

mengolah dan menganalisis data. Dalam analisis data pada penelitian kualitatif,

peneliti wajib memonitor dan melaporkan proses dan prosedur analisisnya secara

jujur dan lengkap (Patton dalam Poerwandari, 2005).

Bisakah anda menceritakan suka duka menjadi anak jalanan?

Kondisi Psikologis

Bagaimana perasaan anda terhadap kehidupan anda hingga saat ini?

Apakah anda mengetahui kelebihan dan kelemahan yang anda miliki?

Manakah yang sering anda rasakan dalam kehidupan sehari-hari, senang atau sedih? (penjelasan disertai contoh?

Makna hidup

Bagaimana pandangan anda terhadap pekerjaan yang anda jalani saat ini?

Apa yang anda lakukan agar hidup anda lebih bermakna?

Apa yang mendorong anda dapat memaknai hidup ini?

Apa yang menghambat anda dalam memaknai hidup?

Apa harapan dan cita-cita anda?

Bagaimana cara anda mewujudkan harapan dan cita-cita anda?

Apakah anda sudah berhasil dalam mewujudkan harapan dan cita-cita anda?

Apakah ada kendala atau hambatan dalam mewujudkan cita-cita dan harapan anda?

Menurut anda, apa yang paling bernilai dalam hidup anda?

(51)

Langkah-langkah analisis data dalam penelitian kualitatif sebagai berikut:

1. Organisasi Data

Data kualitatif sangat banyak dan beragam, menjadi kewajiban dari seorang

peneliti untuk mengorganisasikan data dengan rapi, sistematis, dan lengkap.

Menurut Highlen dan Finley (1996 dalam Poerwandari, 2005), organisasi data

yang sistematis memungkinkan peneliti untuk memperolah kualitas data yang

baik, mendokumentasikan analisis yang dilakukan dan menyimpan data dan

analisis yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian. Pada tahap ini, penelti

memindahkan hasil wawancara darirecorderke dalam bentuk tulisan (verbatim).

2. Koding (memberi kode)

Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan mensistematis data

secara lengkap dan detail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang

topik yang dipelajari. Oleh karena itu, peneliti dapat menemukan makna dari data

yang dikumpulkan (Poerwandari, 2005). Peneliti memberikan kode atau nomor

pada jawaban subjek sehingga peneliti dapat mudah melihat jawaban subjek yang

sesuai dengan fokus penelitian.

3. Analisis dan Intepretasi

Pada tahap ini, peneliti melakukan analisis tematik. Analisis tematik

merupakan proses mengkode informasi yang dapat menghasilkan daftar tema,

model tema atau indikator kompleks, kualifikasi yang terkait dengan tema atau

hal-hal diantara atau gabungan dari yang telah disebutkan (Poerwandari, 2005).

Tahap ini dilakukan setelah peneliti melakukan verbatim dan pemberian kode

(52)

mengikuti langkah-langkah analisis yang disarankan Strauss dan Corbin (1990).

Mereka membagi langkah koding dalam 3 bagian, yakni koding terbuka, koding

aksial, dan koding selektif. Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa koding

terbuka memungkinkan kiita mengidentifikasikan kategori-kategori,

properti-properti, dan dimensi-dimensinya. Pada tahap berikutnnya, koding aksial

mengorganisasi data dengan cara baru melalui dikembangkannya

hubungan-hubungan diantara kategori dengan sub kategori sub kategori

dibawahnya. Tahap terakhir adalah koding selektif, melalui mana peneliti

menyeleksi kategori yang paling mendasar, secara sistematis menghubungkannya

dengan kategori-kategori lain, dan memvalidasi hubungan tersebut. Patton dan

Poerwandari (2001) menjelaskan bahwa proses analisis dapat melibatkan

konsep-konsep yang muncul dari jawaban-jawaban atau kata-kata responden

sendiri (indegenous concept) maupun konsep-konsep yang dikembangkan atau

dipilih peneliti untuk menjelaskan yang dianalisis (sensitizing concept). Kata-kata

kunci dapat diambil dari istilah yang dipakai oleh responden sendiri, yang oleh

peneliti dianggap benar- benar tepat dan dapat mewakili fenomena yang

dijelaskan.

F. Pemeriksaan Keabsahan Data

Yang dimaksud dengan keabsahan data menurut Moleong (2002) yaitu: (1)

mendemonstrasikan nilai yang benar; (2) menyediakan dasar agar hal itu dapat

(53)

konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan

keputusan-keputusannya.

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan untuk menguji keabsahan data

yang diperoleh yaitu dengan menggunakan teknik member check yaitu proses

pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan member

check adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan

apa yang diberikan dan dimaksud oleh pemberi data. Data yang disepakati oleh

pemberi data menunjukkan data tersebut valid sehingga dapat dipercaya/kredibel

(54)

37

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Proses Penelitian

1. Persiapan Penelitian

Sebelum melakukan penelitian terhadap subjek yang akan diwawancarai,

peneliti melakukan beberapa persiapan. Penelitian ini menggunakan wawancara

untuk mendapatkan data dari narasumber, oleh sebab itu pada tahap pertama

peneliti membuat panduan wawancara sesuai dengan tujuan dari penelitian ini

yaitu untuk mengetahui makna hidup anak jalanan di Yogyakarta. Setelah

mengalami beberapa kali revisi tentang panduan wawancara yang diperiksa oleh

dosen pembimbing, panduan wawancara siap untuk digunakan. Selama

pembuatan panduan wawancara peneliti juga mencari subjek yang sesuai dengan

tujuan yang dari penelitian ini yaitu anak jalanan yang berusia 13-18 tahun,

bekerja di jalanan minimal 1 tahun dan berdomisili di Yogyakarta. Peneliti sempat

mengalami beberapa hambatan di antaranya adalah ada beberapa subjek yang

sesuai dengan kriteria penelitian namun mereka tidak bersedia untuk berbagi

pengalamannya. Peneliti mencari subjek dengan cara menanyakan kepada

teman-teman peneliti tentang subjek yang sesuai dengan kriteria dalam penelitian

ini. Akhirnya peneliti berhasil mendapatkan tiga subjek yang sesuai. Setelah

mendapatkan kepastian tentang ketersediaan subjek, peneliti menjelaskan kepada

subjek bahwa semua data yang bersifat pribadi akan dijamin kerahasiannya.

(55)

subjek dan meminta kesediaannya untuk diwawancarai. Setelah semua subjek

menyatakan bersedia lalu peneliti membuat janji dengan subjek untuk melakukan

proses wawancara.

2. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan wawancara dilakukan dalam beberapa pertemuan. Peneliti dan

subjek menentukan waktu untuk melakukan wawancara. Sebelum melakukan

wawancara, peneliti terlebih dahulu membuat panduan wawancara untuk

mempermudah jalannya wawancara. Pada pelaksanaan wawancara, peneliti

menggunakan alat rekam untuk merekam sesi wawancara.

Sesi wawancara tiap subjek berbeda tergantung respon yang diberikan oleh

masing-masing subjek. Tempat dilaksanakannya wawancara untuk ketiga subjek

di tempat yang sama karena subjek berada di kota yang sama.

3. Jadwal Pengambilan Data

Tabel 3

Jadwal pengambilan data

SUBJEK WAKTU TEMPAT KEGIATAN

SS Minggu, 17

November 2013 Pinggir jalan raya diYogyakarta Wawancara

GL Minggu, 26 Januari

2014 Pinggir jalan raya diYogyakarta Wawancara

HR Selasa, 28 Januari

(56)

4. Proses Analisis Data

Setelah peneliti mendapatkan data wawancara, peneliti lalu membuat

verbatim berdasarkan rekaman percakapan antara peneliti dengan subjek. Semua

yang diceritakan oleh subjek ditulis dengan apa adanya dan dimasukkan ke dalam

tabel yang telah diberi nomor urut. Kemudian peneliti mulai menganalisis kata per

kata yang diucapkan oleh subjek terkait dengan tujuan penelitian. Peneliti

membuat kolom yang berisi kutipan wawancara yang berhubungan dengan makna

hidup yang dialami subjek. Pada kolom tersebut juga terdapat hasil analisis

terhadap kutipan wawancara yang menggambarkan makna hidup subjek. Proses

tersebut dilakukan peneliti kepada ketiga subjek berdasarkan verbatim yang telah

dibuat.

Setelah proses tersebut di atas selesai dilakukan, peneliti lalu membuat

ringkasan hasil analisis ketiga subjek tersebut. Ringkasan ini berbentuk tabel yang

memuat makna hidup subjek. Cara tersebut dibuat agar peneliti mudah melihat

dan membandingkan makna hidup ketiga subjek.

B. Hasil Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui makna hidup anak jalanan di

Yogyakarta. Makna hidup adalah hal-hal khusus yang dirasakan penting dan

diyakini sebagai sesuatu yang benar serta layak dijadikan sebagai tujuan hidup

yang harus diraih (Bastaman, 2007).

Terkait dengan pokok bahasan di atas, peneliti akan menjabarkan menurut

(57)

akan melihat makna hidup yang dimiliki oleh masing-masing subjek, sedangkan

analisis antar subjek akan melihat makna hidup yang dilmiliki oleh ketiga subjek

secara menyeluruh. Berikut deskripsi makna hidup yang dimiliki subjek:

I. Analisis Per Subjek

1. Subjek 1 (SS)

a. Profil Subjek

Subjek pertama (SS) ini adalah seorang remaja laki-laki berusia 16 tahun. SS

lahir pada tanggal 20 Januari 1998 ini memiliki tubuh kurus, kulit sawo matang

dan rambut yang dicat merah. Subjek (SS) merupakan anak pertama dari tiga

bersaudara. Kedua adik SS masing-masing berumur 7 tahun dan 3 tahun. Ibu SS

bekerja sebagai buruh serabutan. Sedangkan ayah SS tidak diketahui

keberadaannya. Ayah SS sudah pergi meninggalkan keluarga kurang lebih tiga

tahun. Setelah ayah SS pergi, ibu SS lebih banyak menyendiri di kamar dan

bersikap murung. Namun lama kelamaan ibu SS mulai bangkit dan melupakan

sikap ayahnya yang pergi meninggalkan rumah begitu saja. SS bekerja di jalanan

sudah hampir 2 tahun. Walaupun SS jarang pulang ke rumah, hubungan SS

dengan ibu dan kedua adiknya cukup dekat. SS tinggal di jalanan namun masih

mempertahankan hubungan dengan keluarga dengan cara pulang baik berkala

ataupun dengan jadwal yang tidak rutin.

b. Hasil Wawancara

Pada awal wawancara, subjek terkesan seorang yang tidak kooperatif. Karena

(58)

subjek bisa lebih fokus terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh

peneliti.

Tahap Derita

SS ditinggal ayahnya pergi saat ibu SS hamil. Semenjak ditinggal ayahnya,

SS dan adiknya merasa ditelantarkan oleh ibunya. Ibu SS sehari-harinya hanya

berdiam diri dan menangis di kamar. SS berjuang sendiri untuk meneruskan

hidupnya dan adiknya. Sejak ditinggalkan ayahnya, keadaan ekonomi SS menjadi

tidak stabil. Ibunya bekerja serabutan. Tidak jarang ibunya berhutang demi

mencukupi kebutuhan sehari-hari. SS sebagai anak pertama merasa bertanggung

jawab membantu ibunya. Sehingga dia menjadi anak jalanan. SS merasa kecewa

dengan sikap yang diambil ayahnya. Namun, SS juga merindukan kehadiran

ayahnya untuk berkumpul bersama dengan SS dan keluarganya. SS dan ibunya

berusaha mencari ayahnya di rumah saudara-saudaranya, namun mereka dimarahi

oleh saudara-saudaranya. Situasi tersebut dapat dilihat dari kutipan wawancara

berikut:

Kalau bapak, aku nggak tau dimana mbak. Soalnya waktu mamak hamil adekku yang ketiga, bapak pergi. Sampai sekarang nggak balik-balik. Padahal adekku sekarang udah umur 3 tahun.

(10-14) Terus selama ini kehidupan adek sama keluarga adek gimana?

Yah, sebelum bapak pergi, kehidupanku sama keluarga bisa dibilang cukup lha mbak. Yah cukup buat makan, cukup buat sekolah, yah pokoknya cukup mbak. Soalnya bapak kerja jadi supir trek yang biasa bawa pasir dari merapi itu mbak. Tapi setelah bapak pergi, mamak jadi sering murung terus nangis sendiri. Bahkan mamak sering nelantarin aku sama adekku mbak.

Nelantarin gimana dek?

(59)

(20-37)

Terus mamak mulai deh jadi buruh cuci buat hidup kami mbak. Yah, aku juga bantu mbak. Dengan jadi pengamen ini. Aku bisa lha bantu sedikit-sedikit untuk bayar utang-utang mamak mbak.

(42-46)

Kasihan kalau cuma mamak yang kerja sendirian. Aku sebagai anak pertama kan yo harus ikutan kerja.

(61-63) Inget bapak? Kangen ya dek sama bapak?

Yah, ada kangennya mbak. Tapi yang jelas ki kecewa karo bapak. Kok iso ninggalke ibu. Lha wes lha mbak. Ra sah crito tentang bapak mbak. Males aku.

(95-99) Harapan dan cita-cita adek apa?

Sebenarnya harapan sih pingin bahagiain mamak sama adek-adek. Terus pingin lanjutin sekolah lagi. Pingin bapak pulang dan kumpul sama keluarga lagi. Cita-cita sebenarnya pingin jadi pemain sepak bola mbak. Kaya Evan Dimas itu...

(163-169)

Terus masalah bapak, aku nggak tau bapak sekarang dimana. Nggak ada yang tau bapak pergi kemana. Aku udah cari kerumah saudara bapak sama mamak, mereka juga nggak tau. Yang ada aku sama mamak malah dimarah-marahin.

Lha dimarahin kenapa dek?

Ya dimarahin, katanya dibilang nggak becus urus suami, terus bisanya nyusahin orang lain. Ya gitu lha mbak.

(190-199)

SS merasa hidupnya tidak berarti dan merasa putus asa dalam mencari

pekerjaan lain karena pendidikannya yang rendah. Selain itu, semenjak menjadi

anak jalanan banyak hal duka yang SS alami. Situasi tersebut dapat dilihat dalam

wawancara sebagai berikut:

Ngga pingin cari kerja yang lain?

Cari kerja lain? Lulusan SD kaya aku gini bisa kerja apa mbak.

(69-71)

Lha terus suka dukanya jadi pengamen gini apa dek?

Suka duka jadi pengamen mbak? Sebenarnya sih banyak dukanya mbak. Udah panas-panas gini, kadang dapet uangnya cuma dikit. Dah gitu, kadang diceramahin orang mbak. Terus pernah tu di kejar-kejar sama satpol PP po yo mbak jenenge. Lali aku. Njuk, sering ki saingan karo sek liyane.

Saingan gimana dek?

Yo saingan ngono kuwi mbak. Kan okeh tho sek dadi pengamen. Terus sering juga aku dipandang rendah sama mereka-mereka mbak.

Mereka-mereka itu siapa dek?

Ya itu yang aku minta-mintain. Yang pake mobil, yang pake motor juga.

Gambar

Tabel 3. Jadwal Pengambilan Data.......................................................
Tabel 1Kondisi Permasalahan Anak Jalanan
Gambar 1. Kerangka Konseptual
gambaran mengenai aspek-aspek pengalaman individu yang akan dikaji secara
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pada kondisi awal, kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 1 Ngemplak masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang masih menerapkan strategi pembelajaran

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik

Aktualisasi diri yang terdapat dalam UKM Sepak Bola USU dapat dilihat dari kebutuhan fisiologis yang didapat oleh mahasiswa, kenyamanan berada dilingkungan

Dipilihnya Pajak Reklame sebagai objek penelitian karena sebagai salah satu jenis pajak daerah yang dikembangkan Pemerintah Kabupaten Kudus, Pajak Reklame sebagai

P Permanen: 2) P-O-P Temporer; dan 3) Media in store (di dalam toko). Bagi para manajer ritel penerapan Point-of-Purchase dilakukan karena keinginan untuk mencapai: 1) Hasil

Yang dimaksud dengan “kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik” adalah kondisi dimana kapasitas penyediaan tenaga listrik tidak mencukupi kebutuhan beban di daerah

Peserta yang telah melakukan pendaftaran akan dihubungi oleh pihak panitia pada tanggal 5 Oktober 2016 untuk konfirmasi.. Formulir pendaftaran dapat diambil di sekretariat

ANALISIS KALIMAT ELIPSIS BAHASA JERMAN DALAM ROMAN TRÄUME WOHNEN ÜBERALL KARYA CAROLIN PHILIPPS DAN PADANANNYA.. DALAM