MEMAKNAI JIHAD DALAM AL-QUR'AN DAN TINJAUAN HISTORIS
PENGGUNAAN ISTILAH JIHAD DALAM ISLAM
Abdul Fattah
Fakultas Ilmu Tar biyah dan Kegur uan UIN Maulana Malik Ibr ahim
Malang
e-mail: abdul.fattah@pai.uin-malang.ac.id
Abstr act: A nar r ow under standing by some Muslims about jihad
w ill br ing a r adical gr oup that led to the appear ance of movements that har m Muslims. To find out how the jihad in the Qur 'an and how to phase in the use of the w or d jihad, it w ould r equir e a compr ehensive under standing by ident ifying the ver ses of the Qur 'an and under standing of the histor ical decline in t hese ver ses. This ar ticle examines the identificat ion of passages w hich ther e is a der ivation the w or d jihad and then sor ted accor ding t o time of dow n (Makkiyyah and Madaniyyah). The ar ticle concludes that the w or d jihad and der ivation in the Qur 'an is mentioned 41 t imes and separ ated at 19 sur ah. Not all of the w or d jihad and it der ivation means w ar , but histor ically it is know n that jihad also has other meanings and r educed in accor dance w ith the conditions of t he situation at that time.
Keywords: jihad, al-Qur 'an, histor ical
der ivasinya memiliki ar ti per ang, akan tetapi secar a histor is dapat diketahui bahwa jihad juga memiliki ar ti lain dan ditur unkan sesuai dengan situasi kondisi pada saat itu.
Kata-kata Kunci: jihad, al-Qur ’an, histor is
Pendahuluan
Jihad
mer upakan
kew ajiban
seor ang
mukmin
untuk
memper tahankan agamanya dar i ser angan law an. Wujud dar i
ser angan ter sebut tidak har us ber upa ser angan fisik, akan tetapi dapat
ber upa ser angan pemikir an, keilmuan, teknologi, per ekonomian dan
lain sebagainya. Pada pr akteknya, umat Islam dapat melakukan jihad
dengan ber sungguh-sungguh meningkatkan kualitas dar i menjadi
seor ang pemikir , ahli di bidang keilmuan, teknologi, per ekonomian dan
bidang-bidang lain yang r aw an ter jadi konflik antar a or ang Islam dan
pihak lain yang ber usaha untuk menghancur kan Islam.
Al-Qur ’an telah menyinggung banyak ter ma mengenai jihad.
Jika dilihat dar i r untutan ayat-ayat al-Qur ’an tentang jihad, maka akan
ditemukan bahw a per intah jihad dalam al-Qur ’an tentang jihad yang
tur un pada aw al per iode Islam mempunyai ar ti ber dakw ah, yaitu
dengan car a dialog antar a umat Islam dengan kaum Qur aisy (Ahmad
al-Tayyeb, 2016: 154). Per iode Makkah telah menyaksikan hal itu
dengan tur unnya ayat-ayat yang memer intahkan ber dakw ah dengan
menggunakan al-Qur ’an kepada or ang suku Qur aish pada masa itu
sebagaimana yang ter tuang dalam sur at al-Fur qan ayat 52:
ﺎَﻠَﻓ
ِﻊِﻄُﺗ
ٱۡﻟ
َٰـ
َﻦﯾِﺮِﻔ
ٰـَﺟَو
ۡﺪِﮭ
ﻢُھ
ِﮫِﺑ
ۦ
ً۟دﺎَﮭِﺟ
ا
َ
ً۟ﺮﯿِﺒ
ا
Maka janganlah kamu mengikuti or ang-or ang kafir , dan
ber jihadlah ter hadap mer eka dengan Al Qur ’an dengan jihad
yang besar .
mer eka sehingga Islam dapat diter ima dengan baik (Ahmad al-Tayyeb,
2016: 155).
Per ang menjadi jalan ter akhir yang boleh dilakukan oleh
seor ang muslim dalam menegakkan agamanya setelah jalan dakw ah.
Hal itu dikar enakan peper angan secar a fisik mempunyai r esiko yang
sangat tinggi, yaitu per tumpahan dar ah dar i pihak umat Islam sendir i
dan juga dar i pihak law an, sehingga pendekatan secar a sosial
kemasyar akatan lebih diutamakan dar ipada per ang. Disyar iatkannya
per ang itu pun bukan ser ta mer ta or ang muslim boleh menyer ang
or ang lain yang tidak seagama dengan mer eka, akan tetapi per ang
hanya disyar iatkan untuk membela dir i dar i per law anan or ang kafir
kepada umat Islam.
Sebagian umat Islam memi liki pemahaman yang sempit
ter hadap jihad, mer eka hanya mengetahui jihad yang ber ar ti per ang,
tanpa mengkaji lebih dalam dar i sisi histor is tur unnya al-Qur ’an bahw a
jihad ber ar ti dakw ah dengan al-Qur ’an. Sempitnya pemahaman ini
memunculkan or ang-or ang r adikalis yang melakukan keker asan
dengan atas nama Islam. Tidak dapat dipungkir i bahw a Islam juga
mensyar iatkan per ang di dalam al-Qur ’an, akan tetapi hal itu bukan
ber ar ti dibolehkan per ang dengan menyer ang or ang lain secar a fisik,
akan tetapi per intah per ang ter sebut hanya ber sifat defensiv dar i
per law anan or ang lain, sehingga nilai-nilai kasih sayang dalam Islam
tidak hilang sedikitpun.
Pengertian Jihad
Jihad mer upakan kata yang familiar di kalangan umat Islam,
akan tetapi banyak dar i mer eka memiliki pemahaman yang over
tentang jihad sehingga memunculkan pemahaman yang menuju pada
r adikalisme. Jihad dalam kamus besar bahasa Indonesia mempunyai
ar ti: 1. Usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan; 2.
Upaya membela agama dengan mengor bankan har ta dan nyaw a; 3.
Per ang suci melaw an or ang kafir untuk memper tahankan agama Islam
(Tim Penyusun, 2008: 637). Penger tian yang terdapat dalam KBBI
ter sebut
sebetulnya
sudah
mencer minkan
tingkatan
dalam
or ang masih memiliki pemahaman yang sempit akan hal itu dan hanya
mengambil sebagian pemahaman dar i definisi ter sebut.
Dalam memahami makna jihad dalam al-Qur ’an, setidaknya ada
empat pesan yang disampaikan al-Qur ’an dengan menggunakan
r edaksi jihad dan der ivasinya, yaitu jihad ber ar ti per ang,
ber ar gumentasi (hujjah), infak di jalan Allah dan ber sungguh-sungguh
menolong dan menjalankan per intah agama (Abu Nizhan, 2011: 546).
Keempat makna ter sebut tentunya mempunyai fungsi dan per iodisasi
ter sendiri, sehingga tidak bisa dicampur adukkan keempat makna
ter sebut, kapan jihad ber ar ti per ang, ber ar gumentasi (hujjah), infak di
jalan Allah dan ber sungguh-sungguh menolong dan menjalankan
per intah agama.
Dalam kitab Mu'jam al-Mausu'i Li Alfadz al-Qur 'an al-Kar im
diter angkan bahw a kata Jahada-Yujahidu (
ﺪھﺎﺠﯾ
-
ﺪھﺎﺟ
) ber sama
der ivasinya mempunyai dua makna, yaitu menger ahkan Segala
Kemampuan
(
ﻊﺳﻮﻟا
لﺬﺑ
)
dan per ang di jalan Allah (al-Qital). Sedangkan
kata Jahada (
َﺪَﮭَﺟ
) beser ta der ifasinya mempunyai ar ti
Ghayah,al-Nihayah
(tujuan akhir ),
Mashaqqah(kesulitan),
al-Was'u(kemampuan)
dan
al-Thaqah(kemampuan) (Ahmad Mukhtar
,2002: 130).
Al-Mar aghi (Bahr un Abu Bakar , 1986: 141) menjelaskan
ter dapat empat cakupan dalam ber jihad:
1.
Per ang dalam r angka membela agama, pemeluknya dan untuk
meninggikan kalimah Allah.
2.
Memer angi haw a nafsu, yang dikatakan oleh or ang-or ang salaf
sebagai jihad akbar . Di antar anya ialah memer angi haw a nafsunya
sendiri, khususnya di saat usia muda.
3.
Ber jihad dengan har ta benda untuk amal kebaikan yang
ber manfaat bagi umat dan agama.
4.
Jihad melaw an kebatilan dan membela kebenar an.
Identifikasi kata Jihad dan derivasinya dalam al-Qur’an
Fu’ad Abdul Baqi dalam kitab al-Mu’jam al-Mufahr as Li Alfadh
Qur ’an mengidentifikasi kata jihad dan der ivasinya di dalam
al-Qur ’an disebutkan sebanyak 41 kali dan ter bagi dalam 19 sur at.
Penggunaan kata jihad dalam al-Qur ’an mempunyai bentuk yang
juga ber bentuk
Mufr ad, Tat hniyahdan
Jama’. dengan r incian sebagai
ber ikut: (Muhammad Fuad, 2001: 224-225).
NO Sur at Tempat
Tur un
Bentuk
Kata Redaksi Ayat
1. Al-Fur qan (25):
52
Makkiyyah
ۡﺪِﮭ
ٰـَﺟ
ﺎَﻠَﻓ
ِﻊِﻄُﺗ
ٱۡﻟ
َٰـ
َﻦﯾِﺮِﻔ
ٰـَﺟَو
ۡﺪِﮭ
ﻢُھ
ِﮫِﺑ
ۦ
ً۟دﺎَﮭِﺟ
ا
َ
ً۟ﺮﯿِﺒ
ا
2. Al-Fur qan (25):
52
Makkiyyah
ا
ً۟دﺎَﮭِﺟ
ﺎَﻠَﻓ
ِﻊِﻄُﺗ
ٱۡﻟ
َٰـ
َﻦﯾِﺮِﻔ
ٰـَﺟَو
ۡﺪِﮭ
ﻢُھ
ِﮫِﺑ
ۦ
ً۟دﺎَﮭِﺟ
ا
َ
ً۟ﺮﯿِﺒ
ا
3. Fatir (35): 42
Makkiyyah
َﺪ
ۡﮭَﺟ
ۡﻗَأَو
ْاﻮُﻤَﺴ
ِﺑﭑ
ِﮫﱠﻠﻟ
ۡﮭَﺟ
َﺪ
ۡﯾَأ
ٰـَﻤ
ۡﻢِﮩِﻨ
َﻟِٕ
ﻦ
ٓﺎَﺟ
ۡﻢُھَء
ٌ۟ﺮﯾِﺬَﻧ
ﱠﻦُﻧﻮُﻜَﯿﱠﻟ
ۡھَأ
ٰىَﺪ
ۡﻦِﻣ
ۡﺣِإ
ىَﺪ
ٱۡﻟ
ِۖﻢَﻣُﺄ
ﺎﱠﻤَﻠَﻓ
ٓﺎَﺟ
ۡﻢُھَء
ٌ۟ﺮﯾِﺬَﻧ
ﺎﱠﻣ
ۡﻢُھَداَز
ﺎﱠﻟِإ
اًرﻮُﻔُﻧ
4. Al-An’am(6): 109
Makkiyyah
َﺪ
ۡﮭَﺟ
ۡﻗَأَو
ْاﻮُﻤَﺴ
ِﺑﭑ
ِﮫﱠﻠﻟ
ۡﮭَﺟ
َﺪ
ۡﯾَأ
ٰـَﻤ
ۡﻢِﮩِﻨ
َﻟِٕ
ﻦ
ٓﺎَﺟ
ۡﺗَء
ۡﻢُﮩ
ٌ۟ﺔَﯾاَء
ۡﺆُﯿﱠﻟ
ﱠﻦُﻨِﻣ
ﺎَﮩِﺑ
ۚ
ۡﻞُﻗ
ﺎَﻤﱠﻧِإ
ٱۡﻟ
ٰـَﯾَﺄ
ُﺖ
َﺪﻨِﻋ
ٱ
ِﮫﱠﻠﻟ
ۖ
ﺎَﻣَو
ۡﺸُﯾ
ۡﻢُﻛُﺮِﻌ
ٓﺎَﮭﱠﻧَأ
اَذِإ
ٓﺎَﺟ
ۡتَء
ﺎَﻟ
ۡﺆُﯾ
َنﻮُﻨِﻣ
5. Luqman (31): 15
Makkiyyah
اَﺪَﮭ
ٰـَﺟ
نِإَو
ٰـَﺟ
َكاَﺪَﮭ
ٰٓﻰَﻠَﻋ
نَأ
ۡﺸُﺗ
َكِﺮ
ﻰِﺑ
ﺎَﻣ
ۡﯿَﻟ
َﺲ
َﻚَﻟ
ِﮫِﺑ
ۦ
ۡﻠِﻋ
ٌ۟ﻢ
ﺎَﻠَﻓ
ۡﻌِﻄُﺗ
ﺎَﻤُﮭ
ۖ
ۡﺒِﺣﺎَﺻَو
ﺎَﻤُﮭ
ﻰِﻓ
ٱ
ۡﻧﱡﺪﻟ
ﺎَﯿ
ۡﻌَﻣ
ً۟ﻓوُﺮ
ﺎۖ
َوٱ
ۡﻊِﺒﱠﺗ
َﻞﯿِﺒَﺳ
ۡﻦَﻣ
َبﺎَﻧَأ
ﱠﻰَﻟِإ
ۚ
ﱠﻢُﺛ
ﱠﻰَﻟِإ
ۡﺮَﻣ
ۡﻢُﻜُﻌِﺟ
ُﺌﱢﺒَﻧُﺄَﻓ
ُﻢ
ﺎَﻤِﺑ
ۡﻢُﺘﻨُﻛ
ۡﻌَﺗ
َنﻮُﻠَﻤ
6. Al-Nahl (16):
110
Makkiyyah
ْاوُﺪَﮭ
ٰـَﺟ
ﱠﻢُﺛ
ﱠنِإ
َﻚﱠﺑَر
َﻦﯾِﺬﱠﻠِﻟ
ْاوُﺮَﺟﺎَھ
ۢﻦِﻣ
ۡﻌَﺑ
ِﺪ
ﺎَﻣ
ْاﻮُﻨِﺘُﻓ
ﱠﻢُﺛ
ٰـَﺟ
ْاوُﺪَﮭ
ٓوُﺮَﺒَﺻَو
ْا
ﱠنِإ
َﻚﱠﺑَر
ۢﻦِﻣ
ۡﻌَﺑ
ِﺪ
ﺎَھ
ٌ۟رﻮُﻔَﻐَﻟ
ٌ۟ﻢﯿِﺣﱠر
7. Al-Nahl (16): 38
Makkiyyah
َﺪ
ۡﮭَﺟ
ۡﻗَأَو
ْاﻮُﻤَﺴ
ِﺑﭑ
ِﮫﱠﻠﻟ
ۡﮭَﺟ
َﺪ
ۡﯾَأ
ٰـَﻤ
ۡﻢِﮭِﻨ
ۙ
ﺎَﻟ
ۡﺒَﯾ
ُﺚَﻌ
ٱ
ُﮫﱠﻠﻟ
ﻦَﻣ
ُتﻮُﻤَﯾ
ۚ
ٰﻰَﻠَﺑ
ۡﻋَو
اًﺪ
ۡﯿَﻠَﻋ
ِﮫ
۟ﻘَﺣ
ﺎ
ٰـَﻟَو
ﱠﻦِﻜ
َأۡ
َﺮَﺜ
ٱ
ِسﺎﱠﻨﻟ
ﺎَﻟ
ۡﻌَﯾ
َنﻮُﻤَﻠ
8. Al-Ankabut (29):
6
Madaniyah
َﺪ
َﮭ
ٰـَﺟ
ﻦَﻣَو
ٰـَﺟ
َﺪَﮭ
ﺎَﻤﱠﻧِﺈَﻓ
ٰـَﺠُﯾ
ُﺪِﮭ
ۡﻔَﻨِﻟ
ِﮫِﺴ
ۤۦۚ
ﱠنِإ
ٱ
َﮫﱠﻠﻟ
ﱞﻰِﻨَﻐَﻟ
ِﻦَﻋ
ٱۡﻟ
ٰـَﻌ
َﻦﯿِﻤَﻠ
9. Al-Ankabut (29):
8
Madaniyah
اَﺪَﮭ
ٰـَﺟ
ۡﯿﱠﺻَوَو
ﺎَﻨ
ٱۡﻟ
ٰـَﺴﻧِﺈ
َﻦ
َﻮِﺑ
ٲ
ۡﯾَﺪِﻟ
ِﮫ
ۡﺴُﺣ
ً۟ﻨﺎۖ
نِإَو
ٰـَﺟ
َكاَﺪَﮭ
ۡﺸُﺘِﻟ
َكِﺮ
ﻰِﺑ
ﺎَﻣ
ۡﯿَﻟ
َﺲ
َﻟ
َﻚ
ِﮫِﺑ
ۦ
ۡﻠِﻋ
ٌ۟ﻢ
ﺎَﻠَﻓ
ۡﻌِﻄُﺗ
ٓﺎَﻤُﮭ
ۚ
ﱠﻰَﻟِإ
ۡﺮَﻣ
ۡﻢُﻜُﻌِﺟ
ﻢُﻜُﺌﱢﺒَﻧُﺄَﻓ
ﺎَﻤِﺑ
ۡﻢُﺘﻨُﻛ
ۡﻌَﺗ
َنﻮُﻠَﻤ
.10. Al-Ankabut (29):
69
Madaniyah
ْاوُﺪَﮭ
ٰـَﺟ
َوٱ
َﻦﯾِﺬﱠﻟ
ٰـَﺟ
ْاوُﺪَﮭ
ﺎَﻨﯿِﻓ
ۡﮩَﻨَﻟ
ۡﻢُﮩﱠﻨَﯾِﺪ
ﺎَﻨَﻠُﺒُﺳ
ۚ
ﱠنِإَو
ٱ
َﮫﱠﻠﻟ
َﻊَﻤَﻟ
ٱۡﻟ
ۡﺤُﻤ
َﻦﯿِﻨِﺴ
11. Al-Ankabut (29):
6
Madaniyah
ُﺪِﮭ
ٰـَﺠُﯾ
ﻦَﻣَو
ٰـَﺟ
َﺪَﮭ
ﺎَﻤﱠﻧِﺈَﻓ
ٰـَﺠُﯾ
ُﺪِﮭ
ۡﻔَﻨِﻟ
ِﮫِﺴ
ۤۦۚ
ﱠنِإ
ٱ
َﮫﱠﻠﻟ
ﱞﻰِﻨَﻐَﻟ
ِﻦَﻋ
ٱۡﻟ
ٰـَﻌ
َﻦﯿِﻤَﻠ
12. Al-Hajj (22) : 78
Madaniyah
ْاوُﺪِﮭ
ٰـَﺟ
ﱠﻤَﺳ
ٰ
ُﻢُﻜ
ٱۡﻟ
ۡﺴُﻤ
َﻦﯿِﻤِﻠ
ﻦِﻣ
ۡﺒَﻗ
ُﻞ
ﻰِﻓَو
ٰـَھ
اَﺬ
َنﻮُﻜَﯿِﻟ
ٱ
ُلﻮُﺳﱠﺮﻟ
اًﺪﯿِﮭَﺷ
ۡﯿَﻠَﻋ
ۡﻢُﻜ
ْاﻮُﻧﻮُﻜَﺗَو
ٓاَﺪَﮩُﺷ
َء
ﻰَﻠَﻋ
ٱ
ِسﺎﱠﻨﻟ
ۚ
ْاﻮُﻤﯿِﻗَﺄَﻓ
ٱ
ٰﻮَﻠﱠﺼﻟ
َة
ْاﻮُﺗاَءَو
ٱ
ﱠﺰﻟ
ٰﻮَﻛ
َة
َوٱ
ۡﻋ
ْاﻮُﻤِﺼَﺘ
ِﺑﭑ
ِﮫﱠﻠﻟ
َﻮُھ
ۡﻮَﻣ
َﻟٰ
ۡﻢُﻜ
ۖ
ۡﻌِﻨَﻓ
َﻢ
ٱۡﻟ
ۡﻮَﻤ
ٰﻰَﻟ
ۡﻌِﻧَو
َﻢ
ٱ
ُﺮﯿِﺼﱠﻨﻟ
13. Al-Hajj (22) : 78
Madaniyah
ۦ
ِهِدﺎَﮭِﺟ
ٰـَﺟَو
ْاوُﺪِﮭ
ﻰِﻓ
ٱ
ِﮫﱠﻠﻟ
ﱠﻖَﺣ
ِهِدﺎَﮭِﺟ
ۦۚ
َﻮُھ
ٱ
ۡﺟ
َﺒَﺘ
ٰ
ۡﻢُﻜ
ﺎَﻣَو
َﻞَﻌَﺟ
ۡﯿَﻠَﻋ
ۡﻢُﻜ
ﻰِﻓ
ٱ
ِﻦﯾﱢﺪﻟ
ۡﻦِﻣ
ٍ۟جَﺮَﺣ
ۚ
َﺔﱠﻠﱢﻣ
ۡﻢُﻜﯿِﺑَأ
ۡﺑِإ
َﺮ
ٲ
َﻢﯿِھ
ۚ
َﻮُھ
ﱠﻤَﺳ
ٰ
ُﻢُﻜ
ٱۡﻟ
ۡﺴُﻤ
َﻦﯿِﻤِﻠ
ﻦِﻣ
ۡﺒَﻗ
ُﻞ
ﻰِﻓَو
ٰـَھ
اَﺬ
َنﻮُﻜَﯿِﻟ
ٱ
ُلﻮُﺳﱠﺮﻟ
اًﺪﯿِﮭَﺷ
ۡﯿَﻠَﻋ
ۡﻢُﻜ
ْاﻮُﻧﻮُﻜَﺗَو
ٓاَﺪَﮩُﺷ
َء
ﻰَﻠَﻋ
ٱ
ِسﺎﱠﻨﻟ
ۚ
ْاﻮُﻤﯿِﻗَﺄَﻓ
ٱ
ٰﻮَﻠﱠﺼﻟ
َة
ْاﻮُﺗاَءَو
ٱ
ٰﻮَﻛﱠﺰﻟ
َة
َوٱ
ۡﻋ
ْاﻮُﻤِﺼَﺘ
ِﺑﭑ
ِﮫﱠﻠﻟ
َﻮُھ
ۡﻮَﻣ
َﻟٰ
ۡﻢُﻜ
ۖ
ۡﻌِﻨَﻓ
َﻢ
ٱۡﻟ
ۡﻮَﻤ
ٰﻰَﻟ
ۡﻌِﻧَو
َﻢ
ٱ
ُﺮﯿِﺼﱠﻨﻟ
14. Al-Baqar ah (2):
218
Madaniyah
ْاوُﺪَﮭ
ٰـَﺟ
ﱠنِإ
ٱ
َﻦﯾِﺬﱠﻟ
ْاﻮُﻨَﻣاَء
َوٱ
َﻦﯾِﺬﱠﻟ
ْاوُﺮَﺟﺎَھ
ٰـَﺟَو
ْاوُﺪَﮭ
ﻰِﻓ
ِﻞﯿِﺒَﺳ
ٱ
ِﮫﱠﻠﻟ
ٰٓـَﻟْوُأ
ِٕ
َﻚ
ۡﺮَﯾ
َنﻮُﺟ
ۡﺣَر
َﺖَﻤ
ٱ
ِﮫﱠﻠﻟ
ۚ
َوٱ
ُﮫﱠﻠﻟ
ٌ۟رﻮُﻔَﻏ
ٌ۟ﻢﯿِﺣﱠر
15. Al-Anfal (8): 72
Madaniyah
ْاوُﺪَﮭ
ٰـَﺟ
ِإ
ﱠن
ٱ
َﻦﯾِﺬﱠﻟ
ْاﻮُﻨَﻣاَء
ْاوُﺮَﺟﺎَھَو
ٰـَﺟَو
ْاوُﺪَﮭ
ۡﻣَﺄِﺑ
َﻮٲ
ۡﻢِﮭِﻟ
ۡﻢِﮩِﺴُﻔﻧَأَو
ﻰِﻓ
ِﻞﯿِﺒَﺳ
ٱ
ِﮫﱠﻠﻟ
َوٱ
َﻦﯾِﺬﱠﻟ
ْاوَواَء
ٓوُﺮَﺼَﻧﱠو
ْا
ٰٓـَﻟْوُأ
ِٕ
َﻚ
ۡﻌَﺑ
ۡﻢُﮩُﻀ
ۡوَأ
ٓﺎَﯿِﻟ
ُء
ۡﻌَﺑ
ٍ۟ﺾ
ۚ
َوٱ
َﻦﯾِﺬﱠﻟ
ُﻨَﻣاَء
ْاﻮ
ۡﻢَﻟَو
ْاوُﺮِﺟﺎَﮩُﯾ
ﺎَﻣ
ﻢُﻜَﻟ
ﻦﱢﻣ
ٰـَﻟَو
ﻢِﮩِﺘَﯿ
ﻦﱢﻣ
ۡﻰَﺷ
ٍء
ٰﻰﱠﺘَﺣ
ْاوُﺮِﺟﺎَﮩُﯾ
ۚ
ِنِإَو
ٱ
ۡﺳ
ۡﻢُﻛوُﺮَﺼﻨَﺘ
ﻰِﻓ
ٱ
ِﻦﯾﱢﺪﻟ
ۡﯿَﻠَﻌَﻓ
ُُﻢ
ٱ
ۡﺼﱠﻨﻟ
ُﺮ
ﺎﱠﻟِإ
ٰﻰَﻠَﻋ
ۡﻮَﻗ
ِۭم
ۡﯿَﺑ
ۡﻢُﻜَﻨ
ۡﯿَﺑَو
ﻢُﮩَﻨ
ٰـَﺜﯿﱢﻣ
ٌ۟ﻖۗ
َوٱ
ُﮫﱠﻠﻟ
ﺎَﻤِﺑ
ۡﻌَﺗ
َنﻮُﻠَﻤ
ٌ۟ﺮﯿِﺼَﺑ
16. Al-Anfal (8): 74
Madaniyah
ْاوُﺪَﮭ
ٰـَﺟ
َوٱ
َﻦﯾِﺬﱠﻟ
ْاﻮُﻨَﻣاَء
ْاوُﺮَﺟﺎَھَو
ٰـَﺟَو
ْاوُﺪَﮭ
ﻰِﻓ
ِﻞﯿِﺒَﺳ
ٱ
ِﮫﱠﻠﻟ
َوٱ
َﻦﯾِﺬﱠﻟ
ْاوَواَء
ٓوُﺮَﺼَﻧﱠو
ْا
ٰٓـَﻟْوُأ
ِٕ
َﻚ
ُﻢُھ
ٱۡﻟ
ۡﺆُﻤ
َنﻮُﻨِﻣ
۟ﻘَﺣ
ﺎۚ
ﻢُﮭﱠﻟ
ۡﻐﱠﻣ
ٌ۟ةَﺮِﻔ
ۡزِرَو
ٌ۟ق
ٌ۟ﻢﯾِﺮَﻛ
17. Al-Anfal (8): 75
Madaniyah
ْاوُﺪَﮭ
ٰـَﺟ
َوٱ
َﻦﯾِﺬﱠﻟ
ْاﻮُﻨَﻣاَء
ۢﻦِﻣ
ۡﻌَﺑ
ُﺪ
ْاوُﺮَﺟﺎَھَو
ٰـَﺟَو
ْاوُﺪَﮭ
ۡﻢُﻜَﻌَﻣ
ٰٓـَﻟْوُﺄَﻓ
ِٕ
َﻚ
ۡﻢُﻜﻨِﻣ
ۚ
ْاﻮُﻟْوُأَو
ٱۡﻟ
ۡرَﺄ
ِمﺎَﺣ
ۡﻌَﺑ
ۡﻢُﮩُﻀ
ۡوَأ
ٰﻰَﻟ
ۡﻌَﺒِﺑ
ٍ۟ﺾ
ﻰِﻓ
ٰـَﺘِﻛ
ِﺐ
ٱ
ِﮫﱠﻠﻟ
ۗ
ﱠنِإ
ٱ
َﮫﱠﻠﻟ
ﱢﻞُﻜِﺑ
ۡﻰَﺷ
ٍء
ُۢﻢﯿِﻠَﻋ
18. Ali Imr an (3):
142
Madaniyah
ْاوُﺪَﮭ
ٰـَﺟ
(60): 1
ِةﱠدَﻮَﻤ
ۡﻟ
ِﺑﭑ
ﻢِﮩ
ۡﯿَﻟِإ
َنﻮُﻘ
ۡﻠُﺗ
َء
ٓﺎَﯿِﻟ
ۡوَأ
ۡﻢُﻛﱠوُﺪَﻋَو
ۡﺪَﻗَو
ْاوُﺮَﻔَﻛ
ﺎَﻤِﺑ
ٓﺎَﺟ
ﻢُﻛَء
َﻦﱢﻣ
ٱۡﻟ
ﱢﻖَﺤ
ۡﺨُﯾ
َنﻮُﺟِﺮ
ٱ
َلﻮُﺳﱠﺮﻟ
ۡﻢُﻛﺎﱠﯾِإَو
ۙ
نَأ
ۡﺆُﺗ
ْاﻮُﻨِﻣ
ِﺑﭑ
ِﮫﱠﻠﻟ
ۡﻢُﻜﱢﺑَر
نِإ
ۡﻢُﺘﻨُﻛ
ۡﺟَﺮَﺧ
ۡﻢُﺘ
ٰـَﮭِﺟ
ً۟ﺪا
ﻰِﻓ
ﻰِﻠﯿِﺒَﺳ
َوٱ
ۡﺑ
ٓﺎَﻐِﺘ
َء
ۡﺮَﻣ
ﻰِﺗﺎَﺿ
ۚ
َنوﱡﺮِﺴُﺗ
ۡﯿَﻟِإ
ﻢِﮩ
ِﺑﭑ
ۡﻟ
ِةﱠدَﻮَﻤ
۟ﺎَﻧَأَو
ۡﻋَأ
ُﻢَﻠ
ٓﺎَﻤِﺑ
ۡﺧَأ
ۡﯿَﻔ
ۡﻢُﺘ
ٓﺎَﻣَو
ۡﻋَأ
ۡﻢُﺘﻨَﻠ
ۚ
ﻦَﻣَو
ۡﻔَﯾ
ۡﻠَﻌ
ُﮫ
ۡﻢُﻜﻨِﻣ
ۡﺪَﻘَﻓ
ﱠﻞَﺿ
ٓاَﻮَﺳ
َء
ٱ
ِﻞﯿِﺒﱠﺴﻟ
20. Al-Nisa(4) : 95
Madaniyah
َنوُﺪِﮭ
ٰـَﺠُﻤ
ٱۡﻟ
ﺎﱠﻟ
ۡﺴَﯾ
ىِﻮَﺘ
ٱۡﻟ
ٰـَﻘ
َنوُﺪِﻌ
ِﻣ
َﻦ
ٱۡﻟ
ۡﺆُﻤ
َﻦﯿِﻨِﻣ
ۡﯿَﻏ
ُﺮ
ﻰِﻟْوُأ
ٱ
ِرَﺮﱠﻀﻟ
َوٱ
ۡﻟ
ٰـَﺠُﻤ
َنوُﺪِﮭ
ﻰِﻓ
ِﻞﯿِﺒَﺳ
ٱ
ِﮫﱠﻠﻟ
ۡﻣَﺄِﺑ
َﻮٲ
ۡﻢِﮭِﻟ
ۡﻢِﮩِﺴُﻔﻧَأَو
ۚ
َﻞﱠﻀَﻓ
ٱ
ُﮫﱠﻠﻟ
ٱۡﻟ
ٰـَﺠُﻤ
َﻦﯾِﺪِﮭ
ۡﻣَﺄِﺑ
َﻮٲ
ۡﻢِﮭِﻟ
ۡﻢِﮩِﺴُﻔﻧَأَو
ﻰَﻠَﻋ
ٱۡﻟ
ٰـَﻘ
َﻦﯾِﺪِﻌ
ً۟ﺔَﺟَرَد
ۚ
۟ﻼُﻛَو
َﺪَﻋَو
ٱ
ُﮫﱠﻠﻟ
ٱۡﻟ
ۡﺴُﺤ
ٰﻰَﻨ
ۚ
ﱠﻀَﻓَو
َﻞ
ٱ
ُﮫﱠﻠﻟ
ٱۡﻟ
ٰـَﺠُﻤ
َﻦﯾِﺪِﮭ
ﻰَﻠَﻋ
ٱۡﻟ
ٰـَﻘ
َﻦﯾِﺪِﻌ
ۡﺟَأ
اًﺮ
ً۟ﻤﯿِﻈَﻋ
ﺎ
21. Al-Nisa(4) : 95
Madaniyah
َﻦﯾِﺪِﮭ
ٰـَﺠُﻤ
ٱۡﻟ
ﺎﱠﻟ
ۡﺴَﯾ
ىِﻮَﺘ
ٱۡﻟ
ٰـَﻘ
َنوُﺪِﻌ
َﻦِﻣ
ٱۡﻟ
ۡﺆُﻤ
َﻦﯿِﻨِﻣ
ۡﯿَﻏ
ُﺮ
ﻰِﻟْوُأ
ٱ
ِرَﺮﱠﻀﻟ
َوٱ
ۡﻟ
ٰـَﺠُﻤ
َنوُﺪِﮭ
ﻰِﻓ
ِﻞﯿِﺒَﺳ
ٱ
ِﮫﱠﻠﻟ
ۡﻣَﺄِﺑ
َﻮٲ
ۡﻢِﮭِﻟ
ِﺴُﻔﻧَأَو
ۡﻢِﮩۚ
َﻞﱠﻀَﻓ
ٱ
ُﮫﱠﻠﻟ
ٱۡﻟ
ٰـَﺠُﻤ
َﻦﯾِﺪِﮭ
ۡﻣَﺄِﺑ
َﻮٲ
ۡﻢِﮭِﻟ
ۡﻢِﮩِﺴُﻔﻧَأَو
ﻰَﻠَﻋ
ٱۡﻟ
ٰـَﻘ
َﻦﯾِﺪِﻌ
ً۟ﺔَﺟَرَد
ۚ
۟ﻼُﻛَو
َﺪَﻋَو
ٱ
ُﮫﱠﻠﻟ
ٱۡﻟ
ۡﺴُﺤ
ٰﻰَﻨ
ۚ
َﻞﱠﻀَﻓَو
ٱ
ُﮫﱠﻠﻟ
ٱۡﻟ
ٰـَﺠُﻤ
َﻦﯾِﺪِﮭ
ﻰَﻠَﻋ
ٱۡﻟ
ٰـَﻘ
َﻦﯾِﺪِﻌ
ۡﺟَأ
اًﺮ
ً۟ﻤﯿِﻈَﻋ
ﺎ
22. Al-Nisa(4) : 95
Madaniyah
َﻦﯾِﺪِﮭ
ٰـَﺠُﻤ
ٱۡﻟ
ﺎﱠﻟ
ۡﺴَﯾ
ىِﻮَﺘ
ٱۡﻟ
ٰـَﻘ
َنوُﺪِﻌ
َﻦِﻣ
ٱۡﻟ
ۡﺆُﻤ
َﻦﯿِﻨِﻣ
ۡﯿَﻏ
ُﺮ
ﻰِﻟْوُأ
ٱ
ِرَﺮﱠﻀﻟ
َوٱ
ۡﻟ
ٰـَﺠُﻤ
َنوُﺪِﮭ
ﻰِﻓ
ِﻞﯿِﺒَﺳ
ٱ
ِﮫﱠﻠﻟ
ۡﻣَﺄِﺑ
َﻮٲ
ۡﻢِﮭِﻟ
ۡﻢِﮩِﺴُﻔﻧَأَو
ۚ
َﻞﱠﻀَﻓ
ٱ
ُﮫﱠﻠﻟ
ٱۡﻟ
ٰـَﺠُﻤ
َﻦﯾِﺪِﮭ
ۡﻣَﺄِﺑ
َﻮٲ
ۡﻢِﮭِﻟ
ۡﻢِﮩِﺴُﻔﻧَأَو
ﻰَﻠَﻋ
ٱۡﻟ
ٰـَﻘ
َﻦﯾِﺪِﻌ
ً۟ﺔَﺟَرَد
ۚ
۟ﻼُﻛَو
َﺪَﻋَو
ٱ
ُﮫﱠﻠﻟ
ٱۡﻟ
ۡﺴُﺤ
ٰﻰَﻨ
ۚ
َﻞﱠﻀَﻓَو
ٱ
ُﮫﱠﻠﻟ
ٱۡﻟ
ٰـَﺠُﻤ
َﻦﯾِﺪِﮭ
ﻰَﻠَﻋ
ٱۡﻟ
ٰـَﻘ
َﻦﯾِﺪِﻌ
ۡﺟَأ
اًﺮ
ً۟ﻤﯿِﻈَﻋ
ﺎ
23. Muhammad(47): 31
Madaniyah
َﻦﯾِﺪِﮭ
ٰـَﺠُﻤ
ٱۡﻟ
ۡﺒَﻨَﻟَو
ۡﻢُﻜﱠﻧَﻮُﻠ
ٰﻰﱠﺘَﺣ
ۡﻌَﻧ
َﻢَﻠ
ٱۡﻟ
ٰـَﺠُﻤ
َﻦﯾِﺪِﮭ
ۡﻢُﻜﻨِﻣ
َوٱ
ٰـﱠﺼﻟ
َﻦﯾِﺮِﺒ
ۡﺒَﻧَو
ْاَﻮُﻠ
ۡﺧَأ
َﺒ
ۡﻢُﻛَرﺎ
24. Al-Nur (24): 53
Madaniyah
َﺪ
ۡﮭَﺟ
ۡﻗَأَو
ْاﻮُﻤَﺴ
ِﺑﭑ
ِﮫﱠﻠﻟ
ۡﮭَﺟ
َﺪ
ۡﯾَأ
ٰـَﻤ
ۡﻢِﮩِﻨ
َﻟِٕ
ۡﻦ
ۡﺮَﻣَأ
ۡﻢُﮩَﺗ
ۡﺨَﯿَﻟ
ﱠﻦُﺟُﺮ
ۖ
ﻞُﻗ
ﺎﱠﻟ
ۡﻘُﺗ
ْاﻮُﻤِﺴ
ۖ
ٌ۟ﺔَﻋﺎَﻃ
ۡﻌﱠﻣ
ٌﺔَﻓوُﺮ
ۚ
ﱠنِإ
ٱ
َﮫﱠﻠﻟ
ُۢﺮﯿِﺒَﺧ
ﺎَﻤِﺑ
ۡﻌَﺗ
َنﻮُﻠَﻤ
25. Al-Hujur at (49):
15
Madaniyah
ْاوُﺪَﮭ
ٰـَﺟ
ﺎَﻤﱠﻧِإ
ٱۡﻟ
ۡﺆُﻤ
َنﻮُﻨِﻣ
ٱ
َﻦﯾِﺬﱠﻟ
ْاﻮُﻨَﻣاَء
ِﺑﭑ
ِﮫﱠﻠﻟ
ِﮫِﻟﻮُﺳَرَو
ۦ
ﱠﻢُﺛ
ۡﻢَﻟ
ۡﺮَﯾ
ْاﻮُﺑﺎَﺗ
ٰـَﺟَو
ْاوُﺪَﮭ
ۡﻣَﺄِﺑ
َﻮٲ
ۡﻢِﮭِﻟ
ۡﻢِﮭِﺴُﻔﻧَأَو
ﻰِﻓ
ِﻞﯿِﺒَﺳ
ٱ
ِﮫﱠﻠﻟ
ۚ
ٰٓـَﻟْوُأ
ِٕ
َﻚ
ُﻢُھ
ٱ
ٰـﱠﺼﻟ
َنﻮُﻗِﺪ
26. Al-Tahr im (66):
9
Madaniyah
ۡﺪِﮭ
ٰـَﺟ
ٱۡﻟ
ُﺮﯿِﺼَﻤ
27. Al-Shaf (61): 11
Madaniyah
َنوُﺪِﮭ
ٰـَﺠُﺗ
ۡﺆُﺗ
َنﻮُﻨِﻣ
ِﺑﭑ
ِﮫﱠﻠﻟ
ِﮫِﻟﻮُﺳَرَو
ۦ
ٰـَﺠُﺗَو
َنوُﺪِﮭ
ﻰِﻓ
ِﻞﯿِﺒَﺳ
ٱ
ِﮫﱠﻠﻟ
ۡﻣَﺄِﺑ
َﻮٲ
ِﻟ
ۡﻢُﻜ
ۡﻢُﻜِﺴُﻔﻧَأَو
ۚ
َذٲ
ۡﻢُﻜِﻟ
ۡﯿَﺧ
ٌ۟ﺮ
ۡﻢُﻜﱠﻟ
نِإ
ۡﻢُﺘﻨُﻛ
ۡﻌَﺗ
َنﻮُﻤَﻠ
28. Al-Maidah (5):
54
Madaniyah
َنوُﺪِﮭ
ٰـَﺠُﯾ
ٰٓـَﯾ
ﺎَﮩﱡﯾَﺄ
ٱ
َﻦﯾِﺬﱠﻟ
ْاﻮُﻨَﻣاَء
ﻦَﻣ
ۡﺮَﯾ
ﱠﺪَﺗ
ۡﻢُﻜﻨِﻣ
ﻦَﻋ
ِﮫِﻨﯾِد
ۦ
ۡﻮَﺴَﻓ
َف
ۡﺄَﯾ
ﻰِﺗ
ٱ
ُﮫﱠﻠﻟ
ۡﻮَﻘِﺑ
ٍ۟م
ۡﻢُﮩﱡﺒِﺤُﯾ
ُﮫَﻧﻮﱡﺒِﺤُﯾَو
ۤۥ
َأ
ٍﺔﱠﻟِذ
ﻰَﻠَﻋ
ٱۡﻟ
ۡﺆُﻤ
َﻦﯿِﻨِﻣ
ٍةﱠﺰِﻋَأ
ﻰَﻠَﻋ
ٱۡﻟ
ٰـَﻜ
َﻦﯾِﺮِﻔ
ٰـَﺠُﯾ
َنوُﺪِﮭ
ﻰِﻓ
ِﻞﯿِﺒَﺳ
ٱ
ِﮫﱠﻠﻟ
ﺎَﻟَو
َنﻮُﻓﺎَﺨَﯾ
ۡﻮَﻟ
َﺔَﻣ
ٓﺎَﻟ
ٍِٕ۟ﻢۚ
َذٲ
َﻚِﻟ
ۡﻀَﻓ
ُﻞ
ٱ
ِﮫﱠﻠﻟ
ۡﺆُﯾ
ِﮫﯿِﺗ
ﻦَﻣ
ٓﺎَﺸَﯾ
ُءۚ
َوٱ
ُﮫﱠﻠﻟ
َوٲ
ٌﻊِﺳ
ٌﻢﯿِﻠَﻋ
29. Al-Maidah (5):
35
Madaniyah
ْاوُﺪِﮭ
ٰـَﺟ
ٰٓـَﯾ
ﺎَﮭﱡﯾَﺄ
ٱ
َﻦﯾِﺬﱠﻟ
ْاﻮُﻨَﻣاَء
ٱ
ْاﻮُﻘﱠﺗ
ٱ
َﮫﱠﻠﻟ
َوٱ
ۡﺑ
ٓﻮُﻐَﺘ
ْا
ۡﯿَﻟِإ
ِﮫ
ٱۡﻟ
َﺔَﻠﯿِﺳَﻮ
ٰـَﺟَو
ْاوُﺪِﮭ
ﻰِﻓ
ِﮫِﻠﯿِﺒَﺳ
ۦ
ﱠﻠَﻌَﻟ
ُۡﻢ
ۡﻔُﺗ
َنﻮُﺤِﻠ
30. Al-Maidah (5):
53
Madaniyah
َﺪ
ۡﮭَﺟ
ُلﻮُﻘَﯾَو
ٱ
َﻦﯾِﺬﱠﻟ
ٓﻮُﻨَﻣاَء
ْا
ٰٓـَھَأ
ٓﺎَﻟُﺆ
ِء
ٱ
َﻦﯾِﺬﱠﻟ
ۡﻗَأ
ْاﻮُﻤَﺴ
ِﺑﭑ
ﱠﻠﻟ
ِﮫ
ۡﮭَﺟ
َﺪ
ۡﯾَأ
ٰـَﻤ
ۡﻢِﮩِﻨ
ۙ
ۡﻢُﮩﱠﻧِإ
ۡﻢُﻜَﻌَﻤَﻟ
ۚ
ۡﺖَﻄِﺒَﺣ
ۡﻋَأ
ٰـَﻤ
ۡﻢُﮭُﻠ
ۡﺻَﺄَﻓ
ْاﻮُﺤَﺒ
ٰـَﺧ
َﻦﯾِﺮِﺴ
31. Al-Taubah (9):
19
Madaniyah
َﺪَﮭ
ٰـَﺟَو
ۡﻠَﻌَﺟَأ
ۡﻢُﺘ
َﺔَﯾﺎَﻘِﺳ
ٱۡﻟ
ٓﺎَﺤ
ﱢج
َةَرﺎَﻤِﻋَو
ٱۡﻟ
ۡﺴَﻤ
ِﺪِﺠ
ٱۡﻟ
ِماَﺮَﺤ
ۡﻦَﻤَﻛ
َﻦَﻣاَء
ِﺑﭑ
ِﮫﱠﻠﻟ
َوٱ
ۡﻟ
ۡﻮَﯿ
ِم
ٱۡﻟ
ِﺮِﺧَﺄ
ٰـَﺟَو
َﺪَﮭ
ﻰِﻓ
ِﻞﯿِﺒَﺳ
ٱ
ِﮫﱠﻠﻟ
ۚ
ﺎَﻟ
ۡﺴَﯾ
ُﻮَﺘ
ۥ
َن
َﺪﻨِﻋ
ٱ
ِﮫﱠﻠﻟ
ۗ
َوٱ
ُﮫﱠﻠﻟ
ﺎَﻟ
ۡﮩَﯾ
ىِﺪ
ٱۡﻟ
ۡﻮَﻘ
َم
ٱ
ٰـﱠﻈﻟ
َﻦﯿِﻤِﻠ
32. Al-Taubah (9):
16
Madaniyah
ْاوُﺪَﮭ
ٰـَﺟ
ۡمَأ
ۡﺒِﺴَﺣ
ۡﻢُﺘ
نَأ
ۡﺘُﺗ
ْاﻮُﻛَﺮ
ﺎﱠﻤَﻟَو
ۡﻌَﯾ
ِﻢَﻠ
ٱ
ُﮫﱠﻠﻟ
ٱ
َﻦﯾِﺬﱠﻟ
ٰـَﺟ
ْاوُﺪَﮭ
ۡﻢُﻜﻨِﻣ
ۡﻢَﻟَو
ْاوُﺬِﺨﱠﺘَﯾ
ﻦِﻣ
ِنوُد
ٱ
ِﮫﱠﻠﻟ
ﺎَﻟَو
ِﮫِﻟﻮُﺳَر
ۦ
ﺎَﻟَو
ٱۡﻟ
ۡﺆُﻤ
َﻦﯿِﻨِﻣ
ً۟ﺔَﺠﯿِﻟَو
ۚ
َوٱ
ُﮫﱠﻠﻟ
ُۢﺮﯿِﺒَﺧ
ﺎَﻤِﺑ
ۡﻌَﺗ
َنﻮُﻠَﻤ
33. Al-Taubah (9):
20
Madaniyah
ْاوُﺪَﮭ
ٰـَﺟ
ٱ
َﻦﯾِﺬﱠﻟ
ْاﻮُﻨَﻣاَء
ْاوُﺮَﺟﺎَھَو
ٰـَﺟَو
ْاوُﺪَﮭ
ﻰِﻓ
ِﻞﯿِﺒَﺳ
ٱ
ِﮫﱠﻠﻟ
ۡﻣَﺄِﺑ
َﻮٲ
ۡﻢِﮭِﻟ
ۡﻢِﮩِﺴُﻔﻧَأَو
ۡﻋَأ
ُﻢَﻈ
ًﺔَﺟَرَد
َﺪﻨِﻋ
ٱ
ِﮫﱠﻠﻟ
ۚ
ٰٓـَﻟْوُأَو
ِٕ
َﻚ
ُﻢُھ
ٱۡﻟ
ٓﺎَﻔ
ِٕ
َنوُﺰ
34. Al-Taubah (9):
88
Madaniyah
ْاوُﺪَﮭ
ٰـَﺟ
ٰـَﻟ
ِﻦِﻜ
ٱ
ُلﻮُﺳﱠﺮﻟ
َوٱ
َﻦﯾِﺬﱠﻟ
ْاﻮُﻨَﻣاَء
ُﮫَﻌَﻣ
ۥ
ٰـَﺟ
ْاوُﺪَﮭ
ۡﻣَﺄِﺑ
َﻮٲ
ۡﻢِﮭِﻟ
ۡﻢِﮭِﺴُﻔﻧَأَو
ۚ
ٰٓـَﻟْوُأَو
ِٕ
َﻚ
ُﻢُﮭَﻟ
ٱۡﻟ
ۡﯿَﺨ
َﺮ
ٲ
ُت
ۖ
ٰٓـَﻟْوُأَو
ِٕ
َﻚ
ُﻢُھ
ٱۡﻟ
ۡﻔُﻤ
َنﻮُﺤِﻠ
35. Al-Taubah (9):
44
Madaniyah
ْاوُﺪِﮭ
ٰـَﺠُﯾ
ﺎَﻟ
ۡﺴَﯾ
ۡٔـَﺘ
َﻚُﻧِﺬ
ٱ
َﻦﯾِﺬﱠﻟ
ۡﺆُﯾ
َنﻮُﻨِﻣ
ِﺑﭑ
ِﮫﱠﻠﻟ
َوٱ
ۡﻟ
ۡﻮَﯿ
ِم
ٱۡﻟ
ِﺮِﺧَﺄ
نَأ
ٰـَﺠُﯾ
ْاوُﺪِﮭ
ۡﻣَﺄِﺑ
َﻮٲ
ۡﻢِﮭِﻟ
ۡﻢِﮩِﺴُﻔﻧَأَو
ۗ
َوٱ
ُﮫﱠﻠﻟ
ُۢﻢﯿِﻠَﻋ
ِﺑﭑ
ۡﻟ
َﻦﯿِﻘﱠﺘُﻤ
36. Al-Taubah (9):
81
Madaniyah
ْاوُﺪِﮭ
ٰـَﺠُﯾ
َحِﺮَﻓ
ٱۡﻟ
َنﻮُﻔﱠﻠَﺨُﻤ
ۡﻘَﻤِﺑ
ۡﻢِھِﺪَﻌ
ٰـَﻠِﺧ
َﻒ
ِلﻮُﺳَر
ٱ
ِﮫﱠﻠﻟ
ٓﻮُھِﺮَﻛَو
ْا
نَأ
ٰـَﺠُﯾ
ْاوُﺪِﮭ
ۡﻣَﺄِﺑ
َﻮٲ
ۡﻢِﮭِﻟ
ۡﻢِﮩِﺴُﻔﻧَأَو
ﻰِﻓ
ِﻞﯿِﺒَﺳ
ٱ
ِﮫﱠﻠﻟ
ْاﻮُﻟﺎَﻗَو
ﺎَﻟ
ْاوُﺮِﻔﻨَﺗ
ﻰِﻓ
ٱۡﻟ
ﱢﺮَﺤ
ۗ
ۡﻞُﻗ
ُرﺎَﻧ
َﻢﱠﻨَﮭَﺟ
ﱡﺪَﺷَأ
۟ﺮَﺣ
اۚ
ۡﻮﱠﻟ
ْاﻮُﻧﺎَﻛ
ۡﻔَﯾ
َنﻮُﮭَﻘ
Penggunaan Istilah Jihad secara historis
Sejar ah penyebar an Islam tidak akan bisa lepas dar i dua kota
yang agung, yaitu Makkah dan Madinah. Dua kota ter sebut menjadi
saksi per jalanan hidup nabi Muhammad semasa hidupnya dalam
mengajar kan Islam kepada umatnya. Al-Qur ’an tur un kepada nabi
Muhammad SAW. selama r entang w aktu sekitar 23 tahun di dua
tempat ber sejar ah itu (Wijaya, 2016 : 105). Oleh kar ena itu, kedua kota
ter sebut telah disepakati par a ulama ilmu al-Qur ’an dan tafsir menjadi
pengkategor ian ayat al-Qur ’an, yaitu Makkiyyah dan Madaniyah.
Pengkategor ian al-Qur ’an menjadi Makkiyyah dan Madaniyah
ber tujuan untuk memudahkan umat Islam dalam memahami al-Qur ’an
di dan dalam situasi ter tentu yang ter jadi pada masa itu.
Pengkategor ian ter sebut pada dasar nya tidak ada per intah yang
menghar uskan akan hal itu, akan tetapi itu mer upakan per kar a yang
ber sifat ijtihadi belaka. Pengkategor ian ter sebut sangatlah tepat,
kar ena dengan itu dapat diketahui fase yang ber beda antar a
Makkiyyah dan Madaniyah ser ta menunjukkan bahw a ayat al-Qur ’an
73
َﺲ
ۡﺌِﺑَو
ُﻢﱠﻨَﮭَﺟ
ۖ
ۡﻢُﮭ
ٰ
َو
ۡﺄَﻣَو
ۡﻢِﮩۚ
ۡﯿَﻠَﻋ
ۡﻆُﻠ
ۡﻏ
َوٱ
ٱۡﻟ
ُﺮﯿِﺼَﻤ
38. Al-Taubah (9):
41
Madaniyah
ْاوُﺪِﮭ
ٰـَﺟ
ٱ
ْاوُﺮِﻔﻧ
ً۟ﻓﺎَﻔِﺧ
ﺎ
ً۟ﻻﺎَﻘِﺛَو
ٰـَﺟَو
ْاوُﺪِﮭ
ۡﻣَﺄِﺑ
َﻮٲ
ِﻟ
ُۡﻢ
ۡﻢُﻜِﺴُﻔﻧَأَو
ﻰِﻓ
ِﻞﯿِﺒَﺳ
ٱ
ِﮫﱠﻠﻟ
ۚ
َذٲ
ۡﻢُﻜِﻟ
ۡﯿَﺧ
ٌ۟ﺮ
ۡﻢُﻜﱠﻟ
نِإ
ۡﻢُﺘﻨُﻛ
ۡﻌَﺗ
َنﻮُﻤَﻠ
39. Al-Taubah (9):
86
Madaniyah
ْاوُﺪِﮭ
ٰـَﺟ
ٓاَذِإَو
ۡﺖَﻟِﺰﻧُأ
ٌةَرﻮُﺳ
ۡنَأ
ُﻨِﻣاَء
ْاﻮ
ِﺑﭑ
ِﮫﱠﻠﻟ
ٰـَﺟَو
ْاوُﺪِﮭ
َﻊَﻣ
ِﮫِﻟﻮُﺳَر
ٱ
ۡﺳ
ۡٔـَﺘ
َﻚَﻧَﺬ
ْاﻮُﻟْوُأ
ٱ
ۡﻮﱠﻄﻟ
ِل
ۡﻨِﻣ
ۡﻢُﮭ
ْاﻮُﻟﺎَﻗَو
ۡرَذ
ﺎَﻧ
ﻦُﻜَﻧ
َﻊﱠﻣ
ٱۡﻟ
ٰـَﻘ
َﻦﯾِﺪِﻌ
40. Al-Taubah (9):
79
Madaniyah
َﺪ
ۡﮭُﺟ
ٱ
َﻦﯾِﺬﱠﻟ
ۡﻠَﯾ
َنوُﺰِﻤ
ٱۡﻟ
َﻦﯿِﻋﱢﻮﱠﻄُﻤ
َﻦِﻣ
ٱۡﻟ
ۡﺆُﻤ
َﻦﯿِﻨِﻣ
ﻰِﻓ
ٱ
ٰـَﻗَﺪﱠﺼﻟ
ِﺖ
َوٱ
ﱠﻟ
َﻦﯾِﺬ
ﺎَﻟ
َنوُﺪِﺠَﯾ
ﺎﱠﻟِإ
ۡﮭُﺟ
ۡﻢُھَﺪ
ۡﺴَﯿَﻓ
َنوُﺮَﺨ
ۡﻨِﻣ
ۡﻢُﮩۙ
َﺮِﺨَﺳ
ٱ
ُﮫﱠﻠﻟ
ۡﻨِﻣ
ۡﻢُﮩ
ۡﻢُﮭَﻟَو
ٌباَﺬَﻋ
ٌﻢﯿِﻟَأ
41. Al-Taubah (9):
24
Madaniyah
ٍ۟دﺎَﮭِﺟ
ber inter aksi dengan r ealitas yang dinamis-histor is (Nasr Hamid, 2005:
87).
Di antar a cir i-cir i ayat makkiyyah yang sesuai dengan tema
jihad adalah gaya bahasa yang kuat, efektif, var iati f dan juga dialogis
ketika al-Qur ’an Makkiyyah menyingkap pr insip-pr insip dasar ajar an
Islam (Muhammad Izzat, 2000: 126). Hal ini dapat ditemukan pada
ayat-ayat Jihad yang tur un di Makkah, yang mana semua ayat ter sebut
mengandung semangat yang kuat untuk menghadapi kaum Qur aisy
dengan senjata pengetahuan yang telah didapat dar i Rasulullah.
Ber beda halnya dengan ayat yang tur un di Madinah, ayat
al-Qur ’an Madaniyah memiliki cir i salahsatunya adalah ajakan untuk
melakukan
jihad fi sabilillah. (Muhammad Izzat, 2000: 127). Pada
per iode ini Islam sudah ter bentuk dalam suatu tatanan yang
ter or ganisir dan r api, sehingga per lu adanya str ategi untuk membela
dir i demi ter w ujudnya masyar akat Islam yang aman dan tenter am.
Per intah per ang itu pun tidak ditur unkan secar a langsung pada aw al
per iode Madinah, akan tetapi ayat itu tur un setelah ada gangguan dar i
law an sehingga umat Islam dapat memper tahankan dir i dar i ser angan
ter sebut.
1.
Makna Jihad pada Per iode Makkah
Penggunaan istilah jihad sudah dimulai pada per iode Makkah.
Hal ini dapat diketahui dar i identifikasi ayat yang disusun sesuai
ur utan tur unnya
(t ar t ib nuzuly)sebagaimana yang telah dibahas pada
poin sebelumnya. Penggunaan istilah jihad dan der ivasinya pada
per iode Makkah lebih ditekankan pada jihad dalam ber dakw ah, yaitu
ber dialog dengan kaum Qur aisy Makkah dengan dialog yang baik
sehingga ajar an Islam dapat diter ima dengan baik dan benar .
Ayat yang mempunyai kata dasar
َﺪَھﺎَﺟ
dan
َﺪَﮭَﺟ
beser ta
der ivasinya secar a
nuzulitur un sejak per iode Makkah. Pada per iode
ter sebut, tidak ada satupun ayat jihad yang menyinggung masalah
peper angan, akan tetapi yang disinggung dalam per iode ini adalah
jihad dengan ber dakw ah kepada kaum Qur aisy yang belum mener ima
ajar an Islam. Allah ber fir man dalam sur at al-Fur qan(25) ayat 52:
Maka janganlah kamu mengikuti or ang-or ang kafir , dan
ber jihadlah ter hadap mer eka dengan Al Qur ’an dengan jihad
yang besar .
Untuk mengetahui maksud dar i jihad dalam ayat ter sebut
adalah dengan mengkaji penafsir an par a ulama tentang
dlamirmust at ir
dalam kata
ِﮫِﺑ
, Ibnu Kathir menafsir kan bahw a
dlamirter sebut
kembali kepada al-Qur 'an, kar ena nabi Muhammad diutus di muka
bumi ini untuk ber dakw ah dan menyampaikan al-Qur 'an kepada umat
manusia (Isma’il, 2000: 3014). Abu Hayyan al-Andalusi dalam tafsirnya
(al-Bahr al-Mukhit), beliau menafsir kan
dlamirter sebut tidak hanya
dengan Qur 'an, akan tetapi per intah jihad ter sebut selain dengan
al-Qur 'an juga diper intahkan ber jihad dengan Islam, atau dengan pedang,
atau dengan tidak menaati mer eka (Abu Hayyan, 1993: 464).
Secar a histor is pemahaman Ibnu Kathir lebih dapat diter ima
dar ipada pemahaman Abu Hayyan, kar ena umat Islam pada per iode
Makkah masih belum ada yang har us diper tahankan dengan per ang,
sehingga pemahaman tentang jihad menggunakan pedang pada ayat
ini dinilai kur ang tepat. Tidak adanya per intah per ang pada per iode
Makkah bukan ber ar ti menjadi per tanda bahw a or ang muslim masih
dalam keadaan lemah, akan tetapi pada saat itu memang or ang muslim
masih belum memiliki sesuatu yang har us dibela dengan per ang,
sehingga tidak diper lukan syar iat per ang. Hal i ni ber beda dengan
per iode Madinah yang mana umat Islam sudah memiliki komponen
yang lengkap dalam hal kepemimpinan, mer eka sudah memiliki
undang-undang, tanah dan r akyat, sehingga diper lukan atur an secar a
syar ’I yang mengatur tentang peper angan yang tujuannya untuk
memper tahankan negar a bar u dan melindunginya, ser ta melindungi
kebebasan dakw ah (Ahmad al-Tayyeb, 2016:
155).
Atas dasar tidak adanya per intah per ang pada per iode Makkah,
tidak ada pula paksaan yang ditujukan kepada penduduka Makkah
untuk memeluk agama Islam, kar ena agama dasar nya pada hati dan
tidak dapat dipaksakan untuk memeluk agama ter tentu. Hal ini sesuai
dengan penggalan fir man Allah dalam sur at al-Baqar ah : 256
ﺎَﻟ
هاﺮﻛإ
ﻲﻓ
ﻦﯾﺪﻟا
Kata La (
ﺄَﻟ
) dalam ayat ini menur ut ahli bahasa mempunyai ar ti
nafi, sehingga mempunyai ar ti tidak akan ter jadi pemaksaan dalam
memeluk agama kar ena agama tempatnya di dalam hati (Ahmad
al-Tayyeb, 2016:
156).
Selain sur at Al-Fur qan (25): 52, ayat Makkiyyah lainnya yang
menggunakan der ivasi dar i kata jihad mempunyai ar ti yang ber beda.
Kata
ْاوُﺪَﮭ
ٰـَﺟ
pada ayat Al-Nahl (16): 110 memiliki ar ti jihad ber
sungguh-sungguh dalam memper tahankan iman dan tidak ter giur untuk
menjadi pasukan or ang kafir dan penolong setan (Wahbah, 2001 :
١٠٣٨
). Per iode makkah mer upakan masa per juangan umat Islam untuk
memper tahankan akidahnya. Sehingga pada per iode ini dibutuhkan
kesabar an yang ekstr a untuk memper tahankan keimanan mer eka.
Dapat ditelaah pada liter atur e sejar ah bahw a umat Islam pada per iode
Makkah menghadapi banyak sekali cobaan dar i or ang kafir , kar ena
secar a kuantitas umat Islam masih sedikit, dan secar a ajar an
ber tentangan dengan ajar an nenek moyang or ang Qur aisy.
Kesungguhan memper tahankan keimanan bukan hanya kar ena
r intangan dar i or ang lain saja. Dalam sur at Luqman (31): 15
digambar kan bahw a r intangan juga sangat mungkin datang dar i or ang
ter dekat, di antar anya adalah or ang tua. Jika or ang tua memaksa untuk
membelokkan keimanan maka paksaan itu tidak har us ditaati, kar ena
memper tahankan keimanan lebih diutamakan dar ipada paksaan or ang
tua. Sebagaimana hadis “Tidak ada ketaatan kepada mahluk dalam
ber maksiat kepada sang pencipta”. Akan tetapi penolakan paksaan
or ang tua dalam mer ubah keimanan har us tetap dibar engi dengan
sikap yang baik kepada or ang tua.
Sedangkan al-Qur ’an sur at Fatir (35): 42, Al-Nahl ( 16): 38 dan
Al-An’am(6): 109 yang sama-sama menggunakan r edaksi
َﺪ
ۡﮭَﺟ
, memi liki
ar ti kesungguhan, akan tetapi kesungguhan yang dimaksud dalam ayat
ter sebut adalah kesungguhan or ang kafir yang sebelumnya ber janji
jika suatu ketika datang kepada mer eka seor ang nabi yang member i
per ingatan maka mer eka akan iman kepada nabi ter sebut, akan tetapi
pada kenyataannya mer eka tidak ber iman ketika datang seor ang nabi
kepada mer eka (Wahbah, 2009 : 441 dan 242).
Dar i keter angan di atas dapat kita ketahui bahw a secar a
nuzulyper intah jihad dalam Islam adalah ber dakw ah dengan al-Qur ’an, yang
mana car a ter sebut ber jalan cukup lama hingga nabi hijr ah ke
Madinah. Selain itu jihad juga diar tikan sebagai kesungguhan dir i
dalam memper tahankan iman umat Islam pada saat itu, kar ena
r intangan yang har us dilalui oleh umat Islam sangat ber at dalam
memper tahankannya. Tidak ada per intah jihad yang ber ar ti per ang
dalam fase ini, dan ini mer upakan jihad tahap per tama yang dilakukan
oleh Rasulullah dan umat-Nya.
2.
Makna Jihad pada Per iode Madinah
Setelah Rasulullah ber hijr ah ke Madinah, ayat al-Qur ’an yang
mengandung kata dasar
َﺪَھﺎَﺟ
dan
َﺪَﮭَﺟ
masih menunjukkan ar ti
kesungguhan, yaitu kesungguhan dalam memper tahankan dir i agar
tetap ber ada di jalan Allah. Sebagaimana diketahui dar i liter atur
sejar ah, umat Islam Madinah w alaupun telah dikatakan jaya pada masa
Rasulullah, bukan ber ar ti mer eka tanpa r intangan dalam hal ber agama.
Di Madinah umat Islam ber sandingan dengan kaum yahudi dan or
ang-or ang munafik yang cukup mew ar nai kehidupan ber masyar akat pada
saat itu, keber adaan or ang yahudi dan munafik menjadi cobaan bagi
hati mer eka untuk tetap memper tahankan keimanan mer eka agar
tetap kuat dan tidak goyah.
Al-Qur ’an sur at al-Ankabut ayat 6, 8 dan 69 ter dapat di
dalamnya kata
َﺪَﮭ
ٰـَﺟ
,
اَﺪَﮭ
ٰـَﺟ
,
ْاوُﺪَﮭ
ٰـَﺟ
dan
ُﺪِﮭ
ٰـَﺠُﯾ
secar a
nuzulymer upakan ayat
Madaniyyah yang per tama kali tur un. Dalam sur at al-Ankabut ayat 6
ter dapat dua kata jihad dengan menggunakan r edaksi
َﺪَﮭ
ٰـَﺟ
dan
ُﺪِﮭ
ٰـَﺠُﯾ
yang keduanya mengandung ar ti kesungguhan. Ayat ini mer upakan
sebagai motivasi bagi or ang Islam pada saat itu, yaitu dengan ber jihad
mer eka akan mendapatkan pahala atas apa yang mer eka jihadkan.
Manfaat yang didapat dar i jihad mer eka akan kembali untuk mer eka
sendiri, bukan untuk Allah. Jihad yang dimaksud di ayat adalah
ber jihad melaw an nafsu mer eka dengan ber sabar dalam melakukan
ketaatan dan mencegah dir i dar i kemaksiatan (Wahbah, 2009 : 561)
oleh seor ang muslim akan kembali manfaatnya kepada mer eka sendir i,
yaitu dengan ditunjukkan jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhir at
(Wahbah, 2009: 41). Sebagaimana fir man Allah dalam sur at
Muhammad(47) ayat 17
َﻦﯾِﺬﱠﻟاَو
اْوَﺪَﺘْھا
ْﻢُھَداز
ًىﺪُھ
ْﻢُھﺎﺗآَو
ْﻘَﺗ
ْﻢُھاﻮ
Dan or ang-or ang yang mendapat petunjuk Allah menambah petunjuk
kepada mer eka dan member ikan kepada mer eka [balasan]
ketakw aannya.
Kata
اَﺪَﮭ
ٰـَﺟ
dalam sur at al-Ankabut ayat 8 mempunya ar ti
memaksa. Ayat ini ber kaitan dengan w ajibnya ber buat baik dan taat
kepada or ang tua, kecuali jika or ang tua memaksa melakukan
kemusyr ikan kepada Allah maka sebagai anak har us tidak menaati
per intah itu, kar ena pada dasar nya tidak ada ketaatan dalam
kemaksiatan (Wahbah, 2001: 1949). Per intah untuk menolak paksaan
or ang tua dalam hal kemusyr ikan, bukan ber ar ti memer intahkan
kepada seor ang anak untuk melaw an or ang tua, akan tetapi seor ang
anak har us tetap ber buat baik kepada or ang tuanya dengan kembali
pada al-Qur ’an sur at Luqman (31) ayat 15:
نِإَو
ٰـَﺟ
َكاَﺪَﮭ
ٰٓﻰَﻠَﻋ
نَأ
ۡﺸُﺗ
َكِﺮ
ﻰِﺑ
ﺎَﻣ
ۡﯿَﻟ
َﺲ
َﻚَﻟ
ِﮫِﺑ
ۦ
ۡﻠِﻋ
ٌ۟ﻢ
ﺎَﻠَﻓ
ۡﻌِﻄُﺗ
ﺎَﻤُﮭ
ۖ
ۡﺒِﺣﺎَﺻَو
ﺎَﻤُﮭ
ﻰِﻓ
ٱ
ۡﻧﱡﺪﻟ
ﺎَﯿ
ۡﻌَﻣ
ً۟ﻓوُﺮ
ﺎۖ
َوٱ
ۡﻊِﺒﱠﺗ
َﻞﯿِﺒَﺳ
ۡﻦَﻣ
َبﺎَﻧَأ
ﱠﻰَﻟِإ
ۚ
ﱠﻢُﺛ
ﱠﻰَﻟِإ
ۡﺮَﻣ
ۡﻢُﻜُﻌِﺟ
ُﺌﱢﺒَﻧُﺄَﻓ
ُﻢ
ﺎَﻤِﺑ
ۡﻢُﺘﻨُﻛ
ۡﻌَﺗ
َنﻮُﻠَﻤ
Dan jika keduanya memaksamu untuk memper sekutukan dengan Aku
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah
kamu mengikuti keduanya, dan per gaulilah keduanya di dunia dengan
baik, dan ikutilah jalan or ang yang kembali kepada-Ku, kemudian
hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-ber itakan kepadamu apa
yang telah kamu ker jakan.
Dalam sur at al-Hajj (22) ayat 78 ter dapat dua bentuk kata
jihad, yaitu dengan menggunakan
fi’il amar(kata per intah) dan
menggunakan
masdar(kata
benda)
yang
mempunyai
ar ti
oleh utusan yang mulia, dan menganut agama yang mudah dalam
menjalaninya. Agama Islam tidak menjadi agama yang memper sulit
umatnya dalam sisi kehidupannya, tidak menjadi agama yang
memper ber at kehidupan umatnya. Jihad pun hanya disyar iatkan untuk
menjadi tameng yang dapat melindungi umat Islam dar i ser angan baik
ber upa ser angan yang ber sifat agama atau ber negar a. Kedua, Allah
menjadikan Islam sebagai agama yang ber sumber dar i nabi Ibr ahim,
yaitu agama yang mur ah hati
yang mempunyai landasan tauhid dan
member antas kemusyr ikan. Ketiga, Allah SWT. atau nabi Ibr ahim yang
menamai kita sebagai or ang-or ang muslim, yang tunduk pada per intah
Allah yang disebutkan dalam kitab-kitab ter dahulu dan al-Qur ’an.
Kata jihad dalam al-Qur ’an yang menjadi penjelas ayat per ang
(qit al)ter dapat pada sur at al-Baqar ah (2) ayat 218. Sur at al-Baqar ah
(2) ayat 216 – 217 mer upakan ayat yang ber isi tentang per intah untuk
ber per ang melaw an or ang kafir , yang mana per ang yang dilakukan
oleh or ang muslim ini ber tujuan untuk meninggikan kalimat Allah dan
juga Islam, menolak kedzaliman, dan menjunjung tinggi kebenar an.
Per intah ter sebut tidak hanya per intah yang ber sifat mutlak, akan
tetapi juga dibar engi dengan atur an-atur an yang har us dipenuhi oleh
umat Islam dan tidak boleh melanggar ketika dalam peper angan,
kecuali jika hanya dalam keadaan dar ur at saja (Wahbah, 2009 : 632).
Kemudian dilanjutkan dengan ayat jihad yang ada pada sur at
al-Baqar ah ayat 218 yang menjadi ayat penghibur bagi par a pejuang
Islam, bahw a or ang yang ber jihad di jalan Allah akan mendapatkan
r ahmat dan ampunan dar i Allah (Wahbah, 2001: 111).
Sur at al-Baqar ah ayat 218 mer upakan ayat yang membahas
tentang klasifikasi or ang-or ang mukmin pada masa itu, yang salah
satunya adalah or ang mukmin yang ber jihad di jalan Allah. Al-Qur ’an
sur at al-Anfal (8) ayat 72 menggunakan r edaksi
ﻰِﻓ
ۡﻢِﮩِﺴُﻔﻧَأَو
ۡﻢِﮭِﻟ
َﻮٲ
ۡﻣَﺄِﺑ
ْاوُﺪَﮭ
ٰـَﺟَو
ِﻞﯿِﺒَﺳ
ٱ
ِﮫﱠﻠﻟ
. Wahbah Zuhaily (Wahbah, 2009: 427) mengklasifikasi jihad
dalam ayat ter sebut sebagai ber ikut:
1.
Jihad dengan har ta, Jihad dengan har ta mer upakan kategor i jihad
2.
Jihad dengan dir i, ar tinya dengan menjadi aktor dalam
melaksanakan peper angan, menghadapi musuh dan sabar
menghadapi cobaan dan menghadapi ker asnya peper angan.
Jihad dengan har ta menjadi pr ior itas utama kar ena dilihat dar i
sisi kebutuhan, par a mujahid yang menginfakkan har tanya lebih
ber manfaat bagi or ang banyak, kar ena secar a langsung mer eka akan
memenuhi kebutuhan par a pejuang ketika dalam peper angan
(Wahbah, 2009: 427). Pada dasar nya kedua jenis or ang ber jihad itu
sama pentingnya dalam Islam, akan tetapi par a mujahid yang
menginfakkan har tanya dipandang memiliki kontr ibusi yang lebih
dalam jihad kar ena har ta yang mer eka infakkan dapat mencukupi
kebutuhan mujahid lain yang tidak menginfakkan har ta.
Per intah jihad dengan ber per ang, dimulai pada abad ke-dua
hijr iyah tepatnya ketika akan ter jadinya per ang badar , yang mana
Rasulullah menyer ukan kepada par a sahabatnya untuk ber jihad
dengan ber per ang melaw an or ang kafir . Per intah per ang ter sebut pada
dasar nya bukan ber tujuan untuk menghilangkan kekafir an, akan tetapi
per ang untuk memper tahankan negar a bar u dan melindunginya, ser ta
melindungi kebebasan dakw ah (Ahmad al-Tayyeb dkk, 2016:
155).
Per intah ter sebut ter dapat pada sur at al-Nisa’ ayat 95 yang ber bunyi:
ﺎَﻟ
يِﻮَﺘْﺴَﯾ
َنوُﺪِﻋﺎَﻘْﻟا
َﻦِﻣ
َﻦﯿِﻨِﻣْﺆُﻤْﻟا
ُﺮْﯿَﻏ
وُأ
ﻲِﻟ
ِرَﺮﱠﻀﻟا
َنوُﺪِھﺎَﺠُﻤْﻟاَو
ﻲِﻓ
ِﻞﯿِﺒَﺳ
ِﮫﱠﻠﻟا
ْﻢِﮭِﻟاَﻮْﻣَﺄِﺑ
ْﻢِﮭِﺴُﻔْﻧَأَو
َﻞﱠﻀَﻓ
ُﮫﱠﻠﻟا
َﻦﯾِﺪِھﺎَﺠُﻤْﻟا
ْﻢِﮭِﻟاَﻮْﻣَﺄِﺑ
ْﻢِﮭِﺴُﻔْﻧَأَو
ﻰَﻠَﻋ
َﻦﯾِﺪِﻋﺎَﻘْﻟا
ًﺔَﺟَرَد
ﺎﻠُﻛَو
َﺪَﻋَو
ُﮫﱠﻠﻟا
ﻰَﻨْﺴُﺤْﻟا
َﻞﱠﻀَﻓَو
ُﮫﱠﻠﻟا
َﻦﯾِﺪِھﺎَﺠُﻤْﻟا
ﻰَﻠَﻋ
ﺎَﻘْﻟا
َﻦﯾِﺪِﻋ
اًﺮْﺟَأ
ﺎًﻤﯿِﻈَﻋ
.
Tidaklah sama antar a mu’min yang duduk (yang tidak tur ut ber per an)
yang tidak mempunyai uzur dengan or ang-or ang yang ber jihad di jalan
Allah dengan har ta mer eka dan jiw anya. Allah melebihkan or ang-or ang
yang ber jihad dengan har ta dan jiw anya atas or ang-or ang yang duduk
satu der ajat. Kepada masing-masing mer eka Allah menjanjikan pahala
yang baik (sur ga) dan Allah melebihkan or ang-or ang yang ber jihad
atas or ang yang duduk dengan pahala yang besar .
pemahaman per ang, ter utama pada sur at al-Taubah (9) ayat 73 Allah
ber fir man:
ٰٓـَﯾ
ﺎَﮩﱡﯾَﺄ
ٱ
ﱡﻰِﺒﱠﻨﻟ
ٰـَﺟ
ِﺪِﮭ
ٱۡﻟ
ُ
َرﺎﱠﻔ
َوٱ
ۡﻟ
ٰـَﻨُﻤ
َﻦﯿِﻘِﻔ
َوٱ
ۡﻏ
ۡﻆُﻠ
ۡﯿَﻠَﻋ
ۡﻢِﮩۚ
ۡﺄَﻣَو
َو
ٰ
ۡﻢُﮭ
ُﻢﱠﻨَﮭَﺟ
ۖ
ۡﺌِﺑَو
َﺲ
ٱۡﻟ
ُﺮﯿِﺼَﻤ
Hai Nabi, ber jihadlah [melaw an] or ang-or ang kafi r dan or ang-or ang
munafik itu, dan ber sikap ker aslah ter hadap mer eka. Tempat mer eka
ialah ner aka Jahannam. Dan itulah tempat kembali yang sebur
uk-bur uknya.
Sur at al-Taubah (9) ayat 73 ter sebut dengan jelas
memer intahkan untuk ber jihad melaw an or ang kafir dan or ang
munafik, akan tetapi ayat ter sebut tidak menyatakan car a yang har us
ditempuh dalam ber jihad. Memang kedua jenis or ng ter sebut
mer upakan objek jihad bagi or ang Islam, akan tetapi car a ber jihad
kepada mer eka tidak dapat disamakan. Car a yang har us ditempuh
dalam ber jihad dapat diketahui dar i dalil yang lain (Wahbah, 2009:
669).
Jihad yang dilakukan kepada or ang kafir menur ut Ibn Mas’ud
dapat dilakukan dengan tiga car a, yaitu dengan tangan (dengan
pedang), menampakkan muka masam atau mendoakannya dalam hati.
Ber beda halnya dengan or ang munafik, kar ena or ang munafik secar a
lahir iyah mer eka ber gaul dan seolah-olah menjadi or ang Islam,
sehingga car a yang digunakan adalah dengan car a dialog. Kecuali jika
or ang munafik melakukan per law anan secar a jelas maka mer eka boleh
dilaw an dengan peper angan pula (Wahbah, 2009: 670).
Dalam konteks keindonesiaan per intah jihad yang benar dan
positif telah difatw akan oleh Nahdlatul Ulama yang dipimpin langsung
oleh K.H. Hasyim Asy’ar i pada tahun 1945 untuk melaw an kaum kafir
Kr isten penjajah Belanda yang mer ampas agama, mar tabat, har ta,
tanah air dan kemer dekaan umat Islam Indonesia. Dalam konteks
sekar ang adalah ser uan jihad dar i lascar jihad Ahlussunnah Wal
Jama’ah untuk membela dan melindungi umat Islam di Maluku dan
Ambon dar i ser buan kelompok lain agar ter hindar dar i pembantaian
yang keji (Setiaw an, 2007: 29).
Ibn Taimiyyah membuat kaidah dibolehkannya per ang
mengambil intisar i dar i sur at al-Baqar ah ayat 190-193, yaitu:
a.
Memer angi or ang kafir kar ena kezalimannya ter hadap umat Islam.
Pendapat ini dikemukakan oleh par a ulama' di antar anya Imam
Malik, Imam Ahmad, Abu Hanifah dan lain sebagai nya (Abdullah,
T.Th.: 13). Dalil yang digunakan untuk memper kuat pendapat ini
adalah Sur at al-Baqar ah ayat 190:
ٰـَﻗَو
ْاﻮُﻠِﺘ
ﻰِﻓ
ِﻞﯿِﺒَﺳ
ٱ
ِﮫﱠﻠﻟ
ٱ
َﻦﯾِﺬﱠﻟ
ٰـَﻘُﯾ
ۡﻢُﻜَﻧﻮُﻠِﺘ
ﺎَﻟَو
ۡﻌَﺗ
ٓوُﺪَﺘ
ْاۚ
ﱠنِإ
ٱ
َﮫﱠﻠﻟ
ﺎَﻟ
ﱡﺐِﺤُﯾ
ٱۡﻟ
ۡﻌُﻤ
َﻦﯾِﺪَﺘ
Dan per angilah di jalan Allah or ang-or ang yang memer angi kamu,
(tetapi) janganlah kamu melampaui batas, kar ena sesungguhnya
Allah tidak menyukai or ang-or ang yang melampaui batas.
Dalam ayat ter sebut ter dapat r edaksi
ۡﻢُﻜَﻧﻮُﻠِﺘ
ٰـَﻘُﯾ
َﻦﯾِﺬﱠﻟ
ٱ
, yang ber makna
bahw a or ang kafir yang mendahlui peper angan dengan umat Islam,
yang mana hal itu menunjukkan bahw a per intah per ang itu ber laku
ketika ada ser angan dar i or ang yang zalim kepada umat Islam. Pada
ayat ter sebut juga diper intahkan untuk tidak melampaui batas (
ﺎَﻟَو
ۡﻌَﺗ
ٓوُﺪَﺘ
ا
), yaitu lar angan untuk tidak memer angi or ang yang tidak ikut
ber per ang meski dar i kelompok or ang kafir (Abdullah, T.Th.: 13). Ayat
ini menunjukkan bahw a Islam adalah agama yang lebih mendahulukan
per damaian
dar ipada
peper angan,
buktinya
adalah
tidak
diper bolehkannya menyer ang kepada or ang kafir jika or ang kafir
ter sebut tidak melakukan ser angan kepada umat Islam.
b.
Memer angi or ang kafir kar ena kekafir annya. Pendapat ini
dikemukakan oleh Imam Syafi’I (Abdullah, T.Th.: 13), dengan
ber dasar kan dalil Sur at al-Baqar ah ayat 193:
ٰـَﻗَو
ۡﻢُھﻮُﻠِﺘ
ٰﻰﱠﺘَﺣ
ﺎَﻟ
َنﻮُﻜَﺗ
ۡﺘِﻓ
ٌ۟ﺔَﻨ
َنﻮُﻜَﯾَو
ٱ
ُﻦﯾﱢﺪﻟ
ِﮫﱠﻠِﻟ
Dan per angilah mer eka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan
(sehingga) keta’atan itu hanya semata-mata untuk Allah.
Ar ti pendapat Imam Syafi'i ter sebut adalah per intah
memer angi or ang kafir untuk menghilangkan fitnah (kekafir an)
dar i or ang-or ang musyr ik. Sedangkan tujuan dar i memer angi
kekafir an adalah untuk tegaknya agama Islam dan agar dapat
dijalankannya hukum Allah beser ta Rasul-Nya, sehingga ketaatan
semata-mata hanya kepada Allah (Abdullah, T.Th.: 14).
Rasulullah ber sabda:
ُتْﺮِﻣُأ
ْنَأ
َﻞِﺗﺎَﻗُأ
َسﺎﱠﻨﻟا
ﻰﱠﺘَﺣ
اﻮُﻟﻮُﻘَﯾ
ﺎَﻟ
ﮫﻟإ
ﺎﱠﻟِإ
ُﮫﱠﻠﻟا
.
Aku diper intahkan untuk memer angi or ang (kafir ) sampai mer eka
ber kata tiada tuhan selain Allah.
Dengan melihat dua kaidah ter sebut, penulis memilih
untuk mengompar asikan antar a keduanya, yaitu peper angan
boleh dilancar kan oleh umat Islam ter hadap or ang kafir katika
ter jadi penindasan ter hadap umat Islam. Adapun memer angi
or ang kafir kar ena kekafir annya dapat dilakukan secar a
kondisional, jika kekafir annya tidak menimbulkan dampak negatif
bagi umat Islam, maka tidak per lu memer angi mer eka, kar ena
Islam mer upakan agama yang toler an dengat agama lain dan Islam
mer upakan agama yang mementingkan per damaian dan
keselamatan umat manusia.
Allah ber fir man:
ِنِﺈَﻓ
ٱ
ۡﻮَﮩَﺘﻧ
ْا
ﺎَﻠَﻓ
ۡﺪُﻋ
َوٲ
َن
ﺎﱠﻟِإ
ﻰَﻠَﻋ
ٱ
ٰـﱠﻈﻟ
َﻦﯿِﻤِﻠ
Jika mer eka ber henti (dar i memusuhi kamu), maka tidak ada
per musuhan (lagi), kecuali ter hadap or ang-or ang yang zalim.
Dan Allah ber fir man:
نِإَو
ْاﻮُﺤَﻨَﺟ
ۡﻠﱠﺴﻠِﻟ
ِﻢ
َﻓﭑ
ۡﺟ
ۡﺢَﻨ
ﺎَﮭَﻟ
ۡﻞﱠﻛَﻮَﺗَو
ﻰَﻠَﻋ
ٱ
ِﮫﱠﻠﻟ
ۚ
ُﮫﱠﻧِإ
ۥ
َﻮُھ
ٱ
ُﻊﯿِﻤﱠﺴﻟ
ٱۡﻟ
ُﻢﯿِﻠَﻌ
Dan jika mer eka condong kepada per damaian, maka condonglah
kepadanya dan ber taw akkallah kepada Allah. Sesungguhnya
Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
untuk memer angi or ang kafir ketika mendapatkan ser angan dar i
mer eka saja. Sebagian ulama ber pendapat bahw a ayat 191 dalam sur at
al-Baqar ah mer upakan ayat yang menghapus
(Nasikh)hukum per ang
yang ada pada ayat sebelumnya, penghapusan hukum ter sebut
dimaksudkan untuk menumbuhkan semangat memusuhi or ang
mushr ikdan menumpasnya agar ter jalin r asa aman di kalangan or ang
Islam. Akan tetapi menur ut Muhammad Abduh, ayat ter sebut bukanlah
penghapus
(Nasikh)hukum per ang pada ayat sebelumnya, kar ena ayat
ter sebut tur un ber samaan dan ber ada dalam satu kisah (Muhammad
Abduh, 1947: 210).
Kesimpulan
Jihad
mer upakan
kew ajiban
seor ang
mukmin
untuk
memper tahankan agamanya. Ser angan tidak har us ber upa ser angan
fisik, akan tetapi dapat ber upa ser angan pemikir an, keilmuan,
teknologi, per ekonomian dan lain sebagainya. Penggunaan istilah jihad
dan der ivasinya pada per iode Makkah lebih ditekankan pada jihad
dalam ber dakw ah, yaitu ber dialog dengan kaum Qur aisy Makkah
dengan dialog yang baik sehingga ajar an Islam dapat diter ima dengan
baik dan benar . Car a ter sebut ber jalan cukup lama hingga nabi hijr ah
ke Madinah. Selain itu jihad juga diar tikan sebagai kesungguhan dir i
dalam memper tahankan iman umat Islam pada saat itu, kar ena
r intangan yang har us dilalui oleh umat Islam sangat ber at dalam
memper tahankannya. Tidak ada per intah jihad yang ber ar ti per ang
dalam fase ini, dan ini mer upakan jihad tahap per tama yang dilakukan
oleh Rasulullah dan umat-Nya dan pada fase ini belum muncul
pemahaman jihad dalam ber per ang.
Per intah jihad dengan ber per ang, dimulai pada abad kedua
hijr iyah tepatnya ketika akan ter jadinya per ang badar , yang mana
Rasulullah menyer ukan kepada par a sahabatnya untuk ber jihad
dengan ber per ang melaw an or ang kafir . Per intah per ang ter sebut pada
dasar nya bukan ber tujuan untuk menghilangkan kekafir an, akan tetapi
per ang untuk memper tahankan negar a bar u dan melindunginya, ser ta
melindungi kebebasan dakw ah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mahmud,
Abdullahbin Zaid. T.th.
Al-Jihad al-Mashr u’ Fi al-Islam.T.
Tp: T. P.
Abd
al-Baqi, Muhammad Fuad. 2001.
Al-Mu’jam Mufahr as Li Alfazal-Qur ’an al-Kar im.
Cair o: Dar al-Hadith.
Abduh
, Muhammad dan Muhammad Rashid Ridha. 1947.
Tafsir al-Manar vol. II.Cair o: Dar al-Manar .
Abdullah
bin Zaid Al-Mahmud. T.th.
Al-Jihad al-Mashr u’ Fi al-Islam.T.
Tp: T. P.
Abu
Zayd, Nasr Hamid. 2005.
Mafhum Nash Dir asah Fi Ulumal-Qur ’an,
ter j. Khoir on Nahdliyyin
.Yogyakar ta: LkiS.
Abubakar
, Bahr un. 1986.
Ter jemah al-Mar agh.Semar ang: Toha Putr a.
Al
-Andalusi, Abu Hayyan. 1993.
Tafsir al-Bahr al-Mukhit h. Beir ut: Dar
al-Kutub al-Ilmiyyah.
Dar w azah
, Muhammad Izzat. 2000.
al-Tafsir Wa al-Hadit h.Beir ut: Dar
al-Ghar b al-Islamy.
Ibn
Kathir , Isma’il. 2000.
Tafsir Ibn Kat hir. Cair o: al-Far uq al-Hadith.
Nizhan
, Abu.
2011.
alQur ’an Temat is Panduan Pr akt is Memahami Ayat -Ayat al-Qur ’an.Bandung: Mizan.
Al
-Tayyeb, Ahmad dkk. 2016.
Jihad Melawan Ter or : Melur uskanKesalahpahaman t ent ang Khilafah, Takfir , Jihad, Hakimiyah, Jahiliyah dan Ekst r imit as
. Jakar ta: Lenter a Hati.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2008.
Kamus Bahasa Indonesia.
Jakar ta: Depar temen Pendidikan Nasional.
Umar , Ahmad Mukhtar . 2002.
al-Mu’jam al-Mausu’I Li Alfadz al-Qur ’anal-Kar im Wa Qir a’at ih.
Riyadl: Mu’assasah al-Tr ath.
Utomo, Setiaw an Budi. 2007. Fiqih Aktual, Jakar ta: Gema Insani.
Wijaya, Aksin. 2016.
Sejar ah Kenabian dalam Per spekt if Tafsir NuzuliZuhaily, Wahbah. 2009.
al-Tafsir al-Munir. Damaskus: Dar al-Fikr .