1 1.1 Latar Belakang Masalah
Tugas dari seorang manajer adalah mengambil keputusan secara tepat untuk perusahaan. Bagi seorang manajer keuangan, salah satu tugasnya yaitu mengambil keputusan dalam menganalisis penyajian laporan keuangan perusahaan. Seorang manajer keuangan terlebih dahulu perlu memahami kondisi keuangan perusahaannya. Untuk memahaminya diperlukan suatu analisis terhadap laporan keuangan yang digunakan dalam perusahaan yang dipimpinnya. Nilai perusahaan merupakan ukuran keberhasilan atas pelaksanaan fungsi-fungsi keuangan.
perusahaan. Selain itu, kebutuhan untuk pengembalian kompetitif atas modal, suatu prasyarat untuk mempertahankan keberhasilan dalam bisnis, kadang-kadang tidak jelas dalam perusahaan besar dan kompleks. Sering kali manajer terisolasi oleh birokrasi perusahaan, dan mempercayai bahwa modal berasal dari anggaran perusahaan semata bukan dari pasar modal.
Saat seorang manajer merasa ditekan untuk menghantarkan nilai, mereka seringkali kekurangan alat untuk mendiagnosa. Terlebih lagi, mereka juga kekurangan alat dari penciptaan nilai atau suatu alat untuk membujuk penyedia dana bahwa dananya akan lebih produktif dan menguntungkan bila ditanam dalam perusahaan mereka. Manajer yang gagal menjalankan tugas ini akan menempatkan perusahaannya pada ketidakunggulan dalam pertandingan untuk mendapatkan sumber-sumber modal. Mereka harus belajar untuk mengarungi lautan pasar modal yang kompetitif, atau mereka akan digantikan oleh manajer yang mampu untuk melakukan itu.
Bukti ini menunjukkan bahwa perusahaan akan menghantarkan nilai bagi pemegang saham hanya jika mereka menghantarkan nilai bagi pihak lainnya. Artinya, jika pelanggan tidak merasa puas, mereka akan berpaling pada kompetitor lainnya. Dan jika karyawan merasa bakatnya tidak dihargai dan dinilai rendah, mereka juga dapat pergi ke perusahaan lain.
Artinya peran seorang manajer saat ini betul-betul sangat signifikan bagi kelangsungan hidup perusahaan. Tekanan dalam pasar yang terbentuk untuk selalu menghasilkan keuntungan yang bertambah telah membuat ratusan perusahaan besar di seluruh dunia menerapkan tolak ukur kinerja baru untuk mencatat keberhasilan manajemen dalam menciptakan nilai bagi pemegang saham dan memotivasi karyawan di seluruh perusahaan agar bekerja konsisten untuk mencapai tujuan penciptaan nilai bagi perusahaan.
Perusahaan yang terlalu banyak memakaileveragedari utang kemungkinan besar akan mengalami kesulitan di saat ekonomi sulit, misalnya di krisis global 2008/09 (SWA 2011).
Menurut Hendrata (2001) dalam Meita Rosy (2008), analisis rasio keuangan yang lazim dipakai dalam penilaian kinerja suatu perusahaan dinyatakan dalam rasio keuangan yang terbagi menjadi empat kategori utama, yaitu rasio profitabilitas, rasio aktivitas, rasio leverage, dan rasio likuiditas. Namun, penggunaan analisis rasio keuangan memiliki kelemahan antara lain: (1) Rasio keuangan tidak disesuaikan dengan perubahan tingkat harga. (2) Rasio keuangan sulit digunakan sebagai pembanding antara perusahaan sejenis, jika terdapat perbedaan metode akuntansinya. (3) Rasio keuangan hanya menggambarkan keadaan sesaat, yaitu pada tanggal laporan keuangan dan periode pelaporan keuangan. Namun penggunaan konsep tersebut belum dapat memuaskan keinginan pihak manajemen khususnya bagi investor dan investor belum yakin apakah modal yang ditanamkan di masa yang akan datang dapat memberikan hasil yang diharapkan.
Stewart & Co, sebuah perusahaan keuangan di Amerika. Stewart & Co, sebuah perusahaan keuangan di Amerika meyakini bahwa Economic Value Added (EVA) adalah kunci dari penciptaan nilai perusahaan (Hendrata, 2001 dalam Rosy, 2008). Tahun 1990-an, Bennett Stewart dan Joel Stern mengemukakan konsep EVA (Economic Value Added)sebagai alat ukur penciptaan nilai (value creator). EVA didefinisikan sebagai nilai sisa penguranganopportunity cost of invested capitaldarinet operating profit after tax. Konsep pengukuran penciptaan nilai dengan EVA ini begitu diakuinya sampai perusahaan sekelas Coca- Cola, GE dan AT&T pun menggunakan konsep ini sebagai alat manajemennya (SWA 2011).
EVA mengukur perbedaan, dalam pengertian keuangan antara pengembalian atas modal perusahaan dan biaya modal. Itu serupa dengan pengukuran keuntungan dalam akuntansi konvensional, tetapi dengan satu perbedaan penting, yaitu EVA mengukur biaya seluruh modal. Sementara rasio-rasio keuangan lain hanya mempertimbangkan jenis biaya modal yang mudah dilihat, seperti bunga, namun mengabaikan biaya ekuitas (Young dan O’Byrne 2001 : 5).
pendek sehingga dalam jangka panjang ada kemungkinan terjadi pertentangan dengan tujuan perusahaan, dan dapat menimbulkan perilaku disfungsional para manajer.
Sementara metode Economic Value Added (EVA) justru membantu para manajer dengan menunjukkan bahwa penekanan semata-mata pada pendapatan operasional jangka pendek tidaklah cukup, namun lebih kepada bagaimana menjaga kepentingan share holders yang salah satunya melalui tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan termasuk bagaimana memotivasi pihak manajemen di dalam menjalankan konsep tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).
Pada dasarnya perusahaan merupakan lembaga ekonomi yang didirikan oleh pemilik untuk mendapatkan keuntungan. Salah satu kepentingan pokok pemegang saham yaitu perusahaan harus mendapatkan keuntungan yang besar sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan bagi keuntungan para pemegang saham. Dalam menjalankan aktivitasnya, perusahaan melakukan interaksi dengan pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan. Dalam interaksi tersebut terdapat berbagai kepentingan yang seringkali tidak sejalan dengan kepentingan pokok pemegang saham, misalnya kepentingan yang dimiliki karyawan, pemasok, pelanggan, distributor, pesaing, pemerintah serta masyarakat yang ikut memberikan kontribusi terhadap keberhasilan perusahaan dan ikut menanggung dampak dari kegiatan operasional perusahaan.
sering disebut sebagai informasi yang tidak simetris atau asimetri informasi (information asymetric).
Kegagalan perusahaan berskala besar, skandal keuangan, dan krisis di berbagai negara telah memusatkan perhatian pada pentingnya corporate governance. Buruknya praktik corporate governancesering dituding menjadi salah satu penyebab terjadinya krisis. Kasus Barings Bank dan Enron yang sempat menggemparkan industri keuangan global terjadi akibat lemahnyaGood Corporate Governance(GCG) (Vibiznews.com, 2011).
Selanjutnya konflik keagenan juga dapat diminimalisir dengan adanya kepemilikan institusional. Menurut Gideon (2005) dalam Muh. Arif (2007), persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen. Hal ini dapat diminimalisir karena institusi memantau secara profesional perkembangan investasinya maka tingkat pengendalian terhadap tindakan manajemen sangat tinggi sehingga potensi kecurangan dapat ditekan. Dengan persentase kepemilikan institusional yang besar, kemampuan institusi untuk memonitor manajemen perusahaan tempat investasi ditanamkan menjadi optimal. Hal ini membuat manajer tetap melaksanakan fungsinya sebagai kendaraan bagi perusahaan dalam mengoptimalkan nilai perusahaan.
perusahaan dalam pengoptimalan nilai perusahaan yang direfleksikan dari baiknya kinerja manajemen dapat terealisasi.
Sebagai konklusi, corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang diharapkan dapat memberikan dan meningkatkan nilai perusahaan kepada para pemegang saham. Dengan demikian, penerapan good corporate governance yang efektif dalam jangka panjang dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan menguntungkan para pemegang saham dengan melihat penerapan mekanisme corporate governance tersebut dari kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan ukuran dewan komisaris.
Dari uraian di atas, terlihat bahwa mekanisme corporate governance dengan indicator kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan ukuran dewan komisaris yang mempengaruhi nilai perusahaan merupakan hal yang menarik untuk diuji lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis ingin melakukan penelitian dengan judul
“PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN
1.2 Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang dapat diusulkan adalah sebagai berikut :
1. Apakah terdapat pengaruh antara Kepemilikan Manajerial terhadap Nilai Perusahaan?
2. Apakah terdapat pengaruh antara Kepemilikan Institusional terhadap Nilai Perusahaan?
3. Apakah terdapat pengaruh antara Ukuran Dewan Komisaris terhadap Nilai Perusahaan?
4. Apakah terdapat pengaruh secara bersama-sama antara Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional dan Ukuran Dewan Komisaris terhadap Nilai Perusahaan?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan utama dari penelitian ini adalah :
1. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Nilai Perusahaan.
3. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Nilai Perusahaan.
4. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh Struktur Manajerial, Struktur Kepemilikan, dan Ukuran Dewan Komisaris secara bersama-sama terhadap Nilai Perusahaan.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagi investor
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan bagi investor dalam memutuskan untuk melakukan investasi.
2. Bagi Kreditur
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan bagi kreditur dalam pengambilan keputusan pemberian pinjaman.
3. Bagi Manajemen Perusahaan
4. Bagi Pihak Akademisi
14 2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Agency Theory
Konsepagency theorymenurut Hanif dan Prawironegoro (2009 : 206) yaitu
hubungan antara prinsipal dan agen. Prinsipal mendelegasikan wewenang untuk
membuat keputusan kepada agen tersebut. Sebagai contoh, dalam suatu korporasi,
pemegang saham menyewaCEO dan mengharapkan ia bertindak bagi kepentingan
mereka. Di tingkat yang lebih rendah, CEO adalah prinsipal dan bawahannya,
manajer unit bisnis adalah agennya.
Teori agensi mengasumsikan bahwa masing-masing individu termotivasi
oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga dapat menimbulkan konflik antara
prinsipal dan agen. Pihak prinsipal termotivasi mengadakan kontrak untuk
mensejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Sedangkan
agen termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan
psikologinya.
Prinsipal sebagai pemilik modal mempunyai hak akses pada informasi
internal perusahaan, sedangkan agen yang menjalankan operasional perusahaan
menyeluruh. Dalam konsep teori agensi, manajemen sebagai agen seharusnya
bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal. Namun, tidak menutup kemungkinan
manajemen hanya mementingkan kepentingannya sendiri untuk memaksimalkan
utilitasnya. Manajemen dapat melakukan tindakan-tindakan yang tidak
menguntungkan perusahaan secara keseluruhan yang dalam jangka panjang dapat
merugikan kepentingan perusahaan. Bahkan untuk mencapai kepentingannya
sendiri, manajemen dapat bertindak menggunakan akuntansi sebagai alat untuk
melakukan rekayasa.
Teori agensi mengasumsikan bahwa masing-masing individu termotivasi
oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga dapat menimbulkan konflik antara
prinsipal dan agen. Pihak prinsipal termotivasi mengadakan kontrak untuk
mensejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Sedangkan
agen termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan
psikologinya.
Pada dasarnya, prinsipal tidak memiliki informasi yang cukup tentang
kinerja agen. Sedangkan agen mempunyai lebih banyak informasi mengenai
kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah
yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh
prinsipal dan agen. Ketidakseimbangan ini disebut dengan asimetri informasi