• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Joana Francisca Reni Dwi Astuti 059114039

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

Days have gone away in this life,

Today will be last and tomorrow will come,

a day with

a new hope,

a new challenge,

a new spirit,

a bright future...

(5)

My Great Creator, My Savior, and My Best

Friend Jesus Christ

My Beloved Family

My Friends

and My Self...

(6)
(7)

Joana Francisca Reni Dwi Astuti

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai validitas prediktif Ujian Nasional (UN) tahun ajaran 2004/2005 dalam memprediksi prestasi belajar mahasiswa di perguruan tinggi. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2005 Universitas Sanata Dharma. Jumlah subyek sebanyak 78 orang merupakan mahasiswa yang aktif studi mulai dari semester I hingga semester VII dan mengikuti (UN) pada tahun ajaran 2004/2005. Peneliti memiliki beberapa pertanyaan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan UN dalam menjalankan fungsi prediksinya terhadap Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mahasiswa di semester IV dan VII. Tidak hanya UN secara keseluruhan namun kemampuan tiap subtes dalam menjalankan fungsi prediksinya pun juga dibahas dalam penelitian ini. Terakhir, skor keseluruhan UN yang dibedakan berdasarkan jurusan akan dianalisis untuk melihat jurusan manakah yang lebih berpotensi memiliki keberhasilan belajar apabila seorang mahasiswa diterima di Fakultas Psikologi. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan SPSS versi 17.00 menggunakan analisis Product Moment Pearson. Hasil analisis data menunjukkan tidak adanya korelasi antara skor UN dengan IPK mahasiswa baik semester IV (r=0.176, p=0.123) maupun semester VII (r=0.188, p=0.099). Kemampuan tiap-tiap subtes dalam menjalankan fungsi prediksinya terhadap IPK yakni masing-masing sebagai berikut: subtes Bahasa Indonesia (r=0.236, p=0.038), Bahasa Inggris 0.011, p=0.925), Matematika (r=-0.078, p=0.652), dan Ekonomi (r=0.462, p=0.002). Mahasiswa dari jurusan IPS (r=0.355, p=0.023) lebih memiliki potensi keberhasilan belajar daripada jurusan IPA (r=0.048, p=0.783). Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa Ujian Nasional memiliki validitas prediktif yang rendah sehingga rencana penambahan fungsi Ujian Nasional sebagai alat seleksi masuk perguruan tinggi sebaiknya dipertimbangkan kembali.

Kata Kunci : validitas prediktif Ujian Nasional, prestasi belajar

(8)

Joana Francisca Reni Dwi Astuti

ABSTRACT

This research aims to investigate the empirical evidence of predictive validity of

2004/2005 National Examination toward students’ learning achievement in university. The

research participants were 78 active students of 2005 academic year of Psychology Faculty at Sanata Dharma University. The students went through the 2004/2005 National Examination. The research questions addressed in this study aim to examine the predictive validity of the National

Examination toward Students’ Grade Point Average (GPA) in their fourth and seventh semester.

The predictive validity of each sub-test was also taken into consideration in this research. All scores of National Examination, differentiated based on senior-high school majors (social and science), were analyzed to find out which senior-high school major was potential to achieve learning success in Psychology Faculty. To gather the data, the writer employed documentation method. The data analysis was conducted using SPSS version 17.00 by employing Product Moment Pearson analysis. The results showed that there was no significant correlation between National Examination Scores and GPA, either of Fourth Semester Students (r=0.176, p=0.123) or of Seventh Semester Students (r=0.188, p=0.099). The predictive validity of subtests toward GPA were Bahasa Indonesia (r=0.236, p=0.038), English 0.011, p=0.925), Mathematics (r=-0.078, p=0.652), and Economics (r=0.462, p=0.002). Students with social class background (r=0.355, p=0.023) were more potential to obtain learning success than those with science class background (r=0.048, p=0.783). Based on the results, it is concluded that the National Examination had a low predictive validity. This implied that the national examination was not able to carry out its predictive function well. Therefore, it is not suggested to use the results of national examinations as a prerequisite to enter universities.

Keywords : predictive validity of National Examination, learning achievement

(9)
(10)

kasih dan anugerahnya sehingga penulis pada akhirnya dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini dengan baik.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan guna

memperoleh gelar sarjana Psikologi Strata 1 Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis dengan segala kerendahan hati ingin mengucapkan terima kasih

atas segala petunjuk, bimbingan, bantuan, dorongan, dan perhatian serta fasilitas

yang telah penulis dapatkan dalam proses pembuatan skripsi ini kepada:

1. Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Y. Agung Santoso, S.Psi., MA., selaku dosen pembimbing skripsi

yang dengan kesabarannya membimbing serta meluangkan waktunya

untuk penulis hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.

3. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah membagikan ilmunya kepada

penulis.

4. Mbak Nanik, mas Gandung, mas Doni, mas Muji dan tak lupa pak Gie

terima kasih yang dengan ramah, tulus dan selalu tersenyum melayani

keluarga besar Fakultas Psikologi.

5. Wakil Rektor I yang telah memberikan izin untuk pengambilan data di

BAPSI serta BAA.

(11)

dan bantuannya selama proses pengambilan data.

8. Keluargaku tercinta, almarhum ayahku yang masih gagah dalam

ingatanku, ibuku yang cantik sekaligus perkasa yang tak henti-hentinya

menanyakan kelanjutan skripsiku, kakakku dan kakak ipar beserta „anak

-anak tirinya‟ yang selalu menghiburku, dan adikku dengan kegilaan dan

khayalan yang luar biasanya. Terima kasih....

9. Seluruh keluarga besarku, terutama Eyang Kakung dan Bulik Yuli yang

sudah tenang di surga.

10.Untuk teman-temanku tercinta Uci, Rindi, Agnez, Sherly, Kriwil, Budi,

Arya terima kasih kalian memang luar biasa...

11.Teman-teman bermainku Ade, Wibi, Iwul, Mbak Tika, Desta...Terima

kasih untuk semuanya....

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, setiap saran dan masukan sangat diharapkan penulis

dari semua pihak.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi penulis dan pembaca.

Yogyakarta, 23 Juli 2010

Penulis

(12)

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI (3 DOSEN ... iii

HALAMAN MOTTO... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

ABSTRAK... vii

ABSTRACT... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR TABEL... xvi

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian... 7

BAB II. LANDASAN TEORI...9

A. Ujian Nasional... 9

1. Definisi Ujian Nasional... 9

(13)

5. Standar Kelulusan Ujian Nasional Tahun Ajaran 2004/2005...14

B. Ujian Nasional sebagai Salah Satu Tes Psikologi...16

1. Pengertian Tes Psikologi...16

2. Klasifikasi dalam Tes Psikologi...17

3. Syarat Tes yang Baik...21

4. Fungsi Tes Psikologi...25

C. Validitas...28

1. Pengertian Validitas...28

2. Bukti-bukti Validitas...30

D. Validitas Prediktif...34

E. Indeks Prestasi sebagai Representasi Prestasi Belajar ...36

F. Validitas Prediktif Ujian Nasional terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2005 Universitas Sanata Dharma...38

G. Pertanyaan Penelitian...42

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 43

A. Identifikasi Variabel...43

B. Definisi Operasional...43

C. Subyek Penelitian...45

D. Prosedur Penelitian... 45

(14)

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian... 48

B. Deskripsi Subyek Penelitian...48

C. Hasil Penelitian...49

D. Pembahasan...53

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...61

A. Kesimpulan...61

B. Saran...62

DAFTAR PUSTAKA...63

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(15)

1. Gambar. 1 Diagram klasifikasi tes menurut atribut yang

diungkap... 18

(16)

1. Tabel. 1 UN dengan Indeks Prestasi Kumulatif... 50

2. Tabel. 2 Subtes – Subtes UN dengan IPK semester VII... 51

3. Tabel. 3 Skor Total UN dengan IPK semester VII

berdasarkan Jurusan... 52

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam

pembangunan di setiap negara. Pendidikan merupakan usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa

dan negara (Ps. 1, Undang-undang No. 20/2003). Pendidikan bukan hanya

tanggungjawab pemerintah saja, tetapi juga tanggungjawab warga negara

terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan tersebut. Setiap warga

negara berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,

dan evaluasi program pendidikan (Ps. 8, Undang-undang No.20/2003).

Tanggungjawab masyarakat tidak hanya terbatas pada jenjang pendidikan dasar

saja, namun masyarakat juga turut bertanggungjawab terhadap seluruh jenjang

pendidikan yang dimulai dari pendidikan dasar (SD dan SMP), pendidikan

menengah (SMA), dan pendidikan tinggi.

Universitas Sanata Dharma sebagai salah satu institusi yang

memiliki perhatian terhadap perkembangan dunia pendidikan juga turut

berperan serta dalam keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan tersebut.

Universitas Sanata Dharma secara jelas menyatakan bahwa tujuan

(18)

pendidikannya yaitu mencerdaskan putra-putri bangsa sehingga memiliki

kemampuan akademik sesuai dengan bidang studi dan integritas kepribadian

yang tinggi (www.usd.ac.id).

Hampir serupa dengan tujuan pendidikan di atas, berdasarkan

Undang-Undang No. 2 Tahun 1989, Bab V bagian keempat pasal 16 ayat 1 dan

Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1990, Bab II Pasal 3 tujuan dari

pendidikan tinggi adalah mempersiapkan peserta didik menjadi anggota

masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan kemampuan profesional,

sehingga mampu menerapkan, mengembangkan, dan menciptakan ilmu

pengetahuan dan teknologi bagi kesejahteraan bangsa dan umat manusia di

bumi.

Usaha untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut diwujudkan dalam

program-program pendidikan yang berkualitas mulai dari pendidikan dasar,

pendidikan menengah hingga pendidikan tinggi yakni perguruan tinggi itu

sendiri. Kualitas setiap program pendidikan dapat dilihat melalui proses

evaluasi. Salah satu bentuk evaluasi yang sering dikenal adalah Ujian Nasional

(UN). Evaluasi tersebut dilakukan pada jenjang pendidikan dasar dan

menengah di Indonesia. UN merupakan salah satu bentuk evaluasi atau

penilaian hasil belajar tingkat nasional yang diselenggarakan pada akhir tahun

pelajaran dan diterapkan pada beberapa mata pelajaran yang dianggap penting.

UN berfungsi sebagai alat pengendali mutu pendidikan secara

nasional, pendorong peningkatan mutu pendidikan secara nasional, bahan

(19)

dalam seleksi penerimaan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi

(Kepmendiknas RI no. 114/U/2004).

Terkait dengan fungsinya yang terakhir, UN dapat dijadikan sebagai

alat seleksi ke jenjang pendidikan tinggi, yang sebelumnya hanya dijadikan

sebagai acuan kelulusan seorang siswa saja. Hal tersebut dipertegas lagi

dengan adanya wacana dari beberapa tokoh-tokoh pendidikan seperti, Direktur

Jenderal Pendidikan Tinggi Fasli Jalal yang menyatakan bahwa Departemen

Pendidikan Nasional akan mengkaji kemungkinan mempergunakan hasil UAN

Sekolah Menengah Atas sebagai salah satu syarat penyeleksian untuk masuk

perguruan tinggi. “Tujuannya agar sistem pendidikan dasar terintegrasi dengan

pendidikan tinggi”, ujar Fasli (TEMPO Interaktif, Sabtu, 26 Juli 2008).

Pemerintah berencana mengintegrasikan sistem pendidikan antara

pendidikan menengah dan tinggi dengan mempergunakan hasil UN sebagai

salah satu syarat seleksi untuk masuk perguruan tinggi negeri. Pemikiran

tersebut tampaknya didasarkan pada asumsi bahwa keberhasilan pada program

pendidikan sebelumnya akan menentukan keberhasilan pada program

berikutnya (Azwar, 2006).

Wacana UN menjadi alat seleksi sepertinya dimaksudkan didasarkan

untuk mengurangi duplikasi ujian masuk mahasiswa. Saat ini mahasiswa harus

menjalani UN secara nasional terlebih dahulu, barulah dapat mengikuti seleksi

masuk perguruan tinggi. Proses seleksi perguruan tinggi pun biasanya

menggunakan serangkaian tes yang harus dikerjakan oleh calon mahasiswa.

(20)

berusaha memperbaiki sistem seleksi masuk perguruan tinggi yang ada

sekarang ini dengan menggunakan UN sebagai alat seleksi.

Beberapa masalah akan muncul ketika UN dijadikan sebagai dasar

seleksi masuk perguruan tinggi. Masalah ini digolongkan menjadi dua

kelompok yaitu masalah yang terkait dengan persoalan teknis di lapangan dan

persoalan konseptual. Permasalah teknis di lapangan sudah banyak terjadi

ketika UN belum berfungsi sebagai alat seleksi. Misalnya saja pada kutipan

kasus berikut:

Kasus kecurangan Ujian Nasional (UN) tampaknya merata di seluruh daerah. Forum Guru Garut (Fogar) menemukan kecurangan ujian yang diduga melibatkan Dinas Pendidikan Kab Garut. Menurut Ketua Fogar Dadang Johar, Jumat (25/4/2008), kecurangan dan kebocoran soal UN di Kab Garut terjadi dengan

modus operandi yang lebih rapi dibandingkan tahun

sebelumnya. (http://www.okezone.com, Jum'at, 25 April 2008).

Selain itu ada pula sebuah kasus,

Ketua Komisi Pendidikan DPRD Jawa Tengan M. Iqbal Wibisono mengatakan, praktek kecurangan dalam ujian nasional bisa dilakukan oleh para pejabat dinas pendidikan. Sebab selama ini ada anggapan jika tingkat kelulusan siswa di suatu daerah rendah, maka daerah tersebut akan dianggap tidak maju. Sebaliknya, jika tingkat kelulusan tinggi maka daerah itu dianggap daerah yang maju.(TEMPO Interaktif, Senin, 21 April 2008)

Beberapa kutipan berita di atas hanyalah sebagian kasus kecurangan

yang terjadi pada Ujian Nasional 2008. Sementara itu ada permasalahan

konseptual yang muncul mengiringi pelaksanaan UN saat ini. Pertama, UN

diberlakukan pemerintah untuk mengukur pencapaian kompetensi namun juga

akan difungsikan sebagai alat seleksi masuk perguruan tinggi. Padahal UN ini

mengukur kompetensi yang sempit. Kemampuan yang dipelajari di sekolah

(21)

perguruan tinggi dapat saja dipengaruhi kemampuan-kemampuan kognitif di

luar penguasaan materi di SMA.

Masalah kedua, soal-soal UN yang dibuat oleh pemerintah, dalam

hal ini melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), mungkin saja

tidak sinergis dengan kegiatan belajar mengajar yang telah diikuti oleh peserta

didik di daerah lain. Materi yang dipelajari oleh peserta didik yang ada di

sekolah yang satu dan yang lainnya dapat berbeda karena tiap-tiap daerah

memiliki otonominya sendiri. Adanya otonomi tersebut tidak dapat dipungkiri

pula akan menimbulkan perbedaan sistem pendidikan beserta kurikulum. Oleh

karena itu menggunakan tes prestasi sebagai alat seleksi untuk masuk

perguruan tinggi dianggap kurang adil (Zwick, 2006).

Kebijakan pemerintah tersebut sebenarnya tidak terlalu berpengaruh

bagi Universitas Sanata Dharma yang merupakan perguruan tinggi swasta.

Pihak universitas berhak memiliki otonomi sendiri untuk melakukan proses

seleksi mahasiswa. Kebijakan pemerintah tersebut kemudian direspon oleh

universitas dengan mempergunakan UN sebagai alternatif lain dari alat seleksi

yang biasa digunakan. Namun layak atau tidaknya penggunaan UN sebagai

alternatif alat seleksi akan dibuktikan terlebih dahulu.

Salah satu tuntutan terhadap sistem seleksi menurut Suryabrata

(1987) yaitu alat seleksi harus memenuhi aspek prediction effectiveness yang

memiliki makna bahwa hasil seleksi dapat meramalkan keberhasilan

mahasiswa. Pada jangka pendek berarti mahasiswa yang terpilih oleh sistem

(22)

pendidikannya dalam waktu yang telah ditentukan. Hal tersebut terkait dengan

pernyataan Fasli Jalal selaku Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi yang

mengkaji kemungkinan menggunakan hasil UN SMA sebagai salah satu alat

seleksi untuk masuk perguruan tinggi negeri. Jika UN hendak dijadikan alat

seleksi untuk masuk perguruan tinggi, maka UN harus mampu menunjukkan

kemampuan prediksi (predictive effectiveness) yang memadai.

Kemampuan memprediksi suatu tes merupakan suatu hal yang

sangat penting. Semakin tepat dan cermat suatu tes dalam memprediksi

keberhasilan mahasiswa dalam mencapai keberhasilan belajar maka makin baik

pula kualitas tes tersebut. Tanpa kemampuan memprediksi, seperangkat

instrumen tes yang dipergunakan untuk seleksi tidak akan berarti.

Kemampuan prediktif merupakan salah satu cara membuktikan

validitas alat ukur, yang sering disebut sebagai validitas prediktif. Validitas

prediktif dilakukan untuk menentukan ada tidaknya kecocokan antara

pengukuran sekarang dengan kemampuan seseorang dalam melakukan

tugas-tugas tertentu dimasa yang akan datang (Anastasi, 2006). Pengukuran validitas

prediktif UN sangatlah diperlukan untuk melihat sejauhmana kemampuan alat

tersebut dalam memprediksi performansi mahasiswa di masa yang akan datang

khususnya di Universitas Sanata Dharma.

Validitas prediktif memerlukan kriteria pembanding dan tes yang

kita uji validitas prediktifnya menjadi prediktor (Azwar, 2003). Ukuran atau

data yang digunakan sebagai kriteria, diperoleh setelah selang waktu tertentu

(23)

Kriteria pembanding dalam kasus UN sebagai alat seleksi adalah prestasi

belajar mahasiswa. Kriteria ini dipilih karena indeks prestasi kumulatif sangat

memungkinkan dipengaruhi oleh proses belajar individu. Indeks prestasi juga

dapat dipahami sebagai representasi prestasi belajar.

Prestasi belajar merupakan suatu istilah yang menunjukan tingkat

keberhasilan mahasiswa mencapai tujuan belajarnya setelah mengikuti proses

belajar dari suatu program yang ditentukan. Prestasi belajar secara umum

adalah bukti usaha yang dapat dicapai, atau bukti perubahan yang dapat terjadi

pada siswa dalam bidang pengetahuan, ketrampilan, dan sikap sebagai hasil

dari proses belajar (Winkel, 1996). Hasil dari prestasi belajar memberikan

informasi sejauhmana mahasiswa sudah berhasil menguasai materi kuliah dan

pada bagian mana mahasiswa gagal menguasai materi kuliah yang telah

diberikan oleh dosen yang bersangkutan.

Penilaian hasil belajar mahasiswa dilakukan melalui

penyelenggaraan ujian-ujian dan tugas-tugas yang relevan. Proses penilaian

pada suatu mata kuliah adalah proses penentuan taraf pencapaian kompetensi

mahasiswa dalam mata kuliah tersebut. Hasil pengukuran taraf pencapaian

kompetensi mahasiswa dinyatakan dalam bentuk skor yang kemudian

dinyatakan dalam bentuk huruf A, B, C, D, atau E (Pedoman Program Studi

Psikologi USD, 2006).

Estimasi validitas prediktif ini akan dilakukan dengan menghitung

korelasi skor UN dengan indeks prestasi kumulatif. Skor UN yang akan

(24)

dikorelasikan dengan indeks prestasi kumulatif untuk mengestimasi validitas

prediktif. Korelasi antara skor UN dengan indeks prestasi kumulatif bertujuan

untuk mengetahui seberapa besar daya prediktor skor UN terhadap indeks

prestasi kumulatif mahasiswa. Selain itu, skor komposit akan dipilah-pilah

berdasarkan jurusan yang ditempuh mahasiswa ketika di SMA. Hal tersebut

bertujuan untuk melihat jurusan manakah yang berpotensi memiliki keberhasilan, khususnya apabila seorang mahasiswa diterima di Fakultas Psikologi. Hasil penelitian tersebut akan sangat berguna untuk menjaring calon mahasiswa dengan kriteria yang diharapkan.

Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui validitas prediktif Ujian

Nasional untuk memprediksi prestasi belajar mahasiswa untuk menentukan

layak atau tidaknya UN difungsikan sebagai alat seleksi di masa yang akan

datang. Penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam

menentukan kebijakan selanjutnya sehubungan dengan mutu alat evaluasi

pendidikan yang diterapkan selama ini. Bagi Universitas Sanata Dharma

sendiri penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai sistem

seleksi mahasiswa baru di masa yang akan datang. Secara khusus, bagi

(25)

B.Rumusan Masalah

Apakah nilai Ujian Nasional merupakan prediktor yang baik bagi

indeks prestasi kumulatif mahasiswa Fakultas Psikologi, Universitas Sanata

Dharma?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai

validitas prediktif Ujian Nasional untuk memprediksi prestasi belajar

mahasiswa di perguruan tinggi. Bukti empiris tersebut dapat dipergunakan

untuk menentukan layak atau tidaknya UN difungsikan sebagai alat seleksi di

masa yang akan datang.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritik

Hasil yang diperoleh melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi

sumbangan informasi dan pertimbangan mengenai validitas prediktif UAN.

2. Manfaat Praktis

Bagi Departemen Pendidikan Nasional, hasil penelitian ini dapat menjadi

informasi dan bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan yang terkait

dengan tujuan dan fungsi penyelenggaraan Ujian Nasional untuk digunakan

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Ujian Nasional

1. Definisi Ujian Nasional

Ujian Nasional telah mengalami beberapa kali perubahan nama

berikut dengan definisinya. Sebelum tahun ajaran 2002/2003,

Indonesia mengenal alat evaluasi dengan sebutan Evaluasi Belajar

Tahap Akhir Nasional (Ebtanas). Pada tahun ajaran 2002/2003

berdasarkan Kepmendiknas RI No. 153/U/2003 pasal 1 ayat 3,

Ebtanas diubah menjadi salah salah satu jenis penilaian hasil belajar

secara nasional yang dinamakan Ujian Akhir Nasional (UAN).

Berdasarkan Kepmendiknas RI No.38/P/2004 pasal 1 ayat 1, UAN

berubah nama lagi menjadi Ujian Nasional (UN) hingga sampai

sekarang ini.

Berikut ini merupakan definisi-definisi yang pernah tertuang

dalam undang-undang. Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional

(EBTANAS) merupakan kegiatan penilaian hasil belajar secara

nasional yang dilaksanakan pada akhir pendidikan di SD/MI, SDLB,

SLTP/MTs, SMU/MA, dan SMK baik negeri maupun swasta dalam

lingkungan pembinaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan

Menengah dan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama

Islam (Ps. 1 ay. 2, Keputusan Bersama Mendiknas, MenAg, dan

Mendagri No. 2/U/SKB/2001).

(27)

Pada tahun ajaran 2002/2003, pemerintah mengganti

EBTANAS dengan Ujian Akhir Nasional (UAN). Selain

menggantikan sebutannya, UAN juga mengalami

perubahan-perubahan kebijakan dari alat evaluasi sebelumnya. UAN merupakan

kegiatan pengukuran dan penilaian hasil belajar peserta didik yang

berada pada tingkat SLTP/MTs, SMU/MA, dan SMK baik negeri

maupun swasta yang diselenggarakan secara nasional (Ps. 1 ay. 3,

Kepmendiknas No. 153/U/2003).

Penggunaan nama UAN hanya bertahan selama satu tahun saja

yang selanjutnya disebut Ujian Nasional atau yang sering disingkat

dengan UN. UN inilah yang kita gunakan sampai sekarang ini. UN

adalah kegiatan penilaian hasil belajar peserta didik yang telah

menyelesaikan jenjang pendidikan pada jalur sekolah/madrasah yang

diselenggarakan secara nasional (Ps. 1 ay. 1, Kepmendiknas RI No.

38/P/2004). Adapun pengertian UN yang lain menurut Permendiknas

RI no.1/2005 pasal 1 ayat 1, yakni kegiatan pengukuran dan penilaian

kompetensi peserta didik secara nasional untuk jenjang pendidikan

dasar dan menengah.

Berbagai macam pengertian UN di atas, sebagian besar

dipahami sebagai sebuah kegiatan evaluasi dalam bentuk penilaian

hasil belajar secara nasional. Kegiatan penilaian tersebut tentu saja

membutuhkan sebuah alat tes yang mampu merepresentasikan

(28)

sebutan yang sama dengan kegiatan evaluasi yakni UN itu sendiri.

Dengan demikian, UN dapat kita pahami sebagai sebuah alat

evaluasi peserta didik yang digunakan dalam kegiatan pengukuran dan

penilaian kompetensi peserta didik secara nasional untuk jenjang

pendidikan dasar dan menengah yang dilaksanakan pada akhir masa

jenjang pendidikan.

2. Tujuan dan Fungsi Ujian Nasional

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik

Indonesia No. 1 Tahun 2005, Ujian Nasional tahun ajaran 2004/2005

diselenggarakan oleh pemerintah yang dibuat berdasarkan kurikulum

2004 sebagai kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Kurikulum

2004 ini sudah diterapkan secara terbatas mulai tahun pelajaran

2001/2002.

UN bertujuan untuk mengukur dan menilai kompetensi ilmu

pengetahuan dan teknologi peserta didik pada mata pelajaran yang

ditentukan dalam rangka pencapaian standar nasional pendidikan (Ps. 3,

Peraturan Mendiknas RI No.1/2005). Sedangkan hasil UN digunakan

sebagai dasar untuk (Ps. 4, Peraturan Mediknas RI No.1/2005) :

a. penentuan kelulusan peserta didik dari suatu satuan pendidikan ;

b. seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya ;

c. pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan ;

d. akreditasi satuan pendidikan;

(29)

dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

3. Peserta Ujian Nasional

Setiap peserta didik pada tahun pelajaran terakhir satuan

pendidikan wajib dan berhak mengikuti satu kali UN tanpa dipungut

biaya. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik

Indonesia No. 1 Tahun 2005 tentang Ujian Nasional tahun ajaran

2004/2005 pasal 5, peserta yang berhak mengikuti UN yakni peserta

didik yang belajar pada tahun terakhir SMP/MTs/SMPLB,

SMA/MA/SMALB, dan SMK. Peserta didik harus memenuhi

persyaratan untuk mengikuti UN, yakni sebagai berikut (Ps. 5,

Peraturan Mendiknas No.1/2005) :

a. memiliki laporan lengkap penilaian hasil belajar pada satuan

pendidikan sekurang-kurangnya sampai dengan semester I tahun

terakhir ;

b. memiliki nilai kelompok pendidikan agama dan kepribadian/budi

pekerti sekurang-kurangnya baik berdasarkan penilaian yang

dilakukan oleh satuan pendidikan ;

c. memiliki ijazah atau surat keterangan lain yang setara, atau

berpenghargaan sama, dengan ijazah dari satuan pendidikan yang

setingkat lebih rendah.

Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila peserta

(30)

mengikuti UN di satuan pendidikan yang bersangkutan, dapat

mengikuti UN di satuan pendidikan lain. Selain itu, peserta didik yang

karena alasan tertentu dan disertai bukti yang sah tidak dapat mengikuti

UN utama dapat mengikuti UN susulan.

Bagi peserta didik yang belum lulus UN memiliki hak untuk

mengikuti UN berikutnya tanpa dipungut biaya. Pada tahun ajaran ini

tidak terdapat UN ulangan bagi siswa yang tidak lulus seperti pada

tahun ajaran 2002/2003 ataupun 2003/2004 yang lalu.

4. Penyelenggaraan Ujian Nasional

Ujian Nasional (UN) dilaksanakan dua kali, terdiri atas (Ps. 7,

Peraturan Mendiknas No.1/2005) :

a.Ujian Nasional yang pertama dilaksanakan antara minggu kedua

bulan Mei 2005 dan minggu pertama bulan Juni 2005 ;

b.Ujian Nasional yang kedua dilaksanakan antara minggu kedua bulan

Oktober 2005 dan minggu pertama bulan November 2005.

Ujian kompetensi keahlian dilaksanakan sebelum pelaksanaan

UN. UN yang kedua merupakan ujian yang diselenggarakan bagi

peserta didik yang mengikuti program Kejar Paket B/C.

Mata pelajaran yang diujikan pada Ujian Nasional (Ps. 6,

Permendiknas No. 1/2005) adalah :

a. Untuk jenjang SMP, MTs, dan SMPLB meliputi Bahasa Indonesia,

Bahasa Inggris, dan Matematika;

(31)

dan Sastra Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika;

c. Untuk jenjang SMA dan MA program studi IPS meliputi Bahasa

dan Sastra Indonesia, Bahasa Inggris, dan Ekonomi;

d. Untuk jenjang SMA dan MA program studi Bahasa meliputi

Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa Inggris, dan Bahasa Asing

Lainnya;

e. Untuk jenjang SMALB meliputi Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,

dan Matematika;

f. Untuk jenjang SMK meliputi Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,

Matematika dan Kompetensi Keahlian.

Materi yang akan diujikan pada masing-masing subtes UN

tercantum pada lampiran peraturan. Lampiran tersebut memuat

Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang berkaitan dengan ruang

lingkup materi dari mata pelajaran yang diujikan (Lampiran I,

Permendiknas RI No. 1/2005).

5. Standar Kelulusan Ujian Nasional Tahun Ajaran 2004/2005

Penetapan kelulusan para peserta didik dilakukan oleh

sekolah/madrasah penyelenggara melalui Rapat Dewan/Majelis Guru.

Peserta didik dinyatakan lulus apabila memenuhi kriteria (Ps. 14,

Permendiknas RI No. 1/2005):

a.telah mengikuti seluruh mata pelajaran yang diujikan; dan

b.memiliki nilai di atas ambang kelulusan 4,25 untuk setiap mata

(32)

Proses penentuan kelulusan peserta didik pada tahun ajaran

2004/2005 ini murni ditentukan oleh nilai-nilai UN dari mata pelajaran

yang diujikan tanpa adanya pertimbangan dari kemampuan-kemampuan

lainnya ketika menjalani pendidikan selama tiga tahun. Berbeda dengan

penentuan kelulusan peserta didik sebelum tahun ajaran 2002/2003

ketika UN masih berbentuk Ebtanas. Penentuan siswa yang dinyatakan

tamat belajar dilakukan oleh sekolah/madrasah penyelenggara dalam

suatu rapat dewan guru dengan mempertimbangkan nilai-nilai rapor,

Ebta, dan Ebtanas, serta sikap/perilaku/budi pekerti siswa yang

bersangkutan (Ps. 17, Keputusan Bersama Menteri Pendidikan

Nasional, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi

Daerah No. 2/U/SKB/2001).

Standar kelulusan tahun-tahun berikutnya juga mengalami

sejumlah peningkatan. Baik peningkatan pada standar nilai dari tiap

mata pelajaran yang diujikan, rata-rata mata pelajaran juga

diperhitungkan sebagai syarat kelulusan. Pada UN tahun 2006, seorang

peserta didik dinyatakan lulus apabila memiliki nilai rata-rata minimal

5,00 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan, dengan tidak ada nilai

di bawah 4,25. Peserta didik diperbolehkan memiliki nilai minimal 4,00

pada salah satu mata pelajaran dengan nilai dua mata pelajaran lainnya

minimal 6,00 (Ps. 18, Permendiknas No. 45/2006). Begitu pula pada

tahun-tahun selanjutnya dengan peningkatan pada standar nilai

(33)

B. Ujian Nasional sebagai Salah Satu Tes Psikologi

1. Pengertian Tes Psikologi

Tes dilihat secara fisik tidak lain merupakan sekumpulan

pertanyaan yang harus dijawab atau yang harus dikerjakan. Tes

psikologi akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis

tertentu berdasarkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan atau cara dan

hasil subjek dalam melakukan tugas-tugas tersebut (Azwar, 2003). Tes

psikologi dapat diterjemahkan sebagai suatu alat pengukuran yang

obyektif dan standar terhadap sampel perilaku (Anastasi, 2006).

Pendapat yang lebih lengkap mengenai tes psikologi yang

mengemukakan bahwa tes psikologi merupakan prosedur yang

sistematis, yaitu yang dilakukan berdasarkan tujuan dan tata cara yang

jelas. Tes tersebut juga melakukan pengamatan terhadap perilaku

seseorang dan mendeskripsikan perilaku tersebut dengan bantuan skala

angka atau suatu sistem penggolongan (Cronbach dalam Azwar, 2003).

Berdasarkan pendapat-pendapat mengenai tes psikologi di atas

dapat disimpulkan bahwa tes psikologi dapat didefinisikan sebagai

suatu kumpulan pertanyaan atau tugas-tugas yang obyektif, standar dan

sistimatik yang bertujuan untuk mengamati perilaku seseorang dan

mendeskripsikan perilaku tersebut dengan bantuan skala angka atau

sistem penggolongan.

UN merupakan salah satu bentuk tes psikologi berdasarkan

(34)

standar dan sistimatik yang memiliki tujuan tersendiri terkait dengan

penggunaannya di area pendidikan. Hasil dari UN ini pun

mendeskripsikan perilaku yaitu kompetensi ilmu pengetahuan dan

teknologi para peserta didik dalam bentuk nilai-nilai murni dari mata

pelajaran yang diujikan.

2. Klasifikasi Tes dalam Psikologi

Cronbach (dalam Azwar, 2003) membagi tes menjadi dua

kelompok besar, yaitu tes yang mengukur performansi maksimal

(maximum performance) dan tes yang mengukur performansi tipikal

(typical performance).

Tes yang mengukur performansi maksimal (maximum

perfomance) merupakan tes yang dirancang untuk mengungkap apa

yang mampu dilakukan oleh seseorang dan seberapa baik ia mampu

melakukan hal tersebut. Termasuk dalam jenis ini adalah tes

intelegensi, tes bakat, tes prestasi belajar, dan sebagainya. UN sebagai

salah satu bentuk tes prestasi merupakan tes yang dirancang untuk

mengungkap kompetensi ilmu pengetahuan dan teknologi para peserta

didik sekaligus menunjukkan seberapa baik peserta didik tersebut

mengerjakannya.

Lain halnya dengan kelompok tes yang mengukur performansi

tipikal (typical performance), tes ini lebih dirancang untuk

mengungkap kecenderungan reaksi atau perilaku subjek ketika berada

(35)

untuk mengetahui apa yang mampu dilakukan oleh seseorang

melainkan apa yang cenderung ia lakukan. Jenis tes yang termasuk

dalam kategori ini ialah tes atau inventori minat, skala sikap, inventori

kepribadian, dan semacamnya.

Apabila ditinjau dari cara klasifikasi lain, tes dapat pula

dikelompokkan sebagai tes yang mengungkap atribut kognitif dan tes

yang mengungkap atribut non-kognitif (Azwar, 2003).

Gambar 1.

Diagram klasifikasi tes menurut atribut yang diungkap (Azwar, 2006)

Apabila dikaitkan dengan klasifikasi Cronbach, tes kognitif

adalah tes yang mengukur performansi maksimal dan tes non-kognitif

adalah tes yang mengungkap performansi tipikal. Berdasarkan

diagram di atas dapat dipahami pula bahwa UN dapat sekaligus

(36)

abilitas aktualnya. Pada hal ini abilitas yang telah diterjemahkan

dalam bentuk performansi nyata. Performansi nyata di sini sering

disebut dengan prestasi ini merupakan hasil dari proses belajar. UN

merupakan salah satu bentuk alat evaluasi hasil belajar yang

diharapkan mampu mendeskripsikan performansi peserta didik setelah

mengikuti kegiatan belajar mengajar selama kurang lebih tiga tahun.

Jadi, UN bukan merupakan tes yang mengungkap abilitas

potensial baik umum ataupun khusus. Abilitas potensial merupakan

atribut yang diasumsikan sebagai suatu bentuk kemampuan bawaan

(latent) yang belum tampak dalam performansi. Abilitas potensial

yang berupa kemampuan menghadapi persoalan yang bersifat umum,

yaitu menghendaki pengerahan strategi pemecahan masalah secara

umum yang sering disebut dengan intelegensi. Selain itu, adapula

abilitas yang bersifat khusus yang artinya merupakan kemampuan

yang dapat dikembangkan hanya pada bidang-bidang tertentu atau

yang disebut aptitude atau bakat.

Ragam tes psikologi juga dapat dibedakan menurut cara

administrasi dan atribut psikologis yang diukurnya (Gregory, 2000).

Menurut cara administrasinya, UN lebih termasuk dalam tes

kelompok (group test) dibandingkan tes individual yang harus

diadministrasikan secara tatap muka. UN merupakan tes yang

berbentuk pencil – and - paper test sehingga dapat diadministrasikan

(37)

terdaftar mengikuti ujian berada dalam kelompok-kelompok yang

sesuai dengan jurusannya untuk mengikuti ujian secara serentak.

Menurut atribut yang diukur, ada banyak kategori dalam

klasifikasi ini yakni : tes inteligensi, tes kemampuan, tes prestasi, tes

kreativitas, tes kepribadian, inventori minat, behavioral procedures,

dan neuropsikologis. Jika dipahami dengan seksama, UN sebenarnya

memiliki fungsi ganda. Fungsi pertama yakni sebagai indikator

keberhasilan belajar di jenjang pendidikan sebelumnya. UN dapat

dikatakan sebagai bentuk tes prestasi. Tes prestasi disusun

berdasarkan silabus mata pelajaran yang lebih mengungkapkan hasil

pembelajaran seseorang (Azwar, 2008). Tes prestasi ini bertujuan

untuk mengukur taraf belajar, keberhasilan, atau prestasi dalam suatu

mata pelajaran. Tes prestasi ini menentukan seberapa banyak dari

materi pelajaran yang berhasil diserap atau dikuasai oleh peserta didik.

UN dapat berfungsi mendeteksi sejauh mana materi yang diberikan

telah dikuasai oleh siswa.

UN dapat pula digolongkan menjadi tes kemampuan. Tes

kemampuan ini memiliki fungsi untuk memprediksikan keberhasilan

dalam suatu pekerjaan, pelatihan atau pendidikan. Fungsi prediksi

inilah yang merupakan fungsi UN yang kedua. Pada jenjang

pendidikan tertentu, UN memiliki fungsi untuk memprediksi

keberhasilan peserta didik pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi

(38)

dasar (SMP) digunakan sebagai alat seleksi jenjang pendidikan yang

lebih tinggi yakni jenjang pendidikan menengah (SMA). UN tersebut

berfungsi sebagai prediktor terhadap keberhasilan dalam belajar ketika

di SMA. Ketika akan masuk ke perguruan tinggi masih harus

menggunakan alat seleksi lain sesuai dengan otoritas perguruan tinggi

yang bersangkutan. Namun demikian, terkait wacana UN sebagai alat

seleksi perguruan tinggi akan dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini.

3. Syarat Tes yang Baik

Tes psikologi sebagai alat pengumpulan data diharapkan

mampu memperoleh data yang obyektif, relevan dan akurat. Untuk

memenuhi harapan tersebut maka tes memerlukan syarat-syarat

tertentu. Adapun persyaratan tes yang baik tersebut meliputi : valid,

reliabel, distandarisasikan, obyektif, diskriminatif, komprehensif, dan

mudah digunakan (Fudyartanta, 2004).

a. Valid

Suatu alat tes atau instrumen pengukuran dapat dikatakan

mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut mampu

menjalankan fungsi ukurnya, atau memberi hasil ukur yang sesuai

dengan maksud dilaksanakan pengukuran tersebut (Suryabrata,

1987; Azwar, 2003; Anastasi, 2006). Hal ini menunjuk pada

pengertian apakah hasil tes telah sesuai dengan kriteria yang telah

(39)

b. Reliabel

Azwar (2003) mengatakan walaupun reliabilitas memiliki berbagai

nama lain seperti keterpercayaan, keterandalan, keajegan,

kestabilan, konsistensi dan sebagainya. Ide pokok yang terkandung

dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu

pengukuran dapat dipercaya.

c. Distandarisasikan

Situasi pengetesan harus benar-benar diusahakan sama bagi setiap

subjek yang dites, sehingga hasilnya dapat dibandingkan dari

subjek satu dengan subjek yang lainnya. Hal yang baku di sini

tentu saja relatif, tergantung dari norma atau standar yang dipakai.

Adapun hal-hal yang perlu distandarisasi itu adalah : materi tes,

penyelenggaraan tes, skoring tes dan interpretasi hasil tes

(Fudyartanta, 2004).

(1) Materi tes

Materi tes di sini meliputi bahan-bahan pembuatan tes (misal

kertas, karton, hardboard, tinta, dan sebagainya),

aitem-aitemnya (misalnya kata-kata, gambar, tanda-tanda, ukuran

besar kecil, dan sebagainya).

(2) Penyelenggaraan tes

Penyelenggaraan tes mencakup perlengkapan (seperti meja,

(40)

cara penyajian, petunjuk-petunjuk cara mengerjakan serta

waktu yang disediakan untuk mengerjakan tes tersebut.

(3) Skoring tes

Skoring tes mencakup cara-cara memberikan skor,

pertimbangan-pertimbangan untuk memberikan skor (ada

semacam kunci), sistem skoring (lambang-lambang yang

digunakan serta arti-artinya, batasan-batasan dan sebagainya).

Penskoran tes seharusnya menggunakan seperangkat jawaban

yang telah ditetapkan sebelumnya.

(4) Interpretasi hasil tes

Hal tersebut berarti bahwa terhadap hasil testing yang sama

harus diberikan interpretasi yang sama.

d. Obyektif

Obyektifitas suatu tes ditinjau dari sejauh mana tester mempunyai

pengaruh terhadap penilaian hasil testing. Sukadi (1990)

mengatakan bahwa pendapat-pendapat, opini, bias, sikap, dan

sebagainya dari orang yang berbeda tidak mempengaruhi

hasil-hasilnya. Tes yang obyektif akan memberikan hasil yang sama jika

dinilai oleh tester yang berlainan.

Tipe-tipe tes obyektif yang paling lazim adalah berisi pertanyaan

mutiple-choice yang mencantumkan jawaban khas dan telah

(41)

e. Diskriminatif

Tes yang diskriminatif akan mampu menunjukkan

perbedaan-perbedaan kecil mengenai sifat (faktor) tertentu pada

individu-individu yang berbeda. Suatu tes aitem yang ideal pembedanya

harus dapat menggolongkan seluruh subjek yang dipakai sebagai

dasar penentuan standar atau norma.

f. Komprehensif

Komprehensif dapat diartikan menyeluruh. Tes yang

komprehensif, aitem-aitem tesnya mencakup seluruh area yang

akan diukur sehingga dapat diasumsikan bahwa suatu tes akan

semakin komprehensif jika aitem-aitemnya semakin dapat

mencakup area yang akan diukur.

g. Mudah digunakan

Jika semua syarat yang di atas telah terpenuhi akan tetapi tes

tersebut sukar untuk digunakan maka tes tersebut tetap mempunyai

kelemahan. Nilai tes terletak pada kegunaannya sehingga kalau tes

tersebut sukar digunakan maka tes tersebut memiliki nilai manfaat

yang kurang.

Berdasarkan penjelasan mengenai syarat-syarat tes yang baik,

peneliti belum dapat menyimpulkan apakah UN sudah layak disebut

tes yang baik ataukah belum. UN memang sudah memenuhi

persyaratan tes seperti standarisasi, diskriminatif, obyektif, dan mudah

(42)

lampiran penjelasan undang-undang yang bersangkutan. Jadi

penyelenggaraan UN di seluruh Indonesia sudah memiliki standar

sendiri baik penyajian maupun materinya. Persyaratan obyektif juga

sudah dipenuhi oleh UN. Bentuk soal mutiple-choice dan cara

skoringnya sudah menunjukkan bahwa UN merupakan tes yang

obyektif. Karena bentuk soal mutiple-choice, maka UN dapat dengan

mudah disajikan hanya dengan membutuhkan lembar jawaban dan alat

tulis untuk mengerjakannya.

Syarat tes haruslah komprehensif belum dapat dipenuhi oleh

UN. Berdasarkan penelitian Kartowagiran (2008), subtes Matematika

hanya mengukur sepertiga kemampuan matematika dari para siswa.

Ada beberapa syarat tes yang belum mampu dibuktikan secara

empirik yaitu reliabel, dan valid. Belum ada penelitian yang

mempublikasikan mengenai kualitas psikometrik dari UN. Penelitian

ini berusaha memberikan bukti empirik mengenai validitas untuk

dapat menentukan kelayakan UN disebut sebagai tes yang baik.

4. Fungsi Tes Psikologi

Secara umum, tes membantu tester membuat

keputusan-keputusan tentang individu atau program-program tertentu. Secara

rinci dapat dibedakan sejumlah manfaat tes sebagai berikut (Gregory,

(43)

a. Klasifikasi

Untuk menempatkan seseorang pada satu kategori sebagai dasar

untuk memberikan jenis perlakuan tertentu. Berikut ini merupakan

macam-macam bentuk klasifikasi :

(1) Penempatan (placement)

Tes yang dipergunakan di sini berfungsi untuk memilih

individu untuk ditempatkan pada aneka program sesuai dengan

kebutuhan atau kemampuan masing-masing.

(2) Penyaringan (screening)

Tes atau prosedur sederhana untuk mengidentifikasikan

orang-orang yang mungkin memiliki ciri-ciri atau

kebutuhan-kebutuhan khusus tertentu.

(3) Sertifikasi

Sertifikasi bersifat lulus atau gagal. Jikalau lulus dalam tes

tertentu maka seseorang akan mendapatkan privelese tertentu,

misalnya hak untuk melakukan praktik. Jadi, sertifikasi

mengimplikasikan bahwa seseorang memiliki kemahiran

minimum dalam disiplin atau kegiatan tertentu.

(4) Seleksi

Konsepnya seperti sertifikasi seleksi bersifat lulus/gagal. Jika

lulus mendapatkan privilese, seperti belajar di perguruan tinggi

(44)

b. Diagnosis dan merencakan tritmen/tindakan

Diagnosis mencakup dua hal yang berkaitan erat :

(1) menentukan bentuk dan sumber perilaku abnormal seseorang

(2) menggolongkan pola perilaku tersebut ke dalam sistem

diagnostik tertentu

Fungsi diagnosis merupakan prasyarat bagi usaha penyembuhan

atau pemberian tindakan terhadap gangguan tertentu. Diagnosis

tidak boleh hanya sekadar klasifikasi, seperti memberi label belaka

melainkan harus harus memberikan informasi tentang kekuatan,

kelemahan pola perilaku menyimpang yang sedang dihadapi,

etiologi atau asal-muasalnya, serta alternatif-alternatif yang terbaik

untuk remediasi/penyembuhan.

c. Pemahaman diri

Tes dengan fungsi ini memberikan umpan balik untuk

meningkatkan pemahaman diri. Dalam sejumlah kasus, umpan

balik semacam itu sangat mengukuhkan individu yang

bersangkutan sehingga mampu mengubah jalan hidupnya secara

menyeluruh. Namun dalam banyak kasus, tes tidak memberikan

informasi baru kepada yang bersangkutan. Artinya, yang

bersangkutan sedikit banyak sudah tahu tentang dirinya

(45)

d. Evaluasi program

Tes ini dipakai untuk mengevaluasi keberhasilan suatu program,

baik program pendidikan (educational program) atau program

kemasyarakatan (social program).

e. Penelitian

Tes sering juga dipakai dalam penelitian, baik penelitian dasar atau

terapan.

Berdasarkan fungsinya UN merupakan salah satu bentuk tes

yang memiliki fungsi untuk mengevaluasi program. Penyelenggaraan

UN tersebut bertujuan untuk mengevaluasi keberhasilan suatu

program pendidikan pada tiap-tiap jenjang pendidikan. Selain itu, UN

juga memiliki fungsi lain yakni dalam fungsi klasifikasi khususnya

dalam seleksi meskipun masih terbatas penggunaannya pada jenjang

pendidikan dasar dan menengah. Terkait wacana UN sebagai alat

seleksi perguruan tinggi akan dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini.

C. Validitas

1. Pengertian Validitas

Validitas dari masa ke masa telah mengalami perubahan

konsep. Sebelum 1950, validitas dipahami sebagai kesesuaian antara

apa yang diukur serta fungsi suatu tes dalam proses pengukuran suatu

sampel perilaku. Selain itu terdapat konsep trinitarian yang biasa

(46)

isi dan validitas berdasar kriterion. Konsep tersebut sudah lama

ditinggalkan dan beralih pada konsep unitarian yang saat ini

digunakan.

Validitas merupakan konsep unitarian yang mengacu pada

ketepatan dan kebermaknaan dari fungsi dan kesimpulan tertentu yang

dihasilkan oleh skor tes. Proses validasi bukan ditujukan pada suatu

tes atau perangkat pengamatan melainkan interpretasi atau kesimpulan

yang diperoleh dari skor tes atau indikator lain (Messick, 1989;

Gregory, 2000).

Selain itu terdapat pemahaman bahwa validitas merupakan

argumen. Validitas menyediakan analisis yang koheren dari semua

bukti-bukti yang mendukung ataupun menentang interpretasi, dan juga

bukti-bukti yang mendukung interpretasi alternatif dari tes yang sama

(Kane, 2006).

Konsep validitas tidak dapat lepas dari proses validasi yakni

proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti-bukti validitas. Dengan

kata lain, usaha validasi merupakan usaha melakukan uji hipotesis

atau uji teori/model secara luas (Messick, 1989; Cohen, 2005; Kane,

2006).

Berdasarkan pemahaman di atas terdapat dua konsep yang

mencakup pemahaman validitas yaitu relevansi dan representatif.

Suatu tes dapat dikatakan memiliki validitas yang baik ketika data

(47)

Suatu tes akan dianggap representatif apabila inferensi yang

dihasilkan mampu mewakili sampel perilaku yang bersangkutan.

Oleh karena itu, validitas dapat dipahami sejauh mana data

interpretasi yang diperoleh dari skor tes memiliki relevansi serta

representasi yang sesuai dengan sampel perilaku yang diukur. Dalam

prosesnya tersebut dibutuhkan analisis yang koheren dari semua

bukti-bukti yang mendukung ataupun menentang interpretasi. Usaha

pengumpulan dan pengevaluasian bukti-bukti validitas tersebut dikenal

sebagai proses validasi.

2. Bukti-bukti Validitas

Proses validasi tidak dapat lepas dari pengumpulan dan

pengevaluasian bukti-bukti validitas. Bukti-bukti validitas diperlukan

sebagai pendukung ataupun penentang sebuah interpretasi. Bukti-bukti

validitas tersebut adalah sebagai berikut:

a. Validitas Tampang

Validitas tampang adalah validitas yang paling rendah

signifikansinya karena hanya didasarkan pada penilaian terhadap

format penampilan tes. Tes yang memiliki validitas muka yang

tinggi (tampak meyakinkan) akan memancing motivasi individu

yang dites untuk menghadapi tes tersebut dengan

sungguh-sungguh. Motivasi ini merupakan aspek penting dalam setiap

(48)

b. Validitas Isi

Validitas isi ditentukan oleh sejauh mana pertanyaan,

tugas, atau aitem pada tes mewakili keseluruhan sampel atau

perilaku yang akan diukur karena cakupannya akan sangat luas

(Gregory, 2000). Validasi dilakukan dengan meminta penilaian

„ahli‟ terhadap isi tes dengan membandingkan tes terhadap teori

atau kurikulum (blueprint tes) yang bersangkutan. Usaha validasi

tersebut dilakukan sebelum tes diujicobakan sehingga bukan

interpretasi skor yang divalidasi namun pada isinya, dengan asumsi

testee akan merespon sesuai dengan isi tes (Kane, 2006)

c. Validitas Konstruk

Validitas konstruk adalah tipe validitas yang

menunjukkan sejauh mana tes mengungkap suatu trait atau

konstruk teoritik yang hendak diukur (Allen & Yen, 1979). Jadi,

perilaku skor tes yang didapatkan harus sesuai dengan teori yang

mendasari pembuatan tes. Oleh karena itu, validitas konstrak

membutuhkan akumulasi informasi secara bertahap dari berbagai

sumber. Data apapun yang menyoroti hakikat dari sifat yang

dipertimbangkan dan kondisi yang mempengaruhi perkembangan

dan perwujudannya menunjukkan bukti yang tepat untuk validasi

ini (Anastasi, 2006). Berikut ini merupakan bukti-bukti validitas

(49)

1) Analisis faktor terhadap item-item dan/atau tes

Validitas konstruk sebuah tes dapat diselidiki dengan cara

melakukan analisis faktor terhadap tes yang bersangkutan

sekaligus terhadap serangkaian tes diketahui mengukur

sejumlah faktor atau marker test (Allen & Yen, 1979).

Analisis faktor merupakan kumpulan prosedur matematik

yang kompleks guna menganalisis hubungan antara

variabel-variabel dan menjelaskan antar hubungan tersebut

dalam bentuk kelompok variabel yang terbatas yang disebut

faktor (Azwar, 2003).

2) Multi trait multi method

Pendekatan ini dapat digunakan bilamana terdapat dua sifat

atau lebih yang diukur oleh dua macam metode atau lebih.

Dasar pemikiran dalam validasi ini adalah validitas yang

baik diperlihatkan oleh korelasi yang tinggi antara dua

pengukuran terhadap trait yang sama oleh dua metode yang

berbeda. Selain itu, ditambah dengan korelasi yang rendah

antara dua pengukuran terhadap dua trait yang berbeda

walaupun menggunakan metode yang serupa (Azwar,

2003).

3) Contrastive group

Merupakan pendekatan validasi dengan membandingkan

(50)

alat yang mengukur trait atau konstruk yang sama. Apabila

korelasi antara kelompok satu dan lainnya memiliki hasil

yang relatif sama maka dapat disimpulkan bahwa alat

tersebut mengukur trait atau konstruk yang sama (Santoso,

2010).

4) Sensitivy to instruction/development

Dasar pemikiran dari pendekatan ini hampir sama seperti

pada contrastive group. Hal yang membedakan terdapat

pada tambahan treatment yang diberikan pada salah satu

kelompok. Apabila salah satu dari dua kelompok penelitian

diberikan tambahan treatment khusus maka setidaknya

akan menghasilkan perbedaan. Namun jika ternyata tidak

terdapat perbedaan pada hasilnya, maka dapat menunjukkan

bahwa alat tersebut memiliki validitas konstruk yang

rendah (Santoso, 2010).

5) Mental operation check

Item yang baik adalah item yang mampu memunculkan

tahapan atau proses berpikir tertentu sesuai dengan tujuan

item yang ingin dicapai. Apabila sebuah item ditujukan

untuk mengukur kemampuan evaluasi maka dalam proses

pengerjaannya akan terdapat tahapan berpikir seperti

analisis, pembedaan, dst. Oleh karena itu diperlukan

(51)

dilewati ketika mengerjakan item pada subjek (Santoso,

2010).

d. Validitas Berdasar Kriteria

Prosedur pendekatan validitas berdasarkan kriteria

menghendaki tersedianya kriteria eksternal yang dapat dijadikan

dasar pengujian skor tes. Suatu kriteria adalah variabel perilaku

yang akan diprediksikan oleh skor tes atau berupa suatu alat ukur

lain yang relevan. Untuk melihat tingginya validitas berdasarkan

kriteria dilakukan komputasi korelasi antara skor tes dengan skor

kriteria (Azwar, 2003).

Prosedur-prosedur validasi-kriteria menunjukkan

efektivitas sebuah tes untuk memprediksi kinerja seseorang dalam

aktivitas tertentu. Prosedur validasi berdasarkan kriteria ini dapat

dilakukan dengan dua macam validitas, yaitu validitas prediktif

dan validitas konkuren.

Apabila skor tes dan skor kriteria dapat diperoleh dalam

waktu yang sama, maka korelasi antara kedua skor termaksud

merupakan koefisien validitas konkuren. Sebagai contoh dalam

penyusunan suatu skala inteligensi. Kita dapat menguji validitas

skala inteligensi yang kita susun dengan cara menghitung korelasi

antara skor skala tersebut dengan skor pada tes inteligensi lain

(52)

Validitas prediktif penting artinya bila tes dimaksudkan

untuk berfungsi sebagai prediktor bagi performansi waktu yang

akan datang. Berkaitan dengan validitas prediktif ini akan dibahas

lebih lanjut dalam sub bahasan berikutnya.

D. Validitas Prediktif

Validitas prediktif merupakan salah satu prosedur validasi yang

menunjukkan efektivitas sebuah tes dalam memprediksi kinerja seseorang

dalam aktivitas-aktivitas tertentu. Istilah prediksi ini dapat digunakan

dalam pengertian lebih luas, untuk merujuk pada prediksi dari tes pada

suatu kriteria apapun, atau dalam pengertian prediksi lebih terbatas selama

interval waktu tertentu (Anastasi, 2006).

Penerimaan para pelamar kerja, seleksi mahasiswa untuk diterima

ke perguruan tinggi dan sekolah-sekolah profesional, dan penempatan

personil militer pada program-program pelatihan jabatan merupakan

contoh-contoh dari jenis keputusan yang memerlukan pengetahuan tentang

validitas prediktif tes. Skor-skor tes mahasiswa dapat dibandingkan

dengan indeks prestasi kumulatif mereka guna mengetahui validitas

prediktif tes seleksi mahasiswa (Anastasi, 2006).

Cara menentukan tinggi rendahnya daya prediksi suatu variabel

prediktor adalah dengan menggunakan analisis statistik teknik korelasi,

yaitu dengan mengestimasi korelasi antara variabel prediktor dengan

(53)

diperlakukan sebagai prediktor, sementara kriterionnya adalah prestasi

belajar mahasiswa yang dinyatakan dalam Indeks Prestasi Kumulatif.

Validitas prediktif UN ini dikatakan baik jika terdapat korelasi

yang tinggi antara nilai komposit UN dengan indeks prestasi. Dengan kata

lain UN dapat menjalankan fungsi ukurnya yaitu mampu memprediksikan

prestasi belajar mahasiswa. Begitu juga sebaliknya, jika terdapat korelasi

yang rendah antara nilai komposit UN dengan indeks prestasi maka dapat

dikatakan bahwa UN kurang mampu menjalankan fungsi ukurnya dengan

baik, yaitu memprediksikan prestasi belajar mahasiswa.

E. Indeks Prestasi sebagai Representasi Prestasi Belajar

Prestasi belajar atau keberhasilan belajar dioperasionalkan

dalam bentuk indikator-indikator berupa nilai raport, indeks prestasi,

angka kelulusan, prediksi keberhasilan dan sebagainya (Azwar, 1996).

Perguruan tinggi pada umumnya menggunakan indeks prestasi yang

dilambangkan dengan angka 0 sampai dengan 4 sebagai indikator prestasi

belajar.

Penilaian hasil belajar dinyatakan dalam suatu pendapat yang

perumusannya bermacam-macam. Ada yang digolongkan dengan

melambangkan huruf (A, B, C, D, E, dan F) dan ada pula yang

dilambangkan dalam bentuk angka atau skala sampai sebelas tingkat yaitu

mulai dari 0 sampai 10, dan ada pula yang memakai penilaian dari 0

(54)

Universitas Sanata Dharma menyatakan penilaian terhadap hasil

belajar dengan dilambangkan huruf A, B, C, D, E dan F yang tertuang

dalam Indeks Prestasi. Huruf A ekuivalen dengan bobot 4 yang berarti

amat baik, huruf B ekuivalen dengan bobot 3 yang berarti baik, huruf C

ekuivalen dengan bobot 2 yang berarti cukup, huruf D dengan bobot 1

yang berarti kurang, huruf E yang ekuivalen dengan bobot 0 yang berarti

jelek, dan terakhir F yang berarti siswa dianggap tidak mengikuti

perkuliahan sehingga tidak memiliki nilai hasil belajar atau kosong

(Pedoman Program Studi Psikologi USD, 2006).

Nilai-nilai akhir dari hasil belajar merupakan akumulasi dari

komponen-komponen ujian sisipan, ujian akhir semester, dan penyelesaian

tugas-tugas yang diberikan. Penentuan nilai-nilai tersebut berbeda-beda

tiap dosen pengajar. Nilai-nilai tersebut biasa disimbolkan dengan

angka-angka disertai dengan pembobotan pada tiap komponennya. Misalnya,

pada mata kuliah A terdapat ujian sisipan dengan bobot sebesar 30%,

tugas-tugas 20%, dan ujian akhir 50%. Setelah seluruh nilai-nilai

terakumulasi, maka dosen pengajar mengkonversikannya dalam bentuk

huruf mulai dari A, B, C, D, E, bahkan F.

Apabila seluruh nilai mata kuliah pada satu semester telah

lengkap, maka dapat dihitung berdasarkan bobot tiap nilainya. Hasil

akumulasi seluruh nilai tersebut yang kemudian disebut Indeks Prestasi

(IP). Indeks Prestasi biasa ditulis sampai dengan dua angka di belakang

(55)

(K) dan bobot nilai (N) dibagi dengan jumlah kredit yang direncanakan

atau dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

K KN IP

Universitas Sanata Dharma memiliki program penilaian khusus

yang disebut penilaian sisip program. Penilaian sisip program ini diberikan

pada mahasiswa pada akhir semester IV dan semester VII terhitung dari

saat seseorang terdaftar sebagai mahasiswa. Mahasiswa yang gagal

memenuhi kriteria penilaian sisip program tidak diperkenankan

melanjutkan kuliah. Seorang mahasiswa dianggap memenuhi syarat

penilaian sisip program jika pada semester IV telah menempuh minimal 45

sks serta IPK minimal 2,00 (Pedoman Program Studi Psikologi USD,

2006).

F. Validitas Prediktif Ujian Nasional terhadap Prestasi Belajar

Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2005 Universitas Sanata

Dharma

Universitas Sanata Dharma, khususnya Fakultas Psikologi

merupakan salah satu institusi pendidikan yang memiliki misi untuk

mendidik mahasiswa menjadi manusia yang utuh, kritis, dewasa, dan

memiliki kepekaan sosial, sekaligus lembaga yang mempersiapkan tenaga

kependidikan secara profesional (www.usd.ac.id). Untuk mewujudkan misi

(56)

Generasi-generasi mahasiswa yang terbaik tersebut diperoleh berdasarkan

sistem seleksi yang secara independent diberikan oleh universitas dengan

menggunakan Tes Potensi Akademik Plus.

Perkembangan dalam dunia pendidikan kita telah memberikan

sebuah wacana bahwa Ujian Nasional (UN) akan digunakan sebagai alat

seleksi untuk masuk perguruan tinggi. Hal tersebut memang sudah

tertuang dalam tujuan UN yakni sebagai seleksi masuk jenjang pendidikan

berikutnya (Ps. 4, Permendiknas RI No.1/2005), akan tetapi

pelaksanaannya masih terbatas pada tingkat pendidikan dasar (SD dan

SMP) saja. Berdasarkan wacana di atas, tidak dapat dipungkiri bila UN

pada tingkat pendidikan menengah (SMA) selanjutnya akan dipergunakan

sebagai alat seleksi masuk perguruan tinggi. Padahal UN sebelumnya

hanya dipergunakan sebagai syarat kelulusan saja. Atau dengan kata lain,

adanya penambahan fungsi UN sebagai alat seleksi masuk perguruan

tinggi.

UN merupakan sebuah alat evaluasi peserta didik yang

digunakan dalam kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta

didik secara nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah yang

dilaksanakan pada akhir masa jenjang pendidikan. UN dapat kita

golongkan sebagai salah satu bentuk tes psikologi yang penggunaannya

terbatas hanya dibidang pendidikan saja. UN ini memuat kumpulan

pertanyaan yang obyektif, standar dan sistimatik yang memiliki tujuan

(57)

ini pun mendeskripsikan perilaku atau dalam hal ini kompetensi ilmu

pengetahuan dan teknologi para peserta didik dalam bentuk nilai-nilai

murni dari mata pelajaran yang diujikan.

UN sebagai salah satu bentuk tes psikologi memiliki

fungsi-fungsi layaknya alat tes lainnya. UN merupakan salah satu bentuk tes yang

memiliki fungsi untuk mengevaluasi program. Penyelenggaraan UN

tersebut bertujuan untuk mengevaluasi keberhasilan suatu program

pendidikan pada tiap-tiap jenjang pendidikan. UN juga memiliki fungsi

lain yakni fungsi klasifikasi khususnya dalam seleksi. UN merupakan

salah satu bahan pertimbangan kelulusan seorang peserta didik ketika akan

mendaftar ke jenjang pendidikan selanjutnya (Ps. 4, Permendiknas RI No.

1/2005).

Fungsi seleksi inilah yang masih menjadi pro dan kontra ketika

keberadaan UN akan dipergunakan untuk mengintegrasikan antara sistem

pendidikan dasar, pendidikan menengah dengan pendidikan tinggi. Untuk

mencapai fungsi di atas maka alat seleksi dituntut untuk mampu

memenuhi aspek prediction effectiveness. Aspek tersebut memiliki makna

bahwa hasil seleksi dapat meramalkan keberhasilan mahasiswa Suryabrata

(1987). Pada jangka pendek berarti mahasiswa yang terpilih oleh sistem

seleksi akan menunjukkan prestasi yang baik, dan dapat menyelesaikan

pendidikannya dalam waktu yang telah ditentukan.

Kemampuan prediktif merupakan salah satu cara membuktikan

Gambar

Gambar 1. Diagram klasifikasi tes menurut atribut yang diungkap (Azwar,
Tabel 1
Tabel 2 –

Referensi

Dokumen terkait

Suatu ruang vektor adalah suatu himpunan objek yang dapat dijumlahkan satu sama lain dan dikalikan dengan suatu bilangan, yang masing-masing menghasilkan anggota lain

Teknik membaca dengan mengenal, menjelaskan dan mempertimbangkan gagasan penulis atau disingkat 4M menurut Eanet dan Manzo 1976 dalam Tierney (1990: 289) merupakan metode

Stratigrafi batuan Tersier daerah Pangkalan berdasarkan Peta Geologi Lembar Solok (Silitonga P.H. & Kastowo, 1995) disusun secara berurutan dari tua ke muda sebagai

Direksi memuji reformasi penentu atas subsidi energi di tahun 2015, termasuk rencana untuk subsidi listrik sebagai sasaran subsidi yang lebih baik, dan penggunaan ruang fiskal

terasa di awal tahun 2009, yang ditunjukkan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 4,1% (yoy) pada triwulan I-2009, melambat dibandingkan dengan triwulan

Data flow diagram adalah representasi grafis dari suatu sistem yang menggambarkan komponen-komponen sebuah sistem, aliran data diantara komponen-komponen tersebut

Pada kondisi awal, kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 1 Ngemplak masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang masih menerapkan strategi pembelajaran

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik