1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori agensi adalah teori yang menyatakan adanya hubungan kerja antara
pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor, dengan pihak yang
menerima wewenang (agensi) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerjasama yang disebut “nexus of contract” (Jensen dan Meckling, 1976). Hubungan antara pemilik
dan manajemen perusahaan merupakan salah satu contoh yang menggambarkan
teori keagenan secara nyata, dimana pemegang saham merupakan pihak pemilik
yang mempunyai kekayaan dan menunjuk manajemen sebagai agen untuk
mengelola kekayaannya. Adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan
perusahaan dapat berpotensi menimbulkan konflik yang disebut agency conflict.
Konflik ini terjadi akibat kepentingan yang saling bertentangan antara prinsipal dan
agen.
Konflik keagenan timbul karena ada tiga faktor utama seperti asimetri
informasi, di mana prinsipal tidak mampu mengontrol kompetensi, intensi,
pengetahuan dan tindakan dari agen, atau mungkin mereka dapat memonitor tetapi
dengan biaya yang tinggi (Saam, 2007), sehingga dengan keterbatasan pengawasan
yang dilakukan, potensi moral hazard manajemen dengan memengaruhi angka net
income lewat proses manajemen laba akan sulit ditelusuri. Faktor selanjutnya
2
posisi aman dalam mengambil keputusan investasi sedangkan pemegang saham
akan lebih cenderung menginginkan investasi yang lebih besar bagi perusahaan,
karena risiko yang ditanggung oleh pemegang saham lebih kecil dikarenakan
adanya faktor diversifikasi yang bisa dilakukan. Perbedaan lain yang menyebabkan
konflik keagenan timbul adalah adanya konflik tujuan yang terjadi akibat perbedaan
preferensi antara prinsipal dan agen. Manajemen sebagai agen ingin
memaksimalkan pendapatan atau profit perusahaan, sedangkan pemegang saham
ingin memaksimalkan return yang bisa didapatkan. Masing-masing pihak ingin
memaksimalkan kepentingan yang merupakan penyebab terjadinya agency conflict.
Jensen dan Meckling (1976) menunjukkan adanya tiga unsur tambahan
yang dapat membatasi perilaku menyimpang yang dilakukan oleh agen, yaitu:
1) Bekerjanya pasar tenaga manajerial akan menghampus kesempatan
pengelolaan yang tidak mempunyai kinerja baik dan berperilaku
menyimpang dari keinginan pemegang saham perusahaan yang dikelolanya.
2) Bekerjanya pasar modal secara efisien bisa menjadi cermin kinerja manajer
dari harga saham perusahaannya.
3) Bekerjanya market for corporate control bisa menghambat tindakan
menguntungkan diri pengelola sendiri dalam hal menghentikan pengelola
dari jabatannya jika perusahaan yang dikelolanya mempunyai kinerja
rendah yang memungkinkan pemegang saham baru menggantikannya
dengan pengelola lain setelah perusahaan diambil alih.
Terdapat tiga masalah utama dalam hubungan agensi, yaitu: kontrol
3
menghindari dan meminimalisasi biaya agensi. Hubungan agensi ini memotivasi
setiap individu untuk memperoleh sasaran yang harmonis, dan menjaga
kepentingan masing-masing antara agen dan prinsipal. Hubungan keagenan ini
merupakan hubungan timbal balik dalam mencapai tujuan dan kepentingan
masing-masing pihak yang secara eksplisit dan sadar memasukkan beberapa penekanan,
seperti:
1) Kebutuhan prinsipal akan memberikan kepercayaan kepada manajer dengan
imbalan atau kompensasi keuangan.
2) Budaya organisasi yang berlaku dalam perusahaan.
3) Faktor lain seperti industri, pesaing, praktik kompensasi, pasar tenaga kerja,
manajerial dan isu-isu legal.
Strategi yang dijalankan perusahaan dalam memenangkan kompetisi global
untuk mencegah terjadinya konflik, diantaranya:
1) Penyusunan Standar yang jelas mengenai penempatan jabatan fungsional
maupun struktural ataupun posisi tertentu yang dianggap strategis dan kritis.
2) Diadakan tes kompetensi dan kemampuan untuk mencapai suatu jabatan
tertentu dengan adil dan terbuka.
3) Akuntabilitas dan transparansi di setiap proses bisnis dalam organisasi akan
memungkinkan monitoring dari setiap pihak sehingga penyimpangan yang
dilakukan oknum-oknum dapat diketahui dan diberikan sanksi tanpa
kompromi (Elqorni, 2009).
Pihak agen memiliki keunggulan berupa infromasi keuangan daripada pihak
4
pribadi (self interest) karena memiliki keunggulan kekuasaan. Ketidakseimbangan
penguasaan informasi dapat menjadi pemicu munculnya suatu kondisi yang disebut
sebagai asimetri informasi (information asymmetry). Adanya asimetri informasi
antara manajemen dengan pemilik dapat membuka peluang bagi manajer untuk
melakukan tindakan earnings management dalam rangka mengelabui pemilik
mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Dalam hal ini apabila manajer memiliki
informasi yang lebih banyak dibandingkan pemilik saham, maka manajer
cenderung melakukan kecurangan dengan melakukan praktik manajemen laba
untuk meningkatkan keuntungannya sendiri (Oktadella dan Zulaikha, 2011). Bagi pemilik dalam hal ini pemilik modal atau investor akan sulit untuk mengontrol
secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen karena hanya memiliki
sedikit informasi.
Hubungan keagenan dapat menyebabkan dua permasalahan, yaitu (1)
terjadinya asimetri informasi antara manajemen dengan pemegang saham, dan (2)
terjadinya konflik kepentingan akibat tindakan manajemen yang tidak selalu sama
dengan tujuan pemegang saham. Dengan adanya asimetri informasi tersebut, Scott
(2000) menyatakan timbulnya dua permasalahan yang disebabkan karena sulitnya
prinsipal memonitor perilaku agen. Permasalahan tersebut, yaitu:
1) Adverse Selection, yaitu masalah yang ditimbulkan oleh adanya asimetri
informasi dimana manajemen memiliki informasi yang lebih lengkap
5
2) Moral Hazard, yaitu masalah yang ditimbulkan oleh adanya asimetri
informasi dimana manajemen memiliki kecenderungan untuk bertindak
oportunis dalam menjalani tugas utamanya.
Eisenhardt (1989) mengemukakan bahwa teori keagenan dilandasi oleh tiga
buah asumsi, yaitu:
1) Asumsi tentang sifat manusia
Manusia pada dasarnya memiliki karakteristik dalam hal
mendahulukan kepentingan diri sendiri (self interest), takut mengambil
risiko (risk aversion), dan memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded
rationality).
2) Asumsi tentang keorganisasian
Sebuah organisasi tentunya memiliki konflik internal antar
masing-masing individu, melakukan produksi secara efisien, dan terjadinya asimetri
informasi antara prinsipal dan agen.
3) Asumsi tentang informasi
Asumsi ini menjelaskan bahwa sebuah informasi memiliki nilai yang
dianggap dapat diperjualbelikan sehingga para pihak yang membutuhkan
informasi perlu melakukan pengorbanan untuk mendapatkannya.
Untuk mengatasi atau meminimalisasi konflik keagenan tersebut akan
menimbulkan biaya. Biaya ini disebut dengan biaya agensi. Biaya agensi (agency
cost) adalah biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk
meyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian
6
dengan konflik keagenan, konflik antara pemilik dengan manager akan
meningkatkan biaya keagenan terhadap ekuitas. Biaya agensi yang dikemukakan
oleh Jensen dan Meckling (1976) sebagai berikut:
1) Monitoring Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk
mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku manajer. Dalam hal ini,
termasuk biaya audit, rencana kompensasi eksekutif dan biaya untuk
memberhentikan manajer.
2) Bonding Cost adalah biaya pengikatan agen agar agen bertindak yang
terbaik untuk kepentingan pemilik perusahaan. Para agen akan diberi
kompensasi yang wajar dan bila mereka tidak bertindak sesuai dengan
keinginan pemilik kompensasi tersebut maka tidak akan diberikan.
3) Residual Loss, meskipun sudah ada monitoring dan bonding, kadang
kepentingan shareholders dan agen masih sulit diselaraskan karena itu
muncul agency losses dari perbedaan kepentingan tersebut dan ini disebut
residual loss. Residual loss menunjukkan tradeoff antara membatasi
manajer dan memaksakan mekanisme kontrak yang didesain untuk
mengurangi agency problems. Secara umum tidak ada perusahaan yang
tidak memiliki biaya keagenan kecuali bagi perusahaan yang dimiliki dan
dikelola sepenuhnya oleh seorang manajer.
Sartono (dalam Purnami 2011) menyatakan bahwa biaya keagenan (agency
cost) yang dapat mengurangi konflik keagenan tercermin dalam empat alternatif,
7
1) Biaya monitoring, yaitu biaya untuk pemeriksaan standar akuntansi
keuangan dan sistem pengendalian intern perusahaan.
2) Metode pemberian insentif sebagai bonus yang diberikan kepada setiap
individu yang telah memberikan kontribusi lebih kepada perusahaan.
3) Fidelity bond, melakukan kontrak dengan pihak ketiga. Apabila manajemen
bertindak merugikan perusahaan maka pihak ketiga bersedia untuk
membayarnya sebagai ganti rugi.
4) Golden parachutes dan poison pill. Golden parachutes merupakan suatu
kontrak yang menjelaskan bahwa apabila terjadi perubahan pengendalian
terhadap perusahaan, maka manajemen akan mendapat kontribusi
tambahan. Sedangkan poison pill merupakan usaha yang dilakukan oleh
pemegang saham, agar perusahaannya tidak dibeli oleh perusahaan lain.
Dalam hal ini, pemegang saham berhak menjual saham pada harga tertentu.
2.1.2 Teori Pensinyalan (Signaling Theory)
Signaling theory merupakan pemberian sinyal oleh manajer untuk
mengurangi asimetri informasi, yang memberikan informasi mengenai laporan
keuangan dengan menunjukkan bahwa perusahaan telah menerapkan kebijakan
akuntansi konservatisme yang menghasilkan laba yang lebih berkualitas. Informasi
merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis, karena informasi pada
hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan
masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan
8
relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal
sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi.
Menurut Jogiyanto (2010:526), suatu informasi yang dipublikasikan sebagai
sebuah pengumuman akan memberikan signal bagi investor untuk mengambil
keputusan investasi. Apabila pengumuman tersebut mengandung informasi kabar
baik (good news), maka pasar akan segera bereaksi pada waktu pengumuman
tersebut diterima oleh pasar. Pada saat informasi diumumkan dan semua pelaku
pasar sudah menerima informasi tersebut, selanjutnya informasi tersebut dianalisis
dan diinterpretasikan oleh pelaku pasar untuk menentukan apakah informasi yang
diumumkan merupakan kabar baik (good news) atau kabar buruk (bad news).
Apabila pengumuman informasi tersebut sebagai kabar baik bagi investor, maka
akan terjadi reaksi perubahan dalam volume perdagangan saham.
Salah satu informasi yang dikelurkan oleh perusahaan yang dapat menjadi
signal bagi pihak di luar perusahaan terutama bagi pihak investor adalah laporan
tahunan. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat berupa
informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan laporan keuangan dan
informasi non-akuntansi yaitu informasi yang tidak berkaitan dengan laporan
keuangan. Laporan tahunan hendaknya memuat informasi yang relevan dan
mengungkapkan informasi yang dianggap penting untuk diketahui oleh pengguna
laporan baik pihak dalam maupun pihak luar. Dalam penelitian ini, informasi yang
dibahas adalah laba, dimana informasi laba merupakan informasi yang cukup
berpengaruh dalam menentukan sikap pihak luar perusahaan khususnya investor
9
mengevaluasi risiko relatif setiap perusahaan sehingga dapat melakukan
diversifikasi portofolio dan kombinasi investasi dengan preferensi risiko yang
diinginkan. Jika suatu perusahaan ingin sahamnya dibeli oleh investor maka
perusahan harus melakukan pengungkapan informasi khususnya laba secara
terbuka dan transparan.
2.1.3 Kualitas Laba
Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang digunakan
untuk menilai posisi keuangan dan kinerja perusahaan yang memberikan gambaran
mengenai keadaan keuangan suatu perusahaan. Di dalam laporan keuangan
terkandung informasi tentang laba perusahaan, laba merupakan indikator yang
dapat digunakan untuk mengukur kinerja operasional perusahaan. Laba dikatakan
berkualitas tinggi apabila laba yang dilaporkan dapat digunakan para pengguna
untuk mengambil keputusan.
Kualitas laba dapat didefinisikan sebagai kemampuan laba dalam
menjelaskan informasi yang terkandung di dalamnya, yang dapat membantu
pembuatan keputusan oleh pembuat keputusan (Dechow et al., 2010). Kualitas laba
merupakan salah satu aspek penting yang digunakan untuk mengevaluasi kesehatan
keuangan perusahaan. Hal ini karena kualitas laba mencerminkan kondisi keuangan
perusahaan yang sebenarnya pada saat ini dan dapat digunakan untuk memprediksi
kondisi keuangan di masa yang akan datang.
Kualitas laba merupakan suatu ukuran untuk mencocokkan apakah laba
yang dihasilkan sama dengan yang sudah direncanakan sebelumnya. Kualitas laba
10
jika laba disajikan tidak sesuai dengan laba yang sebenarnya sehingga informasi
yang didapat dari laporan laba menjadi bias dan dapat menyesatkan kreditor
maupun investor dalam mengambil keputusan (Rinawati, 2011).
Schipper dan Vincent (dalam Sutopo 2009) mengelompokkan konstruk
kualitas laba dan pengukurannya berdasarkan cara menentukan kualitas laba, yaitu
berdasarkan: Pertama, sifat runtun-waktu laba, kualitas laba meliputi: persistensi,
prediktabilitas (kemampuan prediksi), dan variabilitas. Atas dasar persistensi, laba
yang berkualitas adalah laba yang persisten yaitu laba yang berkelanjutan, lebih
bersifat permanen dan tidak bersifat transitori. Persistensi sebagai kualitas laba ini
ditentukan berdasarkan perspektif kemanfaatannya dalam pengambilan keputusan
khususnya dalam penilaian ekuitas. Kemampuan prediksi menunjukkan kapasitas
laba dalam memprediksi informasi tertentu, misalnya laba di masa datang. Dalam
hal ini, laba yang berkualitas tinggi adalah laba yang mempunyai kemampuan
tinggi dalam memprediksi laba di masa datang. Berdasarkan konstruk variabilitas,
laba berkualitas tinggi adalah laba yang mempunyai variabilitas relatif rendah atau
laba yang smooth.
Kualitas laba didasarkan pada hubungan laba-kas-akrual yang dapat diukur
dengan berbagai ukuran, yaitu: rasio kas operasi dengan laba, perubahan akrual
total, estimasi abnormal/discretionary accruals (akrual abnormal/DA), dan
estimasi hubungan akrual-kas. Dengan menggunakan ukuran rasio kas operasi
dengan laba, kualitas laba ditunjukkan oleh kedekatan laba dengan aliran kas
operasi. Laba yang semakin dekat dengan aliran kas operasi mengindikasikan laba
11
laba yang berkualitas adalah laba yang mempunyai perubahan akrual total kecil.
Pengukuran ini mengasumsikan bahwa perubahan total akrual disebabkan oleh
perubahan discretionary accruals. Estimasi discretionary accruals dapat diukur
secara langsung untuk menentukan kualitas laba. Semakin kecil discretionary
accrual semakin tinggi kualitas laba dan sebaliknya. Selanjutnya, keeratan
hubungan antara akrual dan aliran kas juga dapat digunakan untuk mengukur
kualitas laba. Semakin erat hubungan antara akrual dan aliran kas, semakin tinggi
kualitas laba.
Kualitas laba dapat didasarkan pada Konsep Kualitatif Rerangka
Konseptual (Financial Accounting Standards Board, FASB, 1978). Laba yang
berkualitas adalah laba yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan yaitu yang
memiliki karakteristik relevansi, reliabilitas, dan komparabilitas atau konsistensi.
Pengukuran masing-masing kriteria kualitas tersebut secara terpisah sulit atau tidak
dapat dilakukan. Oleh sebab itu, dalam penelitian empiris koefisien regresi harga
atau return saham pada laba (dan ukuran-ukuran terkait yang lain misalnya aliran
kas) diinterpretasi sebagai ukuran kualitas laba berdasarkan karakteristik relevansi
dan reliabilitas.
Kualitas laba berdasarkan keputusan implementasi meliputi dua
pendekatan. Dalam pendekatan pertama, kualitas laba berhubungan negatif dengan
banyaknya pertimbangan, estimasi dan prediksi yang diperlukan oleh penyusun
laporan keuangan. Semakin banyak estimasi yang diperlukan oleh penyusun
laporan keuangan dalam mengimplementasi standar pelaporan, semakin rendah
12
negatif dengan besarnya keuntungan yang diambil oleh manajemen dalam
menggunakan pertimbangan agar menyimpang dari tujuan standar (manajemen
laba). Manajemen laba yang semakin besar mengindikasi kualitas laba yang
semakin rendah, dan sebaliknya.
Informasi tentang laba dan komponen-komponennya yang diukur secara
akrual adalah fokus dari pelaporan keuangan. Pengukuran kinerja lain yang menjadi
fokus pihak eksternal adalah informasi arus kas. Informasi arus kas terutama arus
kas dari aktivitas operasi memiliki hubungan dengan informasi laba karena arus kas
tersebut pada umumnya berasal dari transaksi yang memengaruhi penetapan laba
atau rugi bersih dan dalam metode tidak langsung laba atau rugi yang diperoleh
akan disesuaikan dalam arus kas operasi, selain itu laba yang diperoleh harus
mampu mencerminkan arus kas perusahaan. Informasi arus kas berguna bagi pihak
eksternal untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan arus kas
bersih masa depan dan membandingkannya dengan kewajiban-kewajiban jangka
pendek maupun jangka panjang, termasuk untuk melihat kemungkinan kemampuan
perusahaan dalam membayar dividen.
Informasi arus kas dapat menjelaskan penyebab perbedaan antara laba
bersih yang dilaporkan dengan penerimaan dan pengeluaran kas. Penyebab
perbedaan tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi kualitas
laba. Karena laba yang dilaporkan pada laporan laba rugi mengandung unsur-unsur
transaksi non kas seperti penjualan, angsuran dan pembebanan biaya depresiasi.
Transaksi-transaksi non kas tersebut akan mengakibatkan perbedaan antara arus kas
13
Hubungan arus kas yang paling penting adalah hubungan antara arus kas
dari operasi dan laba bersih yang dilaporkan. Rasio arus kas pada laba bersih
mencerminkan sampai sejauh mana asumsi akuntansi akrual dan penyesuaiannya
telah dimasukkan dalam perhitungan laba bersih. Rumusnya adalah arus kas dari
operasi dibagi dengan laba bersih. Adanya perbedaan tersebut dapat dievaluasi
kualitas laba perusahaan dengan menghitung rasio kualitas labanya, semakin tinggi
rasio yang dihasilkan lebih dari angka satu maka kualitas labanya semakin baik,
akan tetapi jika rasio yang dihasilkan kurang dari angka satu maka kualitas laba
semakin buruk karena antara arus kas operasi dengan laba memiliki korelasi dimana
setiap rupiah yang dihasilkan oleh laba harus mampu mencerminkan setiap rupiah
yang ada pada arus kas.
Kualitas laba menggambarkan hubungan antara laba operasi (accounting
income) dan arus kas dari aktivitas operasi, maka semakin baik kualitas laba.
Banyak perusahaan-perusahaan yang memiliki laba tinggi tetapi tidak mampu
untuk membayar dividen, tidak mampu membayar utangnya pada saat jatuh tempo,
tidak mampu berinvestasi dan banyak yang bangkrut dan harus dibubarkan.
Perusahaan-perusahaan demikian menggambarkan bahwa laba yang mereka
laporkan tidak sepadan dengan uang kas yang mereka hasilkan.
2.1.4 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya perusahaan. Besar
kecilnya usaha ditinjau dari lapangan usaha yang dijalankan. Penentuan skala besar
kecilnya perusahaan dapat ditentukan berdasarkan total penjualan, total asset,
14
nilai dimana perusahaan dapat diklasifikasikan besar kecilnya berdasarkan total
aktiva, log size, nilai saham, dan sebagainya. Ukuran perusahaan dapat dinyatakan
dalam total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar. Jika semakin besar total aktiva,
penjualan dan kapitalisasi pasarnya maka semakin besar pula ukuran perusahaan.
Ketiga variabel tersebut dapat digunakan untuk menentukan ukuran perusahaan
karena dapat mewakili seberapa besar ukuran perusahaan, misalnya semakin besar
aktiva maka akan semakin banyak modal yang ditanam, semakin banyak penjualan
maka semakin banyak perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar maka
akan semakin besar pula perusahaan itu dikenal dalam masyarakat.
Ukuran perusahaan yang dinyatakan dengan total asset menunjukkan bahwa
semakin besar asset total yang dimiliki oleh suatu perusahaan maka semakin besar
ukuran perusahaan tersebut. Apabila suatu perusahaan mempunyai total asset
dengan jumlah yang besar, maka hal ini mencerminkan perusahaan tersebut
memiliki kondisi yang relatif lebih stabil dan mampu untuk menghasilkan laba yang
lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang hanya memiliki total asset yang
sedikit.
Perusahaan yang berukuran besar juga dapat memengaruhi respon pasar dan
biasanya lebih diperhatikan oleh masyarakat, sehingga mereka harus lebih
berhati-hati dalam melaporkan informasi laba pada laporan keuangan, dan berdampak bagi
perusahaan tersebut harus melaporkan kondisi kinerja keuangannya yang lebih
akurat. Hal ini menunjukkan bahwa informasi yang terkandung dalam laporan
keuangannya lebih transparan, sehingga lebih sedikit untuk melakukan praktik
15 2.1.5 Leverage
Perusahaan pada umumnya tidak terlepas dari kewajiban atau leverage.
Kewajiban tersebut berasal dari pinjaman modal yang diberikan oleh pihak ketiga
yang dapat berfungsi sebagai penambahan kebutuhan dana untuk operasional
ataupun investasi yang akan dilakukan oleh perusahaan. Leverage adalah salah satu
rasio keuangan yang menggambarkan hubungan antara utang perusahaan terhadap
modal maupun asset perusahaan. Rasio ini dapat melihat sejauh mana perusahaan
dibiayai oleh utang atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang
digambarkan oleh modal. Perusahaan yang baik seharusnya memiliki modal lebih
besar daripada utang. Tingkat rasio leverage yang tinggi berarti perusahaan
menggunakan utang yang tinggi pula dan berarti profitabilitas perusahaan akan
meningkat, namun disisi lain utang yang tinggi akan meningkatkan risiko
kebangkrutan.
Leverage akan meningkat apabila semakin besar utang jangka panjang yang
dimiliki oleh perusahaan. Seberapa besar leverage yang diinginkan, sangat
tergantung pada stabilitas perusahaan. Pada saat tingkat leverage besar, maka laba
yang dihasilkan akan dapat menutup pembayaran bunga dan pokok pinjaman.
Leverage adalah bagian sumber pendanaan untuk operasional maupun investasi
yang berasal dari luar perusahaan. Leverage merupakan proporsi dari modal
pinjaman berbunga tetap terhadap modal saham suatu perusahaan. Apabila hampir
seluruh modal perusahaan berasal dari saham-saham yang diterbitkan dan sebagian
kecil saja yang berasal dari pinjaman bunga tetap, maka perusahaan tersebut
16
perusahaan berasal dari pinjaman berbunga tetap dan menggunakan hanya sebagian
kecil dari saham yang diterbitkan, maka perusahaan itu mempunyai pengungkit
modal yang tinggi.
Pada saat tingkat leverage besar, maka laba yang dihasilkan akan dapat
menutup pembayaran bunga dan pokok pinjaman. Namun jika tingkat leverage
yang dihasilkan perusahaan kecil maka kecil pula kemampuan perusahaan untuk
pembayaran bunga dan pokok pinjamannya. Maka dari itu, saat utang meningkat
dengan tajam, manajemen akan melakukan penyesuaian angka-angka akuntansi
untuk menyepakati pembatasan-pembatasan seperti perjanjian utang (Jensen dan
Meckling, 1976 dalam Rosaria, 2007).
Purnami (2011) menyatakan terdapat dua hal penting leverage keuangan
dalam suatu perusahaan, yaitu:
1) Penambahan dana melalui utang dapat mempertahankan pengendalian
perusahaan dengan investasi terbatas.
2) Kreditur mensyaratkan adanya dana yang disediakan sebagai penjamin.
Kreditur akan menanggung sebagian besar risiko perusahaan apabila
pemilik hanya menyediakan sebagian kecil dana penjamin.
2.1.6 Good Corporate Governance
Dalam teori keagenan dikatakan bahwa konflik keagenan timbul karena
adanya asimetri informasi antara prinsipal dengan agen. Hal ini disebabkan karena
adanya perbedaan kepentingan karena berdasarkan asumsi sifat dasar manusia ialah
ingin lebih menguntungkan dirinya sendiri. Untuk mencegah adanya penyimpangan
17
diperlukan sebuah mekanisme pengendalian atau tata kelola yang kuat dalam
perusahaan.
Good Corporate Governance (GCG) pertama kali diperkenalkan oleh
Cadbury Committee pada tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut pada
laporan mereka (Cadbury Report). Menurut Cadbury, Good Corporate Governance
adalah mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar tercapai keseimbangan
antara kekuatan dan kewenangan perusahaan (Sutedi, 2011).
Kelompok negara maju Organisastion for Economic Cooperation and
Development (OECD), mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai
cara-cara manajemen perusahaan bertanggung jawab pada shareholder-nya. Para
pengambil keputusan diperusahaan harus dapat dipertanggungjawabkan, dan
keputusan tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi para shareholder. Center
for European Policy Study (CEPS) memformulasikan Good Corporate Governace
adalah seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses, dan
pengendalian baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan.
Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), corporate
governance atau tata kelola perusahaan merupakan suatu sistem yang mengatur
hubungan antara eksekutif perusahaan dengan para pemegang kepentingan baik
internal maupun eksternal mengenai hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata
lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Menurut
Komite Nasional Kebijakan Governance (2004) dalam Widiatmaja (2010),
corporate governance merupakan suatu proses dan struktur yang digunakan oleh
18
berkesinambungan dalam jangka panjang bagi pemegang saham dengan tetap
memperhatikan stakeholder lainnya dan berlandaskan peraturan perundangan serta
norma yang berlaku. Menurut Keputusan Menteri BUMN Nomor
Kep-117/M-MBU/2002, corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan
oleh suatu organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas
perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan
tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan
perundangan dan nilai-nilai etika.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance
merupakan:
1) Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan
komisaris, direksi, pemegang saham dan para stakeholder lainnya.
2) Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian
perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang, pengelolaan
yang salah dan penyalahgunaan asset perusahaan.
3) Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan,
pencapaian, berikut pengukuran kerjanya.
Tujuan dari good corporate governance (GCG) adalah untuk menciptakan
nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders), secara teoritis
pelaksanaan good corporate governance dapat meningkatkan nilai perusahaan
dengan meningkatkan kinerja keuangan mereka, mengurangi risiko yang mungkin
dilakukan oleh dewan komisaris dengan keputusan-keputusan yang
19
dapat meningkatkan kepercayaan investor dan kreditor dalam berinvestasi maupun
memberi pinjaman.
Darmawati (2002) dalam Widiatmaja (2010) menyatakan bahwa terdapat
dua faktor penting dalam corporate governance, yaitu (1) informasi yang diterima
oleh pemilik atau pemegang saham seharusnya akurat dan tepat waktu, dan (2)
perusahaan memiliki kewajiban untuk melakukan pengungkapan mengenai
informasi kinerja, kepemilikan dan stakeholder secara akurat, transparan, dan tepat
waktu.
The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) mendefinisikan
tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) adalah struktur,
sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan sebagai upaya untuk
memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya
berdasarkan norma, etika, budaya dan aturan yang berlaku. The Indonesian Institute
for Corporate Governance mengemukakan manfaat dari penerapan good corporate
governance bagi perusahaan, yaitu:
1) Menjaga kelangsungan (sustainability) perusahaan.
2) Meningkatkan nilai perusahaan dan kepercayaan pasar.
3) Mengurangi agency cost dan cost of capital.
4) Meningkatkan kinerja, efisiensi, dan pelayanan kepada stakeholders.
5) Melindungi organ dari intervensi politik dan tuntutan hukum.
20
Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), asas yang
diperlukan agar terciptanya good corporate governance pada perusahaan, yaitu:
1) Transparansi (Transparency)
Perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan
dengan cara mudah diakses dan dipahami oleh stakeholder untuk menjaga
objektivitas dari investor dalam menjalankan bisnis. Perusahaan juga
diharapkan memberikan informasi penting yang diperlukan oleh investor
atau pihak yang berkepentingan.
2) Akuntabilitas (Accountability)
Kinerja perusahan wajib dipertanggungjawabkan sehingga perusahaan
harus dikelola dengan benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan
stakeholder. Akuntabilitas merupakan persyaratan yang harus dilakukan
untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
3) Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan wajib mematuhi peraturan perundang-undangan serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan.
Perusahaan wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dengan peduli
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar
perusahaan dengan membuat perencanaan yang memadai.
21
Perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing
bagian perusahaan tidak saling mendominasi dan diintervensi oleh pihak
lain.
5) Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Dalam melaksanakan kegiatannya perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan
lainnya berdasarkan kewajaran dan kesetaraan. Sikap adil ditunjukkan
kepada seluruh pihak yang berkepentingan.
Penilaian terhadap good corporate governance berdasarkan pada
pemeringkatan Corporate Governance Perception Index (CGPI). The Indonesian
Institute for Corporate Governance (IICG) adalah lembaga organisasi independen
yang didirikan untuk memasyarakatkan konsep praktik dan manfaat corporate
governance kepada dunia usaha khususnya dan masyarakat luas umumnya
(www.iicg.org). CGPI adalah program riset dan pemeringkatan penerapan tata
kelola perusahaan yang baik di Indonesia pada perusahaan publik yang
diselenggarakan oleh IICG. Program ini dilaksanakan sejak tahun 2001 dilandasi
pemikiran pentingnya mengetahui sejauh mana perusahaan-perusahaan publik telah
menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance.
Tujuan program CGPI adalah untuk merangsang perusahaan agar
berlomba-lomba menerapkan good corporate governance demi kepentingan jangka panjang
perusahaan. Indeks persepsi ini diperoleh melalui tiga pendekatan, yaitu:
22
informasi publik yang mencakup laporan keuangan, situs korporat, dan berita media
masa. Riset pemeringkatan CGPI dilakukan dengan menggunakan metode survei
melalui kuisioner yang diisi secara self assessment oleh emiten. Penyusunan
kuisioner berdasarkan prinsip-prinsip corporate governance yang diterapkan badan
international yaitu OECD dan KNKG yang meliputi Transparancy, Accountability,
Responsibility, Independensi dan Fairness.
2.2 Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Kualitas Laba
Ukuran perusahaan dapat memengaruhi kualitas laba suatu perusahaan.
Perusahaan dengan ukuran besar memiliki akses lebih besar dan luas dalam
memperoleh sumber pendanaan dari luar dan juga mampu bertahan dan bersaing di
dalam industri. Karena semakin besar suatu ukuran perusahaan, maka tingkat
kinerja keuangannya semakin baik dan perusahaan juga tidak perlu melakukan
praktik manajemen laba, sehingga laba yang dihasilkan dapat dinilai sebagai laba
yang berkualitas. Penelitian yang dilakukan oleh Sadiah (2015) menemukan bahwa
ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba dan memiliki
koefisien positif yang menunjukkan hubungan searah. Selain itu penelitian lain juga
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2012) yang menyatakan
bahwa ukuran perusahaan secara parsial berpengaruh pada kualitas laba. Semakin
besar ukuran suatu perusahaan maka semakin besar pula peluang untuk
memperoleh laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dibuat hipotesis sebagai
berikut:
23
2.2.2 Pengaruh Leverage pada Kualitas Laba
Leverage merupakan rasio keuangan yang menggambarkan hubungan
antara utang perusahaan terhadap modal maupun asset perusahaan. Perusahaan
yang baik seharusnya memiliki modal yang lebih besar dari utang. Menurut Irawati
(2012) struktur modal yang diukur dengan leverage merupakan suatu variabel untuk
mengetahui seberapa besar asset perusahaan dibiayai oleh utang perusahaan.
Tingkat rasio leverage yang tinggi dapat berarti profitabilitas perusahaan
meningkat, tetapi utang yang tinggi juga akan meningkatkan risiko kebangkrutan.
Leverage memiliki pengaruh terhadap kualitas laba perusahaan. Penggunaan utang
akan direspon negatif oleh investor karena investor akan beranggapan bahwa
perusahaan akan lebih mengutamakan pembayaran utang daripada pembayaran
dividen. Apabila sebagian besar asset perusahaan dibiayai oleh utang dibandingkan
dengan modalnya sendiri, maka perusahaan tersebut dinilai tidak dapat menjaga
keseimbangan keuangan dalam pengelolaan dana antara modal yang tersedia
dengan modal yang dibutuhkan. Penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2012)
menemukan bahwa struktur modal berpengaruh pada kualitas laba dan penelitian
Sadiah (2015) menyatakan struktur modal memiliki koefisien negatif yang
menunjukkan hubungan tidak searah. Besarnya utang menunjukkan kualitas
perusahaan serta prospek yang kurang baik pada masa mendatang. Oleh karena itu,
jika tingkat leverage suatu perusahaan tinggi maka akan memiliki kecenderungan
24
dihasilkan menjadi rendah (Ghosh dan Moon, 2010). Berdasarkan uraian tersebut,
maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:
H2: Leverage berpengaruh negatif pada kualitas laba.
2.2.3 Pengaruh Good Corporate Governance pada Kualitas Laba
Menurut Meeampol et al. (2013), good corporate governance merupakan
faktor yang krusial dari seluruh gambaran dalam sebuah organisasi baik swasta,
publik atau nirlaba sebagai indikasi tata kelola perusahaan yang baik yang secara
langsung dapat memberikan nilai ekonomi pada organisasi terkait. Good Corporate
Governance (GCG) merupakan tata kelola yang baik pada suatu usaha yang
dilandasi oleh etika profesional dalam berusaha atau berkarya. Penerapan GCG
untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders), meningkatkan nilai perusahaan dan mengurangi risiko yang
mungkin dilakukan dewan komisaris sehingga GCG dapat meningkatkan
kepercayaan investor dan kreditor dalam berinvestasi. Bistrova dan Lace (2012)
menemukan bahwa perusahaan yang memiliki tata kelola yang baik akan
meminimalisasi adanya manipulasi laporan keuangan. Dengan tahap penilaian
CGPI dan prinsip-prinsip GCG maka perusahaan yang memiliki corporate
governance yang bagus akan dapat menyajikan informasi secara akurat, relevan,
dan tepat waktu sehingga informasi laba yang disampaikan perusahaan akan
dipercaya oleh investor. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dibuat hipotesis
sebagai berikut: