PEMBUATAN PERMUKAAN SELEKTIF RADIASI
SURYA PADA PELAT ALUMINIUM
DENGAN PENCELUPAN LARUTAN NaOH 40%
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Mesin
Disusun oleh:
CB. WINARNO SUTRISNO HADI
025214044
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
THE MAKING OF SOLAR RADIATION SELECTIVE
SURFACE ON ALLUMINIUM BY DIPPING IN 40%
NaOH SOLUTION
FINAL PROJECT
Presented as Partial Fulfillment of the Requirements to Obtain the Sarjana Teknik Degree
in Mechanical Engineering
by
CB. WINARNO SUTRISNO HADI
Student Number : 025214044
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
ENGINEERING FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
PEMBUATAN PERMUKAAI\I SELEKTIF' RADI,ASI
SURYA PADA PEL],T ALUMINIUIVT
DENGAN PENCELUPAI{ LARUTAN NaOH 4$a/o
Disusun oleh:
CB. WINARNO STJTRISNCI
HADI
NIM:025?]4444
Telah disetujui oleh:
Pembimbing
Budi Setyahandana
S.T., M.T.
TUGAS AKHIR
PEMBUATAN PERMUKAAN SELEKTIF RADIASI
SURYA PADA PELAT ALUMINIUM
DENGAN PENCELUPAN LARUTAN NaOH 40"/"
Dipersiapkan
dan ditulis oleh:
CB. WINARNO SUTRISNO
HADI
NIM:425214A44
Telah dipertahankan
di depan panitia penguji
pada tanggal 25 Juli20A7
dan dinyatakan
memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguj i
Ketua
: I Gusti Ketut Puja, S.T., M.T.
Sekretaris : k. Franciscus
Asisi Rusdi Sambad4
M.T.
Anggota : Budi Setyahandana,
S.T., M.T.
Yogyakarta, 25 Juli 2007
Fakultas Teknik Universitas Sanata DharmaYogyakarta Dekan
\. "'t*'**t a+*.:..=zili
(Ir. Greg. Heliar6-SJ.,S.
S.',8.
S.
T.,M.A.,M.
Sc.
)
r-"!a ri;--*;
'-f-
d *.-4-\ :
Dengan ini saya menyatakan bahrla dalam tugas akhir ini tidak terdapaf karya
yang penrah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjaftum di suatu Perguruan
Tinggi, dan sepanjang
pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya afau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh omng laiq kecuali yrrrrg secara tertulis
-
diacu dalam naskah dan disebutkan
dalam daftar pustaka.
Yoryakarta,16
Jaliz00T
Penulis
6&
INTISARI
Penelitianini bertujuan mencari absorptivitas surya, emisivitas termal dan suhu yang diserap oleh pelat aluminium dengan tebal 2 mm setelah mengalami pencelupan pada larutan NaOH 40% (PH = 14), dengan variasi waktu tertentu.
Metode yang digunakan adalah dipping in chemical baths (permukaan direndam dalam larutan kimia NaOH) dengan 2 variasi. Variasi A dengan pencelupan pelat Aluminium ke dalam larutan NaOH 40% dengan pengeringan alami. Variasi B dengan pencelupan pelat Aluminium ke dalam larutan NaOH 40% dengan pengeringan bantuan lap. Tiap pencelupan dibagi 3 variasi waktu yaitu 5 detik, 10 detik dan 15 detik, langkah berikutnya adalah pengujian radiasi untuk mengetahui besar absorptivitas surya, emisivitas termal dan suhu yang diserap aluminium setelah mengalami pencelupan.
Hasil pengujian menunjukkan absorptivitas Aluminium yang dicelup NaOH meningkat 5-8 kali sedangkan emisivitasnya meningkat 2-5 kali. Suhu yang diserap memiliki perbedaan lebih baik 5ºC-11ºC. Dalam hal ini lama
waktu pencelupan tidak terlalu berpengaruh terhadap absorptivitas, emisivitas dan suhu yang diserap benda uji.
ABSTRACT
This research is striving to find thermal emission of solar absorptivity, temperature absorption in alluminium plate with 2 mm thikness after NaOH 40% (PH = 14)immersion were on time variation.
Its research with dipping in chemical bath method which have 2 variation. Variation alluminium plate dipping in NaOH 40 with naturally drying. Variation B Alluminium plate dipping in NaOH 40% with drying by towel. In each immersion have 3 time variations 5s, 10s, 15s and then radiation test knowing solar absorptivity thermal emissivity and temperature absorption of alluminium after immersion.
Its result refers to how alluminium plate absorptivity were dipping in NaOH 40% was increased 5-8 times, and temperature absorption increase more better about 5˚C-8˚C. In this case the immersion duration is not influential to absorptivity, emissivity, and specimen’s temperature absorption.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Bapa di surga atas berkat dan rahmat-Nya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul
“Peningkatan Efisiensi Termal Pelat Aluminium Dengan Pencelupan NaOH 40% Variasi Waktu” yang merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh untuk memeperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dari hati yang paling dalam tak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih atas segala bantuan saran fasilitas dan segala sesuatunya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini, kepada:
1. Romo Ir. Greg. Heliarko SJ.,S.S.,B.S.T.,M.A.,M.Sc., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Budi Setyahandana, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
4. Laboran Laboratorium Teknologi Mekanik dan Laboratorium Perpindahan Panas Universitas Sanata Dharma yang telah membantu penelitian penulis.
5. Segenap keluargaku, bapak dan ibu (F. Pratomo H. dan Rita S.), mbak Ari terima kasih banyak atas bantuannya, saudara dan adik-adikku.
ix
Penulis hanya mengucapkan banyak-banyak terima kasih Semoga berkat Tuhan menyertai dan menbalas kebaikan anda semua.
Penulis berusaha mengerjakan Tugas Akhir ini dengan maksimal, namun penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan untuk itu saran dan kritik yang membangun untuk penulisan ini sangat penulis harapkan demi sempurnanya penulisan ini.
Semoga penulisan Tugas Akhir ini dapat berguna dan memberikan wawasan lebih tentang ilmu pengetahuan dan teknologi bagi semua pembaca.
Yogyakarta, 25 juli 2007
Penulis,
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Pengaruh Radiasi Datang ... 9
Gambar 2.2. Refleksi Spekular dan Refleksi Baur ... 10
Gambar 2.3. Sudut Azimut dan Sudut Polar ... 11
Gambar 2.4. Bagian-bagian Kolektor surya Termal... 13
Gambar 3.1. Diagram Alur Penelitian ... 34
Gambar 3.2. Bentuk Spesimen Benda Uji ... 35
Gambar 3.3. Alat Penguji Absorptivitas ... 39
Gambar 3.4. Alat Uji Radiasi Termal ... 41
Gambar 3.5. Panel Indikator... 42
Gambar 3.6. Tampilan Spesimen ... 44
Gambar 3.7. Multimeter Display... 45
Gambar 4.1. Diagram Absorptivitas Tanpa Perlakuan ... 48
Gambar 4.2. Diagram Pengaruh Waktu pencelupan Pada Absorptivitas ... 49
Gambar 4.3. Diagram Pengaruh Waktu Pencelupan Pada Absorptivitas ... 49
Gambar 4.4. Diagram Pengaruh Pencelupan NaOH Pada Absorptivitas ... 50
Gambar 4.5. Diagram Emisivitas Tanpa Perlakuan... 54
Gambar 4.6. Diagram Pengaruh Waktu Pencelupan Pada Emisivitas... 54
Gambar 4.7. Diagram Pengaruh Waktu Pencelupan Pada Emisivitas... 55
Gambar 4.8. Diagram Pengaruh Pencelupan NaOH Pada Emisivitas... 55
Gambar 4.9. Diagram Pengaruh Pencelupan NaOH Pada Suhu Yang Diserap . 57 Gambar 4.10. Foto Permukaan Aluminium Pengeringan Alami ... 57
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Aluminium Paduan Tempa Berdasarkan Kode/Group... 22
Tabel 2.2. Contoh Beberapa Asam ... 30
Tabel 2.3. Contoh Beberapa Basa ... 32
Tabel 4.1. Data Pengujian Absorptivitas Surya Material Awal ... 46
Tabel 4.2. Data Pengujian Absorptivitas Surya Pengeringan Alami... 46
Tabel 4.3. Data Pengujian Absorptivitas Surya Pengeringan Dengan Lap ... 47
Tabel 4.4. Data Pengujian Emisivitas Termal Material Awal... 51
Tabel 4.5. Data Pengujian Emisivitas Termal Pengeringan Alami ... 51
Tabel 4.6. Data Pengujian Emisivitas Termal Pengeringan Dengan Lap... 52
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL BAHASA INGGRIS ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI DAN DEKAN... iv
HALAMAN PERNYATAAN ... v
INTISARI... vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR ISI ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang... 1
1.2.Batasan Masalah ... 3
1.3.Tujuan penelitian ... 4
1.4.Cara Penelitian... 4
1.5.Kontribusi Penelitian... 5
BAB II DASAR TEORI... 6
xiii
2.2. Perpindahan Panas (kalor)... 7
2.2.1. Perpindahan Panas Konduksi... 7
2.2.2. Perpindahan Panas Konveksi... 8
2.2.3. Perpindahan Panas Radiasi ... 9
2.3. Pelat Absorber ... 15
2.3.1. Sifat-sifat Pelat Absorber ... 15
2.3.2. Pembuatan Permukaan Selektif ... 16
2.3.3. Bahan Pelat Absorber... 18
2.4. Aluminium... 18
2.4.1. Sifat-sifat Aluminium... 19
2.4.2. Pengaruh Unsur-unsur Logam Paduan Aluminium .. 20
2.4.3. Jenis Aluminium Paduan... 22
2.4.4. Pengerasan Aluminium ... 25
2.5. Larutan Kimia ... 26
2.5.1. Pencelupan (Bath Dipping) NaOH... 27
2.5.2. Konsentrasi Larutan ... 27
2.5.3. Sifat-sifat Larutan... 29
2.5.3.1. Asam... 30
2.5.3.2. Basa ... 32
BAB III METODE PENELITIAN... 34
3.1. Skema Penelitian... 34
3.3. Larutan ... 35
3.4. Proses Pencelupan Dalam NaOH... 36
3.5. Pengujian Bahan ... 37
3.5.1. Pengujian Absorptivitas Surya... 38
3.5.2. Pengujian Emisivitas Termal ... 40
3.5.3. Pengujian Sinar Matahari ... 43
BAB IV DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46
4.1. Analisis Pengujian Absorptivitas... 46
4.2. Analisis Pengujian Emisivitas ... 50
4.3. Analisis Pengujian Dengan Sinar Matahari... 56
BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP... 59
5.1. Kesimpulan... 59
5.2. Penutup... 60
5.3. Saran... 60
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seluruh aspek kehidupan di dunia ini sangat membutuhkan energi. Tidak hanya manusia, tumbuhan dan binatang juga membutuhkan energi. Tanpa energi mungkin di bumi ini tidak akan ada kehidupan. Pemanfaatan energi dewasa ini meningkat pesat karena kebutuhan dari manusia itu sendiri yang juga meningkat pesat dan energi yang sering digunakan adalah berasal dari alam yang berupa fosil yang berumur jutaan tahun, kususnya minyak bumi yang paling banyak digunakan yang jika dimanfaatkan dan digunakan terus menerus akan habis karena bahan dari energi tersebut membutuhkan waktu jutaan tahun untuk terbentuk kembali menjadi minyak bumi, sedang di indonesia sendiri cadangan dari minyak bumi semakin menipis seiring dengan pemanfaatan energi yang semakin pesat.
2
absorber tersebut akan meningkat sehingga dengan temperatur yang meningkat tersebut maka benda di sekitar akan memancarkan energi secara radiasi.
Bahan yang mempunyai sifat permukaan selektif tidak terdapat di alam tetapi secara teknologi permukaan selektif dapat dibuat dengan beberapa metode misalnya vacuum evaporation, vacuum sputtering, ion exchange, chemical vapour disposition, chemical oxidation, dipping in chemical baths, electroplating, spraying, screen printing, brass painting, mekanik (grinding), dll.
1.2. Batasan Masalah
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini penulis memberikan batasan masalah sebagai berikut :
1. Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelat Alumunium yang tebalnya 2 mm.
2. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara dipping in chemical bath.
3. Dengan metode dipping inchemical baths benda uji yang berupa pelat tadi permukaannya dikasarkan dengan cara direndam larutan NaOH dengan cara yang beragam.
4
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui absorptivitas surya termal dan emisivitas termal pada pelat aluminium yang telah direndam pada larutan NaOH 40.
2. Mencari metode pencelupan yang menghasilkan absorptivitas termal paling tinggi.
3. Mencari data-data untuk mendukung pengadaan energi alternative yang lebih efisien, murah, dan bermanfaat.
4. Membandingkan hasil penelitian dengan penelitian lain yang sudah ada.
1.4. Cara penelitian
1. Literatur
Mencari buku-buku literatur dan informasi yang berhubungan dengan penelitian ini.
2. Konsultasi
Melakukan diskusi dengan pihak-pihak yang menguasai materi ini misal dosen atau mahasiswa yang memiliki pengetahuan di bidang ini. 3. Pembuatan spesimen
Di dalam penelitian yang dilakukan ini pembuatan spesimen dilakukan di laboratorium Teknologi Mekanik, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Sanata Dharma.
4. Pengujian Spesimen
Perpindahan Panas, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
5. Analisis Data
Data yang telah didapat dari penelitian kemudian dianalisa sesuai dengan aturan yang ditetapkan untuk mendapatkan kesimpulan terakhir yang sesuai dengan tujuan penelitian.
1.5. Kontribusi penelitian
1. Hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi sistem pemanfaatan energi surya termal seperti pemanas air, pengering hasil pertanian, dan oven/kompor tenaga surya.
2. Menambah kepustakaan tentang teknologi pembuatan permukaan selektif.
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Pengantar
Pengertian tentang konversi energi surya sangat erat kaitannya dengan perpindahan panas. Konversi energi surya sebuah kolektor sangat penting karena untuk menentukan besar dan kecilnya energi yang diserap, dipantulkan dan diteruskan selain itu yang sangat menentukan besar atau kecil energi yang dikonversi adalah aliran fluidanya. Pada umumnya peralatan yang digunakan adalah fluida cairan karena koefisien laminer dan koefisien aliran panas dalam pipa sama. Untuk memperbesar perpindahan panas biasanya aliran laminer dibuat supaya aliran menjadi turbulen dengan memberikan gangguan pada aliran itu.
kolektor secara horisontal. Untuk bidang yang permukaannya miring harus memerlukan perhitungan secara khusus dengan mengukur radiasi pada permukaan tersebut.
2.2. Perpindahan Panas(Kalor)
Perpindahan panas atau alih bahan (heat transfer) adalah ilmu yang meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena perbedaan suhu antara sebuah benda atau material. Sebagai dasar prinsip sebuah kolektor perlu mengetahui suatu gambaran bahwa perpindahan panas yang diserap melalui tiga cara yang berbeda yaitu :
2.2.1. Perpindahan Panas Konduksi
Perpindahan panas yang terjadi dari temperatur tinggi ke temperatur rendah dengan bantuan benda padat sebagai penghantarnya. Jika energi berpindah secara konduksi maka perpindahan panas tersebut berbanding dengan gradien suhu normal.
x T A q
Jika dimasukan konstanta proporsionalitas (proportionality constant)
x T kA q
Dengan :
q = Laju perpindahan kalor, watt K = konduktivitas termal, W/(m.K)
8
x T
= gradien suhu dalam arah aliran panas, -K/m.
2.2.2. Perpindahan Panas Konveksi
Perpindahan panas secara konveksi adalah perpindahan panas dengan media penghantar yang bergerak. Seperti halnya udara yang mengalir di atas suatu permukaan panas kemudian permukaan lain menjadi panas. Apabila aliran udara disebabkan oleh sebuah blower, maka disebut sebagai aliran paksa, dan apabila disebabkan oleh gradien massa jenis maka disebut konveksi alamiah. Dalam perancangan sebuah kolektor surya biasanya perpindahan panas konveksi dinyatakan dengan hukum pendinginan Newton sebagai berikut :
) (T T hA
q w
Dimana :
h : Koefisien konveksi, W/( m².K )
A : Luas Permukaan, m²
Tw: Temperatur dinding, ºC
T : Temperatur Fluida. K
2.2.3. Perpindahan Panas Radiasi
Perpindahan panas radiasi ini berbeda dengan perpindahan panas konduksi dan konveksi karena perpindahan panas ini tanpa perantara atau bisa terjadi di ruang hampa. Transfer panas dari perpindahan panas ini melalui gelombang elektromagnetik atau sinaran. Perpindahan panas secara radiasi yang mengenai benda akan dipantulkan (refleksi), sebagian akan diserap (absorbsi), sebagian lagi akan diteruskan
(transmisi). Seperti pada gambar 2.1 fraksi yang kita pantulkan dinamakan reflektivitas (), fraksi yang diserap dinamakan
absorbtivitas (), dan fraksi yang diteruskan dinamakan
transmisivitas ( ), maka :
+ + = 1
Kebanyakan benda yang padat tidak meneruskan radiasi termal sehingga transmisivitasnya dianggap nol.
= 1
Radiasi datang Refleksi
Absorpsi
Transmisi
10
Ada dua kejadian yang bisa diamati bila radiasi menimpa suatu permukaan yaitu bila sudut jatuhnya sama maka disebut refleksi spekular (specular) sedangkan disisi lain jika berkas yang jatuh tersebut tersebar secara merata maka ke segala arah sesuai refleksi maka refleksi tersebut disebut baur (diffuse). Permukaan yang kasar suatu benda lebih menunjukkan sifat baur dibandingkan dengan permukaan yang diupam mengkilap, demikian pula permukaan yang diupam lebih spekular daripada permukaan kasar. Hal tersebut bisa kita lihat pada gambar 2.2. Karena pengaruh kekasaran permukaan terhadap sifat-sifat radiasi termal sangat besar peranannya maka hal tersebut perlu dipelajari lebih dalam lagi.
Sumber Sumber
Sinar refleksi
Bayangan cermin Sumber
(a) (b)
Di dalam hukum Kirchoff dikatakan bahwa suatu benda yang berada pada keadaan thermodinamik maka benda tersebut akan mempunyai absorptifitas () yang sama dengan emisifitas () pada suatu panjang gelombang tertentu ( ë ) dapat dinyatakan dengan persemaan sebagai berikut
=
Perlu diketahui juga bahwa permukaan tersebut hanya berlaku pada permukaan yang tidak bergantung pada sudut yang asimut ( ô ) dan sudut polar ( ì ) bisa dilihat pada gambar 2.3
W
E N
S Perm ukaan
horisontal
S udut azim ut F A
µ
Sudut polar Z
P
Gambar 2.3 Sudut azimut dan sudut polar
Akan tetapi jika permukaan benda tersebut bergantung pada sudut asimut ( ô ) dan sudut polar ( ì ) maka persamaan diatas akan menjadi
12
Tetapi untuk permukaan yang tidak transparan (opaque) radiasi yang diterima hanya akan diserap dan dipantulkan karena pada permukaan yang tidak transparan tidak meneruskan radiasi (ô = 0 ) sehingga persamaan tersebut akan menjadi
= = 1
Atau secara umum :
( ì, ô ) = ( ì, ô ) = 1-( ìi, ôi )
Dari persamaan tersebut diatas dapat disimpulkan emisivitas dan absorbsivitas dapat diketahui jika reflektivitas diketahui.
Efisiensi pada kolektor surya dalam mengkorfersi energi surya menjadi energi termal tergantung pada :
1. Faktor absorptivitas surya pelat absorber pada radiasi surya yang datang.
2. Emisivitas termal pada pelat absorber pada panjang gelombang yang panjang.
3. Kerugian panas karena konveksi, konduksi, radiasi.
Efisiensi pada kolektor surya dapat dinyatakan dengan persamaan ;
ç = FR (ô) – FR UL
T a i
G T T
Dengan :
FR = faktor pelepasan panas.
Ti = temperatur fluida masuk kolektor (K).
Ta = temperatur sekitar (K).
GT = radiasi yang datang (W/m2).
Gambar 2.4 Bagian bagian kolektor surya termal
14
absorptivitas surya memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan penurunan faktor emisivitas termal terhadap peningkatan efisiensi kolektor. Faktor lainnya yang mempengaruhi koefisien kerugian adalah kualitas dari isolasi, makin baik isolasi maka makin kecil harga koefisien kerugian.
Perolehan panas berguna dari kolektor dapat dinyatakan dengan persamaan :
) (W/m G
.
qu T 2
Dari persamaan diatas terlihat bahwa jumlah panas berguna tergantung dari efisiensi kolektor.
Emisivitas termal adalah perbandingan total energi yang dipancarkan suatu permukaan dengan total energi yang dipancarkan benda hitam pada temperatur yang sama. Pada permukaan nyata emisifitas termal merupakan fungsi panjang gelombang radiasi, sudut datang, temperatur permukaan dan keadaan permukaan (kekasaran, warna, bahan dll). Dengan pernyataan Stefan-Boltzmann energi yang dipancarkan suatu permukaan dinyatakan dengan :
4
A 4
S T
T q dengan :
q : energi yang dipancarkan (W/m2)
: emisivitas termal
TS : temperatur permukaan (K)
TA : temperatur sekitar (K)
Untuk benda hitam faktor emisivitas termal () = 1, sehingga persamaan menjadi :
4
A 4 S
b T T
q
dan :
b
q q
Dengan penelitian ini energi yang dipancarkan ( q ) diukur dengan radiometer sehingga emisivitas termal () dapat diketahui.
2.3. Pelat Absorber
2.3.1 Sifat-sifat Pelat Absorber
Bila ditinjau dari bahan pelat absober yang akan digunakan perlu diperhatikan sifat–sifatnya, karena hal tersebut merupakan salah satu faktor penentu efisiensi pemanfaatan energi surya. Sifat-sifat absorber yang harus diperhatikan adalah :
1. Faktor absorptivitas yang besar (mendekati satu). 2. Faktor Emisivitas termal yang kecil (mendekati nol).
3. Transisi spektral yang tajam antara absorptivitas yang tinggi dengan emisivitas termal yang rendah.
4. Sifat optik dan fisik yang stabil.
16
6. Mudah diaplikasikan.
7. Proses pelapisan permukaan selektif yang murah dan tidak merusak lingkungan (Pandey dan Banerjee, 1998).
2.3.2. Pembuatan Permukaan Selektif
Proses pembuatan permukaan permukaan selektif pelat absorber ada banyak cara untuk memperolehnya tetapi yang perlu diperhatikan adalah bagaiman caranya untuk mendapatkan permukaan yang selektif yang ideal dengan proses yang ada dimana dengan permukaan selektif yang diperoleh faktor absorptivitas surya ( á ) yang besar berkisar 0 (nol) sampai 1 (satu), dengan angka yang semakin mendekati 1 (satu) akan semakin baik . Dari beberapa percobaan dan penelitian yang ada diantaranya sebagai berikut :
a. Permukaan selektif dengan lapisan oksida tembaga.
Lapisan oksida tembaga dibentuk dengan konversi kimia, yaitu dengan mencelupkan pelat tembaga yang telah dibersihkan dan dipolis kedalam larutan sodium hydroxide dan sodium chloride
b. Permukaan selektif oksida cobalt.
Dapat dibuat dengan metode electroplating pada pelat baja-nikel, dengan metode ini didapatkan faktor absorptivitas surya (á) antara 0,87 – 0,92 dan faktor emisitvitas termal () antara 0,07 – 0,08 (Choudhury, 2002).
c. Permukaan selektif dengan metode sputtering.
Dengan mengganti lapisan anti korosi dari nickel-chromium
menjadi copper-nickel. Dengan metode ini dapat menaikkan absorptivitas surya (á) dari 0,89 – 0,91 menjadi 0,97, dan menurunkan faktor emisivitas termal dari 0,12 menjadi 0,06 (Gelin, 2004).
d. Permukaan selektif dengan metode elektrokimia.
Dengan oksidasi aluminium dan pigmentasi nikel, dapat menghasilkan absorptivitas surya (á) sebesar 0,91 dan emisivitas termal sebesar 0,17 (Kadirgan et al, 1999).
e. Permukaan selektif dengan metode grinding.
Untuk memperoleh permukaan selektif dengan metode
18
terdapat variasi pada penggunaan komposisi dan struktur dari alat grinding. Penggunaan komposisi dan struktur yang tepat dapat mempengaruhi hasil absorptivitas surya (á) sampai diatas 0,94.
2.3.3. Bahan Pelat Absorber
Di dalam pemilihan pelat absorber yang ditentukan adalah pertimbangan efisiensi dan biaya proses yang relatif murah, bahan yang mudah didapat dan tidak berdampak terhadap lingkungan maka dipilihlah bahan dari aluminium sebagai pelat absorber. Karena aluminium memiliki faktor absorbtivitas surya yang besar (mendekati satu), emisivitas yang kecil (mendekati nol) transisi spektral yang tajam antara absorptivitas surya yang tinggi dengan emisivitas termal yang rendah, sifat optik dan fisik yang stabil, kualitas kontak pelat dengan lapisan selektif yang baik dan mudah di aplikasikan.
2.4. Aluminium
kemudian direduksi menjadi logam, secara terpisah aluminium didapat dari alumina dengan cara elektrolisa dari garamnya yang terfusi dan sampai sekarang proses tersebut masih dipakai.untuk memproduksi aluminium. Aluminiun sendiri juga memiliki kekurangan yaitu sifat mampu cor dan mekanis yang kurang baik maka untuk mendapatkan sifat mekanis yang lebih baik aluminium dipadukan dengan logam yang lainnya yaitu dengan menambahkan Cu, Mn, Si, Mg, Zn dan elemen lain.
2.4.1. Sifat-sifat Aluminium
Sifat-sifat Fisik :
o Tahan korosi air, asam fosfat encer, asam nitrat konsentrat, dioksida belerang dan senyawa nitrogen yang lain.
o Konduktivitas listrik dan panas bagus.
o Tidak tahan terhadap korosi air laut, asam anorganik, soda, mortar. Sifat-sifat Mekanis :
o Kekuatannya relatif tinggi.
o Dapat di las tetapi sukar disolder karena adanya lapisan oxid. o Dapat dibalut atau dilapisi dan dianodasi (oksidasi elektris). Sifat-sifat murni Aluminium.
o Massa jenis : 2,7 – 2,85 gr/cm3. o Kekuatan tarik : 90 -120 Mpa. o Tegangan luluh : 34 Mpa.
o Kekerasan : 23 BHN.
20
2.4.2. Pengaruh Unsur- unsur Logam Paduan Aluminium 1. Besi ( Fe ).
Keuntungan :
- Aluminium menjadi keras Kerugian :
- Aluminium menjadi getas atau kurang ulet 2. Tembaga ( Cu )
Keuntungan :
- Meningkatkan kekerasan. - Memperbaiki kekuatan tarik.
- Mempermudah pengerjaan menggunakan mesin. Kerugian :
- Mengurangi keuletan bahan
- Mengurangi mampu bentuk dan mampu rol - Menurunkan ketahanan bahan terhadap korosi 3. Silicon (Si).
Keuntungan :
- Memperbaiki sifat mekanik.
- Meningkatkan daya tahan terhadap korosi. - Menurunkan penyusutan hasil coran. Kerugian :
- Penurunan kekuatan terhadap beban kejut. 4. Magnesium ( Mg ).
Keuntungan :
- Meningkatkan kekuatan dan daya tahan terhadap korosi. - Memudahkahkan dalam pengerjaan dengan mesin. - Meningkatkan kekuatan terhadap beban kejut. - Mempermudah penuangan.
Kerugian :
- kemungkinan cacat pada hasil coran akan meningkat. 5. Maganese ( Mn ).
Keuntungan :
- Meningkatkan ketahanan terhadap korosi.
- Meningkatkan kekuatan dan ketahanan pada temperatur tinggi. Kerugian :
- Menurunkan kemampuan penuangan. - Kekerasan butiran partikel meningkat. 6. Zn
Keuntungan :
- Meningkatkan sifat mampu cor. - Mempermudah pembentukan. - Meningkatkan keuletan bahan.
22
- Menurunkan ketahanan korosi.
- Menurunkan pengaruh baik pada unsur besi.
- Bila kadar Zn terlalu tinggi dapat menyebabkan cacat rongga udara.
2.4.3. Jenis Aluminium Paduan
1. Aluminium Paduan Tempa (Wrought Aluminium Alloys) 2. Aluminium Paduan Cor (Cast Aluminium Alloys)
1. Aluminium Paduan Tempa (Wrought Aluminium Alloys)
Cara memperoleh paduan ini dapat dirol, ditarik, diekstrusi, ditempa dan dilas. Standarisasi Aluminium paduan ini berupa 4 digit sebagai berikut :
Tabel 2.1 Alumunium Paduan Tempa berdasarkan kode /group
Elemen Paduan Utama Aluminium Kode/Grup
Aluminium, 99% atau lebih besar 1XXX
Tembaga (Copper = Cu) 2XXX
Manganese (Mn) 3XXX
Silicon (Si) 4XXX
Magnesium (Mg) 5XXX
Magnesium & Silicon 6XXX
Seng (Zn = Zinc) 7XXX
Contoh : Al 2024 : Aluminium paduan, paduan tembaga (4,4 % Cu) Selain standarisasi 4 digit, juga disertai catatan/tanda pengerjaan perlakuan panas sebagai berikut :
-F : fabrikasi, belum ada kontrol kekerasan, regangan, sifat mekaniknya.
-H : pengerasan regangan (strain-hardenend).
-H1 : pengerasan regangan dengan pengerjaan, digit kedua 1 s/d 9, mengindikasikan derajat kekerasan, 8 – lebih keras (full hard), 9 sangat keras (extra hard).
-H2 : pengerasan regangan dengan pengerjaan dingin, partial annealing, digit kedua : 2 s/d 8.
-H3 : pengerasan tegangan dan stabilisasi.
-O : Anneled dan recrystallized. Kekuatan rendah dan ductile. -T : perlakuan panas (Heat Treatment).
-T1 : pendinginan dari pengerjaan panas dan naturally aged. -T2 : pendinginan dari pengerjaan panas, dikerjakan dingin, dan
naturallyaged.
-T3 : dilakukan perlakuan panas, dikerjakan dingin, dan
naturally aged.
-T4 : dilakukan perlakuan panas dan naturally aged.
24
-T7 : dilakukan perlakuan panas dan stabilisasi.
-T8 : dilakukan perlakuan panas, pengerjaan dingin, artificially aged.
-T9 : dilakukan perlakuan panas, artificially aged, dan pengerjaan dingin.
-T10 : pendinginan dari pengerjaan panas, pengerjaan dingin, artificially aged.
-W : dilakukan hanya perlakuan panas.
2. Aluminium Paduan Cor (Aluminium Casting Alloys)
Paduan ini dipilih berdasarkan sifat penuangan (kemampuan mengisi cetakan dan besarnya penyusutan). Untuk pembebanan mekanis yang sangat besar digunakan paduan yang mengandung Si (keliatan yang tinggi. Paduan Al-Mg lebih sulit dituang, tetapi sangat tahan korosi (tahan air laut) dan dengan 5-7% Mg mempunyai daya tahan panas yang baik (silinder head). Cor aluminium yang sering digunakan : 30% sebagai cor pasir, 15% cor ekstrusi, 5% cor cetak gravitasi. 5% cor sentrifugal. Paduan khusus untuk torak dari motor bakar memiliki koefisien pemuaian yang rendah, ketahanan panas yang tinggi dan sifat luncur yang baik (Al-Si-Cu-Ni).
2.4.4. Pengerasan Aluminium
Pengerasan logam Non-Ferrous harus terlebih dahulu melihat sifat-sifat bahan paduan pada diagram fase.
- Tahap pertama : Solution heat treatment, yaitu benda dipanaskan sampai suhu antara suhu solvus dan suhu solidus dan dipertahankan sampai suhu merata.
- Tahap kedua : Quenching, yaitu benda dilakukan pendinginan secara cepat dengan media air pada suhu kamar.
26
untuk menghilangkan dislokasi akibat pertisipasi partikel dengan deformasi partikel sehingga paduan mengali penguatan.
Aging (penuaan) ada dua macam :
a.Natural aging adalah aging pada temperatur kamar (room temperature).
b.Artificial aging adalah aging pada temperatur antara 15 s/d 25 dari perbedaan temperatur kamar dan temperatur solution heat treatment.
2.5. Larutan Kimia
tetapi akan sangat tidak bijaksana jika kita kita ingin mengenali senyawa ini dengan mencicipinya.
2.5.1. Pencelupan (Bath Dipping) NaOH
Sebelum dilakukannya pengujian absortivitas surya dan pengujian emisivitas termal langkah yang dilakukan adalah mencelupkan bahan yaitu aluminium kedalam larutan NaOH dengan konsentrasi larutan 40.
Dalam mengukur tingkat kosentrasi larutan NaOH kita gunakan timbangan elektrik. Karena media yang akan dipakai untuk melarutkan NaOH adalah air maka kita tentukan dahulu kadar airnya, untuk NaOH konsentrasi 40 kita ambil NaOH seberat 40 gr kemudian kita larutkan ke dalam air sebanyak 60 gr, kemudian melakukan pencelupan benda uji ke dalam larutan. Wadah yang digunakan adalah asbak dari bahan gelas/kaca (harus dipilih asbak dari bahan kaca yang cukup tebal supaya wadah yang digunakan tidak pecah saat proses korosi terjadi). Pencelupannya sendiri menggunakan rentang waktu yang telah ditentukan yaitu 5 detik, 10 detik, 15 detik dengan variasi tertentu.
Setelah pengujian bath dipping hasil yang dicari adalah absorbtivitas surya dan emisivitas termalnya.
2.5.2. Konsrentrasi Larutan
28
a. Kosentrasi larutan yang dinyatakan dalam Fisika
Jika konsentrasi yang dilakukan dalam larutan fisika maka konsentrasinya dapat dilakukan dngan salah satu cara sebagai berikut :
1. Dengan massa zat terlarut per satuan volume larutan Contoh : 20 gram perliter larutan
2. Dengan persen komposisi, atau jumlah satuan massa terlarut per 100 satuan massa larutan.
Contoh : larutan 10% dalam air mengandung 10 gr NaCl dalam 100 gr larutan. 10 gr NaCl dilarutkan dalam 90 gr air untuk mendapatkan 100 g larutan.
3. Dengan volume zat terlarut per satuan volume satuan larutan. b. Konsentrasi larutan yang dinyatakan dalam Kimia
Jika satuan dinyatakan dengan satuan kimia maka konsentrasi larutan dinyatakan dengan cara sebagai berikut :
1. Konsentrasi molar, M adalah jumlah mol zat terlarut yang terkandung di dalam satu liter larutan. M merupakan lambang kuantitas yaitu konsentrasi molar dan juga juga merupakan lambang satuan mol/L.
larutan volume molar
i konsentras
M molzatterlarut
larutan volume larutan
normalitas
N gramekuivalenzatterlarut
3. Molalitas suatu larutan adalah banyaknya mol zat terlarut per kilogram pelarut yang terkandung dalam suatu larutan. Molalitas (m) tidak dapat dihitung dari konsentrasi molar (M), kecuali jika rapatan (densitas) larutan ini diketahui.
larutan volume ) ( molar i konsentras
m n zatterlarut
4. Fraksi mol, X suatu komponen dalam larutan didefinisikan sebagai banyaknya mol (n) kompnen itu dibagi dengan jumlah keseluruhan komponen dalam larutan itu. Jumlah fraksi mol seluruh komponen dalam setiap larutan adalah satu. Dalam larutan 2 komponen,
) ( ) ( ) n(terlarut (terlarut) x pelarut n terlarut n ) ( ) ( n(pelarut) (pelarut) x pelarut n terlarut n komponen saluran mol an bersangkut yang komponen mol komponen mol fraksi
x
Dalam persentase fraksi mol dinyatakan sebagai mol persen.
2.5.3.Sifat- sifat Larutan
30
2.5.3.1. Asam
Asam adalah zat yang menaikkan konsentrasi ion H+ di dalam larutan.
Contoh
- HCl yang terionisasi menjadi H++ Cl
-- H2SO4 Yang terionisasai menjadi 2H+ + SO4
2-Tabel 2.2 Contoh beberapa asam
Nama Rumus Bentuk ionisasinya Sifat elektrolitnya Asam Bromida
Asam Nitrat Asam Sulfat Asam Fosfat Asam Sulfida
Asam Asetat
HBr HNO3
H2SO4
H3PO4
H2S
CH3COOH
H+ + Br - H+ + NO3 -
H+ + SO4 2-
H+ + PO43-
H+ + S 2- H+ + CH3 COO -
Kuat Kuat Kuat Lemah Lemah Lemah
Terbentuknya asam
Asam dapat terjadi bila oksida non logam direaksikan dengan air,
Oksida nonlogam + Air Asam
Contoh :
- CO2(g) + H2 O(l) H2CO3 (aq)
Karbon dioksida asam karbonat
- N2O5(g) + H2O(l) 2HNO3(aq)
Oksida non logam pembentuk asam disebut juga dengan oksida asam.
Tidak semua oksida non logam dapat membentuk asam bila direaksikan dengan air. Oksida-oksida itu antara lain : CO, NO, N2O, NO2, BrO3. Asam yang bukan berasal dari oksidanya (tidak
mengandung atom oksigen) antara lain :
Asam yang berasal dari unsur golongan halogen (VIIA) HF : asam fluorida
HCl : asam klorida HBr : asam bromida HI : asam yodida HCN : asam cianida H2S : asam sulfida
Asam organik, yaitu asam yang dijumpai pada makhluk hidup atau tumbuhan dan umumnya terdiri dari atom C, H, dan O
Contoh :
CH3COOH : asam asetat
H2C2O4 : asam oksalat
HCOH : asam formaldehid
HCOOH : asam formiat C6H5COOH : asam benzoat
32
- Rasanya masam, tetapi untuk mengetahui apakah suatu larutan bersifat asam atau bukan tidak boleh ditentukan dengan mencicipinya.
- Bersifat korosif dan melarutkan beberapa logam.
- Menurut Arrhenius semua larutan asam dapat menghasilkan ion hidrogen (H+).
- Larutan bersifat elektrolit. - Memerahkan kertas lakmus biru. 2.5.3.2. Basa
Basa adalah zat yang di dalam larutan memberikan ion OH -Contoh :
-NaOH yang terionisasi menjadi Na+ + OH- Natrium Hidroksida
- Ca(OH)2 yang terionisasi menjadiCa2- + 2OH
-Kalsium Hidroksida
Tabel 2.3 contoh beberapa basa
Nama Rumus Bentuk ionisasinya Sifat elektrolitnya Natrium Hidroksida
Kalsium Hidroksida Amonium Hidroksida
NaOH Ca(OH)2
NH4OH
Na+ + OH - Ca 2+ + 2OH - NH4+ + OH -
Catatan :
NH4OH dapat bila gas amaoniak (NH3) dilarutkan didalam air
menurut reaksi :
NH3(g) + H2O(l) NH4OH(aq)
Valensi basa ialah, jumlah ion OH- yang dilepaskan oleh 1 molekul basa.
Contoh : NaOH valensinya 1 Ca(OH)2 valensinya 2
Terbentuknya basa
Basa dapat terjadi bila oksidasi logam direaksikan dengan air :
Oksida logam + Air Basa
Contoh :
- Na2O + H2 O NaOH
natrium oksida natrium hidroksida - CaO + H2O Ca(OH)2
Kalsium oksida kalsium hidroksida
Ciri – ciri larutan basa :
- Rasanya pahit bisa merusak kulit.
- Terasa licin di tangan (seperti merasakan larutan sabun). - Di dalam larutan membentuk ion logam atau gugus
(kumpulan atom lain) yang bermuatan positif dan ion hidroksil (OH) yang bermuatan negatif.
- Larutan bersifat elektrolit.
Bahan Pelat Aluminium
Pembuatan Spesimen
Al Tanpa Dicelupkan NaOH
Al Dicelupkan NaOH 40% Lalu Diangkat Dibersihkan / Dilap
Al Dicelupkan NaOH 40% dan Diangkat Tanpa dibersihkan
Kesimpulan
Literatur Pengujian
Absorptivitas surya
Pengujian Sinar matahari
Analisis Data
Pembahasan Pengujian Emisivitas termal
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas metode penelitian pada aluminium yang akan diuji dengan menggunakan NaOH teknik 40 (PH = 14) yaitu dengan cara pencelupan (Bath Dipping).
3.2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah pelat aluminium dengan tebal 2 mm dari pelat tersebut kita buat spesimen dengan panjang 50 cm dan lebar 30 cm seperti pada gambar 3.2 dibawah ini.
Gambar 3.2 Bentuk Spesimen benda uji
3.3. Larutan
Pencelupan pada larutan NaOH untuk variasi tiap-tiap permukaan : 1. Variasi A yaitu pencelupan dengan kadar NaOH 40 dengan
36
Pengujian dilakukan dengan rentan waktu 5 detik, 10 detik, 15 detik yaitu :
A1 Waktu pencelupan : 5 detik. A2 Waktu pencelupan : 10 detik. A3 Waktu pencelupan : 15 detik.
2. Variasi B yaitu pencelupan dengan kadar NaOH 40 dengan pengeringan secara dilap dengan menggunakan handuk.
Dengan : NaOH : 40 g Air : 60 g
Pengujian dilakukan dengan rentan waktu 5 detik, 10 detik, 15 detik yaitu :
B1 Waktu pencelupan : 5 detik. B2 Waktu pencelupan : 10 detik. B3 Waktu pencelupan : 15 detik.
3.4. Proses pencelupan dalam NaOH
Pada proses pencelupan spesimen berupa plat aluminium dengan NaOH mempunyai beberapa tahap sebagai berikut :
1. Spesimen yang telah dipotong sesuai ukuran yang telah ditentukan dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran yang menempel pada spesimen tersebut saat pembuatan dengan lap atau handuk.
3. Larutan NaOH ditentukan dengan menimbang larutan tersebut sesuai variasi-variasi yang diinginkan.
4. Larutan NaOH yang telah ditimbang tersebut dilarutkan dengan air dengan volume tertentu untuk mendapatkan kepekatan dan molaritas tertentu yang bervariasi.
5. Spesimen yang telah dibuat dimasukkan ke dalam larutan NaOH dengan variasi waktu yang diinginkan seperti di atas. 6. Setelah dicelupkan dengan waktu yag diinginkan spesimen
tadi diangkat dan dikeringkan. Pengeringan tadi ada dua macam yaitu :
Dengan pengeringan secara alami, yaitu setelah spesimen diangkat dibiarkan kering dengan sendirinya secara perlahan-lahan.
Dengan pengeringan secara dilap, yaitu setelah spesimen diangkat kemudian dilap dengan handuk sampai kering.
3.5. Pengujian Bahan
38
3.5.1. Pengujian Absorbtivitas Surya
Tujuan dari pengujian absorptivitas adalah untuk mencari besarnya atau jumlah panas yang terserap didalam aluminium yang telah dicelupkan kedalam NaOH 40. Bahan yang digunakan untuk membuat alat uji absorptivitas ini adalah kertas tebal atau karton berbentuk siku yang tidak tertembus oleh cahaya dari luar kemudian dilengkapi lampu halogen 150 W
sebagai radiasi gelombang panjang yang dipancarkan ke aluminium, dan untuk membaca radiasi gelombang panjang yang dipantulkan oleh aluminium menggunakan solar cell dan untuk mendapatkan hasil output dari radiasi tersebut digunakan multimeter yang dinyatakan dalam tegangan (Volt) pada skala 20 volt DC.
Langkah Penelitian : a. Membuat alat uji
Alat uji dibuat seperti pada Gambar 3.3 b. Mempersiapkan benda uji
Benda uji dari aluminium (spesimen) tadi dipasang di sudut pantul cahaya dengan kemiringan 45º, dipasang dengan kemiringan 45º agar mendapatkan sudut pantul yang sempurna seperti pada Gambar 3.3
c. Pelaksanaan Penelitian
solar cell yang telah dihubungkan dengan multimeter seperti pada Gambar 3.3 sehingga hasil energi yang dipantulkan bisa diketahui jumlahnya.
Lampu Halogen
Solar Cell Aluminium
Gambar 3.3 Alat Penguji Absorbtivitas
Setelah besar energi radiasi yang dipantulkan oleh aluminium diketahui maka besar energi yang terserap oleh aluminium biasa diketahui dengan persamaan :
40
Dengan :
: Absorbtivitas surya pada suatu panjang gelombang tertentu.
: Reflektivitas surya pada panjang gelombang tertentu. Tujuan Pengujian Absorptivitas :
1. Untuk mengetahui kemampuan bahan dalam menyerap panas atau radiasi.
2. Untuk menentukan proses pembuatan permukaan.
3.5.2. Pengujian Emisivitas Termal
Pengujian emisifitas termal digunakan alat penguji radiasi temal. Langkah Penelitian :
a. Alat uji
Alat uji menggunakan alat penguji radiasi termal yang terdapat di Laboratorium Perpindahan Kalor Universitas Sanata Dharma. b. Mempersiapkan benda uji
Gambar 3.4 Alat uji Radiasi Termal c. Pelaksanaan penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Perpindahan Kalor Universitas Sanata Dharma, dengan menggunakan alat uji radiasi termal kita dapat mengetahui kemampuan penyerapan suatu benda atau spesimen jika diberi panas, Setelah spesimen dipasang dengan benar begitu juga dengan thermocouple dan
radiometer seperti pada gambar 3.4 maka kita hidupkan sumber panas atau source dengan memasang daya pada skala 4,5 strip, pemasangan benda uji berjarak 50 mm dari sumber panas dan 60 mm dari radiometer seperti pada gambar 3.4 . Pengambilan data berdasarkan sebuah data dengan kondisi awal :
T¾1 = Suhu awal permukaan aluminium ( º C ) = 31 º C
42
TA = Suhu sekitar ( º C )
= 27,5 ( º C ) R0 = Radiasi awal
= 2
t = Waktu pemberian panas ( menit ) = 5 menit
Untuk membaca data dari suhu dan radiasi bisa kita lihat dari Gambar 3.5
Gambar 3.5 Panel indikator
Setelah kita ketahui nilai radiasi akhir ( R1 ) dan suhu akhir ( TS ),
maka kita bisa mengetahui nilai emisivitas termalnya dengan persamaan sebagai berikut :
4
A 4
S T
T
ó å
di mana :
q : energi yang dipancarkan (W/m2) : 5,59 × R1
: emisivitas termal
: konstanta Stefan boltzmann = 5,67 x 10-8 W/(m2.K4) TS : temperatur akhir permukaan ( K )
TA : temperatur sekitar ( K )
d. Tujuan pengujian emisivitas termal :
1. Untuk mengetahui besarnya panas yang dilepas oleh bahan atau spesimen.
2. Untuk mengetahui cara pelepasan panas dari suatu bahan atau spesimen.
3.5.3. Pengujian sinar matahari
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan sinar matahari secara langsung. Khusus untuk pengujian menggunakan sinar matahari ini spesimen yang digunakan berukuran 12,5cm x 16,5cm. Spesimen pada pengujian ini digunakan dengan ukuran agak besar dengan tujuan agar sinar matahari yang dipancarkan ke permukaan benda dapat ditampung lebih banyak.
Langkah penelitian : a. Alat uji
44
b. Mempersiapkan benda uji
Benda uji dari aluminium (spesimen) tadi dimasukan pada sebuah penampang yang terbuat dari kaca transparan berbentuk kubus dengan tujuan panas dari sinar matahari yang dipancarkan ke spesimen dapat masuk dari berbagai sudut dan panas tersebut tidak mudah keluar atau hilang ke udara bebas. Pemasangan spesimen bisa dilihat pada Gambar 3.6
Gambar 3.6 Tampilan Spesimen
c. Pelaksanaan penelitian
Setelah spesimen tadi terpasang, kemudian spesimen tadi kita jemur di bawah sinar matahari langsung, tetapi sebelum di jemur di ukur terlebih dahulu suhu awal spesimen dengan menggunakan
hingga mendapatkan suhu panas yang maksimal dengan menggunakan thermocouple yang bisa dilihat pada Gambar 3.7
Gambar 3.7 Multimeter Display
d. Tujuan pengujian sinar matahari
BAB IV
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Pengujian Absorptivitas
Tujuan pengujian absorptivitas adalah untuk mengetahui kemampuan spesimen menyerap energi panas setelah mendapatkan perlakuan yaitu dengan dicelupkan ke dalam NaOH dengan kadar 40 (PH = 14). Setelah diuji dengan absorptivitas didapatkan data-data sebagai berikut :
Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian Absorptivitas Surya Material Awal
Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian Absorptivitas Surya Pengeringan Alami
S
p
es
im
en Varisasi waktu
celup (detik)
Tegangan Solar Cell Pantulan
dari Al (volt)
Tegangan Solar Cell Tanpa Pantulan (volt) Reflektivitas Al (ñAl)
Absorptivitas Al (áAl)
Rata-rata Absorptivitas
A1a 1,91 2,66 0,718045 0,281955
A1b 1,95 2,66 0,733083 0,266917
A1c
5
1,97 2,66 0,740602 0,259398
0,269424
A2a 1,96 2,66 0,736842 0,263158
A2b 1,94 2,66 0,729323 0,270677
A2c
10
1,91 2,66 0,718045 0,281955
0,27193
A3a 1,89 2,66 0,710526 0,289474
A3b 1,95 2,66 0,733083 0,266917
A3
15
1,93 2,66 0,725564 0,274436
0,276942 No Material
Awal
Spesimen Tegangan Solar Cell Pantulan dari
Al (volt)
Tegangan Solar Cell Tanpa Pantulan (volt) Reflektivitas Al( ñAl )
Absorptivitas Al (áAl)
Rata-rata Absorptivitas
1 2,56 2,66 0,962406 0,037594 2 2,57 2,66 0,966165 0,033835
1 Al
3 2,56 2,66 0,962406 0,037594
Tabel 4.3 Data Hasil Pengujian Absorptivitas Surya Pengeringan Dengan Bantuan Lap
Pada pengujian absorbtivitas penambahan waktu saat pencelupan berdasarkan data yang didapat perubahannya tidak begitu kelihatan, sehingga dapat disimpulkan bahwa lamanya pencelupan tidak mempengaruhi semakin besar nilai absorptivitas aluminium atau semakin kecil nilai absorptivitas dari aluminium tersebut. Hal tersebut disebabkan dari beberapa specim kemungkinan, yaitu :
- Kurang sempurnanya saat proses pencelupan.
- Kurang sempurnanya saat proses pengeringan baik alami maupun dengan lap.
- Pembacaan multimeter yang kurang tepat atau sempurna.
Walaupun demikian hasil pengujian secara keseluruhan didapatkan angka absorptivitas sesuai yang diharapkan lebih besar dari pemukaan aluminium awal atau tidak diproses. Dengan pengujian radiasi dapat diketahui besar angka reflektivitas berbanding terbalik dengan besar angka
S p es im en Varisasi waktu celup
(detik)
Tegangan Solar Cell Pantulan dari
Al (volt)
Tegangan Solar Cell Tanpa Pantulan (volt) Reflektivitas Al (ñAl)
Absorptivitas Al (áAl)
Rata-rata Absorptivitas
B1a 2,05 2,66 0,770677 0,229323
B1b 2,1 2,66 0,789474 0,210526
B1c
5
2,1 2,66 0,789474 0,210526
0,216792
B2a 2,14 2,66 0,804511 0,195489
B2b 2,16 2,66 0,81203 0,18797
B2c
10
2,13 2,66 0,800752 0,199248
0,194236
B3a 2,12 2,66 0,796992 0,203008
B3b 2,1 2,66 0,789474 0,210526
B3c
15
2,11 2,66 0,793233 0,206767
48
absorptivitas. Untuk mencari besarnya absorptivitas melalui perbandingan besar tegangan solar cell pantulan dari aluminium dengan besar tegangan langsung dari solar cell, dapat dicari menggunakan persamaan sebagai berikut :
áë + ñë= 1 …... ( 1 )
Dengan :
áë : absorptivitas surya ñë : reflektivitas surya
maka :
áë= 1 –ñë …... ( 2 )
= 1 -
Solarcell Tegangan Al Pantulan cell Solar Tegangan 0,0376 0,0338 0,0376 0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025 0,03 0,035 0,04
1 2 3
Spesimen Awal (detik)
A b s o rp ti v it a s
0,2694 0,2719 0,2769 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3
5 10 15
Waktu Pencelupan (detik)
A b s o rp ti v it a s
Gambar 4.2 Diagram pengaruh waktu pencelupan pada absorptivitas (pengeringan alami) 0,2168 0,1942 0,2068 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25
5 10 15
Waktu Pencelupan (detik)
A b s o rp ti v it a s
50
0,0363
0,2694 0,2719 0,2769
0,2168
0,1942
0,2068
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3
A A1 A2 A3 B1 B2 B3
Spesimen
A
b
s
o
rp
ti
v
it
a
s
A = tanpa perlakuan , A1 = pencelupan 5 detik (pengeringan alami), A2 = pencelupan 10 detik (pengeringan alami), A3 = pencelupan 15 detik (pengeringan alami), B1 = pencelupan 5 detik (pengeringan dengan lap), B2 = pencelupan 10 detik (pengeringan dengan lap),
B3 = pencelupan 15 detik (pengeringan dengan lap)
Gambar 4.4 Diagram pengaruh pencelupan NaOH pada absorptivitas untuk seluruh specimen
4.2. Analisis Pengujian Emisivitas
Tabel 4.4 Data Hasil Pengujian Emisivitas Termal Material Awal.
Thermocouple 1
Thermocouple 2
Tabel 4.5 Data Hasil Pengujian Emisivitas Termal Pengeringan Alami
Thermocouple 1
S
p
es
im
e Varisasi waktu
celup (detik)
Suhu Al (TS)
(°C)
Suhu Sekitar
(TA)
(°C)
Radiasi Termal (R)
Energi yg Dipancarkan (q)
(W/m2)
Emisivitas Termal
(
å
)Rata-rata Emisivitas
A1a 47 27 20 111,8 0,8265
A1b 46 27 20 111,8 0,8743
A1c
5
43 27 21 117,39 1,1064
0,935731
A2a 45 27 19 106,21 0,8811
A2b 41 27 21 117,39 1,2771
A2c
10
45 27 22 122,98 1,0202
1,05944
A3a 43 27 21 117,39 1,1064
A3b 43 27 19 106,21 1,0011
A3c
15
43 27 21 117,39 1,1064
1,071303 No Material
Awal
Spesimen Suhu Al (TS)
(°C)
Suhu Sekitar (TA)
(°C) Radiasi Termal (R) Energi yg Dipancarkan
(q) (W/m2)
Emisivitas Termal
(
å
)Rata-rata Emisivitas
1 39 27 4 22,36 0,2866
2 40 27 3 16,77 0,1975
1 Al
3 40 27 3 16,77 0,1975
0,227176
No Material Awal
Spesimen Suhu Al (TS)
(°C)
Suhu Sekitar (TA)
(°C) Radiasi Termal (R) Energi yg Dipancarkan
(q) (W/m2)
Emisivitas Termal
(
å
)Rata-rata Emisivitas
1 39,1 27 4 22,36 0,2841
2 42,1 27 3 16,77 0,1682
1 Al
3 42,2 27 3 16,77 0,1670
52 Thermocouple 2 S p es im
e Varisasi waktu
celup (detik)
Suhu Al (TS)
(°C)
Suhu Sekitar
(TA)
(°C)
Radiasi Termal (R)
Energi yg Dipancarkan (q)
(W/m2)
Emisivitas Termal
(
å
)Rata-rata Emisivitas
A1a 48,8 27 20 111,8 0,7515
A1b 47,4 27 20 111,8 0,8087
A1c
5
50,1 27 22 122,98 0,7752
0,77846
A2a 43,8 27 19 106,21 0,9496
A2b 44,9 27 21 117,39 0,9797
A2c
10
51,9 27 22 122,98 0,7128
0,880712
A3a 51,2 27 21 117,39 0,7025
A3b 50,5 27 19 106,21 0,6568
A3c
15
47,9 27 21 117,39 0,8268
0,728673
Tabel 4.6 Data Hasil Pengujian Emisivitas Thermal Pengeringan Dengan Bantuan Lap Thermocouple 1 S p es im
e Varisasi
Waktu (detik)
Suhu Al (TS)
(°C)
Suhu Sekitar
(TA)
(°C)
Radiasi Termal (R)
Energi yg Dipancar-kan (q)
(W/m2)
Emisivitas Termal
(
å
)Rata-rata Emisivitas
B1a 43 27 16 89,44 0,8430
B1b 46 27 15 83,85 0,6557
B1c
5
44 27 18 100,62 0,8882 0,795627
B2a 46 27 14 78,26 0,6120
B2b 43 27 16 89,44 0,8430
B2c
10
46 27 18 100,62 0,7869 0,747284
B3a 46 27 17 95,03 0,7431
B3b 43 27 17 95,03 0,8957
B3c
15
Thermocouple 2
S
p
es
im
e Varisasi
Waktu (detik)
Suhu Al (TS)
(°C)
Suhu Sekitar
(TA)
(°C)
Radiasi Termal (R)
Energi yg Dipancar-kan (q)
(W/m2)
Emisivitas Termal
(
å
)Rata-rata Emisivitas
B1a 43,8 27 16 89,44 0,7997
B1b 50 27 15 83,85 0,5311
B1c
5
49,3 27 18 100,62 0,6596 0,663449
B2a 48,6 27 14 78,26 0,5315
B2b 47,8 27 16 89,44 0,6332
B2c
10
49,7 27 18 100,62 0,6467 0,603799
B3a 52,2 27 17 95,03 0,5434
B3b 52,6 27 17 95,03 0,5339
B3c
15
50 27 16 89,44 0,5665 0,547938
Pada pegujian emisivitas termal ini lama pencelupan aluminium tidak mempengaruhi besar atau kecilnya emisivitas hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang kurang lebih sama dengan pengujian absorptivitas, hal ini juga bisa terjadi akhibat pendinginan yang kurang dari alat pemanas yang mengakibatkan kondisi awal berbeda saat pengukuran suhu dan radiasinya.
Dengan mengetahui suhu aluminium, suhu sekitar dan radiasi dapat diketahui emisivitas thermal dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
4
A 4 S T T ó å
q ... ( 3 ) Dengan :
q : energi yang dipancarkan (W/m2) : 5,59 × R
å : emisivitas termal
: konstanta Stefan boltzmann = 5,67 x 10-8
54
TA : temperatur sekitar ( K )
0.29 0.20 0.20 0.2841 0.1682 0.1670 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35
1 2 3
Spesimen E m is iv it a s T h e rm a l Thermocouple 1 Thermocouple 2
Gambar 4.5 Diagram emisivitas tanpa perlakuan
0.9357 1.0594 1.0713 0.7785 0.8807 0.7287 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
5 10 15
Waktu Pencelupan (detik)
E m is iv it a s T h e rm a l Thermocouple 1 Thermocouple 2
0.7956 0.7473 0.7794 0.6634 0.6038 0.5479 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
5 10 15
Waktu Pencelupan (detik)
E m is iv it a s T h e rm a l Thermocouple 1 Thermocouple 2
Gambar 4.7 Diagram pengaruh waktu pencelupan pada emisivitas (pengeringan dengan bantuan lap)
0,9357 1,0594 1,0713 0,7956 0,7473 0,7794 0,2272 0,5479 0,7287 0,6634 0,6038 0,8807 0,7785 0,2065 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
A A1 A2 A3 B1 B2 B3
Spesimen E m is iv it a s Thermocouple 1 Thermocouple 2
A = tanpa perlakuan, A1 = pencelupan 5 detik (pengeringan alami), A2 = pencelupan 10 detik (pengeringan alami), A3 = pencelupan 15 detik (pengeringan alami), B1 = pencelupan 5 detik (pengeringan dengan lap), B2 = pencelupan 10 detik (pengeringan dengan lap),
B3 = pencelupan 15 detik (pengeringan dengan lap)
56
4.3. Analisis Pengujian Dengan Sinar Matahari
Pengujian dengan sinar matahari ini bertujuan untuk mencari berapa besar perbandingan suhu yang bisa diserap oleh aluminium yang belum mendapat perlakuan dengan aluminium yang sudah mendapat perlakuan yaitu setelah aluminium dicelupkan ke dalam larutan NaOH 40% dengan perlakuan tertentu.
Tabel 4.7 Data Hasil Pengujian dengan Sinar Matahari Suhu Al
Pengeringan Alami (ºC)
Suhu Al
Pengeringan Dengan Lap (ºC)
Waktu Penjemuran
(menit)
Suhu Al Tanpa Perlakuan
(ºC) 5 detik 10 detik 15 detik 5 detik 10 detik 15 detik
0 29,4 30,7 30,6 30,7 30,5 30,5 30,1
5 46,1 51,8 52 51,9 54,8 57,8 57,4
10 56,3 63,2 62,3 61,8 63,2 64,9 64,5
15 59,3 65 65,4 63,5 66,2 69,7 68,8
20 57,9 61,3 61,1 61,5 62,2 65 63,9
25 58,9 63,7 62,2 62,3 64,9 67,9 65,8
Rata-rata 51,32 55,95 55,60 55,28 56,97 59,30 58,42
ÄT 29,5 33 31,6 31,6 34,4 37,4 35,7
mendapat perlakuan dengan aluminium yang mendapat perlakuan. Hasil dari data diatas bahwa aluminium yang mendapat perlakuan penyerapannya lebih bagus 10ºC dibandingkan dengan aluminium yang tidak mendapat perlakuan.
Gambar 4.9 Diagram pengaruh pencelupan NaOH pada suhu yang diserap
Gambar 4.10 Foto Permukaan Aluminium Pengeringan Alami
Pengujian Dengan Sinar Matahari
0 10 20 30 40 50 60 70 80
0 5 10 15 20 25
Waktu Pencelupan
S
u
h
u
(
ºC
)
Tanpa Perlakuan
58
Mula - mula Variasi Waktu 5 detik
Variasi waktu 10 detik Variasi waktu 15 detik
Gambar 4.11 Foto Permukaan Aluminium Pengeringan DenganBantuan Lap
Mula - mula Variasi waktu 5 detik
59
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari hasil yang didapat dari hasil penelitian, pengujian dan analisa di laboratorium Perpindahan Panas dan laboratorium Teknologi Mekanik jurusan teknik mesin fakultas teknik Universitas Sanata Dharma maka dapat disimpulkan :
1. Dari hasil pengujian menunjukan absorptivitas meningkat 5-8 kali, sedangkan emisivitas meningkat 2-5 kali. Dalam hal ini lama pencelupan tidak terlalu berpengaruh terhadap absorptivitas dan emisivitas.
2. Setelah dilakukan pengujian dikasarkannya permukaan spesimen dengan metode dipping in chemical baths (permukaan direndam dalam larutan kimia NaOH), hasil pengujian absorptivitas termal paling tinggi adalah dengan pengeringan alami, dari data hasil paling tinggi sebesar 0,289. 3. Pada pengujian menggunakan sinar matahari pelat yang mendapat
60
5.2. Penutup
Didalam pembuatan permukaan selektif dengan metode dipping in chemical baths (permukaan direndam dalam larutan kimia NaOH) ini diharapkan dapat membantu semua pihak dalam memahami faktor absorptivitas dan emisivitas.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama proses penyusunan Tugas Akhir ini, Jika terjadi ketidak akuratan data, disebabkan karena keterbatasan dana, peralatan dan ketilitian dalam pengamatan. Kritik dan saran untuk kemajuan sangat penulis harapkan, sehingga Tugas Akhir ini dapat berguna bagi semua pihak.
5.3. Saran
Sebagai acuan penelitian berikutnya perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
- Gunakan variasi waktu yang lebih lama dengan kadar larutan yang lebih kecil untuk mengurangi pencemaran lingkungan.
- Gunakan variasi-variasi lain untuk pengasaran permukaan misal dengan pengamplasan sehingga dapat menghindari pencemarn lingkungan.
- Gunakan air yang lebih bersih/steril misal aquadest sebagai pelarut untuk mendapatkan larutan yang lebih akurat.
61
Daftar Pustaka
Choudhuryn, G. M. 2002. Selective Surface for Efficient Solar Thermal Conversion. Bangladesh Reneweble Energy News Letter. Vol. 1 No 2, Vols 1 & 2, July 2000-December 2002. Commottee for Promotion and Dissemination of Renewable Energy in Bangladesh. Banglades.
Gelin, K. 2004. Preparation and Characterization of Sputter Deposited Spectrally Selective Solar Absorber. Comprehensive Summaries of Uppsala Dissertations from the Faculty of Science and Technology. Uppsala University.
Holman, J. P. 1993. Perpindahan Kalor. Erlangga. Jakarta.
Jansen, T. J. Teknologi Rekayasa Surya. Pradnya Paramita. Jakarta. Rosenberg, J. L. 1996. Kimia Dasar. Erlangga. Jakarta.