• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKSI DAN INTERAKSI CLUBBER DI TEMPAT HIBURAN MALAM (STUDI PADA DISKOTIK DINASTY KOTA CILEGON) - FISIP Untirta Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "AKSI DAN INTERAKSI CLUBBER DI TEMPAT HIBURAN MALAM (STUDI PADA DISKOTIK DINASTY KOTA CILEGON) - FISIP Untirta Repository"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

AKSI DAN INTERAKSI CLUBBER DI TEMPAT HIBURAN MALAM

(STUDI PADA DISKOTIK DINASTY KOTA CILEGON) SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian Sarjana (S-1) pada program studi Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Oleh :

TEGUH CIPTA NIM. 6662102884

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO & PERSEMBAHAN

Cara untuk menjadi di depan adalah memulai sekarang. Jika memulai

sekarang, tahun depan Anda akan tahu banyak hal yang sekarang

tidak diketahui, dan Anda tak akan mengetahui masa depan jika

Anda menunggu-nunggu.

‘Nabi Muhammad Saw’

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

Kedua Orang tuaku… Bapa Bahroni, Emih Sutini dan keluargaku tercinta Serta

orang-orang yang menyanyangi dan

(6)

ABSTRAK

Teguh Cipta. NIM 6662102884. Skripsi. Aksi dan Interaksi Clubber di Tempat Hiburan Malam (Studi Pada Diskotik Dinasty Kota Cilegon). Pembimbing I : Prof. Dr. H. Ahmad Sihabudin, M.Si dan Pembimbing II : Naniek Afrilla Framanik, S.Sos, M.Si

Di dalam tempat hiburan malam seorang clubber mampu menunjukan simbol-simbol khusus yang digunakan identitas diri sebagai seorang clubber, baik dari fashion, fisik, dan kebiasaanya. Saat ini, memang tak sedikit anak muda yang keranjingan dugem atau istilah lainnya dulalip (dunia kelap kelip malam). Dugem atau dulalip adalah kebiasaan sebagian anak muda perkotaan atau masyarakat metropolis. Dugem atau dulalip mulai populer di kancah gaul anak- anak muda kota besar. Menurut data yang di dapatkan berdasarkan hasil observasi dilapangan, diketahui bahwa pertama, di dalam tempat hiburan malam terjadi tanggapan atau reaksi individu satu dengan yang lainnya terhadap suatu rangsangan, baik sedang tidak berkomunikasi dan sedang berkomunikasi. Sebagian dari itu, kegiatan dan kebiasaan yang dilakukan seorang clubber di tempat hiburan malam pun itu dianggap sebagai sebuah perilaku. Contohnya : kegiatan yang dilakukan, seperti berjoged, berminum-minum ria, mencari pasangan, mencari kawan, berbisnis dan acara ulang tahun. Di dalam tempat hiburan malampun, seorang clubber tidak luput dari sebuah interaksi antar sesama

clubber, dan interaksi yang dilakukan adalah interaksi verbal dan nonverbal.

Contoh, seorang clubber saling berkenalan, mengobrol, bercanda gurau, saling sapa, memanggil sesama clubber, dan bernyanyi itu sebagian dari interaksi komunikasi verbal, dan contoh dari interaksi komunikasi nonverbal adalah cara berpakaian seorang clubber, penggunaan simbol khusus yang dibuat seorang

clubber seperti meminta korek api, meminta minuman, melambaikan tangan,

berjabat tangan, dan meminta tombol service pada pelayan. Setelah ditelaah inti dari penelitian ini adalah mengungkap bagaimana cara manusia menggunakan simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang akan mereka sampaikan dalam proses komunikasi dengan sesama (interaksi). Penggunaan simbol yang dapat menunjukkan sebuah makna tertentu, bukanlah sebuah proses yang interpretasi yang diadakan melalui sebuah persetujuan resmi, melainkan hasil dari proses interaksi sosial (aksi).

(7)

ABSTRACT

Teguh Cipta. NIM 6662102884. Thesis. Action and Interaction Clubbers in The Night Clubs (Studies atDynasty Club ,Cilegon). Supervisor I: Prof. Dr. H. Ahmad Sihabudin, M.Si and Supervisor II: Naniek Afrilla Framanik, S. Sos, M.Si

In The night clubs a clubber able to show the special skills that are used identity as a clubber,even from the fashion, physical, and habist. Currently, it is not a few young people like going to clubs or is called Night Life. Clubbing is the habit of some young people or metropolitan community. Clubbing or night life gaining popularity in the arena of young people hanging to the big city. According to the result on get based on field observations, it is known that the first, in nightclubs occur responses or reactions of individuals to one another to a stimulus, either were not communication and being communicated. Most of the activities and habits that made a clubber in nightclubs was it regarded as a behavior. For example: the activities carried out, such as dance, have fun, find a mate, find a friends, business and anniversary events. In nightclubs, a clubber not escape from an interaction among fellow clubber, and any interaction is the interaction of verbal and nonverbal. For example, a clubber become acquainted, chatting, joking joke, greeting each other, calling a fellow clubber, and singing was part of the interaction of verbal communication, and examples of the interaction of nonverbal communication is how to dress a clubber, the use of special symbols that made a clubber like asking a match fire, asking for a drink, waving, shaking hands, and asked the waiter service button. Having explored the core of this research is revealing how humans use symbols that represent what they would like to in the communication process with other (interaction). The use of symbols which can indicate a specific meaning, is not a process of interpretation that is held through an official approval, but rather the result of a process of social interaction (action).

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulisan panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa menganugerahkan segala nikmat yang telah menuntun manusia dari jaman jahiliyah menuju jaman penuh keimanan. Shalawat serta salam juga senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir jaman kelak.

(9)

ii

skripsi ini merupakan kajian mengenai “Aksi dan Interaksi Clubber di tempat hiburan, tepatnya di tempat Diskotik Dinasty kota Cilegon.”

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Yth. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M, Pd selaku Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

2. Yth. Dr. Agus Sjafari, M, Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3. Yth. Neka Fitriyah, S, Sos, M, Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 4. Yth. Puspita Asri Praceka, S, Sos., M, Ikom selaku Sekretaris Jurusan Ilmu

Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

5. Prof. Dr. H. Ahmad Sihabudin, M.Si selaku pembimbing 1 dalam skripsi ini. Terimakasih atas waktu dan nasehatnya selama penyusunan skripsi ini berlangsung.

(10)

iii

7. Semua clubber yang peneliti hormati dan ucapkan beribu-ribu terima kasih, karena tanpa kalian skripsi ini tidak akan ada, terima kasih atas kesediannya untuk bisa di wawancarai dan dimintai informasi mengenai penelitian tentang „aksi dan interaksi‟ clubber ini.

8. Keluargaku tersayang. Terima kasih sudah memberikan semangatnya. 9. Kedua orang tuaku tercinta Bapak Bahroni dan mimih Sutini dan

saudara-saudara yang selalu memberi dukungan dan support tiada henti dan selalu memberikan kasih sayang yang berarti buat saya, yaitu : Wa Ujang, Wa Cucu, Wa, elis, Mang Uus, Mang Ade, Bi nyai, Bi ena, Mang Adi, Ceui Ida, Baridz, Cici, dan Ani. Your parents is the best for me.

10.Teman-teman jurusan komunikasi dari angkatan 2006 sampai sekarang baik regular maupun non regular. Bangkit mahendra, Heri perdana tarigan, Ikbal fahmi, Rizki Fernando, Reja suryalaksana, Aulia hidayat, Nicko rizfyanda utama, Dindin hasanudin, Mohammad Vicky darmawan, Agung Rsjp, Ichwan adinata, Delia medina, Natasya puspa Yolanda, dan Sausan saidah salam.

(11)

iv

dihormati), Maulana Yusuf (Bos Jeans), Fahmi Malik Akbar (Pemain PES 2015), dan Putut Wiroreksono (Tukang Foto).

12.Teman-temanku yang tidak disebutkan namanya satu persatu. Atas kebaikan dan pertemanannya selama ini.

Kepada semua pihak tersebut, semoga amal kebaikan yang telah dilakukan selama ini mendapat ganjaran yang setimpal dan rahmat dari Allah SWT. Tiada hal lain yang bisa penulis lakukan selain mendoakan yang terbaik untuk semuanya. Akhir kata penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga penyusunan skripsi ini dapat memberikan manfaat yang sahih bagi berbagai pihak.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Serang, 13 Agustus 2015 Penulis,

(12)

v

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENYATAAN ORISINALITAS ... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PERSETUJUAN ... Error! Bookmark not defined.

LEMBARPENGESAHANSKRIPSI………..iii

MOTTO & PERSEMBAHAN ... ii

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Identifikasi Penelitian ... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 8

1.5.2 Manfaat Praktis ... 9

BAB II ... 10

(13)

vi

2.5.4 Komunikasi Verbal dan Nonverbal ... 31

2.5.5 Prinsip Komunikasi... 34

2.6 Definisi Hiburan Malam ... 39

2.6.1 Clubber... 41

2.6.2 Definisi Diskotik ... 41

2.6.3 Tempat Hiburan Malam Diskotik Dinasty Kota Cilegon ... 42

2.7 Kerangka Penelitian dan Kerangka Berpikir ... 43

2.8 Penelitian Terdahulu ... 45

BAB III ... 49

3.1 Metodelogi Interaksionisme Simbolik Riset ... 49

3.2 Metode Penelitian Kualitatif... 51

3.3 Sifat Penelitian Exploratif Kualitatif ... 54

3.4 Instrumen Penelitian Kualitatif... 54

3.4.1 Observasi Langsung ... 56

3.4.2 Wawancara... 58

(14)

vii

3.5 Informan Penelitian ... 58

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 62

3.6.1 Validitas Data ... 63

3.6.2 Triangulasi ... 64

3.7 Lokasi Penelitian ... 65

3.8 Jadwal Kegiatan Penelitian... 65

BAB IV ... 67

4.1 Profil Objeck Pebelitian ... 68

4.1.2 Diskotik Dinasty Kota Cilegon ... 68

4.2 Pembahasan ... 70

4.2.1 Faktor-faktor Seseorang Melakukan Clubbing ... 73

4.2.2 Aksi Clubber Di Diskotik Kota Cilegon... 76

4.2.3 Interaksi Clubber Di Diskotik Kota Kota Cilegon ... 96

BAB V ... 108

5.1 Kesimpulan ... 108

5.2 Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 111

(15)

viii

DAFTAR TABEL

(16)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 DAFTAR INFORMAN ... 115

Lampiran 2 PEDOMAN WAWANCARA ... 116

Lampiran 3 Transkip Wawancara Informan 1 ... 118

Lampiran 4 Transkip Wawancara Informan 2 ... 121

Lampiran 5 Transkip Wawancara Informan 3 ... 123

Lampiran 6 Transkip Wawancara Informan 4 ... 125

Lampiran 7 Transkip Wawancara Informan 5 ... 127

Lampiran 8 Transkip Wawancara Informan 6 ... 129

Lampiran 9 Dokumentasi Foto... 131

(17)
(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Fenomena modernisasi melahirkan kehidupan yang telah banyak merubah cara pandang dan pola hidup masyarakat, sehingga peradaban yang terlahir adalah terciptanya budaya masyarakat konsumtif dan hedonis dalam lingkungan masyarakat kapitalis, (Marisaduma : 2007). Fenomena ini tidaklah dianggap terlalu aneh, untuk dibicarakan dan bahkan sudah menjadi bagian dari budaya baru hasil dari para importir yaitu para penguasa industri budaya yang sengaja memporakporandakan tatanan budaya yang sudah mapan selama bertahun tahun menjadi bagian dari jatidiri bangsa Indonesia itu. Tergesernya budaya setempat dari lingkungannya disebabkan oleh kemunculannya sebuah kebudayaan baru yang konon katanya lebih atraktif, fleksibel dan mudah dipahami sebagian masyarakat, bahkan masyarakat rendah status sosialnyapun dapat dengan mudah menerapkannya dalam aktifitas kehidupan.

(19)

dugem di kehidupan malam menjadi sangat terkenal di Indonesia seiring dengan kebutuhan para „eksmud’ (eksekutif muda) untuk menyeimbangkan diri dari tumpukan emosi dan rutinitas pekerjaan seminggu di kantor dan bisnis yang dikelolanya sendiri.

Di kota cilegon khususnya terdapat tempat dugem yang sering digandrungi semua kalangan, yaitu Diskotik dinasty yang berlokasi di Simpang Tiga Kota Cilegon Provinsi Banten yang hanya berjarak seratusan meter dari Masjid Al'Hadid. sebenarnya adalah tempat karaoke, hotel, dan restaurant. Akan tetapi dimalam hari mereka membuka tempat clubbing yang dimulai dari jam 23.00 WIB sampai larut malam, malahan hingga pagi jam 04.00 WIB.

Dinasty adalah salah satu tempat hiburan malam di Cilegon yang minat pengunjungnya termasuk banyak dibanding tempat hiburan lainnya. Karena, penyuguhan didalamnya lebih meriah dan lebih bernuansa anak muda. Dilihat dari musik yang dimainkan lebih energic, pengunjung yang datang dari kalangan menengah ke atas, wanita cantik dan sexi menarik mata lelaki berkumpul disana, dan kebalikannya para lelaki yang menggoda membuat para wanita-wanita terpesona.

Manager perusahaan diskotik dinasty bernama ibu Lisa, di dalamnya

(20)

Contohnya peraturan untuk para clubber, clubber dilarang memakai sandal pada saat memasuki ruangan diskotik, dilarang memakai kaos, harus rapih, dilarang keras membawa minuman dan makanan dari luar, dilarang membawa senjata tajam, dan dilarang berbuat tindakan yang merugikan clubber lain. Itu salah satu peraturan yang tertulis ditempat hiburan malam Dinasty Cilegon Banten.

Terbentuknya Diskotik Dinasty ini berawal dari hotel biasa, yang berubah menjadi hotel menengah keatas, terus seiring berkembangnya zaman, Dinasty membuka suatu tempat karaoke, yang lumayan bisa terbilang mewah dan high class. Makin kesini perusahaan Dinasty semakin maju, dan akhirnya perusahaan ini membuat suatu tempat diskotik yang letaknya di lantai 2 hotel yang pada awalnya merupakan tempat karaoke, sehingga tempat karaoke sekarang berada di lantai 1 dan hotel di lantai 3 dan di lantai 1.

(21)

penatnya pekerjaan yang mereka hadapi dan masalah.

Berdugem-ria dengan menikmati suasana diskotik, cafe, bar atau lounge yang menghadirkan musik dengan beat yang kuat, cepat dengan volume yang keras yang merangsang badan ikut ‘shake n movin’ (berdisko) dan bergoyang semalaman bisa membuat orang merasa rileks dan bisa menghilangkan kepenatan di otak. Hal inilah yang membuat para penikmatnya tak dapat terlepas dari dugem dan menjadikannya sebagai gaya hidup mereka, (Malbon : 2009).

Gaya hidup memiliki bermacam-macam arti. Gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang dalam kehidupan sehari-hari yang dikatakan dalam kegiatan, minat, dan pendapat (opini) yang bersangkutan. Sedangkan umumnya orang beranggapan bahwa gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang yang diidentifikasikan dari bagaimana penggunaaan waktu (aktivitas), minat tentang pentingnya lingkungannya, dan pendapat tentang dirinya sendiri dan dunia sekelilingnya, (Holland : 1995, Chatterton and Holland : 2001, dalam Malbon, 1999).

(22)

memanjakan diri menghilangkan penat itu, (Jackson : 2003).

Di saat sebagian besar masyarakat tertidur, menyiapkan tenaga untuk keesokan harinya, dunia malam akan terus bergeliat. Menyuguhkan hal-hal menarik bagi sebagian orang yang tidak akan ditemukan bila matahari masih berada di langit. Dunia di malam hari itu ibarat ibu yang merangkul anak-anaknya dalam kenyamanan. Menyediakan berbagai fasilitas yang membuat anak-anaknya nyaman dan betah untuk berlama-lama bersamanya. Ketiadaan sengatan matahari semakin menambah gairah untuk merambah denyut malam yang masih menyisakan bulir-bulir kehidupan.

(23)

beraneka rupa, watak, dan kepentingan. Selama beberapa saat, peneliti jadi salah satu penikmat hiburan malam. Semua itu dilakukan agar peneliti tahu betul bagaimana kehidupan malam di Kota Cilegon khususnya di Dinasty Club yang menurut sebagian orang fana. Tak bisa tutup mata dan telinga, dunia gemerlap tengah malam memang ada.

Dunia malam adalah fenomena. Ia menyuguhkan hal "baru" dan dapat membuat orang yang tidak terbiasa Hal yang tabu menjadi biasa saja. Norma-norma keagamaan sebatas „mitos‟. Miris dan terkesan menghakimi, tapi memang hal itulah yang terjadi. Orang awam yang tak pernah berpikir memasuki dunia tersebut akan berpikir apa yang telah membuat banyak orang merasa sangat bahagia dengan dunia yang begitu mengerikan itu, (Lovatt : 1996, dalam Malbon : 1999).

(24)

tempat yang disebut kafe. Tidak semua di antara mereka ikut-ikutan menjadi „gelap‟. Ada di antara para pekerja itu yang justru sangat mencintai malam karena ia sangat mencintai pekerjaannya.

Hal ini terbukti dengan banyaknya tempat-tempat hiburan yang ada di Kota Cilegon ini, Mulai dari Cafe, Club, Diskotik, dan tempat Karaoke. Tak dapat dipungkiri di Kota Cilegon ini tak pernah sepi dari kunjungan turis domestik dan manca Negara. Inilah yang membawa arus pembauran budaya asing di Kota ini, selain budaya orang metropolitan yang telah terkontaminasi. Bagi orang-orang yang telah terbawa arus budaya barat ini, dunia malam bukanlah suatu aktifitas yang tabu bagi mereka. Bahkan hal ini telah menjadi suatu konsumsi diri. Orang-orang ini disebut sebagai penikmat dunia malam. Dari dunia malam inilah muncul sebuah trend yang disebut „dugem‟ (dunia gemerlap). Maka dari itu, peneliti memfokuskan penelitian ini disalah satu tempat hiburan malam terbesar yang ada di Kota Cilegon Banten yang bernama Dynasty Club untuk mengetahui lebih dalam aksi dan interaksi komunikasi simbolik yang dilakukan para penikmat dunia malam ditempat hiburan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

(25)

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, peneliti mengidentifikasi permasalahan yang akan diteliti kedalam identifikasi sebagai berikut :

1. Bagaimana aksi „clubber’ saat berada di Diskotik Dinasty Kota Cilegon? 2. Bagaimana interaksi yang ‘clubber’ lakukan saat berada di Diskotik

Dinasty Kota Cilegon?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan dan identikasi masalah, maka penelitian ini dilakukan degan tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan aksi apa saja yang dilakukan ‘clubber’ di Diskotik Dinasty Kota Cilegon.

2. Untuk mendeskripsikan interaksi yang dilakukan ‘clubber’ di Diskotik Dinasty Kota Cilegon.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Bagi ilmuan, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan yang dapat memberikan wawasan berpikir terutama berkaitan dengan “Aksi dan Interaksi Clubber di Tempat Hiburan Malam”.

(26)

Fakultas FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

1.5.2 Manfaat Praktis

(27)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada Tinjauan Pustaka ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang penulis angkat yaitu tentang Aksi dan Interaksi Clubber di Tempat Hiburan Malam. Berikut penjelasan terkait teori-teori yang menjadi dasar dalam penelitian ini. Disini peneliti menggunakan teori interaksi simbolik untuk menganalisis penelitiannya.

2.1 Interaksi Simbolik

Simbol dan arti memberikan ciri-ciri khusus pada tindakan sosial manusia (yang melibatkan aktor tunggal) dan pada interaksi sosial manusia (yang melibatkan dua orang aktor atau lebih yang terlibat dalam tindakan sosial timbal balik). Tindakan sosial adalah tindakan dimana individu bertindak dengan orang lain dan pikiran. Dengan kata lain, dalam melakukan tindakan, seorang aktor mencoba menaksir pengaruhnya terhadap aktor lain yang terlibat. Meski mereka sering terlibat dalam perilaku tanpa pikir, perilaku berdasarkan kebiasaan, namun manusia mempunyai kapasitas untuk terlibat dalam tindakan sosial, (George Ritzer dan Douglas J.Goodman, 2007 : 293)

(28)

Cara manusia mengartikan dunia dan dirinya sendiri berkaitan erat dengan masyarakatnya. Mead melihat pikiran (mind) dan dirinya (self) menjadi bagian dari perilaku manusia, yaitu bagian interaksinya dengan orang lain. Interaksi itu membuat dia mengenal dunia dan dia sendiri. Mead mengatakan bahwa pikiran (mind) dan aku/diri (self) dari masyarakat (society) atau proses interaksi. Bagi mead tidak ada pikiran yang lepas dari situasi sosial. Karena berpikir adalah hasil internalisasi proses interaksi dengan orang lain, (Effendy, 2007 : 392).

Dalam terminologi yang dipikirkan Mead, setiap isyarat nonverbal dan pesan verbal yang dimaknai berdasarkan kesepakatan bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu interaksi merupakan satu bentuk simbol yang mempunyai arti yang sangat penting. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol yang diberikan oleh orang lain, demikian pula perilaku orang tersebut. Melalui pemberian isyarat berupa simbol, maka kita dapat mengutarakan perasaan, pikiran, maksud, dan sebaliknya dengan cara membaca simbol yang ditampilkan oleh orang lain, (Morissan, M.A. dan Dr. Andy Corry Whardany, 2009 : 143).

Definisi dari tiga ide dasar dari interaksi simbolik yang dikemukakan mead adalah :

1. Mind (pikiran) : kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain.

2. Self (diri pribadi) : kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari

(29)

interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri sendiri (the-self) dan dunia luarnya.

3. Society (masyarakat) : hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan

dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya.

Morissan, M.A. dan Dr. Andy Corry Whardany, dalam buku teori komunikasi (2009 : 143) mengemukakan bahwa ada tiga tema konsep pemikiran George Herbert Mead yang mendasari interaksi simbolik antara lain :

1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia.

Tema ini berfokus pada pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari proses komunikasi, karena awalnya makna itu tidak ada artinya, sampai pada akhirnya di konstruksi secara interpretif oleh individu melalui proses interaksi, untuk menciptakan makna yang dapat disepakati secara bersama dimana asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut : Manusia, bertindak, terhadap, manusia, lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka, Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia, Makna dimodifikasi melalui proses interpretif.

2. Pentingnya konsep mengenai diri (self concept).

(30)

interaksi dengan orang lain, konsep diri membentuk motif yang penting untuk perilaku Mead seringkali menyatakan hal ini sebagai : ”The particular kind of role

thinking–imagining how we look to another personorability to see ourselves in

the reflection of another glass”.

3. Hubungan antara individu dengan masyarakat.

Tema ini berfokus pada dengan hubungan antara kebebasan individu dan masyarakat, dimana norma-norma sosial membatasi perilaku tiap individunya, tapi pada akhirnya tiap individu-lah yang menentukan pilihan yang ada dalam sosial kemasyarakatannya. Fokus dari tema ini adalah untuk menjelaskan mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses sosial. Asumsi-asumsi yang berkaitan dengan tema ini adalah : Orang dan kelompok masyarakat dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial, Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.

Pada masanya, sejumlah ahli sosiologi mengkhususkan diri pada untuk penelitian studi terhadap interaksi sosial. Ini sesuai dengan pandangan ahli sosiologi seperti Max Weber bahwa pokok pembahasan sosiologi ialah tindakan sosial, (Kamanto Sunarto, 2004 : 37). Ahli antropologi Edward T. Hall dalam bukunya: The Hidden Dimension (1982) mengemukakan bahwa dalam interaksi dijumpai aturan tertentu dalam hal penggunaan ruang. Pengamatan terhadap penggunaan ruang beserta teori-teorinya oleh Hall dinamakan proxemics.

(31)

kesepakatan bahwa manusia merupakan makhluk yang mampu menciptakan dan menggunakan simbol. Kedua, manusia menggunakan simbol untuk saling berkomunikasi. Ketiga, manusia berkomunikasi melalui pengambilan peran (role

taking). Keempat, masyarakat tercipta, bertahan, dan berubah berdasarkan

kemapuan manusia untuk berpikir, untuk mendefinisikan, untuk melakukan renungan, dan untuk melakukan evaluasi, (kamanto sunarto, 2004 : 233).

2.1.1 Interaksionisme Simbolik

Dari sekian banyak pakar yang memberikan dasar dan yang mengembangkan interaksionisme simbolik, ada suatu pemikiran dari pakar sosiologi sosial yamg bernama George Herbert Mead mahaguru Universitas Chicago (1863-1931). Mead dianggap sebagai bapak interaksionisme simbolik, karena pemikirannya yang luar biasa. Dia mengatakan bahwa pikiran manusia mengartikan dan menafsirkan benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang dialaminya, menerangkan asal mulanya dan meramalkannya.

Sosio dan kultural menunjukan bagaimana pelaku komunikasi memahami diri mereka sebagai makhluk-makhluk kesatuan dengan perbedaan-perbedaan individu dan bagaimana perbedaan tersebut tersusun secara sosial dan bukan ditentukan oleh mekanisme psikologis atau biologis yang tetap. Teori sosial kultural ada karena seseorang melakukan interaksi, ( W. Littlejohn, Stephen, 2009)

(32)

terhadap tradisi sosiokultural dalam teori komunikasi. George Herbert Mead dianggap sebagai penggagas interaksionisme simbolis. Dengan dasar-dasar dibidang sosiologi, interaksi simbolik mengajarkan bahwa manusia berinteraksi satu sama lain sepanjang waktu, mereka berbagi pengertian untuk istilah-istilah dan tindakan-tindakan tertentu, dan memahami kejadian-kejadian dalam cara-cara tertentu pula, ( W. Littlejohn, Stephen, 2009)

Sebenarnya, sebuah hasil penting dalam interaksi adalah sebuah gagasan khusus mengenai diri sendiri yaitu siapakah anda sebagai seseorang. Manford Khun dan para siswanya menempatkan diri sendiri pada pusat kehidupan sosial. Komunikasi sangat penting dari awal karena anak-anak bersosialisasi melalui interaksi dengan orang lain dalam lingkurang disekitar mereka. Proses bernegosiasi dengan dunia sekitar juga hadir melalui komunikasi, contohnya, seseorang memahami dan berhadapan dengan objek dilingkungannya melalui interaksi sosial. Sebuah objek dapat menjadi aspek apa saja dari realitas seseorang: sebuah barang, sebuah kualitas, sebuah kejadian, atau sebuah situasi. Satu-satunya syarat agar sesuatu bisa menjadi sebuah objek adalah bahwa seseorang harus memberi nama atau menghadirkannya secara simbolis. Oleh karena itu, objek-objek lebih dari sekadar hal-hal obyektif: mereka merupakan objek-objek sosial dan realitas merupakan totalitas dari objek-objek sosial seseorang, ( W. Littlejohn, Stephen, 2009)

(33)

interaksi: yaitu kita berbicara pada diri kita sendiri dan memiliki percakapan dalam pikiran kita untuk membedakan benda dan manusia. Ketika mengambil keputusan mengenai bagaimana bertindak terhadap suatu objek sosial, kita nenciptakan apa yang kita sebut Khun sebagai rencana tindakan yang dipandu oleh sikap atau pernyataan verbal yang menunjukan nilai-nilai terhadap tindakan apa yang akan diarahkan. Sebagi contoh, kuliah melibatkan rencana tindakan (sebenarnya sebuah kumpulan tindakan) yang dipandu oleh sebuah susunan sikap mengenai apa yang anda inginkan untuk keluar dari kampus. Sebagai contoh bagaimana anda terhubung dengan kuliah dapat dipengaruhi oleh sikap positif terhadap uang, karier, dan keberhasilan pribadi, ( W. Littlejohn, Stephen, 2009)

2.1.2 Aksi dan Interaksi

Joel M.Charon dalam bukunya Symbolic Interactionism mendefinisikan interaksi sebagai “aksi sosial bersama, individu-individu berkomunikasi satu sama lain mengenai apa yang mereka lakukan dengan mengorientasikan kegiatan kepada dirinya masing-masing” (mutual social action, individuals, communicating to each other in what they do, orienting their acts to

each other, 1979).

Teoritisi interaksionisme simbolik memusatkan perhatian terutama pada dampak dari makna dan simbol terhadap tindakan dan interaksi manusia. Disini akan bermanfaat menggunakan pemikiran mead yang membedakan antara

perilaku lahiriah dan perilaku tersembunyi. Perilaku tersembunyi adalah proses

(34)

perilaku tersembunyi (perilaku karena kebiasaan atau tanggapan tanpa pikir terhadap rangsangan external). Tetapi, sebagian besar tindakan manusia melibatkan kedua jenis perilaku itu. Perilaku tersembunyi menjadi sasaran perhatian utama teoritisi interaksionisme simbolik sedangkan perilaku lahiriah menjadi sasaran perhatian utama teoritisi teori pertukaran atau penganut behaviorisme tradisional pada umumnya, (George Ritzer dan Douglas J.Goodman, 2007 : 293)

Prespektif interaksi simbolik, perilaku manusia harus di pahami dari sudut pandang subjek. Dimana teoritis interaksi simbolik ini memandang bahwa kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol, (Mulyana, 2001: 70). Inti pada penelitian ini adalah mengungkap bagaimana cara manusia menggunakan simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang akan mereka sampaikan dalam proses komunikasi dengan sesama. Penggunaan simbol yang dapat menunjukkan sebuah makna tertentu, bukanlah sebuah proses yang interpretasi yang diadakan melalui sebuah persetujuan resmi, melainkan hasil dari proses interaksi sosial.

(35)

Terbentuknya makna dari sebuah simbol tak lepas karena peranan individu yang melakukan respon terhadap simbol tersebut. Individu dalam kehidupan sosial selalu merespon lingkungan termasuk objek fisik (benda) dan objek sosial (perilaku manusia) yang kemudian memunculkan sebuah pemaknaan . Respon yang mereka hasilkan bukan berasal dari faktor eksternal ataupun didapat dari proses mekanis, namun lebih bergantung dari bagaimana individu tersebut mendefinisikan apa yang mereka alami atau lihat. Jadi peranan individu sendirilah yang dapat memberikan pemaknaan dan melakukan respon dalam kehidupan sosialnya.

Namun, makna yang merupakan hasil interpretasi individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan dari faktor-faktor yang berkaitan dengan bentuk fisik (benda) ataupun tujuan (perilaku manusia) memungkinkan adanya perubahan terhadap hasil intrepetasi barunya. Dan hal tersebut didukung pula dengan faktor bahwa individu mampu melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Proses mental tersebut dapat berwujud proses membayangkan atau merencanakan apa yang akan mereka lakukan. Individu dapat melakukan antisipasi terhadap reaksi orang lain, mencari dan memikirkan alternatif kata yang akan ia ucapkan.

(36)

2.1.3 Analisis Percakapan

salah satu karya dalam komunikasi yang paling menarik dan terkenal adalah analisis percakapan. Merupakan sebuah cabang dari sosiologi yang disebut etnometologi yang merupakan penelitian mendalam tentang bagaimana manusia mengatur kehidupan sehari-hari mereka. Hal ini melibatkan beberapa metode untuk melihat dengan seksama pada cara-cara manusia bekerja bersama untuk menciptakan organisasi sosial.

Analisis percakapan dipandang sebagai sebuah pencapaian sosial karena mengharuskan kita melakukan sesuatu secara kooperatif melalui pembicaraan. Analisis percakapan mencoba untuk menemukan dengan tepat apa pencapaian itu dengan menguji dan seksama catatan percakapan itu sendiri. Oleh karena itu, analisis percakapan digambarkan dengan pengujian seksama rangkaian pembicaraan yang sebenernya. Para analisis melihat pada segmen percakapan untuk jenis tindakan yang dicapai dalam pembicaraan, menguji apa yang pembicara lakukan ketika mereka berkomunikasi.

(37)

terlihat buruk pada awalnya, ada pengaturan yang mendasarinya dan hubungan untuk berbicara, serta pelaku percakapan sendiri benar-benar menciptakannya seiring mereka berjalan. Pertama-tama, analisis bekerja secara induktif dengan menguji detail dari percakapan-percakapan yang sebenarnya, dan selanjutnya menyamakan prinsip-prinsip yang ada, dimana pelaku percakapan menyusun pembicaraan mereka.

Analisis percakapan berhubungan dengan beragam masalah. Pertama, hal ini berhubungan dengan apa yang ingin diketahui oleh pembicara untuk memulai percakapan atau aturan-aturan percakapan. Fitur-fitur percakapan, seperti pergantian giliran, jeda, dan celah, serta penimpaan telah menjadi ketertarikan khusus. Analisis percakapan juga berhubungan dengan pelanggaran aturan dan cara-cara manusia mencegah serta membenarkan kesalahan dalam pembicaraan.

2.3 Paradigma Konstruktivis

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah Paradigma Konstruktivis. Paradigma konstruktivis yaitu Paradigma yang hampir merupakan antithesis dari paham yang meletakkan pengamatan dan objecktivitas dalam menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan. Paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially meaningful action melalui pengamatan langsung dan terperinci terhadap pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan memelihara dunia sosial mereka, (Hidayat, 2003 : 3).

(38)

dengan yang lain. Dalam konstruktivis, setiap individu memiliki pengalaman yang unik. Dengan demikian, peneliti dengan strategi seperti ini menyarankan bahwa setiap cara yang di ambil individu dalam memandang dunia adalah valid, dan perlu adanya rasa menghargai atas pandangan tersebut, (patton, 2002 : 96-97).

Dedi Mulyana (2003) mendefinisikan paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisnya. Paradigma menunjukan pada mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukan kepada praktisnya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensi atau epistemologi yang panjang.

Neuman (2003) membedakan kriteria paradigma konstruktivis dengan paradigma lainnya, yaitu ontologi, epistemologi, dan metodologi. Level ontologi, paradigma konstruktivis melihat kenyataan sebagai hal yang ada tetapi realitas bersifat majemuk, dan maknanya berbeda bagi setiap orang. Dalam epistemologi, peneliti menggunakan pendekatan subjektif karena dengan cara itu bisa menjabarkan pengonstruksian makna oleh individu.

(39)

peneliti. Dengan begitu harmonitas komunikasi dan interaksi dapat dicapai dengan maksimal.

Peneliti menggunakan paradigma konstruktivis untuk mengetahui perilaku dan interaksi komunikasi simbolik yang dilakukan clubber ditempat hiburan malam secara subjektif. Karena, dengan paradigma konstruktivis peneliti bisa mendapatkan informasi yang lebih mandalam dari indiviu-individu yang diteliti. Paradigma ini memandang bahwa kenyataan itu hasil konstruksi atau bentukan dari manusia itu sendiri. Kenyataan itu bersifat ganda, dapat dibentuk, dan merupakan satu keutuhan. Kenyataan ada sebagai hasil bentukan dari kemampuan berpikir seseorang. Pengetahuan hasil bentukan manusia itu tidak bersifat tetap tetapi berkembang terus. Penelitian kualitatif berlandaskan paradigma konstruktivisme yang berpandangan bahwa pengetahuan itu bukan hanya merupakan hasil pengalaman terhadap fakta, tetapi juga merupakan hasil konstruksi pemikiran subjek yang diteliti. Pengenalan manusia terhadap realitas sosial berpusat pada subjek dan bukan pada objek, hal ini berarti bahwa ilmu pengetahuan bukan hasil pengalaman semata, tetapi merupakan juga hasil konstruksi oleh pemikiran. (Arifin, 2012: 140)

(40)

Peneliti akan menghubungkan aksi dan interaksi seorang clubber dengan

clubber lain dan segala sesuatu yang dilakukan di tempat hiburan malam tersebut,

sehingga antara kedua aspek penelitian saling berkaitan satu sama lain. Dengan menerapkan paradigma konstruktivis, peneliti akan menggunakan cara berpikir subyektif dalam memandang realitas interaksi dan aksi yang dilakukan seorang

clubber di tempat hiburan malam. Subyektifitas yang dimaksud di sini, adalah

sebuah kebenaran subyektif yang tergantung pada makna dalam interaksi dan aski (kebiasaan). Sehingga, subyektifitas tidak semata-mata hasil egosentris dari peneliti melainkan terdapat hal-hal yang mempengaruhi terciptanya subyektifitas tersebut. Kemudian penetapan paradigma atau perspektif nantinya akan saling berhubungan dengan metodologi penelitian, dan berkelanjutan pada pemilihan tekhnik pengumpulan data, tekhnik analisis data, sampai tekhik pengolahan data.

2.4 Komunikasi Antar Pribadi

Peneliti sudah sering mendengar kalau manusia adalah makhluk sosial, terlepas dari manusia yang juga merupakan makhluk yang senang mengagung-agungkan privasi yang konon dimilikinya. Syarat mutlak bagi kita manusia untuk menyosialkan diri dengan manusia lain dilingkungan kita adalah dengan jalan berkomunikasi. Baik secara verbal yang melibatkan kata-kata maupun juga komunikasi non verbal yang hanya mempersilakan tubuh kita untuk berbicara. Komunikasi antar pribadi terjadi apabila ada dua individu yang saling berinteraksi dalam satu waktu dan terjadi suatu proses timbal balik di antara mereka berdua.

(41)

komunikasi yang mereka praktikkan adalah komunikasi antar pribadi. Komunikasi antar pribadi juga mampu untuk mengawali dan mengembangkan peradaban manusia . Juga mampu membantu individu untuk mengenal diri dan lingkungannya. Hal ini, menurut peneliti, sesuai dengan realitas di kehidupan nyata saat seseorang mulai merasa akan sesuatu saat seseorang lain membantu menyadarkannya lewat pesan komunikasi. Komunikasi-komunikasi sosial yang lain tidak akan terbentuk tanpa adanya komunikasi antar pribadi ini.

interpersonal atau sering kita sebut dengan komunikasi antarpribadi merujuk pada komunikasi yang terjadi secara langsung antara dua orang. Konteks interpersonal banyak membahas tentang bagaimana suatu hubungan dimulai, bagaimana mempertahankan suatu hubungan, dan keretakan suatu hubungan (berger, 1979; Dainton dan Stafford, 200).

Komunikasi antarpribadi didefinisikan oleh joseph A Devito dalam bukunya “The Interpersonal Communication Book”. (Devito, 1989 : 4) sebagai

“proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika”. Berdasarkan definisi Devito itu, komunikasi antarpribadi dapat berlangsung antara dua orang yang memang sedang berdua-duaan seperti sedang bercakap-cakapan dan bertukar pikiran satu sama lainnya.

(42)

bentuk komunikasi yang dimana seorang bicara, yang lain mendengarkan; jadi tidak terdapat interaksi. Yang aktif hanya komunikator saja, sedangkan komunikan bersifat pasif, (Onong Uchjana Effendy, 2000 : 60)

Dialog atau percakapan adalah bentuk komunikasi antarpribadi yang menunjukan terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda. Masing-masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian. Dalam proses komunikasi dialogis Nampak adanya upaya dari para pelaku komunikasi untuk terjadinya pengertian bersama dan empati. Di situ terjadi rasa saling menghormati bukan disebabkan oleh status sosial ekonomi atau yang lainnya melainkan didasarkan pada anggapan bahwa masing-masing adalah manusia yang wajib, berhak, dan wajar dihargai dan dihormati sebagai manusia, (Onong Uchjana Effendy, 2000 : 60)

Secara teoritis komunikasi antarpribadi diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut sifatnya.

1) komunikasi diadik

(43)

terjadinya pemilihan interaksi seseorang dengan seseorang yang mengacu kepada apa yang disebut primasi diadik (Devito, 1979 :14)

2) Komunikasi Triadik

Komunikasi triadik adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan. Jika misalnya A yang menjadi komunikator, maka ia pertama-tama menyampaikan pada komunikan B, kemudian kalau dijawab atau ditanggapi, beralih kepada komunikan C, juga secara berdialogis. Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka komunikasi diadik lebih efektif, karena komunikator memusatkan perhatiannya kepada seorang komunikan, sehingga ia dapat menguasai frame of reference komunikan sepenuhnya, juga umpan balik yang berlangsung, kedua faktor yang sangat berpengaruh terhadap efektif tidaknya proses komunikasi.

2.5 Tinjauan Komunikasi

(44)

Apabila komunikasi berlangsung dalam tatanan interpersonal tatap muka dialogis timbal balik ini dinamakan interaksi simbolik. Apabila interaksi simbolik ini menjadi istilah komunikasi dan sosiologi, tidak perlu diherankan, sebab komunikasi dan sosiologi bersifat interdisipliner; objek materialnya sama, yakni manusia, tegasnya perilaku manusia. Interaksi sombolik dikatakan perpaduan dari perspektif sosiologis dan perspektif komunikologis, oleh karena itu interaksi adalah istilah dan garapan sosiologi, sedangkan simbolik adalah istilah dan garapan komunikologi atau ilmu komunikasi, (Onong Uchjana Effendy, 2007 : 390).

2.5.1 Model Komunikasi

Model interaksional memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat-sifat struktural, dan integratif. Semua terdiri dari subsistem-subsistem yang saling tergantung dan bertindak bersama sebagai suatu kesatuan. Selanjutnya, semua sistem mempunyai kecenderungan untuk memelihara dan mempertahankan kesatuan. Dalam model interaksional ini menggunakan teori interaksional simbolik, (Mulyana, 2008 : 131).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kamus. 2001: 438), definisi interaksi adalah hal yang saling melakukan aksi, berhubungan, mempengaruhi, antarhubungan dan definisi simbolis (Kamus. 2001: 1066) adalah sebagai lambang, menjadi lambang, mengenai lambang.

(45)

dengan interaksi biasa yang ditandai dengan pertukaran stimulus response. Model ini dikembangkan oleh George Herbert Mead, yang memiliki murid bernama Herbert Blumer. perspektif simbol interaksi lebih dikenal pada sosiologi walaupun masih memiliki banyak pengaruh di disiplin ilmu yang lain, (Mulyana, 2008 : 132).

Model ini beranggapan bahwa orang sebagai komunikator itu aktif, reflektif, dan kreatif, menafsirkan, menunjukan perilaku yang rumit, dan sulit untuk diprediksi. Di dalam konteks ini, Blumer menunjukan tiga premis yang menjadi dasar dalam model ini. Yang pertama, perilaku manusia berdasarkan pengertian yang diberikan individu kepada lingkungannya. Yang kedua, pengertian itu mempunyai hubungan langsung dengan interaksi sosial yang individu lakukan terhadap lingkungannya. Dan yang terakhir, pengertian itu diciptakan, dipertahankan, dan dirubah oleh proses penafsiran yang individu lakukan dalam rangka untuk menjaga hubungan dengan lingkungan sosialnya, (Wiryanto, 2004 : 11).

2.5.2 Hakikat Komunikasi

(46)

Pada sebuah organisasi, manusia memecahkan masalah atau mengembangkan ide-ide atau inovasi, saling berinteraksi dalam komunikasi kelompok atau organisasi. Jika berinteraksi dengan pihak lain yang mempunyai latar belakang budaya berbeda, maka manusia sudah melakukan komunikasi. Isi dari interaksi antarmanusia adalah komunikasi. Dua orang dikatakan melakukan interaksi apabila masing-masing melakukan aksi dan reaksi. Aksi dan reaksi yang dilakukan manusia baik perseorangan, kelompok, atau pun organisasi dalam ilmu komunikasi disebut tindakan komunikasi, (Mulyana, 2008 : 42).

2.5.3 Definisi Komunikasi

Kata komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari kata latin communis yang berarti „sama‟. Communico, communication, atau

communicare yang berarti „membuat sama‟ (to make common). Istilah pertama

(communis) paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan

akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan di anut secara sama. Akan tetapi definisi-definisi kontemporer menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagi hal-hal terssebut, seperti dalam kalimat „kita berbagi pikiran‟, ‟kita mendiskusikan makna‟, dan „kita mengirimkan pesan‟, (Mulyana, 2008 : 46).

(47)

tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi nonverbal.

Teknik berkomunikasi adalah cara atau seni penyampaian pesan yang dilakukan seorang komunikato sedemikian rupa, sehingga menimbulkan dampak tertentu pada komunikan. Pesan yang disampaikan komunikator adalah pernyataan sebagai paduan pikiran dan pearsaan, dapat berupa ide, informasi, keluhan, keyakinan, imbauan, dan anjuran.

komunikasi dilihat dari tingkat observasi atau derajat keabstrakannya menyatakan bahwa komunikasi itu adalah proses menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya dalam suatu kehidupan. Dan komunikasi dilihat dari tingkat keberhasilan dan diterimanya pesan menyatakan bahwa komunikasi adalah proses pertukaran informasi untung mendapatkan saling pengertian satu sama lainnya, (Vardiansyah, 2004 : 9).

Banyak pakar yang menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Professor Wilbur Schramm menyebutnya bahwa komunikasi dan masyarakat adalah dua kata yang kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi, (Cangkara, 2007 : 1).

(48)

persyaratan terjadinya komunikasi. Dalam „bahasa komunikasi‟ komponen -komponen tersebut adalah sebagai berikut.

 Komunikator : Orang yang menyampaikan pesan.

 Pesan : Pernyataan yang didukung oleh lambing atau isi.  Komunikan : Orang yang menerima pesan.

 Media : Sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya.

 Efek : Dampak sebagai pengaruh dari pesan.

Dell Hymes (1973), ahli antropologi budaya memandang komunikasi sebagai unsur penting dalam memahami suatu budaya. Ia menyebutkan empat komponen komunikasi: pesan komunikasi, serta peserta komunikasi, sandi yang digunakan, serta media atau saluran. Sebagai petunjuk untuk penelitian, kita dapat menggunakan komponen-komponen komunikasi yang lazim yaitu komunikator, pesan, media, komunikate, dan analisis konteks pada penelitian komunikasi intercultural, (Mulyana, 2008 : 244).

2.5.4 Komunikasi Verbal dan Nonverbal

(49)

objeck, sementara kode adalah seperangkat simbol yang telah disusun secara sistematis dan teratur sehingga memiliki arti, (Cangkara, 2007 : 97-98).

Pada hakikatnya bahwa pemberian nama simbol adalah suatu proses komunikasi yang dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya yang berkembang pada satu masyarakat. Disatu sisi kode pada dasarnya dibedakan menjadi dua macam, verbal dan nonverbal. Dalam arti singkat kategori verbal adalah bahasa lisan dan bahasa tulisan. Sedangkan yang masuk kategori nonverbal adalah mimik, gerak-gerik, serta suara, (Vardiansyah, 2004 : 62).

Verbal

Suatu sistem simbol verbal disebut bahasa. Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat symbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan symbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individu kita, (Mulyana, 2008 : 260-261).

Menurut Larry L. Barker, bahasa memiliki tiga fungsi penamaan (naming

atau labeling), interaksi, dan tranmisi informasi. Penamaan atau penjulukan

(50)

Dalam arti sebenarnya verbal menggunakan bahasa yang dimana bahasa dapat didefinisikan seperangkat kata yang telah disusun secara terstruktur sehingga menjadi himpunan kalimat yang mengandung arti. Benyamin Lee Whorf (1956) menyatakan bahwa Dalam hidup bermasyarakat, bahasa dapat membantu kita menyusun struktur pengetahuan menjadi logis dan mudah diterima oleh orang lain. Bahasa bukan hanya membagi pengalaman, tetapi juga membentuk pengalaman itu sendiri dalam setiap aktivitas sehari-harinya, (Cangkara, 2007 : 101).

Nonverbal

Menurut Larry A. Samovar dan Richard E, mengatakan bahwa secara sederhana pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata, komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. Jadi, definisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan, dan kita mengirim banyak pesan nonverbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain, (Mulyana, 2008 : 343).

Edwart T. Hall menamai bahasa nonverbal sebagai “bahasa diam” (silent

language) dan “dimensi tersembunyi” (hidden dimension) suatu budaya. Disebut

(51)

dan iyarat kontekstual, pesan nonverbal membantu kita menafsirkan seluruh makna pengalaman komunikasi, (Mulyana, 2008 : 344).

Manusia dalam berkomunikasi selain memakai komunikasi verbal juga memakai komunikasi nonverbal. Nonverbal biasa disebut bahasa isyarat atau bahasa diam. Hal menarik dari kode nonverbal adalah studi Albert Mahrabian (1971) yang menyimpulkan bahwa tingkat kepercayaan dari pembicaraan orang hanya 7 persen dari bahasa verbal, 38 persen dari vokal suara dan 55 persen dari ekpresi raut muka. Jadi bisa dikatakan bahwa nonverbal memiliki efek yang sangat kuat dalam berkomunikasi, (Cangkara, 2007 : 1).

Dari studi yang telah dilakukan bahwa komunikasi nonverbal dikelompokan dalam beberapa bentuk, seperti: gerakan badan (ekpresi muka, tubuh daerah kepala bergerak seperti mengangguk, dan menggunakan tubuh bagian kaki atau tangan untuk memukul meja dan memendang sesuatu), gerakan mata (mengedip, lirikan mata yang banyak sekali mengandung arti), sentuhan (salaman dan bergandengan tangan), tekanan atau irama, diam, postur tubuh, (Cangkara, 2007 : 105-110).

2.5.5 Prinsip Komunikasi

Prinsip-prinsip komunikasi menjadi sebuah hal yang penting untuk dijelaskan sama pentingnya dengan penjabaran terkait pengertian komunikasi.

Prinsip 1 : Komunikasi adalah suatu Proses Simbolik

(52)

simbol yang ada di sekitar tempat hiburan malam adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya. Misalkan, pengunjung menggunakan simbol atau lambang meminta minuman di bartender, say hello dengan clubber lain, dan segala kegiatan yang menggunakan simbol nonverbal.

Hakikatnya kemampuan manusia menggunakan lambang verbal memungkinkan perkembangan bahasa dan menangani hubungan antara manusia dan objek (baik nyata dan abstrak) tanpa kehadiran manusia dan objek tersebut.

Prinsip 2 : Setiap Perilaku Mempunyai Potensi Komunikasi

Pada prinsipnya komunikasi terjadi bila seseorang memberi makna pada perilaku orang lain atau perilakunya sendiri. Sehingga, semua aspek gerak kita dapat diartikan menjadi sebuah komunikasi. Sebenarnya kita mengkomunikasikan banyak pesan.

Pada observasi awal yang dilakukan, ditemukan bar di area pinggir, tempat dance floor, tempat live Dj, dan para pengunjung yang menikmati clubbing. Para pengunjung seperti wanita contohnya, dengan pakaian dress sexi dan pakaian terbuka, para lelaki yang high class menunjukan aura kepada para wanitanya. Itu semua menandakan bahwa mereka ingin menunjukan komunikasi dan mencari komunikasi.

(53)

Prinsip 3 : Komunikasi itu berlangsung dalam berbagai tingkat

kesengajaan

Komunikasi dilakukan dalam berbagai tingkat kesengajaan, dari komunikasi yang tidak disengaja sama sekali. Hal ini terjadi di lokasi penelitian ketika pengunjung datang dan melihat isi ditempat hiburan malam seperti orang kebingungan, mungkin karena pengunjung itu baru pertama kali kesitu. Dan pada saat itu ada karyawan yang bekerja di tempat hiburan itu, karyawan itu memulai komunikasi dengan berkata „malam mba/mas, mau pesen minuman, open table, atau apa‟. Itu contoh dari sebuah awal komunikasi yang tanpa disengaja, dan

akhirnya pengunjung bertanya-tanya pada karyawan disitu, dan karyawannyapun menjelaskan kepada pengunjung tersebut.

Prinsip 4 : Komunikasi terjadi dalam konteks ruang dan waktu

Makna pesan juga bergantung pada konteks fisik/ruang, waktu, sosial dan psikologis. Jika dihubungkan dengan objek penelitian, Interaksi yang terjadi antara pengunjung dengan pengunjung dan pengunjung dengan para pekerja di lingkungan tempat hiburan malam berada dalam konteks ruang sosial dan psikologis yang sama, karena mereka satu tempat dan satu lingkungan yang sama yaitu didalam tempat hiburan malam.

Prinsip 5 : Komunikasi melibatkan prediksi peserta komunikasi

(54)

Ditemukan pula fenomena yang serupa dengan pemaparan tersebut, jika pengunjung menggunakan bahasa daerah yang medok, orang disitu bisa memprediksi bahwa orang itu dari kampung, pengunjung yang memakai kaos dan sandal itu sudah bisa dikategorikan orang kampung dan tidak punya pengalaman dalam hal clubbing, karena sebenarnya tempat hiburan malam juga mempunyai aturan-aturan yang harus dipatuhi ketika masuk kedalamnya. Misalkan, tidak membawa minuman makanan dari luar, dilarang memakai kaos, dan memakai sandal, dan sebagainya. Jika ada orang yang melanggar peraturan yang dibuat, itu sudah bisa dikategorikan orang awam yang baru masuk tempat hiburan malam.

Prinsip 6 : Komunikasi itu bersifat sistemik

Setiap individu adalah suatu sistem yang hidup (a living system). Komunikasi terjadi dalam lingkup dua sistem dasar operasinya yaitu sistem internal dan ekseternal. Sistem internal adalah seluruh sistem nilai yang dibawa oleh seorang individu ketika berkomunikasi atau dikenal juga dengan frame of

reference dan frame of experience. Sistem eksternal adalah sistem yang berasal

dari lingkungan sekitar dan mempengaruhi pola komunikasinya.

(55)

Prinsip 7 : semakin mirip latar belakang sosial-budaya semakin

efektiflah Komunikasi

Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para pesertanya (orang-orang yang sedang berkomunikasi). kesamaan dalam hal-hal tertentu, misalnya agama, ras, bahasa, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, akan mendorong orang-orang untuk saling tertarik dan pada gilirannya karena kesamaan tersebut komunikasi mereka menjadi lebih efektif.

Ketika didalam tempat hiburan malam terjadi interaksi antar pengunjung, dan pengunjungnya itu dari daerah yang sama dengan bahasa yang sama juga. Komunikasi akan terjalin efektif dan lancar. Tetapi, jika para pengunjung berinteraksi berbeda daerah dan bahasa, akan menemukan kesulitan pada saat berinteraksi, dan yang ada akan saling mencari pengertian satu sama lain.

Karena dalam suatu tempat, suatu bahasa khusus sangat penting digunakan, jika tidak bisa menguasai bahasa khusus dan menyesuaikannya, sebaiknya menggunakan bahasa international yaitu bahasa nonverbal.

Prinsip 8 : Komunikasi bersifat Nonsekuensial

Beberapa pakar komunikasi mengakui sifat sirkuler atau dua arah komunikasi ini, misalnya Frank Dance, Kincaid dan Schramm yang mereka sebut model komunikasi antarmanusia yang memusat, dan Tubss.

(56)

terjadi jauh lebih rumit. Misalkan ketika pengunjung yang tidak tahu (baru pertama) saling berinteraksi dengan pengunjung yang berpengalaman ditempat hiburan malam saling menanyakan sesuatu, maka orang yang berpengalaman akan menceritakan dan menjawab apa yang ditanyakan oleh pengunjung yang tidak tahu itu.

2.6 Definisi Hiburan Malam

Di dalam kehidupan malam, Tempat hiburan (diskotik) sudah sangat identik dengan kehidupan masyarakat metropolitan. Tidak hanya menjadi bagian dari gaya hidup, tapi juga menjadi sarana bersosialisasi bahkan melakukan lobi bisnis.

Dulu hiburan malam selalu diasosiasikan dengan musik menghentak yang dapat membuat orang larut dalam suasana. Seiring perkembangan zaman, hiburan malam mengalami banyak pergeseran karena tidak semua orang suka musik semacam itu. Pada hakikatnya suasana yang hingar bingar bukan lagi daya tarik utama.

(57)

Istilah ini dugem di kehidupan malam menjadi sangat terkenal di Indonesia seiring dengan kebutuhan para eksmud (eksekutif muda) untuk menyeimbangkan diri dari tumpukan emosi dan rutinitas pekerjaan seminggu di kantor dan bisnis yang dikelolanya sendiri, (Ghazali : 2004).

Berdugem-ria dengan menikmati suasana diskotik, cafe, bar atau lounge yang menghadirkan musik dengan bit yang kuat, cepat dengan volume yang keras yang merangsang badan ikut „shake n movin’ (berdisko) dan bergoyang semalaman bisa membuat orang merasa rileks dan bisa menghilangkan kepenatan di otak. Hal inilah yang membuat para penikmatnya tak dapat terlepas dari dugem dan menjadikannya sebagai gaya hidup mereka, (Malbon : 2009).

Mayoritas para Clubbing adalah para generasi muda yang memiliki status sosio-ekonomi yang cukup baik. Ini terlihat dari kebutuhan-kebutuhan material yang menopang aktivitas clubbing yang jelas membutuhkan dana ekstra. Mulai dari pemilihan pakaian yang bermerek, properti, kendaraan, hingga perangkat

clubbing itu sendiri, (Stevanio, 2007 : 209).

(58)

2.6.1 Clubber

Clubbers adalah sebutan bagi mereka-mereka yang datang ke Night Club untuk Clubbing. Kendati demikian, tidak semua orang yang datang ke Night Club adalah Clubbers sejati, (Stevanio, 2007 : 209). Bisa saja ada diantaranya yang hanya ikut-ikutan, hanya ingin tahu atau hanya ingin sekedar melepas kepenatan sementara. Jika diperhatikan, masing-masing para Clubbers memiliki ciri, tingkah laku atau karakter tersendiri saat berada di dalam Night Club.

2.6.2 Definisi Diskotik

Diskotik adalah sebuah tempat hiburan atau klub dengan rekaman musik yang dimainkan oleh disc jockey melalui sistem PA, bukan sebuah band di atas panggung. Kebanyakan DJ live, meskipun kadang-kadang ada event live gigs. Dari techno-rave-reggaetone-rock, tergantung event harian. Volume pasti hingar-bingar (memang bukan tempat untuk ngobrol arisan). Dance floor biasanya ada di tengah, dengan bar area di pinggir. Biasanya spot untuk duduk sering disebut „lounge area’ di dalam suatu club. Jadi memang ada bagian porsi dan fungsi terbagi dalam gedung dalam tempat yg sama.

(59)

2.6.3 Tempat Hiburan Malam Diskotik Dinasty Kota Cilegon

Diskotik dinasty yang berlokasi di Simpang Tiga Kota Cilegon Provinsi Banten yang hanya berjarak seratusan meter dari Masjid Al'Hadid. sebenarnya adalah tempat karaoke, hotel, dan restaurant. Akan tetapi dimalam hari mereka membuka tempat clubbing yang dimulai dari jam 23.00 WIB sampai larut malam, malahan hingga pagi jam 04.00 WIB.

Dinasty adalah salah satu tempat hiburan malam di Cilegon yang minat pengunjungnya termasuk banyak dibanding tempat hiburan lainnya. Karena, penyuguhan didalamnya lebih meriah dan lebih bernuansa anak muda. Dilihat dari musik yang dimainkan lebih energic, pengunjung yang datang dari kalangan menengah ke atas, wanita cantik dan sexi menarik mata lelaki berkumpul disana, dan kebalikannya para lelaki yang menggoda membuat para wanita-wanita terpesona.

Kota Cilegon kian hari makin ramai tempat hiburannya. Apalagi hotel-hotel kini makin bertambah jumlahnya. Kehidupan kota besar ini tak hanya pada siang hari. Tapi pada malam hari juga semarak, menggeliat, terutama lokasi hiburan malam yang makin meningkat jumlahnya dan makin berani suguhan hiburannya.

(60)

Jam operasi kalau ditentukan Pemkot Cilegon batasnya sampai pukul 02.00 malam, tapi ada tempat hiburan malam di Pekanbaru yang tetap operasi sampai pukul 05.00 subuh bahkan sampai pukul 06.00 pagi. Sehingga suara dentuman musik diskotik berlaga dengan suara adzan Subuh pukul 05.00 WIB.

2.7 Kerangka Penelitian dan Kerangka Berpikir

Dari tinjauan kepustakaan dan kerangka teori serta masalah penelitian yang telah dirumuskan tersebut maka dikembangkan suatu Kerangka Konsep Penelitian. Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antar konsep atau antar variabel yang akan diamati (diukur) melalui suatu penelitian.

Dalam penelitian ini peneliti ingin mencoba memaparkan “Aksi dan Interaksi Simbolik clubber di Tempat Hiburan Malam” melalui teori interaksi simbolik dengan menggunakan paham konstruktivis dan tradisi sosiokultural. Berangkat dari pemahaman dan aspek teori tersebut yang berada pada tataran kajian komunikasi dan pendekatan-pendekatan sehingga menjadi sebuah informasi kebenaran yang valid dan ilmiah.

(61)

Penelitian ini menganalisis aksi dan interaksi di suatu tempat hiburan malam di DIskotik Dinasty, Yang menjadi tujuan peneliti mengenai judul ini adalah untuk mengetahui aksi dan interaksi apa saja yang dilakukan clubber di Diskotik Dinasty Kota Cilegon. Teori yang digunakan adalah teori interaksi simbolik dan tradisi komunikasi yang digunakan adalah sosiokultural. Fenomena yang akan diteliti adalah aksi dan interaksi, poin-poin aksinya itu sendiri adalah

mind, self, society dan poin-poin dari inetraksi adalah verbal dan nonverbal. Inti

pada penelitian ini adalah mengungkap bagaimana cara manusia menggunakan simbol-simbol dan bahasa yang merepresentasikan apa yang akan mereka sampaikan dalam proses komunikasi dengan sesama clubber. Penggunaan simbol dan bahasa itu juga yang dapat menunjukan sebuah makna tertentu.

Kerangka Berpikir

Judul : Aksi dan Interaksi Simbolik Clubber di Tempat Hiburan Malam

1. Aksi apa saja yang dilakukan

clubber di Diskotik Dinasty

Kota Cilegon.

2. Interaksi apa saja yang

dilakukan clubber di Diskotik Dinasty Kota Cilegon.

(62)

2.8 Penelitian Terdahulu

Terdapat dua penelitian yang dianggap relevan dan ada keterkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan penulis. Peneliti pertama atas nama Seviria Marlina Panjaitan dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Penelitiannya berjudul : Konflik Seorang Clubber (sebuah tinjauan study kasus) tahun 2009-2010, Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh fenomena dan konflik mengenai kehidupan seorang clubber, penelitian ini memakai Teori Interaksi simbolik, sosiokultural, dan teori konflik. Metode penelitian kualitatif, tradisi fenomenologi, dan paham konstruktivis juga menjadi acuan dalam penelitian ini.

Hasil penelitiannya adalah, peneliti mengetahui apa saja yang mendasari seseorang menjadi clubber, konflik yang terjadi didalam diri seorang clubber, peneliti juga mengetahui apa saja kebiasaan, perilaku, dan interaksi seorang

clubber yang dilakukan ditempat hiburan malam.

(63)

Peneliti yang kedua bernama Muhammad Liyansyah dari Fakultas Sosial Antropologi Universitas Sumatera Utara, penelitiannya berjudul : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro

Spective) tahun 2008-2009, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang

siapa saja yang disebut sebagai clubbers? Apa saja yang dilakukan clubbers saat dugem? dan apa yang diperoleh clubbers dari kegiatan dugem?, Teori yang digunakan adalah Teori Interaksi Simbolik, Penelitian ini bertipekan deskriptif dengan pendekatan penelitian kualitatif. Untuk memperoleh data , metode yang digunakan adalah observasi semi-partisipasi, wawancara mendalam, dan studi pustaka.

Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa yang disebut para clubber adalah para penikmat kehidupan malam yang memilih cara menghabiskan waktunya dengan berkumpul dengan teman-temannya di sebuah diskotik dengan segala aktivitas didalamnya. Kegiatan yang biasa dilakukan clubbers pada saat dugem adalah ngobrol, minum, dan dance (jojing).

(64)

Untuk lebih bisa dimengerti, peneliti membuat suatu tabel dan menggabungkan kedua penelitian terdahulu ini menjadi satu, agar yang membaca bisa melihat lebih jelas perbandingan kedua penelitian ini.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu 4. Teori Teori Interaksi simbolik,

sosiokultural, dan teori konflik menjadi clubbers, konflik yang terjadi didalam diri seorang

clubbers, peneliti juga

mengetahui apa saja kebiasaan,

(65)

perilaku, dan interaksi seorang clubber yang dilakukan

ditempat hiburan malam 2. Aktivitas ini adalah kegiatan utama para clubber pada saat dugem dan mampu membuat para clubber merasa senang dan terlebur dalam suasana malam hingga lupa waktu.

Para clubber merasa bahwa

pada saat dugem, mereka dapat

tipe clubbers yang berada di

dalam diskotik sesuai dengan prilaku mereka 7. Persamaan Sama-sama menggunakan teori

interaksi simbolik. Dan

8. Perbedaan Penelitian A ini lebih kepada seseorang melakukan clubbing didorong factor internal dan external

9. Sumber Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Gambar

Tabel  2.1 Penelitian Terdahulu
Tabel  3.1 Profil Informan
Tabel  3.2 Jadwal Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel harga, citra merek, atribut produk dan variabel keseluruhan serta pengaruh keempatnya secara simultan terhadap

3. Samakan struktur hifa jamur tempe dan jamur oncom? Hifa mana yang tidak memiliki sekat? 4. Bagaimana jumlah dan letak inti pada hifa jamur

Penentuan karakteristik mutu minuman emulsi kaya beta karoten adalah pada kandungan beta karoten dari produk tersebut yang nlerupakan kondisi kritisnya untuk

Data diisi sesuai dengan yang diminta pada form pemesanan barang, kemudian bagian gudang mencetak surat pesanan berdasarkan tanggal penginputan pesanan dan

Kurva Kutznet menunjukkan hubungan pendapatan per kapita dengan kondisi lingkungan hidup tetapi ukuran pembangunan ekonomi modern tidak hanya mempertimbangkan pendapatan

Tema yang dipilih dalam tugas akhir ini ialah pemberdayaan, dengan judul Pemberdayaan Persatuan Orangtua Peduli Anak Berkebutuhan Khusus (POPA) dalam Meningkatkan Kesejahteraan

Ternyata rahasianya adalah sebenarnya Siti Hajar sudah tahu bahwa tidak mungkin ada air di gurun pasir seperti itu namun ikhtiarnya berkali-kali di tempat yang sama itu hanyalah