• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Pertumbuhan Dan Sintasan Populasi Abalon Yang Dipelihara Bersama Sponge Dan Rumput Laut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perbandingan Pertumbuhan Dan Sintasan Populasi Abalon Yang Dipelihara Bersama Sponge Dan Rumput Laut"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

11

Perbandingan Pertumbuhan Dan Sintasan Populasi Abalon Yang Dipelihara

Bersama Sponge Dan Rumput Laut

[The Ratio of Growth Rate and Survival Rate Population of Abalone

Reared with Sponge and Seaweed]

Andi N. Sukti

1)

, Irwan J. Effendy,

2)

Abdul H. Sarita.

3)

1

Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo

Jl. HAE Mokodompit Kampus Bumi Tridharma Anduonohu Kendari 93232, Telp/Fax (0401) 3193732

2

E-mail: ijeeffendy69@yahoo.com

3

E-mail: harissarita@gmail.com

Abstrak

Pemeliharaan tentang perbandingan pertumbuhan dan sintasan populasi abalon yang dipelihara bersama sponge dan rumput laut telah dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh sponge dan rumput laut terhadap laju pertumbuhan dan sintasan populasi abalon dengan pemberian pakan makroalga jenis G. verrucosa. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Sumber Laut Sejahtera Desa Tapulaga Kecamatan Soropia selama 60 hari. Hewan uji yang digunakan sebanyak 150 individu pada tiap populasi. Pada populasi A dipelihara bersama sponge, populasi B dipelihara bersama sponge dan rumput laut, dan populasi C dipelihara bersama rumput laut. Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi untuk mengetahui perubahan panjang dan bobot ketiga populasi hewan uji. Hasil analisis regresi pada populasi menunjukkan persamaan populasi A ; Panjang (mm) = 35,774 + ,45609 * Berat (g) = -41,87 + 1,3627 *, populasi B ; Panjang (mm) = 34,314 + ,53727 * Berat (g) = -31,82 + 1,1335 *, dan populasi C Panjang (mm) = 33,892 + ,55849 * Berat (g) = -29,01+ 1,0592 *. Berdasarkan persamaan tersebut, maka dapat diketahui bahwa pertambahan panjang cangkang tertinggi yaitu pada populasi A kemudian pada populasi B dan yang terendah yaitu pada populasi C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama penelitian, ketiga populasi tersebut mengalami pertambahan panjang cangkang setiap meningkatnya pertambahan bobot tubuh. Hal ini menggambarkan bahwa pemeliharaan abalon bersama sponge dan rumput laut baik untuk menunjang pertumbuhan dan sintasannya. Selanjutnya hasil pengukuran parameter kualitas air selama penelitian memiliki kisaran masing-masing suhu berkisar antara 29–31°C, salinitas 34–36 ppt, serta pH 7–8.

Kata Kunci : Abalon, Pertumbuhan, Sponge, Rumput Laut

Abstract

The maintenance about ratio of growth rate and survival rate population of abalone with sponge and seaweed were conducted. The aim of this study to investigate the effect sponge and seaweed on growth rate and survival rate abalone population based feeding seaweed G. verrucosa. This research was conducted at PT. Sumber Laut Sejahtera, Tapulaga Village, District of Soropia for 60 days. The experimental animals as many as 150 individu for each population. In population A reared with sponge, Population B reared with sponge and seaweed, population C reared with seaweed. Data collected was analized using linear regression to determine the shell-length and body weight of those three population groups. Regression analisys on three population showed an equation population A ; Length (mm) = 35,774 + ,45609 * Weight (g) = -41,87 + ,13627 *, population B ; Lenght (mm) = 34,314 + ,53727 * Weight (g) = -31,82 + 1,1335 *, population C ; Lenght (mm) = 33,892 + ,55849 * Weight (g) ) = -29,01+ 1,0592 *. In order word, the highest growth rate of length was reached of population A and B, and the lastly was population C. The result of study showed that shell-length was increase every increased of body weight. This study indicated that rearing abalone with sponge and seaweed suitable for growth rate and survival rate. The water quality parameter during the study had a range of temperature were 29-31°, salinity were 34-37 ppt and pH 7-8.

Key words: Abalone, growth, sponge, seaweed

PENDAHULUAN

Abalon adalah salah satu komoditas perikanan yang langka dan memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi tergantung pada spesies dan ukurannya, dan dapat mencapai nilai jual yang

fantastis antara US$15 hingga US$30 per kg di beberapa pasar. Karena nilainya yang tinggi, budidaya abalon mulai dikembangkan dibeberapa Negara di dunia diantaranya China, Australia, Jepang, Chili, Afrika Selatan, Kanada, Meksiko,

(2)

12

USA dan negara Asian lainnya seperti Thailand, Philipina, Korea dan Indonesia (Cruz dan Gallardo, 2011). Di perairan Indonesia terdapat 7 jenis abalon yaitu Haliotis asinina, H. varia, H. squamosa, H. ovina, H. glabra, H. planate dan H. crebrisculpta (Dharma, 1988).

Beberapa kegiatan budidaya yang dapat dilakukan antara lain budidaya dilingkungan terkontrol (hatchery), budidaya di Karamba Jaring Apung (KJA), Karamba Jaring Tancap (KJT) dan sistem IMTA (Integrated Multi Trophic Aquaculture). Menurut Wibisono dkk., (2011), Potensi dalam pengembangan IMTA di Indonesia dapat diterapkan melalui sistem Karamba Jaring Apung (KJA) ataupun Karamba Jaring Tancap (KJT) yang telah banyak diterapkan di Indonesia.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan abalon yang dibudidaya antara lain yaitu mengenai ketersediaan pakan yang mampu menunjang pertumbuhannya, kualitas air seperti suhu, salinitas, pH, serta kepadatan organisme. Abalon dengan kepadatan yang tinggi dapat menyebabkan persaingan dalam memperoleh makanan. Salah satu faktor yang dapat menghambat pertumbuhan abalon dengan kepadatan yang tinggi adalah peningkatan kadar limbah dalam wadah budidaya.

Saat ini belum banyak diketahui metode tentang seberapa cepat abalon H. asinina dapat tumbuh dalam kegiatan budidaya. Salah satu indikasi untuk menduga beberapa hal mengenai kecepatan tumbuh abalon H. asinina adalah kecepatan tumbuh dengan menggunakan beberapa kombinasi pada wadah budidaya. Karena permasalahan tersebut maka perlu dilakukan penelitian guna melihat perbandingan pertumbuhan dan sintasan tiga populasi abalon yang dipelihara bersama sponge dan rumput laut.

METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 60 hari yaitu pada bulan Januari sampai dengan maret 2016 dan bertempat di Hatchery PT. Sumber Laut Sejahtera Kerjasama LP2T-SPK, di Desa Tapulaga Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Karamba Jaring Tancap (KJT), waring berukuran 1 x 1 meter, spatula, timbangan analitik, kaliper, hand refraktometer, termometer, pH indikator, dan kamera.

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah abalon (H. asinina), organisme lain yang digunakan yaitu spons dan rumput laut. Pakan uji yang digunakan yaitu G. verrucosa, yang diambil dari Desa Torokeku, Kec. Tinanggea, Kab. Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.

C. Prosedur Penelitian

Diawali dengan pembuatan waring yang berukuran 1 x 1 meter sebagai wadah pemeliharaan juvenil abalon, kemudian pengadaan pakan makroalga jenis G. verrucosa dan G. arcuata sebagai biofilter serta Sponge dari alam sebagai biota budidaya sekaligus sebagai penjaga keseimbangan ekosistem pada wadah pemeliharaan sehingga kondisi lingkungan dan kualitas air tetap stabil. Setelah semua perlengkapan siap, maka dilakukan sampling hewan uji (juvenil abalon hasil produksi hatcheri sebanyak 450 individu kemudian dimasukkan kedalam 3 wadah masing-masing diisi sesuai dengan ukuran abalon yang dihasilkan. Kemudian waring ukuran 1 x 1 meter dimasukkan dalam waring yang berukuran 4 x 5 meter. Dimasukkan rumput laut G. arcuata ke dalam keranjang dan mengikat sponge pada waring yang berukuran 1 x 1 meter. Setelah itu, memasukan

(3)

13

juvenil abalon hasil sampling ke dalam waring yang berukuran 1 x 1 meter sesuai dengan kelas ukuran abalon yang dihasilkan.

Pemeliharaan dilakukan mulai dari bulan Januari hingga Maret dengan pengambilan data pengukuran panjang dan berat abalon setiap 30 hari sekali. Jenis pakan yang digunakan adalah makroalga jenis G. verrucosa dengan metode pemberian pakan secara ad libitum. Waktu pemberian pakan akan dilakukan setiap 2 hari dengan dosis pemberian pakan 15% dari bobot tubuh/hari. Selanjutnya sampling sisa pakan dilakukan setiap 2 hari.

D. Variabel yang Diamati 1. Pertumbuhan Mutlak

Pertumbuhan mutlak diukur dengan dua cara yaitu perhitungan pertumbuhan berdasarkan perubahan cangkang dan perhitungan pertumbuhan berdasarkan perubahan berat tubuh dengan menggunakan rumus (Effendie, 1997) sebagai berikut:

a. Pertumbuhan mutlak panjang cangkang dihitung menggunakan rumus yaitu :

Li = Lt – Lo Keterangan :

Li = Pertumbuhan mutlak panjang rata-rata interval (mm)

Lt = Panjang cangkang abalon pada akhir penelitian (cm)

Lo=Panjang cangkang abalon pada awal penelitian (cm)

b. Pertumbuhan mutlak berdasarkan perubahan bobot tubuh yaitu:

Wi = Wt – Wo Keterangan :

Wi = Pertumbuhan mutlak berat tubuh rata-rata interval (g).

Wt = Berat tubuh rata-rata pada waktu-t (g) Wo = Berat tubuh rata-rata pada awal penelitian (g) 2. Konsumsi Pakan Harian

Konsumsi pakan harian/wadah penelitian dihitung dengan menggunakan rumus yang di rekomendasikan oleh Pereira dkk., (2007) sebagai berikut:

FC=F1-F2 (g) Keterangan:

FC = Konsumsi Pakan (g) F1 = Berat pakan awal (g) F2 = Berat pakan akhir (g)

Perhitungan konsumsi pakan tiap abalon dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:

FC N / Day Keterangan: FC = Konsumsi pakan N = Jumlah abalon Day = Hari 3. Sintasan

Sintasan atau persentase kelangsungan hidup abalon H. asinina dihitung dengan menggunakan rumus yang direkomendasikan oleh (Effendie, 1997): SR =

100

%

No

Nt

x

Keterangan : SR = Sintasan (%).

Nt = Jumlah individu pada akhir penelitian (ekor). No = Jumlah individu pada awal penelitian (ekor).

(4)

14

4. Kualitas Air

Tabel 1. Parameter kualitas air

Parameter Waktu Pengamatan Suhu

Salinitas pH

Setiap2 hari Setiap 2 hari Awal dan akhir

5. Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis regresi dengan menggunakan program komputer software “SPSS 16,0 “. Untuk mengetahui perbedaan konsumsi pakan dan perubahan panjang dan berat antara satu populasi dengan populasi lainnya yang dipelihara bersama sponge dan rumput laut maka dilakukan uji T.

HASIL

Berdasarkan hasil pengukuran panjang dan berat dari ketiga kelompok populasi hewan uji dengan waktu sampling dilakukan setiap 30 hari sekali, diperoleh persamaan regresi dari masing-masing kelompok populasi sehingga diketahui hubungan panjang berat yang menggambarkan kondisi perubahan pertumbuhan dari ketiga kelompok hewan uji selama penelitian. Berdasarkan analisis regresi ketiga populasi memiliki kolerasi yang kuat dimana masing-masing nilai korelasi r panjang dan berat dimana pada populasi A dengan nilai r = 0,78837, populasi B dengan nilai r = 0,78039, dan populasi C dengan nilai r = 0,76911.

Kemudian berdasarkan sampling panjang dan berat diperoleh data pertumbuhan mutlak. 1. Pertumbuhan mutlak

- Pertumbuhan Mutlak Berdasarkan Panjang Cangkang (mm)

Gambar 1. Pertumbuhan mutlak panjang cangkang abalon H. asinina

1,36 1,09 1,01 0 0.5 1 1.5 A B C P er tum b uh an M ut la k B er da sa rka n P an ja n g C an gka n g (m m ) Populasi

(5)

15

- Pertumbuhan Mutlak Berdasarkan Bobot Tubuh (g)

Gambar 2. Pertumbuhan mutlak berdasarkan bobot tubuh abalon (H. asinina) 2. Konsumsi pakan

Nilai rata-rata tingkat konsumsi pakan makroalga dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Konsumsi Pakan Harian Abalon H. asinina

3. Sintasan

Nilai rata-rata sintasan abalon dapa dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Tingkat kelangsungan hidup abalon selama penelitian

4,05 4,81 4,43 0 2 4 6 A B C P er tum b uh an M ut la k B er da sa rka n B o b o t T ub uh (g) Populasi 1,74 1,79 1,71 0 0.5 1 1.5 2 A B C K o n sum si Pak an H ar ia n Gr am /I n di vi du/Ha ri Populasi 96,66 96,66 95,33 0 20 40 60 80 100 A B C T in gka t K el an gs u n ga n Hi dup (%) Populasi

(6)

16

4. Kualitas Air

Parameter Kualitas air dilakukan untuk mengetahui kelayakan setiap parameter sebagaimana yang tercantum pada Tabel 1. Table 1. Parameter Kualitas Air selama Penelitian

rata-rata pertumbuhan bobot tubuh tertinggi yaitu pada populasi B dengan nilai 4,81 g, kemudian pada populasi C dengan nilai 4,43 g, dan yang terendah yaitu pada populasi A dengan nilai 4,05 g. Tingginya pertambahan bobot tubuh pada populasi B diduga berhubungan dengan tingkat konsumsi pakan oleh abalon, dimana tingkat konsumsi pakan pada populasi B lebih tinggi jika dibandingkan dengan populasi A dan C sehingga konsumsi pakan pada populasi B digunakan untuk pertumbuhan bobot tubuhnya.

PEMBAHASAN

Pakan merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam menunjang keberhasilan budidaya kerang abalon, kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Ketepatan jenis pakan yang diberikan menjadi pertimbangan utama dalam pemberian pakan. Abalon merupakan hewan laut yang bersifat herbivora artinya hewan tersebut menyukai makanan berupa tumbuh-tumbuhan yang hidup di laut seperti rumput laut dari golongan makro alga merah (Gracilaria), makro alga coklat (Laminaria), dan makro alga hijau (Ulva). (Susanto., dkk 2010).

Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran panjang dan berat pada periode waktu tertentu. Pertumbuhan mutlak berdasarkan panjang cangkang pada setiap populasi tidak menunjukkan hasil yang berbeda jauh. Dimana pada populasi A diperoleh rata-rata pertumbuhan panjang cangkang sebesar 1,36 mm, populasi B sebesar 1,09 mm dan perlakuan C sebesar 1,01 mm. Berdasarkan data pertumbuhan panjang cangkang pada setiap populasi menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan panjang cangkang tertinggi yaitu pada populasi A. Sedangkan untuk pertumbuhan mutlak berdasarkan bobot tubuh juga tidak menunjukkan hasil yang berbeda jauh. Dimana

Berdasarkan hasil uji T panjang cangkang, diketahui bahwa pada populasi A tidak berbeda nyata dengan populasi B, namun pada populasi B dan C serta A dan C masing-masing berbeda nyata. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa abalon yang dipelihara pada populasi A (sponge) tidak berbeda secara signifikan dengan populasi B (sponge dan rumput laut). Namun berbanding terbalik dengan perlakuan B dan C serta A dan C, dimana abalon yang dipelihara pada populasi B (sponge dan rumput laut) memberikan pengaruh yang signifikan pada populasi C (rumput laut) serta populasi C (rumput laut) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap populasi A (sponge). Hal tersebut diduga karena kehadiran sponge dalam wadah pemeliharaan pada populasi A dan Populasi B. Dimana sponge merupakan salah satu organisme laut yang memiliki kemampuan untuk menyaring air disekitar wadah pemeliharaan sehingga kualitas air pada wadah pemeliharaan selalu berada dalam kisaran yang optimal. Kualitas air yang optimal sangat berperan dalam menunjang proses metabolisme abalon yang tentunya berpengaruh terhadap pertumbuhan. Sponge juga memiliki kemampuan menjaga keseimbangan ekosistem diperairan dengan kemampuannya yang dapat menyaring partikel-partikel tersuspensi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Haris (2013), Sponge No Parameter Kualitas Air Kisaran 1. 2. 3. Suhu Salinitas pH 29-31 oC 34-36 ppt 7-8

(7)

17

juga sangat membantu menjernikan air yang keruh, karena sponge memiliki kemampuan yang tinggi menyaring air sekaligus memanfaatkan sebagai sumber makanan bahan-bahan yang terlarut dan tersuspensi dalam air. Hasil analisis uji T berdasarkan bobot tubuh diketahui bahwa pada populasi A dan B serta Populasi A dan C tidak berbeda nyata, sedangkan pada populasi B dan C berbeda nyata. Hal tersebut mengindikasikan bahwa abalon yang dipelihara bersama sponge dan rumput laut berbeda signifikan pada abalon yang hanya dipelihara bersama rumput laut.

Dari hasil perhitungan tingkat konsumsi pakan terhadap tiga populasi abalon yang dipelihara bersama sponge dan rumput laut selama 60 hari diperoleh nilai konsumsi pakan harian tertinggi yaitu pada populasi B sebanyak 1,79 gram per individu, kemudian pada populasi A sebanyak 1,74 gram per individu, dan yang terendah yaitu pada populasi C sebanyak 1,71 gram per individu. Rata-rata konsumsi pakan harian dari tiga populasi tersebut menunjukkan rata-rata yang tidak begitu berbeda jauh. Hal ini disebabkan karena jenis pakan makro alga yang diberikan pada setiap populasi sama yaitu pakan makro alga jenis G. verrucosa serta jenis pakan ini juga dapat memacu untuk pertumbuhan abalon. Hal ini sesuai dengan pernyataan Susanto., dkk (2010) yang menyatakan bahwa dengan menggunakan Gracilaria sp. sebagai pakan dapat memacu pertumbuhan dan dianggap cocok untuk budidaya abalon. Karena sifatnya yang lebih aktif mencari makanan pada kondisi gelap dan memakan berbagai macam jenis rumput laut seperti G. arcuata, G. verrucosa, dan Ulva. Selain memanfaatkan rumput laut yang diberikan sabagai pakan uji, diduga abalon ini juga memanfaatkan organisme lain berupa bentik diatom yang menempel pada wadah pemeliharaan. Seperti yang dikemukakan oleh Freeman (2001) yang menjelaskan bahwa juvenil abalon memakan alga

atau diatom yang melekat pada substrat sehingga juvenil tersebut akan mengalami pertumbuhan. Lebih lanjut Octaviany (2007) menyatakan bahwa abalon termasuk herbivora yang aktif memakan mikroalga dan makroalga pada malam hari. Makanan utama abalon dewasa adalah potongan-potongan makroalga yang hanyut terbawa arus dan gelombang, terutama kelompok alga merah. Juvenil abalon memakan alga yang hidup di batu karang, diatom, dan bakteri, sedangkan larva abalon memakan plankton.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup pada setiap populasi berada dalam kisaran normal, dimana tingkat kelangsungan hidup tertinggi terdapat pada populasi A dan B kemudian pada populasi C. Hal ini mengindikasikan bahwa penerapan pemeliharan abalon bersama sponge dan rumput laut dapat menunjung tingkat kelangsungan hidup selama pemeliharaan. Perlakuan ini diterapkan dengan beberapa kombinasi, seperti pada populasi A (sponge) dimana sponge ini berfungsi untuk menyaring partikel-partikel kecil yang ada dalam wadah pemeliharaan, dan mampu bersimbiosis mutualisme dengan rumput laut sehingga organisme tersebut dapat memperoleh keuntungan dari pertukaran metabolit. Kemudian rumput laut berfungsi sebagai biofilter dan memanfaatkan hasil buangan dari abalon yang berupa CO2 dan nutrien inorganik yaitu nitrogen dalam bentuk ammonium (Nh4) dan fosfat yang akan digunakan dalam proses fotosintesis. Akibat dari proses tersebut, nitrogen pembentuk amoniak di media pemeliharaan berkurang dan kandungan nitrogen dalam ekosistem dapat seimbang. Proses fotosintesis menghasilkan oksigen dan nitrit, kemudian mengalami proses nitrifikasi sehingga berubah menjadi nitrat yang dapat dimanfaatkan oleh abalon. Penerapan sistem pemeliharaan ini tidak berbeda jauh dengan sistem IMTA. Seperti

(8)

18

yang dijelaskan oleh Abreu dkk., (2009) bahwa IMTA di desain untuk mengurangi masalah lingkungan yang diakibatkan oleh pakan yang digunakan pada kegiatan budidaya. Kemudian Thomas (2011) menyatakan bahwa IMTA (Integrated Multi Trophic Aquaculture) adalah membesarkan organisme perairan (seperti ikan) yang berasosiasi dengan organisme yang menempati tingkat trofik lainnya, yang dapat memanfaatkan limbah produk dari ikan. Umumnya asosiasi ini melibatkan organisme seperti rumput laut atau tumbuhan untuk mengasimilasi nutrisi terlarut, filter feeders yang memanfaatkan bahan organik tersuspensi, dan deposit feeders yang memanfaatkan padatan yang melekat di substrat. Selanjutnya Wibisono dkk., (2011) yang menyatakan bahwa Sistem IMTA dapat dimodifikasi dengan melakukan pendayagunaan berbagai organisme dalam suatu ekosistem, ekosistem yang digunakan merupakan ekosistem alamiah ataupun habitat asli dari organisme tersebut.

Hasil yang diperoleh dari pengukuran parameter kualitas air selama penelitian menunjukan kisaran yang optimal untuk budidaya. Dari hasil penelitian diperoleh data suhu berkisar antara 29 - 31oc, salinitas 34 – 36 ppt, dan pH 7 – 8. Data dari kualitas air tersebut masih dapat menunjang pertumbuhan abalon sebagaimana pernyataan setiawati et al, (1995) melaporkan bahwa abalon dapat hidup pada kisaran salinitas 35 – 37 ppt dan pH sekitar 7,83 – 7, 85.

Kesimpulan

Hasil studi menunjukkan bahwa abalon yang dipelihara bersama sponge dan rumput laut pada populasi B memberikan pertumbuhan dan sintasan yang baik dibandingkan dengan populasi yang lainnya. Karena pada populasi tersebut terjadi hubungan simbiosis mutualisme antara sponge,

rumput laut, dan abalon yang dipelihara pada satu ekosistem.

DAFTAR PUSTAKA

Abreu. M.H, D.A. Varela, L. Henriquez, A. Villarroel, C. Yarish, I. Souse_Pinto, A. H. Buschmann. 2009. Traditional Vs. Integrated multi-trophic aquaculture of Glacilaria chilensis C.J. Bird, J.Mc Lachlan & E.C. Oliveira: Productivity And Physiological Performance. Aquaculture 293. Hal 211-220.

Cruz, F.L. de la., dan Gallardo-Esarate,C,. 2011. Intraspecies and Interspecies hybrids in haliotis: Natural and experimental evidence and its impact on abalon aquaculture. reviews in aquaculture. Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia

(Indonesian shell). PT. Sarana Graha, Jakarta. 111 halaman.

Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara. 163 halaman.

Freeman, K. A. 2001. Aquaculture and related biological attributes of abalon species in Australia, a Review. Fisheries Research Report Western Australia. 48pp.

Octaviany, M. J. 2007. Beberapa catatan tentang aspek biologi dan perikanan abalone. Oseana, Volume Xxxii, Nomor 4, Hal: 39- 47. ISSN 0216-1877.

Setiawati, K.M., Yunus, Setyadi, I. & Arfah, R. 1995. Pendugaan musim pemijahan abalon di Pantai Kuta Lombok Tengah. J.Pen. Perik. Indonesia, 3:124-129.

Susanto, B., I. Rusdi., S. Ismi., R. Rahmawati. 2010. Pemeliharaan yuwana abalon (haliotis squamata) turunan f-1 secara terkontrol dengan jenis pakan berbeda. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut.

Uneputty, P. A., D J. Tala. 2011. Karakteristik Biometrika dan Potensi Reproduksi Siput Abalon (Haliotis squamata). Ichthyos, Vol. 10 No. 1, Hal : 13-20.

Thomas, S.A. 2011. Integrated Multi-Trophic Aquaculture. A workshop in Peninsula College Port Angeles, Washington at 14-15 September 2010.pp:3-5.

Wibisono, R. W., V. Aridhitio., T. N. Chyati. 2011. Pengembangan IMTA (Integrated Multi Trophic Aquaculture) Berbasis ekosistem lokal melalui peningkatan produksi dan diversifitas yang ramah lingkungan di Indonesia. Program Kreativitas Mahasiswa. Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 1. Pertumbuhan mutlak panjang cangkang abalon H. asinina
Gambar 2. Pertumbuhan mutlak berdasarkan bobot tubuh abalon (H. asinina)  2.  Konsumsi pakan

Referensi

Dokumen terkait

Sеlama kеgiatan produksi bеrlangsung, PT Pupuk Kalimantan Timur sеlalu mеlalukan pеngеcеkan tеrhadap produk yang dihasilkan sеcara rutin dan bеrkala. Hasil produksi

membangunkan sntu aplikasi \\ eb yang berorientas1kan Perdn g angnn Elct...tronik (E-Commerce), iaitu menubuhkan s ebuah g edun g buku elektronik sc carn dalam tnlian

Cara Mudah Belajar MikroTik Dengan Network Simulator. Dengan bantuan aplikasi network simulator bisa memudahkan untuk kita bisa belajar dan mengembangkan topologi jaringan1.

Hal 15 dari 18 RS ROYAL TARUMA Nama Dokter yang tidak kerjasama dengan Allianz dalam pelayanan Rawat Jalan dan Rawat Inap :. Alfiah Amiruddin, MD,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan tindakan seks pranikah siswa SMK Negeri 1 Tompasobaru,

Saya fikir dan terus buat pre-order. Sebelum ni, saya memang dah jual wangian. Jadi, saya contact semual kawan-kawan atau ex-customer saya tu. Saya offer pada

Pijat bayi bisa dilakukan segera setelah bayi lahir, sesuai dengan keinginan. Bayi akan mendapatkan manfaat dan keuntungan lebih besar. Hasil yang lebih optimal akan

Nilai setiap piksel pada array final adalah jumlah luas fraksi (luas setiap fraksi sebelumnya dikalikan dengan nilai dimana tempat luas masing-masing fraksi berada pada array