MELALUI ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM)
JURNAL PENELITIAN
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Slamet Riyadi Surakarta
Disusun Oleh : PUTHUT WIDYATMOKO
NIM. 13100005
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI
SURAKARTA 2017
Judul : PROSES PENYIDIKAN OLEH POLRESTA SURAKARTA
DALAM MENYELESAIKAN KASUS TINDAK PIDANA
PENCURIAN MELALUI ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM) Nama : PUTHUT WIDYATMOKO
NIM : 13100005
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Aksi kejahatan melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) akhir-akhir ini semakin meningkat. Dapat dipastikan setiap minggu ada berita di media massa, baik cetak ataupun elektronik terjadi kejahatan di ATM antara lain pencurian, perampokan, penipuan, pembobolan dan yang lainya. Modus kejahatan yang melibatkan ATM dan kartunya (kartu debit), dibagi dalam beberapa kriteria diantaranya Modus Berbasis Kekerasan, pelaku kejahatan sengaja menunggu di lokasi ATM yang sepi dan tidak ada/kurang fasilitas pengamanannya, dan mengancam korban untuk menarik uang tunai, adapun kasus yang lain adalah korban yang telah mengambil uang di ATM di ancam lalu dijambret uangnya. Pelaku kejahatan membobol mesin ATM (baik membongkar paksa di tempat atau bahkan menggondol mesinnya sekaligus).
Pelaku biasanya berada di sekitar ATM. Korban yang diincar adalah yang terlihat panik atau kurang mengerti penggunaan ATM (kasihannya seringkali ini adalah masyarakat ekonomi bawah). Pelaku menawarkan bantuan sambil mengintip saat korban memasukkan kode PIN. Atau kadang hanya untuk meyakinkan pengguna untuk menelpon nomor Call Center palsu.
Kejahatan di kawasan mesin ATM memang sudah tidak asing lagi. Meskipun hal tersebut tidak diinginkan, namun sikap selalu waspada senantiasa perlu ditingkatkan. Karena saat ini sudah banyak kasus kejahatan yang terjadi di kawasan mesin ATM dengan modus mulai dari pura-pura menjadi Petugas ATM, merusak mesin ATM dan masih banyak lagi. Memang lokasi mesin ATM yang berada ditempat umum rawan terjadi kejahatan. Pasalnya untuk mesin ATM yang berada
di area umum semuanya dilengkapi dengan keberadaan sekuriti. Berbeda dengan mesin ATM yang berada di kantor-kantor bank yang selama 24 jam dijaga oleh petugas. Kejahatan di mesin ATM, biasanya modus yang dilakukan yaitu dengan menyelipkan benda asing di lubang kartu ATM di mesin. Dengan begitu maka nasabah yang ingin melakukan penarikan bisa terganggu. Setelah nasabah panik lantaran kartunya sudah masuk namun tidak bisa keluar, maka pelaku kejahatan tersebut datang dan berpura-pura menolong sambil mengaku sebagai petugas Bank. Dan biasanya nanti pelaku kejahatan meminta informasi pin nasabah, kemudian memberikan nomor telepon tertentu dan lain sebagainya.
Berdasarkan penjabaran di atas dapat dikateogorikan bahwa perbuatan pelaku adalah perbuatan pencurian. Perbuatan ini dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang yang dampaknya bersifat merugikan orang lain baik secara materiil maupun non materiil. Di Indonesia sebagai salah satu negara yang menjunjung tinggi hukum, reaksi formal terhadap kejahatan ini dituangkan dalam KUHP dan diberbagai undang-undang diluar KUHP.
Tindak pidana pencurian melalui ATM itu adalah tindakan melanggar hukum dengan sengaja yakni dengan maksud untuk menguasai suatu benda dan benda itu kepunyaan orang lain dan benda itu pada pelaku pencurian bukan karena kejahatan. Oleh karena itu apabila pelaku tindak pidana, maka kebijakan itu merupakan tindakan reprensif. Dengan cara mempertimbangkan aspek-aspek normatif yang menyangkut kesadaran hukum seseorang. Kesadaran hukum seseorang itu harus dibentuk norma-norma hukum sehingga semua pelanggaran hukum volumenya akan makin menipis sejalan dengan makin meningkatnya kesadaran hukum masyarakat.
Guna mengungkap kasus tindak pidana pencurian memalaui ATM wewenang yang diberikan kepada penyidik perlu pemeriksaan pendahuluan terhadap pelaku tindak pidana pencurian, ada tahapan tindakan yang dilakukan oleh aparat penyidik. Tugas penyidikan meliputi penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan
pemeriksaan surat dan tahapan lanjut dari prosedur penyidikan. Salah satu tahap yang perlu mendapatkan perhatian di kalangan penyidik sendiri, agar pelaksanaan penyidikan berjalan dengan baik adalah penangkapan. Penangkapan ini erat hubungannya dengan masalah kewenangan Polri sebagai unsur pelaksana penyidikan pendahuluan. B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana proses penyidikan yang dilakukan Polresta Surakarta dalam menyelesaikan kasus tindak pidana pencurian melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM)?
2. Hambatan-hambatan apa saja yang timbul dalam proses penyidikan dalam menyelesaikan kasus tindak pidana pencurian melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM)?
3. Bagaimana cara mengatasi hambatan-hambatan yang muncul dalam proses penyidikan yang dilakukan Polresta Surakarta dalam menyelesaikan kasus tindak pidana pencurian melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM)?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Objektif
a. Mengkaji proses penyidikan yang dilakukan Polresta Surakarta dalam menyelesaikan kasus tindak pidana pencurian melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
b. Mengkaji hambatan-hambatan yang timbul dalam proses penyidikan dalam menyelesaikan kasus tindak pidana pencurian melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
c. Mengkaji gambaran cara mengatasi hambatan-hambatan yang muncul dalam proses penyidikan yang dilakukan Polresta Surakarta dalam menyelesaikan kasus tindak pidana pencurian melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
2. Tujuan Subjektif
a. Memperdalam pengetahuan penulis dalam bidang hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan tindak pidana pencurian melalui mesin anjungan tunai mandiri (ATM).
b. Sebagai persyaratan untuk memperoleh gelas kesarjanaan dalam bidang hukum pidana di Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis
Memberikan kontribusi pemikiran atau wawasan yang luas bagi penulis sendiri maupun pembaca pada umumnya, sehingga dapat dipergunakan dalam penulisan karya ilmiah di bidang hukum.
2. Manfaat Praktis
Memberikan sumbangan pemikiran ataupun masukan bagi berbagai pihak yang memiliki kepentingan dari hasil penelitian ini.
BAB II LANDASAN TEORI A. Penyidik dan Penyidikan
Penyidik disebutkan dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP jo Pasal 1 angka 13 Undang-undang Kepolisian No 2 tahun 2002, yaitu : "penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan”. Dalam Pasal 6 KUHAP dinyatakan bahwa :
1. Penyidik adalah :
1) Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
2) Pejabat pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang oleh undang-undang.
2. Syarat kepangkatan pejabat sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Berdasar ketentuan Pasal 7 KUHAP, maka wewenang penyidik dari pejabat kepolisian adalah sebagai berikut :
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.
2. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian.
3. Menyuruh berhenti seseorang tersangka atau memeriksa tanda pengenal tersangka.
4. Melakukan penangkapan, penggeledahan, penahanan, dan penyitaan. 5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
7. Mengambil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
8. Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan perkara.
9. Mengadakan penghentian penyidikan.
10.Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Dalam melaksanakan wewenangnya tersebut penyidik dalam pasal 8 KUHAP berkewajiban, yaitu :
1. Penyidik membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan sebagai mana yang tersebut dalam pasal 75 dengan tidak mengurangi ketentuan lain dalam undang-undang hukum acara pidana. Adapun tindakan-tindakan itu adalah :
a. pemeriksaan tersangka; b. penangkapan; c. penahanan; d. penggeledahan; e. pemasukan rumah; f. penyitaan benda; g. pemeriksaan surat; h. pemeriksaan saksi;
i. pemeriksaan tempat kejadian (TKP);
j. pelaksanaan penetapan lain sesuai dengan ketentuan KU HAP. 2. Penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. 3. Penyerahan berkas perkara dilakukan :
b. dalam hal penyidikan dianggap sudah selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.
B. Tersangka Tindak Pidana
Sesuai dengan Pasal 1 butir 14 KUHAP, pengertian tersangka adalah “seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga keadaannya, sebagai pelaku tindak pidana”. Rumusan diatas sebenarnya kurang lengkap, karena orang menyuruh, atau orang membujuk dan orang yang membantu termasuk melakukan tindak pidana. Pengertian pelaku tindak pidana sebenarnya semua orang yang disebut Pasal 55 KUHP, sebagai berikut ; Dihukum seperti pelaku dari suatu perbuatan dapat di hukum :
(1) Barang siapa yang melakukan, menyuruh, melakukan atau ikut melakukan perbuatan itu.
(2) Barang siapa dengan pemberian, janji, penyalahgunaan kekuasaan atau kepandangan, kekerasan, ancaman atau kebohongan atau dengan memberikan kesempatan, sarana dan keterangan, dengan sengaja telah menggerakkan orang lain untuk melakukan perbuatan itu.
(3) Mengenai perbuatan-perbuatan yang terakhir itu hanyalah menyangkut perbuatan-perbuatan yang dengan sengaja telah menggerakkannya untuk dilakukan oleh orang lain, beserta akibat-akibatnya.
Dengan demikian pelaku dari suatu perbuatan yang dapat dihukum adalah mereka yang melanggar perbuatan tersebut, yakni mereka yang melakukan, menimbulkan akibat, melanggar larangan atau keharusan yang dilarang oleh undang-undang yang untuk melakukannya diisyaratkan adanya kehendak. Adapun untuk pengertian yang menyuruh melakukan, berarti bahwa orang tersebut melanggar hukum, meskipun orang disuruh itu karena keadaan memaksa orang lain yang turut melakukan perbuatan pidana itu, berarti adanya kerja sama dengan pelaku tindak pidana yang disadari oleh kesadarannya turut melakukan perbuatan yang dapat dihukum itu, baik karena janji-janji, pemberian lannya.
C. Tindak Pidana Pencurian
Tindak pidana pencurian adalah sebuah perbuatan yang digolongkan sebagai tindak pidana umum karena diatur dalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan hukum acara untuk menangani tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Tindak pidana pencurian ini oleh Pasal 362 KUHP dirumuskan sebagai mengambil barang, seluruhnya atau sebagain milik orang lain, dengan tujuan memilikinya secara melanggar hukum. Dari rumusan tersebut dapat diuraikan beberapa unsur tindak pidana pencurian adalah sebagai berikut:
1. Mengambil barang
Unsur pertama dari tindak pidana pencurian adalah perbuatan mengambil barang. Kata mengambil (wegnemen) dalam arti sempit terbatas pada menggerakan tangan dan jari-jari, memegang barangnya dan mengalihkannya ke tempat lain. Oleh karena sifat tindak pidana pencurian adalah merugikan kekayaan korban, maka barang yang diambil harus berharga1.
2. Seluruhnya atau sebagian milik orang lain
Selain unsur mengambil barang unsur kedua adalah barang yang diambil adalah milik orang lain baik itu orang atau subyek hukum yang lain (badan hukum). Barang yang diambil tidak hanya barang yang berwujud melainkan juga barang yang tidak berwujud sepanjang memiliki nilai ekonomis.
3. Bertujuan untuk dimiliki dengan melanggara hukum
Unsur yang harus ada pada tindak pidana pencurian adalah memiliki barangnya dengan melanggar hukum. Definisi memiliki barang adalah memiliki barang adalah perbuatan tertentu dari suatu niat untuk memanfaatkan barang sesuai dengan kehendak sendiri2
.
1
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Replika Aditama, Bandung, 2008, hlm 15
2
D. Kejahatan Perbankan
Kejahatan dalam dunia maya (cyberspace) menghadirkan berbagai persoalan baru dan berat dengan skala internasional dan sangat kompleks dalam upaya pemberdayaan hukum agar bisa menanganinya. Kejahatan-kejahatan ekonomi termasuk kartu ATM dan pencurian uang merupakan masalah kedua yang sangat mengkhawatirkan bagi dunia perbankan, khususnya yang dilakukan Asia. Dengan berbagai harapan berupa penyelundupan manusia, obat bius, terorisme, pencurian uang lewat kartu ATM maupun internet, penemuan kasus suap dan korupsi hampir setiap hari terungakp menghiasi media-media massa di Asia, bangsa-bangsa Asia perlu sering bekerja sama dengan penuh komitmen untuk menghadapi segala bentuk kejahatan lama maupun baru di bidang ekonomi perbankan yang semakin kronis ini.
ATM (Automatic Teller Machine atau Automated Teller Machine, yang di Indonesia juga kadang merupakan singkatan bagi Anjungan Tunai Mandiri) adalah sebuah alat elektronik yang mengijinkan nasabah bank untuk mengambil uang dan mengecek rekening tabungan mereka tanpa perlu dilayani oleh seorang "teller" manusia. Banyak ATM juga mengijinkan penyimpanan uang atau cek, transfer uang atau bahkan membeli perangko
Kartu ATM adalah kartu plastik yang diberikan oleh bank yang dapat digunakan oleh pemegangnnya untuk membeli barang-barang dan jasa secara tunai maupun kredit dan bisa berguna sebagai penarikan uang secara tunai. Sedangkan ATM (Automatic Teller Machine) adalah mesin/komputer yang digunakan oleh bank untuk melayani transaksi keuangan seperti penyetoran uang, pengambilan uang tunai,pengecekan saldo, transfer uang dari satu rekening ke rekening lainnya, serta transaksi keuangan sejenis lainnya secara elektronik.
Dengan adannya teknologi semacam ini kebutuhan kita dapat lebih mempermudah cara kerja kita bukan hanya itu saja dalam hal pengambilan uang melalui ATM juga lebih mempermudah dan tidak
banyak memakan waktu untuk mengambil uang secara cepat dan nyaman. Namun semakin tingginnya perputaran uang lewat ATM tanpa kita sadari dalam kehidupan sehari-hari muncul berbagai kejahatan. Salah satu titik kelemahan ATM yang menjadi targetan kejahatan adalah dengan modus pencurian PIN atau memanipulasi kartu ATM si nasabah. Modus pembobolan ATM dengan menggunakan skimmer adalah : 1. Pelaku datang ke mesin ATM dan memasangkan skimmer ke mulut
slot kartu ATM. Biasanya dilakukan saat sepi. Atau biasanya mereka datang lebih dari 2 orang dan ikut mengantri. Teman yang di belakang bertugas untuk mengisi antrian di depan mesin ATM sehingga orang tidak akan memperhatikan dan kemudian memeriksa pemasangan skimmer.
2. Setelah dirasa cukup (banyak korban), maka saatnya skimmer dicabut.
3. Inilah saatnya menyalin data ATM yang direkam oleh skimmer dan melihat rekaman no PIN yang ditekan korban.
4. Pada proses ketiga pelaku sudah memiliki kartu ATM duplikasi (hasil generate) dan telah memeriksa kevalidan kartu. Kini saatnya untuk melakukan penarikan dana. Biasanya kartu ATM duplikasi disebar melalui jaringannya ke berbagai tempat. Bahkan ada juga yang menjual kartu hasil duplikasi tersebut.
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengadakan penelitian di Kota Surakarta dimana peneliti melakukan penelitian terhadap kantor Polresta Surakarta dan juga terhadap masyarakat sekitarnya. Penulis melakukan penelitian di Kota Surakarta khususnya di kantor Polresta Surakarta sebab pada kantor ini penulis mendapatkan hal-hal yang berkaitan dengan apa yang akan penulis teliti serta didalam kantor ini penulis dapat memperoleh kemudahan dalam mengumpulkan data guna penyusunan skripsi ini.
B. Sifat Penelitian
Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini3. Penelitian yuridis normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsep legis positivis yang menyatakan bahwa hukum adalah identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga-lembaga atau pejabat yang berwenang. Selain itu konsep ini juga memandang hukum sebagai sistem normatif yang bersifat otonom, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat.4 C. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, menurut Soerjono Soekanto penelitian deskriptif adalah metode untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala lain yang ada untuk mempertegas hipotesa agar dapat membantu dalam memperkuat teori lama atau dalam rangka menyusun teori baru5. Jenis penelitian deskriptif ini digunakan peneliti untuk menggambarkan secara jelas tentang peranan keterangan tersangka bagi penyidik dalam pemeriksaan tindak pidana. Sehingga orang dapat mengetahui dengan jelas setelah mendapat gambaran proses tersebut.
D. Materi Penelitian
Bahan atau materi penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Bahan hukum Primer
Mencakup sebagai hukum primer adalah : a. Kitab Undang Undang Hukum Pidana b. Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana
3
Muh. Abdul Kadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Hal 101
4
Ronny Hanitijo Soemitro, 2008, Metode Penelitian Hukum dan jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 11.
5
c. Undang Undang Kepolisian Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan-bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer, meliputi karya-karya ilmiah, hasil penelitian terdahulu.
3. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum yang mempunyai hubungan dengan masalah yang diteliti, yaitu kamus dan bahan penelitian lainnya.
E. Teknik Pengumpulan Data 1. Penelitian Lapangan
Adapun cara yang dilakukan adalah wawancara. Peneliti menggunakan jenis wawancara bebas terpimpin yaitu wawancara yang bebas tetapi unsur kebebasan itu tidak sampai keluar dari permasalahan.
2. Studi Pustaka
Yaitu data yang diperoleh dari buku-buku kepustakaan agar diperoleh data-data permulaan untuk dipergunakan dalam penelitian lapangan.
F. Jalannya Penelitian 1. Persiapan penelitian
Dilakukan untuk pra research atau pra penelitian dilokasi yang dipilih, setelah mendapat ijin dari lembaga atau instansi yang dijadikan obyek penelitian.
2. Memilih atau menentukan ruang lingkup
Setelah melakukan pra research dan dapat mengidentifikasikan permasalahan pokok dilokasi penelitian, maka dilakukan pemilihan masalah sehingga dapat ditentukan judul penelitian. Berdasar pemilihan judul maka ditentukan ruang lingkup penelitian.
3. Merumuskan masalah
Dari ruang lingkup diatas kemudian ditentukan perumusan masalah yang akan menjadi pokok penelitian.
4. Menentukan metodelogi penelitian
Setelah langkah-langkah tersebut di atas maka dapat dilakukan pemilihan metode penelitian yaitu pendekatan berdasarkan perumusan masalah adapun metode untuk mendapatkan data dan memecahkan masalah adalah metode diskriptif.
5. Pengumpulan Data
Dalam teknik pengumpulan data ini digunakan metode interview dan studi pustaka sehingga baik data primer maupun data sukunder yang didapatkan tidak lagi diragukan keabsahannya dan hasil analisis dapat diuji kembali melalui pengkajian terhadap data yang sudah didapatkan.
6. Analisis Data
Analisis data didasarkan atas metode penelitian yang digunakan yaitu analisis kualitatif, dimana dalam penelitian ini spesifikasinya yuridis normatif.
7. Kesimpulan
Dari hasil analisis data tersebut kemudian dilakukan penarikan kesimpulan yakni dengan cara induktif dan deduktif, artinya analisis data dari hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. Demikian juga sebaliknya dari hal yang bersifat khusus menuju hal yang bersifat umum.
F. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis data kualitatif. Analisis kualitatif adalah tata cara penelitian yang menghasilkan atau deskriptif analisis, dimana apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga pelaksanaannya diteliti dan dipelajari sebagi sesuatu yang utuh6. Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti. Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat atau kepercayaan orang yang diteliti dan kesemuanya tidak dapat diukur dengan angka.
6
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Proses Penyidikan yang Dilakukan Polresta Surakarta dalam Menyelesaikan Kasus Tindak Pidana Pencurian Melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM)
Tindakan-tindakan hukum yang dapat diambil oleh Polresta Surakarta mengacu pada Pasal 7 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Penyidikan baru dapat dilakukan bilamana penyidik sendiri mengetahui atau telah menerima laporan baik itu datangnya dari penyelidik dengan atau tanpa disertai berita acara maupun dari laporan seseorang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa tindak pidana pencurian itu. Adapun proses penyidikan terhadap tindak pidana pencurian melalui ATM oleh Polresta Surakarta adalah sebagai berikut :
a. Menerima Laporan
Sesuai dengan tugas dan kewajibannya, maka penyidik harus menerima laporan tentang telah terjadinya suatu tindak pidana pencurian melalui ATM. Dengan laporan tersebut pihak Polresta Surakarta segera melakukan pemeriksaan terhadap pelapor yang juga korban atas pencurian itu.
b. Melakukan Tindakan Pertama
Setelah menerima laporan dari pelapor maka penyidik mengecek kebenaran laporan atau pengaduan tersebut dengan memeriksa di tempat kejadian. Jika laporan atau pengaduan itu benar telah terjadi peristiwa pidana, maka apabila si tersangka masih berada di tempat tersebut, penyidik dapat melarang si tersangka meninggalkan tempat kejadian. Selanjutnya penyidik mengadakan pemeriksaan seperlunya termasuk memeriksa identitas tersangka atau menyuruh berhenti orang-orang yang dicurigai melakukan tindak pidana dan melarang orang-orang keluar masuk tempat kejadian. Kemudian penyidik harus berusaha mencari dan mengumpulkan bahan-bahan keterangan dan bukti yang digunakan untuk melakukan kejahatan.
Apabila pemeriksaan di tempat kejadian selesai dilakukan dan barang-barang bukti telah pula dikumpulkan maka selanjutnya harus disusun suatu kesimpulan sementara. Setelah kejadian tersebut telah dapat disimpulkan, maka petugas penyelidik / penyidik mencocokkan barang-barang bukti yang telah dikumpulkan itu satu sama lainnya. Pencocokan barang-barang bukti ini sangat penting, karena barang-barang bukti ini sangat penting, menentukan pembuktian perbuatan si tersangka dalam persidangan.
c. Penangkapan dan Penahanan
Setelah penyelidik/penyidik menerima laporan atau pengaduan tentang telah terjadinya suatu peristiwa pidana berupa pencurian melalui ATM, maka sebagai kelanjutan daripada adanya tindak yang dilakukan oleh seseorang, apabila penyidik mempunyai dugaan keras disertai bukti-bukti permulaan yang cukup maka penyidik dapat dilakukan penangkapan terhadap tersangka.
Berkenaan dengan hal tersebut maka penyidik dapat memaksa berupa penangkapan dan penahanan, maka harus dilandasi keyakinan adanya presumtion of guilt. Hal ini berarti bahwa bahwa sebelum penyidik mengambil keputusan untuk menangkap/menahan, maka penyidik harus mempunyai bukti permulaan yang cukup serta dugaan keras telah dilakukan tindak pidana oleh tersangka.
Penangkapan tidak dapat dilakukan secara sewenang-wenang, karena hal itu melanggar hak asasi manusia. Untuk menangkap seseorang, maka penyidik harus mengeluarkan surat perintah penangkapan disertai alasan-alasan penangkapan dan uraian singkat sifat perkara kejahatan yang dipersangkakan. Tanpa surat perintah penangkapan tersangka dapat menolak petugas yang bersangkutan.
Dalam melakukan penahanan, pihak penyidik dari Polresta Surakarta mempunyai pertimbangan kekhawatiran terhadap tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan mengurangi melakukan tindak pidana (pencurian melalui
ATM). Untuk kepentingan penyidikan, jika ternyata tersangka benar-benar melakukan tindak pidana berupa pencurian atau diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti-bukti permulaan yang cukup atau dalam adanya keadaan menimbulkan kekhawatiran tersangka melarikan diri, akan merusak dan menghilangkan barang bukti dan akan mengulangi.
c. Penyitaan
Adapun maksud diadakan penyitaan diperlukan untuk memberikan keyakinan kepada hakim bahwa tersangkalah yang telah melakukan tindak pidana itu. Pada waktu penyidik akan mengadakan penyitaan suatu barang bukti, maka ia terlebih dahulu harus memperlihatkan surat bukti diri, surat tugas dan sebagainya kepada pemilik barang.
d. Pemeriksaan Tersangka dan Saksi
Pemeriksaan tersangka dan saksi merupakan bagian atau tahap yang paling penting dalam proses penyidikan. Dari tersangka dan saksi akan diperoleh keterangan-keterangan yang akan dapat mengungkap akan segala sesuatu tentang tindak pidana yang terjadi. Sehubungan dengan itu sebelum pemeriksaan dimulai, penyidik perlu mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan apakah pemeriksa tersangka atau saksi telah ditunjuk orangnya, dimana tersangka atau saksi akan diperiksa dan apakah tersangka atau saksi yang akan diperiksa telah dipanggil sesuai ketentuan yang berlaku.
Dalam hal tersangka dipanggil, maka harus memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari pemeriksaan. Orang yang dipanggil apakah akan didengar keterangannya sebagai tersangka atau saksi wajib datang. Bila tidak datang akan dipanggil sekali lagi dengan perintah kepada petugas/penyidik untuk dibawa kepadanya.
Bagi tersangka sebelum terhadap dirinya dimulai pemeriksaan, kewajiban penyidik memberitahukan kepadanya hak
untuk mendapat bantuan hukum. Tersangka didengar keterangannya tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun. Saksi merupakan suatu alat bukti yang sangat menentukan dalam proses peradilan. Karena saksi itu adalah seseorang dapat memberikan keterangan tentang telah terjadi sesuatu tindak pidana, dimana ia mendengar, melihat dan mengalami sendiri peristiwa tersebut. Saksi diperiksa secara tersendiri, tetapi boleh dipertemukan yang satu dengan yang lain dan mereka wajib memberikan keterangan yang sebenarnya.
e. Selesainya Penyidikan
Setelah lengkap semua berita acara diperlukan, maka penyidik menyerahkan berkas perkara tersebut kepada penuntut umum yang merupakan pernyerahan dalam tahap pertama yaitu hanya berkasannya perkaranya saja. Dalam hal penyidikan yang dilakukan oleh Polresta Surakarta sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti ke kejaksaan. Apabila pihak Kejaksaan Surakarta berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata kurang lengkap, maka kejaksaan segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi. Setelah berkas perkara dikembalikan oleh penuntut umum untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk penuntut umum. Penyidikan dianggap telah selesai apabila dari Kejaksaan Negeri Surakarta tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari Kejari Surakarta kepada penyidik dari Polresta Surakarta.
Dapat disimpulkan bahwa proses penyidikan yang dilakukan Polresta Surakarta dalam menyelesaikan kasus tindak pidana pencurian melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) telah sesuai dengan aturan yang terdapat di dalam KUHAP dan Undang-undang tentang Kepolisian
No. 2 Tahun 2002. Dalam proses penyelidikan dan penyidikan langkah-langkah yang diambil oleh pihak penyelidikan dan penyidik yaitu melakukan penyelidikan, penyidikan, penangkapan, penahanan, dan penyitaan. Melakukan pemeriksaan terhadap para saksi dan tersangka dan menyerahkan berita acara penyidikan kepada penuntut umum.
B. Hambatan-hambatan yang Timbul dalam Proses Penyidikan Menyelesaikan Kasus Tindak Pidana Pencurian Melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM)
Pengungkapan kasus pencurian melalui ATM di wilayah Kota Surakarta, pihak penyelidik dan penyidik Polresta Surakarta mengalami hambatan-hambatan dalam mengungkap kasus pencurian ini. Menurut keterangan penyidik Polresta Surakarta, hambatan-hambatan yang dihadapi tim penyelidik dan penyidik Polresta Surakarta antara lain : 1. Barang bukti hasil kejahatan sulit ditemukan disebabkan oleh pelaku
disembunyikan dan tersangka mempersulit penyidik mencarinya. 2. Tersangka sempat melarikan diri bersama rekan-rekannya dengan
menggunakan mobil, sehingga penyidik harus melakukan pengejaran.
3. Dalam memberikan keterangan dengan berbelit-belit.
4. Uang hasil kejahatannya sudah habis dipergunakan tersangka dan rekan-rekannya
5. Kelompok pelaku dalam usia muda dalam kegiatannya berpindah-pindah dan punya jaringan diluar kota sehingga dalam pengungkapan-pengungkapan atau penangkapan kelompok pelaku sering tidak tuntas (hanya sebagian yang tertangkap).
6. Masyarakat kurang memberikan dukungan berupa pemberian informasi mengenai tindak pidana pencurian melalui ATM dan identitas pelaku kepada pihak Kepolisian.
7. Sarana dan prasarana petugas dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan yang kurang memadai.
C. Cara Mengatasi Hambatan-hambatan yang Muncul dalam Proses Penyidikan yang Dilakukan Polresta Surakarta dalam Menyelesaikan Kasus Tindak Pidana Pencurian Melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM)
1. Dalam mencari bukti tindak pidana penyidik perlu melakukan penggeledahan lebih intensif terhadap tersangka. Meminta keterangan kepada saksi tentang kemungkinan adanya bukti. Mengintrogasi tersangka lebih intensif untuk mendapatkan keterangan tentang bukti yang disimpan atau dihilangkan tersangka. 2. Melakukan koordinasi dengan kesatuan lain dengan cara tukar
informasi / saling memberitahu data DPO (Daftar Pencarian Orang) dan apabila di daerahnya menemukan orang yang dicari segera memberi kabar dan dilakukan penangkapan.
3. Memberikan penyuluhan (oleh tim penyuluh) kepada masyarakat agar ikut berperan aktif dalam mendukung tugas polisi dalam upaya pengungkapan kasus pencurian melalui ATM.
4. Menggunakan sarana dan prasarana yang ada dengan prinsip tetap meningkatkan kinerja yang profesional dalam rangka melayani masyarakat.
5. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam menanggulangi cybercrime, yakni dengan membuat undang-undang tentang tindak pidana cybercrime . Prinsip kerja ATM pada umumnya sama dengan komputer melalui proses dan pengolahan data setelah kartu ATM dimasukkan kedalam mesin ATM, manakala kartu akan dibaca oleh magnetic card reader yang ada didalam mesin ATM.
6. Perkembangan teknologi dengan adanya ATM yang terdapat diberbagai tempat strategi sering mengundang pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menyalah gunakannya. Banyak kasus seperti pembobolan ATM baik yang melibatkan pihak dalam dari bank yang bersangkutan ataupun tidak. Oleh karena agar lebih memperketat keamanan untuk ATM tersebut.
7. Pihak nasabah harus lebih hati-hati dalam menggunakan ATM agar tidak dirugikan. Nasabah sebaiknya tidak meminjamkan kartu ATM tersebut dan member PIN kepada sembarang orang.
8. Dalam mengatasi kekurangan atau minimnya sarana dan prasarana dalam mengungkap kasus kejahatan. Dengan demikian perlu dilengkapi sarana dan prasarana yang memadai yang dapat mempercepat dan memperlancar dalam proses penyidikan maupun pemeriksaan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
1. Proses penyidikan yang dilakukan Polresta Surakarta dalam menyelesaikan kasus tindak pidana pencurian melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) telah sesuai dengan aturan yang terdapat di dalam KUHAP dan Undang-undang tentang Kepolisian No. 2 Tahun 2002. Dalam proses penyelidikan dan penyidikan langkah-langkah yang diambil oleh pihak penyelidikan dan penyidik yaitu melakukan penyelidikan, penyidikan, penangkapan, penahanan, dan penyitaan. Melakukan pemeriksaan terhadap para saksi dan tersangka dan menyerahkan berita acara penyidikan kepada penuntut umum.
2. Dalam proses penyidikan menyelesaikan kasus tindak pidana pencurian melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) masih belum mampu menyelesaikan seluruh kasus pencurian melalui ATM yang dilaporkan. Hal tersebut di karenakan banyaknya hambatan-hambatan yang dihadapi antara lain sulinya dalam mengumpulkan bukti, tersangka dan rekannya melarikan diri, berbelit-belit dalam memberikan keterangan, uang hasil kejahatanya sudah habis, keberadaan tersangka berpindah-pindah, dan sarana dan prasarana petugas dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan yang kurang memadai.
3. Cara mengatasi hambatan-hambatan yang muncul dalam proses penyidikan yang dilakukan polresta surakarta dalam menyelesaikan
kasus tindak pidana pencurian melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) antara lain tindak pidana penyidik perlu melakukan penggeledahan lebih intensif terhadap tersangka, melakukan koordinasi dengan kesatuan lain dengan cara tukar informasi / saling memberitahu data DPO (Daftar Pencarian Orang) dan apabila di daerahnya menemukan orang yang dicari segera memberi kabar dan dilakukan penangkapan. Memberikan penyuluhan (oleh tim penyuluh) kepada masyarakat agar ikut berperan aktif dalam mendukung tugas polisi dalam upaya pengungkapan kasus pencurian melalui ATM. Menggunakan sarana dan prasarana yang ada dengan prinsip tetap meningkatkan kinerja yang profesional dalam rangka melayani masyarakat. Perlu dilengkapi sarana dan prasarana yang memadai yang dapat mempercepat dan memperlancar dalam proses penyidikan maupun pemeriksaan
B. Saran-saran
1. Proses penyidikan tindak pidana pencurian melalui ATM perlu ditingkatkan karena kejahatan ini apabila dibandingkan dengan jenis kejahatan lainnya jumlahnya masih tergolong sangat tinggi. Sehingga perlu adanya langkah-langkah baru selain proses penyidikan pencurian yang telah dilakukan selama ini. Adapun yang menjadi saran penulis dalam proses penyidikan pencurian adalah polisi secara intensif melakukan patroli atau razia-razia di jalan-jalan yang merupakan lokasi strategis untuk mencegah pelaku tindak pidana pencurian.
2. Perlu tindakan mengantisipasi segala macam kemungkinan yang akan muncul menghambat jalannya proses penyidikan, sehingga perlu diperlukan ketelitian dan kejelian dalam mengungkap kasus ini. 3. Diupaya menindaklanjuti solusi yang pat guna mengatasi hambatan yang muncul selama proses penyidikan. Dengan menjalin koordinasi antara kesatuan satu dengan yang lainnya. Dapat juga dilakukan dengan mengajak partisipasi masyarakat sekitar mesin ATM melaporkan segala tindakan yang mencurigakan kepada polisi.
DAFTAR PUSTAKA
Andi Hamzah, 2005, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
Andi Hamzah, 2010, Bunga Rampai Hukum Pidana Dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta
Arif Gosita, 2008, Masalah Korban Kejahatan, Jakarta, Akademika Pressindo.
Barda Nawawi Arief. 2002. Kebijakan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung
Kitab Undang-undang Hukum Pidana Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
Lamintang, 2005, Delik-Delik Khusus Kejahatan Yang Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-lain, Hak Yang Timbul Dari Hak Milik, Bandung, Tarsito.
Lamintang, 2009, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, Bandung, Sinar Baru.
Moeljatno, 2008, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta, Bina Aksara.
Muh. Abdul Kadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung
R. Soesilo, 2004, Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus, Bogor, Politea.
Soemitro, 2006, Hukum Pidana, Surakarta, FH Unisri.