• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP & LANDASAN TEORI. Welleck (1981:2), Sastra identik dengan kata-kata yang menggambarkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP & LANDASAN TEORI. Welleck (1981:2), Sastra identik dengan kata-kata yang menggambarkan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP & LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Welleck (1981:2), “Sastra identik dengan kata-kata yang menggambarkan perasaan yang sedang dirasakan, proses imajinasi dan kreativitas.” Ketiga hal tersebut sering digunakan sebagai referensi untuk karya kreatif imajinatif, termasuk karya-karya yaitu puisi, drama, fiksi dan non fiksi. Demikian pula pada penelitian ini film Curse of the Golden Flower menjadi fokus analisa penulis.

Menurut Boggs (1992:24) sastra dan film memiliki banyak unsur yang sama. Biarpun keduanya adalah media yang berbeda, keduanya mengkomunikasikan berbagai macam hal dengan cara yang sama. Analisa film yang perseptif dibangun atas unsur-unsur yang dipakai dalam analisa sastra.

Menurut Himawan (2008:2) menyatakan film secara umum dapat dibagi atas dua unsur pembentuk, yakni unsur naratif dan unsur sistematik. Unsur naratif adalah bahan (materi) yang akan diolah berhubungan dengan aspek cerita. Adapun setiap cerita pasti memiliki unsur-unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu serta lainnya. Berdasarkan teori di atas penelitian ini fokus kepada tokoh cerita, masalah dan konflik yang digambarkan melalui alur cerita, serta lokasi dan waktu yang digambarkan melalui latar.

(2)

9

Karakter adalah tokoh yang disajikan dalam karya berbentuk naratif (seperti novel, drama atau film) yang menunjukkan kualitas personal mereka melalui dialog dan tindakan dengan cara pembaca atau penonton dapat mengerti pemikiran dan perasaan, intuisi dan motivasi mereka. Karl (1976:238), “Karakter adalah ketertarikan pada alasan personal yang kita ingin lihat bagaimana orang lain hidup, bagaimana mereka membuat keputusan dan meresponi tanggung jawab, bagaimana mereka mengejar tujuan mereka. Kita dapat mengukur diri kita dengan membandingkan dengan mereka.” Dengan mengacu kepada tokoh cerita penelitian ini akan menganalisis tokoh Raja dan Ratu dalam cerita Curse of the Golden Flower .

Tri Bata Biru Saputri (2001), dengan judul skripsi “Kepribadian Dominan pada Tokoh Frank Hopkins dalam Skrip Film Hidalgo karya John Fusco”. Penelitian tersebut meneliti tokoh utama dalam pendekatan ekstrinsik skrip film berdasarkan teori teori psikologi Analitik.

Sheyra Silvia Siregar dengan judul penelitiannya Analisis Kepribadian Tokoh Utama Pada Roman Kisah Tiga Kerajaan Karya Luo Guan Zhong Berdasarkan Psikologi Sastra (2011). Dalam penelitiannya Sheyra Silvia menguraikan dan menganalisis analisis tokoh utama berdasarkan teori psikologi dan menganalisis unsur intrinsik (tema, tokoh, alur, latar dan sudut pandang). Penelitian ini sangat membantu penulis untuk melihat dan menganalisis unsur intrinsik pada sebuah film.

(3)

10

Lucky Prahesti dengan judul penelitiannya Transformasi Unsur-Unsur Instrinsik Dalam Ekranisasi 5 Cm (2013). Dalam penelitiannya Lucky Prahesti meneliti transformasi dari novel ke film menjadi fokus analisa. Penulis menganalisis unsur-unsur intrinsik yang lebih luas dengan pembahasan yang rinci menggunakan teori ekranisasi. Penelitian ini sangat membantu penulis untuk melihat analisis unsur intrinsik pada sebuah film yang sekarang penulis teliti dalam skripsi ini. Data tersebut menjadi fokus utama penulis untuk menganalisis tokoh utama dalam film Curse of the Golden Flower.

2.2 Konsep

Dalam konsep akan dipaparkan variabel-variabel yang terdapat dalam judul penelitian. Berikut akan dijabarkan konsep tentang tokoh, pendekatan struktural, dan film.

2.2.1 Tokoh

Tokoh merupakan penggerak dalam cerita. Tokoh mempunyai peran penting dalam suatu karya sastra dan dalam cerita tokoh bertugas menjadi penggerak serta menjalankan alur cerita sehingga dapat menjalankan objek pada cerita tersebut. Sosok tokoh menggambarkan kejiwaan dan karakternya kedalam alur cerita, sehingga dari sini kita dapat melihat bagaimana peranan tokoh dalam jalan cerita tersebut.

Dalam sebuah karya sastra, tidak menampik kemungkinan bahwa tokoh hanya berdiri sendiri. Ia disandingkan dengan tokoh-tokoh lainnya, yang memiliki

(4)

11

kejiwaan dan karakter yang berbeda satu sama lain. Ditinjau dari peranan dan keterlibatan dalam cerita. Tokoh dapat dibedakan atas:

1. Tokoh utama yaitu tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus menerus dan mendominasi sebagian besar jalan cerita. Juga disebut tokoh primer.

2. Tokoh bawahan yaitu tokoh yang mendampingi tokoh utama suatu cerita. Dapat disebut juga tokoh sekunder.

3. Tokoh tambahan atau tokoh komplementer, yaitu tokoh yang memiliki peranan tidak penting karena kemunculannya hanya sekali-kali, hanya melengkapi, melayani dan mendukung tokoh utama.

Marquaß (dalam Festian, 2012:16-17) memberikan pendapatnya tentang tokoh:

“Tokoh, terutama tokoh utama, berada pada pusat minat pembaca. Tingkah laku dan nasib mereka menjadi perhatian yang besar dari pembaca. Selain manusia, tokoh didalam teks-teks prosa juga digambarkan sebagai semua makhluk hidup yang menunjukkan kesadaran yang mirip dengan manusia (hewan-hewan dalam fabel, benda-benda yang berbicara dalam cerita dongeng, dan lain-lain. Dalam menganalisis tokoh pada teks prosa harus diperhatikan ciri-ciri apa saja yang tokoh tunjukkan (karakterisasi) dan bagaimana hubungan antar tokoh yang satu dengan yang lain (konstelasi). Juga termasuk bagaimana cara pengarang merancang tokoh-tokoh (konsepsi).”

Tokoh utama berperan sebagai cermin dari cerita atau tema yang diangkat pengarang. Tokoh utama menjadi pusat karena pengarang menunjukkan isi cerita dari penjabaran yang dilakukan oleh tokoh utama. Selain tokoh utama, tokoh bawahan atau tokoh tambahan wajib berada didalam sebuah karya sastra. Perbedaannya dengan tokoh utama yaitu masalah yang diangkat tidak berpusat

(5)

12

pada tokoh pendukung sehingga kemunculannya lebih sedikit dari pada tokoh utama. Ini adalah karakter yang muncul sepanjang cerita, tetapi bukan fokus utama.

Pengklasifikasian tokoh dapat dibedakan ke dalam jenis penamaan berdasarkan sudut pandang dan tinjauan tertentu. Dari kriteria berkembang atau tidaknya kepribadian, tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh statis (static character) dan dinamis (developing character). Tokoh statis adalah tokoh yang memiliki watak dan kepribadiannya yang tetap, tak berkembang sejak awal hingga akhir cerita. Tokoh dinamis adalah tokoh yang mengalami perkembangan watak dan kepribadian sejalan dengan plot yang diceritakan. Dari segi perwatakannya dibedakan menjadi tokoh sederhana (simple atau flat character) dan kompleks (complex atau round character). Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat atau watak tertentu saja. Tokoh kompleks merupakan tokoh yang diungkapkan memiliki berbagai kemungkinan sisi kehidupan, kepribadian, dan jati dirinya. Dalam penelitian ini penulis fokus menganalisis tokoh utama, yaitu Raja dan Ratu dalam film Curse of the Golden Flower.

(6)

13 2.2.2 Pendekatan Struktural

2.2.2.1 Unsur Intrinsik

Yang dimaksud unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan dalam teks karya sastra itu, yang membangun karya sastra tersebut dari dalam.

Dalam sebuah karya sastra tentu terdapat unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut. Unsur-unsur yang membangun yaitu, tema, alur atau plot, latar atau setting, tokoh, sudut pandang. Dari berbagai unsur tersebut penulis fokus pada satu kesatuan elemen karya sastra yang tidak dapat dipisahkan yaitu alur atau plot, setting atau latar dan tokoh.

1. Alur (Plot)

Menurut Sundari, dalam Fananie, (2000: 93), alur atau plot merupakan keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam cerita. Plot atau alur berfokus pada suatu aksi atau suatu moment.

Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Ada berbagai pendapat tentang tahapan-tahapan peristiwa dalam suatu cerita. Pada umumnya alur pada cerita fiksi disusun berdasarkan urutan sebagai berikut: 1.Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan),

(7)

14

2.Generating Circumstance (peristiwa yang bersangkut-paut dan mulai bergerak),

3. Ricing Action (keadaan mulai memuncak),

4.Climax (peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya),

5.Denoument (pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa).

Namun bukan berarti bahwa suatu cerita harus disusun menurut urutan peristiwa seperti di atas, karena ini hanya merupakan penjelasan terhadap unsur-unsur yang membangun alur tersebut. Di dalam drama urutan peristiwa dapat di mulai dari mana saja, tidak harus berawal dari tahap pengenalan tokoh atau latar, dengan kata lain karya sastra (drama) mengenal alur maju dan alur mundur. Menurut Nurgiyantoro (1995 : 154) alur maju terjadi apabila peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis berurutan dari awal sampai akhir. Sedang alur mundur menurut Sudjiman (1988 : 33) ialah urutan peristiwa-peristiwa yang disajikan dalam karya sastra disela dengan peristiwa yang terjadi sebelumnya disebut sorot balik ini di tampilkan dalam dialog, dalam bentuk mimpi, atau sebagai lamunan tokoh yang teringat kembali kepada peristiwa masa lalu.

Selain kedua jenis alur ini, dikenal juga alur campuran, yakni teknik penceritaan yang mengunakan alur maju sekaligus alur

(8)

15

mundur. Menurut Nurgiyantoro (1995 : 156), tidak ada karya fiksi yang mutlak beralur kronologis atau sebaliknya, sorot balik. Secara garis besar, sebuah fiksi mungkin beralur maju, tetapi di dalamnya sering terdapat adegan sorot balik, demikian juga sebaliknya. Untuk menentukan pengkategorian alur sebuah fiksi, hendaknya dilihat penggunaan alur yang lebih dominan.

Adapun alur yang terdapat dalam film Curse of the Golden Flower adalah alur maju, yaitu cerita berawal saat Ratu Phoenix beserta seluruh pegawai istana sedang bersiap-siap menyambut kedatangan Pangeran Jay dan berakhir dengan kematian Pangeran Wan, Pangeran Jay dan Pangeran Yu.

2. Latar (Setting)

Setting diterjemahkan sebagai latar cerita. Latar atau setting merupakan satu elemen pembentuk cerita yang sangat penting, karena elemen tersebut akan dapat menentukan situasi umum sebuah karya (Fananie, 2000:97). Latar atau setting yang disebut sebagai landas tumpu yang mengarahkan pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Nurgiyantoro, 1998:216).

Latar cerita dalam karya fiksi bukannya berupa tempat, waktu, peristiwa, suasana serta benda-benda dalam lingkungan tertentu, tetapi juga dapat berupa suasana yang berhubungan dengan sikap,

(9)

16

jalan pikiran, prasangka, maupun gaya hidup suatu masyarakat dalam menanggapi suatu problema tertentu. Oleh karena itu latar tidak hanya mendeskripsikan tempat, waktu dan peristiwa serta suasana dalam suatu cerita (Siswanto, 2008: 149).

Setting sosial menggambarkan keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa dan lain-lain yang melatari peristiwa. Fisik mengacu pada wujud fisikal, yaitu bangunan, daerah, dan sebagainya (Siswanto, 2008 : 150). Dalam sebuah cerita rekaan setting sosial maupun setting fisik tidak selalu muncul, tetapi bisa juga setting cerita yang menonjol adalah setting waktu dan tempat.

Penggambaran latar dalam sebuah cerita ada yang terperinci, ada pula yang tidak. Ada setting yang dijelaskan sama seperti kenyataannya, ada juga yang merupakan gabungan antara keyataan dengan khayalan.

3. Tokoh

Salah satu unsur intrinsik yang mendukung keberhasilan karya sastra adalah tokoh. Tokoh adalah komponen yang penting dalam cerita. Apabila tokoh tidak ada, sulit menggolongkan sebuah karya sastra ke dalam karya sastra naratif karena tindakan para tokoh menyebabkan terjadinya alur. Tokoh-tokoh itulah sebagai penderita kejadian dan menjadi penentu perkembangan alur.

(10)

17

Tokoh adalah figur yang dikenai dan sekaligus mengenai tindakan psikologi. Dia adalah “eksekutor” dalam sastra. Jutaan rasa akan hadir lewat tokoh. Dalam sebuah novel tokoh memegang peranan yang sangat penting, namun tak lepas dari itu, tokoh dalam film memegang peranan yang berbeda-beda. Ada tokoh yang penting ada pula tokoh tambahan. Seorang tokoh memiliki peranan yang penting dalam suatu cerita disebut dengan tokoh inti atau tokoh utama. Sedangkan tokoh yang memiliki peranan tidak penting karena permunculannya hanya melengkapi, melayani, mendukung pelaku utama disebut tokoh tambahan atau tokoh pembantu (Aminuddin, 1987:79). Adapun dalam penelitian ini penulis hanya berfokus pada kedua tokoh utama, yaitu Kaisar Ping Ratu Phoenix.

2.2.2.2 Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik karya sastra adalah unsur- unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Unsur ekstrinsik karya sastra bisa kita ibaratkan dengan pembangunan suatu rumah. Unsur ekstrinsik bukanlah bahan-bahan untuk membangun rumah seperti batu bata atau yang lainnya. Unsur ekstrinsik lebih mengarah pada kondisi sosial dan budaya pembangun rumah sehingga mempengaruhi model sebuah rumah. Jadi dapat ditegaskan bahwa unsur

(11)

18

ekstrinsik karya sastra lebih mengarah pada kondisi sosial dan budaya dari pengarang sehingga mempengaruhi penciptaan sebuah karya sastra.

Menurut Welleck dan Warren (1956) bagian yang termasuk unsur ekstrinsik karya sastra adalah:

1. Keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan dan pandangan hidup yang semuanya itu mempengaruhi penciptaan sebuah karya sastra.

2. Keadaan psikologis, baik psikologis pengarang, psikologis pembaca maupun penerapan prinsip psikologis dalam karya. Keadaan psikologis pengarang pasti akan memberi warna yang berbeda dari sebuah karya sastra. Keadaan psikologis pengarang mempengaruhi pemilihan tema, bahasa dan alur cerita karya sastra. Hasil karya sastrawan muda pastilah berbeda dengan hasil karya sastrawan senior.

3. Keadaan lingkungan pengarang, baik sosial, ekonomi dan politik.

4. Pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni, agama dan lain- lain.

2.2.3 Film

Film adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie. Film, secara kolektif, sering disebut sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata kinematik atau gerak. Film juga sebenarnya merupakan lapisan-lapisan cairan selulosa, biasa di kenal di dunia para sineas sebagai seluloid. Pengertian secara harafiah film (sinema) adalah Cinemathographie yang berasal dari Cinema + tho = phytos

(12)

19

(cahaya) + graphie = grhap (tulisan = gambar = citra), jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya. Agar kita dapat melukis gerak dengan cahaya, kita harus menggunakan alat khusus, yang biasa kita sebut dengan kamera.

Definisi Film Menurut UU 8/1992, adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan danatau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, eletronik, danatau lainnya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, film diartikan selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret), atau untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan dalam bioskop).

Sedangkan pengertian film secara luas adalah tampilan yang diproduksi secara khusus untuk pertunjukkan di gedung atau bioskop. Pengertian film jenis ini juga disebut dengan istilah teatrikal. Film ini berbeda dengan Film Televisi atau sinetron yang dibuat khusus untuk siaran televisi.

Pada dasarnya film merupakan alat audio visual yang menarik perhatian orang banyak, karena dalam film itu selain memuat adegan yang terasa hidup juga adanya sejumlah kombinasi antara suara, tata warna, kostum, dan panorama yang indah. Film memiliki daya pikat yang dapat memuaskan penonton.

(13)

20 2.3 Landasan Teori

Landasan teori merupakan dasar penulis untuk berpijak dalam sebuah penelitian. Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural untuk menganalisis unsur-unsur pembangun dalam sebuah sastra serta teori psikologi untuk menganalisis dua tokoh utama.

Teori dipergunakan sebagai landasan berpikir untuk memahami, menjelaskan, menilai suatu objek atau data yang dikumpulkan, sekaligus sebagai pembimbing yang menuntun dan memberi arah di dalam penelitian. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural dan pendekatan psikologi.

2.3.1 Teori Struktural

Pendekatan objektif adalah pendekatan yang memfokuskan perhatian kepada sastra itu sendiri. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai struktur yang otonom dan bebas dari hubungannya dengan realitas, pengarang, maupun pembaca. Wellek dan Werren dalam Wiyatmi (2006:87) menyebutkan pendekatan ini sebagai pendekatan intrinsik karya sastra yang dipandang memiliki kebulatan, koherensi, dan kebenaran sendiri.

Dalam meneliti sebuah karya sastra diperlukan pendekatan, dalam penulisan ini digunakan pendekatan struktural. Jika peneliti sastra ingin mengetahui sebuah makna dalam sebuah karya sastra peneliti harus menganalisis aspek yang membangun karya tersebut dan menghubungkan dengan aspek lain sehingga makna yang terkandung dalam sebuah karya sastra mampu dipahami dengan baik.

(14)

21

Teori sturuktural melihat karya sastra sebagai satu kesatuan makna secara keseluruhan.

Menurut Teeuw (1984:135), pendekatan struktural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Teori struktural membongkar seluruh isidan menghubungkan relevansinya antara unsur-unsur di dalamnya.

Teori struktural sastra merupakan sebuah teori untuk mendekati teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks.Struktural sastra mengupayakan adanya suatu dasar yang ilmiah bagi teori sastra, seperti halnya disiplin-disiplin ilmu lainnya. Teeuw mengungkapkan, asumsi dasar struktural adalah teks sastra merupakan keseluruhan, kesatuan yang bulat dan mempunyai koherensi batiniah (2011:46). Struktural secara khusus mengacu pada praktik kritik sastra yang model analisisnya didasarkan pada teori linguistik modern, yang pendekatannya selalu pada unsur intrinsik (struktur kesusastraan) dan menganggap teks sastra adalah yang otonom.

2.3.2 Teori Psikologi

Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan teori psikologi Sigmund Freud. Ada 3 jenis teori psikologi yaitu :

1. Id bekerja sejalan dengan prinsip-prinsip kenikmatan, yang bisa dipahami sebagai dorongan untuk selalu memenuhi kebutuhan dengan serta merta. Id adalah sistem kepribadian yang ada sejak lahir bahkan mungkin sebelum lahir dan diturunkan secara genetik langsung berkaitan dengan

(15)

22

dorongan-dorongan biologis manusia dan merupakan sumber energi manusia. Untuk keperluan mencapai maksud dan tujuannya, id memiliki dua macam proses. Pertama, adalah tindakan-tindakan refleks, yaitu suatu bentuk tingkah laku atau tindakan yang mekanisme kerjanya otomatis dan segera. Contoh : bersin, mengedipkan mata, batuk, dll. Kedua adalah proses primer, yaitu suatu proses yang melibatkan sejumlah reaksi psikologi yang rumit. Dengan proses primer ini dimaksudkan bahwa id berusaha mengurangi tegangan dengan cara membentuk bayangan dari objek. Contoh : proses primer pada orang yang lapar, adalah membayangkan makanan.

2. Ego berfungsi berdasarkan prinsip-prinsip realitas. Artinya, ego memenuhi kebutuhan organisme berdasarkan objek-objek yang sesuai dan dapat ditemukan dalam kenyataan. Ego merepresentasikan kenyataan, dan sampai tingkat tertentu, juga merepresentasikan akal. Ego bertugas mengontrol dorongan id karena ego selalu bersifat realistis. Orang yang lapar harus makan untuk menghilangkan tegangan yang ada di dalam dirinya. Ini berarti bahwa organisme harus dapat membedakan khayalan tentang makanan dan kenyataan tentang makanan. Disinilah letak perbedaan antara id dan ego.

3. Superego memiliki dua sisi: pertama adalah nurani (conscience), yang merupakan internalisasi dari hukuman dan peringatan. Sementara yang kedua disebut ego ideal. Ego ideal berasal dari pujian dan contoh-contoh positif yang diberikan kepada anak-anak. Superego adalah sistem

(16)

23

kepribadian berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif (menyangkut baik buruk).

Referensi

Dokumen terkait

Terima kasih juga kepada Ibu Pejabat kepala Desa beserta Staff yang memberikan kesempatan untuk tim melakukan kegiatan ini, terutama kepada ibu-ibu kelompok usaha

Berdasarkan temuan alat-alat batu yang ada menunJukkan bahwa penghuni Gua Macan memiliki keahlian teknologi yang baik, hal tersebut dibuktikan dengan kondisi

Hasil penelitian Formulasi Kompos Kirinyuh Azolla dengan Penambahan Pupuk P dalam Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Pare (Momordica charantia. L)

Pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun untuk mendapatkan, menagih dan memelihara

Tabel 5 menunjukkan usahatani ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah lebih kompetitif dan mampu bersaing dengan usahatani jagung pada produktivitas minimal 34.567 umbi kg/ha dan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diberikan saran sebagai berikut: 1) bagi mahasiswa pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia sebagai calon guru hendaknya menjadikan

Dalam volumetrik, penentuan zat dilakukan dengan cara titrasi yaitu suatu proses dimana larutan baku atau titran (dalam bentuk larutan yang diketahui konsentrasinya)

Paling tidak ada 4 asumsi utama yang digunakan oleh filsuf dalam melakukan pendekatan terhadap ilmu pengetahuan sosial, yaitu :.. Assumption of ontological nature;