• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBAR PENANGANAN KASUS KEDARURATAN OBSTETRI DI RSU.TANJUNG PURA KABUPATEN LANGKAT DAN RSU.KISARAN KABUPATEN ASAHAN SYAMSUL ARIFIN NASUTION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBAR PENANGANAN KASUS KEDARURATAN OBSTETRI DI RSU.TANJUNG PURA KABUPATEN LANGKAT DAN RSU.KISARAN KABUPATEN ASAHAN SYAMSUL ARIFIN NASUTION"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBAR PENANGANAN KASUS KEDARURATAN OBSTETRI

DI RSU.TANJUNG PURA KABUPATEN LANGKAT DAN RSU.KISARAN KABUPATEN ASAHAN

SYAMSUL ARIFIN NASUTION Bagian Obstetri Dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Kematian pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara berkembang sekitar 25 – 50% kematian terjadi pada wanita usia subur. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama kematian wanita muda pada masa puncak produktivitasnya.

Angka kematian ibu merupakan tolok ukur untuk menilai keadaan pelayanan obstetri disuatu negara. Bila AKI masih tinggi berarti sistim pelayanan obstetri masih buruk, sehingga memerlukan perbaikan.

Sistem rujukan di Indonesia menjadikan rumah sakit (RS) kabupaten sebagai RS rujukan sekunder, yang memiliki berbagai fungsi pelayanan obstetri.

Berdasarkan laporan, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tahun 1997 adalah 390/100.000 kelahiran hidup, dan Angka Kematian Perinatal (AKP) 40/1000 kelahiran hidup. Angka ini merupakan tertinggi di kawasan Asia Tenggara. AKI yang masih tinggi menunjukkan bahwa kesehatan reproduksi para ibu masih memprihatinkan.

World Health Organization (WHO) pada bulan November 1999, melaporkan hampir 600.000 ibu hamil dan bersalin meninggal setiap tahun diseluruh dunia. Peristiwa ini sebagian besar terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia.

Di negara maju AKI pertahun hanya 27/100.000 kelahiran hidup, sedangkan di negara berkembang AKI rata–rata dapat me ncapai 18 kali lebih tinggi, yaitu 480/100.000 kelahiran hidup. Ini disebabkan karena di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, hampir 80% persalinan masih ditangani oleh dukun.

AKI di Indonesia bervariasi dari yang paling rendah yaitu 130/100.000 kelahiran hidup di Yogyakarta, sampai yang paling tinggi 1340/100.000 kelahiran hidup di

Nusa Tenggara Barat.1 Variasi ini antara lain disebabkan oleh perbedaan norma,

nilai, lingkungan dan kepercayaan mayarakat disamping infrastruktur yang ada. Hal penting lainnya adalah perbedaan kualitas pelayanan kesehatan pada tiap tingkat pelayanan kesehatan.

Pelayanan kesehatan primer diperkirakan dapat menurunkan AKI sampai 20%, namun dengan sistim rujukan yang efektif, AKI dapat ditekan sampai 80%. Menurut United Nation Childrens Fund (UNICEF), 80% AKI dan AKP terjadi di RS rujukan.

(2)

Di beberapa daerah di Propinsi Sumatera Utara, AKI lokal lebih tinggi dari AKI Nasional. Penyebab kematian ibu adalah perdarahan pasca persalinan (40-60%), infeksi (20-30%) dan eklampsia (20-(20-30%). Ternyata 80% kematian ibu terjadi di RS rujukan yang diakibatkan keterlambatan dalam rujukan maupun penanganan penderita.

Walaupun kualitas pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kesehatan maternal dan neonatal dipengaruhi oleh banyak faktor, namun kemampuan tenaga kesehatan (bidan, dokter, dokter spesialis obstetri dan ginekologi ) merupakan salah satu faktor utama.

Salah satu tantangan berat yang dihadapi Indonesia saat ini adalah masih rendahnya derajat ibu, walaupun telah dilakukan berbagai intervensi sejak pencanangan upaya kesejahteraan ibu pada tahun 1988 oleh Presiden Republik Indonesia di Jakarta.

Kematian dan kesakitan ibu sebenarnya dapat dikurangi atau dicegah dengan berbagai usaha perbaikan dalam bidang pelayanan kesehatan obstetri. Pelayanan kesehatan tersebut dinyatakan sebagai bagian integeral dari pelayanan dasar yang akan terjangkau seluruh masyarakat. Kegagalan dalam pengangan kasus kedaruratan obstetri pada umumnya disebabkan oleh kegagalan dalam mengenal resiko kehamilan, keterlambatan rujukan, kurangnya sarana yang memadai untuk perawatan ibu hamil dengan resiko tinggi maupun pengetahuan tenaga medis, paramedis, dan penderita dalam mengenal kehamilan resiko tinggi (KRT) secara dini, masalah dalam pelayanan obstetri, maupun kondisi ekonomi.

Pelayanan kedaruratan obstetri di RS rujukan merupakan bagian penting untuk menurunkan AKI. Sampai saat ini belum ada data mengenai kualitas pelayanan kedaruratan obstetri di RS rujukan.

Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh informasi tentang gambaran penanganan kedaruratan obstetri di RS rujukan tingkat kabupaten. Secara spesifik dapat diketahui gambaran penanganan kasus kedaruratan obstetri, mengidentifikasikan masalah medis dan non medis yang menyebabkan keterlambatan penanganan. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah untuk meningkatkan penanganan kedaruratan obstetri di RS rujukan.

Penanganan rujukan obstetri merupakan mata rantai yang penting, menjadi faktor penentu dari hasil akhir dari kehamilan dan persalinan. Kurang lebih 40% kasus di RS merupakan kasus rujukan. Kematian maternal di RS pendidikan 80 – 90% merupakan kasus rujukan. Kematian perinatal di RS pendidikan kurang lebih 60% berasal dari kelompok rujukan.

Dalam penelitian ini dilakuka n pengamatan selama satu tahun terhadap karakteristik kasus kedaruratan obstetri dan faktor penyebab keterlambatan penanganan pasien obstetri.

Penelitian ini melibatkan dua RS kabupaten tipe C, yaitu : 1. Rumah Sakit Umum Tanjung Pura.

Terletak di kabupaten Langkat, dengan luas wilayah 6.263 km2, 25 kecamatan, 26

puskesmas dan 130 puskesmas pembantu, dengan jumlah penduduk 815.141 orang,

mata pencaharian penduduk umumnya adalah petani, kepadatan penduduk 105/km2

. Jarak dari kota Medan ±70 km. RS ini mempunyai 2 orang Spesialis Obstetri dan Ginekologi (SpOG), 2 orang Spesialis Anak, 1 orang Spesialis Anestesi, 1 orang penata anestesi, bidan 12 orang, 1 kamar operasi, 1 ruang VK, 1 ruang rawat inap

(3)

kebidanan, 1 Apotik, 1 laboratorium. Secara topografi kabupaten Langkat dibedakan atas 3 bagian, yaitu :

a. Pesisir pantai : ketinggian 0 – 4 m dari permukaan laut.

b. Dataran rendah : ketinggian 4 – 30 m dari permukaan laut.

c. Dataran tinggi : ketinggian 30 – 1200 m dari permukaan laut.

2. Rumah Sakit Umum Kisaran

Terletak di kabupaten Asahan, luas wilayah 4581 km2, 27 kecamatan, 24

puskesmas, 159 puskesmas pembantu, dengan jumlah penduduk 884.203 orang, mata pencaharian penduduk umumnya adalah petani, kepadatan

penduduk 201/km2, Jarak dari kota Medan ± 151 km. RS ini mempunyai

2 orang SpOG, 2 orang Spesialis Anak, 1 orang spesialis Anestesi, 2 penata anestesi, bidan 15 orang, 1 kamar operasi, 1 unit gawat darurat, 1 ruang VK, 1 ruang rawat inap kebidanan, 1 apotik, 1 laboratorium. Secara topografi kabupaten Asahan dapat dibedakan atas 3 bagian, yaitu :

a. Pesisir pantai : ketinggian 0 – 4 m dari permukaan laut.

b. Dataran rendah : ketinggian 4 – 30 m dari permukaan laut.

c. Dataran tinggi : ketinggian 30 – 1200 m dari permukaan laut.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Dari data diatas dapat dirumuskan masalah yang ada hubungan dengan tingginya AKI di Indonesia umumnya, dan Sumatera utara khususnya yaitu dalam kaitan masih terjadinya keterlambatan dalam penanganan kasus kedaruratan obstetri di RS rujukan .

C. KERANGKA PEMIKIRAN

Kematian dan kesakitan ibu dapat dikurangi atau dicegah dengan berbagai usaha perbaikan dalam bidang pelayanan obstetri. Kegagalan dalam penanganan kasus kedaruratan obstetri pada umumnya disebabkan tidak diketahuinya KRT, keterlambatan dalam merujuk, kurangnya sarana yang memadai untuk perawatan ibu dengan KRT, pengetahuan tenaga medis, paramedis dan penderita dalam mengenal KRT secara dini.

D. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang penanganan kedaruratan obstet ri, meliputi catatan medis, waktu penanganan kasus, lama rawatan, luaran ibu dan anak di RS rujukan yang pada gilirannya dapat diperbaiki dengan meningkatkan kualitas penanganan kedaruratan obstetri di RS Kabupaten. E. MANFAAT PENELITIAN

Sebagai upaya untuk mendapatkan informasi gambaran penanganan kedaruratan obstetri di RS rujukan sekunder, yang nantinya dapat dipakai sebagai masukan untuk melihat berbagai kekurangan pada pelayanan obstetri, agar pelayanan selanjutnya dapat ditingkatkan.

(4)
(5)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Untuk menurunkan AKI, intervensi pra persalinan merupakan strategi umum yang

diterapkan di Indonesia, seperti halnya di negara lain, sebagai alat pemeriksaan persalinan resiko tinggi, strategi ini belum mampu menurunkan AKI terutama oleh karena faktor sistem rujukan, serta ketersediaan, dan efektivitas intervensi. Oleh karena itu salah satu prioritas utama kebijakan “Safe motherhood” adalah meningkatkan atau menjamin akses pelayanan kesehatan bagi kegawatdaruratan obstetri.

Sistim rujukan di Indonesia menjadikan RS tingkat kabupaten sebagai pusat rujukan sekunder, yang memiliki berbagai fungsi pelayanan maupun pendidikan. Untuk meningkatkan fungsinya sebagai tempat rujukan sekunder peningkatan fasilitas sumber daya manusia (SDM) merupakan prasyarat bagi tersedianya pelayanan kesehatan yang memadai. Namun demikian tidak menjamin digunakannya fasilitas pelayanan kesehatan pada saat dibutuhkan dapat menurunkan AKI. Dengan kata lain masih ada wanita yang meninggal meskipun telah tersedia pelayanan kesehatan tersebut.

Sistem rujukan ini dikembangkan karena sarana pelayanan kesehatan masih terbatas jumlah, kemampuan, dan penyebarannya. Disamping itu tenaga yang terlibat dalam perawatan obstetri sangat beragam, seperti : dukun, perawat, bidan, dokter umum,

dokter ahli yang jumlah dan penyebarannya masih terbatas.

Latar belakang pendidikan yang berbeda menyebabkan kemampuan dan keterampilan juga berbeda. Untuk mencapai tujuan pelayanan obstetri yaitu keamanan proses persalinan dengan hasil akhir bayi yang sehat, dan ibu dengan resiko yang minimal, maka unit pelayanan dan tenaga obstetri harus saling bekerja sama dan terpadu. A. MUTU PELAYANAN DAN RUJUKAN OBSTETRI

Penelitian dari beberapa RS pendidikan menunjukkan mutu pelayanan obstetri masih rendah. Hal ini dikarenakan :

1. Sebagian besar kasus rujukan persalinan datang ke RS dalam keadaan umum

yang kurang baik, bahkan datang dalam keadaan kritis dan tidak sempat diberi pertolongan.

2. Tidak sedikit kasus rujukan persalinan dikirim tanpa diberi pengobatan awal

atau penanganan yang kurang memadai, pasien tiba dalam keadaan shock, dan tidak di infus.

Dalam hal rujukan pengetahuan dan keterampilan kepada tenaga obstetri masih banyak kendala yang dihadapi, misalnya : SpOG terlalu sibuk dengan tugas pelayanan pasien, keterbatasan dana untuk pembinaan, keterbatasan ruang lingkup dan

wewenang. Hal ini merupakan kendala yang perlu dihadapi. B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGGINYA AKI

Penyebab utama tingginya AKI adalah adanya tiga terlambat (3T) yaitu :

1. Terlambat untuk mencari pertolongan bagi kasus kegawatdaruratan obstetri

yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, tradisi, budaya ataupun faktor ekonomi.

2. Terlambat mencapai tempat rujukan yang disebabkan oleh keadaan geografi

atau masalah tranportasi.

3. Terlambat memperoleh penanganan yang adekuat setelah tiba ditempat rujukan

akibat kurangnya tenaga sumber daya yang terampil, sarana dan fasilitas kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar maupun kasus kegawatdaruratan.

(6)

Selain itu 60 – 70% ibu yang melahirkan masih ditolong oleh dukun tradisionil. Tiga terlambat ini juga sangat dipengaruhi oleh dana dari keluarga ibu bersalin, walaupun cepat dirujuk, tetapi oleh karena tidak tersedianya uang maka, niat merujuk dibatalkan sendiri oleh keluarganya. Dana yang diperlukan tidak saja untuk transportasi dan biaya perawatan di puskesmas atau RS, tetapi diperlukan juga untuk keluarga yang mengantar, sehingga jumlah dana yang dibutuhkan cukup besar. Dana sehat yang diperoleh dari masyarakat dan pemerintah masih sangat terbatas ( 20%), sehingga faktor dana ini masih merupakan kendala yang memerlukan perhatian yang serius.

Masalah kematian ibu adalah masalah yang kompleks, meliputi hal-hal non teknis seperti status wanita dan pendidikan. Walaupun masalah tersebut perlu diperbaiki sejak awal. Namun kurang realistis bila mengharapkan perubahan dratis dalam tempo singkat.

Salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap tingginya AKI adalah proses rujukan yang terlambat dan ketidaksiapan fasilitas kesehatan terutama ditingkat rujukan primer ( Puskesmas) dan tingkat rujukan sekunder ( RS. Kabupaten) untuk melakukan pelayanan kedaruratan obstetri emergensi komprehensif (POEK).

Keberhasilan pengelolaan kasus obstetri antara lain tergantung pada dukungan kemampuan teknik medis ditingkat pelayanan dasar dan rujukannya ketingkat yang lebih mampu.

Pada umumnya pasien akan mencari pertolongan kesehatan ke fasilitas kesehatan yang terdekat dengan tempat tinggal mereka, karena hal tertentu mereka mendatangi tempat pelayanan yang jauh, maka petugas kesehatan tersebut harus mampu untuk menginformasikan fasilitas kesehatan yang terdekat dan dapat memberikan pelayanan kesehatan lanjutan. Fasilitas kesehatan tersebut harus memiliki kemampuan yang dapat diandalkan utnuk melayani berbagai keperluan pemulihan kondisi kesehatan dan pertolongan kegawatdaruratan yang memadai.

Mengingat ± 90% kematian ibu terjadi disaat sekitar persalinan dan ± 95% penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetri yang sering tidak dapat diperkirakan sebelumnya, maka Departemen Kesehatan (DEPKES) mempercepat penurunan AKI dengan mengupayakan :

1. Setiap persalinan ditolong atau minimal didampingi oleh bidan

2. Pelayanan obstetri sedekat mungkin kepada ibu hamil.

Dalam pelaksanaan operasional, sejak tahun 1994 ditetapkan strategi sebagai berikut :1

1. Penanganan tim Daerah Tingkat II ( Dinas Kesehatan dan seluruh jajarannya,

RS Kabupaten dan pihak terkait) dalam upaya mempercepat penurunan AKI sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing.

2. Pembinaan SDM yang intensif di setiap Daerah Tingkat II, sehingga pada akhir

PELITA VII :

a. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan lebih dari 80%

b. Bidan mampu memberikan pertolongan pertama kegawatdaruratan obstetri

neonatal dan puskesmas sanggup memberikan pelayanan obstetri neonatal dan emergensi dasar ( PONED). Yang didukung oleh RS. Daerah Tingkat II sebagai fasilitas rujukan utama yang mampu menyediakan pelayanan obstetri neonatal emergensi komprehensif (PONEK) selama 24 jam perhari, sehingga tercipta jaringan pelayanan obstetri yang mantap.

(7)

RS rujukan harus dilengkapi dengan sarana dan fasilitas tranfusi darah, listrik, air bersih, sarana dan prasarana operasi, anestesi, antibiotik, obat–obatan dan bahan lainnya serta tenaga terlatih.

Rumah sakit umum daerah kelas C, sudah dikembangkan di seluruh ibu kota kabupaten. Sudah waktunya mengacu pada suatu akreditasi, semua komponen diharapkan dapat terjamin. Dengan akreditasi semua komponen diharapkan dapat memenuhi syarat, meliputi ketenagaan, pelayanan medik pokok dan penunjang, sarana pokok penunjang, sistem pembiayaan dan talaksana serta lingkungannya. RSUD kelas C, seyogyanya dapat mengatasi semua kasus kebidanan di wilayah kerjanya secara tuntas. Jadi tidak perlu sampai merujuk penderita ke RS rujukan kelas B dan A.

Menurut WHO ada 7 fungsi utama dari RS rujukan sekunder yang harus dipenuhi, yaitu :

a. Mampu melakukan tindakan bedah meliputi SS, terapi bedah pada sepsis, reparasi

robekan vagina dan serviks, laparatomi pada ruptura uteri dan kehamilan ektopik, dan evakuasi abortus inkomplit.

b. Mampu memberikan pelayanan anestesi dan resusitasi jantung paru

c. Mampu melakukan tindakan medis pada renjatan, sepsis, dan eklampsia.

d. Mampu memberikan tranfusi darah dan terapi cairan.

e. Mampu melakukan pertolongan persalinan pervaginam dan mempergunakan

partograf.

f. Mampu memberikan pelayanan kontrasepsi efektif, khususnya sterilisasi,

AKDR, kontrasepsi suntikan dan susuk.

g. Mampu mengelola kasus resiko tinggi.

Bukhari dkkdalam penelitian mengenai partus terlantar yang dirawat di RSUD. Dr. Pirngadi Medan periode Agustus 1997 sampai Pebruari 1998 mendapatkan 91,24% kasus rujukan dari bidan.

Muchtar dan Army dalam penelitian retrospektif tentang kema tian ibu di RS. Dr. M. Jamil Padang selama 3 tahun mendapatkan sebagian besar kasus (95,24%) merupakan kasus rujukan yang datang dengan keadaan sangat jelek. Kematian ibu umumnya disebabkan oleh komplikasi obstetri yang terlambat ditangani karena keterbatasan kemampuan pelaksana pelayanan kebidanan terdepan dan adanya berbagai hambatan dalam merujuk ibu. Lulusan pendidikan bidan dan dokter umum yang bekerja ditingkat pelayanan dasar dewasa ini ternyata belum memenuhi peran diatas. Dalam menjalankan perannya, tenaga tersebut masih perlu dipersiapkan agar terampil dalam memberikan pelayanan obstetri / neonatal yang berkualitas.

RS pendidikan / propinsi sebagai fasilitas rujukan sekunder dan tersier yang diantaranya juga sebagai fasilitas pendidikan tenaga me dis, diharapkan dapat berperan untuk memacu peran RS kabupaten dalam membina keterampilan teknis petugas ditingkat pelayanan dasar.

Dalam menyongsong milenium ketiga dan memasuki era globalisasi, pembangunan kesehatan akan melahirkan manusia Indonesia yang sehat, yang pada gilirannya akan menjadi SDM yang potensial bagi pembangunan nasional. DEPKES menetapkan visinya yaitu “Indonesia Sehat Tahun 2010“. Sedangkan misi yang harus diselenggarakan agar dapat diwujudkan visi pembangunan

(8)

kesehatan memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat serta lingkungannya, memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, terjangkau, mendorong kemandirian masyarakat untuk sehat. Aktualisasi paradigma sehat di RS, menimbulkan perubahan dimana RS harus dapat berfungsi sebagai rumah sehat dengan cara melaksanakan upaya promotif bagi kesehatan pasien, staf RS dan masyarakat diwilayahnya.

3. Ketenagaan dan pelayanan spesialistik kebidanan dan penyakit kandungan di

RS. pemerintah.

a. Ketenagaan

Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan di RS perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain : pelayanan kesehatan yang prima dapat ditinjau dari segi pelayanan secara teknis dan pelayanan psikis. Oleh karena itu pelayanan yang prima erat kaitannya dengan mutu pelayanan dan berorientasi kepada pasien. Agar dapat terlaksananya pelayanan yang prima perlu diperlukan SDM yang profesional juga perlu didukung dengan prosedur tetap, sarana dan prasarana yang memadai. Dalam upaya menurunkan AKI maka sangat diperlukan keberadaan SpOG, dan peralatan yang menunjang di RS kabupaten.

b. Peralatan

Keadaan sarana dan prasarana di RS pemerintah pada saat ini secara bertahap dilakukan peningkatan dan pengembangan baik dari segi jumlah, jenis maupun teknologinya. Dengan dilaksanakannya program peningkatan kelas RS, dimana RS kelas D diupayakan menjadi kelas C. Menurut data DEPKES tahun 1999, 60% RS kelas C telah memiliki 2 kamar operasi, 30% peralatan bedah dan kebidanan di RS kelas C dalam keadaan tidak lengkap, termasuk peralatan pendukung kamar operasi.

c. Rekam Medis

Rangkaian catatan medis yang cermat dan kontinu bagi ilmu kedokteran tersebut dikenal dengan rekam medis. Rekam medis yang cermat dan berkesinambungan akan sangat membantu dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas tehadap pasien.

Dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan dalam penanganan kasus kasus kedaruratan obstetri di RS, telah diadakan penelitian di RS pendidikan Universitas Athmadu Belo, Zaria, Nigeria.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penundaan dalam penanganan ibu dengan kasus komplikasi obstetri akan menyebabkan terjadinya beberapa

masalah yang lebih rumit. Intervensi yang dilakukan untuk mengantisipasi

hal tersebut adalah dengan memperbaiki ruang bedah, perbaikan ruang perawatan, melatih dokter umum untuk dapat menangani kasus kasus kedaruratan obstetri serta mengadakan sistim pengepakan obat-obatan serta meningkatkan kerjasama dengan sesama petugas kesehatan, juga diperkenalkan sistem donor darah dari keluarga ibu yang mengalami kasus kegawatdaruratan obstetri, dengan meningkatkan kepedulian terhadap ibu tersebut.

Setelah intervensi dilakukan, jumlah ibu yang mengalami kasus kegawatdaruratan obstetri menurun. Dari 57% kasus, sebanyak 3,7 orang perhari pada tahun 1990 menjadi 1,6 orang perhari pada tahun 1995. Proporsi ibu yang berobat juga meningkat yakni dari 39% pada pertengahan

(9)

tahun 1993 naik menjadi 87% pada tahun 1995. Jumlah kasus kegawatdaruratan obstetri ibu yang mengalami komplikasi obstetri turun dari 14% tahun 1990 menjadi 11% tahun 1995.

Hasil yang mereka peroleh bahwa pelayanan kesehatan obstetri di RS dapat diperbaiki dan ditingkatkan. Pemerintah dapat meningkatkan perannya dalam upaya penundaan penanganan kasus kedaruratan obstetri, sehingga kasus yang berat dapat menurun walaupun dalam keadaan ekonomi yang kurang menguntungkan. Namun pelayanan serta perbaikan sarana harus tetap semakin ditingkatkan.

BAB III METODOLOGI A. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif dalam bentuk prospektif. B. TEMPAT PENELITIAN

Rumah sakit yang diteliti adalah RSU. Tanjung Pura Kabupaten Langkat dan RSU. Kisaran Kabupaten Asahan.

C. LAMA PENELITIAN.

Penelitian berlangsung selama 12 bulan, terhitung mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2001

D. POPULASI PENELITIAN.

Populasi dari penelitian adalah seluruh kasus kedaruratan obstetri yang ditangani di RSU. Tanjung Pura Kabupaten Langkat dan RSU. Kisaran Kabupaten Asahan.

E. KRITERIA

1. Kriteria Penerimaan

Kasus kedaruratan obstetri adalah pasien yang datang ke instalasi gawat darurat atau langsung ke kamar bersalin disebabkan komplikasi kehamilan dan persalinan.

Ada 8 jenis catatan medis pasien yang akan diteliti, yaitu :

a. Persalinan normal

b. Partus tak maju

c. Preeklampsia (PE) berat / eklampsia

d. Infeksi puerpuralis

e. Perdarahan antepartum

f. Perdarahan paska persalinan

g. Kehamilan ektopik terganggu

h. Abortus

2. Kriteria Penolakan. Yang bukan kasus diatas. F. VARIABEL DAN INDIKATOR

(10)

Variabel dan Indikator penting dari catatan pasien adalah keterangan catatan rutin RS. Indikator lain yang menyokong adalah lama penanganan dari setiap kasus, lama rawat inap, keadaan ibu dan bayi.

G. CARA KERJA

Petugas interview dan pewawancara adalah peneliti dan di bantu oleh paramedis yang sudah diberikan pelatihan tentang wawancara dan pengisian kuesioner. Pendistribusian kuesioner pada paramedis yang bertugas di IGD / kamar bersalin di RS tempat penelitian, oleh penelitian melalui Kepala Bagian Obstetri dan Ginekologi RS tersebut.

H. JALANNYA PENELITIAN

1. Penilaian Terhadap Beratnya Penyakit

Paramedis yang bertugas segera memberitahu SpOG adanya kasus baru yang potensial kasus kegawatdaruratan obstetric. Pada saat yang sama paramedis melakukan penilaian pada tandaa vcitaal dan pemberian terapi darurat dasar, paramedis mengisi rekam medik bagian pertama. Setelah melakukan pemeriksaan pasien, SpOG akan mengisi rekam medik bagian kedua sehubungan dengaan keadaan dan penilaian terhadap kasus kedaruratan obstetric.

Petugas mencatat waktu penanganan waktu pasien dating, saat penilaian pertama oleh perawat dan penilaian kedua oleh SpOG, pencatatan waktu kedatangan pasien dapat diisi oleh petugas non medis dan waktu dari tindakan bantuan dasar gawat darurat akan dilengkapi oleh paramedis yang bertugas. Begitu juga pencatatan waktu dari penilaian obstetri sampai tindakan operasi maupun prosedur medis akan diisi oleh dokter yang bertugas.

Akhirnya peneliti atau petugas yang diserahi tannggung jawab di RS akan mengumpulkan kuesioner dan memerikse validitas data dalam kuesioner.

2. Penilaian luaran.

Pada saat pasien meninggalkan RS, SpOG yang bertugas akan mengisi bagian akhir dari kuesioner termasuk daftar isian untuk komplikasi persalinan, lama rawatan, status ibu dan anak saat meninggalkan RS.

Setiap hari peneliti atau petugas yang bertanggung jawab di RS akan mendatangi ruang rawat inap obstetri untuk meminta SpOG melengkapi formulir setiap pasien yang pulang. Kuesioner diperiksa, dikumpulkan dan diseleksi yang memenuhi kriteria penerimaan atau penolakan, dan menganalisa variabel yang diperoleh dengan bantuan komputer.

I. BATASAN OPERASIONAL

Kasus kedaruratan obstetri ialah kasus obstetri yang disebabkan oleh komplikasi kehamilan, apabila tidak segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janin. Ada 8 jenis catatan medis pasien yang akan diteliti yaitu :

1. Persalinan Normal

Adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 – 24 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.

2. Partus Tak Maju

Adalah suatu persalinan dengan his adekuat yang tidak menunjukkan kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepala dan putar paksi selama 2 jam terakhir.

(11)

3. PE Berat / Eklampsia

a. PE berat adalah timbulnya hipertensi (tekanan sistolik ≥ 160 mmHg dan

tekanan sistolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria dan/atau edema akibat dari

kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.

b. Eklampsia adalah timbulnya kejang pada penderita PE kejang ini bukan

akibat dari kelainan neurologik.

4. Infeksi Puerpuralis

Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat alat genitalia dalam masa nifas.

5. Perdarahan Antepartum

Perdarahan ante partum (third trimester bleeding / perdarahan hamil lanjut /

perdarahan hamil tua) adalah perdarahan pervaginam yang terjadi setelah

kehamilan 28 minggu atau pada taksiran berat badan janin ≥ 1000 gram.

Klasifikasi klinis :

a. Plasenta Previa

Adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.

b. Solusio Plasenta

Adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal sebelum janin lahir

6. Perdarahan Pasca Persalinan

Adalah perdarahan pervaginam 500 ml atau lebih sesudah anak lahir

7. Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

Adalah kehamilan dimana infertilisasi, implantasi terjadi di luar kavum uteri. Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan ektopik yang mengalami abortus atau ruptur apabila masa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi (misalnya tuba).

8. Abortus

Adalah terhentinya atau keluarnya hasil konsepsi pada kehamilan ≤ 20 minggu

atau dengan berat janin ≤ 500 gram.

9. Paritas

Adalah jumlah persalinan yang pernah dialami oleh ibu. 10. Nilai APGAR janin.

Pada bayi baru lahir ditentukan nilai APGAR dan yang dinilai adalah frekuensi nadi, usaha bernafas, otot, reaksi terhadap rangsangan dan warna kulit.

Penilaian dilakukan 1 menit dan 5 menit paska persalinan, dimana :29

a. Nilai APGAR 7 – 10 : Bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan

tindakan istimewa

b. Nilai APGAR 4 – 6 : Bayi mengalami asfiksia sedang

c. Nilai APGAR 1 – 3 : Bayi mengalami asfiksia berat.

d. Nilai APGAR 0 : Bayi lahir mati.

(12)

Adalah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan hidup pada usia kehamilan ≥ 28

minggu, berat badan lahir ≥ 1000 gr.

12. Bayi lahir mati (still birth)

Adalah kelahiran bayi dalam keadaan meninggal yang telah mencapai umur kehamilan 28 mingggu atau lebih, berat badan lahir 1000 gr atau lebih.

13. Kematian Neonatal Dini (KND)

Adalah kematian bayi yang lahir hidup, dalam 7 hari pertama setelah lahir, bila bayi pulang dari RS sebelum 1 minggu, dihitung sampai bayi dipulangkan.

14. Kematian Perinatal

Adalah jumlah bayi yang lahir mati ditambah dengan kematian neonatal dini. 15. Angka Kematian Perinatal

Adalah jumlah kematian bayi pada masa perinatal (LM + KND) x 1000 per jumlah seluruh kelahiran hidup atau mati.

16. Kematian Ibu

Adalah kematian seorang wanita waktu hamil, atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan. 17. Angka Kematian Ibu

Adalah jumlah kematian ibu diperhitungkan terhadap 100.000 persalinan hidup. 18. Waktu Tempuh ke Rumah Sakit

Adalah waktu yang diperlukan pasien mulai dari rumah hingga sampai ke RS. 19. Waktu Pemeriksaan Sampai Dengan Bentuk Tindakan

Adalah waktu pemeriksaan SpOG sampai dengan dilakukan tindakan. 20. Lama Rawatan

Adalah waktu mulai pasien tiba di RS sampai pasien pulang dari RS. 21. Pemeriksaan Antenatal

Adalah pemeriksaan ibu hamil selama kehamilan 22. Perujuk

Adalah orang yang merujuk penderita ke RS. J. PENGOLAHAN DATA

Peneliti akan mengadakan pemeriksaan terhadap daftar catatan obstetri dengan menggunakan kuesioner yang sudah dibentuk (lihat lampiran). Pada setiap akhir bulan semua catatan pasien yang diambil akan dikembalikan pada bagian rekam medik.

K. ANALISA DATA

Dilakukan dengan menggunakan software statistik SPSS versi 10,5. Gambaran waktu mulai masuk, penegakan diagnosa dan pengelolaan dari komplikasi setiap kategori akan dipergunakan cara analisa yang sama. Hal ini juga berlaku untuk lama rawat inap dan akibat yang terjadi.

(13)

1. Persetujuan Tindakan Medik dan Kerahasiaan

Penelitian ini tidak melibatkan langsung manusia atau hewan, penelitian mencakup RS dan catatan medis. Pro tokol dari penelitian ini disetujui oleh direktur RS. Semua hasil penelitian akan dirahasiakan sama seperti data dalam catatan medis. Tidak dicantumkan nama atau nomor pasien.

2. Penilaian Terhadap Resiko

Penelitian ini tidak beresiko terhadap siapapun. 3. Tambahan Mengenai Etika

Usulan penelitian ini telah disetujui oleh rapat Bagian Obstetri dan Ginekologi FK-USU / RSUP. H. Adam Malik - RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Penelitian ini telah disetujui oleh rapat Komite Etika PPKRM Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

BAB IV

HASIL DAN DISKUSI

Penelitian dilakukan mulai 1 Januari – 31 Desember 2001 di RSU. Tanjung Pura dan RSU. Kisaran. Selama penelitian kasus obstetri yang dirawat sebanyak 841 pasien dimana dijumpai 593 kasus kedaruratan obstetri, dari jumlah ini 313 kasus di RSU. Tanjung Pura dan 280 kasus di RSU. Kisaran.

Tabel I. Sebaran kasus persalinan normal dengan kasus kedaruratan obstetri. Rumah Sakit

Tanjung Pura Kisaran

Diagnosa Klinis N % N % • Persalinan normal • Kedaruratan obstetri 44 313 12,3 87,7 204 280 42,1 57,9 Total 357 100,0 484 100,0

Dari tabel I diatas dapat dilihat bahwa kasus persalinan normal di RSU. Tanjung Pura sebanyak 44 (12,3%) dari 357 kasus, dan di RSU. Kisaran dijumpai sebanyak 204 (42,1%) dari 484 kasus. Sedangkan kasus kedaruratan obstetri di RSU. Tanjung Pura dijumpai 313 (87,7%) dari 357 kasus, dan di RSU. Kisaran dijumpai sebanyak 280 (57,9%) dari 484 kasus.

Tabel II. Kasus Kedaruratan Obstetri.

Rumah Sakit

Tanjung Pura Kisaran

Diagnosa Klinis

N % N %

(14)

• PE Berat & Eklampsia

• Perdarahan Antepartum

• Perdarahan Pasca Persalinan

• Kehamilan Ektopik • Abortus 42 27 29 0 76 13,4 8,6 9,3 0,0 24,3 48 25 4 5 80 17,1 8,9 1,4 1,8 28,6 Total 313 100,0 280 100,0

Dari tabel II diatas dapat dilihat bahwa jumlah partus tak maju di RSU. Tanjung Pura sebanyak 139 (44,4%) dari 313 kasus, dan di RSU. Kisaran sebanyak 118 (42,1%) dari 280 kasus, PE berat dan eklampsia di RSU. Tanjung Pura sebanyak 42 (13,4%) dari 313 kasus, dan di RSU. Kisaran dijumpai sebanyak 48 (17,1%) dari 280 kasus, perdarahan antepartum di RSU. Tanjung Pura sebanyak 27 (8,6%) dari 313 kasus, dan di RSU. Kisaran dijumpai sebanyak 25 (8,9%) dari 280 kasus, perdarahan pasca persalinan di RSU. Tanjung Pura sebanyak 29 (9,3%) dari 313 kasus, dan di RSU. Kisaran dijumpai sebanyak 4 (1,4%) dari 280 kasus, tidak dijumpai kehamilan ektopik terganggu di RSU. Tanjung Pura, sedangkan di RSU. Kisaran dijumpai sebanyak 5 (1,8%) dari 280 kasus, Abortus di RSU. Tanjung Pura sebanyak 76 (24,3%) dari 313 kasus, dan di RSU. Kisaran dijumpai sebanyak 80 (28,6%) dari 280 kasus.

Tabel III. Hasil Penanganan Kasus Kedaruratan Obstetri

Keadaan Ibu Hidup Meninggal Lokasi

Penelitian Diagnosa klinis

N % N %

Tanjung Pura Partus

PE berat dan Eklampsia Perdarahan antepartum Perdarahan pasca persalinan Kehamilan ektopik Abortus Total 138 42 27 27 0 76 310 44,5 13,6 8,7 8,7 0,0 24,5 100, 0 1 0 0 2 0 0 3 33,3 0,0 0,0 66,7 0,0 0,0 100,0 Kisaran Partus

PE berat dan Eklampsia Perdarahan antepartum 118 47 25 42,1 16,8 8,9 0 1 0 0,0 50,0 0,0

(15)

Perdarahan pasca persalinan Kehamilan ektopik Abortus Total 4 5 79 278 1,4 1,5 28,3 100, 0 0 0 1 2 0,0 0,0 50,0 100,0 Dari tabel III, diatas dapat dilihat kematian ibu yang terjadi pada kasus kedaruratan obstetri di RSU. Tanjung pura 3 kasus (1%) dari 310 kasus kedaruratan obstetri, kematian ibu karena perdarahan pasca persalinan 2 orang (66,7%) karena partus tak maju 1 orang (33,3%) sedangkan di RSU. Kisaran terjadi 2 kasus (0,6%) kematian ibu dari 280 kasus kedaruratan obstetri, yaitu PE berat / eklampsia 1 orang (50,0%) dan abortus 1 orang (50,0%).

Tabel IV. Kematian bayi kasus kedaruratan obstetri.

Keadaan Ibu Hidup Meninggal Lokasi

Penelitian Diagnosa klinis

N % N %

Tanjung Pura Partus

PE berat dan Eklampsia Perdarahan antepartum Perdarahan pasca persalinan Total 136 32 25 29 222 61,3 14,4 11,3 13,0 100, 0 3 10 2 0 15 20,0 66,7 13,3 0,0 100,0 Kisaran Partus

PE berat dan Eklampsia Perdarahan antepartum Perdarahan pasca persalinan Total 114 43 15 4 176 64,8 24,4 8,5 2,3 100, 0 4 5 9 0 18 22,2 27,8 50,0 0,0 100,0 Dari Tabel IV menunjukkan kematian bayi pada kasus kedaruratan obstetri di kedua RS, di RSU. Tanjung Pura dijumpai 15 (6,4%) bayi mati dari 237 bayi, yaitu dari ibu penderita PE Berat dan eklampsia 10 (66,7%), partus tak maju 3 (20%) dan perdarahan antepartum 2 (13,3%), sedangkan di RSU. Kisaran 18 (9,3%) bayi mati dari 194 bayi yaitu dari perdarahan ante partum 9 (50%), PE berat / eklampsia 5 (27,8%), partus tak maju 4 (22,2%).

Tabel V. Kematian ibu pada kasus kedaruratan obstetri berdasarkan paritas. Keadaan ibu Hidup Meninggal Lokasi Penelitian Paritas N % N % Tanjung Pura 0 – 1 2 – 3 4 – 5 = 6 168 89 35 18 54,2 28,7 11,3 5,8 1 1 1 0 33,3 33,3 33,4 0,0

(16)

Total 310 100,0 3 100,0 0 – 1 2 – 3 4 – 5 = 6 158 77 30 13 56,8 27,7 10,8 4,7 1 0 0 1 50,0 0,0 0,0 50,0 Kisaran Total 278 100,0 2 100,0

Dari tabel V, dapat dilihat bahwa sebagian besar kasus darurat obstetri adalah paritas 0 - 1, di RSU. Tanjung Pura 169 (53,9%) dari 313 kasus maupun di RSU. Kisaran 159 (56,8%) dari 280 kasus di RSU. Tanjung pura terjadi 3 (1,0%) kematian ibu pada paritas 1, 2 – 3, dan 4 – 5 masing masing 1 (0,3%). Sedangkan di RSU. Kisaran terjadi 2 (0,7%) masing masing 1 (0,4%) pada paritas 1 dan paritas = 6.

Tabel VI. Kematian bayi pada kasus kedaruratan obstetri berdasarkan paritas. Keadaan ibu Hidup Meninggal Lokasi Penelitian Paritas N % N % Tanjung Pura 0 – 1 2 – 3 4 – 5 = 6 129 61 20 12 58,1 27,5 9,0 5,4 5 5 2 3 33,3 33,3 13,3 20,1

(17)

Total 222 100,0 15 100,0 0 – 1 2 – 3 4 – 5 = 6 117 41 13 5 66,5 23,3 7,4 2,8 7 6 2 3 38,9 33,3 11,1 16,7 Kisaran Total 176 100,0 18 100,0

Dari tabel VI, dapat dilihat di RSU. Tanjung pura terjadi 15 kematian bayi, dari 222 bayi lahir, terbanyak dari ibu paritas 0 – 1 dan 2 - 3 yaitu masing masing 5 kasus (33,3%), sedangkan di RSU. Kisaran terjadi 18 kasus (9,3%) kematian bayi dari 194 bayi lahir, terbanyak juga dari ibu dengan paritas 0 – 1 yaitu dijumpai 7 kasus (38,9%).

Tabel VII. Jumlah kunjungan antenatal dari kasus kedaruratan obstetri. Lokasi Penelitian

Tanjung Pura Kisaran

Pemeriksaan Antenatal N % N % Tidak pernah 1 2 3 4 = 5 78 12 112 58 29 24 24,9 3,8 35,8 18,5 9,3 7,7 85 9 24 42 56 64 30,4 3,2 8,6 15,0 20,0 22,8 Total 313 100,0 280 100,0

Tabel VII, menunjukkan jumlah kunjungan antenatal kasus kedaruratan obstetri yang datang ke RS, sebanyak 78 dari 313 kasus (24,9%) di RSU. Tanjung Pura tidak pernah melakukan PAN, sedangkan di RSU. Kisaran 85 (30,4%) dari 280 kasus tidak pernah melakukan PAN.

Tabel VIII. Pemeriksaan antenatal

Lokasi Penelitian

Tanjung Pura Kisaran

Pemeriksaan Antenatal N % N % Dokter Paramedis Dukun Dan lain-lain 77 123 31 4 32,7 52,4 13,2 1,7 34 123 38 0 17,4 63,1 19,5 0,0 Total 235 100,0 195 100,0

Tabel VIII, menunjukan pemeriksaan antenatal kasus kedaruratan obstetri pada umumnya mereka melakukan pemeriksaan antenatal pada paramedis baik di RSU. Tanjung Pura 123 (52,4%) maupun di RSU. Kisaran 123 (63,1%)

(18)

Tabel IX. Sebaran Kematian Ibu Berdasarkan Perujuk Keadaan ibu Hidup Meninggal Lokasi Penelitian Paritas N % N % Dukun Bidan Dokter Datang sendiri 20 280 9 1 6,5 90,3 3,0 0,2 0 3 0 0 0,0 100,0 0,0 0,0 Tanjung Pura Total 310 100,0 3 100,0 Dukun Bidan Dokter Datang sendiri 9 248 21 0 3,2 89,2 7,8 0,0 0 2 0 0 0,0 100,0 0,0 0,0 Kisaran Total 278 100,0 2 100,0

Dari tabel IX. Terlihat bahwa orang / petugas yang terbanyak merujuk di RSU. Tanjung Pura adalah Bidan yaitu 280 kasus (89,5%), sedangkan di RSU. Kisaran 248 (88,6%) kasus adalah rujukan bidan. 3 kematian ibu di RSU. Tanjung Pura dirujuk oleh bidan (100%) sedangkan di RSU. Kisaran kematian ibu 2 kasus ( 100,0%) dirujuk oleh bidan.

(19)

Tabel X. Sebaran Kematian Bayi Berdasarkan Perujuk Keadaan ibu Hidup Meninggal Lokasi Penelitian Paritas N % N % Dukun Bidan Dokter Datang sendiri 15 197 9 1 6,8 88,7 4,0 0,5 5 10 0 0 33,3 66,7 0,0 0,0 Tanjung Pura Total 222 100,0 15 100,0 Dukun Bidan Dokter Datang sendiri 8 148 20 0 4,5 84,1 11,4 0,0 1 16 1 0 5,5 89,0 5,5 0,0 Kisaran Total 176 100,0 18 100,0

Tabel X, menunjukan Sebaran Kematian Bayi Berdasarkan Perujuk terbanyak kematian bayi pada kasus yang dirujuk oleh bidan baik di RSU. Tanjung Pura 10 kasus (66,7%) maupun di RSU. Kisaran 16 kasus (89,0%)

(20)

Tabel XI. Pemberian Transfusi Darah Pada Keadaan Perdarahan

Pemberian Transfusi

Ya Tidak

Lokasi

Penelitian Diagnosa Klinis

N % N %

Perdarahan antepartum Perdarahan pasca persalinan

Abortus 5 2 0 71,4 28,6 0,0 22 27 76 17,6 21,6 60,8 Tanjung Pura Total 7 100,0 3 100,0 Dukun Bidan Dokter 9 248 21 3,2 89,2 7,8 0 2 0 6,9 4,2 88,9 Kisaran Total 35 100,0 72 100,0

Dari tabel XI terlihat bahwa dari 132 kasus perdarahan di RSU. Tanjung Pura, hanya 7 kasus ( 5,3%) yang diberikan transfusi darah yaitu perdarahan ante pertum 5 kasus (71,4%) dan perdarahan pasca persalinan 2 kasus (28,6%). Di RSU. Kisaran 107 kasus perdarahan, 35 kasus (32,0%) diantaranya diberikan transfusi darah, yaitu pada perdarahan ante partum 18 kasus (51,4%), 16 kasus (45,7%) pada abortus, dan 1 kasus (2,8%) pada perdarahan pasca persalinan.

Tabel XII. Waktu pemberian MgSO4 pada kasus PE berat dan Eklampsia Lokasi Penelitian

Tanjung Pura Kisaran

Pemeriksaan Antenatal N % N % 1 – 30 menit 31 – 120 menit > 120 menit 19 17 6 45,2 40,5 14,3 28 18 12 58,3 37,5 4,2 Total 42 100,0 48 100,0

Dari tabel XII. Terlihat dari 42 orang pasien PE berat dan eklampsia di RSU. Tanjung Pura MgSO4 umumnya diberikan dalam waktu kurang dari 30 menit, sebanyak 19 (45,2%) sedangkan di RSU. Kisaran 28 (58,3%)

(21)

Tabel XIII. Sebaran Kematian Ibu Berdasarkan Waktu Tempuh Keadaan ibu Hidup Meninggal Lokasi Penelitian Waktu tempuh ke rumah sakit N % N % 0 – 30 menit 31 – 120 menit >120 menit 58 192 60 18,7 61,9 19,4 0 2 1 0,0 66,7 33,3 Tanjung Pura Total 310 100,0 3 100,0 ≤ 30 menit 31 – 120 menit >120 menit 113 103 62 40,6 37,1 22,3 0 2 0 0,0 100,0 0,00 Kisaran Total 278 100,0 2 100,0

Dari tabel XIII. Terlihat bahwa kematian ibu umumnya terjadi pada kelompok waktu tempuh antara 31 – 120 menit baik di RSU. Tanjung Pura 2 kasus (66,7%) maupun di RSU. Kisaran 2 kasus (100%).

Tabel XIV. Sebaran Kematian Bayi Berdasarkan Waktu Tempuh ke RS. Keadaan bayi Hidup Meninggal Lokasi Penelitian Waktu tempuh ke rumah sakit N % N % 0 – 30 menit 31 – 120 menit >120 menit 35 140 47 15,8 63,1 21,1 3 7 5 20,0 46,7 33,3 Tanjung Pura Total 222 100,0 15 100,0 ≤ 30 menit 31 – 120 menit >120 menit 75 68 33 42,6 38,6 18,8 6 2 10 33,3 11,1 55,6 Kisaran Total 278 100,0 2 100,0

Dari tabel XVI. Bahwa terlihat di RSU.Tanjung Pura kematian terbanyak adalah pada kelompok waktu tempuh ke RS 31-120 meniit yaitu 7 (46,7 %) dari 15 kasus. Di RSU.

(22)

Kisaran kematian bayi terbanyak terjadi pada waktu tempuh lebih 120 menit yaitu sebanyak 10 (55,6%) dari 18 kematian

Tabel XV. Sebaran Kematian Ibu Berdasarkan Waktu Antara Pemeriksaan Spog Sampai Tindakan. Keadaan ibu Hidup Meninggal Lokasi Penelitian Waktu Pemeriksaan SpOG N % N % 0 – 30 menit 31 – 120 menit >120 menit 70 85 47 22,5 27,5 50 2 1 0 66,7 33,3 0,0 Tanjung Pura Total 310 100,0 3 100,0 ≤ 30 menit 31 – 120 menit >120 menit 60 54 164 21,6 19,4 59,0 0 0 2 O,o O,o 100,0 Kisaran Total 278 100,0 2 100,0

Dari tabel XV, terlihat di RSU.Tanjung Pura waktu pemeriksaan SpOG sampai dengan tindakan pasien dalam kelompok waktu 0-30 menit, ibu meninggal 2 orang (66,7%) sedangkan di RSU. Kisaran pada kelompok waktu lebih dari 120 menit dijumpai ibu meninggal 2 orang ( 100 %)

(23)

Tabel XVI. Sebaran Kematian Bayi Berdasarkan Waktu Antara Pemeriksaan Spog Sampai Dengan Tindakan.

Keadaan bayi Hidup Meninggal Lokasi Penelitian Waktu Pemeriksaan SpOG N % N % 0 – 30 menit 31 – 120 menit >120 menit 40 52 130 18 23,4 58,6 2 5 8 13,4 33,3 53,3 Tanjung Pura Total 222 100,0 15 100,0 ≤ 30 menit 31 – 120 menit >120 menit 15 36 125 8,5 20,4 71,1 1 6 11 5,6 33,3 61,1 Kisaran Total 176 100,0 18 100,0

Dari tabel XVI terlihat baik di RSU. tanjung Pura maupun RSU. Kisaran kematian bayi terbanyak pada kelompok waktu lebih besar dari 120 menit yaitu masing-masing 8 (33,3%) dari 15 kasus dan 11 (61,1%) dari 18 kasus kematian bayi,

Tabel XVII. Sebaran Tindakan Penanganan Berdasarkan Tempat Rawatan Rumah Sakit

Tanjung Pura Kisaran

Sebaran Tindakan Penanganan N % N % Pervaginam Ekstraksi Vakum Seksio Sesarea Kuretase Laparatomi Manual Plasenta 6 37 165 78 1 26 1,9 11,8 52,7 24,9 0,3 8,3 47 8 136 82 5 2 16,8 2,8 48,6 29,3 1,8 0,7 Total 313 100,0 280 100,0

Dari tabel XVII, terlihat bahwa tindakan penanganan terbanyak dilakukan adalah seksio sesarea (SS), baik di RSU. Tanjung Pura yaitu 165 kasus (52,7%) dari 313 kasus, sedangkan di RSU. Kisaran 136 kasus (48,6%) dari 280 kasus.

(24)

Tabel XVIII. Sebaran Kematian Ibu Berdasarkan Lama Rawatan. Keadaan ibu

Hidup Meninggal

Lokasi

Penelitian Lama Rawatan

N % N % < 48 jam 48 – 120 jam > 120 jam 166 62 82 53,5 20,0 26,5 2 1 0 66,7 33,3 0,0 Tanjung Pura Total 310 100,0 3 100,0 < 48 jam 48 – 120 jam > 120 jam 130 52 96 46,8 18,7 34,5 1 1 0 50,0 50,0 0,0 Kisaran Total 278 100,0 2 100,0

Dari tabel XVIII diatas dapat dilihat bahwa di RSU. Tanjung Pura 2 kasus (66,7%) meninggal dalam kelompok waktu kurang dari 48 jam, 1 kasus 33,3% meninggal dalam kelompok waktu 48 – 120 jam, Sedangkan di RSU. Kisaran 1 kasus (50%) meninggal dalam kelompok waktu kurang dari 48 jam dan 1 kasus (50%) meninggal dalam kelompok waktu 48 – 120 jam.

Tabel XIX. Sebaran Kematian Bayi Berdasarkan Lama Rawatan ibu Keadaan bayi

Hidup Meninggal

Lokasi

Penelitian Lama Rawatan ibu

N % N % < 48 jam 48 – 120 jam > 120 jam 90 57 75 65,6 29,6 38,8 5 4 6 33,3 26,7 40,0 Tanjung Pura Total 222 100,0 15 100,0 < 48 jam 48 – 120 jam > 120 jam 78 21 77 44,3 11,9 43,8 6 3 9 33,3 16,7 50,0 Kisaran Total 176 100,0 18 100,0

Dari tabel XIX, terlihat bahwa di RSU. Tanjung Pura bayi meninggal terbanyak pada kelompok lama rawatan lebih 120 jam yaitu 6 orang dari 15 kematian bayi (40%)

(25)

sedangkan di RSU. Kisaran pada kelompok lama rawatan lebih 120 jam yaitu 9 (50%) dari 18 kematian bayi.

Tabel XX. Gambaran Nilai APGAR Bayi Baru Lahir.

Keadaan bayi

Hidup Meninggal

Lokasi

Penelitian Nilai APGAR

N % N % 0 1 – 3 4 - 6 0 51 41 0,0 23,1 18,4 4 6 4 26,7 40,0 26,7 Tanjung Pura 7 - 10 130 58,5 1 6,6 Total 222 100,0 15 100,0 Kisaran 0 0 0,0 3 16,7 1 - 3 4 – 6 7 - 10 49 38 89 27,8 21,6 50,6 10 3 2 55,5 16,7 11,1 Total 176 100,0 18 100,0

Dari tabel XX, dapat dilihat bayi yang lahir di RSU. Tanjung Pura dengan nilai APGAR 1-3 sebanyak 51 (22,1%), sedangkan di RSU. Kisaran 49(27,8%). Di RSU. Tanjung Pura bayi yang meninggal pada saat lahir sebanyak 4 (26,7%) dan 11 (73,3%) bayi meninggal setelah lahir (kematian neonatal dini), sedangkan di RSU. Kisaran bayi yang meninggal pada saat lahir, 3 (16,7%) dan bayi meninggal setelah lahir (kematian neonatal dini) 15 (83,3%).

(26)

Tabel XXI. Penyebab Kematian Ibu

Rumah Sakit

Tanjung Pura Kisaran Penyebab kematian ibu

N % N %

Partus tak maju PE berat/Eklampsia

Perdarahan pasca persalinan Abortus 1 0 2 0 33,0 0,0 66,7 0,0 0,0 1 0,0 1 0,0 50,0 0,0 50,0 Total 3 100,0 2 100,0

Dari tabel XXI, terlihat bahwa di RSU. Tanjung Pura kematian ibu terjadi pada 1 kasus (33,3%) partus tak maju setelah SS, perdarahan pasca persalinan 2 (66,7%), sedangkan di RSU. Kisaran terjadi 2 kematian ibu yaitu pada kasus PE berat / Eklampsia dan abortus masing-masing 1 kasus.

Tabel XXII. Angka Kematian Ibu

Rumah Sakit AKI (/100.000)

Tanjung Pura Kisaran Diagnosis klinis

N % N %

RSU.

Tj.Pura Kisaran RSU. Persalinan Normal

Partus tak maju PE berat & Eklampsia Perdarahan Antepartum Perdarahan Pasca Persalinan Kehamilan Ektopik Abortus 44 139 42 27 29 0 76 12,3 38,9 11,8 7,6 8,1 0,00 21,3 204 118 48 25 4 5 80 42,1 24,4 9,9 5,3 0,8 1,0 16,5 (1)355,87 (2)711,74 (1)250,6 (1)250,6 Total 357 100,0 484 100,0

Dari tabel XXII, terlihat bahwa AKI di RSU. Tanjung Pura adalah 1067,61/100.000 lebih tinggi dibanding AKI di RSU. Kisaran 501,2/100 AKI di RSU. Tanjung pura terjadi pada kasus-kasus perdarahan pasca persalinan 711,7/100.000 dan partus tak maju 355,8/100.000. sedangkan di RSU. Kisaran AKI terjadi pada kasus partus tak maju dan abortus masing-masing 250,6/100.000.

Tabel XXIII. Angka Kematian Perinatalogi di RSU. Tanjung pura Rumah Sakit Diagnosis klinis

N % N %

AKP(/1000)

• Persalinan normal

• Partus tak maju

• PE berat & Eklampsia

• Perdarahan antepartum

• Perdarahan pasca persalinan

39 136 32 25 29 13,9 48,4 11,4 8,9 10,3 5 3 10 2 0 1,8 1,1 3,5 0,7 0,0 17,8 10,7 35,6 7,1 0,0 Total 261 92,9 20 7,1 71,2

(27)

Tabel XXIV. Angka Kematian Perinatalogi di RSU. Kisaran Rumah Sakit Diagnosis klinis N % N % AKP(/1000) • Persalinan normal

• Partus tak maju

• PE berat & Eklampsia

• Perdarahan antepartum

• Perdarahan pasca persalinan

192 114 43 15 4 48,1 28,6 10,8 4,0 1,0 12 4 5 9 0 3,0 1,0 1,3 2,2 0,0 30,0 10,0 12,5 22,5 0,0 Total 261 92,9 30 7,5 75,0

Dari tabel XXIII dan XXIV, dapat dilihat bahwa AP di RSU. Tanjung Pura 71,2/1000, sedikit lebih rendah dibanding AKP di RSU. Kisaran yaitu 75/1000. di RSU. Tanjung Pura, AKP tertinggi dijumpai pada kasus PE berat/eklampsia yaitu 35,6/1000, sedangkan di RSU. Kisaran dijumpai pada persalinan normal yaitu 30/1000.

BAB V PEMBAHASAN

Selama kurun waktu satu tahun (1 Januari hingga 31 Desember 2001), di RSU. Tanjung Pura dan RSU. Kisaran telah dirawat 841 pasien obstetri. Dari 841 pasien ini dijumpai 593 kasus kedaruratan obstetri yaitu 313 kasus di RSU. Tanjung Pura dan 280 kasus di RSU. Kisaran.

Dari 593 kasus kedaruratan obstetri, di RSU. Tanjung Pura kasus terbanyak pada partus tak maju 139 orang (44,4%), sedangkan di RSU. Kisaran 118 orang (42,1%) dan kasus kedaruratan obstetri terkecil adalah kehamilan ektopik dijumpai di RSU. Kisaran yaitu 4 kasus (1,4%), tetapi kasus ini tidak dijumpai di RSU. Tanjung pura. Dikedua RS tidak dijumpai kasus infeksi purpuralis.

Dari 593 kasus kedaruratan obstetri dijumpai 5 kasus kematian ibu yaitu 3 (1%) dari 313 kasus kedaruratan obstetri di RSU. Tanjung Pura, ketiga kasus kematian ibu di RSU. Tanjung Pura adalah perdarahan pasca persalinan 2 kasus (66,7%) meninggal setelah dilakukan manual plasenta oleh karena kekurangan darah dan tidak mendapat transfusi dan 1 kasus (33,3%) partus tak maju, ibu mati akibat trauma anestesi setelah dilakukan SS ibu tidak sadar lagi, sedangkan di RSU. Kisaran dijumpai 2 (0,6%) kematian ibu dari 280 kasus kedaruratan obstetri, satu kasus akibat PE berat dan eklampsia setelah ibu melahirkan pervaginam dan mengalami perdarahan dan tidak mendapat transfusi darah dan 1 kasus abortus ibu mati akibat kekurangan darah setelah dilakukan kuretase dan ibu tidak mendapat transfusi darah.

AKI di RSU. Tanjung pura adalah 1067,61/100.000 lebih tinggi dibanding AKI di RSU.

Kisaran yaitu 501,25/100.000. di RS Syaiful Anwar Malang Dzieban dkk melaporkan

pada tahun (1976 – 1980) AKI 980/100.000 persalinan, 38 Suhadi dan Soejonoes

melaporkan pada tahun 1988 AKI di RSU. Wonosobo 650/100.000 persalinan.31

AKI di RSU. Tanjung pura pada kasus perdarahan pasca persalinan 711,74/100.000

dan partus tak maju 355,87/100.000. Suyanto melaporkan sebab kematian maternal

di RSUD. Purwerejo selama 5 tahun (1990-1995) adalah perdarahan (77,2%), PE

berat/eklampsia (22%), infeksi (19,1%) dan lain-lain (4,4%).33 Sedangkan di RSU.

(28)

250,62/100.000. Kusnawara melaporkan pada tahun 1998 AKI oleh karena

perdarahan pasca persalinan di RSUP dr. Kariadi 150/100.000.34 Penyebab kematian ibu

di kedua RS ini masih seputar trias klasik penyebab kematian ibu di Indonesia, yaitu

perdarahan, PE berat/eklampsia, dan infeksi.9,30

Menurut Family Care International 1980 penyebab kematian maternal terbanyak

adalah akibat perdarahan 24% selanjutnya sepsis 15%, abortus 13%, partus lama 8%, penyebab tidak langsung seperti penyakit jantung, malaria sebanyak 20% dan penyebab langsung seperti komplikasi anestesi, emboli sebanyak 8%. Dikutip dari 37 Pada penelitian ini dijumpai 50 kasus kematian bayi dari 680 persalinan, pada persalinan normal 17 kasus, 5 kasus (11,4%) terjadi di RSU. Tanjung Pura dan 12 kasus (5,8%) di RSU. Kisaran. Sedangkan 33 kasus kematian bayi pada kasus kedaruratan obstetri, 15 kasus (6,4%) terjadi di RSU. Tanjung Pura terdiri dari PE berat dan eklampsia 10 (66,7%) dengan cara persalinan SS, partus tak maju 3 (20%) dengan cara persalinan SS dan perdarahan antepartum 2 (13,3%) dengan cara persalinan SS. Dijumpai 18 kasus (9,3%) kematian bayi di RSU. Kisaran terdiri dari partus tak maju 4 (22,2%) cara persalinan SS, perdarahan ante partum 9 (50%) cara persalinan 8 SS dan 1 partus pervaginam, PE berat dan eklampsia 5 (27,8%) cara persalinan 4 partus pervaginam 1 SS. Di RSU. Tanjung pura, AKP tertinggi dijumpai pada kasus PE berat /eklampsia yaitu 35,6/1000. sedangkan di RSU. Kisaran dijumpai pada persalinan normal yaitu 30/1000. Dengan demikian AKP di RSU. Tanjung Pura adalah 71,2/1000, lebih rendah dibanding AKP di RSU. Kisaran yaitu

75/1000, dan lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian Hasibuan tahun 1997

AKP di RSUD. Dr. Pirngadi Medan 124,9/1000. Suhadi dan Soejoenoes melaporkan

AKP di RSU. Wonosobo pada tahun 1988 137,7/1000, tapi jika dibandingkan dengan

penelitian Maridin di RS. Sarjito tahun (1991 – 1995) 47,1/1000 dan penelitian Surya

dkk di RS. Sanglah Bali (1992 – 1994) 47,3/1000, maka AKP pada penelitian ini masih lebih tinggi.

Sebagian besar kasus darurat obstetri adalah paritas 1, baik di RSU. Tanjung Pura maupun di RSU. Kisaran masing masing 168 (54,2%) dan 158 (56,8%). Di RSU. Tanjung pura dijumpai 3 kasus (1,0%) kematian ibu terjadi pada ibu paritas 1, 2 – 3 dan 4 – 5 masing masing 1 (0,3%). Sedangkan di RSU. Kisaran dijumpai 2 (0,7%)

terjadi pada paritas ≥ 6 masing-masing 1 (0,4%)

Sebanyak 78 kasus (24,9%) diRSU. Tanjung pura tidak pernah melakukan PAN, sedangkan di RSU. Kisaran 85 (30,4%) tidak pernah melakukan PAN. Jumlah kunjungan antenatal di kedua RS menunjukan masih rendahnya kesadaran untuk melakukan PAN baik di RSU. Tanjung Pura maupun di RSU. Kisaran , dimana di RSU. Tanjung pura jumlah PAN < 4 (83,0%), sedangkan di RSU. Kisaran (57,2%). PAN pada umumnya dilakukan oleh para medis baik di RSU. Tanjung pura yaitu 123 (52,4%) maupun di RSU. Kisaran 123 (63,1%).

Untuk membantu persalinan umumnya para ibu meminta pertolongan pertama pada bidan, di RSU. Tanjung pura 280 (89,5%) dan di RSU. Kisaran 248 (88,6%). Dari ibu yang dirujuk oleh bidan ini terjadi 5 kematian ibu yaitu 3 (1%) dari 310 kasus kedaruratan obstetri di RSU. Tanjung pura dan 2 (0,7%) dari 280 kasus di RSU. Kisaran. Demikian juga dengan kematian bayi banyak terjadi pada ibu yang dirujuk oleh bidan, dimana terjadi 10( 66,7%) di RSU. Tanjung Pura dan 16 (89,0%) di RSU. Kisaran.

Peran bidan yang demikian menonjol dalam menangani persalinan di RSU. Tanjung Pura (89,5%) dan di RSU. Kisaran (88,6%) mengharuskan kita untuk mengikutsertakan

(29)

mereka dalam pelatihan penanganan persalinan dan kehamilan secara berkesinambungan, yang pada gilirannya dapat berpartisipasi dalam menurunkan AKI dan AKP secara bermakna.

Demikian juga peran yang masih ada baik di RSU. Tanjung pura (6,1%) maupun di RSU. Kisaran (0,5%) mengharuskan kita untuk mengikutsertakan mereka dalam pelatihan ketrampilan persalinan secara baik dan benar. Menanamkan pengertian kepada dukun bahwa merujuk kasus persalinan yang sulit ke RS selagi masih dini merupakan suatu tindakan yang terpuji dan maju, bukan merupakan suatu kesalahan atau kegagalan dukun dalam mengelola kehamilan dan persalinan.

Dari kasus perdarahan di RSU. Tanjung pura, hanya 7 kasus (12,5%) yang diberikan transfusi darah yaitu perdarahan ante partum 5 kasus dan perdarahan pasca persalinan 2 kasus, sedangkan di RSU. Kisaran, dari 107 kasus perdarahan, 35 kasus (12,5%) diantaranya diberikan transfusi darah yaitu 18 kasus perdarahan ante partum, 16 kasus abortus, dan 1 kasus perdarahan pasca persalinan. Kasus yang lain tidak dilakukan transfusi oleh karena alat dan donor darah yang tidak ada.

Dalam penanganan kasus PE berat dan eklampsia dikedua RS pemberian MgSO4

umumnya dilakukan dalam waktu kurang dari 30 menit.

Dari waktu tempuh ke RS, kematian ibu terbanyak pada waktu 31 – 120 menit 4 orang, yaitu di RSU Tanjung pura 2 ( 0,67%) dan di RSU. Kisaran 2 (100%) kematian ibu ini dikarenakan keadaan ibu yang sudah jelek. Demikian juga pada kematian bayi di RSU. Tanjung Pura terbanyak pada kelompok 31-120 menit yaitu 8 (40,0%). Sedangkan di RSU. Kisaran pada waktu lebih dari 120 menit 13 (43,4%) meninggal. Keterlambatan dalam merujuk penderita mencerminkan pelayanan obstetri diluar RS yang belum sempurna dan kelemahan dalam mata rantai rujukan, yaitu mekanisme rujukan yang belum optimal, kendala geografi, keterlambatan mendeteksi KRT disamping keterlambatan dalam mengambil keputusan itu sendiri.

Tempat tinggal yang jauh dan hubungan yang sulit dari RS merupakan kendala geografis yang banyak dihadapi karena RS rujukan yang dituju tidak dapat dicapai dalam waktu 2 jam, yaitu waktu maksimal yang diperlukan untuk menyelamatkan ibu dari perdarahan melalui jalan lahir.

Di RSU. Tanjung pura jarak waktu pemeriksaan SpOG sampai dilakukannya tindakan pada pasien umumnya pada kelompok waktu kurang dari 30 menit yaitu 70 orang (22,5%), terjadi kematian ibu 2 dari 3 kasus (66,6%) sedangkan di RSU. Kisaran pada kelompok waktu lebih dari 120 menit dari 166 orang (59,3%), terjadi kematian ibu 2 dari 2 kasus (100%). Hal ini kemungkinan karena ibu sewaktu sampai di RS sudah dalam kondisi jelek. Sedangkan kematian bayi banyak terjadi pada kelompok waktu lebih dari 120 menit yaitu 15 kasus (53,3%) di RSU. Tanjung pura dan 11 dari 18 kasus (61,1%) di RSU. Kisaran.

Cara persalinan/tindakan terbanyak dilakukan adalah SS, baik di RSU. Tanjung pura yaitu 165 kasus (52,7%) maupun di RSU. Kisaran 136 kasus (48,6%). Angka kejadian SS pada penelitian ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan

oleh peneliti lain. Piliang dkk melaporkan pada tahun 1994 ada 589 (20,5%)

persalinan dengan SS di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Pada umumnya pada kasus kedaruratan obstetri hanya dirawat kurang dari 48 jam, baik di RSU. Tanjung Pura (53,7%) maupun di RSU. Kisaran lama rawatan 48 jam atau lebih dijumpai 2 kasus ( 1 kasus di RSU. Tanjung Pura dan 1 kasus di RSU Kisaran).

(30)

Pada kematian bayi 22 bayi mati terjadi pada kelompok lama rawatan kurang dari 48 jam, yaitu 10 (50%) di RSU. Tanjung pura dan 12 (40%) di RSU. Kisaran Noviardi dkk melaporkan bahwa lama rawatan kematian maternal di RSUD. Pekan Baru lebih dari separuh (59%) hanya 1 hari.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

Selama satu tahun penelitian mulai 1 Januari sampai 31 Desember 2001 di RSU. Tanjung pura dan RSU. Kisaran dijumpai 593 kasus kedaruratan obstetri, dari jumlah ini 313 kasus di RSU. Tanjung Pura dan 280 kasus di RSU Kisaran.

Dari hasil penanganan kasus kedaruratan obstetri dijumpai 5 kasus kematian ibu, 3 kasus (1%) di RSU Tanjung pura yang terdiri dari 2 perdarahan Pasca Persalinan dan 1 kasus partus tak maju sedangkan 2 kasus (0,6%) di RSU Kisaran terdiri dari 1 kasus PE berat dan Eklampsia, 1 kasus abortus. Penyebab kematian ibu dikedua RS tersebut masih seputar trias klasik yaitu perdarahan, gestosis dan infeksi. Kematian bayi di RSU Tanjung pura 5 (11,4%) dari persalinan normal dan 15 kasus (6,4%) dari kasus kedaruratan obstetri, sedangkan di RSU Kisaran 12 (5,8%) dari persalinan normal dan 18 kasus (9,3%) dari kasus kedaruratan obstetri.

AKI dan AKP di RSU Tanjung pura dan RSU Kisaran lebih tinggi dibanding dengan AKI dan AKP nasional.

Penyebab kematian ibu terbanyak adalah perdarahan pasca persalinan. Penyebab kematian prenatal terbanyak adalah PE berat dan eklampsia. Cara persalinan terbanyak dilakukan adalah SS.

B. SARAN

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk sebagai evaluasi

dan perbaikan penanganan kasus kedaruratan obstetri di kedua RS tersebut.

2. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai rujukan utnuk penelitian yang

(31)

DAFTAR PUSTAKA

AA.Okluya et al, Upgrading obstetric care at secondary referal hospital Ogunstate, Nigeria, Int J. of gynecol & obstet. 59 Supl 2, 1997 : 67 – 74.

Ande B. et al, Improving obstetric care at the distric hospital, Ekpoma, Nigeria,Int J. of gynecol & obstet, 59, supl 2,1997 : 47 – 53.

Astuti S. Peran rumah sakit dalam menurunkan angka kematian ibu. Rapat Nasional JNPK-KR, Semarang, 9 Juni 1999.

Azhari. Kegawatdaruratan Penyakit Kebidanan. Pelatihan PPGD. Palembang, 5 Agustus 2000.

Azwar A. Peran peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu di Indonesia, Temu Nasional JNPK-KR. Semarang , 9 Juni 1999.

Berhane Y, Anderson, Wall S. Aims option and outcomes in measuring maternal mortality in developing society. Acta Obstet gynecol Sand, Vol 79, 2000 : 968 – 72.

Bukhari dkk.Gambaran partus terlantar yang dirawat di RSUD Dr Pirngadi Medan.Tesis Bagian Obstetri dan Ginekologi FK USU RSHAM - RSPM, 1998.

Ciment J. International Report Reasesses ways to cut maternal mortality. BMJ, 1999 : 319 – 24.

Dzieban C. dkk. Kematian maternal dalam hubungannya dengan RS Dr Saiful Malang sebagai rumah sakit rujukan. MOGI. Vol 7 No 4, Oktober 1981 : 275 – 82. Expose of Family Planning Census in North Sumatera For 1997-1998. BKKBN Sumatera

Utara, Juni 1998.

Hasibuan IZ. Luaran persalinan ibu anemia di RSUD Dr Pirngadi Medan Tesis.Bagian Obstetri dan ginekologi FK USU, 1997.

Hutabarat H. Kematian maternal. Pidato pengukuhan Guru Besar tetap pada FK-USU.MOGI, 1981. Vol 7 : 5 – 33.

Ifenne D. et al. Improving the quality obstetric care at teaching hospital Zaria, Nigeria, Int J. of gynecol & obstet, 59 supl 2 (1997) : 37 - 46.

Kematian Ibu : Tragedi Yang Tidak Perlu Terjadi. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Jakarta, 1998.

Kirwin S. WHO Reafirms commitment to women’s health. BMJ, 1998 ; Vol. 316 : 1111 – 5.

Kusnawara Y. Kematian ibu karena perdarahan pos partum ditinjau dari audit maternal. KOGI XI, Denpasar. Bali, Juli 2000.

Leight B .et al, Improving emergency obstetric care at district hospital, Makeni. Sierra leone, IntJ of gynecol & obstet, 59, supl 2, 1997 : 55 – 6.

(32)

Maridin F. Siswosudarmo HR. Kematian perinatal di RS Sarjito tahun 1991 – 1995 analisa faktor resiko. MOGI. Vol 21 No 1, Januari 1997 : 7 – 15.

Maternal Health and safe motherhood programme. Safe motherhood assessment, Part V, Dummuy table for analysis and interpretation, 1999.

Mochtar R. Infeksi Nifas. Dalam Sinopsis Obstetri Jilid I. Ed 2. Editor Dr Lutan D. EGC. Jakarta 1998 : 413 – 7.

Noviardi. Kematian maternal di RSUD Pekan Baru. KOGI XI, Denpasar. Bali, Juli 2000. Nurul HA. Rekam medis terinterkoneksi sebuah cita cita, Internet, Medika on line,

Januari 2000.

Pedoman pelaksanaan perlindungan ibu secara terpadu paripurna menuju rumah sakit saying ibu. Depkes RI Dirjen Yanmed. Jakarta. 1996.

Piliang S. Kematian perinatal pada seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan tahun 1994. PIT X Ujung Pandang, Juli 1997.

Prawirohardjo S. Hanifa W. Kebidanan dalam masa lampau, kini dan kelak. Dalam buku ilmu kebidanan. Edisi 3. Wikyosastro H. (eds). YBPS. Jakarta, 1994 : 3 – 27. Profil Kesehatan Kabupaten Langkat tahun 2001. Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat.

Stabat, 2001.

Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2000. Kanwil Departement Kesehatan RI. Medan, 2000.

Safe motherhood : Successes and challenge outlook 1998, UNFPA. 16 : 1 – 3. Saifudin BA. Persalinan normal. Dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan

Maternal Dan Neonatal. JNPKKR – POGI. YBPS. Jakarta. 2000 : 100 – 21. Saifudin BA. Upaya Safwe motherhood. Dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan

Kesehatan Maternal dan Neonatal. JNPKKR-POGI. YBPS. Jakarta, 2000 : 3-10. Shah IH. Assesing ang monitoring reproductive health : Indicators and country

experience in : Puri C.P. Van look PFA ( Eds). Sexual and reproductive health – Recent advance. Future direction vol I. New age International (P) Limited. Publisher India, 2000 : 93 – 101.

Siddik D. Bantuan Penuh Kasus Kedaruratan Obstetri. PPKRM IWK FK USU, 1999 : 1-5 Simanjutak P. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RSPM. Bagian

Obstetri dan Ginekologi FK USU RSPM. Medan, 1993

Soejonoes A. Peran serta masyarakat dalam upaya menurunkan kematian maternal, MOGI. Vol 18. No 1, Januari 1992 : 3 – 18.

Suhadi A. Soejonoes A. Permasalahan kesehatan ibu hamil dirumah sakit kabupaten. MOGI. Vol 1,Januari 1990 : 27 – 38.

(33)

Sukadi S dkk. Profil kasus rujukan persalinan resiko tinggi di RSUP Manado periode 1 januari 1999 - 31 Desember 1999. Kumpulan makalah ilmiah KOGI 2000 Denpasar. Bagian obstetri dan ginekologi FK UNSRAT – RSUP. Manado, 2000. Surya PIG. dkk. Kematian ibu di bagian Obstetri dan ginekologi FK UNUD / RSUP

Denpasar. MOGI . Vol 7. No 4, Oktober 1981 : 283 – 9.

Suryanto E. Hakim M. Kematian maternal di RSUD Purworejo 1990 – 1995. MOGI. Vol 21. No1, Januari 1997 : 3 – 6.

Tanjung MT. Lumban RM. Daulay D. Tinjauan kematian Maternal Di RSIA Sri Ratu Medan selama 5 tahun (1995 –1999), KOGI XI, Denpasar Bali, Juli 2000.

Wisnuwardani. Konsep rumah sakit sayang bayi. MOGI. Vol 18. No 1, Januari 1992 : 19 – 31.

Gambar

Gambar 1. Peta Propinsi Sumatera Utara dengan skala 1 : 2.450.000.
Tabel I. Sebaran kasus persalinan normal dengan kasus kedaruratan obstetri.  Rumah Sakit
Tabel III. Hasil Penanganan Kasus Kedaruratan Obstetri
Tabel IV. Kematian bayi kasus kedaruratan obstetri.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil regresi data eksperimen dengan menggunakan model Langmuir dan Toth adalah 3,45% dan 2,72% untuk karbon aktif komersial dan 3,95% dan 2,78% untuk karbon aktif KT.. Kata

Sedangkan kegiatan / gebyar berhadiah yang dilakukan oleh pihak Galaxy Internasional retail / dan. sekaligus / sebagai tanda wujud syukur atas hari jadinya / merupakan

Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas ekstrak kelopak kenikir (Cosmos caudatus K.) sebagai pewarna alami pada mie basah,

[r]

Sementara itu, dari segi efek dan dampak yang ditimbulkan pada para pemakai narkoba dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan/jenis: 1) Upper yaitu jenis narkoba

Pengamatan dilakukan terhadap jumlah tanaman tumbuh dan jumlah tanaman dipanen, komponen pertumbuhan dan komponen hasil dari lima tanaman contoh (tinggi tanaman, jumlah

Maka ia tidak bisa menjadi: Tak satu pun dari manusia adalah manusia, atau menjadi Tidaklah sebagian manusia adalah binatang, sebab kedua proposisi ini

Tujuan dari penelitian tindakan kelas ( PTK ) ini adalah ingin mengetahui peningkatan hasil belajar IPA materi tata surya dengan menggunakan alat peraga pada siswa kelas VI SDN