• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Asal Usul dan Klasifikasi Domba

Domestikasi domba diperkirakan terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 9.000 – 11.000 tahun lalu. Sebanyak tujuh jenis domba liar yang dikenal terbagi dalam 40 varietas. Diantara varietas yang masih liar diperkirakan mempunyai andil pada ternak domba dewasa ini adalah Argali (Ovis ammon) dari Asia Tengah, Urial (Ovis vignei) juga dari Asia dan Mouflon (Ovis muimon) dari Asia Kecil dan Eropa. Pusat asal terjadinya domestikasi tampaknya di padang rumput Ario-Caspian, termasuk wilayah yang diduduki oleh Iran dan Irak dewasa ini. Domba menyebar dari Asia ke arah barat menuju Eropa dan Afrika dan ke arah timur ke daerah Sub-continent India, Asia Tenggara dan Oceania (Tomaszewska et al., 1993).

Domba domestikasi menurut Ensminger (1991) mempunyai sistematika sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Arthidactyla Famili : Bovidae Genus : Ovis

Spesies : Ovies Aries

Ciri khas domba domestikasi adalah memiliki tanduk yang berpenampang segitiga dan tumbuh melilit seperti spiral yang terdapat pada domba jantan. Bobot badan pada jantan lebih besar dibandingkan betina.

Bangsa Domba di Indonesia

Secara umum domba asli Indonesia diklasifikasikan ke dalam tiga jenis yaitu domba ekor tipis (Javanese thin tailed) atau domba lokal, domba ekor sedang atau domba Priangan (Priangan of West Java) yang dikenal dengan nama domba Garut dan domba ekor gemuk (Javanese fat tailed) (Mulyaningsih, 1990). Asal domba tersebut tidak diketahui pasti, diasumsikan bahwa domba ekor tipis berasal dari India, sedangkan domba ekor gemuk berasal dari Somalia-Arab (Williamson, 1993). Domba lokal yang ada di Indonesia sebagian besar (92,3%) tersebar di Pulau Jawa

(2)

dan Madura. Domba ekor tipis terdiri dari domba Jawa ekor tipis, domba Semarang ekor tipis, dan domba Sumatera ekor tipis. Domba ekor tipis ini didominasi oleh domba Jawa ekor tipis yang banyak terdapat di Jawa Barat. Domba ekor gemuk umumnya berada di Jawa Timur, Sulawesi, Lombok dan Madura, namun banyak ditemukan di Jawa Timur dan dikenal dengan nama domba Jawa ekor gemuk. Karakteristik sifat-sifat domba lokal Indonesia disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Sifat-sifat Domba Indonesia

Ekor Tipis Ekor Gemuk

Karakteristik

Jawa Semarang Sumatera Jawa

Warna putih, hitam,

cokelat

putih puting, cokelat

terang

putih Wool

Kualitas rendah rendah rendah rendah Tanduk Jantan Betina ada-besar tidak ada ada-medium tidak ada ada-medium tidak ada tidak ada tidak ada Musim kawin sepanjang tahun sepanjang tahun sepanjang tahun sepanjang tahun Sumber : Bradford dan Inounu (1996)

Domba Ekor Gemuk

Domba Ekor Gemuk (DEG) dikenal karena bentuk ekornya yang gemuk dan berkembang di daerah Jawa Timur, Madura, Lombok, Sumbawa, Kisar dan Sawa (Devendra dan McLeroy, 1982). Menurut Hardjosubroto (1994) domba ekor gemuk diduga berasal dari Asia Barat Daya yang dibawa oleh pedagang bangsa Arab pada abad ke-18. Sekitar tahun 1731-1779, pemerintah Hindia Belanda memutuskan mengimpor domba pejantan Kirmani dari Persia (Kirmani adalah nama lain domba ekor gemuk dari Iran). Belum diketahui dengan pasti apakah domba ekor gemuk yang ada di Indonesia merupakan keturunan dari domba-domba ini. Diwyanto (1982) menyatakan di Sulawesi terdapat domba ekor gemuk yang mempunyai ekor tidak terlalu gemuk dan disebut sebagai domba Donggala. Ekor yang tidak terlalu gemuk tersebut membuat domba Donggala termasuk dalam kategori domba ekor gemuk tipe ekor sedang.

(3)

Domba ekor gemuk yang terlihat di daerah Surabaya dan Situbondo serta di Desa Semiring juga memiliki ekor yang lebih kecil dibandingkan dengan yang ada di Pulau Madura. Besarnya ekor dari domba-domba yang ada di Pulau Madura memiliki kualitas terbaik dan pada umumnya berbentuk carrot (wortel) atau berbentuk strap (selempang) dan menggantung (Sutama, 1992). Domba Kisar diduga merupakan rumpun domba ekor gemuk yang telah lama dipelihara oleh masyarakat setempat. Domba kisar telah beradaptasi lama pada lingkungan setempat dengan populasi sekitar 7429 ekor (BPSPM, 2000). Karakteristik dan produktivitas domba kisar belum diteliti secara detail, tetapi ciri-ciri umum domba kisar antara lain pada domba jantan memiliki tanduk melingkar, sedangkan betina tidak bertanduk, memiliki warna bulu dominan putih dengan bercak hitam di bagian muka, leher, dan bagian tubuh lainnya, tapi ada juga penyimpangan warna, yaitu bercak coklat dan hitam seluruhnya (Salamena, 2006).

Domba ekor gemuk pada umumnya tidak bertanduk, tetapi ada beberapa domba jantan yang memiliki benjolan tanduk dan umumnya mempunyai telinga berukuran medium dengan posisi agak menggantung. Warna bulu domba ekor gemuk adalah putih, tidak bertanduk dan wolnya kasar. Warna bulu yang putih juga dapat mengurangi stres akibat panas. Bentuk tubuh domba ekor gemuk lebih besar daripada domba ekor tipis (Devendra dan Mcleroy, 1982). Mulyaningsih dan Hardjosubroto (1990) menyatakan bahwa karakteristik khas domba ekor gemuk adalah ekor yang besar, lebar dan panjang. Bagian pangkal ekor yang membesar merupakan timbunan lemak (cadangan energi), sedangkan bagian ujung ekor yang kecil tidak berlemak. Pada saat banyak pakan, ekor domba penuh dengan lemak sehingga terlihat ekornya membesar. Namun apabila keadaan pakan kurang, maka ekor domba tersebut akan mengecil karena cadangan energi pada ekornya dipergunakan untuk mensuplai energi yang dibutuhkan tubuh.

Domba ekor gemuk mempunyai suatu keistimewaan, yaitu kemampuannya dalam beradaptasi terhadap lingkungan kering (Mulyaningsih, 1990), dan juga terhadap lingkungan yang panas (Mason, 1980 dan Hardjosubroto, 1994). Domba ekor gemuk merupakan domba tipe pedaging dengan bobot badan pada jantan dewasa 40-60 kg, dan betina dewasa 25-35 kg. Ukuran tinggi badan pada jantan dewasa berkisar antara 60-65 cm, dan betina dewasa antara 52-60 cm

(4)

(Hardjosubroto, 1994). Sutama (1992) melaporkan bahwa pengembangan domba ekor gemuk meliputi daerah yang cukup luas dan umumnya mengarah ke wilayah Indonesia bagian timur dengan kondisi agroekosistem yang kering. Pertumbuhan domba ekor gemuk setelah sapih tergantung dari jumlah dan kualitas pakan yang dikonsumsi. Kisaran berat badan dewasa domba ekor gemuk cukup besar yaitu 20-78 kg dengan rataan 30,5 + 6,9 kg untuk jantan dan 27,2 + 4,7 kg untuk betina. Adanya variasi bobot badan yang besar ini akan memberi peluang yang besar untuk mengadakan seleksi terhadap domba ekor gemuk.

Domba Ekor Tipis

Domba ekor tipis merupakan ternak domba yang paling banyak populasinya dan paling luas penyebarannya. Domba ekor tipis merupakan domba asli Indonesia dan sering dikenal sebagai domba lokal atau domba kampong (Sumoprastowo,1987). Penyebaran domba ekor tipis menurut Hardjosubroto (1994) banyak terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Bahkan menurut Gatenby (1991) jumlah tertinggi di Asia Tenggara adalah terpusat di Jawa Barat.

Domba ini mempunyai tubuh yang kecil sehingga disebut domba kacang atau domba Jawa. Selain badannya yang kecil, ciri lainnya yaitu ekor relatif kecil dan tipis. Biasanya bulu badan berwarna putih, hanya kadang-kadang ada warna lain misalnya belang-belang hitam di sekitar mata, hidung, atau bagian lainnya. Domba betina umumnya tidak bertanduk sedangkan domba jantan bertanduk kecil dan melingkar (Einstiana, 2006). Bobot domba ekor tipis jantan yang telah dewasa antara 20-30 kg, sedangkan bobot betinanya adalah 15-20 kg. Domba ekor tipis termasuk golongan domba kecil dengan bobot potong sekitar 20-30 kg. warna bulunya putih dan biasanya memiliki bercak hitam disekeliling matanya, selain itu pola warna belangnya bervariasi mulai dari bercak, belang dan polos. Ekornya tidak menunjukkan adanya deposisi lemak, sehingga disebut domba ekor tipis (Hardjosubroto, 1994). Sodiq dan Abidin (2002) menambahkan bahwa domba jantan memiliki tanduk kecil dan melingkar, sedangkan domba betina tidak bertanduk. Berat badan domba jantan berkisar antara 30-40 kg dan domba betina 15-20 kg. Salah satu keunggulan domba ekor tipis adalah sifatnya yang prolifik, karena mampu melahirkan anak kembar.

(5)

Ukuran-ukuran Tubuh.

Penampilan seekor hewan adalah hasil dari suatu proses pertumbuhan yang berkesinambungan dalam seluruh hidup hewan tersebut. Setiap komponen tubuh mempunyai kecepatan pertumbuhan atau perkembangan yang berbeda-beda karena pengaruh genetik maupun lingkungan Diwyanto, 1982). Menurut Mulliadi (1996), ukuran permukaan dan bagian tubuh hewan mempunyai banyak kegunaan, karena dapat menaksir bobot badan dan karkas serta memberi gambaran bentuk tubuh hewan sebagai ciri suatu bangsa tertentu. Penggunaan ukuran-ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat memberikan gambaran eksterior seekor domba dan mengetahui perbedaan- perbedaan dalam populasi ternak ataupun digunakan dalam seleksi.

Pengaruh genetik dan lingkungan menyebabkan timbulnya keragaman pada pengamatan dalam berbagai sifat kuantitatif. Keragaman merupakan suatu sifat populasi yang sangat penting dalam pemuliaan terutama dalam seleksi. Seleksi akan efektif bila terdapat tingkat keragaman yang tinggi (Martojo, 1990). Ukuran permukaan tubuh hewan memiliki banyak kegunaan seperti untuk menaksir bobot badan dan memberi gambaran bentuk tubuh hewan sebagai ciri khas suatu bangsa (Doho, 1994). Menurut Devendra dan McLeroy (1982), ukuran tubuh dewasa pada domba lokal untuk betina adalah tinggi badan 57 cm, bobot badan 25-35 kg, sedangkan pada jantan tinggi badan mencapai 60 cm dan bobot badan 40-60 kg dengan rata-rata bobot potong 19 kg.

Indeks Morfologi

Keragaman sifat morfologi dapat terjadi karena adanya proses mutasi akibat seleksi, perkawinan silang atau bencana alam yang dapat berakibat hilang atau hanyutnya gen tertentu. Menurut Suparyanto et al. (1999), Populasi yang besar dengan tingkat keragaman yang cukup tinggi, baik dalam bangsa maupun antar bangsa menjadikan domba-domba di Indonesia beragam bentuk dan pola warnanya. Perbedaan bobot badan, struktur tubuh, pola warna bulu dan kepadatan wol adalah contoh karakteristik morfologis yang berlainan antar agroekosistem yang dapat dijadikan sebagai gambaran spesifikasi suatu bangsa ternak.

(6)

Alderson (1999) menyatakan bahwa satu pengukuran linear lebih relevan di dalam pertanian termasuk peternakan karena memberi pengaruh yang signifikan dari sistem peternakan pada pengukuran tubuh tertentu. Sistem pengukuran linear juga dapat memberikan penilaian kepada tipe sapi dan nilai keseluruhan pada hewan. Rasio bobot badan / tinggi badan dan lingkar badan / tinggi badan telah di usulkan sebagai perhitungan indeks dari jenis sapi (Knapp dan Cook, 1933) dan ini telah ditemukan oleh Guilbert dan Gregory (1952) menjadi sangat berhubungan dengan nilai pada sapi Hereford.

Penentuan Umur Domba

Faktor umur pada domba sangat penting diketahui karena berkaitan dengan program pemeliharaan domba, seperti pemilihan calon induk atau pemilihan bakalan domba yang akan digemukkan. Sebenarnya cara yang paling tepat dalam menentukan umur adalah dengan melihat catatan kelahiran domba tersebut. Namun ada cara lain untuk menentukan umur domba yaitu dengan melihat keadaan gigi geligi dari domba tersebut, seperti melihat keterasahannya gigi seri (bagian depan) dan pergantian (tanggalnya) gigi seri susu. Pendugaan umur domba berdasarkan gigi disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Pendugaan Umur Domba berdasarkan Pergantian Gigi Seri

Umur Penggantian Gigi Seri Kode Umur

Kurang dari 1 tahun Gigi seri masih utuh I0

1 – 1,5 tahun Gigi seri pasangan pertama tanggal dan berganti I1

1,5 – 2 tahun Gigi seri pasangan kedua tanggal dan berganti I2

2,5 – 3 tahun Gigi seri pasangan ketiga tanggal dan berganti I3

3,5 – 4 tahun Semua gigi seri susu sudah tanggal dan berganti I4

Lebih dari 4 tahun Semua gigi seri permanen sudah terasah / aus I5

Sumber : Devendra dan McLeroy (1982)

Lingkungan Domba

Produktivitas yang tinggi dari suatu ternak tidak terlepas dari pengaruh lingkungan tempat ternak tersebut hidup. Suhu, kelembaban udara dan curah hujan merupakan faktor penting dari iklim karena besar pengaruhnya terhadap produktivitas ternak baik secara langsung maupun tidak langsung. Suhu udara

(7)

yang tinggi dan konstan dapat menghambat metabolisme tubuh, mempengaruhi konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan. Ketinggian tempat juga mempengaruhi iklim, vegetasi tanaman serta kehidupan sosial masyarakatnya. Lebih lanjut Ramdan (2007) menyatakan bahwa peningkatan suhu dan kelembaban lingkungan dapat menyebabkan penurunan terhadap konsumsi pakan sehingga semakin tinggi suhu dan kelembaban udara pada suatu tempat cenderung menurunkan produktivitas ternak, produktivitas terutama pertambahan bobot badan yang lambat disebabkan oleh tidak efisiennya penggunaan energi untuk pertumbuhan, karena sebagian energi tersebut banyak digunakan untuk meningkatkan aktivitas fisiologis diantara respirasi.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Sifat-sifat Domba Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan akuifer dan lapisan litologi bawah permukaan daerah “x” Kabupaten Gorontalo dengan menggunakan metode Geolistrik

Peneliti akan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan masalah penelitian kepada rekan sejawat untuk kemudian dibandingkan dengan data yang diperoleh dari pihak Radio Swara

Pertumbuhan ekonomi adalah sebagian dari perkembangan kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan besarnya pertumbuhan produk domestik regional bruto perkapita (PDRB

Perbedaan dari hasil penelitian terdahulu dengan penelitian yang saya teliti sekarang yaitu, penelitian yang saya lakukan sekarang lebih ke banyaknya nasabah yang

Pada beberapa sungai besar yang berada di zona peman- faatan (Kali Sanen, Bandealit dan Suka- made) pada bulan Agustus menunjukkan kondisi aliran masih kontinyu dan keada- an

Email Anda tidak dapat diakses dan tidak ada nomor telepon pada Akun Anda, maka cara mengembalikan Facebook yang di-hack dalam kasus ini adalah pada halaman Reset Your

Setelah melakukan tahap uji coba pada website ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa website ini dapat membantu pengguna memperoleh informasi mengenai hewan punah dan terancam

Dengan kata lain, makna miskin mengandung konteks serba terbatas dalam berbagai aspeknya dan yang cukup menonjol adalah aspek keterbatasan dalam mengakses