• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KONSENTRASI ZAT PENGATUR TUMBUH DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT STEK TEH (Camellia sinensis L)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KONSENTRASI ZAT PENGATUR TUMBUH DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT STEK TEH (Camellia sinensis L)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENGARUH KONSENTRASI ZAT PENGATUR TUMBUH DAN LAMA

PERENDAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT STEK TEH

(Camellia sinensis L)

Sutrisno1)

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi

sfaqotzz@yahoo.com

Memet Hikmat2)

Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi

irhmemethikmat@gmail.com Rakhmat Iskandar3)

Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi

rais_riska56@yahoo.co.id

Jln. Siliwangi No. 24 Kotak Pos 164 Tasikmalaya 46115 Tlp: (0265) 330634 Fax: (0265) 325812

Website: www.unsil.ac.id E-mail: info@unsil.ac.id

ABSTRACT

The experiment was conducted in the Banyuasih, Taraju, Tasikmalaya. Andosol soil type with ± 800 meters altitude above the sea level. The study was conducted in July to October 2013. The experimental design used was a randomized block design ( RAK ) factorial with two factors repeated three times, each replicate consisting of 9 treatment combinations. The first factor is the concentration of growth regulators Atonik ( Z ) which consists of three levels that are: z1: 0.15 cc/L of water, z2: 0.25 cc/L of water, z3: 0.35 cc/L of water . The second factor is the length of immersion ( P ) which consists of three levels that are: p1 : 10 minutes, p2 : 15 minutes, p3 : 20 minutes . The results showed no interaction between the administration of growth regulator concentration and immersion time on the parameters of the number of leaves, stem diameter, root length, root volume, root dry weight, and dry weight of shoots. Independently concentration of growth regulator Z2 ( 0.25 cc/L ) resulted in the highest shoot height growth.

Keyword : Growing Regulator Substances, Immersion Time, Tea. ABSTRAK

Percobaan ini dilaksanakan di Kampung Banyuasih, Desa Banyuasih , Kecamatan Taraju, Kabupaten Tasikmalaya. Jenis tanah Andosol dengan ketinggian tempat ± 800 meter di atas permukaan laut. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober tahun 2013. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial dengan diulang tiga kali, tiap ulangan terdiri dari 9 kombinasi perlakuan. Faktor pertama konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Atonik (Z) yang terdiri dari tiga taraf yaitu: z1 : 0,15 cc/L air, z2 : 0,25 cc/L air, z3 : 0,35 cc/L air. Faktor kedua adalah lama perendaman (P) yang terdiri dari tiga taraf yaitu: p1 : 10 menit, p2 : 15 menit, p3 : 20 menit. Hasil percobaan menunjukkan tidak terjadi interaksi antara pemberian konsentrasi zat pengatur tumbuh dan lama perendaman terhadap parameter jumlah daun, diameter tunas, panjang akar, volume akar, berat kering akar, dan berat kering tunas. Secara mandiri konsentrasi zat pengatur tumbuh Z2 (0,25 cc/l) menghasilkan pertumbuhan tinggi tunas tertinggi.

(2)

2 PENDAHULUAN

Tanaman teh (Camellia sinensis L.) merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mempunyai peran cukup penting dalam perekonomian di Indonesia. Karena teh merupakan salah satu komoditi ekspor Indonesia yang menghasilkan devisa bagi negara sesudah minyak dan gas (Nanang Yusroni, Ratna Kusumawati, Khanifah, 2012).

Teh dikenal penduduk Indonesia sebagai minuman penyegar, karena daun teh mengandung zat-zat yang berguna bagi tubuh, diantaranya polifenol, teofilin, teobromin, flavonoid, vitamin C, vitamin E, katekin, kafein, serta beberapa mineral. Jadi selain sebagai minuman penyegar, teh juga diminati karena manfaatnya yang baik bagi tubuh. Teh juga mampu menetralisir radikal bebas, yaitu suatu produk sampingan dari proses kimiawi dalam tubuh yang mengganggu.

Salah satu usaha untuk meningkatkan produktifitas tanaman teh, tentunya sangat didukung dengan adanya penyediaan bibit, pembiakan secara vegetatif yang paling umum dilakukan pada tanaman teh adalah stek. Stek adalah proses perbanyakan tanaman dengan bagian vegetatif, bila ditempatkan pada kondisi yang optimum akan menjadi tanaman lengkap (Hartman dan Kester, 1983).

Dalam upaya mempercepat pertumbuhan tunas dan perakaran dapat dilakukan dengan penambahan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dan dilakukan perendaman stek dengan beberapa perlakuan sebelum penanaman. ZPT seringkali dilakukan untuk mengoptimalkan pertumbuhan vegetatif dan reproduktif tanaman. Salah satu senyawa sintetis yang mengandung beberapa hormon auksin, sitokinin, giberelin yang diperdagangkan adalah Atonik. Manurung (1985) menyatakan bahwa peningkatan produksi tanaman dapat dilakukan melalui teroboson tekhnologi konvensional yang belum diusahakan secara intensif seperti penggunaan ZPT.

Atonik merupakan salah satu hormon tumbuh atau zat pengatur tumbuh yang berwujud cair berwarna coklat dengan bahan utama berupa kompleks aromatik nitrogen yang memiliki rumus C6H4ONaNO2. Bahan penyusun atonik terdiri atas unsur Natrium dan Fenol (Suhartini Halidah, 1993).

Zat pengatur tumbuh yang diberikan mampu membantu zat pengatur tumbuh yang ada pada tanaman, sebab jika ZPT yang ada pada tanaman dalam jumlah sedikit maka ZPT Atonik dapat mendukung memodifikasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Kusnu Suwandi, 1987).

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dilakukan penelitian tentang konsentrasi zat pengatur tumbuh dan lama perendaman terhadap pertumbuhan bibit stek teh (Camellia sinensis L).

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendapatkan konsentrasi zat pengatur tumbuh dan lama perendaman yang tepat terhadap pertumbuhan bibit stek teh.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Desa Banyuasih, Kecamatan Taraju, Kabupaten Tasikmalaya, dengan jenis tanah Andosol, ketinggian tempat ±800 meter di atas muka laut. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2013.

(3)

3 Bahan dan Alat Percobaan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah bibit stek klon GMB4, Atonik, Dithane M-45, Tawas, TSP, KCl, tanah, air.

Alat yang digunakan adalah polibag 20 cm x 12 cm dengan tebal 0,04 mm, cangkul, plastik sungkup, bambu, tali rapia, meteran, timbangan analitik, penggaris, jangka sorong, gelas ukur, ember, pisau, gunting stek, alat tulis dan papan nama.

Metode Percobaan

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah pola eksperimental, sedangkan rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial dua faktor dengan diulang tiga kali, tiap ulangan terdiri dari 9 kombinasi perlakuan.

Faktor pertama konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Atonik (Z) yang terdiri dari tiga taraf yaitu:

z1 = 0,15 cc/L air z2 = 0,25 cc/L air z3 = 0,35 cc/L air

Faktor kedua adalah lama perendaman (P ) yang terdiri dari tiga taraf yaitu: p1= 10 menit

p2 = 15 menit p3 = 20 menit Pengamatan

Pengamatan Penunjang

Pengamatan ini dilakukan meliputi pengamatan yang datanya tidak diuji secara statistik yaitu meliputi tumbuhan pengganggu (gulma), analisis tanah, serangan hama penyakit dan data curah hujan dari daerah tempat penelitian.

Pengamatan Utama a. Tinggi Tunas

Pengamatan tinggi tunas diukur mulai pangkal tunas sampai titik tumbuh tertinggi dari dari tanaman tersebut. Nilainya dihitung dari rata-rata tinggi tunas setiap sampel dalam satu plot. Pengamatan pengukuran dilakukan setelah tanaman berumur 12 minggu setelah tanam.

b. Jumlah Daun

Jumlah daun yang dihitung yaitu daun yang sudah terbentuk setelah penanaman, tidak termasuk satu lembar daun asal. Nilai dihitung dari rata-rata jumlah sampel setiap plot. Penghitungan dilakukan setelah 12 minggu setelah tanam.

c. Diameter Tunas

Pengamatan pengukuran diameter batang tunas stek dilakukan dengan menggunakan jangka sorong pada batang stek dengan tinggi 1 cm dari pangkal tunas, nilai dihitung dari rata-rata jumlah sampel setiap plot. Pengukuran dilakukan setelah 12 minggu setelah tanam.

(4)

4 d. Volume Akar

Perhitungan volume akar dilakukan terlebih dahulu dengan membongkar stek secara hati-hati untuk mencegah rusak dan putusnya akar, kemudian dicuci sampai tanah yang menempel pada akar hilang untuk memudahkan perhitungan. Pengamatan dilakukan dengan cara memasukan akar kedalam gelas ukur dan kenaikan air nya dihitung pada setiap stek yang dijadikan sampel dalam satu plot.

e. Panjang Akar

Pengamatan panjang akar dilakukan terlebih dahulu dengan membongkar stek secara hati-hati untuk mencegah putusnya akar, kemudian dicuci sampai tanah yang menempel pada akar hilang untuk memudahkan pengukuran. Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur dari leher akar sampai dengan ujung akar terpanjang, akar yang diukur diambil dari tanaman sampel dalam setiap plot.

f. Bobot Kering Tunas

Pengukuran bobot kering bagian atas dilakukan dengan terlebih dahulu membongkar tanaman secara hati-hati, dicuci sampai bersih. Tunas dipotong dari permukan tunas, selanjutnya dibungkus dengan kertas kemudian masukan kedalam oven selama 2 jam dengan suhu 1000. Setelah selesai pengovenan selanjutnya dilakukan penimbangan dengan menggunakan timbangan analitik.

g. Bobot Kering Akar

Pengukuran bobot kering bagian bawah dilakukan dengan terlebih dahulu memotong bagian pangkal akar kemudian dibungkus dengan kertas selanjutnya masukan kedalam oven selama 2 jam dengan suhu 1000. Dan selanjunya dilakukan penimbangan dengan menggunakan timbangan analitik.

h. Nisbah Pupus Akar

Pengukuran dilakukan dengan cara membandingkan bobot kering pupus (tunas) terhadap bobot kering akar yang dilakukan pada akhir percobaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan

Pengamatan Penunjang

Berdasarkan peta tanah tinjau dari laboratorium uji tanah Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi (2013) jenis tanah tempat percobaan termasuk jenis Andosol berdasarkan hasil analisis tanah diketahui bahwa tanah tempat percobaan bahwa pH masam (5,20); kadar nitrogen sangat tinggi (0,78 %), kadar P rendah (18 mg/100 g), kadar Kalium rendah (15 mg/100 g), C/N sangat rendah (0,64), kadar C-Organik sangat rendah (0,50%). Hasil analisis tanah dapat di lihat pada lampiran 6.

Pengamatan di lapangan terlihat tunas mulai tumbuh pada awal minggu ke enam, pertumbuhan tunas mulai terlihat meskipun tidak serempak, dilakukan pengaturan kerapatan naungan sinar matahari yang masuk kedalam persemaian diusahakan hanya 25-30 %, diamati untuk menghindari terpaan angin terhadap hamparan paku andam yang digunakan sebagai atap naungan. Menurut Zuhdi Sri Wibowo (1997), Penentuan intensitas sinar matahari yang masuk diatur atas dasar presentase luas lubang atap dan penghalangnya, naungan yang terlalu jarang dan sinar masuk lebih dari 30 % akan memacu pertumbuhan tunas, pertumbuhan akar

(5)

5 akan terhambat bahkan tidak akan tumbuh sama sekali, kemudian diikuti pertumbuhan kalus, sebaliknya apabila naungan terlalu rapat dan gelap akan menghambat pertumbuhan tunas bahkan menyebabkan busuk pada tangkai dan ketiak daun.

Selama penelitian berlangsung di dalam naungan dilakukan pemeliharaan diantaranya; 1). Embun didalam sungkup dibersihkan (keprik) setiap pagi, bertujuan untuk penyiraman pada bekongan; 2). Sungkup plastik harus diusahakan rapat, yang bocor segera ditambal dengan selotip dan dijaga kebocoran dari sisi bedengan; 3). Genangan-genangan air di atas sungkup plastik dibuang; 4). Memperbaiki saluran air dalam bedengan agar drainase tetap baik; 5). Gulma yang tumbuh selama penelitian berlangsung diantaranya yaitu babadotan

(Ageratum Conyzoides), teki (cyperus rotundus), kakawatan (Cynodon dactylon L.),

penyiangan dilakukan pada saat-saat tertentu. Pengamatan Utama

1. Tinggi Tunas, Diameter Tunas dan Jumlah Daun.

Pengamatan pada parameter tinggi tunas, diameter tunas dan jumlah daun dilakukan setelah bibit berumur 12 minggu setelah tanam. Hasil uji statistik menunjukan bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi antara konsentrasi ZPT dengan lama perendaman stek terhadap rata-rata tinggi tunas, diameter tunas dan jumlah daun pada umur 12 minggu setelah tanam (mst). Hasil uji statistik dapat terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh dan Lama Perendaman terhadap rata-rata Tinggi Tunas, Diameter Tunas dan Jumlah Daun pada umur 12 minggu setelah tanam.

Perlakuan Tinggi Tunas

(cm) Diameter Tunas (mm) Jumlah Daun (helai) Konsentrasi ZPT Z1 (0,15 cc/l) 6,82 a 2,13 a 2,80 a Z2 (0,25 cc/l) 8,44 b 2,26 a 3,16 a Z3 (0,35 cc/l) 6,87 a 2,16 a 2,82 a Lama Perendaman P1 (10 menit) 7,82 a 2,21 a 2,98 a P2 (15 menit) 7,31 a 2,21 a 2,96 a P3 (20 menit) 7,01 a 2,13 a 2,84 a

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama pada masing-masing perlakuan menunjukan tidak berbeda nyata menurut uji jarak Berganda Duncan taraf nyata 5 %.

Pada Tabel 1 terlihat bahwa secara mandiri konsentrasi ZPT berpengaruh terhadap tinggi tunas, dimana pada perlakuan Z2 (0,25 cc/L) menghasilkan tinggi tunas tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sedangkan pada perlakuan lama perendaman tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap tinggi tunas. Hal ini diduga karena pemberian konsentrasi zat pengatur tumbuh dengan konsentrasi 0,25 cc/L, dapat mendorong pertumbuhan akar sehingga penyerapan hara lebih efektif. Koesriningrum dan Haryadi (1973), menyatakan bahwa stek batang dengan kandungan karbohidrat yang cukup dan kandungan nitrogen tinggi dapat merangsang pertumbuhan tunas yang kuat.

Konsentrasi zat pengatur tumbuh antara 0,15 cc/L sampai dengan 0,35 cc/L dan lama perendaman 10 menit sampai 20 menit tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter tunas dan jumlah daun. Hal ini diduga pemberian konsentrasi berlebih ataupun konsentrasi yang diberikan kurang. Konsentrasi yang berlebih dapat menghambat pertumbuhan, dan konsentrasi yang kurang dapat atau belum memberikan pertumbuhan yang optimal. Pada perlakuan lama perendamanpun belum ditemukan waktu yang tepat untuk proses masuknya IAA ke dalam sel tanaman melalui proses absorbsi yang terjadi di seluruh

(6)

6 permukaan stek batang tanaman teh sehingga pengamatan pada parameter diameter tunas maupun jumlah daun tidak menunjukan hasil yang berbeda.

Menurut Sri Setyati Haryadi (1993), bahwa pertumbuhan dan perkembangan tanaman selain dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh yang ada dalam tanaman tersebut ataupun zat pengatur tumbuh yang diberikan dari luar, tetapi dipengaruhi oleh ada dan tidaknya kandungan kambium yang memungkinkan terjadinya pertumbuhan diameter tunas, akan tetapi tanaman yang diteliti ini termasuk tanaman tahunan yang dalam proses pengamatan memerlukan waktu yang tidak singkat, sehingga diameter tunas maupun jumlah daun tidak nampak signifikan.

2. Panjang Akar dan Volume Akar

Hasil uji statistik menunjukan tidak terjadi interaksi antara konsentrasi ZPT dengan lama perendaman terhadap panjang akar dan volume akar. Demikian pula secara mandiri konsentrasi ZPT dan lama perendaman tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap panjang akar dan volume akar. (Tabel 5).

Tabel 2. Pengaruh Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh dan Lama Perendaman terhadap rata-rata Panjang akar dan Volume akar pada umur 12 minggu setelah tanam.

Perlakuan Panjang Akar (cm) Volume Akar (ml) Konsentrasi ZPT Z1 (0,15 cc/l) 15,43 a 1.34 a Z2 (0,25 cc/l) 16,11 a 1.33 a Z3 (0,35 cc/l) 15,38 a 0.95 a Lama Perendaman P1 (10 menit) 16,91 a 1,29 a P2 (15 menit) 15,93 a 1,37 a P3 (20 menit) 14,08 a 0,96 a

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama pada masing-masing perlakuan menunjukan tidak berbeda nyata menurut uji jarak Berganda Duncan taraf nyata 5 %.

Pada Tabel 2 terlihat bahwa pemberian ZPT pada konsentrasi 0,15 cc/L sampai 0,35 cc/L dan lama perendaman 10 menit sampai dengan 20 menit belum memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini diduga pemberian konsentrasi berlebih ataupun konsentrasi yang diberikan kurang. Konsentrasi yang berlebih dapat menghambat pertumbuhan, dan konsentrasi yang kurang dapat atau belum memberikan pertumbuhan yang optimal. Pada perlakuan lama perendamanpun belum ditemukan waktu yang tepat untuk proses masuknya IAA ke dalam sel tanaman melalui proses absorbsi yang terjadi di seluruh permukaan stek batang tanaman teh sehingga pengamatan pada parameter panjang akar maupun volume akar tidak menunjukan hasil yang berbeda.

Terlihat pada Tabel 2 di atas konsentrasi maupun lama perendaman tidak memberikan pengaruh terhadap semua parameter yang diamati, tetapi dapat terlihat perbedaan pertumbuhan antara tinggi tunas (Tabel 1) dan panjang akar yang lebih panjang ini menunjukan pertumbuhan akar lebih merespon serempak dan menyerap unsur hara yang tersedia lebih banyak oleh pertumbuhan akar, adanya penambahan konsentrasi zat pengatur tumbuh dan lama perendaman dengan banyaknya unsur hara menyebabkan pertumbuhan akar dapat serempak. Pengamatan pada parameter volume akar pada Tabel 5 diatas terlihat selisih yang berbeda tetapi tidak memberikan hasil yang signifikan. Pertumbuhan akar terlihat lebih cepat bila dibandingkan dengan pertumbuhan tunas dari hasil pengamatan di lapangan.

(7)

7 Proses konsentrasi zat pengatur tumbuh dan lama perendaman tidak berpengaruh terhadap parameter panjang akar maupun volume akar, ini diduga dengan adanya zat pengatur tumbuh yang belum diketahui konsentrasi yang tepat. Begitupun dengan adanya lama perendaman tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan panjang akar maupun volume akar.

Respon zat pengatur tumbuh berkaitan erat dengan konsentrasinya, pada konsentrasi yang tepat akan dapat mengatur proses fisiologis tanaman sehingga akan dapat merangsang proses pertumbuhannya, sedangkan pada tingkat konsentrasi yang tinggi justru akan dapat menghambat proses pertumbuhan tanaman. Permulaan pertumbuhan akar tidak hanya pipengaruhi oleh auksin saja, tetapi dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh lain seperti sitokinin, gibberellin dan sejumlah kofaktor pembentukan akar lainnya, akan tetapi auksin mempunyai pengaruh besar. Pembelahan sel-sel dari permulaan akar yang pertama tergantung pada auksin alami maupun yang diberikan dari luar (Hartmann dan Kester, 1983).

Wattimena (1988), menyatakan bahwa pemberian zat pengatur tumbuh pada jumlah yang optimum akan merangsang aktivitas auksin dan pembelahan sel pada jaringan meristimatik sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan. Proses utama yang dirangsang auksin terhadap pertumbuhan vegetatif adalah pembelahan sel, pembesaran sel dan deferensiasi sel yang meliputi pembentukan akar.

Hal ini sejalan dengan pendapat Danoesastro (1976), menyatakan bahwa zat pengatur tumbuh berpengaruh terhadap proses fisiologi dan biokimia tanaman. Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa yang terdiri dari senyawa aromatik dan yang bersifat asam. Dalam pemberiannya harus diperhatikan konsentrasi yang digunakan, jika konsentrasinya terlalu tinggi dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan bahkan kematian bagi tanaman. 3. Bobot Kering Tunas, Bobot Kering Akar dan Nisbah Pupus Akar

Hasil uji statistik terhadap bobot kering tunas dan bobot kering akar menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi ZPT pada berbagai lama perendaman tidak berinteraksi nyata, demikian pula efek mandiri konsentrasi ZPT dan lama perendaman tidak berpengaruh nyata (Tabel 3).

Tabel 3. Pengaruh Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh dan Lama Perendaman terhadap rata-rata Bobot Kering Tunas, Bobot Kering Akar dan Nisbah Pupus Akar pada umur 12 minggu setelah tanam.

Perlakuan Bobot Kering Tunas (g)

Bobot Kering Akar (g) Nisbah Pupus Akar Konsentrasi ZPT Z1 (0,15 cc/L) 0,23 a 0,27 a 0,85 a Z2 (0,25 cc/L) 0,27 a 0,32 a 0,84 a Z3 (0,35 cc/L) 0,22 a 0,25 a 0,88 a Lama Perendaman P1 (10 menit) 0,24 a 0,29 a 0,83 a P2 (15 menit) 0,27 a 0,30 a 0,90 a P3 (20 menit) 0,21 a 0,25 a 0,84 a

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama pada masing-masing perlakuan menunjukan tidak berbeda nyata menurut uji jarak Berganda Duncan taraf nyata 5 %.

Pada Tabel 3 terlihat bahwa pemberian konsentrasi zat pengatur tumbuh antara 0,15 cc/L sampai dengan 0,35 cc/L dan lama perendaman 10 menit sampai 20 menit tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini diduga bahwa pemberian konsentrasi berlebih ataupun konsentrasi yang diberikan kurang. Konsentrasi yang berlebih dapat menghambat

(8)

8 pertumbuhan, dan konsentrasi yang kurang dapat atau belum memberikan pertumbuhan yang optimal. Pada perlakuan lama perendamanpun belum ditemukan waktu yang tepat untuk proses masuknya IAA ke dalam sel tanaman melalui proses absorbsi yang terjadi di seluruh permukaan stek batang tanaman teh sehingga pengamatan pada parameter bobot kering tunas maupun bobot kering akar tidak menunjukan hasil yang berbeda.

Sri Setyati Harjadi (1991) menyatakan bahwa sistem perakaran yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ke atas yaitu tanaman bertambah tinggi, lalu kebagian samping (pembesaran kambium) dan daun bertambah banyak (tempat terjadinya fotosintesis) yang akhirnya akan bertambah pula bobot keringnya baik bobot kering tunas maupun bobot kering akar.

Menurut Soeharsono (1985), pembentukan akar ditentukan oleh keberadaan daun dan tunas yang telah terbentuk. Pembentukan akar mula-mula terjadi karena adanya pergerakan auksin, karbohidrat dan kofaktor (zat-zat yang berinteraksi dengan auksin) baik dari tunas maupun daun. Dengan demikian berat kering akar yang tidak berbeda pada perlakuan lama perendaman, dipengaruhi oleh terbentuknya daun yang tidak berbeda pula. Sedangkan menurut Iskandar (1990), berkurangnya karbohidrat disebabkan adanya proses respirasi dalam bahan tanaman yang berfungsi untuk menyelengarakan proses kehidupan pada tanaman.

Nisbah pupus akar (NPA) merupakan perbandingan bobot kering bagian pupus (tunas) dan akar tanaman. Nilai NPA dalam percobaan ini menunjukkan bahwa nilai yang didapat yaitu kurang dari satu (1) terlihat pada Tabel 6, ini menunjukkan bahwa pertumbuhan akar lebih merespon dibandingkan dengan pertumbuhan tunas. Terlihat pada percobaan ini didapat sistem perakaran yang kokoh dan luas yang memungkinkan untuk mendapatkan unsur hara dengan lebih baik. Pertumbuhan akar yang optimal tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan bagian pupusnya, karena energi yang digunakan untuk keperluan tersebut diperoleh dari hasil fotosintesis yang terjadi di bagian pupus.

Tidak terdapat interaksi antara faktor konsentrasi dan lama perendaman terhadap pertumbuhan tunas dan akar Camellia sinensis L. Hal ini diduga karena proses absorbsi IAA yang masuk ke dalam sel sudah mencapai keadaan yang seimbang (jumlah IAA di luar sel dan di dalam sel sama), sehingga penambahan waktu perendaman tidak dapat meningkatkan jumlah IAA ke dalam stek. Sel tumbuhan akan mengalami pembengkakan jika air atau cairan masuk secara osmosis, namun jika konsentrasi cairan disekitar sel tumbuhan isotonis maka air tidak akan masuk kembali ke dalam sel (Campbell, Reece dan Mithcell, 2002 ).

KESIMPULAN

Tidak terjadinya interaksi antara konsentrasi zat pengatur tumbuh dan lama perendaman terhadap pertumbuhan bibit stek teh klon GMB 4 di dalam pembibitan.

Pemberian ZPT Atonik pada konsentrasi konsentrasi 0,25 cc/L menghasilkan tinggi tunas tertinggi (8,44 cm) pada umur 12 mst.

Perlakuan Lama Perendaman tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap semua parameter.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N.A., J.B, Reece., L.G, Mithcell, 2002. Biologi. Alih Bahasa : Wasmen Manalu. Erlangga. Jakarta.

(9)

9 Danoesastro, H. 1976. Zat Pengatur Tumbuh Dalam Pertanian. Yayasan Pembina Fakultas

Pertanian UGM Yogyakarta.

Hartanto Nugroho, Purnomo, Issirep Sumardi. 2005. Struktur dan Perkembangan Tumbuhan. Penerbit Penebar Swadaya. Depok.

Hartman. H. T, and D.E. Kester. 1983. Plant Propagation Principles and Practice (4th ed.) . Prentice Hall Inc.New York.

Iskandar, W. 1990. Aneka Melipatgandakan Tanaman. Tirta Unggul. Semarang.

Koesriningrum dan S.S. Hardjadi. 1973. Pembiakan vegetatif. Institut Pertanian Bogor. Kusnu Suwandi. 1987. Pengaruh Atonik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tebu

dilahan kering. PT. Perkebunan Perseroan Terbatas 1998.

Manurung, S. O. 1985. Penggunaan Hormon dan Zat Pengatur Tumbuh Pada Tanaman Kedelai. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Bogor.

Nanang Yusroni, Ratna Kusumawati, Khanifah. 2012.Kajian ekonomi industri pada usaha produksi perkebunan teh rakyat di Indonesia. Universitas Wahid Hasyim. Semarang. Soeharsono. 1985. Perkembangan Vegetatif Cara Konvensional. LPP. Yogyakarta.

Sri Setyati Hardjadi, 1991. Pengantar Agronomi. PT. Gramedia. Jakarta. Sri Setyati Hardjadi, 1993. Pengantar Agronomi. PT. Gramedia. Jakarta.

Suhartini Halidah. 1993. Pengaruh media hormon dan pupuk terhadap pertumbuhan bibit Kakao. Jurnal Penelitian Kehutanan Vol. VII No.2 Maret 1993.

Wattimena, G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman.: PAU IPB Bogor

Zuhdi Sri Wibowo. 1997. Petunjuk kultur teknis tanaman teh. Asosiasi penelitian Perkebunan Indonesia. PPTK Gambung, Bandung.

Gambar

Tabel 1.  Pengaruh  Konsentrasi  Zat  Pengatur  Tumbuh  dan  Lama  Perendaman  terhadap  rata-rata  Tinggi  Tunas,  Diameter  Tunas  dan  Jumlah  Daun  pada  umur 12 minggu setelah tanam
Tabel 2.  Pengaruh  Konsentrasi  Zat  Pengatur  Tumbuh  dan  Lama  Perendaman  terhadap  rata-rata  Panjang  akar  dan  Volume  akar  pada  umur  12  minggu  setelah tanam
Tabel 3.  Pengaruh  Konsentrasi  Zat  Pengatur  Tumbuh  dan  Lama  Perendaman  terhadap  rata-rata  Bobot  Kering  Tunas,  Bobot  Kering  Akar  dan  Nisbah  Pupus Akar pada umur 12 minggu setelah tanam

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahuinya, seorang guru perlu melakukan tahap identifikasi dan asesmen terhadap anak yang diduga anak berkebutuhan khusus, sehingga dapat memberikan layanan yang

Siswa melakukan verikasi data rekam jejak prestasi akademik yang diisikan oleh Kepala Sekolah dengan menggunakan NISN dan password yang diberikan oleh Kepala Sekolah.. Bagi siswa

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka masalah penelitian yaitu: Apakah dengan penggunaan model pemecahan masalah dalam pembelajaran fisika

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) perbedaan motivasi belajar siswa antara ke- lompok siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran STAD bermedia video

[r]

Yang mengindikasikan bahwa semakin besar belanja daerah yang di keluarkan oleh pemerintah pada bidang pendidikan ini maka akan semakin besar juga tingkat partisipasi sekolah

Penggunaan waktu standar 50 menit yang dianjurkan oleh WHO dan Kementrian Kesehatan yang dipakai sebagai variabel dependen dalam penelitian ini memberikan hasil yang sesuai dengan

Serta peran guru ekonomi yang senantiasa membantu peneliti jika menghadapi kesulitan ketika sedang mengajar dan tentu saja karakteristik para siswa yang mampu