GAMBARAN PENERAPAN POLA KEMITRAAN
AGRIBISNIS SAYURAN DI JAWA BARAT
Pengertian Pola Kemitraan sebagai Suatu Inovasi
Konsep kemitraan mengacu pada konsep kerjasama antara usaha kecil
dengan usaha menengah atau usaha besar disertai pembinaan, dengan
mempe rhatikan prinsisp saling menguntungkan dan memperkuat. Pola kemitraan
adalah bentuk-bentuk kerjasama antara usaha kecil dan usaha menengah atau
usaha besar. Pola kemitraan sebagai suatu inovasi mengandung pengertian
bahwa telah terjadi proses pembaharuan (inovasi=sesuatu yang baru) terhadap
pola kemitraan dalam banyak hal. Artinya pola kemitraan bukan sesuatu yang
baru sama sekali di dunia petani, tetapi telah mengalami proses perubahan dari
waktu ke waktu hingga saat ini.
Proses kerjasama antar petani, antara petani dengan pedagang
pengumpul, dan antara petani dengan kios saprodi telah terjadi sejak lama.
Proses kerjasama tersebut yang kemudian disebut sebagai proses bermitra.
Pada awalnya, proses tersebut berlangsung tanpa ada sesuatu aturan formal,
semua didasari oleh rasa percaya antar pelaku. Wilayah yang terbatas dalam
suasana interaksi yang intensif, saling kenal dengan baik satu sama lain,
membuat proses bermitra berjalan dengan kontrol sosial antar pelaku.
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
bertambahnya jumlah pelaku bisnis sayuran, dan wilayah kerjasama yang
semakin luas, maka proses kerjasama tersebut pun berkembang. Perkembangan
inovasi pola kemitraan tersebut berbeda-beda sesuai dengan kondisi
masyarakatnya, atau sesuai dengan kultur dan struktur masyarakatnya. Bila
dilihat dari sisi pengorganisasian kegiatan -kegiatan dalam bisnis sayuran, maka
pola kemitraan tersebut dapat di kelompokkan pada cara -cara pengorganisasi
yang informal yang tradisional sampai cara-cara formal yang modern. Hal ini
akan dijelaskan lebih rinci pada bab terakhir dari tulisan ini.
Deskripsi tentang penerapan pola kemitraan agribisnis sayuran di Jawa
Barat didasarkan pada data lapangan yang diperoleh selama penelitian, dan juga
data sekunder yang diperoleh dari penelusuran pustaka maupun internet. Berikut
adalah gambaran beberapa perusahaan agribisnis di Jawa Barat yang
menerapkan pola kemitraan.
75
Pacet Segar
Deskripsi Umum
Pacet Segar (PS) adalah sebuah perusahaan keluarga yang melakukan
kegiatan bisnis di bidang budidaya dan pemasaran sayuran dataran tinggi. PS
terletak di jalan raya Ciherang – Cianjur, kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur,
Propinsi Jawa Barat. Pacet Segar saat ini menjadi salah satu perusahaan
agribisnis yang berperan sebagai suplier sayuran segar ke
supermarket-supermarket, dan restoran-restoran terkemuka di Jawa Barat seperti Mc Donal,
Hero, dll.
PS melakukan kegiatan budidaya dan bermitra dengan petani sekitar
pada tahun 1980 -1985. Produk yang dibudidayaka n sendiri terutama adalah
paprika, sedangkan produk yang dibudidayakan oleh petani mitranya adalah
produk unggulan daerah sekitar yaitu: wortel, bawang daun dan seledri kecil.
Untuk memenuhi permintaan akan sayuran yang terus meningkat, PS
menambah jumlah petani mitra di Lembang - Bandung te rutama untuk budidaya
sayuran lettuce (Lactuca sativa). Karena selain memanfaatkan potensi wilayah
Lembang untuk sayuran lettuce (Lactuca sativa)
, biaya produksi untuk di daerah
Puncak-Cipanas sangat tinggi terutama sewa lahan dan biaya tenaga kerja.
Perusahaan PS dalam menjalankan bisnisnya melakukan perencanaan
produksi dengan pola tanam yang berorientasi pada pasar, di sisi lain juga
melayani bimbingan teknis budidaya dan pemasaran kepada petani sekitar lokasi
usaha PS dan petani lain yang membutuhkan.
Beberapa pertimbangan PS melakukan kemitraan antara lain : (1) Petani
adalah partner bisnis; (2) Produk unggulan daerah menjadi pertimbangan utama;
(3) Proses seleksi dilakukan secara terhadap petani mitra dan supplier, mana
yang punya komitmen mana yang tidak. Hal ini bertujuan untuk mencari partner
yang cocok, termasuk dalam nilai-nilai hidup misalnya: tidak mau bermitra
dengan petani atau mitra yang terlibat perselingkuhan, cekcok dengan istri, dll;
(4) Ketersediaan modal menjadi pembatas dari produk yang dimitrakan, (5)
Produk yang laku di pasar menjadi pertimbangan utama
76
Pola Kemitraan yang Diterapkan
PS merupakan perusahaan agribisnis sayuran yang menekankan pada
proses penambahan nilai tambah dari komoditas sayuran tersebut. Perusahaan
bertindak sebagai pedagang besar di mana kegiatan yang dilakukan adalah
mengumpulkan sayuran yang diproduksi oleh kelompok tani. PS serta mitra tani,
memberikan perlakuan berupa pembersihan, sortasi dan triming, grading,
penyimpanan, dan pengemasan, kemudian memasarkan komoditas tersebut
kepada konsumen seperti swalayan, restoran, eksportir dan pasar umum.
Input sayuran datang ke PS setiap hari dengan jam yang tidak tentu.
Pengiriman sayuran tersebut ada yang langsung diantar oleh petani ke
perusahaan dan ada yang diambil oleh perusahaan sendiri, hal ini tergantung
dari jarak dan kesepakatan kedua belah pihak.
Kerjasama dengan petani mitra perlu dilakukan untuk menghindari
kekurangan pasokan sayuran. Pola kerjasama PS dengan petani mitra adalah:
(1) Mitra Tani Tetap.
Para petani yang tergabung dalam kelompok tani yang
sudah menjalin kemitraan dengan perusahaan dan menjadi pemasok tetap
dan terikat. Bentuk kerjasama tersebut adalah perusahaan membantu
sarana produksi berupa benih, pupuk dan mulsa plastik serta konsultasi
teknik budidaya. Setelah panen, hasilnya dijual ke perusahaan dengan
harga pasar yang berlaku (biasanya lebih tinggi atau di atas pasar umum).
Kemudian pembayarannya terlebih dahulu memperhitungkan biaya sarana
produksi yang telah diterimanya.
(2) Mitra Tani Lepas. Para petani di luar anggota kelompok tani yang regular
memasok sayurannya ke perusahaan tanpa ada bantuan atau fasilitas
sarana produksi dari perusahaan. Untuk menjamin kontinuitas pasokan,
jenis bantuan yang diberikan berupa informasi pasar (baik jenis dan
kualitasnya) serta konsultasi teknik budidaya sehingga sayuran yang
dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang diminta.
Perbedaan yang utama dari jenis kemitraan tersebut adalah bantuan
sarana produksi pertanian, sedangkan informasi teknik yang berupa teknik
budidaya, jenis, jumlah dan spesifikasi sayuran serta pola tanamnya diberikan
kepada kedua jenis mitra tani tersebut.
77
Jenis sayuran yang terdapat di PS digolongkan menjadi sayuran yang
berupa daun, buah, umbi, dan bunga. Jenis sayuran yang diproduksi di PS
terbagi menjadi dua yaitu sayuran jenis lokal dan sayuran eksklusif. Sayuran
lokal adalah sayuran yang telah dikenal baik oleh masyarakat seperti bayam,
kangkung, genjer, wortel, bawang daun, dan lain -lain, sedangkan sayuran bibit
impor adalah sayuran yang bibitnya diimpor dan masih jarang dikonsumsi
masyarakat seperti kyuri, zuchini, okra, dll. Kualitas sayuran yang ada di PS
merupakan kualitas yang berada di atas pasar umum, mengingat konsume nnya
adalah swalayan-swalayan besar seperti Hero, Makro, dll.
Awalnya perusahaan mengelola sendiri program kemitraan in i dengan
sistem kontrak tanam. Sejak tahun 1995 sampai sekarang perusahaan
menggunakan orang-orang kepercayaannya untuk menangani petani-petani
mitranya. Kebutuhan modal usaha , perusahaan membantu mengusahakan,
tetapi manajemen pengelolaannya diserahkan pada para suplier di
masing-masing lokasi dan produk unggulannya.
Pada kegiatan di lapangan praktek kemitra an dilakukan dengan
kesepakatan: petani menyediakan lahan dan biaya tenaga kerja, bimbingan
teknis budidaya diberikan oleh penyuluh perusahaan, dan hasil panen dijual ke
perusahaan. Modal dan saprodi lainnya, ada yang dari petani sendiri, ada yang
diberikan kredit dari perusahaan.
Dukungan terhadap kelancaran operasional PS terletak pada
hubungannya dengan mitra tani yang dapat menjamin pasokan sayurannya dan
mitra pasar yang menjamin sayuran yang diproduksi di PS dapat diserap di
pasar. Oleh karena itu titik berat kemitraan ditekankan pada aspek produksi dan
aspek pasar. Sesuai dengan target pasar, kemitraan dengan mitra pasar
dilakukan dengan pasar swalayan, restoran, eksportir, dan pasar umum.
Hubungan kemitraan yang terjadi adalah hubungan bisnis yang dimulai
dengan negosiasi dalam hal jenis, jumlah dan harga sayuran. Jika sudah terjadi
kesepakatan antara kedua belah pihak maka akan dituangkan dalam bentuk
kontrak kerja. Keberlangsungan kemitraan tersebut didasarkan pada
kepercayaan dan saling membutuhkan. Dukungan sayuran ke PS tidak terlepas
dari mitra tani, oleh karena itu kemitraan dengan mitra tani merupakan hal yang
penting. Jaminan kontinuitas pasokan sayuran tergantung pada kelancaran
hubungan PS dengan mitra tani. Pembayaran yang dilakukan PS kepada petani
78
adalah seminggu sekali tetapi tidak menutup kemungkinan untuk dipercepat jika
petani membutuhkannya.
Masalah-masalah dalam Kemitraan
Masalah yang dihadapi dalam pola kemitraan adalah: (1) Harga yang
fluktuatif. Dengan cara budidaya yang tradisional di lahan terbuka sangat
tergantung dengan iklim dan cuaca. Kualitas produk dan jumlah produk tidak
dapat secara terus-menerus dipenuhi, sehingga harga berfluktuasi. Pada saat
produksi banyak harga turun sebaliknya pada saat produksi sedikit harga naik.
(2) Masalah modal. Modal untuk pembelian saprodi dan untuk pembayar hasil
panen dari petani. Harga yang dibayar biasanya sesuai dengan harga yang
berlaku di pasar.
Persepsi Perusahaan tentang Petani
Perusahaan sangat tergantung dengan petani, perusahaan tidak dapat
hidup tanpa petani, oleh karena itu petani adalah mitra bisnis perusahaan.
Kemampuan budidaya petani sudah baik, kecuali tentang pupuk dan pestisida.
Dosis pupuk dan penggunaan pestisida sering tidak sesuai prosedur, petani
sering melakukan pemupukan dan penyemprotan dengan cara -caranya sendiri
sehingga dalam praktek, dosis sering kurang atau sebaliknya berlebihan.
Kem Farm
Deskripsi Umum
Kem Farm (KF) merupakan perusahaan perseorangan milik BS yang
memulai usahanya pada tahun 1972. BS mengawali bisnisnya dengan pasar
sebagai titik tolaknya. Usaha BS diawali dengan memelihara 50 ekor ayam ras,
menjual telurnya dengan membuka toko di daerah Kemang, yang akhirnya diberi
nama Kem Chicks. Dari toko inilah usahanya berkembang, karena banyak
pembeli. BS membangun perusahaan Kem Foods yang dirintis dari produk
daging beku. Kebutuhan sayuran dan buah-buahan yang khas luar negeri
diupayakan oleh KF, bahkan dengan mempelopori budidaya hidroponik. KF
memasok produknya untuk toko swalayan domestik dan untuk ekspor.
79
Pada awalnya tahun 1982 sistem pertanian yang dipakai adalah sistem
hidroponik. Tahun 1987 KF masuk wilayah Cipanas - Cianjur dengan menanam
sendiri produk eksklusif. Saat ini KF tidak lagi memproduksi sendiri, tetapi
bermitra dengan petani dan suplier untuk semua jenis sayuran dari yang
jumlahnya besar (
mass product) seperti tomat, wortel, kol, kentang, dll, yang
umumnya dijual dipasar lokal, sampai yang jumlahnya sedikit, seperti paprika,
zhukini, selada, dan brokoli yang biasanya di jual di pasar khusus.
Kunci Sukses Pola Kemitraan yang dilakukan oleh KF , adalah : (1)
Jangan mengecewakan partner, saling mengerti, yang penting keinginan petani
terpenuhi: “ produk dibeli, harga memadai”, (2) Win -win solution, agar kemitraan
berlang sung jangka panjang, (3) Menjaga nama baik, perselisihan antara
petani, supplier dan perusahaan dianggap mencemarkan nama baik perusahaan,
(4) Kontrol yang baik dari perusahaan melalui petugas lapangan, dan staf
lainnya, (5) Komitmen kedua belah pihak, tanpa pemaksaan, saling menilai dan
mengingatkan
Pola Kemitraan yang Diterapkan
Pola kemitraan yang dilakukan KF mengharuskan petani mitra dapat
memenuhi jadwal atau peraturan pemasokan barang, sehingga kontinuitas
proses dapat berjalan baik, dan tidak banyak produk petani yang terbuang.
Petani mitra harus mempunyai modal yang cukup, kondisi ini diharapkan dapat
mendorong petani tidak bekerja setengah -setengah. Kemitraan yang dijalin
adalah kerjasama dalam pemasaran produk petani mitra, tidak termasuk modal
dan saprodi.
Dalam hubungan kemitraan petani bertugas menghasilkan bahan baku
untuk industri KF , sehingga perlu diwujudkan kegiatan usahatani yang serba
tepat.
Pertama, tepat waktu, kegiatan usahatani harus dapat menentukan
kapan waktu tanam yang tepat dan waktu panen yang tepat sehingga produk
dapat dipasok dengan tepat waktu. Umur produksi bahan baku (sayuran) harus
tepat panennya sehingga tidak terlampau tua atau terlampau muda.
Kedua, harus tepat mutu, mutu produk sudah ditentukan KF sehingga
petani mitra harus bisa memenuhi. Mutu itu mencakup ukuran kuantitatif
maupun kualitatif.
80
Ketiga, harus tepat jenis agar produk itu homogen perlu diperhatikan
ketepatan jenis yang bisa dijamin oleh benih yang ditanam. Kalau benih tidak
murni pertanaman di lapangan akan heterogen, demikian juga kualitas
produknya sehingga petani mitra harus menanam tanaman dari benih yang
memiliki jaminan mutu, sehingga dapat menjamin produknya homogen.
Keempat
, harus tepat transportasi. Produk pertanian adalah produk
lunak yang mudah rusak oleh karena itu petani mitra harus menjaga agar tidak
terjadi kerusakan.
Kelima, tepat timbangan, produk harus ditimbang secara benar.
Keteledoran dalam penimbangan produk dapat menjadikan petani mitra tidak
percaya pada KF.
Keenam, tepat bayar, kegiatan petani mitra akan berhubungan dengan
tenaga kerja yang sehari-hari bekerja begitu juga dengan sarana transportasi.
Kalau sudah dijanjikan untuk jumlah pembayaran tertentu kepada petani mitra
maka akan ditepati secara benar.
Saat ini kemitraan yang diterapkan sebagaian besar adalah dengan
sistem mitra beli. Terdapat lima belas suplier yaitu petani yang sekaligus
sebagai pedagang pengumpul yang memasok berbagai jenis sayuran. Tidak
ada kontrak kerjasama yang tertulis, tetapi ada suatu nota rencana pengiriman
sayuran yang disepakati antara suplier mitra dengan KF yang dilakukan setiap
minggu.
Masalah-masalah dalam Kemitraan
Beberapa masalah yang dihadapi adalah:
(1) KF membutuhkan produk dengan standar mutu yang tinggi,
kekurangmampuan petani mitra dalam menjaga tanamannya seperti
serangan hama dan penyakit, sering terjadi penyemprotan pestisida yang
berlebihan akan merugikan karena dapat terdeteksi oleh negara tujuan
ekspor dan seluruh produk kiriman akan ditolak.
(2) Masa lah loyalitas petani mitra. Sulitnya proses konsolidasi di antara
petani, petani yang sudah biasa mandiri atau mengusahakan segalanya
sendiri tidak mudah untuk mempercayai orang. Karena masalah
81
transparan dari pihak perusahaan, mengenai pembagian keberha silan
(terutama mengenai harga dan kualitas produk).
(3) Sulitnya merubah watak dan budaya petani, dari pola mengikuti musim
menjadi program mengikuti kapasitas mesin industri.
Persepsi Perusahaan tentang Petani
Pada kegiatan agribisnis jika dari bisnis sarana produksi, bisnis ‘on
farm’/kegiatan usahatani, ‘bisnis processing’, bisnis distribusi, sampai akhirnya
bisnis pasarnya. antar komponen tersebut saling bergantung satu sama lain.
Mutu produk akhir sangat ditentukan oleh kesinambungan semua komponen.
Tid ak mungkin dapat dicapai mutu produk industrial yang dapat diandalkan
dalam pemasaran kalau bahan mentahnya tidak terjamin mutunya oleh
komponen kegiatan usahatani petani mitra.
KF menyadari titik lemah dari kegiatan agribisnisnya ada pada komponen
kegia tan usahatani petani mitra. Kalau sampai terjadi gangguan pada pemasok,
maka praktis kegiatan agribisnis KF akan terhenti. Kalau sampai terjadi
diskontinuitas pasokan ke pasar, berarti fatal bagi kelangsungan bisnis atau
harus mulai dari awal lagi untuk menumbuhkan kepercayaan pasar.
Bagi KF petani lebih dianggap sebagai
stakeholder yang dianggap
mandiri dan sederajat, dengan resiko usaha terbagi antar
stakeholder.
Kemandirian itu tidak hanya dalam pengelolaan usaha tetapi juga dalam
permodalan. Artinya untuk biaya pelaksanaan kegiatan usahatani petani
menggunakan modal sendiri, begitu juga dalam resiko kegagalan . Sama
kedudukannya apabila ada kerugian pada KF, perusahaan yang harus
menanggung kerugian, misalnya terjadi penolakan terhadap seluruh pengiriman
produk akibat ada sehelai rambut disalah satu kemasannya.
Menyikapi hal itu KF di satu sisi berprinsip bahwa pembayaran kepada
petani mitra harus lancar. Di sisi lain KF bersikap keras kepada petani yang
ingkar janji, misalnya kalau petani menjual ke pihak lain. Ketergantungan antara
petani mitra dan KF adalah saling membutuhkan untuk sukses.
82
Bina Sarana Bakti
Deskripsi Umum
Bina Sarana Bakti (BSB) merupakan perusahaan yang dimiliki seorang
dari Belanda, yang tertarik menanam tanaman dengan sistem organik karena
kepeduliannya untuk melakukan konservasi terhadap lingkungan . BSB berlokasi
di Desa Tugu Selatan di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Upaya ini
dimulai tahun 1994, selain itu, BSB juga melibatkan masyarakat sekitar, karena
ternyata ada pa sar untuk produk tanaman organik. Jenis sayuran yang
dibudidayakan merupakan sayuran lokal seperti : wortel, buncis, kacang merah,
kacang tanah, kacang panjang, kapri, labu, pisang, terong, sereh, bawang daun,
pare, caisim, kecipir, oyong, seledri, cabe, timun, ubi jalar, jagung manis, jagung
baby, kol, kunyit, jahe, dan lain-lain.
Pasar bagi BSB merupakan pedagang/supplier di Jakarta yang khusus
memasarkan produk ini. Suplier inilah yang kemudian memasarkan ke rumah
sakit-rumah sakit, pastur-pastur, dan orang-orang yang memang mengkonsumsi
sayuran organik. Oleh karena itu pasar bagi produk BSB ini masih terbatas.
Meskipun banyak petani sekitar yang tertarik untuk bermitra dalam memproduksi
sayuran organik, tetapi BSB membatasi jumlah mitranya. Saa t ini petani mitra
BSB hanya 10 orang .
Beberapa pertimbangan BSB melakukan pola kemitraan dengan petani
antara lain (1) Permintaan pasar terhadap suatu jenis sayuran yang relatif tetap.;
(2) Ketersediaan Modal, (3) Ketersediaan Tenaga Penyuluh Lapangan.
Kemitraan terbatas hanya pada pelayanan teknis dan pemasaran. Modal dan
tenaga kerja menjadi tanggung jawab petani mitra.
Pola Kemitraan Yang Diterapkan
Tahun 2001, BSB mengadakan program kemitraan dengan para pemilik
villa dan petani setempat yang bekerja sebagai penjaga villa sebagai tenaga
operasional. Pemilik villa biasanya berasal dari luar desa/kota (Jakarta
misalnya). Para penjaga villa yang berstatus sebagai pekerja upahan, bertindak
sebagai pengelola operasional usahatani yang dimitrakan antara pemilik villa
dengan BSB.
83
Sebelum bermitra dengan BSB penjaga villa biasanya menanami lahan
sekitar villa dengan tanaman sayuran yang mudah ditanam, seperti wortel,
bawang daun, dll. Tanaman sayuran sekitar villa ini selain sebagai sumber
penghasilan ta mbahan bagi penjaga vila juga sebagai daya tarik bagi para
pengunjung villa dengan konsep agrowisata.
Melalui pola kemitraan dengan BSB, pemilik villa menyediakan lahan dan
modal uang untuk biaya pembelian bibit, dan sarana produksi lainnya,
sedangkan penjaga villa sebagai pengelola usahatani secara operasional.
Tenaga kerja yang digunakan biasanya adalah tenaga kerja keluarga penjaga
vila.
Pola kemitraan yang dibangun antara BSB dengan pemilik dan penjaga
villa di sekitar BSB, diorganisir dalam 8 kelo mpok tani, masing masing terdiri dari
10 s/d 12 petani penjaga villa, dengan luas lahan 1-2 ha per kelompok.
Kesepakatan dan aturan dalam pola kemitraan tersebut ditetapkan secara
kekeluargaan tanpa adanya perjanjian tertulis. Pihak pemilik villa menyediakan
lahan dan modal untuk saprodi, penjaga villa menyediakan tenaga kerja untuk
operasional pengelolaan usahatani, sedangkan BSB menyediakan pelayanan
pembinaan tentang teknis budidaya. Sayuran yang dihasilkan dari pola
kemitraan tersebut diharapkan dijual ke pihak BSB, dengan harga yang
disepakati sebelumnya.
Pola kemitraan tersebut sebagian besar terhenti, tinggal beberapa saja
yang masih bermitra. Hal ini disebabkan terbatasnya pasar bagi produk petani.
Saat ini jumlah petani yang masih bermitra 10 petani sekitar BSB, yang sudah
sejak lama bermitra jauh sebelum tahun 2001. Mereka sebagian merupakan
petani pemilik penggarap, sebagian merupakan petani yang menyewa lahan
BSB, menanami sayuran dan teknis budidaya sesuai dengan petunjuk BSB,
kemudian hasilnya dijual ke BSB.
Masalah-masalah dalam Kemitraan
Berhentinya sebagian besar pola kemitraan BSB, alasannya antara lain:
(1) Kurang disiplinnya pihak petani dan pemilik villa: bila harga di pasar lebih
tinggi dari kesepakatan dengan BSB, mereka menjual hasil ke pedagang
atau tengkulak, sedangkan kalau harga pasar rendah mereka menjual ke
BSB.
84
(2) Terhentinya permintaan sayuran oleh pihak Singapura, yang menyebabkan
terbatasnya pasar sayuran organik. (Pola kemitraan ini diharapkan bisa
memperluas jangkauan pasar sayuran organik, yaitu untuk ekspor;
sedangkan untuk kebutuhan pasar dalam negeri-jakarta dan sekitarnya, saat
ini telah dapat dipenuhi dengan produksi sendiri oleh pihak BSB).
(3) Banyak petani yang ingin bermitra, namun karena pasarnya masih terbatas
maka jumlah petani juga dibatasi.
Persepsi Perusahaan tentang Petani
Petani mitra penting artinya bagi perusahaan, di mana petani mitra ini
adalah pemasok utama bagi pangsa pasar BSB. Oleh karena itu bimbingan
teknis untuk petani penting dilakukan oleh perusahaan, untuk menjamin
terlaksananya kegiatan usahatani yang sesuai permintaan perusahaan. Jika
petani mitra melakukan kesalahan pada kegiatan usahataninya seperti
menggunakan pestisida, maka kualitas produk BSB akan menurun, dan ini akan
menghilangkan kepercayaan pasar kepada BSB.
PT Saung Mirwan
Deskripsi Umum
PT Saung Mirwan (SM) berdiri tahun 1984. Lokasi di Desa Sukamanah,
Kecamatan Megamendung Bogor. PT SM berkerja sama dengan petani dalam
memproduksi sayuran. Terdapat 250 petani dengan kurang lebih 60 jenis
sayuran. Sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan lokal dan beberapa
produk untuk eksport.
Pada awalnya bisnis yang dijalankan oleh PT SM adalah sebuah
hobi/kegemaran akan bunga Crysanthinum. Kemudian berkembang, selain
memproduksi bunga juga sayuran untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal dan
eksport. Sampai saat ini konsumsen untuk pasar lokal yang masih memesan
dari PT SM yaitu supermarket-Hero, restoran-Mc Donald, dan Kentucy Fried
Chicken . Untuk memenuhi kebutuhan pasar PT SM melakukan produksi sendiri
dan juga mengembangkan pola kemitraan dengan petani setempat, serta
melakukan pembelian ke petani lain.
85
Kegiatan produksi dimulai dengan riset pemasaran. Divisi pemasaran
melakukan survei tentang berapa jumlah dan jenis permintaan oleh konsumen.
Kemudian mendiskusikan hasil survei tersebut dengan Divisi Pembelian dan
Divisi Produksi, tentang jenis dan jumlah sayuran yang dapat diproduksi sendiri
oleh PT SM dan yang harus dibeli dari petani baik melalui kemitraan maupun
suplier.
Divisi pengemasan mengelola lebih dari 60 jenis sayuran untuk dilakukan
proses pengemasan. Sumber bahan/sayuran berasal dari: suplier, petani mitra,
maupun yang diproduksi sendiri oleh PT SM. Jenis sayuran yang diproduksi oleh
PT SM kurang lebih 20 persen dari total sayuran yang dikemas, diproses, dan
dijual oleh perusahaan ini.
Beberapa pertimbangan SM melakukan pola kemitraan dengan petani,
antara lain: (1) Permintaan pasar terhadap satu jenis sayuran; (2) Ketersediaan
Modal, (3) Ketersediaan Petugas Penyuluh Lapangan, (4) Produktivitas lahan
(pergiliran tanaman, tidak bisa terus menerus bermitra pada lahan yang sama,
kecuali petani tersebut punya lahan luas yang bisa dirotasi tanamannya)
Pola Kemitraan Yang Diterapkan
Pola kemitraan yang diterapkan dapat dilihat dari kewajiban perusahaan
dan petani dalam kerjasama kemitraan yang ditetapkan oleh PT.SM. Kewajiban
perusahaan terdiri dari :(1) membuat rencana tanam petani mitra, (2)
memberikan penyuluhan secara cuma -cuma, (3) membantu menyediakan
sarana produksi yang dibutuhkan, (4) harga disepakati kedua belah pihak, (5)
semua produk yang memenuhi standar kualitas harus dibeli. Kewajiban petani
meliputi : (1) menanam sayuran sesuai dengan program tanam (jenis tanaman
ditetapkan), (2) mengikuti dan melaksanakan petunjuk-petunjuk penyuluh
lapangan, (3) menjual seluruh hasil panen yang memenuhi standar kualitas,
sesuai dengan kesepakatan harga (4) sarana produksi dikembalikan bersamaan
dengan hasil panen
Masalah-masalah dalam Kemitraan
Masalah dalam kemitraan adalah quality, quantity, dan continuity. Petani
pada umumnya miskin, pemerintah tidak mensuport, petani hanya memproduksi
untuk pasar lokal. Di Indonesia sebagian besar petani hanya memproduksi, tidak
86
ada kaitan dengan pasar. Petani memasarkan sendiri hasilnya, kalaupun ada
beberapa sistem kontrak tidak bertahan lama karena petani kurang disiplin. Bila
harga pasar lebih tinggi dari kontrak petani menjual ke pasar, jadi kurang bisa
menjaga kepercayaan.
Dalam pelaksanaan kerjasama kemitraan terdapat kelemahan-kelemahan
yang terjadi, diantaranya : (1) kejujuran kedua belah pihak ada batasnya,
perusahaan sering tidak transparan dalam melakukan sortasi terhadap produk
petani, (2) pengusaha (suatu waktu) dapat bertindak otoriter, (3) petani menjual
produknya kepada pihak ketiga, (4) petani yang gagal panen harus menanggung
sendiri, (5) standarisasi produk belum betul-betul dikuasai kedua belah pihak, (6)
fluktuasi harga yang kadang-kadang ekstrim, (7) keterbatasan jumlah pengusaha
yang mampu mengelola system jaringan kemitraan
Persepsi Perusahaan tentang Petani
Petani mitra penting artinya bagi perusahaan, karena sebagai pemasok
produk sehingga perusahaan dapat memenuhi permintaan pasar. Keuntungan
perusahaan dalam bermitra dengan petani dapat diidentifikasi sebagai berikut :
(1) Pendelegasian proses produksi, (2) Investasi lahan berkurang, (3)
Keamanan produk di lahan menjadi tanggung jawab petani, (4) Resiko usaha
terbagi, (5) Terbebas dari konflik isu perburuhan, (6) Merubah pesaing menjadi
mitra.
Keun tungan yang diperoleh petani dari kerjasama dalam pola kemitraan
ini, yaitu: (1) Terkonsentrasi hanya pada bidang produksi, (2) Petani menjadi
‘spesialis’ dalam beberapa produk tertentu, (3) Produk dijamin akan dibeli, (4)
Tidak terbebani masalah pemasaran dan pengangkutan, (5) Pertumbuhan usaha
cepat, (6) Fluktuasi harga bukan masalah
Koperasi Mitra Suka Maju
Deskripsi Umum
Koperasi Mitra Suka Maju (KMS) berdiri pada bulan April 1999. KMS
awalnya adalah sebuah kelompok tani. Atas prakarsa sembilan orang petani
yang dipimpin oleh M. Tachyar mencoba membudidayakan paprika (Capsicum
annuum Var. Grosum) secara hidroponik. Dua pihak yang paling berperan pada
87
awal proses bisnis paprika bagi petani melalui KMS tersebut adalah: PT Joro
sebagai pihak yang menyediakan bimbingan teknis budidaya (termasuk
pembuatan
green house
) dan kredit input produksi serta PT SM sebagai pihak
yang menampung hasil paprika.
Dalam perkembangannya petani dalam wadah koperasi bekerjasama
juga dengan suplier Buana Tani untuk pemenuhan kebutuhan akan saprodi,
karena PT Joro tidak lagi menyediakan kredit untuk saprodi dan pembelian harus
kontan. Dalam hal pemasaran petani melalui koperasi juga mencari perusahaan
lain selain SM, hal ini dilakukan karena paprika yang dihasilkan oleh petani
semakin banyak jumlahnya dan tidak mampu ditampung oleh PT SM saja.
Pola Kemitraan Yang Diterapkan
Koperasi menyalurkan sarana produksi pertanian kepada para anggota
dan menjadi penyalur hasil panen para anggotanya. Koperasi memberikan
pinjaman sarana produksi pertanian kepada petani dan pembayarannya dipotong
langsung setelah panen. Sarana produksi diperoleh koperasi dari pemasok
(awalnya PT Joro kemudian beralih ke Buana Tani).
Koperasi juga sebagai wadah untuk dapat memperoleh fasilitas kredit dari
bank secara kolektif. Pada saat penelitian dilakukan, sejumlah anggota telah
mendapatkan pinjaman kredit dari sebuah bank swasta untuk modal usaha,
sebesar antara 25 juta rupiah sampai dengan 150 juta rupiah per orang.
Koperasi memberikan fasilitas pengangkutan dari lahan petani ke
koperasi serta bimbingan dan tempat konsultasi atas permasalahan yang
dihadapi anggota. Meskipun ada fasilitas angkut sering kali anggota membawa
produk mereka sendiri dengan angkutan ojek motor, yang banyak tersedia di
desa tersebut. Untuk bimbingan teknis ada dua orang pengurus koperasi yang
juga sebagai petani yang secara khusus menangani masalah hama penyakit dan
teknik produksi paprika. Mereka inilah yang terus berusaha mencari cara-cara
baru, membuat seefisien mungkin biaya produksi, termasuk dengan cara meracik
jenis pupuk atau obat sendiri.
Salah satu peran koperasi adalah menjembatani proses penerapan
teknologi budidaya secara hidroponik dan membantu dalam mensosialisakannya
kepada petani. Teknologi ini membantu dalam meningkatkan produktivitas
paprika dan menghasilkan paprika yang berkualitas. Manfaat lain yang dapat
88
dirasakan dengan penggunaan green house adalah kemampuan untuk membuat
lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan paprika tanpa mengenal musim.
Penerapan teknologi mampu mengatasi keterbatasan lahan dimana sekarang ini
umumnya jumlah lahan untuk pertanian cenderung menyempit. Teknologi ini
berfungsi sebagai substitusi lahan dengan tingkat produktivitas tanaman yang
lebih tinggi dibandingkan dengan media tanam tanah biasa.
Paprika yang dihasilkan koperasi dipasarkan kepada beberapa restoran
besar dan pedagang besar. Untuk menjaga kualitas produknya maka koperasi
menyortir paprika dari petani dengan ketat hal inilah yang menjadikan alasan
bagi anggota koperasi menghentikan kemitraannya dengan koperasi. Namun
harga yang diberikan koperasi relatif stabil. Harga produk yang diterima petani
mitra koperasi adalah sesuai dengan harga yang disepakati dengan pembeli
dengan kontrak harga, dikurangi 500 rupiah per kg untuk biaya admisnistrasi di
koperasi. Dalam koperasi yang anggotanya sebagian besar masih terikat
keluarga ini, ada peraturan bahwa panen anggota koperasi dibatasi dan tidak
boleh menjual hasil panen ke luar koperasi meski harga lebih tinggi.
Koperasi telah memiliki sistem pencatatan keuangan yang baik Dengan
keuangan yang baik sampai saat ini pembayaran kepada petani lancar dan tidak
pernah mengalami penungakan pembayaran, sehingga tumbuh kepercayaan
petani.
Masalah-masalah dalam Pola Kemitraan
Masalah -masalah yang dirasakan adalah: (1) Tidak adanya kebijakan
dan bantuan pemerintah terhadap komoditas hortikultura khususnya paprika,
merupakan ancaman bagi perusahan karena perolehan benih dan nutrisi didapat
dengan cara import ; (2) Kebijakan pemerintah luar negeri yaitu adanya larangan
eksport terhadap komoditas agribisnis, salah satunya paprika. Larangan
tersebut dikeluarkan oleh
Bureau of Animal and Plant Health Inspection and
Quarantine (BAPHIQ) Taiwan. Hal ini akan mempengaruhi perkembangan bisnis
pengusaha paprika di Indonesia karena Taiwan adalah salah satu pasar bagi
paprika yang dihasilkan koperasi.; (3) Produk yang dihasilkan koperasi (paprika)
merupakan pelengkap bagi produk lain sehingga biasanya dikonsumsi dalam
jumlah terbatas. Dengan demikian kekuatan tawar menawar harga sangat kuat
berada pada pihak pelanggan (konsumen)
89
Persepsi Perusahaan tentang Petani
Koperasi adalah bentuk usaha bersama, di mana sumberdaya utama
adalah anggota (petani mitra), di mana mereka memiliki aset berupa tanah yang
dimiliki masing-masing petani, skill atau keterampilan petani dalam
membudidayakan paprika secara hidroponik dan petani sebagai pemasok
paprika bagi koperasi. Hal ini menunjukan bahwa petani mitra merupakan unsur
penting bagi keberhasilan koperasi.
Pondok Pesantren Al Ittifaq
Deskripsi Umum
Pondok Pesantren Al Ittifaq (PAI) terletak di sebelah selatan kota
Bandung, tepatnya di Kampung Ciburial, Desa Alam Endah, Kecamatan Ciwidey,
Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. PAI didirikan pada tanggal 1
Februari 1934, oleh KH Mansyur. Pada tahun 1970 pondok pesantren ini mulai
menerima santri dari luar wilayah desa dan kecamatan Ciwidey pada waktu itu
(menjadi Kecamatan Rancabali tahun 2001 yang merupakan pemekaran dari
Kecamatan Ciwidey), bah kan sampai luar wilayah kabupaten dan propinsi.
Pada tahun 1990, dengan jumlah santri yang semakin banyak yang
sebagian besar dari kalangan tidak mampu , maka dibawah kepemimpinan KH
Fuad Affandi kegiatan agribisnis di PAI mulai berkembang. Dengan lahan milik
PAI seluas sekitar 3 Ha, PAI juga mengelola lahan milik PT Perhutani, lahan
perkebunan dan lahan milik masyarakat dengan sistem sewa atau kerjasama
seluas 10 Ha . Kegiatan agribisnis sayuran dilakukan karena selain mendapatkan
keuntungan juga dapat d igunaknan tempat belajar bagi para santri.
Adapun agribisnis yang sekarang dilakukan oleh PAI mencakup berbagai
bidang usaha yaitu :
(1) Memproduksi sayuran dataran tinggi untuk memenuhi permintaan pasar baik
pasar tradisional maupun pasar-pasar modern dan supermarket. Jumlah
komoditi yang diproduksi sekitar 30 jenis sayuran seperti: buncis, kembang
bawang, tomat, cabe keriting, sawi putih, jeruk limau, kol, daun mint, lobak,
labu parang, beetroot, peterselly, radish, okra, kapri, zucchini, bawang ganda,
redkol, bawang kucai, lettuce, labu siam, leek, seledri, kacang merah, tomat
pear, kacang endul, strawberry, wortel, kentang, timun jepang dll.
90
(2) Memproses komoditi sayuran yang siap untuk konsumen pasar swalayan dan
pasar modern melalui sortasi, grading, wairifing, packing, sesuai permintaan
pasar/swalayan.
(3) Mengembangkan usaha penggemukan sapi dan domba. Fungsi ternak selain
kotorannya dipergunakan untuk kompos, juga ternak ini dijual terutama pada
saat harganya tinggi yaitu ketika menjelang hari raya Idul Qurban.
Saat ini jumlah santri di Pontren Al Ittifaq mencapai 360 orang, dengan
rincian, 110 orang di kelas Tsanawiyah atau setara SLTP dengan kegiatan
ekstrakulikuler komputer dan bahasa Inggris dan Arab, kemudian 250 orang di
kelas Salafiyah yang sehari-hari melakukan ekstrakulikuler dibidang pertanian,
peternakan dan perdagangan.
Selain membentuk koperasi dan bermitra dengan perusahaan/pengusaha
swasta, pondok pesantren ini sering mengirim santrinya untuk mengikuti
pelatihan-pelatihan yang diadakan pemerintah maupun swasta. Setiap santri di
pondok pesantren langsung dikaryakan dalam kegiatan pesantren.
Pola Kemitraan Yang Diterapkan
Kegiatan agribisnis PAI selain melibatkan para santri juga melibatkan
masyarakat setempat baik dalam memproduksi suatu komoditi maupun dalam
pengembangan kelembagaan Koperasi Pondok Pesantren dan Balai Mandiri
Terpadu (BMT). Lahan yang diusahakan petani sekitar biasanya merupakan
lahan pekarangan dan kebun. Tanaman yang diusahakan selain sayuran juga
stroberi. Pola kemitraan yang diterapkan adalah mitra beli. Bila PAI tidak dapat
memenuhi jumlah dan jenis sayuran yang diminta oleh konsumen, maka PAI
mencari ke masyarakat sekitar. Kemitraan yang dilakukan PAI dengan para
santri adalah PAI menyediakan lahan, saprodi, modal dan bimbingan teknis,
sedangkan para santri hanya memberikan kontribusi dalam bentuk tenaga kerja.
Sejak tahun 1993 pondok pesantren telah mengadakan kontrak kerja
jangka panjang dengan perusahaan mitra yaitu Hero (Jakarta) dan supermarket
(pasar swalayan) yang ada di Bandung yaitu Gelael, Merlin, Yogya Departemen
Store, Ramayana dan Matahari.
Santri yang masuk di pesantren dibagi dalam kelompok-kelompok yang
bertugas mengelola lahan. Santri belajar sambil bekerja di lahan kelompok di
91
bawah koordinasi seorang mandor yang biasanya seorang ustadz (santri senior
sudah menjadi kyai). Setiap kelompok santri dan guru, dalam kelompok tani
lainnya yang berada di bawah koperasi pondok pesantren, dapat meminjam
dana untuk usahanya kepada koperasi dengan system bagi hasil.
Untuk koordinasi, para santri dengan para santri, para santri dengan
pengurus, para santri dengan mandor, mandor dengan mandor, dan pengurus
dengan pengurus, maka selalu diadakan pertemuan rutin setiap rabu malam.
Para mandor mengadakan pe rtemuan rutin setiap kamis malam.
Masalah-masalah dalam Pola Kemitraan
Adanya kesulitan dalam membangun kerjasama dengan berbagai
instansi, misalnya dalam mendapatkan bimbingan dan pelatihan serta akses
permodalan. Kualitas santri yang masih terbatas, karena memang masih belajar.
Sarana dan prasarana fisik, berupa jalan aspal menuju lokasi PAI, sarana air
bersih serta fasilitas telekomunikasi.
Saat ini kegiatan agribisnis ini menjadi sumber pendapatan utama bagi
PAI. Pengelolaan yang kurang transparan dan
accountable, menimbulkan
dugaan tindakan eksploitatif pengurus PAI terhadap para santri untuk mendapat
keuntungan berlipat ganda.
Tidak ada upaya untuk mengembangkan kesadaran kritis yang berfungsi
sebagai kontrol sosial, yang mampu mengakses info rmasi, transparan, dengan
prinsip kesetaraan antar stakeholder. Saat ini informasi hanya dikuasai oleh
salah satu pihak saja, yaitu pimpinan dan para pengurus PAI.
Persepsi Perusahaan tentang Petani
Kegiatan agribisnis di PAI ditujukan untuk me mberdayakan para santri
dan masyarakat petani sekitar, yang berasal dari kalangan kurang mampu. Para
santri adalah sumber tenaga kerja yang mampu mengelola lahan PAI. Mereka
menjadi produktif serta mampu menemukan kegiatan usaha alternatif, mampu
menghasilkan produk yang dapat menjangkau pasar supermarket dan pasar
tradisional. Masyarakat sekitar selain sebagai sumber tenaga kerja juga
pemasok sayuran bagi PAI. Dalam hal ini PAI merupakan alternatif pasar bagi
produk usahatani sehingga dapat memberi keuntungan pada masyarakat sekitar.
92
PT Joro
Deskripsi Umum
PT Joro didirikan pada tahun 1992, merupakan perusahaan yang
menyediakan sarana produksi untuk hortikultura sistem hidroponik seperti pupuk
hidroponik, alat irigasi tetes, media tanam arang sekam, dan bahan-bahan
pembuatan green house (baik kayu, bambu maupun besi), alat ukur, pestisida,
baik import maupun local. Perusahaan ini mempunyai kantor beberapa lokasi,
yatiu di wilayah Ciawi Kabupaten Bogor, di Cigugurgirang, Cisarua, Kabupaten
Bandung, di Sukabumi, Nongkojajar, Bondowoso, Yogyakarta, Surabaya dan
Bali. Bisnis ini mengalami perkembangan dan mendatangkan keuntungan besar
bagi PT Joro. Penjualan dari pupuk hidroponik ini terus meningkat. Pupuk ini
tersedia untuk berbagai jenis tanaman seperti paprika, tomat, melon, timun,
terong, selada, anggrek, mawar, krisan, dll.
Di green house percontohan PT Joro memproduksi sayuran segar seperti
paprika, tomat, timun, dan terong. Pada saat ini PT Joro memiliki lebih 5 Ha
green house produksi. Produ ksi utamanya adalah paprika. Saat ini, konstruksi
green house yang dibangun disesuaikan dengan kondisi masyarakat sekitar, ada
yang terbuat dari bambo, kayu dan besi. Konstruksi dari bambu dapat bertahan
selama tiga tahun, sedangkan konstruksi green house dari besi dapat bertahan
selama 15 tahun.
Pola Kemitraan Yang Diterapkan
Untuk mengantisipasi ketatnya persaingan PT Joro (JR) membangun
green house-green house di sentra produksi sayuran terpenting yaitu di
Lembang. JR juga mempromosikan produknya melalui majalah Trubus untuk
lebih memperkenalkan produknya kepada konsumen. Untuk melawan strategi
harga para pesaingnya JR memberikan kemudahan pembayaran berupa kredit
kepada petani mitranya, juga memberikan pelayanan purna jual, melakukan
kunjungan ke kebun-kebun petani untuk kegiatan pendampingan dalam teknik
budidaya, pengendalian hama penyakit, cara pengunaan pupuk, dll. Kemitraan
tidak termasuk dalam memasarkan produk usahatani petani mitra. Pemasaran
produk dilakukan untuk petani mitra di wilayah Bali dan Surabaya.
93
Untuk memperbaiki tingkat managemen industri hortikultura di Indonesia,
JR dengan bantuan pemerintah Belanda mendirikan tiga pusat pelatihan dan
produksi (Horticultural Production and Practical Training Network disingkat
HPPTN) di tiga wilayah penting produksi sayuran, yaitu Lembang, Sukabumi,
dan Bondowoso.
Petani dapat membeli semua yang dibutuhkan pada kios yang dibangun
JR sebagai jaringan supermarket kecil, didukung oleh Tim dari
technical advisor
yang mengunjungi petani secara teratur. Hal tersebut dilakukan agar petani
memperoleh hasil yang maksimal dari investasi mereka . Kemitraan yang
dilakukan JR khususnya di Jawa Barat hanya be rupa penyediaan sarana
produksi, sedangkan di Surabaya dan Bali selain menyediakan sarana produksi
juga membantu dalam pemasaran.
Masalah-masalah dalam Pola Kemitraan
Tingginya tingkat persaingan antar perusahaan yang sama, diantaranya
yaitu Buana Tani. Ancaman terhadap produk JR adalah adanya perang harga.
Pesaing itu sengaja memasang harga ya ng lebih murah. Harga yang
diberlakukan oleh para pesaing ini ditujukan agar konsumen atau petani
hidroponik lebih tertarik untuk menggunakan pupuk mereka. Selain harga yang
murah mereka juga menawarkan produk yang mutunya sama dengan pupuk JR.
Keterbatasan dalam pelayanan kredit dan tidak adanya jaminan
pemasaran produk menyebabkan lemahnya ikatan antara petani mitra dengan
JR. Apalagi saat ini petani sudah mampu melakukan teknik budidaya secara
mandiri, tanpa bantuan
technical advisor,
maka pola kemitraannya berakhir,
meskipun secara personal mereka tetap berinteraksi.
Persepsi Perusahaan tentang Petani
Petani mitra penting artinya untuk JR karena merupakan pangsa pasar
bagi produk JR. Hal ini dapat dilihat dari strategi yang dilakukan JR, meskipun
saat ini terbatas dalam memberikan kredit kepada petani mitranya, JR
memberikan pelayanan purna jual, dan tetap melakukan kunjungan ke
kebun-kebun petani untuk memberikan pendampingan tentang teknik budidaya,
pengendalian hama penyakit, dll.
Analisis Kelembagaan Kemitraan
Pengertian kelembagaan pada dasarnya menyangkut norma atau aturan
baik tertulis maupun yang tidak tertulis, yang berfungsi sebagai pedoman
berperilaku , menjaga keutuhan, pegangan dalam melakukan kontrol sosial, dan
untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam masyarakat. Dalam proses kerjasama
terlebih dahulu harus disepakati aturan -aturan baik secara lisan maupun tertulis,
sebelum proses kerjasama tersebut dilakukan. Hal ini dilakukan antara lain
untuk : (1) mengurangi resiko kegagalan, (2) memberi kemungkinan terwakilinya
kepentingan pihak-pihak yang bekerjasama secara seimbang, dan (3)
memungkinkan kesempatan melakukan tawar-menawar. Beberapa hal penting
yang menyangkut kelembagaan dalam pola kemitraan adalah: batas
kewenangan (batas jurisdiksi), aspek kepemilikan (property right) terutama lahan,
dan aspek pengaturan kegiatan (aturan representasi) yang menyangkut
kepentingan bersama.
Batas Kewenangan
Kewenangan dalam hal ini adalah hak yang dimiliki oleh pihak tertentu
yang mendapat pengakuan bersama dari pihak lain yang terlibat kerjasama
dalam pola kemitraan. Batas kewenangan ini antara lain berkaitan dengan
penentuan waktu tanam, pengelolaan lahan, penentuan waktu panen,
penanganan pasca panen, dan jual beli hasil.
Pengelolaan lahan untuk produksi sepenuhnya menjadi wewenang
petani. Penentuan waktu tanam dan panen, ditemukan ada dua tipe kondisi.
Pertama, perusahaan berwenang menentukan waktu tanam dan panen para
petani mitranya karena ini berkaitan dengan upaya menyediakan produksi secara
terus menerus. Kedua, waktu tanam dan panen diatur sendiri oleh petani, yang
penting petani dapat memasok sayur sesuai kesepakatan. Dalam hal ini
biasanya petani secara berkelompok mengatur diri untuk dapat memproduksi
secara kontinyu.
Penanganan pasca panen, sebagian dilakukan oleh petani dan sebagian
dilakukan oleh perusahaan, koperasi atau pedagang pengumpul sesuai
kesepakatan. Penyortiran produk, dibersih, dikemas, dan kegiatan lainnya,
dilakukan secara berbeda-beda menurut jenis sayuran dan lokasi.
95
Penentuan harga menjadi kewenangan perusahaan, koperasi dan
pedagang pengumpul. Ada perusahaan yang sudah menentukan harga produk
tertentu dengan perhitungan biaya produksi, namun pada kasus lain harga
ditentukan menyesuaikan harga pasar.
Aspek Kepemilikan
Hal terpenting dari aspek kepemilikan ini, adalah kepemilikan terhadap
sumber daya terutama lahan, komoditas yang diusahakan dan dihasilkan di
dalamnya. Dalam kemitraan agribisnis sayuran, status kepemilikan lahan bagi
petani sebagai hal milik (57,7 %), sewa (22,6%), meminjam tanpa bayar/hak
pakai (12 %) dan lainnya seperti bagi hasil atau gadai (7,7 %). Lahan tersebut
berupa lahan sawah (46,4%), lahan kebun/ladang/pekarangan (44,4 %), dan
green house
(9,2 %). Tanaman sayuran yang dikelola di atas lahan tersebut
sebagian besar merupakan milik petani tersebut, dan hanya sebagian kecil saja
merupakan milik bersama dengan sistem bagi hasil (7,7 %).
Dengan status kepemilikan terhadap lahan tersebut, petani yang memiliki
lahan sendiri mempunyai posisi yang lebih kuat, dibandingkan dengan bila lahan
tersebut adalah lahan sewa, hak pakai, dan bagi hasil. Kelanjutan proses
kerjasama dalam pola kemitraan sangat ditentukan oleh status kepemilikan lahan
petani. Kendala kepemilikan lahan merupakan salah satu alasan yang
menyebabkan petani berhenti melakukan kerjasama dalam pola kemitraan.
Lahan sewa, bagi hasil, dan lahan yang dipinjam sementara, memang
merupakan alternatif lahan yang dapat dimanfaatkan untuk usahatani bagi petani
yang tidak memiliki lahan sendiri, namun keberlanjutan usaha dan kerjasama
sangat tergantung pada kepentingan para pemilik lahan tersebut.
Pengaturan Kegiatan
Pengaturan kegiatan ini mencakup aturan -aturan operasional dan
pengaturan kegiatan bersama, menciptakan kemudahan koordinasi bagi
pihak-pihak yang terlibat dalam pola kemitraan, sehingga diharapkan terwujud
kesatuan tujuan dalam setiap kegiatan. Sejumlah kegiatan yang dilakukan
melalui kerjasama berbagai pihak dalam pola kemitraan ini ditujukan untuk
memproduksi berbagai jenis sayuran sesuai dengan kebutuhan konsumen, baik
dari aspek waktu, jumlah, dan mutu. Pengaturan kegiatan dalam upaya
96
memenuhi kebutuhan yang terus menerus, dalam jumlah yang cukup dan mutu
yang sesuai.
Tabel 11 menyajikan informasi tentang pengaturan kegiatan antara
pihak-pihak yang bekerjasama, mencakup pihak-pihak yang mengambil keputusan dan
bertanggungjawab dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Jenis kegiatan
meliputi keputusan menentukan waktu tanam, pengelolaan laha n, penentuan
waktu panen, pelaksanaan panen, penentuan mutu produk, penimbangan
produk, membayar biaya angkut, sampai membayar produk.
Tabel 11 Jenis kegiatan, pengambilan keputusan dan
penanggungjawab kegiatan.
No.
Jenis Kegiatan
Pengambil Keputusan/
pelaksana kegiatan
Penerapannya pada:
ü Perusahaan (Petugas penyuluh) ü SM, BSB ü Koperasi (Petugas penyuluh) ü KMS 1. Penentuan Waktu tanam ü Petani ü PS, KF, PAI, ü Pedagang pengumpul2. Pengelolaan lahan ü Petani ü Semua lokasi penelitian
ü Perusahaan ü SM, BSB
3. Penentuan Waktu
panen ü Petani ü PS, KF, PAI, KMS,
ü Pedagang Pengumpul
4. Pelaksanaan
panen
ü Petani ü Semua lokasi penelitian
5. Penentuan mutu produk
ü Perusahaan, ü Koperasi,
ü Pedagang Pengumpul
ü Semua lokasi penelitian
6. Penimbangan
produk
ü Perusahaan, Koperasi, Pedagang Pengumpul, bersama petani
ü Semua lokasi penelitian
ü Perusahaan ü SM (tidak pada semua
petani) 7. Membayar Biaya
Angkut produk
ü Koperasi ü KMS (tidak pada semua
petani) 8. Membayar produk ü Perusahaan, Koperasi,
Pedagang Pengumpul
ü Semua lokasi penelitian
9. Pendampingan pada petani
ü Perusahaan, Koperasi, Pedagang Pengumpul
ü Semua lokasi penelitian dengan fasilitas pelayanan yang berbeda-beda
97
(1) Penentuan waktu tanam.
Dalam rangka memproduksi sayuran secara
terus menerus, maka perusahaan dan koperasi, menentukan waktur tanam
secara bergilir bagi para petani mitranya. Tabel 11 menyajikan data
pengambil keputusan dan penanggungjawab kegiatan. Hanya perusahaan
SM, BSB dan koperasi KMS yang menentukan waktu tanam bagi petani
mitranya, sedangkan perusahaan lain dan pedagang pengumpul
menyerahkannya pada petani.
(2) Pengelolan Lahan.
Petani sepenuhnya punya kewenangan atas lahan dan
pengelolaan lahannya.
(3) Penentuan Waktu Panen.
Perusahaan dan koperasi yang mengatur waktu
tanam biasanya jug a menentukan kapan waktu panennya. Melalui interaksi
antara para petani dan petugas penyuluh, bisa saja petugas yang
mengingatkan atau petani yang mengingatkan apakah tanamannya sudah
tepat waktunya untuk dipanen.
(4) Pelaksanaan panen.
Seperti halnya dalam pengelolaan lahan, petani juga
sepenuhnya punya kewenangan atas pelaksanaan panen .
(5) Penentuan mutu produk.
Perusahaan, koperasi dan pedagang
pengumpul yang akan membeli produk petani berwenang menentukan mutu
karena merekalah yang paling tahu, sesuai mutu produk yang diinginkan
konsumen.
(6) Membayar biaya angkut.
Tidak semua perusahaan dan koperasi
memberikan fasilitas angkut pada petani. Fasilitas ini biasanya untuk jarak
tertentu yang terjangkau, dan dalam jumlah produk yang relatif banyak.
(7) Membayar produk.
Semua produk yang sesuai dengan mutu yang
ditetapkan harus diterima, dan dibayar oleh perusahaan, koperasi dan
pedagang pengumpul.
(8) Kegiatan pendampingan
oleh perusahaan, koperasi atau pedagang
pengumpul dilakukan dengan cara mengunjungi petani atau petani
mendatangi petugas. Kegiatan pendampingan ini pada beberapa kasus
disertai dengan pelayanan pinjaman saprotan seperti benih dan pupuk,
serta pinjaman uang oleh perusahaan, koperasi, dan pedagang pengumpul,
di mana secara rinci dapat dilihat pada Tabel 12
98
Tabel 12 Jenis Kegiatan Pendampingan dan Penerapannya
No.
Jenis Kegiatan
Pendampingan
Penerapannya pada kasus:
1. Petugas mengunjungi petani Di semua kasus:ü SM ( oleh Petugas P enyuluh), ü BSB (oleh Petugas P enyuluh), ü KMS ( oleh Pengurus Koperasi), ü PAI (oleh Mandor),
ü KF (oleh Petugas P enyuluh), ü PS ( oleh Suplier ),
ü JR (oleh Technical Advisor) ü Pedagang pengumpul.
2. Petani mengunjungi petugas Semua Kasus, bila petani memerlukan bisa mencari petugas.
3. Kebun percontohan ü JR (green house)
ü SM, (kebun produksi di sekitar lokasi petani)
ü BSB. (kebun produksi ) 4. Kredit benih, pupuk, saprotan
lainnya
SM, PAI, KMS, Pedagang Pengumpul, (tidak untuk semua petani, sesuai dengan kebutuhan petani dan ketersediaan)
5. Pinjaman uang ü KMS (1) secara bergantian
memberikan pinjaman kepada petani, (2) secara kolektif mencari pinjaman modal ke Bank.
ü Pedagang Pengumpul Sumber: Diolah dari data lapangan