• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kekurangan / Kesalahan. Sebutkan halaman ydm. Objek Penelitian. Pendekatan Penelitian. Operasionalisasi Variabel. Data dan Sampel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kekurangan / Kesalahan. Sebutkan halaman ydm. Objek Penelitian. Pendekatan Penelitian. Operasionalisasi Variabel. Data dan Sampel"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

1

kesalahan yang anda temukan, dan bagaimana yang seharusnya dituliskan/ dicantumkan/dipaparkan/dijelaskan.

Catatan :

1) Tata tulis meliputi telaah terhadap cara penulisan istilah asing, kutipan dan sumber kutipan, sistematika judul dan atau sub judul, tata cara penulisan daftar pustaka.

2) Gunakan format tabel di bawah ini dengan layout halaman berorientasi ‘landscape’ spasi 1.5 huruf berukuran12 time new roman.

3) Jawaban dalam bentuk softcopy  nama file : NPM_Nama ; dikirim ke

tedirustendi@unsil.ac.id dengan subject e-mail : Tugas Metlit_2 Nama Lengkap : ………….

NPM / Kls : …………. / …..

No Aspek yang Dikoreksi

Kekurangan /

Kesalahan Halaman Bagaimana seharusnya ?

1 Tata Tulis : 1. ….. 2. ….. …dst Sebutkan halaman ydm 2 Latar Belakang Penelitian

3 Identifikasi masalah 4 Tinjauan Pustaka

5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

6 Metode Penelitian

Objek Penelitian Pendekatan Penelitian Operasionalisasi Variabel Data dan Sampel

Teknik Pengumpulan Data Teknik Analisis Data

(2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Penelitian.

Munculnya fenomena globalisasi keuangan dimana juga adanya liberalisasi pasar modal dan pergerakan modal secara bebas, kemajuan teknologi serta maraknya inovasi, baik jasa maupun produk-produk keuangan telah berkontribusi menciptakan tingkatan globalisasi yang sulit diprediksi, namun dapat memberikan pula keuntungan-keuntungan yang besar dengan risiko-risiko yang baru pula. Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut, maka kita khususnya dalam bidang keuangan perbankan nasional, perlu berusaha lebih strategis lagi untuk mempercepat pemulihan ekonomi dan mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan dan meraih peluang masa depan dengan membuat arsitektur sistem keuangan dan perbankan nasional.

Arsitektur Perbankan Indonesia (API) merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan. Melalui kebijakan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang dimulai wacananya pada awal januari 2004 Bank Indonesia telah menetapkan berbagai upaya untuk penyehatan dan penguatan industri perbankan nasional. Dalam kebijakan tersebut, program konsolidasi industri perbankan merupakan salah satu inisiatif pokok yang mengarahkan gerak langkah industri perbankan nasional ke depan. Arsitektur perbankan nasional bukan hanya merupakan suatu policy recomendation bagi industri perbankan nasional dalam menghadapi segala perubahan yang terjadi dimasa yang akan datang, melainkan juga menjadi policy

(3)

direction mengenai arah yang harus ditempuh oleh perbankan dalam waktu yang cukup panjang. Pada dasarnya, implementasi API di Indonesia sejalan dengan implementasi arsitektur keuangan gobal yang diprakarsai oleh Bank for International Settlements (BIS) (Dendawijaya, 2005: 283).

Bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan. Aktivitas perbankan yang pertama adalah menghimpun dana dari masyarakat luas yang dikenal dengan istilah di dunia perbankan adalah kegiatan funding (Kasmir, 2008: 26). Bank juga memberikan pelayanan dalam lalu lintas sistem pembayaran sehingga kegiatan ekonomi masyarakat dapat berjalan dengan lancar. Dengan sistem pembayaran yang efisien, aman dan lancar maka perekonomian dapat berjalan dengan baik. Karena manfaatnya yang begitu penting bagi perekonomian, maka setiap Negara berupaya agar perbankan selalu berada dalam kondisi yang sehat, aman dan stabil.

Agar dapat melaksanakan fungsi sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat dengan baik, bank harus dipercaya oleh masyarakat. Karena sebagian dana yang digunakan oleh perbankan dalam melakukan penyaluran dana adalah dana nasabah atau masyarakat yang dihimpun melalui simpanan, sedangkan modal sendiri bank sangat relative sedikit, maka dikatakan bank sebagai lembaga kerpercayaan (Sulhan, dkk., 2008: 4). Sebagai perantara keuangan bank akan memperoleh keuntungan dari selisih bunga yang diberikan kepada penyimpan (bunga simpanan) dengan bunga yang diterima dari peminjam (bunga kredit). Bank juga memberikan jasa-jasa seperti pengiriman uang (transfer), penagihan

(4)

surat-surat berharga yang berasal dari dalam kota, penagihan surat-surat berharga yang berasal dari luar kota dan luar negeri (inkaso) dan jasa lainya.

Banyak pihak yang berkepentingan dalam penilaian kinerja pada sebuah perusahaan perbankan, diantaranya bagi para manajer, investor, pemerintah, masyarakat bisnis, maupun lembaga-lembaga yang terkait. Manajemen sangat memerlukan hasil penilaian terhadap kinerja unit bisnisnya, yaitu untuk memastikan tingkat ukuran keberhasilan para manajer dan sekaligus sebagai evaluasi penyusunan perencanaan strategi maupun operasional pada masa selanjutnya. Kinerja perbankan yang baik akan menarik minat investor untuk melakukan investasi pada sektor perbankan, Karena investor melihat, semakin sehat suatu bank, maka manajemen bank tersebut bagus. Serta diharapkan bisa memberikan return yang tinggi. Pemerintah sangat berkepentingan terhadap penilaian kinerja suatu lembaga keuangan, sebab memiliki fungsi memajukan dan meningkatkan perekonomian negara. Sedangkan masyarakat sangat menginginkan agar badan usaha sektor perbankan sangat sehat dan maju. Sehingga dapat dicapai efisiensi dana berupa biaya yang murah dan efisiensi.

Mengingat saat ini kepercayaan masyarakat menurun terhadap bank, maka diperlukan penilaian kesehatan bank agar kepercayaan masyarakat bisa kembali. Setelah kepercayaan masyarakat kembali maka masyarakat akan menyimpan uangnya di bank. Oleh pihak bank uang tersebut disalurkan dalam bentuk kredit pada masyarakat yang membutuhkan modal.

Kesehatan bank merupakan hasil dari penilaian kualitas atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi kinerja suatu bank. Upaya untuk

(5)

mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan diperlukan suatu penilaian tingkat kesehatan bank, penilaian tingkat kesehatan bank dilakukan untuk mengetahui kredibilitas suatu bank dan salah satu indikator penilaian kinerja manajemen perbankan. Selain itu juga penilaian tingkat kesehatan bank dilakukan dalam upaya menetapkan strategi yang bagus dalam menyikapi kebijakan API.

Bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsinya dengan baik, dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan moneter (Permana, 2012:2). Perbankan harus selalu dinilai kesehatannya agar tetap prima dalam melayani para nasabahnya. Bank yang tidak sehat, bukan hanya membahayakan perbankan itu saja, akan tetapi pihak lain. Untuk menilai suatu kesehatan bank dapat dilihat dari berbagai segi penilaian, ini bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sangat sehat, sehat, cukup sehat, kurang sehat atau tidak sehat.

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam menilai kesehatan bank dan salah satunya adalah Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011 yang dalam penilaiannya menggunakan pendekatan RGEC (Risk Profile, Good Corporate Governance, Earnings, Capital). Peraturan ini sekaligus menggantikan Peraturan Bank Indonesia sebelumnya yaitu PBI No.6/10/PBI/2004 dengan faktor-faktor penilaianya digolongkan dalam 6 (enam) faktor yang disebut

(6)

CAMELS (Capital, Asset Quality, Management, Earnings, Liquidity, and Sensitivity to Market Risks).

Metode RGEC yang terdiri dari profil risiko (risk profile) merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko dalam aktivitas operasional bank (PBI No.13/1/PBI/2011).Faktor kedua adalah tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) merupakan suatu sistem yang mengatur hubungan antara para stakeholders demi tercapainya tujuan perusahaan (Zarkasyi, 2008:71). Faktor yang selanjutnya adalah rentabilitas (earning) merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari modal yang diinvestasikan dalam total aktiva. Terakhir adalah faktor permodalan (capital) menunjukkan besarnya jumlah modal minimum yang dibutuhkan untuk dapat menutupi risiko kerugian yang mungkin timbul dari penanaman aset-aset yang mengandung risiko serta membiayai seluruh aset tetap dan inventaris bank (PBI No. 10/15/PBI/2008).

Mengingat pentingnya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap bank, maka penilaian mengenai tingkat kesehatan bank harus terus dilakukan agar kepercayaan masyarakat tetap terjaga. Semakin ketatnya persaingan di sektor perbankan, kepercayaan dari masyarakat merupakan salah satu kunci sukses dalam mendorong kemajuan perusahaan perbankan. Mengingat fungsi, posisi dan peranan Bank Rakyat Indonesia di tengah-tengah masyarakat yang begitu strategis, maka kepentingan akan pengukuran tingkat kesehatannya menjadi begitu penting agar dikemudian hari Bank Rakyat Indonesia lebih dapat diterima oleh

(7)

masyarakat dan tetap di percaya oleh kalangan pemerintah maupun swasta dalam pengelolaan keuangan bisnisnya

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti tentang ” Pengaruh Ukuran Perusahaan, Resiko Pasar, Kecukupan Modal, dan Rentabilitas Terhadap Kesehatan Bank pada Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Periode 2000-2015”.

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana ukuran perusahaan, resiko pasar, kecukupan modal, dan rentabilitas pada Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Periode 2000-2015. 2. Bagaimana kesehatan Bank pada Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk

Periode 2000-2015. 1.3Tujuan Penelitian

Skip (tidak perlu ditelaah) 1.4Kegunaan Penelitian

Skip (tidak perlu ditelaah) 1.5Tempat dan Waktu Penelitian

(8)

10 1.1Kajian Pustaka

1.1.1 Bank

1.1.1.1Pengertian Bank

Menurut Undang–Undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan, “ Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarkat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit. dan atau bentuk–bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Akuntansi Keuangan No. 31 (2007) menyatakan bahwa : “ Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Berdasarkan beberapa uraian dari definisi bank dapat diambil kesimpulan bahwa bank adalah suatu badan hukum yang kegiatannya menghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan dana.

Bank adalah bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (UU No.10 tahun 1998). Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatannya utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukar uang, memindahkan

(9)

uang atau menerima segala bentuk pembayaran dan setoran seperti pembayaran listrik, telepon, air pajak, uang kuliah dan pembayaran lainnya (Kasmir, 2007). 1.1.1.2Fungsi Bank

Menurut Totok Budisantoso dan Nuritomo fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara spesifik bank dapat berfungsi sebagai :

1. Agent of trust

Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan. Masyarakat akan mau menitipkan dananya di bank karena adanya kepercayaan. Pihak bank juga akan menyalurkan dananya kepada debitur karena adanya unsur kepercayaan. 2. Agent of development

Kegiatan bank yang berupa menghimpun dan menyalurkan dana memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa. Kelancaran kegiatan investasi– distribusi–konsumsi adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat

3. Agent of services

Bank memberikan penawaran jasa perbankan lain, seperti jasa pengiriman uang, penitipan barang berharga, pemberian jaminan bank, dan penyelesaian tagihan.

(10)

1.1.1.3Peran Bank

Menurut Totok Santoso dan Nuritomo (2014) peran bank adalah sebagai berikut :

1. Pengalihan aset (asset transmutation)

Bank akan memberikan pinjaman kepada pihak yang membutuhkan dana dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Sumber dana pinjaman tersebut diperoleh dari pemilik dana yaitu unit surplus yang jangka waktunya dapat diatur sesuai dengan pemilik dana. Dalam hal ini bank telah berperan sebagai pengalih aset yang likuid dari unit surplus (lenders) keapada unit defisit (borrowers).

2. Transaksi ( Transaction)

Bank memberikan berbagai kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi barang dan jasa dengan mengeluarkan produk–produk yang dapat memudahkan kegiatan transaksi diantaranya giro, tabungan, deposito, saham dan sebagainya.

3. Likuiditas (Liquidity)

Unit surplus dapat menempatkan dana yang dimilikinya dalam bentuk produk–produk berupa giro, tabungan, deposito dan sebagainya. Untuk kepentingan likuiditas para pemilik dana dapat menempatkan dananya sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya karena produk–produk tersebut mempunyai tingkat likuiditas yang berbeda-beda.

(11)

4. Efisiensi (Efficiency)

Adanya informasi yang tidak simetris antara peminjam dan investor menimbulkan masalah insentif, sehingga menimbulkan ketidakefisienan dan menambah biaya. Dengan adanya bank sebagai broker maka masalah tersebut dapat teratasi.

1.1.1.4Karakteristik Bank

Menurut Taswan (2008: 2), lembaga perbankan mudah dikenali karena memiliki karakteristik umum sebagai berikut :

1. Bank merupakan lembaga perantara keuangan antara pihakpihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak–pihak yang membutuhkan dana, serta berfungsi untuk memperlancar lalu lintas pembayaran dengan berpijak pada falsafah kepercayaan.

2. Sebagai lembaga kepercayaan, bank harus selalu menjaga likuiditasnya sehingga mampu memenuhi kewajiban yang harus segera dibayar

3. Bank selalu dihadapkan pada dilema antara pemeliharaan likuiditas atau peningkatan earning power. Kedua hal ini berlawanan dalam mengelola dana perbankan. Yang artinya jika menginginkan likuiditas tinggi maka earningatau rentabilitas rendah dan sebaliknya.

4. Bank sebagai lembaga kepercayaan mempunyai kedudukan yang strategis untuk menunjang pembangunan nasional.

1.1.1.5Jenis Bank

(12)

1. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2. Bank perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

1.1.2 Tingkat Kesehatan Bank

Bank Wajib memelihara dan atau meningkatkan tingkat kesehatan bank dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko dalam melaksanakan kegiatan usaha. Bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan dengan menggunakan pendekatan risiko baik secara individual maupun secara konsolidasi. Bank wajib melakukan penilaian sendiri atas tingkat kesehatan bank paling kurang setiap semester untuk posisi akhir bulan juni dan desember (BI 2011:131).

Kesehatan bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang secuai dengan peraturan perbankan yang berlaku (Sigit 2006:51). Pengertian tentang kesehatan bank tersebut merupakan suatu batasan yang sangat luas, karena kesehatan bank memang mencakup kesehatan suatu bank yang melaksanakan sseluruh kegiatan usaha perbankannya. Tingkat kesehatan bank adalah kondisi keuangan dan manajemen bank diukur melalui rasio-rasio hitung. Tingkat kesehatan bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, yaitu pemilik dan pengelola bank,

(13)

masyarakat pengguna jasa bank, dan bank Indonesia selaku pembina dan pengawas bank-bank yang ada di Indonesia (Sunarti).

Menurut Bank Of Settlement, bank dapat dikatakan sehat apabila bank tersebut dapat melaksanakan control terhadap aspek modal, aktiva, rentabilitas, manajemen dan aspek likuiditasnya. Pengertian Kesehatan bank menurut Bank Indonesia sesuai denganUndang– undang RI No. 7 Tahun 1992 Tentang perbankan Pasal 29 adalah Bank dikatakan sehat apabila bank tersebut memenuhi ketentuan Kesehatan bank dengan memperhatikan aspek Permodalan, Kualitas Asset, Kualitas Manajemen, Kualitas Rentabilitas, Likuiditas, Solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank.

Kesehatan bank merupakan kemampuan bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi kewajiban dengan baik dan dengan cara-cara yang sesuai peraturan perbankan yang berlaku (Santoso, 2006:51). Penilaian tingkat kesehatan bank merupakan penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian aspek permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas dan sensitivitas terhadap resiko pasar. Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan melalui penilaian kuantitatif dan kualitatif setelah mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas meterialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penilaian serta pengaruh dari faktor-faktor lainnya seperti kondisi industri perbankan dan perekonomian nasional. Tingkat kesehatan bank merupakan suatu keadaan kondisi keuangan dan manajemen bank diukur melalui rasio-rasio hitung. Tingkat kesehatan bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait yaitu

(14)

pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank dan Bank Indonesia selaku pembina dan pengawas bank-bank yang ada di Indonesia. Langkah pertama yang dilakukan dalam pelaksanaan penilaian tingkat kesehatan bank adalah dengan mengkuantifikasikan komponen dari masingmasing faktor.

Kesehatan bank merupakan salah satu hal yang diatur oleh BankIndonesia. Penilaian kesehatan bank adalah muara akhir atau hasil dari aspekpengaturan dan pengawasan perbankan yang menunjukkan kinerja perbankannasional. Berorientasi risiko, proporsionalitas, materialitas dan signifikansi sertakomprehensif dan terstruktur merupakan prinsip-prinsip umum yang harusdiperhatikan manajemen bank dalam menilai tingkat kesehatan bank (SE BINo.13/24/DPNP). Penilaian tingkat kesehatan bank dilakukan denganmenganalisis laporan keuangan. Laporan keuangan adalah sarana yangmenyediakan informasi keuangan sebagai bahan pertimbangan dalampengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkepentingan (Kieso et al.2007:2).

Kesehatan atau kondisi keuangan non keuangan bank tertentu merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (Manajemen) bank, Masyarakat pengguna jasa bank, bank indonesia selaku otoritas pengawasan bank, serta pihak lainnya. Kondisi bank seperti itu dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, dan manajemen risiko (Ade 2006:132).

(15)

Kesehatan keuangan bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal seperti kemampuan menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain, dan dari modal sendiri, kemampuan mengelola dana, kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat,karyawan, pemilik modal, dan pihak lain, pemenuhan peraturan perbankkan yang berlaku dan mampu memenuhi semua kewajiban dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peratuan perbankkan yang berlaku (Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso : 2006).

Secara sederhana keuangan bank dikatakan sehat karena bank dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bank mempunyai modal yang cukup, dapat menjaga kualitas asetnya dengan baik, mengelola dengan baik dan mengoperasikan berdasarkan prinsip kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi kewajibannya setiap saat. Selain itu, suatu bank harus senantiasa memenuhi berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya berupa berbagai ketentuan yang mengacu pada prinsip-prinsip kehati-hatian di bidang perbankan (PBI, 2004).

Kriteria terhadap penilaian dalam kesehatan keuangan bank ditetapkan dalam empat predikat tingkat kesehatan bank yaitu sebagai berikut :

Tabel 2.1

Nilai Kredit Penggolongan Tingkat Kesehatan Keuangan Bank

Nilai Kredit Predikat

81-100 Sehat

66-<81 Cukup sehat

51-<66 Kurang sehat

< 51 Tidak sehat

(16)

1.1.3 Model RGEC (Risk, Good Corporate Governance, Earning, Capital) Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank, Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 dan PBI No. 8/6/PBI/2006 tentang Penerapan Manajemen Risiko antara lain diatur bahwa bank diwajibkan untuk melakukan penilaian sendiri (selfassessment) tingkat kesehatan bank dengan menggunakan pendekatan risiko (Risk-based Bank Rating/RBBR) baik secara individual maupun secara konsolidasi, dengan cakupan penilaian meliputi faktor-faktor sebagai berikut: Profil Risiko (risk profile), Good Corporate Governance (GCG), Rentabilitas (earnings), dan Permodalan (capital) untuk menghasilkan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank.

Penentuan tingkat kesehatan bank dalam setiap faktor penilaian tingkat kesehatan bank ditetapkan peringkatnya berdasarkan hasil analisis yang komprehensif dan terstruktur dengan menggunakan indikator penilaian baik kuantitatif maupun kualitatif. Peringkat setiap faktor dikategorikan menjadi 5 kategori, yaitu peringkat 1, peringkat 2, peringkat 3, peringkat 4, dan peringkat 5. Urutan peringkat faktor yang lebih kecil mencerminkan kondisi Bank yang lebih baik.

Mengacu ke Surat Edaran Surat Edaran Bank Indonesia No.13/24/DPNP tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, manajemen bank perlu memperhatikan prinsip-prinsip umum berikut ini sebagai landasan dalam menilai

(17)

tingkat kesehatan bank. Prinsip-prinsip umum penilaian tingkat kesehatan bank umum yang menjadi landasan dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank adalah sebagai berikut:

1. Berorientasi Risiko

Penilaian tingkat kesehatan didasarkan pada risiko-risiko bank dan dampak yang ditimbulkan pada kinerja bank secara keseluruhan. Hal ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi faktor internal maupun eksternal yang dapat meningkatkan risiko atau mempengaruhi kinerja keuangan bank pada saat ini dan di masa yang akan datang. Dengan demikian, bank diharapkan mampu mendeteksi secara lebih dini akar permasalahan bank serta mengambil langkahlangkah pencegahan dan perbaikan secara efektif dan efisien.

2. Proporsionalitas

Penggunaan parameter/indikator dalam tiap faktor penilaian tingkat kesehatan bank dilakukan dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha bank. Parameter/indikator penilaian tingkat kesehatan bank dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP/2011 merupakan standar minimum yang wajib digunakan dalam menilai tingkat kesehatan bank. Namun demikian, bank dapat menggunakan parameter/indikator tambahan yang sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas usahanya dalam menilai tingkat kesehatan bank sehingga dapat mencerminkan kondisi bank dengan lebih baik. 3. Materialitas dan Signifikansi

Bank perlu memperhatikan materialitas atau signifikansi faktor penilaian tingkat kesehatan bank yaitu profil risiko, GCG, rentabilitas, dan permodalan

(18)

serta signifikansi parameter/indikator penilaian pada masing-masing faktor dalam menyimpulkan hasil penilaian dan menetapkan peringkat faktor. Penentuan materialitas dan signifikansi tersebut didasarkan pada analisis yang didukung oleh data dan informasi yang memadai mengenai risiko dan kinerja keuangan bank.

4. Komprehensif dan Terstruktur

Proses penilaian dilakukan secara menyeluruh dan sistematis serta difokuskan pada permasalahan utama bank. Analisis dilakukan secara terintegrasi, yaitu dengan mempertimbangkan keterkaitan antar risiko dan antar faktor penilaian tingkat kesehatan bank serta perusahaan anak yang wajib dikonsolidasikan. Analisis harus didukung oleh fakta-fakta pokok dan rasio-rasio yang relevan untuk menunjukkan tingkat, trend, dan tingkat permasalahan yang dihadapi oleh bank.

2.1.3.1Profil Risiko (Risk Profile)

Risk Profile (profil risiko) menjadi dasar penilaian tingkat bank pada saat ini dikarenakan setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh bank sangat memungkinkan akan timbulnya risiko. Menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 5/8/PBI/2003 pengertian manajemen risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. Sedangkan definisi risiko menurut Ali (2006) adalah peluang atau kemungkinan terjadinya bencana atau kerugian sedangkan dalam perbankan resiko itu diartikan sebagai peluang dari kemungkinan terjadinya situasi yang memburuk atau bad outcome.

(19)

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.13/24/DPNP/2011, penilaian faktor profil risiko merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko dalam aktivitas operasional bank. Penilaian risiko inheren merupakan penilaian atas risiko yang melekat pada kegiatan bisnis bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun yang tidak, yang berpotensi mempengaruhi posisi keuangan bank. Karakteristik risiko inheren bank ditentukan oleh faktor internal maupun eksternal, antara lain strategi bisnis, karakteristik bisnis, kompleksitas produk dan aktivitas bank, industri dimana bank melakukan kegiatan usaha, serta kondisi makro ekonomi.

Penilaian kualitas penerapan manajemen risiko bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas penerapan manajemen risiko bank sesuai prinsip-prinsip yang diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum. Penerapan manajemen risiko bank sangat bervariasi menurut skala, kompleksitas, dan tingkat Risiko yang dapat ditoleransi oleh bank. Dengan demikian, dalam menilai kualitas penerapan manajemen risiko perlu diperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.13/24/DPNP/2011, risiko yang wajib dinilai terdiri atas 8 (delapan) jenis Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Operasional, Risiko Likuiditas, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi.

1. Risiko Kredit

Bank dapat menggunakan rasio Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam

(20)

mengelola kredit bermasalah dari keseluruhan kredit yang diberikan oleh bank yang kolektibilitasnya kurang lancar, diragukan dan macet dari kredit yang diberikan secara keseluruhan. Rumus NPL adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1

Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Non Performing Loan (NPL)

Peringkat Keterangan Kriteria

1 Sangat sehat 0% < NPL < 2% 2 Sehat 2% ≤ NPL < 5% 3 Cukup sehat 5% ≤ NPL < 8% 4 Kurang sehat 8% < NPL ≤ 11% 5 Tidak sehat NPL > 11% 2. Risiko Pasar

Risiko pasar atau yang disebut juga dengan Sensitivity to Market Risk atau bisa juga dengan sebutan Risiko Suku Bunga dalam Banking Book (Interest Rate Risk in Banking Book/IRRBB) adalah risiko kerugian bank yang dikarenakan selisih/gap tingkat suku bunga. Interest Rate Risk (IRR) merupakan salah satu model yang digunakan untuk mendeteksi secara umum sensitivitas bank terhadap pergerakan suku bunga. Rasio ini memperlihatkan risiko yang mengukur besaran bunga yang diterima oleh bank dibandingkan dengan bunga yang dibayar (Sawir, 2005). Sedangkan Menurut Ali (2006:132) risiko pasar terjadi karena pengaruh dari gejolak suku bunga, perubahan nilai saham, nilai tukar valas, dan perubahan nilai komoditas.

Penilaian Risiko inheren atas Risiko Pasar, parameter/indikator yang digunakan adalah perhitungan rasio Interest Rate Risk (IRR). Rasio ini digunakan untuk mengetahui tingkat suku bunga, nilai tukar yang beredar dan

(21)

untuk mengukur sensitivitas aset dan liabilitas terhadap suku bunga (SE BI 13/24/DPNP/2011).

Rumus Interest Rate Risk adalah :

100 x ) Liabilites Sensitive (Rate RSL Assets) Sensitive (Rate RSA IRR

Jika ternyata IRR suatu proyek sama dengan nilai i yang berlaku sebagai social discount rate, maka NPV proyek tersebut adalah nol. Jika IRR lebih kecil daripada social discount rate, berarti NPV lebih kecil daripada nol. Oleh karena itu, menurut Gray, et al. (2005: 69-75) nilai IRR yang lebih besar atau sama dengan Opprtunity Cost of Capital menyatakan tanda setuju untuk dijalankannya suatu proyek, sedangkan jika nilai IRR yang lebih kecil dengan social discount rate menyatakan tanda tidak setuju untuk dijalankannya suatu proyek.

3. Risiko Likuiditas

Menurut Kamus Bank Indonesia, risiko likuiditas adalah risiko bank dimana tidak memiliki uang tunai atau aktiva jangka pendek yang dapat diuangkan segera dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi permintaan deposan atau debitur. Risiko ini terjadi sebagai akibat kegagalan pengelolaan antara sumber dana dan penanaman dana atau kekurangan likuiditas/dana yang mengakibatkan bank tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya pada waktu yang telah ditetapkan (liquidity risk).

Bank dianggap likuid jika bank memiliki cukup uang tunai atau asset likuid lainnya, memiliki kemampuan meningkatkan dana secara cepat dari sumber lainnya, serta memiliki penyangga likuiditas yang memadai untuk

(22)

memungkinkan bank tersebut dapat memenuhi kewajiban pembayaran dan kebutuhan uang tunai yang mendadak (Darmawi). Jadi, likuiditas adalah keadaan yang berhubungan dengan persediaan uang tunai dan alat-alat likuid lainnya.

Indikator yang digunakan untuk mengukur risiko likuiditas dengan menggunakan pengukuran Loan to Deposit Ratio (LDR) . LDR digunakan untuk mengukur perbandingan jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank, yang menggambarkan kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana oleh masyarakat dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi LDR menunjukkan bahwa semakin rendah likuiditas bank karena terlalu besar jumlah dana masyarakat yang dialokasikan ke kredit.

Tabel 2.2

Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Loan to Deposit Ratio (LDR)

Peringkat Keterangan Kriteria

1 Sangat sehat 50% < LDR ≤ 75% 2 Sehat 75% < LDR ≤ 85% 3 Cukup sehat 85% < LDR ≤ 100% 4 Kurang sehat 100% < LDR ≤ 120% 5 Tidak sehat LDR > 120% 4. Risiko Operasional

Merupakan risiko kerugian yang diakibatkan oleh kegagalan atau tidak memadainya proses internal, manusia dan sistem, atau sebagai akibat dari kejadian eksternal. Risiko operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan, atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Sumber

(23)

risiko operasional dapat disebabkan antara lain oleh sumber daya manusia, proses, sistem, dan kejadian eksternal. Penilaian risiko inheren atas risiko operasional, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) karakteristik dan kompleksitas bisnis; (ii) sumber daya manusia; (iii) teknologi informasi dan infrastruktur pendukung; (iv) fraud, baik internal maupun eksternal, dan (v) kejadian eksternal.

5. Risiko Hukum

Risiko hukum adalah risiko dari ketidakpastian tindakan atau tuntutan atau ketidakpastian dari pelaksanaan atau interpretasi dari kontrak, hukum atau peraturan. Risiko hukum adalah risiko yang timbul akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis. Risiko ini juga dapat timbul antara lain karena ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendasari atau kelemahan perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak atau agunan yang tidak memadai. Penilaian Risiko inheren atas Risiko Hukum, parameter/indikator yang digunakan adalah (i) faktor litigasi; (ii) faktor kelemahan perikatan; dan (iii) faktor ketiadaan/perubahan peraturan perundang- undangan.

6. Risiko Stratejik

Risiko stratejik adalah risiko yang disebabkan oleh adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal. Risiko Stratejik adalah risiko akibat ketidaktepatan Bank dalam mengambil keputusan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan

(24)

dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Sumber Risiko Stratejik antara lain ditimbulkan dari kelemahan dalam proses formulasi strategi dan ketidaktepatan dalam perumusan strategi, ketidaktepatan dalam implementasi strategi, dan kegagalan mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Penilaian Risiko inheren atas Risiko Stratejik, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) kesesuaian strategi bisnis Bank dengan lingkungan bisnis; (ii) strategi berisiko rendah dan berisiko tinggi; (iii) posisi bisnis Bank; dan (iv) pencapaian rencana bisnis bank.

7. Risiko Kepatuhan

Risiko kepatuhan adalah risiko yang disebabkan oleh ketidakpatuhan suatu bank untuk melaksanakan perundang–undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Risiko Kepatuhan adalah Risiko yang timbul akibat Bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku. Sumber Risiko Kepatuhan antara lain timbul karena kurangnya pemahaman atau kesadaran hukum terhadap ketentuan maupun standar bisnis yang berlaku umum. Penilaian Risiko inheren atas Risiko Kepatuhan, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) jenis dan signifikansi pelanggaran yang dilakukan, (ii) frekuensi pelanggaran yang dilakukan atau track record ketidakpatuhan Bank, dan (iii) pelanggaran terhadap ketentuan atau standar bisnis yang berlaku umum untuk transaksi keuangan tertentu.

(25)

Risiko Reputasi adalah Risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap Bank. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam mengkategorikan sumber Risiko Reputasi bersifat tidak langsung (below the line) dan bersifat langsung (above the line). Penilaian Risiko inheren atas Risiko Reputasi parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) pengaruh reputasi negatif dari pemilik Bank dan perusahaan terkait; (ii) pelanggaran etika bisnis; (iii) kompleksitas produk dan kerjasama bisnis Bank; (iv) frekuensi, materialitas, dan eksposur pemberitaan negatif Bank; dan (v) frekuensi dan materialitas keluhan nasabah.

2.1.3.2Good Corporate Governance

Corporate governance atau tata kelola perusahaan adalah sistem yang digunakan dalam mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan (Ali, 20060. Good Corporate Governance (GCG) merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder, dengan kata lain, GCG adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan, dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan.

Di Indonesia, istilah Good Corporate Governance (GCG) baru dikenal sejak tahun 1990an, yaitu semenjak bangkrutnya beberapa perusahaan raksasa

(26)

dunia. Pada tahun 1997, krisis keuangan yang melanda di Indonesia juga turut menjatuhkan perekonomian salah satunya pada bidang perbankan. Pedoman Good Corporate Governance perbankan Indonesia yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance menyatakan bahwa krisis perbankan di Indonesia yang dimulai akhir tahun 1997 bukan semata-mata diakibatkan oleh krisis ekonomi, tetapi juga diakibatkan oleh belum terlaksananya dilaksanakannya good corporate governance dan etika yang melandasinya.

Hal ini membuat semakin banyak kalangan yang menyadari pentingnya penerapan Good Corporate Governance. Maka, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Perbankan Indonesia (PBI) Nomor 8/4/PBI/2006 yang mengatur tentang Good Corporate Governance yang dimaksudkan agar bank yang menerapkan Good Corporate Governance dapat meningkatkan kinerjanya.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No 13/1/2011 yang mewajibkan bank-bank di Indonesia memasukkan faktor Good Corporate Governance ke dalam salah satu penilaian tingkat kesehatan bank, maka perusahaan sangat perlu untuk memiliki tanggung jawab yang besar dalam menjaga stabilitas sistem perbankannya sehingga dapat memperoleh predikat penerapan tata kelola perusahaan yang sehat). Indikator penilaian GCG yaitu menggunakan bobot penilaian berdasarkan nilai komposit dari ketetapan Bank Indonesia menurut PBI No. 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.

Penilaian terhadap faktor GCG dalam metode RGEC didasarkan ke dalam tiga aspek utama yaitu, governance structure, governance process, dan governance output. Governance stucture mencakup pelaksanaan tugas dan

(27)

tanggung jawab Dewan Komisaris dan Dewan Direksi serta kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite. Governance process mencakup fungsi kepatuhan bank, penanganan benturan kepentingan, penerapan fungsi audit internal dan eksternal, penerapan manajemen risiko termasuk sistem pengendalian internal, penyediaan dana kepada pihak terkait dan dana besar, serta rencana strategis bank. Aspek terakhir governance output mencakup transaparansi kondisi keuangan dan non keuangan, laporan pelaksanaan GCG yang memenuhi prinsip adalah sebagai berikut :

1. Keterbukaan (Transparency) 2. Akuntabilitas (Accountability) 3. Tanggung Jawab (Responsibility) 4. Independensi (Independency) 5. Kewajaran (Fairness)

Tabel 2.3

Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Good Corporate Governance

Peringkat Keterangan Kriteria

1 Sangat sehat Memiliki NK < 1,5

2 Sehat Memiliki NK 1,5≤ NK

3 Cukup sehat Memiliki NK 2,5≤ NK

4 Kurang sehat Memiliki NK 3,5≤ NK

5 Tidak sehat Memiliki NK 4,5≤ NK <5 2.1.3.3Rentabilitas (Earning)

Analisis rasio rentabilitas adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan (Margaretha, 2009:61). Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat ukur untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh

(28)

bank yang bersangkutan (Dendawijaya, 2013:119-120). Rasio rentabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba yang diperoleh perusahaan dengan aktiva atau modal yang diperlukan untuk menghasilkan laba tersebut (Riyanto, 2001). Secara keseluruhan rentabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu dengan total aktiva atau modal yang digunakan dalam operasi perusahaan.

Bank dalam memperoleh laba atau keuntungan secara keseluruhan dengan modal yang dimiliki atau modal yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut. Salah satu tujuan utama suatu bank pada umumnya adalah untuk memperoleh keuntungan. Untuk mengukur kinerja suatu bank salah satu caranya adalah dengan mengukur kemampuan suatu bank untuk memperoleh keuntungan . Jadi, perlu diketahui apabila bank selalu mengalami kerugian dalam setiap kegiatan operasinya maka tentu saja lama-kelamaan kerugian tersebut akan menghabiskan modalnya.

Menurut Kasmir (2008:197), analisis rasio rentabilitas memiliki tujuan yaitu untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu, untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang, untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu, untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan oleh perusahaan, baik modal pinjaman maupun modal sendiri.

Menurut Surat Edaran No.13/24/DPNP/2011, penilaian faktor rentabilitas meliputi evaluasi terhadap kinerja rentabilitas, sumber-sumber rentabilitas,

(29)

kesinambungan (sustainability) rentabilitas, dan manajemen rentabilitas. Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat, trend, struktur, stabilitas rentabilitas bank, dan perbandingan kinerja bank dengan kinerja peer group¸ baik melalui analisis aspek kuantitatif maupun kualitatif. Dalam menentukan peer group, Bank perlu memperhatikan skala bisnis, karakteristik, dan/atau kompleksitas usaha Bank serta ketersediaan data dan informasi yang dimiliki.

Karakteristik bank dari sisi earnings atau rentabilitas adalah kinerja bank dalam menghasilkan laba dan kemampuan laba dalam meningkatkan permodalan dan prospek laba di masa depan. Indikator penilaian rentabilitas adalah ROA (Return On Assets).

ROA menujukkan keefisienan perusahaan dalam mengelola seluruh aktivanya untuk memperoleh pendapatan. ROA menggambarkan kemampuan manajemen bank dalam seberapa efektif suatu bank mengelola asetnya untuk menghasilkan suatu keuntungan (Dietrich dan Gabrielle, 2010). ROA dihitung dengan menbagi laba sebelum pajak (laba bersih) dengan rata-rata nilai total aset selama satu periode (Xuenzhi dan Dickson, 2012). Menurut Susan Irawati (2006:59), yang menyatakan bahwa Return On Assets adalah kemampuan suatu perusahaan (aktiva perusahaan) dengan seluruh modal yang bekerja di dalamnya untuk menghasilkan laba operasi perusahaan (EBIT) atau perbandingan laba usaha dengan modal sendiri dan modal asing yang digunakan untuk menghasilkan laba dan dinyatakan dalam persentase. Semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari penggunaan aset.

(30)

Tabel 2.4

Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Return On Asset

Peringkat Keterangan Kriteria

1 Sangat sehat ROA > 1,5%

2 Sehat 1,25% < ROA ≤ 1,5%

3 Cukup sehat 0,5% < ROA ≤ 1,25%

4 Kurang sehat 0% < ROA ≤ 0,5%

5 Tidak sehat ROA ≤ 0%

2.1.3.4Permodalan (Capital)

Menurut Surat Edaran No.13/24/DPNP/2011 penilaian atas faktor permodalan meliputi evaluasi terhadap kecukupan permodalan dan kecukupan pengelolaan permodalan. Perhitungan permodalan yang dilakukan bank wajib mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bagi bank umum. Selain itu, dalam melakukan penilaian kecukupan permodalan, Bank juga harus mengaitkan kecukupan modal dengan Profil risiko bank. Semakin tinggi risiko bank, semakin besar modal yang harus disediakan untuk mengantisipasi Risiko tersebut.

Modal bank adalah dana yang diinvestasikan oleh pemilik dalam rangka pendirian badan usaha yang dimaksudkan untuk membiayai kegiatan usaha bank disamping untuk memenuhi regulasi yang ditetapkan oleh otoritas moneter (Taswan, 2010:137). Menurut Taswan (2010:213) semakin besar penempatan dana pada aset berisiko tinggi, maka semakin rendah rasio kecukupan modal. Kecukupan modal merupakan faktor yang penting bagi bank untuk mengcover eksposur risiko saat ini dan mengatasi eksposur risiko di masa mendatang.

Kasmir (2008) menjelaskan CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan,

(31)

surat berharga, tagihan pada bank lain) yang dibiayai dari dana modal sendiri bank baik dari sumber- sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain. CAR menurut Lukman Dendawijaya (2013:122) adalah Rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko ( kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut di biayai dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh dana-dana dari sumbersumber di luar bank, seperti dana dari masyarakat, pinjaman, dan lain-lain. CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko.

Tabel 2.5

Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Return On Asset

Peringkat Keterangan Kriteria

1 Sangat sehat CAR ≥ 11%

2 Sehat 9,5% ≤ CAR < 11%

3 Cukup sehat 8% ≤ CAR < 9,5%

4 Kurang sehat 6,5% ≤ CAR < 8%

5 Tidak sehat CAR < 6,5%

2.1.4 Penilaian Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank

Peringkat komposit tingkat kesehatan bank ditetapkan berdasarkan analisis secara komprehensif dan terstruktur terhadap peringkat setiap faktor dan dengan memperhatikan prinsip-prinsip umum penilaian tingkat kesehatan bank umum.

Tabel 2.6

Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Komposit

Peringkat Penjelasan

PK 1 Mencerminkan kondisi bank yang secara umum sangat sehat sehingga dinilai sangat mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya tercermin dari peringkat faktorfaktor penilaian, antara lain profil risiko, penerapan GCG, rentabilitas, dan permodalan yang secara

(32)

umum sangat baik. Apabila terdapat kelemahan maka secara umum kelemahan tersebut tidak signifikan.

PK 2 Mencerminkan kondisi bank yang secara umum sehat sehingga dinilai mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian, antara lain profil risiko, penerapan GCG, rentabilitas, dan permodalan yang secara umum baik. Apabila terdapat kelemahan maka secara umum kelemahan tersebut kurang signifikan.

PK 3 Mencerminkan kondisi bank yang secara umum cukup sehat sehingga dinilai cukup mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya tercermin dari peringkat faktorfaktor penilaian, antara lain profil risiko, penerapan GCG, rentabilitas, dan permodalan yang secara umum cukup baik. Apabila terdapat kelemahan maka secara umum kelemahan tersebut cukup signifikan dan apabila tidak berhasil diatasi dengan baik oleh manajemen dapat mengganggu kelangsungan usaha bank.

PK 4 Mencerminkan kondisi bank yang secara umum kurang sehat sehingga dinilai kurang mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya tercermin dari peringkat faktorfaktor penilaian, antara lain profil risiko, penerapan GCG, rentabilitas, dan permodalan yang secara umum kurang baik. Terdapat kelemahan yang secara umum signifikan dan tidak dapat diatasi dengan baik oleh manajemen serta mengganggu kelangsungan usaha bank.

PK 5 Mencerminkan kondisi bank yang secara umum tidak sehat sehingga dinilai tidak mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya tercermin dari peringkat faktorfaktor penilaian, antara lain profil risiko, penerapan GCG, rentabilitas, dan permodalan yang secara umum kurang baik. Terdapat kelemahan yang secara umum sangatsignifikan sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan dukungan dana dari pemegang saham atau sumber dana dari pihak lain untuk memperkuat kondisi keuangan bank.

Sumber : Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP/2011

Dari analisis tiap masing-masing komponen dengan perhitungan rasio keuangan yang akan dilaksanakan maka akan diperoleh hasil yang akan didapat dalam penelitian ini untuk menganalisis kesehatan bank berada pada Peringkat Komposit tertentu. Sehingga dapat membuat sebuah keputusan dalam menilai kinerja keuangan untuk kelangsungan usaha perbankkan dan memberikan

(33)

informasi kepada pihak intern dan ekstern yang akan menambah tingkat kepercayaan kepada bank dan sebaliknya.

Nilai komposit untuk rasio keuangan masing-masing komponen yang menempati peringkat komposit akan bernilai sebagai berikut:

1. Peringkat 1 = setiap kali ceklist dikalikan dengan 5 2. Peringkat 2 = setiap kali ceklist dikalikan dengan 4 3. Peringkat 3 = setiap kali ceklist dikalikan dengan 3 4. Peringkat 4 = setiap kali ceklist dikalikan dengan 2 5. Peringkat 5 = setiap kali ceklist dikalikan dengan 1

Nilai komposit yang telah diperoleh dari mengalikan tiap ceklist kemudian ditentukan bobotnya dengan mempersentasekan. Adapun bobot/persentase untuk menentukan peringkat komposit keseluruhan komponen sebagai berikut:

Tabel 2.7

Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank dengan Menggunakan Metode RGEC

Bobot Peringkat Komposit Keterangan

86-100 PK 1 Sangat sehat

71-85 PK 2 Sehat

61-70 PK 3 Cukup sehat

41-60 PK 4 Kurang sehat

<40 PK 5 Tidak sehat

2.1.5 Penelitian yang Relevan Skip (tidak perlu ditelaah)

(34)

1.2 Kerangka Pemikiran

Penilaian kesehatan bank adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasi perbankan secara normal dan memenuhi kewajibannya. Penilaian kesehatan bank sangat penting karena untuk membentuk kepercayaan masyarakat dan untuk melaksanakan prinsip kehati–hatian dalam dunia perbankan, serta diharapkan hanya bank–bank yang benar–benar sehat yang dapat beroperasi dan berhubungan dengan masyarakat. Keseahatan suatu bank umum perlu diketahui karena untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat diperlukan bank yang sehat.

Penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan Peraturan Bank Indonesia penilaian kesehatan bank umum ditentukan dalam Surat Edaran No. 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 menyatakan bahwa penilaian tingkat kesehatan bank dinilai dengan analisis RGEC yang terdiri dari : Risiko (Risk), Manajemen yang baik (Good Corporate Governance), Rentabilitas (Earning) dan Permodalan (Capital). Penilaian tingkat kesehatan bank melalui RGEC ini merupakan salah satu indikator manajemen yang baik dalam mengelola perbankan dengan adanya pencapaian tingkat peringkat kesehatan bank dengan peringkat komposit 1 dan peringkat komposit.

Profile resiko merupakan penilaian terhadap resiko inheren manajemen dan penerapan menejemen resiko dalam operasional bank. Penerapan manajemen resiko merupakan penilaian terhadap tata kelola resiko, kerangka manajemen resiko, proses manajemen resiko, dan sistem pegendalian resiko. Terdapat delapan resiko yang dinilai dalam melakukan penilian terhadap tingkat kesehatan bank,

(35)

yaitu resiko kredit, pasar, operasional, likuiditas, hukum, kepatuhan, stratejik, dan resiko reputasi yang kesemuanya telah mewakili tingkat resiko suatu bank. Melihat pada penelitian sebelumnya penelitian Putri, (2012) faktor Risk Profile memiliki perbedaan tingkat kesehatan disebabkan bank besar memiliki tingkat profil resiko yang lebih rendah dari pada bank kecil. Penelitian Mariana, (2012) tingkat kesehatan pada bank konvensional dan bank syariah terdapat beberapa perbedaan pada risiko kredit, karena di dalam bank syariah pembiayaan harus sesuai dengan syariah islam. Pada profile resiko bank umum syariah juga terdapat penambahan dua pengukuran resiko yaitu resiko imbal hasil dan resiko investasi.

Faktor GCG merupakan faktor penilaian kualitas manajemen bank atas pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Dengan berlandaskan pada 5 prinsip dasar GCG yaitu: transparansi, akuntabilitas, tanggungjawab, indepedensi dan kewajaran. Maka diharapkan bisa menjadi pendeteksi awal dalam lemahnya penerapan GCG di dalam perusahaan dengan menilia 11 penilaian dalam manajemen perusahaan. Pada penelitian Permana, (2011) kualitas manajemen yang baik tentunya dapat di ukur dengan baik dengan penerapan GCG manajemen resiko di bank. Pada penelitian Putri, (2012) penerapan GCG memiliki perbedaan, hal ini disebabkan bank kecil memiliki peringkat GCG yang tinggi dibandingka dengan bank besar. Menurut data statistik perbankan syariah tahun 2014 yang di keluarkan oleh bank Indonesia, bank umum syariah memiliki pangsa pasar (market share) yang masih rendah di bandingkan dengan bank umum konvensional.

(36)

Faktor rentabilitas bertujuan untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank pada perode tertentu. Salah satu rasio yang digunakan yaitu Retur On Asset (ROA), Semakin besar rasio ROA suatu bank, maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset. Perolehan laba suatu bank menentukan baik atau tidaknya tingkat rentabilitas suatu bank, makin tinggi perolehan laba suatu bank makin baik pula faktor rentabilitas. Penelitian Putri, (2012) dalam penelitiannya, bahwa ada perbedaan tingkat rentabilitas antara bank kecil dan bank besar terjadi perbedaan. Pada penelitian Widianingrum, (2013) pada sampel bank yang di teliti tergolong dalam keadaan sehat dan juga sangat sehat pada faktor rentabilitas.

Faktor permodalan merupakan evaluasi terhadap kecukupan permodalan dan kecukupan pengelolaan permodalan. Dalam peraturan bank Indonesia No.15/12 tahun 2013 bank wajib menyediakan modal wajib minimum sesuai dengan profil resiko. Selain itu bank juga wajib membentuk tambahan modal penyangga yang presentasinya telah di atur di peraturan bank Indonesia. Dengan demikian berarti baik bank umum syariah maupun bank umum konvensional harus mengikuti peraturan yang ditetapkan dalam faktor permodalan. pada penelitian Putri, (2012) tingkat permodalan antara bank besar dan bank kecil memiliki tingkat perbedaan, ini di sebabkan karena faktor permodalan telah ditetapkan oleh bank Indonesia. Pada penelitian Widianingrum, (2013) pada Rasio CAR menunjukan hasil yang positif pada setiap bank, sehingga termasuk dalam kategori bank sangat sehat dan sehat.

(37)

GCG Earning Kesehatan Bank Risk Profile Capital

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini :

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 1.3 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka penulis merumuskan hipotesis sementara sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara Risk profile, Good Corporate Governance (GCG), Earning, dan Capital pada Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

2. Risk profile, Good Corporate Governance (GCG), Earning, dan Capital berpengaruh signifikan terhadap kesehatan bank pada Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

(38)

46 3.1Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dengan menggunakan model pendekatan RGEC.

Bank Rakyat Indonesia sebagai unit usaha dan BRI memberikan pelayanan jasa perbankan di dalam wilayah kerjanya. Dalam hubungannya dengan tugas pokok tersebut di atas, BRI melakukan kegiatan sebagai berikut:

1. Pengumpulan dan atau penghimpun dana. 2. Pemberian Kredit

3. Pemberian jasa bank lainnya 3.2Metode Penelitian

3.2.1 Pendekatan Penelitian.

Berdasarkan tinjauan permasalahan yang ada, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan ex-post facto. Penelitian tersebut dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi dan kemudian meruntut kebelakang untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejadian tersebut. Selain itu, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena–fenomena yang berlangsung saat ini atau pada saat lampau. Penelitian ini akan dilakukan dengan mengumpulkan data-data sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 dan SE No. 13/ 24/ DPNP tanggal 25 Oktober 2011.

(39)

3.2.2 Data dan Sampel

Adapun sumber data diperoleh antara lain: laporan keuangan dan lampiran dari Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dijadikan sampel, jurnal-jurnal serta artikel yang terkait dengan penelitian ini.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan yang tercatat di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Data disusun berdasarkan horizon waktu longitudinal (time series) dan dikelompokan dalam data tahunan. 3.2.3 Operasionalisasi Variabel.

Tabel 3.2

Operasionalisasi Variabel

Variabel

Penelitian Definisi Operasional Indikator Skala

(1) (2) (3) (4)

Risk Profile (X1)

Penilaian faktor profil risiko merupakan penilaian terhadap risiko dalam operasional bank dalam hal ini adalah resiko kredit

faktor risiko kredit dengan menggunakan rumus NPL Rasio Good Corporate Governance (X2) Penilaian faktor GCG

merupakan penilaian terhadap kualitas manajemen Bank atas pelaksanaan prinsip-prinsip GCG. Prinsip-prinsip GCG dan fokus penilaian terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip

GCG berpedoman pada

ketentuan Bank Indonesia mengenai Pelaksanaan GCG

bagi Bank Umum dengan

memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank.

Nilai komposit GCG Rasio

Earning (X3) Penilaian faktor rentabilitas

meliputi evaluasi terhadap kinerja rentabilitas,

sumber-sumber rentabilitas,

kesinambungan (sustainability) rentabilitas, dan manajemen rentabilitas.

Perbandingan antara laba sebelum pajak dengan rata-rata total aset

Rasio

Capital (X4) Penilaian atas faktor permodalan

meliputi evaluasi terhadap kecukupan permodalan dan

kecukupan pengelolaan

permodalan. Dalam melakukan perhitungan permodalan, bank

Rasio kecukupan modal pada penelitian ini dengan menghitung rasio Capital Adequacy Ratio (CAR).

(40)

wajib mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bagi bank umum

Kesehatan Bank (Y)

Kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang secuai dengan peraturan perbankan yang berlaku

Peringkat komposit tingkat kesehatan bank

Rasio

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data 3.2.4.1Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data sekunder. Data sekunder ini diperoleh dengan metode pengamatan laporan keuangan pada Bank BRI. Tbk (periode tahunan) dari tahun 2007 sampai 2016, yang diperoleh dari situs resmi BEI (Busa Efek Indonesia).

3.2.4.2Sumber Data

Adapun sumber data diperoleh antara lain: laporan keuangan dan lampiran dari Bank BRI. Tbk yang dijadikan sampel dari kurun waktu 2007-2016.

3.2.5 Teknik Analisis Data 3.2.5.1Analisis Regresi

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai pengaruh antara variabel risk profile, Good Corporate Governance, earning dan Capital terhadap return saham dengan menggunakan program SPSS for Windows. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan dari beberapa variabel

(41)

independen terhadap variabel dependen tersebut maka digunakan model regresi linier berganda (multiple linier regression method).

Analisis regresi linear berganda adalah studi mengenai ketergantungan satu variabel dependen dengan satu atau lebih variabel independen, dengan tujuan untuk mengestimasi dan memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Damodar, 2004: 143).

Dalam analisis regresi, selain mengujur kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih, juga menunjukkan arah hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. Hasil analisis regresi adalah berupa koefisien regresi untuk masing-masing variabel independen. Koefisien ini diperoleh dengan cara memprediksi nilai variabel dependen dengan suatu persamaaan. Persamaan regresi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3 X3 + e

3.2.5.2Koefisien Korelasi Secara Simultan dan Parsial

Koefisien korelasi ini akan menentukan tingkat keeratan hubungan antara variabel yang diteliti. Menghitung koefisien korelasi antara X1, X2, X3, dan X4,

menggunakan rumus koefisien sederhana yaitu :

                               

       2 n 1 h jh n 1 h jh 2 2 n 1 h ih n 1 h ih 2 n 1 h jh n 1 h ih n 1 h jh ih j i X X n X X n X X X X n X rX (Sitepu, 2011:19)

(42)

Koefisien korelasi ini akan besar jika tingkat hubungan antar variabel kuat. Demikian jika hubungan antar variabel tidak kuat maka nilai r akan kecil, besarnya koefisien korelasi ini akan diinterpretasikan sebagai berikut :

Tabel 3.3

Tingkat Keeratan Hubungan

Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 – 1,99 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,00 Sangat rendah Rendah Sedang Kuat Sangat kuat (Sugiyono)

1) Pengujian secara simultan menggunakan rumus sebagai berikut :

PYXi = bYXi

  n h n h i Yh h X 1 2 1 2 (Sitepu, 2011) Keterangan :

PYXi = Koefisien jalur dari variabel Xi terhadap variabel Y

bYXi = Koefisien regresi dari variabel Xi terhadap variabel Y

2) Pengujian faktor residu/sisa

PYε = 1R2YiX1X2...Xk (Sitepu, 2011:23)

Dimana : R2YX1X2………..Xk =

PyiXi,rYXi

3.2.5.3Uji Asumsi Klasik 1. Uji Multikolinearitas

Uji asumsi mengenai multikolinearitas ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel-variabel independen.

(43)

Metode untuk mendiagnosa adanya multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF)(Ghozali, 2013: 54).

a. Jika nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10, maka dapat diartikan bahwa tidak terdapat multikolinearitas pada penelitian tersebut.

b. Jika nilai tolerance < 0,10 dan VIF > 10, maka dapat diartikan bahwa terdapat multikolinearitas pada penelitian tersebut.

2. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat grafik Scetterplot antara nilai prediksi variabel independen dengan nilai residualnya. Dasar analisis yang dapat digunakan untuk menentukan heteroskedastisitas menurut (Ghozali, 2013: 55), antara lain :

a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka mengindikasikan heteroskedastisitas.

b. Jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik penyebaran diatas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas atau terjadi heteroskedastisitas.

3. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi merupakan pengujian asumsi dalam regresi dimana yang variabel dependen tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri.Maksud korelasi dengan diri sendiri adalah bahwa nilai dari variabel dependen tidak berhubungan dengan nilai variabel itu sendiri, baik nilai variabel sebelumnya

(44)

atau nilai periode sesudahnya.Dasar pengambilan keputusan untuk uji autokorelasi menurut (Ghozali, 2013: 57):

a. Angka D-W di bawah -4 berarti ada autokorelasi positif.

b. Angka D-W diantara -4 sampai +4 berarti tidak ada autokorelasi. c. Angka D-W di atas +4 berarti ada autokorelasi negatif.

3.2.6 Metode Pengujian Hipotesis 3.2.6.1Uji t-statistik

1. Uji t (t-test)

Uji t digunakan untuk mengetahui signifikansi pengaruh secara parsial variabel independen terhadap dependen.

ti = ) 1 )( 1 ( ... 1 )... ...( 1 2 1 2 Xk Xi XiX k YX i R k n X R PYX     (Sitepu, 2011:28)

Statistik uji di atas mengikuti distribusi t dengan derajat bebas n-k-1. 2. Uji F-statistik

Uji F digunakan untuk menguji variabel-variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Selain itu dengan uji F dapat diketahui pula apakah model regresi linear yang digunakan sudah tepat atau belum.

Rumus uji F untuk menguji koefisien korelasi berganda (Agus Irianto, 2007: 219):

(45)

Keterangan :

R2 = Koefisien Korelasi berganda k = Jumlah Variabel Bebas n = Jumlah Data (Sampel)

Pengujian hipotesis tersebut dilakukan dengan kriteria sebagai berikut : a. F Sig ≥  (α=0,05) maka H0 diterima dan H1 ditolak.

b. F Sig <  (α=0,05) maka H0 ditolak dan H1 diterima.

2. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar hubungan dari beberapa variabel dalam pengertian yang lebih jelas. Koefisien determinasi akan menjelaskan seberapa besar perubahan atau variasi suatu variabel bisa dijelaskan oleh perubahan atau variasi pada variabel yang lain (Santoso dan Ashari, 2005: 125). Nilai koefisien ini antara 0 dan 1, jika koefisien determinasi bernilai nol berarti variabel independen sama sekali tidak berpengaruh terhadap variabel dependen dan jika koefisien determinasi semakin mendekati satu, maka dapat dikatakan bahwa variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Selain itu koefisien determinasi dipergunakan untuk mengetahui presentase perubahan variabel terikat (Y) yang disebabkan oleh variabel bebas (X). Nilai koefisien determinasi (R2)

menunjukkan persentase pengaruh semua variable independen terhadap variabel dependen. Menjelaskan besarnya kontribusi yang diberikan variabel

(46)

independen terhadap variabel dependen. Rumus koefisien determinasi dapat ditunjukkan sebagai berikut :

R2 = r² x 100% Keterangan :

R2 = Koefisien penentu atau koefisien determinasi r² = Koefisien Korelasi.

Rumus untuk menghitung koefisien penentu atau atau koefisien determinasi juga dapat dituliskan sebagai berikut:

Keterangan :

R2 = Koefisien penentu atau koefisien determinasi Y = Skor Variabel terikat (Dependent Variable) X = Skor Variabel bebas (Independent Variable) n = Jumlah Frekuensi (Populasi)

Selanjutnya untuk mengolah data dan menganalisis data yang telah tersedia akan digunakan perangkat lunak program SPSS agar hasilnya lebih kredibel dan mempunyai tingkat akurasi yang tinggi.

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Konseptual  1.3  Hipotesis

Referensi

Dokumen terkait

Ciri-ciri yang mengindikasikan adanya perubahan kimia : Perubahan warna , Perubahan bau , Pembentukan gas , Timbulnya cahaya , Pembentukan endapan baru , Perubahan pH

Bedanya hanyalah bahwa bank syariah melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan bunga (interest free), tetapi berdasarkan prinsip syariah, yaitu prinsip pembagian

Selain itu, peralatan dan bahan kimia yang ada di dalam Laboratorium juga dapat mengakibatkan bahaya yang tak jarang berisiko tinggi bagi Praktikan yang sedang

Data pengujian yang dihasilkan pada proses sebelumnya akan digunakan sebagai input dari proses regresi menggunakan epsilon SVR dan menghasilkan suatu model beserta

 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) September 2015 (5,29%) mengalami penurunan dari kondisi Maret 2015 (6,24%) yang mengindikasikan ada perbaikan kondisi ekonomi/

Analisis ini digunakan untuk mengetahui karakteristik responden. Data yang berebntuk skala kategorik seperti stimulasi media interaktif, jenis kelamin, pendidikan

( Contextual Teaching and Learning / CTL) yaitu suatu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata

Citra pеrusahaan mеmpunyai pеran pеnting dalam kеgiatan pеmasaran sеbab citra pеrusahaan dapat mеnjadi salah satu dasar pеrtimbangan konsumеn dalam mеmilih