• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. panen besar tahun Di lain pihak kebutuhan cengkeh untuk 2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. panen besar tahun Di lain pihak kebutuhan cengkeh untuk 2)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

Cengkeh, merupakan salah satu bahan baku utama rokok kretek yang mencakup 80 % produksi rokok nasional. Di samping pengaruh negatif rokok terhadap kesehatan, peranan rokok kretek dalam perekonomian nasional sangat nyata, antara lain menyumbang sekitar Rp 23,2 triliun dari perkiraan Rp 29 triliun penerimaan cukai rokok. Tenaga kerja yang terkait baik langsung maupun tidak langsung dengan industri rokok kretek, yaitu di sektor pertanian, industri rokok, dan perdagangan, serta sektor informal sekitar 6 juta tenaga kerja.

Sejak tahun 1996 produksi cengkeh Indonesia mengalami penurunan drastis akibat ketidak pastian harga. Dampak dari harga jual yang tidak menentu menyebabkan keengganan petani untuk memelihara tanamannya sehingga pertanaman menjadi rentan terhadap serangan hama dan penyakit seperti Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh (BPKC), Cacar Daun Cengkeh (CDC), Gugur Daun Cengkeh (GDC) dan penggerek batang cengkeh. Pada tahun 1995 produksi cengkeh nasional mencapai 90.007 ton turun menjadi 52.903 ton pada saat panen kecil tahun 1999 dan hanya mencapai 79.009 pada saat

1)

panen besar tahun 2002 . Di lain pihak kebutuhan cengkeh untuk

2)

rokok kretek naik menjadi rata-rata 92.133 ton/tahun . Terjadinya kekurangan pasokan tersebut merupakan tantangan bagi petani dan pengusaha untuk dapat memenuhinya. Keseimbangan pasokan terhadap permintaan dapat dilakukan melalui intensifikasi, rehabilitasi, dan peremajaan tanaman, didukung dengan harga beli yang layak oleh pabrik rokok.

Selain ketidak pastian harga jual, masalah yang dihadapi petani cengkeh adalah : (1) masa awal produksi cengkeh yang cukup lama yaitu setelah umur 5 - 7 tahun, (2) fluktuasi hasil yang cukup tinggi yang dikenal dengan siklus 2 - 4 tahun, produksi yang tinggi pada satu tahun tertentu diikuti dengan penurunan produksi 1 - 2 tahun berikutnya.

1)

Ditjen BP Perkebunan, 2004. 2)

(2)

Prioritas Pembangunan Pertanian Nasional Tahun 2004 - 2009 adalah “Revitalisasi Pertanian” yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan meletakkan landasan yang kokoh bagi pembangunan ekonomi nasional. Salah satu tujuan revitalisai pertanian yaitu meningkatkan pemanfaatan sumber daya pertanian secara berkelanjutan dan meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian. Berkaitan dengan itu sudah selayaknya revitalisasi tersebut juga dilakukan dalam agribisnis cengkeh. Ini penting, mengingat sumbangannya yang besar terhadap pendapatan negara dan penyedia lapangan kerja. Dilain pihak pasokan cengkeh sebagai bahan baku rokok kretek semakin mengkhawatirkan. Revitalisasi dalam agribisnis cengkeh diarahkan pada: (1) pengamanan penyediaan cengkeh untuk industri rokok serta (2) pengamanan pendapatan petani sebagai produsen cengkeh.

II. STATUS PERKEMBANGAN KOMODITAS

A. Usaha Pertanian Primer

Sejarah penggunaan cengkeh untuk rokok di awali pada akhir abad ke 19 di Kudus dan berkembang pesat di awal abad ke 20 dengan berkembangnya industri rokok kretek. Perkembangan itu sekaligus merubah posisi Indonesia dari negara asal dan pengekspor terbesar menjadi produsen dan pengguna cengkeh terbesar. Bahkan pada tahun 1958, Indonesia harus mengimpor cengkeh sebanyak 8.520 ton dan terus meningkat menjadi 29.000 ton pada tahun 1982. Impor tersebut sangat menguras devisa negara, sehingga pada tahun 1970 pemerintah menetapkan program untuk mencapai swasembada melalui perluasan areal cengkeh yang mencapai puncaknya pada tahun 1987/1988 (Gambar 1). 0 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000 800000 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 00 01 02 03 Tahun A re a l (h a )

Data Ditjenbun Data Balittro-Sampoerna Data BPS

Gambar 1. Perkembangan areal cengkeh Indonesia tahun 1970-2003

Pada awal tahun 1990-an, total areal cengkeh mencapai sekitar 700.000 ha dengan produksi lebih kurang 120.000 ton/tahun. Produksi tersebut sudah melampaui kebutuhan cengkeh dalam negeri yang waktu itu hanya sekitar 100.000 ton/tahun, sehingga terjadi kelebihan pasokan sebesar 20.000 ton/tahun. Untuk mengurangi

(3)

kelebihan produksi, pemerintah menetapkan berbagai kebijakan seperti : (1) Pendirian Badan Penyangga Pemasaran Cengkeh (BPPC), (2) Keppres RI No. 20 tahun 1992 yang menetapkan sepuluh propinsi pemasok utama cengkeh untuk pabrik rokok (areal PRK), yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Lampung, Jawa Barat (termasuk Banten), Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara (termasuk Gorontalo), dan Maluku, (3) Inpres No. 14 tahun 1996, untuk mengkonversi tanaman cengkeh dengan tanaman lain.

Akibat kelebihan produksi, penurunan harga dan tidak dipeliharanya tanaman; areal turun dari sekitar 700.000 ha pada tahun

1)

1990, menjadi hanya 428.000 ha tahun 2000 dan turun lagi menjadi

2)

228.000 ha pada tahun 2003 . Hasil penelitian Balittro dan PT. Sampoerna menunjukkan selama kurun waktu 2001-2004 (Tabel 1) terjadi penurunan areal cengkeh nasional untuk TBM dan TM masing-masing 39,57 persen dan 7,91 persen, sedangkan untuk areal TT/TR bertambah 12,15 persen. Secara keseluruhan areal cengkeh nasional berkurang 4,17 persen. Sedangkan di luar Indonesia, negara-negara produsen selain Zanzibar dan Madagaskar tidak ada pasokannya keperdagangan cengkeh dunia sangat kecil (Lampiran 1).

1)

Ditjen BP Perkebunan, 2003. 2)

BPS, 2004

Tabel 1. Luas areal, produksi, dan produktivitas cengkeh tahun 2000 - 2005

B. Usaha Agribisnis Hulu

Dengan membaiknya harga pada tahun 2000, di beberapa daerah telah terlihat usaha untuk melakukan peremajaan tanaman yang rusak/mati. Kegiatan tersebut mendorong beberapa petani untuk melakukan usaha pembibitan meskipun dalam skala kecil terutama di P. Jawa, Bali dan Sulawesi Utara. Pembibitan oleh petani dilakukan dengan cara menyemaikan benih dalam polibag dengan menggunakan biji asalan sebagai sumber benih. Setelah berumur 1 - 2 tahun, bibit dipasarkan ke petani sekitar atau digunakan sendiri untuk rehabilitasi/menyulam kebunnya.

C. Usaha Agribisnis Hilir

Selain digunakan sebagai bahan baku rokok, bunga, gagang dan daun cengkeh dapat disuling menghasilkan minyak cengkeh yang mengandung eugenol. Pasokan minyak cengkeh Indonesia ke pasar dunia cukup besar yaitu lebih dari 60 persen kebutuhan dunia. Tahun 2000, dari 2,080 ton minyak cengkeh yang dipasarkan, Indonesia memasok 1,317 ton. Saat ini usaha penyulingan dilakukan oleh rakyat dengan alat yang masih sederhana di sentra-sentra produksi cengkeh seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Utara. Pada saat harga cengkeh membaik pada kurun waktu 2000 - 2001 petani tidak melakukan penyulingan bunga cengkeh, akan tetapi yang disuling adalah daun-daun yang gugur. Rendemen minyak daun cengkeh yang dapat dicapai pada penyulingan rakyat hanya 1,5 - 2 persen sedangkan hasil penelitian Balittro dapat mencapai lebih dari 2 persen.

D. Perkembangan Konsumsi, Impor, Ekspor dan Harga

Cengkeh yang dihasilkan Indonesia hampir seluruhnya untuk industri rokok di dalam negeri. Menurut data GAPPRI (2005) penggunaan cengkeh tahun 2000 - 2004 berkisar antara 85 ribu sampai 96 ribu ton, dengan rata-rata 92.133 ton/tahun (Tabel 2). Trend kebutuhan (konsumsi) cengkeh untuk rokok kretek 1983-2004 meningkat sebesar 1,90% (Lampiran 2). Sedangkan proyeksi produksi rokok kretek dan kebutuhan cengkeh sampai 2010 disajikan pada Lampiran 3. Tahun TBM TM TR Total Produksi (ton) 2000 1.110 298.400 65.205 364.715 142.059 2001 834 290.123 68.287 359.244 97.717 2002 692 282.210 71.242 354.144 125. 064 2003 589 275.527 73.531 349.646 113.260 2004 504 267.164 76.587 344.256 35.525 2005 28.353 213.182 88.089 329.624 52.696 Areal (ha)

(4)

Ekspor Impor Tahun Kebutuhan domestik untuk rokok (ton) Harga cengkeh dalam negeri Rp./Kg) Vol (ton) Nilai (1000 US$) Vol (ton) Nilai (1000 US$) Harga minyak cengkeh CIF London (US $/kg) 1998 112.033 58.680 20.157 14.115 1 1 1,37 1999 115.212 123.460 1.776 1.636 22.610 40.067 2,98 2000 96.818 32.950 4.655 8.281 20.873 52.90 0,77 2001 96.106 57.700 6.324 10.670 16.899 17.365 7,11 2002 86.823 64.320 9.399 25.973 796 653 5,42 2003 85.146 12.500 15.687 24.929 172 151 1,85 2004 95.670 35.000 td td td td td

Keterangan : td = tidak ada data

Lebih jauh, data BPS menunjukkan bahwa pada kurun waktu 1998 - 2004 harga cengkeh berfluktuasi sangat tajam, mencapai Rp. 123.460,- pada saat panen kecil (tahun1999) dan anjlok menjadi Rp. 12.500,- pada saat panen besar (tahun 2003). Berdasarkan biaya produksi, harga yang layak menurut petani adalah Rp. 30.000,-Rp. 40.000,-/kg cengkeh kering. Dengan tingkat harga tersebut petani memperoleh 1/3 bagian keuntungan dari usahataninya, biaya panen mencapai Rp. 10.000,-/kg cengkeh kering dan biaya pemeliharaan hampir setara dengan biaya panen (Balittro, 2004). Harga minyak cengkeh di pasar dunia sangat ditentukan oleh harga bunga cengkeh di dalam negeri. Pada saat harga bunga cengkeh rendah yaitu tahun 2000 dan 2003, harga minyak cengkeh di pasaran dunia turun drastis (Tabel 2).

Ekspor dan impor cengkeh selalu berfluktuasi setiap tahunnya. Pada saat panen besar di dalam negeri, ekspor cengkeh meningkat seperti yang terjadi pada tahun 1998 dan 2003. Sebaliknya pada saat panen kecil impor cengkeh meningkat seperti yang terjadi pada tahun 1999-2001. Diduga cengkeh impor tersebut merupakan cengkeh Indonesia yang di ekspor pada saat panen besar, karena selain Indonesia hanya sedikit produksi dan penggunaan bunga cengkeh oleh negara lain.

E. Infrastruktur dan Kelembagaan

Hampir semua daerah sentra produksi cengkeh kondisi infrastrukturnya kurang memadai, sehingga biaya usahatani menjadi tinggi dan harga jual menjadi kurang bersaing. Sebagai contoh, daerah sentra produksi cengkeh di Kep. Maluku dan Toli-toli yang hanya memiliki satu alternatif transportasi, yaitu transportasi air. Kondisi tersebut mengakibatkan kelembagaan penunjang cenderung menekan petani, seperti kelembagaan pemasaran yang cenderung monopsoni, kelembagaan keuangan didominasi sistim ijon yang cenderung merugikan petani. Meskipun telah terdapat Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI), akses petani terhadap informasi teknologi dan pasar belum berjalan dengan baik.

Kebijakan yang ditempuh saat ini masih bersifat umum, tidak khusus untuk cengkeh saja. Sebagai contoh, kebijakan pemberian kredit KKPA berlaku untuk semua komoditas perkebunan, kebijakan pengembangan infrastruktur bersamaan dengan pengembangan wilayah, dan kebijakan pengembangan kelembagaan juga bersifat umum seperti pengembangan kelompok tani dan lembaga penyuluhan lainnya. Kebijakan yang bersifat spesifik hanya kebijakan untuk penelitian dan pengembangan yang dilaksanakan secara khusus oleh Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Akan tetapi sejak tahun 1990, yaitu saat swasembada cengkeh, dana untuk melakukan penelitian cengkeh tidak pernah ada.

Tabel 2. Kebutuhan domestik, perkembangan harga, ekspor, impor dan harga minyak cengkeh tahun 1998-2004

(5)

III. PROSPEK, POTENSI DAN ARAH

PENGEMBANGAN

A. Usaha Pertanian Primer

Saat ini Indonesia merupakan negara produsen, sekaligus konsumen cengkeh terbesar di dunia. Dua negara lain yang cukup potensial sebagai penghasil cengkeh adalah Madagaskar dan Zanzibar (Tanzania) yang total produksinya sekitar 20.000 - 27.000 ton/tahun. Disamping itu ada 6 negara sebagai produsen kecil yaitu Comoros, Srilanka, Malaysia, China, Grenada, Kenya dan Togo dengan total produksi sekitar 5.000 - 7.000 ton/tahun (Lampiran 1).

Konsumsi cengkeh untuk bahan baku rokok kretek umumnya selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1983 kebutuhan pabrik rokok kretek sebanyak 57.714 ton, dan rata-rata empat tahun terakhir ini menjadi 92.133 ton cengkeh (Lampiran 2). Hasil penelitian Balittro dan Sampoerna untuk 4 tahun mendatang (2005 - 2009), produksi cengkeh nasional akan terus menurun. Selain tahun 2006, produksi cengkeh nasional selalu berada di bawah kebutuhan pabrik rokok kretek. Prakiraan hasil tersebut selaras dengan prakiraan iklim terutama curah hujan yang didasarkan pada fenomena regional hasil kajian Badan Meteorologi dan Geofisika untuk tahun 2006-2009 (Lampiran 4). Curah hujan sangat berpengaruh terhadap produksi cengkeh.

Apabila tidak ada intervensi, kecenderungan ini akan berlanjut terus hingga setelah tahun 2009 sampai terjadi keseimbangan baru. Kecenderungan produksi cengkeh yang terus menurun ini akan mengurangi stok cengkeh di pabrikan (Gambar 2). Dengan asumsi stok cengkeh BPPC pada tahun 2000 hanya berkisar 100.000 ton, sedang stok di pabrik berkisar antara 80.000 - 120.000 ton, maka diprakirakan mulai tahun 2007 atau paling lambat 2008 akan terjadi pengurangan stok cengkeh yang cukup besar, dan pada tahun 2009 hanya akan mampu memenuhi 50 persen dari kebutuhan pabrik rokok kretek.

Kondisi tersebut tentunya akan mengancam kelangsungan pabrik rokok kretek sekaligus akan mengancam kelangsungan penyediaan lapangan kerja. Untuk menjaga keseimbangan produksi dan konsumsi

42.675 57.828 83.052 111.206 109.628 148.317 213.107 185.093 146.852 145.241 0 50000 100000 150000 200000 250000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 TAHUN S T O K ( T O N )

STOK KONSUMSI PRODUKSI

Gambar 2. Neraca cengkeh nasional

cengkeh maka perlu dilakukan intensifikasi, rehabilitasi, dan peremajaan tanaman cengkeh pada areal yang telah ditetapkan untuk PRK pada Keppres RI No. 20 tahuan 1992 serta dipilih hanya pada lokasi yang termasuk kriteria sangat sesuai (Tabel 3). Estimasi luas total tanaman menghasilkan (TM) pada tahun 2005, adalah 213.182 ha, dengan rata-rata populasi tanaman per hektar sebanyak 136 pohon. Luas optimal yang dapat mendukung pasokan untuk pabrik rokok kretek berkisar antara 220.000 - 230.000 ha, dengan populasi 200 tanaman/ha (jarak tanam 7 m x 7 m).

Simbol Curah Hujan

(mm/tahun) BK* Elevasi

Hari

hujan/tahun Kendala

Tingkat Kesesuaian C 1 1500 - 2500 d 2 < 700 90-135 Tidak ada Sangat sesuai

C 2 2500 - 3500 d 2 d 700 120 - 175 Tidak ada Sesuai

C 3 1500 - 3500 3 - 4 d 700 90 - 175 Kekeringan periodik Agak sesuai C 4 3500 - 4000 0 d 700 150 - 190 Radiasi surya agak rendah Kurang sesuai C 5.1 - - > 700 - Suhu rendah Tidak direkomendasikan

C 5.2 < 1500 - - - Kekeringan Tidak sesuai

C 5.3 < 4000 - - - Radiasi

surya rendah

Tidak sesuai

C 5.4 - > 4 - - Kekeringan Tidak sesuai

Tabel 3. Kriteria tingkat kesesuaian iklim untuk pengembangan tanaman cengkeh

Keterangan : -: BK* : bulan kering (‹ 80 mm/bulan) Sumber : Wahid P., Irsal Las dan Ida Dwiwarni. 1985.

(6)

B. Usaha Agribisnis Hulu

Jumlah tanaman menghasilkan dan populasinya per hektar saat ini pada masing-masing propinsi penghasil cengkeh untuk rokok kretek (PRK) disajikan pada Tabel 4. Total areal intensifikasi dan rehabilitasi adalah 70.000 ha, sedang peremajaan 35.000 ha. Bibit yang di-perlukan untuk kedua program tersebut sebanyak 14.280.000 bibit.

Tabel 4. Areal tanaman menghasilkan (TM), rata-rata populasi/ha dan kebutuhan bibit cengkeh di beberapa propinsi sentra produksi cengkeh

C . Usaha Agribisnis Hilir

Kegunaan produk tanaman cengkeh selain untuk rokok kretek, belum banyak dimanfaatkan. Salah satu produk cengkeh yang banyak digunakan dalam industri adalah minyak cengkeh. Bahan baku minyak cengkeh dapat berasal dari bunga cengkeh, gagang/tangkai dan daun. Pada saat harga bunga cengkeh tinggi, bunga cengkeh yang digunakan sebaiknya bunga cengkeh dengan mutu rendah (hasil sortiran).

Penggunaan bunga cengkeh sebagai rempah dalam industri makanan, umumnya dipakai dalam bentuk tepung untuk bumbu masakan di samping penggunaan minyak atsiri atau oleoresin cengkeh. Bunga cengkeh dalam bentuk tepung mempunyai kelebihan dibandingkan minyak dan oleoresin karena bersifat lebih stabil dalam

Sumber : *) Balittro dan PT. Sampoerna, 2005. (Diolah) **) Ditjenbun, 2003

Propinsi Areal TM (ha)

tahun 2005*) Populasi TM (ph/ha) tahun 2005*) Kebutuhan bibit total(x1000) NAD 15.473**) 168 1.225 Lampung 3.121**) 77 585

Jabar dan Banten 15.370 174 1.510

Jateng 15.171 163 1.050

Jatim 17.880 76 1.765

Bali 15.799 66 885

Sulsel 32.508 81 3.400

Sulut & Gorontalo 33.249 257 285

Sulteng 31.407 126 2.025 Maluku 13.491 Total areal PRK 174.875 105 1.550 14 280 Propinsi lain Indonesia 38.307 213.182

Gambar 3. Pohon industri cengkeh

Bahan Baku Rokok Kretek (90%) Rempah

Fungisida

Methyl Eugenol Insektisida

Eugenol Fungisida, Industri

Makanan & Farmasi Iso Eugenol Eugenol Asetat Vanilin & Derivatnya Industri Flavor, Fragrance dsb Pohon cengkeh Bunga Gagang cengkeh Minyak Cengkeh Daun

Minyak daun cengkeh Indonesia sudah dikenal di pasar dunia sejak tahun 1970, sedangkan minyak tangkai dan bunga cengkeh mulai tahun 1992 masuk pasaran dunia. Sebagai bahan obat, cengkeh telah lama digunakan terutama untuk kesehatan gigi yaitu eugenol murni sebagai obat gigi disamping itu dapat dipakai sebagai bahan baku obat kumur, dan industri pasta gigi. Dalam hal ini digunakan minyak cengkeh karena mengandung eugenol yang bersifat antiseptik. Hasil penelitian Balittro menunjukkan bahwa, minyak cengkeh juga dapat dipakai sebagai bahan baku pembuatan balsam. Balsam cengkeh dapat menghilangkan rasa sakit, terutama rheumatik. Di samping itu dapat dimanfaatkan sebagi bahan baku obat kumur dan permen.

Seiring dengan berkembangnya pertanian organik, penggunaan cengkeh untuk pestisida nabati cukup prospektif. Hasil penelitian Balittro, eugenol yang terdapat dalam minyak cengkeh ternyata dapat mengendalikan beberapa jamur patogen pada tanaman diantaranya

Fusarium oxysporum sebagai penyebab penyakit busuk batang pada

tanaman panili dan jamur tular tanah lainnya yang umum menjadi penyimpanan dan tahan terhadap suhu tinggi misalnya dalam proses pembuatan makanan yang dimasak dengan suhu tinggi (dioven). Penggunaan oleoresin dalam campuran makanan dapat menekan terjadinya kontaminasi bakteri. Seringkali pemakaian dalam bentuk

oleoresin lebih disukai karena mengandung minyak esential yang

bersifat volatile dan juga material resin yang non volatile, sehingga menghasilkan rasa asli dari cengkeh.

(7)

kendala produksi pada tanaman sayuran, hortikultura dan perkebunan. Proses dimetilasi dari eugenol akan menghasilkan metil eugenol yang merupakan in-sektisida nabati (atractan) hama buah yang umum menyerang buah-buahan dan hortikultura.

Sampai saat ini kebutuhan eugenol murni sebagai bahan ba-ku obat gigi, diimport dari luar ne-geri. Teknologi pemurnian eugenol dari minyak sudah diperoleh Balittro. Proses lebih lanjut dari eugenol dapat menghasilkan isoeugenol, eugenol asetat dan vanilin yang merupakan bahan baku industri flavor, fragance dan sebagainya. Sisa/limbah penyulingan cengkeh dapat dibuat sebagai pupuk kompos.

Kajian berdasarkan data statistik Pertanian tahun 2002 mengenai luas serangan organisme pengganggu (OPT), tercatat seluas 12.455 ha. Dengan asumsi 10 persen dari luasan tersebut berpeluang dikendalikan dengan fungisida nabati cengkeh, dengan dosis 1 l/ha dengan interval 2 minggu sekali selama musim hujan. Sedang insektisida nabati digunakan 50 ml/ha dengan interval 2 minggu sekali selama musim buah, maka besarnya peluang pasar fungisida nabati adalah sebanyak 3.027.543 liter (Tabel 5). Keadaan itu merupakan suatu jumlah yang cukup besar sebagai penyeimbang industri rokok dalam hal permintaan terhadap cengkeh.

Gambar 4. Produk diversifikasi cengkeh hasil penelitian Balittro

Tabel 5. Peluang pasar pestisida nabati dengan bahan aktif cengkeh

Sumber luasan*: Departemen Pertanian, 2002. Asumsi : +) 10 persen dari luas serangan OPT

Jenis tanaman Luas serangan OPT

(000 ha)*) Pemakaian Pestisida (liter)+) Sayuran 794 159 203.181 Buah - buahan 483 97 134.972 Perkebunan 11.178 2.236 2.689.390 Luas (000 ha)

IV. TUJUAN DAN SASARAN

Tujuan yang ingin dicapai adalah menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan cengkeh nasional untuk meningkatkan pendapatan serta posisi tawar petani cengkeh melalui kegiatan onfarm, agribisnis hulu, dan diversifikasi hasil cengkeh.

1. Kegiatan on farm berupa intensifikasi, rehabilitasi, replanting serta peremajaan tanaman.

2. Usaha agribrisnis hulu adalah penyediaan bibit, pembangunan infrastruktur, dukungan teknologi dan pengembangan kelembagaan.

3. Usaha agribisnis hilir yaitu membangun agroindustri produk sekunder cengkeh.

Sasaran yang ingin dicapai adalah :

1. Intensifikasi dan rehabilitasi dilakukan pada 10 propinsi penghasil cengkeh (NAD, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Maluku) di daerah yang sangat sesuai dengan total luasan 70.000 ha. Khusus untuk daerah Sulawesi Utara dilakukan pengendalian hama penggerek batang seluas 15.000 ha. Penggantian tanaman tua/rusak (replanting) dilakukan di 10 propinsi penghasil cengkeh dengan total luas 35.000 ha.

2. Penyediaan bibit cengkeh berupa usaha pembibitan sebanyak 59 unit yang tersebar di 10 propinsi penghasil cengkeh. Pembangunan infrastruktur berupa pembangunan jalan di propinsi NAD, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara dan Maluku (Total panjang 600 km). Agroindustri produk cengkeh yang terdiri minyak cengkeh 600 unit (500 unit di 10 propinsi penghasil cengkeh dan 100 unit di propinsi lainnya); agroindustri eugenol dua unit di Jawa Barat dan Sulawesi Utara; agroindustri balsam cengkeh sebanyak 100 unit yang tersebar di jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,

(8)

Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara; dan agroindustri fungisida nabati di Jawa Barat, Jawa tengah, JawaTimur,Sulawesi Utara masing-masing dua unit dan dua unit lainnya di propinsi lainnya.

3. Menciptakan hubungan kemitraan yang adil dan harmonis antara petani dan industri rokok/pedagang agen pabrik rokok agar tercapai kesepakatan harga yang menguntungkan semua pihak.

Gambar

Gambar 1.   Perkembangan areal cengkeh Indonesia tahun 1970-2003
Tabel 1. Luas areal, produksi, dan produktivitas cengkeh tahun 2000 - 2005
Tabel 2. Kebutuhan domestik, perkembangan harga, ekspor, impor dan harga  minyak cengkeh tahun 1998-2004
Gambar 2. Neraca cengkeh nasional
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dimana minat belajar tinggi dalam proses pembelajaran dapat menunjang proses belajar mengajar untuk semakin baik, begitupun sebaliknya minat belajar siswa yang rendah maka

Penggunaan media gambar kartun ini merupakan salah satu upaya yang digunakan dan diharapkan dapat meningkatkan minat belajar siswa karena pada dasarnya siswa

1. Kemampuan menulis karangan deskripsi siswa masih rendah. Pembelajaran yang dilakukan guru belum inovatif. M etode Writing In The Here And Now belum digunakan oleh guru.

Jika lahan kondisinya tidak sesuai untuk dibuat tambak maka sebaiknya lahan jangan digunakan untuk tambak -&gt; cari alternatif penggunaan lahan yang kesesuaiannya lebih tinggi

Dalam rangka produksi dan peredaran pangan oleh IRTP (Industri Rumah Tangga Pangan), Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan

Penelitian di Harvard pada tahun 2008 menunjukan hasil bahwa anak dengan kondisi sosioekonomi rendah namun mendapatkan pengalaman PAUD yang berkualitas baik dapat

Sektor hulu yang dihadapi oleh perternak yang ada di Desa Lebakrejo yaitu memiliki produktifitas susu rendah, kurangnya ketersediaan bibit sapi perah, harga pakan tinggi,

Ketiga, jika hasil yang diperoleh dari aset perusahaan lebih tinggi daripada tingkat bunga yang dibayarkan, maka penggunaan utang akan mengungkit atau memperbesar