• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Magister Pendidikan Matematika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TESIS Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Magister Pendidikan Matematika"

Copied!
357
0
0

Teks penuh

(1)

i

KELAS XI IPA SMA PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA PADA MATERI PERMUTASI DAN KOMBINASI DENGAN MENGGUNAKAN

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Magister Pendidikan Matematika

Disusun Oleh: Zeny Ernaningsih

NIM : 161442002

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Ilmu mengatur pengetahuan. Kearifan mengatur kehidupan”

-Will

Durant-Dengan penuh syukur, kupersembahkan tesis ini untuk:

Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan penyertaanNya dalam hidupku

Ibuku A.M Sutiarsih atas segala pengorbanan,cinta, semangat, dan doa yang tak henti-hentinya untukku

dan

Almamaterku tercinta,

(5)
(6)
(7)
(8)

vii

ABSTRAK

Ernaningsih, Zeny. 2019. Analisis Kemampuan Proses Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Yogyakarta pada Materi Permutasi dan Kombinasi dengan menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah.

Semakin berkembangnya zaman menuntut seorang siswa untuk semakin terampil dan memiliki keterampilan berpikir tingkat yang lebih tinggi dalam memecahkan masalah. Kurikulum yang berlaku di Indonesia saat ini mulai mengajak siswa untuk terbiasa dengan masalah – masalah yang berorientasi pada proses berpikir tingkat tinggi. Guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran di sekolah bertanggung jawab untuk membimbing siswanya agar terbiasa, terampil dan mampu memecahkan masalah yang berorientasi pada proses berpikir tingkat tinggi atau sering disebut HOTS(Higher Order Thinking Skill). Kemampuan siswa dalam berpikir tingkat tinggi harus mulai diasah mulai dari proses pembelajaran yang sudah melatih siswa untuk berpikir tingkat tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan lintasan belajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah(PBM) untuk membelajarkan materi permutasi dan kombinasi bagi siswa kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. (2) mengetahui keterampilan berpikir tingkat yang lebih tinggi siswa yang dilihat dati tes hasil belajar setelah pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Jenis penelitian ini adalah penelitian desain.

Subjek penelitian adalah 30 siswa Kelas XI IPA 2 SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. Data penelitian berupa catatan lapangan selama kegiatan proses pembelajaran berlangsung, transkrip wawancara, hasil kerja siswa selama proses pembelajaran dan hasil tes. Data tersebut diklasifikasikan berdasarkan jawaban – jawaban yang sejenis yang kemudian dianalisa menggunakan indikatorketerampilan berpikir tingkat yang lebih tinggi. Pada penelitian ini dilakukan uji coba pembelajaran sebanyak 3 pertemuan dan 1 tes akhir serta dilakukan pembelajaran untuk penelitian dengan 3 pertemuan dan 1 tes akhir. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah terdiri dari 5 fase yaitu fase 1 : memberikan orientasi tentang permasalahan kepada siswa, fase 2 : mengorganisasikan siswa untuk meneliti, fase 3 : Membantu investigasi mandiri dan berkelompok, fase 4 : mengembangkan dan mempresentasikan hasil, fase 5 : menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. (2) Dari hasil analisis pekerjaan siswa pada kelas penelitian dapat diambil kesimpulan yaitu pada soal nomor 1 terdapat 17 siswa dari 30 siswa yang sudah mampu mencapai tahap berpikir mencipta, pada soal nomor 2 terdapat 15 siswa dari 30 siswa yang sudah mampu mencapai tahap berpikir evaluasi, pada soal nomor 3 terdapat 14 siswa dari 30 siswa yang sudah mampu mencapai tahap berpikir mencipta, pada soal nomor 4 terdapat 4 siswa dari 30 siswa yang sudah mencapai tahap berpikir mencipta. Dari hasil tes dan wawancara dengan 6 orang siswa yang berada pada rentang nilai diatas KKM, sekitaran KKM, dan dibawah KKM, dapat disimpulkan bahwa pada soal nomor 1 terdapat 2 siswa dari 6 siswa yang sudah mampu mencapai tahap berpikir

(9)

viii

mencipta, pada soal nomor 2 terdapat 3 siswa dari 6 siswa yang sudah mampu mencapai tahap berpikir evaluasi, pada soal nomor 3 terdapat 2 siswa dari 6 siswa yang sudah mampu mencapai tahap berpikir mencipta, pada soal nomor 4 terdapat 2 siswa dari 6 siswa yang sudah mencapai tahap berpikir mencipta.

Kata kunci : PBM, HLT, penelitian desain, permutasi, kombinasi,keterampilan berpikir tingkat yang lebih tinggi.

(10)

ix

ABSTRACT

Ernaningsih, Zeny. 2019. Analysis of the Ability of the High Level Thinking Process of the Students of Pangudi Luhur Yogyakarta Senior High School Class XI MIPA on Permutation and Combination Materials using Problem Based Learning.

The growing age requires a student to be more skilled and having higher order thinking skills in solving problems. Indonesia’s current curriculum is starting to invite students to get used to problems that are oriented to higher order thinking processes. The teacher here as a facilitator in the learning process at school is responsible for guiding students to become accustomed, skilled and able to solve problems that are higher order thinking processes oriented or as known as HOTS (Higher Order Thinking Skill). The ability of students in higher-order thinking must begin to be honed starting from the learning process that has trained students to think more critically. This study aims to (1) describe the learning trajectory by using a problem-based learning model (PBL) to teach permutation and combination material for students of class XI IPA Pangudi Luhur High School Yogyakarta. (2) find out the students' higer order thinking skills seen from the learning outcomes test after teaching – learning process using a problem-based learning model. This type of research is categorized as design research.

The research subjects were 30 students of Class XI IPA 2 in Pangudi Luhur High School, Yogyakarta. The research data are in the form of field notes during the learning process activities, interview transcripts, students’ work results during the learning process and test results. The data is classified based on similar answers which are then analyzed using indicators of higher order thinking. In this study 3 learning trials were conducted and 1 final test and learning for research were conducted with 3 meetings and 1 final test.

The results of the study show that (1) the learning process with a problem-based learning model consists of 5 phases, phase 1: giving problem orientation to students, phase 2: organizing students to research, phase 3: Helping individual and group investigations, phase 4: developing and presenting results, phase 5: analyzing and evaluating the problem solving process. (2) From the results of the analysis of the students’ work result, conclusions can be drawn, namely in question number 1 there are 17 out of 30 students able to reach the creating thinking stage, in question number 2 there are 15 out of 30 students able to reach the evaluation thinking stage , in question number 3 there are 14 out of 30 students able to reach the stage of creating thinking, in question number 4 there are 4 out of 30 students reach the creating thingking stage. From the results of tests and interviews with 6 students who are in the range of values above the KKM, around the KKM, and under the KKM, it can be concluded that in question number 1 there are 2 out of 6 students able to reach the creating thinking stage, in question number 2 there are 3 out of 6 students able to reach the evaluation thinking stage, in question number 3 there are 2 out of 6 students able to reach the

(11)

x

creating thinking stage, in question number 4 there are 2 out of 6 students able to reach the thinking stage of creating.

Keywords: PBL, HLT, design research, permutation, combination, higher order thinking skills.

(12)

xi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala penyertaannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelas Magister Pendidikan pada Program Studi Magister Pendidikan Matematika.

Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapatkan bantuan dalam hal bantuan material, dukungan, saran, dan gagasan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis secara khusus mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Hongki Julie,M.Si. selaku dosen pembimbing tesis yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing penulis selama penyusunan tesis ini.

2. Br. Yohanes Sudaryono, M.Pd,FIC yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. 3. Bapak Dr. M. Andy Rudhito, S.Pd. selaku Ketua Program Studi Magister

Pendidikan Matematika yang telah bersedia memberikan semangat, bimbingan, masukan, dan saran selama penulis menyelesaikan tesis ini. 4. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd, M.Si. selaku Dekan FKIP Universitas

Sanata Dharma yang telah mengesahkan penulisan tesis ini.

5. Yaya dan Bella sebagai motivator yang selalu mendorongku untuk segera menyelesaikan tesis ini.

6. Seluruh siswa kelas XI IPA 2 dan XI IPA 3 SMA Pangudi Luhur Yogyakarta atas dinamika selama proses pembelajaran permutasi dan kombinasi.

7. Suamiku Bernades Sigit B, Anakku Marcella Alina , Ayah dan Ibu serta kakak yang telah mendukung secara moril dan materil.

8. Benediktus Banik yang telah bersedia mendokumentasikan penelitianku. 9. Semua pihak yang membantu yang tanpa sengaja tidak disebutkan disini.

(13)
(14)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 4 C. Tujuan Penelitian ... 4 D. Batasan Masalah... 5 E. Batasan Istilah ... 5 F. Manfaat Penelitian ... 7 G. Kebaruan Penelitian ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

A. Higher Order Thinking Skill (HOTS) ... 9

B. Pembelajaran berbasis Masalah ... 16

C. Penelitian Desain ... 21

D. Hypothetical Learning Trajectory (HLT)... 24

E. Permutasi dan Kombinasi ... 26

F. Penelitian yang Relevan ... 29

(15)

xiv

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 34

A. Jenis Penelitian ... 34

B. Objek dan Subjek Penelitian ... 34

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

D. Instrumen Penelitian... 35

E. Teknik Pengumpulan Data ... 49

F. Teknik Analisis Data ... 50

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Secara Keseluruhan ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Rancangan Lintasan Belajar pada Saat Uji Coba ... 55

B. Deskripsi Proses Pembelajaran ... 76

C. Deskripsi Hasil Pekerjaan Siswa saat Uji Coba ... 142

D. Deskripsi Hasil Pekerjaan Siswa saat Penelitian ... 181

E. Hasil Wawancara Siswa pada Kelas Uji Coba………..232

F. Hasil Wawancara Siswa pada Kelas Penelitian………279

G. Keterbatasan Penelitian ... 327

H. Refleksi ... 327

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 331

A. Kesimpulan ... 331

B. Saran ... 333

DAFTAR PUSTAKA ... 335 LAMPIRAN

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator Tahapan berpikir Tingkat Tinggi ... 15

Tabel 2.2 Sintaksis untuk Pembelajaran Berbasis Masalah ... 18

Tabel 3.1 Kisi – Kisi Soal Ulangan Harian Permutasi dan Kombinasi ... 38

(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Desain siklus dari Gravemeijer dan Cobb ... 23

Gambar 2.2 Desain penelitian dari Gravemeijer dan Cobb ... 23

Gambar 2.3 Alur Kerangka Berpikir ... 33

Gambar 4.1 Apersepsi kombinasi ... 79

Gambar 4.2 Siswa berdiskusi mengerjakan LKS ... 82

Gambar 4.3 Peneliti berkelliling memantau proses diskusi ... 82

Gambar 4.4 Hasil diskusi siswa masalah permutasi berulang ... 85

Gambar 4.5 Jawaban siswa terhadap soal HOTS Permutasi... 87

Gambar 4.6 Jawaban siswa terhadap soal HOTS Permutasi... 88

Gambar 4.7 Jawaban siswa terhadap soal HOTS Permutasi... 89

Gambar 4.8 Hasil jawaban siswa yang kurang tepat pada LKS Permutasi Siklis 94 Gambar 4.9 Contoh jawaban siswa pada LKS permutasi dengan beberapa unsur yang sama ... 95

Gambar 4.10 hasil pekerjaan siswa pada LKS Permutasi siklis ... 98

Gambar 4.11 Jawaban siswa terhadap soal HOTS permutasi siklis ... 100

Gambar 4.12 Contoh jawaban siswa pada LKS Kombinasi ... 104

Gambar 4.13 Jawaban siswa mencoba mengerjakan dengan rumus kombinasi . 105 Gambar 4.14 Contoh jawaban siswa yang benar dari LKS Kombinasi ... 106

Gambar 4.15 Contoh jawaban siswa yang salah dari LKS Kombinasi... 107

Gambar 4.16 Jawaban siswa pada soal HOTS LKS Kombinasi ... 107

Gambar 4.17 Apersepsi permutasi di kelas penelitian ... 112

Gambar 4.18 Apersepsi kombinasi di kelas penelitian ... 113

Gambar 4.19 Siswa berdiskusi mengerjakan LKS ... 115

Gambar 4.20 Peneliti sedang memberikan topangan ... 116

Gambar 4.21 Hasil diskusi siswa masalah permutasi berulang pada kelas penelitian ... ..117

Gambar 4.22 Hasil pekerjaan siswa dalam LKS Permutasi unsur berbeda soal HOTS 1 dengan aturan perkalian pada kelas penelitian ... 119

(18)

xvii

Gambar 4.23 Hasil pekerjaan siswa dalam LKS Permutasi unsur berbeda soal

HOTS 1 dengan rumus permutasi pada kelas penelitian ... 119

Gambar 4.24 Hasil pekerjaan siswa yang kurang tepat dalam LKS Permutasi unsur berbeda soal HOTS 1 dengan rumus permutasi pada kelas penelitian .... 119

Gambar 4.25 Hasil pekerjaan siswa yang kurang tepat dalam LKS Permutasi unsur berbeda soal HOTS 1 dengan rumus permutasi dan aturan perkalian kelas penelitian ... 120

Gambar 4.26 Hasil pekerjaan siswa yang kurang tepat dalam LKS Permutasi unsur berbeda soal HOTS 2 dengan aturan perkalian kelas penelitian ... 121

Gambar 4.27 Hasil pekerjaan siswa yang kurang tepat dalam LKS Permutasi unsur berbeda soal HOTS 2 dengan permutasi kelas penelitian ... 121

Gambar 4.28 Hasil pekerjaan siswa yang kurang tepat dalam LKS Permutasi unsur berbeda soal HOTS 2 dengan permutasi dan aturan perkalian kelas penelitian ... 122

Gambar 4.29 Hasil presentasi siswa 1 pada soal HOTS Permutasi dengan beberapa unsur yang berbeda ... 122

Gambar 4.30 Hasil presentasi siswa 2 pada soal HOTS Permutasi dengan beberapa unsur yang berbeda ... 123

Gambar 4.31 siswa mencoba mengerjakan soal di papan tulis ... 126

Gambar 4.32 Hasil jawaban siswa pada LKS Permutasi Siklis kelas penelitian 128 Gambar 4.33 Hasil diskusi siswa pada soal HOTS permutasi dengan beberapa unsur yang sama ... 130

Gambar 4.34 hasil pekerjaan siswa pada LKS Permutasi siklis pada kelas penelitian ... 132

Gambar 4.35 Hasil jawaban siswa mengerjakan soal HOTS permutasi siklis ... 133

Gambar 4.36 Siswa menuliskan jawaban soal HOTS permutasi siklis ... 134

Gambar 4.37 Contoh jawaban siswa pada LKS Kombinasi kelas penelitian ... 137

Gambar 4.38 Jawaban siswa mencoba mengerjakan dengan rumus kombinasi . 138 Gambar 3.39 Hasil pekerjaan siswa yang kurang tepat pada soal HOTS Kombinasi ... 140

Gambar 4.40 Hasil pekerjaan siswa setelah mendapatkan topangan ... 141

Gambar 4.41 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 1 S1 kelas ujicoba ... 143

Gambar 4.42 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 1 S 23 kelas ujicoba ... 145

(19)

xviii

Gambar 4.44 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 1 S 15 kelas ujicoba ... 149

Gambar 4.45 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 1 S 5 kelas ujicoba ... 152

Gambar 4.46 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 1 S 12 kelas ujicoba ... 154

Gambar 4.47 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 2 S 23 kelas ujicoba ... 156

Gambar 4.48 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 2 S7 kelas ujicoba ... 158

Gambar 4.49 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 2 S 15 kelas ujicoba ... 161

Gambar 4.50 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 2 S 12 kelas ujicoba ... 163

Gambar 4.51 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 3 S7 kelas ujicoba ... 165

Gambar 4.52 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 3 S20 kelas ujicoba ... 168

Gambar 4.53 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 3 S15 kelas ujicoba ... 170

Gambar 4.54 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 4 S 24 kelas ujicoba ... 172

Gambar 4.55 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 4 S 20 kelas ujicoba ... 174

Gambar 4.56 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 4 S 23 kelas ujicoba ... 177

Gambar 4.57 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 4 S 18 kelas ujicoba ... 179

Gambar 4.58 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 1 S 2 kelas penelitian .... 181

Gambar 4.59 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 1 S 4 kelas penelitia...184

Gambar 4.60 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 1 S17 kelas penelitian ... 186

Gambar 4.61 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 1 S10 kelas penelitian ... 188

Gambar 4.62 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 1 S11 kelas penelitian ... 190

Gambar 4.63 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 1 S5 kelas penelitian ... 193

Gambar 4.64 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 1 S1 kelas penelitian ... 195

Gambar 4.65 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 1 S22 kelas penelitian ... 197

Gambar 4.66 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 2 S19 kelas penelitian ... 199

Gambar 4.67 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 2 S10 kelas penelitian ... 201

Gambar 4.68 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 2 S27 kelas penelitian ... 204

Gambar 4.69 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 2 S17 kelas penelitian ... 206

Gambar 4.70 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 2 S22 kelas penelitian ... 208

Gambar 4.71 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 3 S17 kelas penelitian ... 211

Gambar 4.72 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 3 S10 kelas penelitian ... 213

(20)

xix

Gambar 4.74 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 3 S16 kelas penelitian ... 217

Gambar 4.75 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 4 S30 kelas penelitian ... 220

Gambar 4.76 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 4 S1 kelas penelitian ... 222

Gambar 4.77 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 4 S21 kelas penelitian ... 224

Gambar 4.78 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 4 S27 kelas penelitian ... 226

Gambar 4.79 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 4 S5 kelas penelitian ... 228

Gambar 4.80 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 4 S28 kelas penelitian ... 230

Gambar 4.81 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 1 S7 kelas ujicoba ... 233

Gambar 4.82 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 2 S7 kelas ujicoba ... 234

Gambar 4.83 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 3 S7 kelas ujicoba ... 236

Gambar 4.84 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 4 S7 kelas ujicoba ... 238

Gambar 4.85 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 1S23 kelas ujicoba ... 240

Gambar 4.86 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 2 S23 kelas ujicoba ... 242

Gambar 4.87 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 3 S23 kelas ujicoba ... 243

Gambar 4.88 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 4 S23 kelas ujicoba ... 245

Gambar 4.89 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 1 S15 kelas ujicoba ... 248

Gambar 4.90 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 2 S15 kelas ujicoba ... 249

Gambar 4.91 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 3 S15 kelas ujicoba……251

Gambar 4.92 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 4 S15 kelas ujicoba ... 253

Gambar 4.93 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 1 S18 kelas ujicoba ... 255

Gambar 4.94 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 2 S18 kelas ujicoba ... 257

Gambar 4.95 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 3 S18 kelas ujicoba ... 259

Gambar 4.96 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 4 S18 kelas ujicoba ... 261

Gambar 4.97 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 1 S12 kelas ujicoba ... 263

Gambar 4.98 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 2 S12 kelas ujicoba ... 264

Gambar 4.99 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 3 S12 kelas ujicoba ... 266

Gambar 4.100 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 4 S12 kelas ujicoba ... 268

Gambar 4.101 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 1 S20 kelas ujicoba ... 271

Gambar 4.102 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 2 S20 kelas ujicoba ... 273

Gambar 4.103 Hasil pekerjaan ulangan harian masalah 3 S20 kelas ujicoba...275

(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

HOTS (Higher Order Thinking Skills) dalam bahasa Indonesia

dikenal sebagai keterampilan berpikir yang lebih tinggi yaitu merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran dimana siswa diajarkan untuk berfikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif. Kemampuan atau keterampilan berpikir tingkat tinggi menjadi suatu kemampuan yang sangat penting dan jauh lebih dibutuhkan dimasa kini. Salah satu faktor yang mendukungnya adalah perkembangan sumber daya manusia (SDM). Sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu berkompetisi adalah SDM yang memiliki pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemauan untuk bekerja sama secara efektif.(Dian Kurniati,2016). Dengan keterampilan berpikir yang lebih tinggi, seorang siswa akan menguasai kemampuan pemecahan masalah. Berpikir tingkat tinggi juga mampu membuat siswa menjadi lebih aktif dan terlatih untuk berpikir kritis dan kreatif serta berani mengungkapkan ide dalam memecahkan masalah, meningkatkan keterampilan verbal dan analitik, mampu meningkatkan kreativitas serta penting untuk refleksi diri.

Berbagai faktor yang menjadikan pentingnya suatu keterampilan berpikir yang lebih tinggi tersebut semakin menguatkan akan perlunya meningkatkan keterampilan berpikir yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilatih mulai dari dunia pendidikan sekolah. Salah satu bidang ilmu yang sangat

(22)

berperan dalam dunia pendidikan adalah matematika. Pemahaman matematika merupakan pusat kesiapan generasi muda untuk hidup dalam masyarakat modern. Langkah ini didukung dari situasi perkembangan pendidikan Indonesia saat ini yaitu peringkat siswa Indonesia dalam PISA yaitu secara berturut-turut rata-rata skor pencapaian siswa-siswi Indonesia untuk sains, membaca, dan matematika berada di peringkat 62, 61, dan 63 dari 69 negara yang dievaluasi(Hazrul Iswadi,2016). Ini menunjukkan bahwa kemampuan masyarakat Indonesia dalam berpikir tingkat tinggi masih sangat perlu dilakukan. Namun ada salah satu hal yang menarik yaitu indeks kesenangan belajar sains (index of enjoyment of learning science) Indonesia yang cukup tinggi yaitu 0,65, lebih tinggi dari pada indeks yang didapatkan oleh negara-negara yang memperoleh skor tinggi seperti Singapura sebesar 0,59 atau bahkan Jepang 0,33(Hazrul Iswadi,2016). Hasil ini merupakan angin segar dalam upaya menigkatkan keterampilan berpikir yang lebih tinggi para siswa yang didukung dari sisi kurikulum yang berkembang di Indonesia saat ini yaitu kurikulum 2013, dimana semua sekolah sudah dan sedang menuju ke tahap pelaksanaan kurikulum tersebut. Pada kurikulum 2013 ini, pembelajaran sudah berpusat pada siswa dimana siswa harus lebih aktif berperan dalam proses pembelajaran ( Permendikbud No.70 th. 2013 Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum). Salah satu fokus yang akan dikembangkan dalam kurikulum 2013 adalah kemampuan siswa untuk berpikir tingkat tinggi yang didalamnya adalah berpikir kritis dan kreatif. Dari sisi evaluasi pembelajaran, kurikulum 2013 menyajikan soal-soal evaluasi

(23)

yang menuntut siswa untuk berpikir tingkat tinggi karena soal-soal yang disajikan merupakan pengembangan dari materi-materi pokok yang dipelajari.

Oleh karena itu, agar dapat menghantarkan siswa untuk memiliki keterampilan berpikir yang lebih tinggi, kritis dan kreatif maka perlu adanya perubahan selama proses pembelajaran yaitu dengan menggunakan pembelajaran yang berorientasi pada HOTS (Higher Order Thinking Skills).

Proses pembelajaran yang berorientasi pada HOTS diharapkan dapat melatih siswa untuk terampil dalam berpikir tingkat tinggi sehingga ketika dihadapkan pada soal-soal yang membutuhkan berpikir tingkat tinggi siswa tidak akan kesulitan lagi untuk memecahkan soal tersebut.

Materi permutasi dan kombinasi dipilih pada penelitian ini karena materi ini mempunyai banyak variasi soal yang membutuhkan proses berpikir tingkat tinggi, selain itu materi permutasi dan kombinasi juga selalu dimunculkan dalam Standar Kompetensi Lulusan untuk Ujian Akhir Nasional. Faktor lain yang menjadi dasar peneliti memilih materi ini adalah karena dari pengalaman peneliti sebagai guru yang mengajarkan materi permutasi dan kombinasi, banyak siswa yang selalu kesulitan dalam membedakan permutasi dan kombinasi terlebih apabila soal yang diberikan mempunyai variasi yang membutuhkan kedalaman pemahaman dan tidak hanya menerapkan rumusnya saja. Berangkat dari kebutuhan siswa akan kesulitan dalam memahami materi permutasi dan kombinasi terlebih pada pemecahan masalah yang membutuhkan proses berpikir tingkat tinggi, maka

(24)

peneliti tertarik untuk membantu mengatasi kesulitan ini dengan melaksanakan pembelajaran matematika pada materi permutasi dan kombinasi yang berorientasi pada HOTS untuk kelas XI IPA di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta agar siswa terlatih sejak awal dan memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah yang membutuhkan proses berpikir tingkat tinggi.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana lintasan belajar siswa yang berorientasi pada proses berpikir tingkat tinggi dengan pembelajaran berbasis masalah pada materi permutasi dan kombinasi untuk kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Yogyakarta ?

2. Bagaimana hasil-hasil dari pembelajaran yang berorientasi pada proses berpikir tingkat tinggi dengan metode pembelajaran berbasis masalah pada materi permutasi dan kombinasi untuk kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui lintasan belajar siswa yang berorientasi pada proses berpikir tingkat tinggi dengan metode pembelajaran berbasis masalah pada materi permutasi dan kombinasi untuk kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Yogyakarta.

(25)

2. Untuk mengetahui hasil-hasil dari pembelajaran yang berorientasi pada proses berpikir tingkat tinggi dengan metode pembelajaran berbasis masalah pada materi permutasi dan kombinasi untuk kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Yogyakarta.

D. Batasan Masalah

Agar penelitian ini dapat terarah dan terhindar dari salah persepsi, maka peneliti menetukan batasan masalah sebagai berikut :

1. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Yogyakarta Tahun Angkatan 2018/2019.

2. Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode pembelajaran berbasis masalah.

3. Materi yang digunakan adalah Permutasi dan Kombinasi

4. Hasil belajar dalam penelitian ini dibatasi pada hasil belajar yang terkait dengan aspek kognitif yaitu berupa ulangan harian dan lembar kerja siswa.

E. Batasan Istilah

1. Higher Order Thingking Skills (HOTS)

a. HOTS (Higher Order Thinking Skills) dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai keterampilan berpikir yang lebih tinggi yaitu merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran dimana siswa diajarkan untuk berfikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif. b. Berpikir kritis adalah kemampuan untuk melibatkan pengetahuan

(26)

dalam menggeneralisasi, membuktikan, atau mengevaluasi situasi matematis yang diperlukan dalam tahapan berpikir evaluatif.

c. Berpikir logis adalah adalah suatu proses berpikir secara konsisten untuk mengambil sebuah kesimpulan yang diperlukan dalam kemampuan berpikir evaluatif.

d. Berpikir reflektif adalah proses dengan menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki dan yang sedang dipelajari dalam menganalisa masalah , mengevaluasi , menyimpulkan dan memutuskan penyelesaian terbaik terhadap masalah yang diberikan yang diperlukan dalam kemampuan menganalisis dan mengevaluasi.

e. Berpikir metakognitif adalah kemampuan berpikir untuk merencanakan langkah-langkah yang diambil untuk proses penyelesaian masalah dan mengevaluasi hasil proses yang digunakan, kemampuan ini diperlukan dalam tahapan berpikir mengevaluasi. f. Berpikir kreatif adalah ketika siswa mampu menyelesaikan masalah

dengan ide – ide baru atau mengembangkan cara lama untuk menghasilkan cara baru, kemampuan ini yang diperlukan dalam tingkat berpikir pada level mencipta.

2. Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah atau disingkat dengan PBM adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar cara berpikir kritis dan keterampilan dalam pemecahan masalah,

(27)

serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi mata pelajaran.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat secara praktis

a. Bagi siswa

1) Meningkatkan keterampilan analisis berpikir tingkat yang lebih tinggi siswa dalam pemecahan masalah.

2) Melatih siswa untuk tidak selalu terpacu pada rumus saat menyelesaikan masalah.

b. Bagi Guru

1) Memperbanyak wawasan guru untuk meningkatkan proses berpikir tingkat tinggi siswa terutama pada materi permutasi dan kombinasi

2) Sebagai referensi untuk mendesaian pembelajaran yang berorientasi pada Higher Order Thinking Skills terutama pada materi permutasi dan kombinasi.

c. Bagi Peneliti

1) Menambah pengalaman dan wawasan dalam merancang proses pembelajaran yang beorientasi pada Higher Order Thinking

Skills dengan model pembelajaran berbasis masalah.

(28)

2. Manfaat secara teoritis

Mendapatkan gambaran secara nyata bagaimana melatih dan mengembangkan kemampuan siswa untuk terbiasa dan mampu berpikir tingkat tinggi dalam menyelesaikan masalah matematika dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah.

G. Kebaruan Penelitian

Penelitian ini akan membahas mengenai desain proses pembelajaran matematika yang berorientasi pada HOTS dan bagaimana membelajarkannya dalam proses kegiatan belajar mengajar pada materi permutasi dan kombinasi di kelas XI IPA. Materi ini dipilih karena sesuai dengan analisis kebutuhan yang ada di lingkungan SMA Pangudi Luhur Yogyakarta yaitu siswa merasa kesulitan dengan pemahaman materi permutasi dan kombinasi, terlebih siswa kelak dituntuk untuk mampu menyelesaikan soal-soal yang berisi pada pengembangan dan kedalaman materi serta membutuhkan proses berpikir tingkat tinggi. Dalam merancang desain pembelajaran, peneliti menggunakan model desain dari Gravemeijer dan Cobb. Peneliti memilih desain dari kedua pakar tersebut karena desainnya yang seperti siklus spiral akan lebih akurat dalam membentuk desain pembelajaran yang efektif. Sedangkan untuk model pembelajaran yang dipilih adalah pembelajaran problem based learning sehingga siswa dapat mengawali dari permasalahan sehari-hari. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan desain pembelajaran berorientasi pada HOTS yang mampu meningkatkan hasil belajar siswa dalam memahami materi permutasi dan kombinasi.

(29)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Higher Order Thinking Skill (HOTS)

1. Definisi Berpikir pada Tingkat yang Lebih Tingkat Tinggi

Secara umum, keterampilan berfikir terdiri atas empat tingkat, yaitu: menghafal (recall thinking), dasar (basic thinking), kritis (critical thinking) dan kreatif (creative thinking) (Krulik & Rudnick, 1999 dalam Idris Harta 2008). Menghafal adalah tingkat berpikir paling rendah. Keterampilan ini hampir otomatis atau refleksif sifatnya. Tingkat berpikir selanjutnya disebut sebagai keterampilan dasar. Keterampilan ini meliputi keterampilan memahami konsep-konsep penjumlahan dan pengurangan. Berfikir kritis adalah berfikir yang memeriksa, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek situasi atau masalah. Tingkatan yang terakhir adalah berfikir kreatif yang sifatnya orisinil dan reflektif. Hasil dari keterampilan berfikir ini adalah sesuatu yang kompleks. Kegiatan yang dilakukan di antaranya menyatukan ide, menciptakan ide baru, dan menentukan efektifitasnya. Berfikir kreatif meliputi juga kemampuan menarik kesimpulan yang biasanya menelorkan hasil akhir yang baru.

Dua tingkat berfikir terakhir inilah (berfikir kritis dan berfikir kreatif) yang disebut sebagai keterampilan berfikir tingkat tinggi yang harus dikembangkan dalam pembelajaran matematika dan akan dibahas dalam penelitan ini.

(30)

Menurut Drever dalam Khodijah (2006:117) berpikir adalah melatih ide-ide dengan cara yang tepat dan seksama yang dimulai dengan adanya masalah. Jadi berpikir adalah satu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Kita berpikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian yang kita kehendaki. Kompetensi berpikir sendiri dikelompokkan menjadi dua tipe yaitu berpikir tingkat rendah dan berpikir tingkat tinggi (HOTS). Para siswa saat ini tidak hanya dituntut untuk dapat berpikir tingkat rendah tetapi harus sampai pada keterampilan berpikir pada tingkat yang lebih tinggi. Kompetensi berpikir tingkat tinggi sejalan dengan apa yang dirumuskan dalam Kurikulum di Indonesia baik Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) maupun Kurikulum 2013. Kedua kurikulum yang saat ini sedang berlaku di Indonesia tersebut menekankan pada pengetahuan dan konsep, keterampilan proses, sains dan penalaran tingkat tinggi (Pusat Kurikulum, 2007, pp.23 – 24).

Banyak ahli yang mendefinisikan berpikir tingkat tinggi diantaranya adalah Heong, dkk 2011 yang mengutarakan bahwa berpikir tingkat tinggi adalah proses penggunaan pikiran secara luas untuk menemukan tantangan baru. Keterampilan berpikir pada tingkat yang lebih tinggi ini menghendaki seseorang untuk menerapkan informasi baru atau pengetahuan sebelumnya dan memanipulasi informasi tersebut untuk menjangkau kemungkinan jawaban dalam situasi yang baru. Lebih lanjut Dewanto dalam Amalia (2013:5) menyatakan bahwa kemampuan berpikir

(31)

tingkat tinggi adalah suatu kapasitas diatas informasi yang diberikan, dengan sikap yang kritis untuk mengevaluasi, mempunyai kesadaran (awareness) metakognitif dan memiliki kemampuan pemecahan masalah. Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan yang tidak hanya sekedar menyampaikan kembali informasi yang diperoleh tetapi menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki atau pengetahuan sebelumnya kemudian mengolah dan menganalisis informasi untuk menemukan tantangan baru dengan sikap yang kritis dan kreatif dalam pemecahan masalah yang tidak lepas dari kehidupan sehari-hari.

2. Pentingnya Berpikir Tingkat Tinggi

Keterampilan berpikir pada tingkat yang lebih tinggi sangat diperlukan dalam pembelajaran matematika. Dikatakan oleh Mc Loughlin dan Luca (2000) bahwa dengan pembelajaran HOTS siswa menjadi pemikir yang mandiri, argumen yang dikemukakan siswa dapat merupakan petunjuk kualitas kemampuan siswa. Penggunaan HOTS sebagai salah satu pendekatan pembelajaran menghasilkan aktivitas belajar yang produktif. HOTS ini akan lebih bagus jika dikaitkan dengan B.is masalah karena muara dari pola berpikir tingkat tinggi adalah mampu menyelesaikan masalah. Dengan pendekatan HOTS siswa dapat diajak untuk aktif berpikir sehingga mereka juga aktif belajar, khususnya dalam pemecahan masalah. Alasan ini lah yang membuat keterampilan berpikir tingkat tinggi (kritis dan kreatif) sangat perlu diajarkan sedini mungkin

(32)

kepada para peserta didik. Hal ini untuk membiasakan agar peserta didik sudah terampil untuk menyelesaikan permasalahan matematika yang membutuhkan proses berpikir tingkat tinggi. Beberapa alasan lain yang menjadikan berpikir tingkat tinggi merupakan hal yang penting dikuasai oleh seorang peserta didik diantaranya adalah berpikir tingkat tinggi mampu membuat siswa menjadi lebih aktif dan terlatih untuk berpikir kritis dan kreatif serta berani mengungkapkan ide dalam memecahkan masalah. meningkatkan ketrampilan verbal dan analitik, mampu meningkatkan kreativitas serta penting untuk refleksi diri. Seseorang akan terampil untuk melakukan refleksi dan evaluasi diri terhadap nilai dan keputusan yang diambil.

3. Klasifikasi Berpikir pada Tingkat yang Lebih Tinggi

Bloom dalam bukunya mengelompokkan tingkatan kemampuan berpikir seseorang dan membaginya menjadi dua tipe yaitu berpikir tingkat rendah dan berpikir tingkat tinggi. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan taksonomi bloom versi yang sudah direvisi atau dimodifikasi oleh Krathwohl, D. R. dalam (Krathwohl, D. R.2002.) yaitu sebagai berikut:

Taksonomi Bloom (Versi Modifikasi) 1. Mengingat (to remember)

2. Memahami (to comprehend) 3. Mengaplikasikan (to apply) 4. Menganalisis (to analyze)

(33)

5. Mengevaluasi (to evaluate) 6. Menciptakan (to create)

4. Indikator Proses Berpikir pada Tingkat yang Lebih Tinggi

Seperti yang telah kita ketahui saat ini bahwa tingkat berpikir dibagi dalam dua tingkatan yaitu berpikir tingkat rendah dan berpikir tingkat tinggi. Berdasarkan pada Taksonomi Bloom yang telah direvisi, seseorang dikatakan mampu berpikir tingkat rendah apabila seseorang mampu mencapai tahapan-tahapan mengingat, memahami, dan aplikasi.Sedangkan seseorang dikatakan mampu berpikir tingkat tinggi apabila mampu mencapai tahapan –tahapan menganalisa, mengevaluasi dan mencipta. Ketiga tahapan ini akan dijelaskan lebih lanjut(Retno Utari,2013) yaitu a. Menganalisis

Pada tahap ini diartikan bahwa bagaimana siswa mampu memisahkan konsep ke dalam beberapa komponen dan menghubungkan satu sama lain untuk memperoleh pemahaman atas konsep tersebut secara utuh.

Indikator siswa mampu menganalisa sebuah masalah dalam penelitian ini adalah ketika siswa mampu memahami maksud soal cerita kemudian menganalisisnya untuk menentukan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, menentukan metode penyelesaian yang sesuai untuk menyelesaikan masalah serta serta membedakan masalah permutasi dan kombinasi dengan tepat.

(34)

b. Mengevaluasi

Pada tahapan ini, seseorang dituntut untuk mampu membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat itu yang berdasar kriteria tertentu.

Indikator siswa mampu berpikir evaluasi dalam penelitian ini adalah ketika siswa mampu memberikan alasan yang tepat terhadap pengelompokkan permutasi atau kombinasi yang dipilihnya. Siswa juga mampu menggunakan informasi yang sudah didapatkan untuk merencanakan penyelesaian yang tepat. Selain itu siswa juga mampu melakukan peninjauan kembali terhadap langkah-langkah penyelesaian masalah yang telah dibuat kemudian mendeteksi apakah langkah-langkah tersebut sudah efektif untuk menyelesaikan masalah yang diberikan.

c. Mencipta

Jika seseorang sudah mencapai tahapan ini maka seorang peserta didik dikatakan mampu memenuhi aspek-aspek berpikir tingkat tinggi karena sesorang tersebut dapat menciptakan suatu cara/karya baru atau mengembangkan cara lama untuk menyelesaikan permasalahan.

Indikator mencipta dalam penelitian ini adalah ketika siswa mampu merumuskan dan menguraikan penyelesaian yang tepat dengan menggunakan metode baru atau mengembangkan metode/cara

(35)

yang pernah dipelajari sebelumnya. Proses mencipta pada umumnya berhubungan dengan pengalaman belajar peserta didik yang sebelumnya.

Fokus penelitian ini adalah bagaimana membantu siswa untuk terlatih melakukan tiga tahapan tersebut. Pembelajaran matematika yang berbasis masalah kami yakini mampu untuk melatih siswa untuk berpikir tingkat tinggi karena dalam pembelajaran tersebut siswa dilatih untuk memecahkan masalah dengan tahapan-tahapan seperti yang diungkapkan polya dalam Suherman (2001) yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, penyelesaian masalah, mengecek kembali. Dari setiap langkah ini, siswa diajak untuk berpikir analitis, kritis dan kreatif sehingga siswa akan terpacu untuk berproses berpikir tingkat tinggi.

Tabel 2.1 Indikator Tahapan berpikir Tingkat Tinggi (dikembangkan dari Retno Utari, 2013)

Tahap Berpikir Indikator

Analisis

1. Mampu memahami maksud soal cerita kemudian menganalisisnya untuk menentukan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan dan apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah.

2. Mampu menentukan langkah penyelesaian yang tepat sesuai dengan pertanyaan pada masalah.

3. Mampu membedakan tipe masalah permutasi atau kombinasi dengan tepat.

(36)

Tahap Berpikir Indikator

Evaluasi

1. Mampu memberikan alasan yang tepat dalam memilih sebagai masalah permutasi/kombinasi.

2. Mampu menggunakan informasi yang sudah didapatkan untuk merencanakan penyelesaian yang tepat.

3. Mampu meninjau kembali penemuan hasil atau langkah-langkah penyelesaian masalah yang telah dibuat kemudian mendeteksi apakah langkah-langkah tersebut sudah efektif untuk menyelesaikan masalah yang diberikan.(dilihat dari proses pengerjaan siswa mulai dari awal sampai dengan kesimpulan)

Mencipta

Mampu merumuskan dan menguraikan penyelesaian yang tepat dengan menggunakan metode baru yang belum diajarkan atau mengembangkan metode/cara yang pernah dipelajari sebelumnya.

B. Pembelajaran Berbasis Pemecahan Masalah 1. Pembelajaran Berbasis Masalah

a. Konsep Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah atau disingkat dengan PBM adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar cara berpikir kritis dan keterampilan dalam pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi mata pelajaran.

Menurut Barrow mengungkapkan bahwa masalah dalam pembelajaran berbasis masalah adalah masalah yang tidak terstruktur

(37)

(ill-structure), atau kontekstual dan menarik (contextual and engaging),

sehingga merangsang siswa untuk bertanya dari berbagai perspektif. Menurut Slavin karakteristik lain dari PBM meliputi pengajuan pertanyaan terhadap masalah,fokus pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan authentik, kerja sama, dan menghasilkan produk atau karya yang harus dipamerkan.

Problem-Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis

Masalah (PBM) adalah suatu pembelajaran yang menggunakan formulasi permasalahan, tujuan pembelajaran, dan penilaian. Tujuan pembelajarannya terkait dengan segala sesuatu yang harus dimiliki oleh siswa setelah belajar, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Pengetahuan adalah yang berkaitan dengan kandungan materi. Keterampilan berkaitan dengan kemampuan mulai dari mengajukan pertanyaan, penyusunan esai, searching data/basis data, dan presentasi/mengomunikasikan. Sikap berkaitan dengan pemikiran kritis, keaktifan mendengar, dan respek terhadap argumentasi mahasiswa lain.

Boud, Felleti, Fogarty menyatakan bahwa PBM adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada siswa dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended melalui stimulus dalam belajar. Pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: (1) belajar dimulai dengan suatu masalah, (2) memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa, (3) mengorganisasikan pelajaran

(38)

diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu, (4) memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, dan (6) menuntut siswa untuk mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja. Berdasarkan uraian tersebut tampak jelas bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat dimunculkan oleh siswa, kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang telah mereka ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.

Berikut ini adalah sintaksis pembelajaran berbasis masalah menurut Sugiyanto(2010) berdasarkan perilaku guru.

Tabel 2.2 Sintaksis untuk Pembelajaran Berbasis Masalah

Fase Perilaku Guru Perilaku Siswa Fase 1 :

Memberikan

orientasi tentang permasalahan kepada siswa

Guru membahas tujuan pelajaran,

mendeskripsikan dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.

Siswa mengerti tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan termotivasi untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah. Fase 2 :

Mengorganisasikan siswa untuk meneliti.

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya.

Siswa memahami tugas-tugasnya,

membentuk kelompok kecil dan membagi tugas masing-masing anggota kelompok untuk terlibat dalam

(39)

Fase Perilaku Guru Perilaku Siswa penyelesaian masalah. Fase 3: Membantu investigasi mandiri dan kelompok.

Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan

eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi.

Siswa memahami masalah, mencari informasi yang berkaitan dengan masalah, terdorong untuk melakukan percobaan dan mencari penjelasan serta solusi untuk menyelesaikan masalah yang diberikan secara mandiri atau berkelompok. Fase 4: Mengembangkan dan mempresentasikan hasil.

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil-hasil yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model; dan membantu mereka untuk menyampaikan kepada orang lain.

Siswa membuat rencana dan menyiapkan hasil-hasil yang diperoleh selama penyelesaian masalah, serta menyusun laporan hasil diskusi dan menyampaikannya kepada orang lain. Fase 5:

Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah.

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang

Siswa melakukan refleksi terhadap percobaannya untuk menyelesaikan

(40)

Fase Perilaku Guru Perilaku Siswa

mereka gunakan. masalah dan proses-proses yang dilakukan.

4. Pembelajaran Berbasis Masalah yang Berorientasi pada Proses Berpikir pada Tingkat yang Lebih Tinggi

Seperti yang dipaparkan pada sub bab sebelumnya bahwa kemampuan pemecahan masalah sangat berkaitan erat dan saling mendukung dalam terciptanya dan meningkatnya keterampilan berpikir pada tingkat yang lebih tinggi seseorang. Gagne (1970) mengemukakan bahwa pembelajaran pemecahan masalah dapat meningkatkan dan mengembangkan intelektual tingkat tinggi (dalam Jica, 2001).

Salah satu ciri khas keterampilan berpikir pada tingkat yang lebih tinggi adalah dimana seseorang memiliki kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah. Karena itu, berpikir tingkat tinggi perlu dilatih agar anak mampu berpikir lancar (fluency) dan luwes (flexibility), mampu melihat masalah dari berbagai sudut pandang dan mampu melahirkan berbagai ide. Memiliki pikiran yang kreatif dapat memberikan kepuasan kepada individu. Kita dapat mengamati anak-anak yang sedang bermain bongkar-pasang, pada saat mereka menghasilkan suatu kombinasi baru, dengan bangganya mereka mempertunjukkan kepada orang-orang di sekitarnya. Selain itu berpikir kreatif dan kritis memungkinkan siswa untuk mempelajari maslah

(41)

secara sistematis, menghadapi berjuta tantangan dengan cara yang terorganisasi, merumuskan pertanyaan inovatif, dan merancang solusi orisinal (Johnson, E.B., 2002).

Menyadari akan pentingnya kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah, dirasakan perlu mengupayakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan. Pendekatan-pendekatan yaitu berupa pembelajaran yang dapat memberi peluang dan mendorong siswa untuk melatihkan keterampilan berpikir pada tingkat yang lebih tinggi tersebut.

Pembelajaran matematika berbasis masalah sangat berpotensi untuk meningkatkan proses berpikir tingkat tinggi, ini nampak pada beberapa penelitian yang telah dilakukan. Salah satunya adalah Herman (2007: 48) yang berpendapat bahwa dalam PBM siswa dituntut untuk menyelesaikan masalah yang kaya akan konsep-konsep matematika dengan segala kemampuan yang dimilikinya. Sedangkan. Noer (2009: 336) yang menjelaskan bahwa masalah yang muncul pada PBM dibuat sedemikian hingga siswa perlu memahami masalah, mengumpulkan informasi, mengevaluasi alternatif solusi, dan mempresentasikan solusi. Dengan demikian, PBM diduga dapat meningkatkan kemampaun berpikir kritis siswa.

Tipe masalah yang digunakan dalam PBM yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir pada tingkat yang lebih tinggi adalah masalah terbuka (open-ended problem atau ill-structured problem) dimana siswa dihadapkan dengan masalah yang memiliki banyak alternatif cara

(42)

untuk menyelesaikannya dan memiliki satu jawaban atau multijawaban yang benar.

C. Penelitian Desain

Penelitian desain adalah penelitian yang menempatkan proses perancangan sebagai strategi untuk mengembangkan materi. Penelitian desain ini terdiri dari tiga fase yaitu desain permulaan (preliminary

design), eksperimen (experiment), dan analisis tinjauan (retrospective analysis) (Gravemeijer dan cobb, 2006).

1. Desain Permulaan (preliminary design)

Menurut Mulyana (2012), pada fase ini dibuat hypothetical

learning trajectory (HLT) sebagai bentuk antisipasi-antisipasi terhadap

hambatan yang mungkin terjadi pada siswa selama proses pembelajaran. Menurut Simon (1995), ada tiga komponen utama dari learning trajectory yaitu tujuan pembelajaran (learning goals), kegiatan pembelajaran (learning activities) dan hipotesis proses belajar siswa (hypothetical

learning process). Penentuan tujuan pembelajaran sangat berguna dalam

menentukan strategi pembelajaran. Berdasarkan rumusan tujuan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran merupakan jalan untuk mencapai tujuan pembelajaran dapat dicapai. Sedangkan hipotesis proses belajar siswa berguna untuk merancang tindakan ataupun strategi alternatif untuk mengatasi berbagai masalah yang mungkin dihadapi siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Shanty (2011), dalam penelitian desain ini lintasan

(43)

belajar (Hypothetical Learning Trajectory) berfungsi sebagai desain dan instrumen penelitian.

2. Eksperimen Desain (design experiment)

Menurut Gravemeijer dan cobb (2006) fase ini dapat dilakukan ketika seluruh persiapan telah dibuat kemudian diujicobakan pada sekelompok siswa dalam proses pembelajaran. Tujuan utama dalam desain eksperimen ini adalah untuk mengetes dan memperbaiki teori/ desain yang telah dikembangkan pada fase desain permulaan. Pada tahap ini data yang dikumpulkan adalah proses pembelajaran yang terjadi di kelas serta proses berpikir siswa (Lidinillah, t.t.).

3. Analisis Tinjauan (retrospective analysis)

Menurut Gravemeijer dan cobb (2006), pada tahap ini seluruh data yang diperoleh dari fase kedua dikumpulkan. Tujuan analisis tinjauan ini adalah untuk menganalisis hasil yang diperoleh dari fase kedua berupa perbandingan antara antisipasi HLT dengan fakta yang terjadi selama pembelajaran serta kemungkinan penyebabnya. Pada fase ini terdapat tiga langkah analisis yaitu mendeskripsikan analisis tinjauan secara umun, analisis pengembangan HLT, dan analisis topik-topik penelitian.

(44)

Gambar 2.2 : Desain penelitian dari Gravemeijer dan Cobb

(sumber: Mulyana:2012)

D. Hypothetical Learning Trajectory(HLT)

Hypothetical Learning Trajectory (HLT) merupakan suatu instrumen

yang menjadi panduan pada proses pelaksanaan penelitian design research, sebagai perluasan dari percobaan pikiran (tought experiment) yang dikembangkan oleh Freudenthal.

Simon (dalam Bakker, 2004) mendefinisikan HLT sebagai berikut :

The hypothetical learning trajectory is made up of three components: the learning goal that defines the direction, the learning activities, and the hypothetical learning process a prediction of how the students’ thinking and understanding will evolve in the context of the learning activities (p. 136). (HLT terdiri dari tiga komponen : tujuan

pembelajaran yang mendefinisikan arah (tujuan pembelajaran), kegiatan belajar, dan hipotesis proses belajar untuk memprediksi bagaimana pikiran dan pemahaman siswa akan berkembang dalam konteks kegiatan belajar).

HLT digunakan sebagai bagian dari apa yang disebut siklus mengajar matematika (mathematical learning cycle) untuk satu atau dua pembelajaran, atau bahkan untuk lebih dari dua pembelajaran. HLT dapat menghubungkan antara teori pembelajaran (instructional theory) dan percobaan pembelajaran

(45)

secara konkrit. HLT digunakan untuk membimbing proses percobaan pembelajaran agar sesuai dengan spesifikasi materi dan hipotesis pembelajaran yang sudah ditentukan dalam bentuk HLT.

HLT berperan pada setiap tahapan design research, berikut ini adalah peran dan posisi HLT dalam setiap tahapan design research (Bakker, 2004).

1. Tahap Preparation and Design : pada tahap ini, HLT dirancang untuk membimbing proses perancangan bahan pembelajaran yang akan dikembangkan dan diadaptasi. Konprontasi antara pemikiran umum dengan kegiatan konkrit sering mengarah pada HLT yang lebih spesifik. HLT dirancang selama tahap preparation and design.

2. Tahap Design Experiment : Selama percobaan pembelajaran, HLT berfungsi sebagai pembimbing (guideline) untuk guru dan peneliti apa yang akan difokuskan dalam proses pembelajaran, wawancara dan observasi. Peneliti dan guru perlu menyesuaikan HLT dengan kegiatan pembelajaran untuk pertemuan pembelajaran. Dengan HLT, proses penelitian dan pengembangan bisa lebih efisien. Perubahan dalam HLT biasanya dipengaruhi oleh kejadian di kelas yang belum dapat diantisipasi, strategi yang belum terlaksana, serta kegiatan yang terlalu sulit untuk dilaksanakan. Perubahan HLT dilakukan untuk menghasilkan kondisi yang optimal dan merupakan bagian dari data yang akan dianalisis. Perubahan HLT harus dilaporkan untuk mendukung proses pembentukan teori. HLT dapat berubah selama tahap teaching experiment.

(46)

3. Tahap Restrospective Analysis : Pada tahap ini, HLT berperan sebagai petunjuk dalam menentukan fokus analisis bagi peneliti. Karena prediksi dibuat berkaitan proses belajar siswa, maka peneliti dapat membandingkan antisipasi dari prediksi melalui observasi selama percobaan pembelajaran (teaching experiment). Analisis seperti ini, menyangkut saling mempengaruhi antara HLT dan dan pengamatan empiris dapat menjadi dasar pembentukan teori. Setelah tahap ini, HLT diformulasikan kembali berdasarkan hasil temuan observasi dan analisis yang dilakukan. HLT yang baru akan menjadi petunjuk pada tahap rancangan (design phase) berikutnya.

Dengan begitu, HLT merupakan bentuk konkrit atau pengkonkritan teori pembelajaran. Sebaliknya, teori pembelajaran dibentuk dari pengembangan HLT. Karena HLT, memuat tiga komponen, yiatu tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan hipotesis pembelajaran, maka keberadaannya sangat penting dalam seluruh tahapan design research.

E. Permutasi dan Kombinasi 1. Permutasi

Permutasi adalah banyaknya cara menyusun objek dengan memperhatikan urutan. Permutasi merupakan bentuk khusus aplikasi prinsip perkalian.

(47)

 Prinsip perkalian

Jika kejadian pertama terdapat n1 cara dan kejadian kedua terdapat n2 cara sampai kejadian i terdapat n cara, maka beberapa i

kejadian dapat terjadi secara bersama dalam n1.n2...n cara. i

Secara umum permutasi r dan n anggota yang berbeda ( ) ada jika rn.

Jika kejadian 1 dapat dilakukan dalam n cara

Jika kejadian 2 dapat dilakukan dalam

 

n1 cara Jika kejadian 3 dapat dilakukan dalam

n2

cara

. . .

Jika kejadian r dapat dilakukan dalam

n

 

r1

cara Menurut kaidah perkalian ada sebanyak

n

 

n1

n2

...

n

 

r1

cara Jadi dengan prinsip perkalian :

 

r n

P , = n

 

n1

n2

...

n

 

r1

...(1)

Pandang :

n! = nx

 

n1 x

n2

....3 x 2 x 1

Sehingga banyaknyaknya permutasi r objek yang diambil dari n objek yang tersedia adalah

(48)

( ) ( ) ( ) ( ( )) ( ) ( ) ( ) ( ( )) ( ) ( ) Sehingga ( ) 2. Kombinasi

Kombinasi adalah banyaknya cara menyusun objek tanpa memperhatikan urutan (urutan memiliki arti yang sama).

Banyaknya kombinasi r unsur dari himpunan dengan n unsur

dinotasikan dengan C ,

 

n r atau       r

n . Perhatikan bahwa jika n r , definisikan C

 

n,r 0. Jika n0 dan r bilangan bulat positif, maka

 

r

C ,0 . Hal tersebut akan berakibat bahwa

 

1 0 0 0 , 0        C . Fakta

berikutnya adalah untuk bilangan bulat tidak negatif n berlaku

 

n,0 1 C , C

 

n,1 n dan C

 

n,n 1  Untuk rn, P

 

n,rr!C

 

n,r Akibatnya,

 

! ! ! , r n r n r n r n C         

3. Macam – macam Permutasi

a) Permutasi dengan beberapa unsur yang sama

Apabila s adalah himpunan ganda dengan n buah objek yang

(49)

memiliki n1, n2, ... ,n (jumlah objek seluruhnya k n1, n2, ... ,

n

nk  ), maka jumlah cara menyusun seluruh objek adalah P(n; n1, n2, ... ,n )k ! !.... ! ! 2 1 n nk n n  b) Permutasi Siklis

Banyaknya permutasi melingkar r unsur dari sebuah himpunan

dengan n unsur berbeda adalah

 

! ! , r n r n r r n P   Didefinisikan untuk ( ) ( ) ( ) 0 ! = 1

Latar belakang pendefinisian 0! = 1

( ) ( )

Karena permutasi yang disusun melingkar dan urutannya searah jarum jam maka rn, sehingga

 

! ! , r n r n r r n P  

 

! ! , n n n n n n n P   ! 0 ! ) , (n n n P  1 )! , ( ! ! 0   n n P n

(50)

! 0 ! 1     n n n

n n n 1! 

1

!  n

Jadi banyaknya permutasi siklis dari n objek adalah

 

n1!

F. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang telah dilakukan oleh Kasturi dkk (2015) merepresentasikan bahwa desain perangkat yang dirancang dengan metode problem posing pada materi kesebangunan dilakukan dengan model Plomp yang telah dimodifikasi terdiri atas empat fase yaitu (1) fase investigasi awal, (2) fase desain, (3) fase realisasi, dan (4) fase tes, evaluasi dan revisi. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan meliputi: (1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, (2) buku guru, (3) buku siswa, (4) lembar kerja siswa dan (5) hasil tes belajar. Hasil pengembangan perangkat pembelajaran problem posing yang berorientasi penerapan HOTS pada materi kesebangunan yang diperoleh sudah memenuhi kriteria valid, praktis dan efektif. Jika dilihat dari hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran problem posing berorientasi penerapan HOTS lebih baik daripada hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran matematika konvensional.

Dari hasil penelitan yang telah dilakukan, Kasturi menyarankan agar tercipta desain pembelajaran lain yang berorientasi pada HOTS di sekolah lain dengan kondisi , situasi dan materi yang berbeda untuk meningkatkan

(51)

pemahaman siswa terhadap pemecahan masalah atau soal-soal yang membutuhkan proses berpikir tingkat tinggi.

Penelitian kedua yang berkaitan dan digunakan untuk referensi penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Bambang Dwi Andari didapatkan hasil bahwa dengan pembelajaran interaktif yang memiliki ciri-ciri intervensi, kolaborasi, negosiasi dan evaluasi dapat membangun pemahaman konsep permutasi dan kombinasi. Dalam penelitian tersebut dijelaskan pula bagaimana tahapan pembelajaran interaktif yaitu (1) memberikan orientasi tantang pembelajaran, (2) menyampaikan tujuan pembelajaran, (3) memotivasi dan apersepsi, (4) guru memberikan intervensi kepada siswa, (5) negosiasi guru dengan siswa, (6) kolaborasi siswa dengan siswa, (7) negosiasi siswa dengan siswa, (8) guru memberikan intervensi pada saat siswa melakukan kolaborasi dan negosiasi, (9) guru dan siswa bernegosiasi untuk membuat kesimpulan, dan (10) guru melakukan evaluasi.

Referensi penelitian lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Iis Juniati Latifah tentang Pengembangan Bahan Ajar Materi Aturan Pencacahan Menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah di SMA yang dipublikasikan dalam Jurnal Didaktik Matematika. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah sangat efektif digunakan untuk mengatasi kesulitan siswa dalam mempelajari konsep permutasi karena dengan model ini siswa akan belajar melalui pengalaman baru, perolehan konten baru, dan penguatan pengetahuan yang ada. Situasi ini mendorong siswa untuk mencari informasi baru dan mensintesis dalam konteks skenario masalah (Lambors

(52)

dalam Mangao,dkk,2004). Kelebihan lain dari pembelajaran berbasis masalah adalah melalui masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, siswa terlatih untuk memecahkan masalah-masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengmbangkan ketrampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) serta dapat mengembangkan kemandirian dan percaya diri siswa.

Dari ketiga referensi penelitian di atas, peneliti akan mencoba untuk mendesain proses pembelajaran yang berorientasi pada HOTS dengan mengacu pada tahapan desain yang dirancang oleh Gravemeijer dan Cobb sedangkan untuk model pembelajaran yang dipilih adalah problem based

learning ( model pembelajaran berbasis masalah) dengan mengambil materi

permutasi dan kombinasi yang telah disesuaikan dengan kebutuhan siswa kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Yogyakarta yang masih mengalami kesulitan dalam pemahaman materi tersebut sebagai persiapan untuk menghadapi ujian akhir nasional yang sudah mengacu pada soal-soal yang berorientasi pada HOTS.

G. Kerangka Berpikir

Berpikir tingkat tinggi adalah salah satu kemampuan yang sedang banyak digagas saat ini sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang peserta didik. Melalui kurikulum 2013 yang sedang berjalan saat ini, siswa dituntut untuk mampu berpikir tingkat tinggi dalam menyelesaikan masalah. Banyak para pendidik yang sedang berusaha bagaimana membantu siswa untuk terlatih menyelesaikan soal.

(53)

Sering berlatih menyelesaikan soal-soal yang berorientasi pada

higher order thingking skill diyakini dapat membantu siswa terbiasa untuk

berpikir tingkat tinggi dan tidak melulu bergantung pada rumus. Salah satu model pembelajaran yang dapat mendukung aktifitas tersebut adalah pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah, yaitu dimana siswa diajak untuk memecahkan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan materi yang diajarkan secara khusus dalam penelitian ini adalah materi permutasi dan kombinasi. Dengan model PBL(Problem Based Learning) siswa terbiasa untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada proses berpikir tingkat tinggi sehingga siswa akan terbiasa dengan analisis,evaluasi hingga mencipta yang merupakan tahapan proses berpikir tingkat tinggi.

Oleh karena alasan tersebut, penelitian ini akan mendesain lintasan belajar pada materi permutasi dan kombinasi yang berorientasi pad proses berpikir tingkat tinggi dengan model pembelajaran berbasis masalah.

Adapun bagan dari kerangka berpikir penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.3 Alur Kerangka Berpikir Pembelajaran dengan model

PBL(Problem Based Learning)

Memberikan masalah untuk eksplorasi

Masalah yang berorientasi pada HOTS

(54)

34 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian desain. Jenis penelitian ini dipilih karena peneliti akan merancang sebuah desain pembelajaran yang berorientasi pada proses berpikir tingkat tinggi untuk mengembangkan materi permutasi dan kombinasi.

B. Tempat dan Waktu Peneltian 1. Tempat

Penelitian dilakukan di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta yang beralamat di Jalan Panembahan Senopati 18 Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada semester ganjil tahun pelajaran 2018-2019 C. Objek dan Subyek Penelitian

Obyek pada penelitian ini adalah

1. Desain pembelajaran matematika pada materi permutasi dan kombinasi yang berorientasi pada HOTS(Higher Order Thinking Skills)

2. Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Subyek pada penelitian ini adalah

1. Siswa kelas XI IPA 2 SMA Pangudi Luhur Yogyakarta sebanyak 30 siswa yang digunakan sebagai kelas ujicoba

2. Siswa pada kelas penelitian adalah siswa kelas XI IPA 3 berjumlah 30 siswa dengan kemampuan yang berbeda.

Gambar

Tabel 2.1 Indikator Tahapan berpikir Tingkat Tinggi  (dikembangkan dari Retno Utari, 2013)
Gambar 2.3 Alur Kerangka Berpikir Pembelajaran dengan model
Gambar 4.2 Siswa berdiskusi mengerjakan LKS
Gambar 4.5 Jawaban siswa terhadap soal HOTS Permutasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

publik nasional untuk sektor pendidikan meningkat dari 2,8% pada tahun 2001.. menjadi 3,1% pada tahun 2006 relatif terhadap pendapatan

Suatu website agar dapat digunakan dengan nyaman selain informasi yang akurat juga harus dapat menyajikan suatu tampilan yang menarik, karena user biasanya lebih memilih suatu

Grafik pengukuran fluks density magnetic dari sampel dengan variasi komposisi Na 2 O dan variasi suhu sintering.. Grafik Hasil Pengujian Vsm BaFe 12 O 19 dengan penambahan

metode teknik pengumpulan data dalam memecahkan masalah penelitian yang. berkaitan dengan instrument yang akan digunakan dalam rangka

Hasil penelitian dengan menggunakan metode brainstorming untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa mengenai materi mengomentari persoalan faktual mengalami peningkatan

PENGARUH KUALITAS ASET DAN LIKUIDITAS TERHADAP PROFITABILITAS PADA BANK SYARIAH MEGA INDONESIA PERIODE 2009-2013.. Unipersitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

(3) Profesor yang mendapat penugasan sebagai pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan sampai dengan tingkat jurusan atau nama lain yang sejenis, memperoleh tunjangan

Round character is unlike a static character, a dynamic characters does change and grow as the story unfolds.. Dynamic characters respond to events and experience a change