• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN PETUGAS MIKROSKOPIS MALARIA PADA LIMA PUSKESMAS DI KABUPATEN OKU SUMATERA SELATAN DALAM MENDETEKSI PARASIT MALARIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN PETUGAS MIKROSKOPIS MALARIA PADA LIMA PUSKESMAS DI KABUPATEN OKU SUMATERA SELATAN DALAM MENDETEKSI PARASIT MALARIA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

GAMBARAN PETUGAS MIKROSKOPIS MALARIA PADA LIMA

PUSKESMAS DI KABUPATEN OKU SUMATERA SELATAN DALAM

MENDETEKSI PARASIT MALARIA

Tri Wurisastuti*, Hotnida Sitorus, Rizki Nurmaliani

Loka Litbang P2B2 Baturaja Jl. A. Yani KM7 Kemelak Baturaja Sumatera Selatan

Abstract

Malaria remains a public health problem in Ogan Komering Ulu (OKU) District South Sumatra Province with Annual Parasite Incidence (API) in 2012 was 0.46‰. Treatment of malaria were conducted in OKU District already based on the results of laboratory examination.Therefore, the accuracy and correctness of blood film examination by malaria microscopists is needed in order to improve the quality of malaria diagnosis.This research involves five microscopists of OKU District. Each microscopists examine 596 malaria blood film. Result of microscopy examination is error rate value of each microscopists which will be the reference performance in diagnosis ofmalaria. In addition, every microscopists was interviewed to describe their characteristics in detection of malaria parasites. Data of microscopy examination and interview were analyzed descriptively. Descriptive analysis showed that performance five microscopists of OKU District in diagnosing malaria differ according to educational background, training experience and workload.

Keywords: Characteristics, Microscopists, Diagnosis, Malaria, OKU

MALARIA MICROSCOPIC OFFICER DESCRIPTION

IN FIVE HEALTH DISTRICT IN SOUTH SUMATRA OKU TO DETECT

MALARIA PARASITES

Abstrak

Malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Provinsi Sumatera Selatan dengan Annual Parasite Incidence (API) tahun 2012 sebesar 0,46‰, sedangkan pengobatan malaria yang dilakukan di Kabupaten OKU sudah berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium. Oleh sebab itu, ketepatan dan kebenaran pemeriksaan sediaan darah oleh petugas mikroskopis sangat diperlukan dalam rangka peningkatan mutu diagnosis malaria. Penelitian ini melibatkan 5 mikroskopis di Kabupaten OKU. Setiap petugas mikroskopis melakukan pemeriksaan 596 sediaan darah jari (SDJ) malaria. Hasil pemeriksaan sediaan darah jari berupa nilai error rate masing-masing petugas mikroskopis yang akan menjadi bahan penilaian kinerja petugas mikroskopis dalam mendiagnosis malaria. Selain itu setiap petugas diwawancarai untuk mengetahui gambaran karakteristik petugas dalam mendeteksi parasit malaria. Data hasil pemeriksaan dan wawancara dianalisis secara deskriptif. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa kinerja lima petugas mikroskopis dalam mendiagnosis malaria berbeda menurut latar belakang pendidikan petugas mikroskopis, jumlah pelatihan mikroskopis dan beban kerja.

Kata Kunci: Karakteristik, Mikroskopis, Diagnosis, Malaria, OKU

Naskah masuk: 20 Maret 2015; Review I: 8 April 2015; Review II: 3 Juni 2015; Layak terbit : 16 Juni 2015 ______________________________________

(2)

2

PENDAHULUAN

Malaria merupakan salah satu penyakit tular vektor yang masih menjadi

masalah kesehatan masyarakat di

Indonesia yang dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, dan ibu hamil. Selain itu malaria secara langsung dapat menyebabkan anemia dan juga

menurunkan produktivitas kerja.1

Standar emas (Gold Standar) untuk pemeriksaan malaria sampai saat ini

masih dilakukan dengan cara

pemeriksaan sediaan darah secara

mikroskopis.2 Upaya peningkatan mutu

petugas mikroskopis yang ada di

puskesmas dan tempat rujukan sediaan darah merupakan salah satu upaya meningkatkan mutu diagnosis malaria di

daerah resisten.1

Berdasarkan data Riskesdas 2013, malaria di Kabupaten Ogan Komering Ulu

(OKU) Provinsi Sumatera Selatan

menempati peringkat ke 7 yang memiliki prevalensi malaria tertinggi dari 15

kabupaten yang ada.3 Data malaria Dinas

Kesehatan Kabupaten OKU menunjukkan

Annual Parasite Incidence (API) tahun

2012 sebesar 0,46‰.4 Kedua data ini

menunjukkan bahwa malaria masih

menjadi masalah kesehatan masyarakat

di Kabupaten OKU Provinsi Sumatera Selatan.

Pengobatan malaria yang dilakukan di Kabupaten OKU sebagian besar sudah

berdasarkan hasil pemeriksaan

laboratorium oleh petugas mikroskopis. Oleh karena itu pentingnya mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja petugas mikroskopis dalam mendeteksi parasit malaria dalam rangka peningkatan mutu diagnosis malaria di Kabupaten OKU sangat dibutuhkan.

Menurut Simamora dalam

Mangkunegara5, kinerja dipengaruhi oleh

tiga faktor yaitu faktor individu, faktor psikologis dan faktor organisasi. Faktor individu mencakup kemampuan, keahlian, latar belakang dan demografi. Faktor psikologis terdiri dari persepsi, attitude,

personality, pembelajaran dan motivasi.

Faktor organisasi terdiri dari sumber

daya, kepemimpinan, penghargaan,

struktur dan job design.5 Dalam penelitian

ini faktor individu yang diteliti adalah latar belakang pendidikan dan masa kerja. Faktor psikologi yang diteliti adalah pelatihan dan faktor organisasi yang diteliti adalah beban kerja.

Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui gambaran perbedaan

karakteristik petugas mikroskopis

puskesmas di Kabupaten OKU dalam mengidentifikasi parasit malaria.

METODOLOGI

Penelitian ini dilakukan di

Kabupaten OKU Provinsi Sumatera

Selatan selama 8 bulan (Maret-Oktober)

pada tahun 2013. Penelitian ini

melibatkan 5 (lima) mikroskopis yang

sudah mendapatkan pelatihan

mikroskopis malaria baik secara formal

maupun informal. Lima mikroskopis

tersebut diantaranya mikroskopis

Puskesmas Pengaringan, Ulak Pandan, Penyandingan, Tanjung Lengkayap, dan Lubuk Batang. Desain penelitian ini adalah cross sectional observasional.

Instrumen yang digunakan meliputi sediaan darah jari (SDJ) pasien yang mengalami gejala klinis malaria yang datang ke puskesmas dan kuesioner terstruktur wawancara terhadap petugas

mikroskopis. Masing-masing petugas

mikrokopis melakukan pemeriksaan 596 SDJ malaria. Wawancara terstruktur dilakukan untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kinerja petugas mikroskopis dalam mendiagnosis malaria. Wawancara dilakukan selama kurang lebih 30 menit untuk setiap sampel di tempat kerja mikroskopis. Wawancara dilakukan oleh peneliti Loka Litbang P2B2 Baturaja.

Pemeriksaan sediaan darah jari (SDJ) dilakukan menggunakan standar

pemeriksaan SDJ.6 Hasil pemeriksaan

yang dinilai adalah nilai error rate

masing-masing petugas mikroskopis

dalam mendiagnosis malaria. Hasil

pemeriksaan ini dijadikan bahan

(3)

3 dalam mendiagnosis malaria. Kinerja

petugas mikroskopis dikatakan baik dalam mendiagnosis malaria jika nilai

error rate yang dihasilkan kurang dari

lima persen. Data hasil pemeriksaan dan

wawancara dianalisis secara deskriptif

.

HASIL

Setiap puskesmas yang dievaluasi memiliki satu orang petugas mikroskopis. Sebagian besar petugas mikroskopis

yang dievaluasi berjenis kelamin

perempuan, dengan usia berkisar 20-35

tahun. Sebagian besar petugas

mikroskopis sudah menikah dan

seluruhnya berpendidikan diploma.

Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1. Pada Tabel 2 menunjukkan dari lima petugas mikroskopis yang terlibat penelitian, diketahui bahwa sebagian besar petugas mikroskopis yang memiliki latar belakang pendidikan bukan analis kesehatan sehingga memiliki kualitas dalam mendiagnosis malaria secara mikroskopis yang kurang baik dengan nilai error rate yang dihasilkan lebih dari 5 persen.

Tabel 1. Karakteristik Petugas Mikroskopis di Lima Puskesmas

Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2013

Karakteristik

Puskesmas

Lubuk Batang Pengaringan Penyandingan Tanjung

Lengkayap Ulak Pandan

Jenis Kelamin Perempuan Perempuan Laki-Laki Perempuan Laki-Laki

Usia 25 tahun 29 tahun 32 tahun 22 tahun 27 tahun

Status Pernikahan

Belum Menikah Menikah Menikah Belum Menikah Menikah Pendidikan Diploma Keperawatan Diploma Analis Kesehatan Diploma Kesehatan Lingkungan Diploma Analis Kesehatan Diploma Keperawatan nilai error rate

6,7% 6,2% 2,3% 4,4% 6,0%

Tabel 2. Faktor Kinerja Petugas Mikroskopis di Lima Puskesmas Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2013

Karakteristik Katerogi Error Rate

Total

Kurang Baik (n) Baik (n)

Pendidikan

Non Analis Kesehatan 2 1 3

Analis Kesehatan 1 1 2

Lama Tugas

1-3 tahun 2 2 4

4-6 tahun 1 0 1

Jumlah Pelatihan Mikroskopis

1 Kali 2 1 3

2 Kali 1 0 1

>3 Kali 0 1 1

Beban Kerja Lainnya

Ya 3 1 4

(4)

4

Sebagian petugas mikroskopis

yang memiliki masa kerja 1-3 tahun memiliki kategori kinerja baik, namun petugas mikroskopis yang memiliki masa kerja 4-6 tahun memiliki kategori kinerja

kurang baik. Berdasarkan jumlah

pelatihan mikroskopis malaria yang telah diikuti petugas, dapat diketahui bahwa

semakin banyak jumlah pelatihan

mikroskopis malaria yang diikuti petugas maka semakin baik pula kinerja petugas mikroskopis, sebagian besar petugas yang mengikuti satu kali pelatihan memiliki kategori kinerja yang kurang

baik dan petugas yang mengikuti

pelatihan mikroskopis malaria lebih dari 3 kali seluruhnya memiliki kategori kinerja baik (Tabel 2).

Berdasarkan beban kerja, diketahui bahwa tiga dari empat petugas yang memiliki tanggung jawab pekerjaan selain menjadi petugas mikroskopis malaria memiliki kategori kinerja kurang

baik dalam mendiagnosis malaria

dibandingkan dengan petugas yang hanya menangani mikroskopis malaria saja (Tabel 2).

BAHASAN

Kinerja menurut Mangkunegara5,

merupakan istilah dari kata Job

Performance atau Actual Performance

(prestasi kerja) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh

seseorang karyawan/pegawai dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan

tanggung jawab yang diberikan

kepadanya.

Sebagian besar petugas

mikroskopis yang memiliki latar belakang pendidikan bukan analis kesehatan memiliki kualitas kinerja yang kurang baik dengan nilai error rate lebih dari 5 persen dalam mendiagnosis malaria secara mikroskopis. Petugas mikroskopis

malaria sebaiknya paling sedikit

berpendidikan analis kesehatan karena

pada umumnya sudah mendapat

pendidikan tentang dasar-dasar ilmu biologi/kesehatan maupun penggunaan

dan pemeriksaan menggunakan

mikroskop.2 Penelitian lain juga

membuktikan bahwa pendidikan pegawai memiliki hubungan yang kuat dengan

kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS).7

Dalam penelitian ini petugas

mikroskopis dengan masa kerja lebih lama memiliki kinerja yang kurang baik. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Oka Beratha dan

Yatino8,9, penelitian tersebut menyatakan

bahwa secara statistik lama kerja tidak berhubungan dengan kinerja. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh

Ahmad Faizin10, bahwa ada hubungan

antara lama kerja dengan kinerja

petugas kesehatan. Petugas dengan masa kerja yang lebih panjang biasanya akan memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan petugas dengan masa kerja lebih pendek karena adanya

perbedaan pengalaman kerja.8

Seluruh petugas mikroskopis yang

dievaluasi sudah pernah mengikuti

pelatihan baik secara formal maupun nonformal. Sebagian besar petugas yang hanya mengikuti pelatihan satu kali, memiliki kinerja yang kurang baik. Kompetensi dan kinerja petugas yang tinggi hanya didukung oleh program

pelatihan dan penilaian yang

berkesinambungan, tersedia program pelatihan penyegaran (refresher training) dan penjenjangan karier bagi yang baik kinerjanya yang dikembangkan menurut

standar internasional.11 Berdasarkan

hasil wawancara, petugas mikroskopis Puskesmas Penyandingan yang memiliki nilai error rate paling baik sudah

mengikuti empat kali pelatihan

mikroskopis malaria. Semakin banyak jumlah pelatihan mikroskopis yang diikuti petugas maka semakin rendah nilai error

rate dari petugas mikroskopis malaria.

Semakin banyak pelatihan maka akan semakin banyak materi pemeriksaan

mikroskopis yang dikuasai.12 Hal ini

sejalan dengan penelitian di Kabupaten

Pati Provinsi Jawa tengah yang

menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pelatihan dan kinerja petugas penyuluh kesehatan masyarakat dalam praktek promosi kesehatan di

Dinas Kesehatan Kabupaten Pati.13

Penelitian Agusta14 membuktikan bahwa

(5)

5 signifikan terhadap kinerja karyawan.

Sebagian besar petugas yang memiliki tanggung jawab pekerjaan selain menjadi petugas mikroskopis malaria memiliki kategori kinerja kurang

baik dalam mendiagnosis malaria

dibandingkan dengan petugas yang hanya bertanggung jawab menangani mikroskopis malaria. Penelitian yang

dilakukan oleh Bona Boy15, di RSUD DR.

Djasamen Saragih Pematang Siantar terhadap perawat menunjukkan bahwa ada hubungan antara beban kerja dengan kinerja. Hal ini berbeda dengan

hasil penelitian di Yogyakarta16, yang

membuktikan bahwa tidak adanya hubungan antara beban kerja dengan kinerja pegawai.

KESIMPULAN

Kinerja petugas mikroskopis dalam mendiagnosis malaria di lima puskesmas di Kabupaten OKU berbeda menurut

latar belakang pendidikan petugas

mikroskopis, jumlah pelatihan

mikroskopis dan beban kerja. Peran keterampilan petugas diperlukan untuk mendapatkan hasil pemeriksaan dengan

error rate yang rendah.

SARAN

1. Pelaksanaan pelatihan mikroskopis malaria diberikan secara berkala

kepada seluruh petugas

mikroskopis guna memperbaiki dan meningkatkan kualitas kinerja petugas mikroskopis.

2. Penempatan pegawai sesuai

dengan pendidikan.

3. Dilakukan analisis beban kerja

pegawai untuk keseimbangan tugas

sehingga memperoleh pegawai

dengan kinerja yang baik.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Loka Litbang P2B2 Baturaja, Kepala Dinas Kesehatan OKU beserta staf, Kepala Puskesmas dan

mikroskopis Pengaringan, Kepala

Puskesmas dan mikroskopis Ulak

Pandan, Kepala Puskesmas dan

mikroskopis Penyandingan, Kepala

Puskesmas dan mikroskopis Tanjung Lengkayap, Kepala Puskesmas dan mikroskopis Lubuk Batang yang telah bersedia mengikuti penelitian ini. Tak lupa juga penulis ucapkan terimakasih kepada peneliti Loka Litbang P2B2 Baturaja yang ikut membina penulisan artikel ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di

Indonesia. Jakarta; Direktorat

Jenderal PPPL. 2008.

2. Tuti S. Beberapa Prinsip Dasar

Pemantapan Kualitas (Quality

Assurance/QA) Petugas Mikroskopis

Malaria. Majalah Kedokteran

Indonesia. 2010. 60 (7).

3. Kementerian Kesehatan. Laporan Riskesdas 2013 Provinsi Sumatera Selatan. Jakarta; Badan Litbang Kesehatan. 2013.

4. Laporan Malaria Bulanan Tahun 2012. Baturaja; Dinas Kesehatan Kab. OKU. 2012.

5. Anwar Prabu Mangkunegara.

Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: PT. Refika Aditama, 2005.

6. Departemen Kesehatan.

Pemeriksaan Parasit Malaria

Secara Mikroskopik. Jakarta;

Direktorat Jenderal PPPL. 1995. 7. Patiran A. Analisis Faktor-faktor

yang Mempengaruhi Kinerja

Pegawai Negeri Sipil (PNS). Fokus Ekonomi. Desember 2010. 5(2):32-43.

8. Beratha, Oka, IB Wirakusuma,

Adnyana Sudibya. Hubungan

Karakteristik, Motivasi dan Dana BOK dengan Kinerja Petugas KIA Puskesmas di Kabupaten Gianyar.

Public Health and Preventive

Medicine Archive. Juli 2013; 1(1):41-47.

(6)

6 9. Yatino. Analisis Kinerja Bidan Desa

dan Hubungannya dengan

Keberhasilan Program Perbaikan Gizi dan Kesehatan di Kabupaten Lampung Barat. [Skripsi] Bogor : Institut Pertanian Bogor. 2005.

10. Achmad Faizin, Winarsih. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Lama Kerja Perawat dengan Kinerja Perawat Di RSU Pandan Arang Kabupaten Boyolali. Berita Ilmu Keperawatan. September 2008.1(3):137-142. 11. World Health Organization. Malaria

Microscopy Quality Assurance

Manual Version 1. WHO; February 2009.

12. Maryun Y. Beberapa Faktor yang

Berhubungan dengan Kinerja

Petugas Program TB Paru Terhadap Cakupan Penemuan Kasus Baru BTA (+) di Kota Tasikmalaya Tahun 2006 [internet], 2006. Diakses 24 September 2012 Ditelusuri dari http://eprints.undip.ac.id/

17492/1/YAYUN_MARYUN.pdf.

13. Yuniarti, Zahroh Shaluhiyah, Bagoes

Widjanarko. Kinerja Petugas

Penyuluh Kesehatan Masyarakat dalam Praktek Promosi Kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Pati.

Jurnal Promosi Kesehatan

Indonesia. Agustus 2012; 7(2):165-173.

14. Agusta L, Eddy MS. Pengaruh

Pelatihan dan Motivasi Kerja

Terhadap Karyawan CV. Haragon

Surabaya. Jurnal Agora. 2013;

1(3):1399-1408.

15. Sihotang, Bona Boy Pandapotan. Pengaruh Beban Kerja terhadap Kinerja Perawat Dalam Pelayanan Kegawatdaruratan di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

[Tesis] Medan : Universitas

Sumatera Utara; 2012.

16. Mudayana AA. Hubungan Beban Kerja dengan Kinerja Karyawan di Rumah Sakit Nur Hidayah Bantul. Jurnal Kesmas UAD. Januari 2012; 6(1):35-40.

(7)

7 1. Kementerian Kesehatan. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia.

Jakarta; Direktorat Jenderal PPPL; 2008.

2. Tuti S. Beberapa Prinsip Dasar Pemantapan Kualitas (Quality Assurance/QA) Petugas Mikroskopis Malaria. Majalah Kedokteran Indonesia. 2010; 60(7).

3. Kementerian Kesehatan. Laporan Riskesdas 2013 Provinsi Sumatera Selatan. Jakarta; Badan Litbang Kesehatan; 2013.

4. Laporan Malaria Bulanan Tahun 2012. Baturaja; Dinas Kesehatan Kab. OKU; 2012. 5. Anwar Prabu Mangkunegara. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: PT. Refika Aditama,

2005.

6. Departemen Kesehatan. Pemeriksaan Parasit Malaria Secara Mikroskopik. Jakarta; Direktorat Jenderal PPPL; 1995.

7. Patiran A. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS). Fokus Ekonomi. Desember 2010; 5(2):32-43.

8. Beratha, Oka, IB Wirakusuma, Adnyana Sudibya. Hubungan Karakteristik, Motivasi dan Dana BOK dengan Kinerja Petugas KIA Puskesmas di Kabupaten Gianyar. Public Health and Preventive Medicine Archive. Juli 2013; 1(1):41-47.

9. Yatino. Analisis Kinerja Bidan Desa dan Hubungannya dengan Keberhasilan Program Perbaikan Gizi dan Kesehatan di Kabupaten Lampung Barat. [Skripsi] Bogor : Institut Pertanian Bogor; 2005.

10. Achmad Faizin, Winarsih. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Lama Kerja Perawat dengan Kinerja Perawat Di RSU Pandan Arang Kabupaten Boyolali. Berita Ilmu Keperawatan. September 2008; 1(3):137-142.

11. World Health Organization. Malaria Microscopy Quality Assurance Manual Version 1. WHO; February 2009.

12. Maryun Y. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Petugas Program TB Paru Terhadap Cakupan Penemuan Kasus Baru BTA (+) di Kota Tasikmalaya Tahun

2006 [internet], 2006. Diakses 24 September 2012 Ditelusuri dari

http://eprints.undip.ac.id/ 17492/1/YAYUN_MARYUN.pdf.

13. Yuniarti, Zahroh Shaluhiyah, Bagoes Widjanarko. Kinerja Petugas Penyuluh Kesehatan Masyarakat dalam Praktek Promosi Kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Pati. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. Agustus 2012; 7(2):165-173. 14. Agusta L, Eddy MS. Pengaruh Pelatihan dan Motivasi Kerja Terhadap Karyawan CV.

Haragon Surabaya. Jurnal Agora. 2013; 1(3):1399-1408.

15. Sihotang, Bona Boy Pandapotan. Pengaruh Beban Kerja terhadap Kinerja Perawat

Dalam Pelayanan Kegawatdaruratan di RSUD Dr. Djasamen Saragih

Pematangsiantar. [Tesis] Medan : Universitas Sumatera Utara; 2012.

16. Mudayana AA. Hubungan Beban Kerja dengan Kinerja Karyawan di Rumah Sakit Nur Hidayah Bantul. Jurnal Kesmas UAD. Januari 2012; 6(1):35-40.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Petugas Mikroskopis di Lima Puskesmas   Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2013

Referensi

Dokumen terkait

Gangguan pendengaran yang terjadi pada pekerja pandai besi dapat juga dipengaruhi oleh faktor-faktor penyebab gangguan pada ambang pendengaran, seperti faktor usia, lama kerja

Mengacu pada Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut serta kenyataan tentang program pengembangan potensi peserta didik, Pemerintah melalui Direktorat

Aset keuangan dalam kelompok tersedia untuk dijual adalah aset keuangan non- derivatif yang ditetapkan untuk dimiliki selama periode tertentu, dimana akan dijual dalam

Disebut juga ingatan siap (available memory), yakni tingkat kesadaran yang menjadi jembatan antara sadar dan tak sadar. Isi preconscious berasal dari conscious dan

Saat ini, saya sedang menjalankan penelitian dengan judul ‘’Hubungan Antara Pola Makan Dengan Status Gizi Pada Anak Murid Usia 9-12 Tahun Di Sekolah Dasar Advent 2 Di Kecamatan Medan

SKK format 1 adalah sebuah alat ukur yang digunakan untuk mengukur dimensi kognitif kematangan karier siswa SMA meliputi tiga aspek, yaitu: 1) pengetahuan tentang membuat

Informan kunci dalam penelitian ini adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Sumatera Utara, sebagai informan utama adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Seluruh Bapak dan Ibu Dosen STIE Perbanas Surabaya yang telah memberikan ilmunya yang berguna bagi penulis.. Seluruh staff akademik, staff perpustakaan dan seluruh