• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEANEKARAGAMAN SIMPLISIA NABATI DAN PRODUK OBAT TRADISIONAL YANG DIPERDAGANGKAN DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEANEKARAGAMAN SIMPLISIA NABATI DAN PRODUK OBAT TRADISIONAL YANG DIPERDAGANGKAN DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

YANG DIPERDAGANGKAN DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH

(Diversity of Vegetable Simplisia and Traditional Medicine Products on the Market in Pati

Regency, Central Java)

E

RI

I

RWANTA1)

,

A

GUS

H

IKMAT2) DAN

E

RVIZAL

A.M.

Z

UHUD3)

1)Mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.

Kampus Darmaga Bogor 16680, Indonesia

2)3) Dosen Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.

Kampus Darmaga Bogor 16680, Indonesia Email: eri.irwanta@gmail.com

Diterima 05 November 2015 / Disetujui 03 Januari 2016

ABSTRACT

Trend of medicinal plants use in Indonesia has increased along with the development of traditional medicine industries. It affects on the increasing demand for raw materials of traditional medicine in the form of simplisia. This research aimed to identify: vegetable simplisia, traditional medicine products, the selling price and source of simplisia traded in Pati regency, and assess the status of threat and rarity of the medicinal plant species. This research used direct observation and interview methods. Totally 126 of medicinal plant species that belongs to 55 families were recorded in this research. There were also 242 traditional medicine products from 40 indutries found on the market. The range of price of the cultivated simplisia was Rp 4.000,- – Rp 200.000,- per kilogram, while the wild simplisia was Rp 20.000,- – Rp 300.000,- per kilogram. Most simplisia were supplied from Semarang, Solo and surrounding area of each market. Furthermore, there were 8 species which included in the threatened category of LIPI; 2 species listed in Appendix II CITES; and 6 species of Least Concern category, and 1 species of Vulnerable category in IUCN Redlist.

Keywords: medical plant, Pati Regency, simplisia, traditional medicine product

ABSTRAK

Tren pemanfaatan tumbuhan obat di Indonesia semakin meningkat seiring dengan berkembangnya industri-industri obat tradisional. Hal ini berdampak pada peningkatan permintaan bahan baku obat tradisional dalam bentuk simplisia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi: simplisia nabati, produk obat tradisional, harga jual dan sumber simplisia yang diperdagangkan di Kabupaten Pati, serta menilai status keterancaman dan kelangkaan dari spesies tumbuhan obat tersebut. Penelitian ini menggunakan metode observasi langsung dan wawancara. Hasil penelitian berhasil mengidentifikasi 126 spesies tumbuhan obat dari 55 famili. Teridentifikasi pula 242 produk obat tradisional dari 40 produsen. Kisaran harga jual simplisia budidaya Rp 4.000,00 – Rp 200.000,00 per kilogram sedangkan simplisia liar Rp 20.000,00 – Rp 300.000,00 per kilogram. Simplisia kebanyakan dipasok dari Semarang, Solo dan daerah sekitar pasar tradisional. Selain itu, sebanyak 8 spesies tumbuhan obat termasuk kategori langka LIPI; 2 spesies Appendix II CITES; dan 6 spesies Least Concern, 1 spesies Vulnerable berdasarkan IUCN Redlist.

Kata kunci: Kabupaten Pati, produk obat tradisional, simplisia, tumbuhan obat

PENDAHULUAN

Tren pemanfaatan tumbuhan obat semakin meningkat seiring dengan adanya isu back to nature dan perkembangan industri-industri jamu. Menurut Masyud (2010), Indonesia memiliki kekayaan alam berupa 30.000 jenis tumbuhan dari total 40.000 jenis tumbuhan di dunia, 940 jenis diantaranya merupakan tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat (jumlah ini merupakan 90% dari jumlah tumbuhan obat di Asia). Kementerian perindustrian mengatakan bahwa terdapat 1.247 unit industri jamu yang terdiri dari 129 industri obat tradisional, sedangkan selebihnya golongan usaha menengah obat tradisional dan usaha kecil obat tradisional. Kementerian Perindustrian juga menambahkan bahwa penjualan jamu dan obat tradisional di pasar dalam negeri pada tahun 2013

mencapai Rp. 14 triliun. Hal tersebut menjadikan prospek bisnis tumbuhan obat ini cukup menjanjikan, terutama bisnis bahan baku pembuatan obat yang berasal dari spesies tumbuhan, atau yang lebih dikenal dengan istilah ‘simplisia’. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007 Tahun 2012, simplisia merupakan bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan apapun.

Perdagangan simplisia menarik untuk dikaji, terutama pada spesies tumbuhan yang digunakan untuk pembuatan simplisia. Dikhawatirkan ada spesies tumbuhan yang dijadikan simplisia merupakan spesies tumbuhan langka menurut CITES (2014), Redlist IUCN (2014), dan LIPI (Mogea et al. 2001) atau spesies tumbuhan yang rentan terhadap kelangkaan akibat cara pengambilannya yang dilakukan dari alam

(2)

secara terus-menerus tanpa melakukan usaha budidaya. Data dan informasi mengenai keanekaragaman simplisia ataupun produk obat tradisional yang diperdagangkan di kabupaten Pati dirasa penting untuk dijadikan acuan dalam upaya melestarikan spesies tumbuhan obat dan mengembangkan spesies yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi: spesies tumbuhan obat dalam bentuk simplisia nabati; produk obat tradisional; sumber dan harga jual simplisia nabati serta; status keterancaman dan kelangkaan tumbuhan obat sebagai sumber simplisia nabati yang diperdagangkan di Kabupaten Pati.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni – Juli 2015 di enam pasar tradisional yang berada di Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah yaitu Pasar Puri Baru, Sleko, Rogowongso, Juwana Baru, Trangkil, dan Gembong dengan alat dan bahan yaitu alat tulis, tally sheet, panduan wawancara, kamera, papan jalan, plastik bening, Ms. Excel 2010, serta simplisia nabati dan produk obat tradisonal yang diperdagangkan di Kabupaten Pati. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang diambil terdiri dari data simplisia nabati dan produk obat tradisional. Data sekunder yang diambil meliputi kondisi umum lokasi penelitian dan informasi mengenai spesies tumbuhan obat yang dijadikan simplisia (Tabel 1).

Tabel 1 Jenis dan metode pengumpulan data

Jenis data dan informasi Uraian Pengumpulan data

Simplisia nabati Jenis simplisia (bagian yang

digunakan), spesies tumbuhan obat, kegunaan, jumlah dan asal pasokan, harga jual

Wawancara, observasi, studi pustaka

Produk obat tradisional Jenis produk, komposisi,

kegunaan, produsen, harga

Wawancara, observasi, pengumpulan sampel, studi pustaka

Metode yang digunakan adalah survei lapang untuk mengetahui lokasi pedagang simplisia dan produk obat tradisional, wawancara, pengumpulan sampel simplisia dan produk obat tradisional, serta studi pustaka. Data yang terkumpul dianalisa berdasarkan keanekaragaman simplisia nabati (jenis simplisia, famili, habitus); klasifikasi kegunaan simplisia nabati mengacu Oktaviana (2008); status simplisia nabati dan pengelompokkan spesies tumbuhan obat terhadap ancaman kelangkaan mengacu pada: CITES (2014),

Redlist IUCN (2014), Ekosetio (2004), dan LIPI (Mogea et al. 2001); perdagangan simplisia nabati (harga jual, asal dan jumlah pasokan); produk obat tradisional (skala rumahan, skala industri, jenis simplisia yang banyak digunakan, konsumen); serta upaya pelestarian tumbuhan obat sebagai bahan baku simplisia nabati dan produk obat tradisional. Alur metode penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1.

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Keanekaragaman Simplisia Nabati

Jenis simplisia nabati, baik dalam bentuk kering maupun basah, yang ditemukan pada enam pasar tradisional di Kabupaten Pati terdiri dari 133 jenis.

Beberapa jenis simplisia yang ditemukan ada yang berasal dari satu spesies tumbuhan yang sama, misalnya daun dewa dan umbi dewa yang berasal dari tanaman

Gynura segetum. Jumlah simplisia nabati pada

masing-masing lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 2

.

Tabel 2 Jumlah simplisia nabati pada masing-masing pasar

No Nama pasar Jumlah simplisia

Kering Basah 1 Puri Baru 21 2 2 Rogowongso 52 - 3 Sleko 21 2 4 Trangkil 30 1 5 Juwana Baru 92 6 6 Gembong 31 8

Jenis simplisia nabati yang paling banyak digunakan sebagai obat adalah daun (folium) dengan persentase 19,55 %. Hasil ini sesuai dengan penelitian simplisia yang sebelumnya telah dilakukan di daerah Jawa Tengah pula oleh Farida (2015) di Kudus dan Swari (2015) di Magelang yang menyatakan bahwa jenis simplisia nabati yang paling banyak digunakan sebagai obat adalah daun, masing-masing dengan persentase 22,22% dan 23,28%. Menurut Umar (2006) daun merupakan tempat utama terjadinya proses metabolisme tumbuhan sehingga daun relatif lebih banyak mengandung senyawa kompleks. Selain itu, daun merupakan bagian tumbuhan yang pengolahannya lebih praktis dibandingkan dengan bagian tumbuhan lainnya. Beberapa contoh spesies tumbuhan yang dijadikan simplisia daun yaitu kemuning (Murraya paniculata) dan salam (Eugenia polyantha).

Spesies tumbuhan obat yang dijadikan simplisia nabati teridentifikasi sebanyak 126 jenis dari 54 famili. Spesies tumbuhan obat dalam bentuk simplisia tersebut kebanyakan berasal dari famili Zingiberaceae yaitu sebanyak 15 spesies atau sebesar 11,90% dari total famili yang ditemukan. Hartanto et al. (2014) mengatakan bahwa famili Zingiberaceae secara botani berperawakan herba sehingga dalam usaha budidayanya tidak membutuhkan lahan dan ruang yang luas. Hal tersebut memungkinkan banyak petani yang membudidayakan spesies tumbuhan obat dari famili Zingiberaceae ini sehingga banyak pula simplisia nabati dari famili Zingiberaceae yang ditemukan di pasaran. Contoh spesies famili Zingiberaceae adalah jahe (Zingiber

officinale) dan kencur (Kaempferia galanga).

Klasifikasi tumbuhan obat dalam bentuk simplisia nabati juga dilakukan berdasarkan habitus. Habitus

merupakan bentuk pertumbuhan (life form) dari suatu tumbuhan. Habitus spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan di Kabupaten Pati terdiri dari 6 macam habitus, yaitu pohon, herba/terna, semak, perdu, epifit, dan liana. Spesies tumbuhan obat yang berhabitus pohon paling banyak ditemukan dengan persentase 33,33%. Menurut penelitian Fakhrozi (2009) pemanfaatan tumbuhan obat yang memiliki habitus pohon tergolong tinggi karena pohon memiliki umur yang panjang dan banyak bagian dari pohon yang bisa dimanfaatkan, seperti buah, daun, batang, akar, dan getah. Contoh spesies yang berhabitus pohon adalah asam kawak (Tamrindori pulpa cruda), cendana (Santalum album), dan kayu manis (Cinnamomum burmannii).

2. Kegunaan Simplisia Nabati

Sebagian besar jenis simplisia nabati yang diperdagangkan di Kabupaten Pati berkhasiat untuk mengobati penyakit yang berhubungan dengan saluran pencernaan seperti maag, masuk angin, sakit perut, diare, sakit usus, cacingan, dan berak darah. Terdapat 86 tumbuhan obat dari keseluruhan spesies yang ditemukan digunakan untuk mengobati penyakit saluran pencernaan (Gambar 2). Penyakit pencernaan dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan kimiawi seperti meningkatnya asam lambung atau produksi enzim pencernaan yang berlebihan dalam organ pencernaan (Ekosetio 2004). Keseluruhan jenis simplisia nabati yang telah ditemukan di pasar-pasar Kabupaten Pati diketahui memiliki khasiat (manfaat) untuk mengobati 29 kelompok penyakit (Gambar 2). Penggolongan 29 kelompok penyakit tersebut diacu dalam Oktaviana (2008).

(4)

Gambar 2 Klasifikasi tumbuhan obat berdasarkan kelompok penyakit

3. Status Simplisia Nabati

Bila ditinjau dari sumber pengambilannya, spesies tumbuhan obat yang dijadikan sebagai simplisia nabati dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu liar dan budidaya. Sebanyak 73 spesies atau 60% dari keseluruhan spesies tumbuhan obat yang berhasil teridentifikasi merupakan kelompok spesies tumbuhan obat hasil budidaya. Spesies yang umum dibudidayakan adalah spesies tumbuhan obat yang berasal dari famili Zingiberaceae. Spesies tumbuhan obat lain yang juga dibudidayakan yang bukan berasal dari famili Zingiberaceae antara lain adalah cabe jawa (Piper retrofractum), sambang darah (Excoecaria

cochinchinensis), dan dandang gendis (Clinacanthus nutans).

Simplisia yang tergolong liar dibagi lagi menjadi 2 kelompok, liar yang berasal dari hutan dan liar yang berasal dari nonhutan. Dari 49 spesies tumbuhan obat liar yang telah teridentifikasi, sebanyak 32 spesies (65%) merupakan spesies yang berasal dari hutan. Contoh spesies liar yang berasal dari hutan adalah pule (Alstonia

scholaris), jamur lingsi (Ganoderma lucidum) dan kayu

ules (Helicteres isora) sedangkan contoh spesies liar yang berasal dari nonhutan adalah pegagan (Centella

asiatica) dan tapak liman (Elephantopus scaber).

Spesies tumbuhan obat liar yang berjumlah 49 spesies kemudian dianalisis status keterancaman dan kelangkaannya menurut CITES (2014), Redlist IUCN (2014) dan LIPI (Mogea et al. 2001). Hasil analisis tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3 Status kelangkaan tumbuhan obat berdasarkan CITES, IUCN dan LIPI

No Nama Lokal Nama Ilmiah Kategori Kelangkaan

CITES IUCN LIPI

1 Pegagan Centella asiatica - Least concern -

2 Pule Alstonia scholaris - Least concern Langka

3 Pule pandak Rauvolfia serpentina Appendix II - Langka

4 Mahoni Swietenia macrophylla Appendix II Vulnerable -

5 Dlingo Acorus calamus - Least concern -

6 Mesoyi Massoia aromatica - - Langka

7 Sintok Cinnamomum sintoc - - Langka

8 Pulosari Alyxia reinwardtii - - Langka

9 Anco Ziziphus jujuba - Least concern -

10 Daun opo-opo Desmodium pulchellum - Least concern -

11 Keladi tikus Typhonium flagelliforme - Least concern -

12 Kayu angin Usnea barbata - - Langka

13 Kedawung Parkia roxburghii - - Langka

14 Purwoceng Pimpinella pruatjan - - Langka

Hasil analisis berdasarkan pendekatan proses melangkanya tumbuhan obat akibat pemanenan menurut Ekosetio (2004) maka dari 49 spesies tumbuhan obat liar

yang telah teridentifikasi diketahui sebanyak 54% tergolong dalam kategori I (dipanen akar, batang, rimpang, kulit, dan semua bagian tumbuhan sehingga

(5)

dapat mengakibatkan kematian pada individu tumbuhan), 24% tergolong dalam kategori II (dipanen biji, buah, dan bunga sehingga dapat menghambat reproduksi dari suatu spesies tumbuhan), dan 22% tergolong dalam kategori III (dipanen daun sehingga dapat menghambat regenerasi dan kematian tumbuhan).

4. Perdagangan Simplisia Nabati

Kebanyakan para pedagang simplisia mendapatkan pasokan simplisia nabati kering dari Semarang (Pasar

Johar), Solo dan Purwodadi sedangkan pasokan simplisia nabati basah diperoleh dari pemasok asal daerah Kabupaten Rembang dan daerah pedesaan yang masih dalam wilayah Kabupaten Pati, seperti Kecamatan

Gembong, Gunung Wungkal dan Wedarijaksa.

Pembelian simplisia sendiri tidak memiliki jangka waktu tertentu. Para pedagang biasanya membeli simplisia apabila stok telah habis. Rantai pasokan simplisia dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Rantai pasokan (supply chains) simplisia nabati Harga simplisa bervariasi tergantung dari jenis obat

dan ketersediaan bahan di pasaran. Simplisia nabati ada yang dijual per buah dengan harga berkisar dari Rp 500,00 – Rp 2.000,00 seperti jeruk nipis (Citrus

aurantifolia), buah pinang (Areca catechu), dan majakani

(Quercus lusitanica). Adapula pedagang yang menjual simplisia per ikat dengan kisaran harga Rp 500,00 – Rp 3.000,00 seperti daun salam (Eugenia polyantha), serei (Cymbopogon nardus), dan daun sirih (Piper betle). Adapula beberapa pedagang yang menjual simplisia dalam bentuk bungkusan plastik. Jumlah simplisia yang sudah dibungkus plastik berbeda antar jenis simplisia satu dan lainnya. Jenis simplisia yang mahal biasanya diberi jumlah sedikit di dalam plastiknya, misalnya satu bungkus sintok (Cinnamomum sintoc) berisi tiga kulit batang masing-masing berukuran ± 6 cm dihargai Rp 5.000,00. Secara umum, harga jual simplisia hasil budidaya yang dijual per kilogram berkisar Rp 4.000,00 – Rp 200.000,00 per kilogram, sedangkan simplisia yang berasal dari alam berkisar Rp 20.000,00 – Rp 300.000,00 per kilogram.

5. Produk Obat Tradisional yang Diperdagangkan

Obat tradisional yang diperdagangkan di Kabupaten Pati terdiri dari dua jenis, yaitu obat tradisional yang diproduksi oleh skala rumahan dan obat tradisional yang diproduksi oleh industri skala besar. Adanya produk obat tradisional yang ditemukan pada skala rumahan dikarenakan peminat obat tradisional tersebut hanya kalangan atau lingkup tertentu sehingga produksinya pun

terbatas tidak dalam skala besar. Produk obat tradisional skala rumahan ditemukan sebanyak 8 produk, yaitu galian singset, subur kandungan, gatal-gatal, wedang wuh, pilis, bobok, bumbu bedak, slenjong godhog. Sebagian ada yang dibuat sendiri dan adapula yang dipesan dari Semarang. Harga produk obat skala rumahan tersebut bervariasi tergantung jenis produk dan khasiatnya, misalnya slenjong godhog dipatok dengan harga Rp 5.000,00 – Rp 7.000,00. Sedangkan produk obat tradisional dari industri sebagian besar berasal dari industri jamu yang berada di daerah Jawa Tengah seperti Semarang, Solo dan Sukoharjo. Hasil survei yang dilakukan di lokasi penelitian, ditemukan sebanyak 242 produk obat tradisional dari 40 industri jamu di Indoneisa yang berhasil ditemukan. Produk terbanyak berasal dari PT. Nyonya Meneer sebanyak 53 produk obat tradisional. Sebanyak 242 produk obat tradisional tersebut diketahui ada sekitar 232 jenis simplisia nabati yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk. Jenis simplisia nabati yang paling banyak digunakan adalah rimpang jahe (Zingiberis rhizoma) yang dijadikan sebagai bahan baku oleh 100 produk obat tradisional. Harga produk obat tradisional skala industri bervariasi pula tergantung dari merk dan komposisinya. Rata- rata satu bungkusnya berkisar Rp 800,00 – Rp 2.500,00 untuk produk dengan kemasan sachet dan untuk produk dengan kemasan kotak atau botol harganya berkisar Rp 10.000,00 – Rp 50.000,00.

Sebagian besar pedagang mengaku bahwa tingkat preferensi masyarakat Kabupaten Pati terhadap produk tumbuhan obat semakin meningkat. Hal tersebut dapat

(6)

dilihat dari semakin meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat ditinjau dari tingkat pembelian produk obat tradisional yang dilakukan di sejumlah pasar yang menjadi lokasi penelitian di Kabupaten Pati. Penentuan responden untuk mengklasifikasikan karakteristik konsumen produk obat tradisional dilakukan selama seminggu di dua pasar tradisional di Kabupaten Pati, yaitu Pasar Puri Baru dan Pasar Juwana Baru. Selama seminggu, jumlah responden yang diperoleh sebanyak 30 orang, dengan rincian 22 orang ditemukan di Pasar Puri Baru dan 8 orang ditemukan di Pasar Juwana Baru. Hasil analisis selama penelitian menunjukkan bahwa segmentasi pasar terkait penjualan produk obat tradisional tidak terlalu dipengaruhi oleh jenis kelamin para konsumen karena perbandingan konsumen laki-laki dan perempuan adalah 47% : 53%. Ditinjau dari segi kelompok umur, konsumen produk obat tradisional

didominasi oleh kelompok umur 30-39 tahun sebanyak 10 orang (33%) dan kelompok umur 40-49 tahun sebanyak 8 orang (27%). Selain itu, meski konsumen dengan tingkat pendidikan SMA lebih mendominasi (50%) namun pengetahuan masyarakat tentang manfaat dari produk obat tradisional mereka peroleh dari kerabat atau teman (dari mulut ke mulut) sehingga keinginan masyarakat untuk mau membeli produk obat tradisional lebih dipengaruhi oleh faktor saran (testimoni) dari orang yang lebih dahulu merasakan manfaat produk obat tradisional tersebut. Faktor terkait produsen obat tradisional juga berpengaruh terhadap daya beli masyarakat terhadap produk obat tradisional ini dikarenakan produsen yang sudah memiliki brand terkenal produknya akan lebih diminati oleh masyarakat. Gambar 4 menunjukkan rantai pemasaran produk obat tradisional.

Gambar 4 Rantai pemasaran produk obat tradisional (POT) Secara umum para konsumen produk obat

tradisional di Kabupaten Pati merupakan masyarakat Jawa asli yang berasal dari desa sekitar pasar tradisional. Rata-rata mereka membeli obat sebanyak satu pak/kiping untuk mengobati keluhan sendiri, seperti keputihan, masuk angin, jerawat, dan stamina/kesegaran badan melemah. Meski banyak toko obat tradisional yang menyediakan minum jamu langsung di tempat namun beberapa konsumen lebih memilih membeli obat tradisonal untuk dibawa pulang. Beberapa konsumen juga ada yang menjual lagi produk obat tradisional yang mereka beli. Biasanya konsumen yang menjual lagi produk obat tradisional tersebut adalah para pelaku usaha jamu gendong.

6. Upaya pelestarian tumbuhan obat sebagai bahan baku simplisia nabati dan produk obat tradisional

Berdasarkan penelitian di lapang, ada beberapa faktor baik secara maupun tidak langsung telah mempengaruhi potensi ancaman kelangkaan spesies tumbuhan obat. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Khasiat tumbuhan obat. Tumbuhan obat yang telah terbukti mampu menyembuhkan suatu penyakit dapat mempengaruhi tingkat permintaan bahan baku simplisia tanaman obat tersebut sehingga mengakibatkan tingkat pemanenan tumbuhan obat di alam semakin tinggi. Hal tersebut dapat dilakukan upaya pelestarian dengan melakukan budidaya tumbuhan obat serta meningkatkan kapasitas dan kualitas budidayanya.

b. Nilai ekonomi. Nilai ekonomi yang tinggi pada suatu spesies tumbuhan obat dapat menyebabkan masyarakat melakukan pemanenan dari alam secara berlebih, terutama untuk spesies yang belum ditemukan teknik budidayanya. Mereka beranggapan bahwa spesies tersebut akan memberikan keuntungan finansial. Upaya pelestarian yang dapat dilakukan adalah melakukan penelitian terhadap spesies yang belum ditemukan teknik budidayanya. Sementara dilakukan penelitian terhadap spesies tersebut, upaya perbaikan sistem pemanenan dari alam juga perlu dilakukan, seperti pemberlakuan kuota panen

(7)

sehingga pemenuhan kebutuhan spesies tersebut sebagai bahan baku pembuatan obat tetap terjamin. c. Konversi lahan. Konversi lahan hutan menjadi lahan

yang terbangun dapat mempersempit habitat spesies tumbuhan obat sehingga berakibat pada ancaman kelestarian spesies tumbuhan obat tersebut. Perlu adanya upaya mempertahankan habitat dari spesies tumbuhan obat tersebut, seperti penetapan area konservasi tumbuhan obat. Selain itu, pembuatan kebun TOGA (Tanaman Obat Keluarga) di lahan pekarangan setiap rumah bisa menjadi pilihan alternatif dalam upaya mempertahankan kelestarian tumbuhan obat.

Tren gaya hidup kembali ke alam semakin diminati oleh kalangan masyarakat. Penggunaan bahan-bahan dari alam untuk berbagai keperluan hidup pun semakin meningkat, temasuk penggunaan tumbuhan obat untuk kebutuhan dasar kesehatan. Pemanfaatan tumbuhan obat yang terus meningkat menunjukkan permintaan terhadap bahan baku simplisia juga semakin meningkat. Tumbuhan obat yang terbukti mampu menyembuhkan suatu macam penyakit mengakibatkan permintaannya tinggi sehingga berdampak pula pada tingginya nilai ekonomi pada spesies tumbuhan obat tersebut. Hal tersebut perlu dibarengi upaya pelestarian dari spesies tumbuhan obat tersebut. Selain itu, seiring dengan perkembangan zaman, kegiatan pembangunan banyak dilakukan dimana-mana sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi keberadaan spesies tumbuhan obat. Habitat spesies tumbuhan obat juga perlu diperhatikan mengingat peran tumbuhan obat tersebut sangat penting dalam kehidupan manusia.

SIMPULAN

Spesies tumbuhan tumbuhan obat dalam bentuk simplisia nabati yang diperdagangkan di Kabupaten Pati cukup tinggi keanekaragaman spesiesnya. Keseluruhan spesies tumbuhan obat yang teridentifikasi berjumlah 126 spesies, yang terdiri dari 54 famili yang didominasi oleh Zingiberaceae sebanyak 15 spesies (11,90%), habitus pohon (33,33%), jenis simplisia yang paling banyak digunakan adalah daun/folium (19,55%) serta digunakan untuk kelompok penyakit saluran pencernaan sebanyak 86 spesies. Spesies tumbuhan obat yang telah teridentifikasi terdiri dari 60% spesies budidaya dan 40% spesies liar. Spesies tumbuhan obat liar sendiri terdiri dari 32 spesies liar hutan (65%) dan 17 spesies liar nonhutan (35%). Dari keseluruhan spesies tumbuhan obat yang ditemukan tersebut, teridentifikasi 8 spesies kategori langka LIPI; 2 spesies Appendix II CITES; dan 6 spesies Least Concern, 1 spesies Vulnerable berdasarkan IUCN Redlist. Berdasarkan harga jual, simplisia hasil budidaya dijual berkisar Rp 4.000,00 – Rp 200.000,00 per kilogram, sedangkan simplisia yang berasal dari alam berkisar Rp 20.000,00 – Rp 300.000,00

per kilogram. Asal pasokan kebanyakan berasal dari Semarang, Solo dan daerah sekitar pasar tradisional.

Produk obat tradisional yang ditemukan di Kabupaten Pati terdiri dari produk obat hasil racikan sendiri (skala rumahan) dan produk obat tradisional skala industri besar. Produk obat tradisional skala rumahan ditemukan sebanyak 8 produk, yaitu galian singset, subur kandungan, gatal-gatal, wedang wuh, pilis, bobok, bumbu bedak, slenjong godhog. Sedangkan produk obat skala industri besar ditemukan sebanyak 242 produk dari 40 produsen yang didominasi oleh produk dari PT Nyonya Meneer sebanyak 53 produk, dengan komposisi dominan rimpang jahe (Zingiberis Rhizoma) sebanyak 100 produk.

DAFTAR PUSTAKA

[CITES] Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna anf Flora. 2014. Appendices I, II, III [internet]. [diunduh 2015 Agt 1]. Tersedia pada: http://www.cites.org.

Ekosetio R. 2004. Inventarisasi simplisia nabati dan produk obat tradisional yang diperdagangkan oleh etnis melayu di Pontianak. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Petanian Bogor.

Fakhrozi I. 2009. Etnobotani masyarakat suku melayu tradisional di sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh: studi kasus di desa Rantau Langsat, kecamatan Batang Gangsal, kabupaten Indragiri Hulu, propinsi Riau [skripsi]. Bogor (ID): Institut Petanian Bogor.

Farida JN. 2015. Keanekaragaman simplisia nabati dan produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kudus, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Petanian Bogor.

Hartanto S, Fitmawati, Sofiyanti N. 2014. Studi etnobotani famili Zingiberaceae dalam kehidupan masyarakat lokal di Kecamatan Pangean Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Biosaintifika. 6(2): 98-108.doi:10.15294/biosaintifika.v6i2.3105

[IUCN] International Union for the Corservation of Nature. 2014. IUCN red list of threatened species. Version 2014.3. [internet]. [diunduh 2015 Agustus 10]. Tersedia pada: http://www.iucnredlist.org. Masyud. 2010. Lokakarya Nasional Tanaman Obat

Indonesia. [internet]. [diunduh 2016 Jan 2]. Tersedia pada: http://www.dephut.go.id/index.php/ news/ details/7044.

Mogea JP, Gandawidjaja D, Wiriadinata H, Nasution RE, Irawati. 2001. Tumbuhan Langka Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang Biologi-LIPI.

Oktaviana LM. 2008. Pemanfaatan tradisional tumbuhan obat oleh masyarakat di sekitar kawasan Cagar

(8)

Alam Gunung Tilu, Jawa barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Petanian Bogor.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007 Tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional.

Swari E. 2015. Simplisia nabati dan produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kota Magelang, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Petanian Bogor.

Umar MR. 2006. Keanekaragaman spesies tumbuhan berkhasiat obat yang dimanfaatkan masyarakat Desa Paselloreng, Kabupaten Wajo. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya dan Keanekaragaman Hayati secara Berkelanjutan. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin, Jurusan Biologi, FMIPA dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Gambar

Tabel 1  Jenis dan metode pengumpulan data
Tabel 2  Jumlah simplisia nabati pada masing-masing pasar
Gambar 2  Klasifikasi tumbuhan obat berdasarkan kelompok penyakit  3.  Status Simplisia Nabati
Gambar 3  Rantai pasokan (supply chains) simplisia nabati  Harga simplisa bervariasi tergantung dari jenis obat
+2

Referensi

Dokumen terkait

Perawatan ( maintenance ) merupakan kegiatan yang berhubungan dengan mempertahankan suatu mesin / peralatan agar tetap dalam kondisi siap untuk beroperasi, dan jika

bahwa pangsa relatif sektor Pertanian akan mengeci 1 dan. pangsa relatif sektor nonpertanian terutama Industri

[r]

[r]

Hasil kajian peran media audio dalam implementasi kurikulum 2013 melalui pembelajaran tema terpadu diantaranya adalah: (1) peng- gunaan media audio dalam pembelajaran tema

Dalam tataran praktis, hubungan antara wartawan dan praktisi public relations dapat dilakukan dalam bentuk memberikan informasi tentang lembaga atau perusahaan

pembangunan jaring distribusi energi listrik bagi unit kerja unit kerja (Area Pelayanan Jaringan/ APJ) di PLN Distribusi Jawa Timur dengan program linier (linear programming) saat

Mengubah Bab 2 - Sistem Validasi dalam Lampiran 2 - Petunjuk Teknis Aplikasi Laporan Kantor Pusat Bank Umum dengan menambahkan Form 318 sampai dengan Form 324