• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Manajemen berasal dari kata kerja to manage (bahasa inggris), yang berarti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Manajemen berasal dari kata kerja to manage (bahasa inggris), yang berarti"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB 2

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Manajemen

Manajemen berasal dari kata kerja to manage (bahasa inggris), yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan dan mengelola (Gomes, 1995:1). Sebagai ilmu pengetahuan, manajemen bersifat universal dan mempergunakan kerangka ilmu pengetahuan yang sistematis, mencakup kaidah-kaidah, prinsip-prinsip dan konsep-konsep, yang cenderung benar, dalam situasi manajerial (Martoyo, 1987:3). Dengan mengerti pengetahuan dasar tentang manajemen maka seorang manajer akan mampu menjalankan manajemen secara efektif dan efisien.

Menurut Hasibuan (2003:1-2), manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efktif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Selanjutnya menurut Martoyo (1987:3), manajemen dapat didefinisikan sebagai bekerja dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penyusunan personalia atau kepegawaian (staffing), pengarahan dan kepemimpinan (leading) dan pengawasan (controlling)

Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa defenisi manajemen adalah suatu alat yang digunakan dalam organisasi untuk menjalankan tugas-tugasnya demi mencapai tujuan yang efektif dan efisien.

(2)

9

Dasar-dasar manajemen menurut Hasibuan (2003:2) adalah sebagai berikut:

1. Adanya kerja sama diantara sekelompok orang dalam ikatan yang formal. 2. Adanya tujuan bersama serta kepentingan yang sama yang akan dicapai. 3. Adanya pembagian kerja, tugas, dan tanggung jawab yang teratur 4. Adanya hubungan formal dan ikatan tata tertib yang baik.

5. Adanya sekelompok orang dan pekerjaan yang akan dikerjakan. 6. Adanya human organization.

2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

Pada awalnya, sumber daya didefenisikan sebagai alat mencapai tujuan atau kemampuan memperoleh keuntungan dari kesempatan-kesempatan tertentu atau meloloskan diri dari kesukaran sehingga dengan demikian perkataan “sumber daya” (resources) mendahului personase perkataan itu merefleksikan appraisal manusia. Jadi pernyataan sumber daya tidak dapat menunjukkan suatu benda atau suatu substansi, melainkan kepada suatu fungsi dimana suatu benda atau suatu substansi dapat berperan dalam suatu proses atau operasi, yakni suatu fungsi operasional untuk mencapai tujuan tertentu, seperti memenuhi kepuasan. Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian sumber daya timbul dari interaksi antara manusia yang selalu mencari alat untuk mencapai tujuan dan sesuatu diluar manusia pada saat ini disebut “Alam”. (Martoyo,1987:5).

Sumber daya manusia sebenarnya terjadi karena interaksi antara manusia dan alam yang saling membutuhkan dalam memenuhi kebutuhannya. Sumber Daya Manusia merupakan salah satu sumber daya yang terdapat dalam sebuah

(3)

10

organisasi. Berbagai istilah yang dipakai untuk menunjukkan Manajemen Sumber Daya Manusia antara lain: manajemen sumber daya manusia, manajemen sumber insani, manajemen personalia, manajemen tenaga kerja, manajemen kepegawaian, administrasi personalia, industrial relation, man power management, dan sebagainya. Menurut Martoyo (1986:6), Man Power Management dan Personnel Administration memang benar sama dengan istilah Management Personalia, karena ketiga istilah tersebut dapat dipertukarkan untuk maksud yang sama.

Namun terdapat persamaan dan perbedaan Manajemen Personalia dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Persamaannya adalah keduanya merupakan ilmu yang mengatur unsur manusia dalam suatu organisasi , agar mendukung terwujudnya tujuan. Sedangkan perbedaannya adalah : (1) Manajemen Sumber Daya Manusia dikaji secara makro sedangkan manajemen personalia dikaji secara mikro, (2) MSDM menganggap bahwa karyawan adalah kekayaan (asset) utama organisasi, jadi harus dipelihara dengan baik sedangkan Manajemen Personalia mengganggap karyawan adalah faktor produksi, jadi harus dimanfaatkan secara produkstif, (3) MSDM pendekatannya secara modern sedangkan Manajemen Personalia pendekatannya secara klasik. (Hasibuan,2003:9-10).

Agar pengertian MSDM ini lebih jelas dirumuskan dan dikutip definisi yang dikemukakan para ahli :

• Hasibuan mengatakan MSDM adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.

(4)

11

• Andrew F. Sikula menggambarkan implementasi tenaga kerja manusia adalah pengadaan, pemeliharaan, penempatan, latihan-latihan dan pendidikan sumber daya manusia. Implementasi sumber daya manusia adalah rekruitmen, selection, training, education, development.

• John B. Miner dan Mary Green Miner mendefinisikan manajemen personalia sebagai suatu proses pengembangan, menerapkan dan menilai kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedur-prosedur, metode-metode dan program-program yang berhubungan dengan individu-individu karyawan dalam organisasi.

• Dale Yoder mengartikan manajemen personalia adalah penyedia kepemimpinan dan pengarahan para karyawan dalam pekerjaan atau hubungan kerja mereka.

Beberapa persamaan yang dapat kita defenisikan dari pendapat para ahli diatas yaitu sama-sama mendefenisikan MSDM itu sebagai suatu proses dan upaya untuk mengatur hubungan pekerjaan dan manusia. Dan dengan melihat pendapat para ahli tersebut dapat kita simpulkan bahwa MSDM adalah proses atau upaya mengatur hubungan dan peran tenaga kerja agar lebih efektif dan efisien guna mencapai tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.

2.1.2 Pentingnya MSDM

Manajemen Sumber Daya Manusia adalah bagian dari manajemen. Oleh karena itu, teori-teori manajemen umum menjadi dasar pembahasannya. MSDM

(5)

12

lebih memfokuskan pembahasannya mengenai peranan pengaturan manusia dalam mewujudkan tujuan yang optimal. MSDM mendapat perhatian dan sorotan yang sungguh dari berbagai pihak, baik yang berasal dari sektor publik maupun swasta. Berbagai penyelenggaraan seminar, pelatihan, dan kursus dan yang sejenisnya semuanya menekankan pada manajemen sumber daya manusia.

Pentingnya MSDM ini dapat disoroti dari berbagai perspektif. Moses K.Kiggundu misalnya, menyoroti relevansi dan pentingnya MSDM ini dari keempat perspektif, yaitu politik, ekonomi, teknologi, dan sosial budaya. Sementara Siagian melangkah lebih jauh lagi dengan mengemukakan enam perspektif yaitu politik, ekonomi, hukum, sosial kultural, administratif dan teknologi.

Dengan begitu MSDM memang sangat penting dalam sebuah organisasi dan menjadi kebutuhan pokok bagi organisasi apapun dan semuanya berusaha untuk memperbaiki diri melalui MSDM untuk tujuan yang efektif dan efisien.

Fungsi-fungsi manajemen menurut para ahli :

• G.R.Terry : (1) planning, (2) organizing, (3) actuating, (4) controlling • John F.Mee : (1) planning, (2) organizing, (3) motivating, (4) controlling • Henry Fayol : (1) planning, (2) organizing, (3) commanding,

(4)coordinating, (5)controlling

Maka dapat dirumuskan fungsi manajemen yang baik adalah sebagai berikut :

(6)

13

Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan efektif serta efisien dalam membantu terwujudnya tujuan.

Perencanaan ini untuk menetapkan program kepegawaian. Program kepegawaian ini meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan, kedisplinan, dan pemberhentian karyawan. Program kepegawaian yang baik akan membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.

2. Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasinya dalam bagan organisasi. Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif.

3. Pengarahan

Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Pengarahan dilakukan oleh pemimpin dengan kepemimpinannya, pemerintahan bawahan agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik.

(7)

14

Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai rencana. Bila terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan tindakan perbaikan dan atau penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan ini meliputi kehadiran, kedisplinan, perilaku, kerjasama, pelaksanaan pekerjaan, dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan.

5. Pengadaan

Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan.

6. Pengembangan

Pengembangan adalah proses peningkatan ketrampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendididkan dan pelatihan. Pendidikan dan pelayihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan.

Fungsi-fungsi manajemen diatas jika dijalankan dengan baik oleh perusahaan maka akan sangat membantu perusahaan dalam menjalankan manajemen yang baik demi mencapai tujuan yang memuaskan bagi perusahaan.

2.2 Konsep Pemberdayaan Sumber Daya Manusia

Menurut Sedarmayanti (2011:285) empowerment atau pemberdayaan asalnya dari kata “ power” yang artinya “ kontrol, authority, dominion “. Awalan “emp” artinya”on put to” atau “ to cover with “ jelasnya “ more power”. Jadi

(8)

15

empowering artinya passing on authority and responsibility yaitu lebih berdaya dari sebelumnya dalam arti wewenang dan tanggung jawabnya termasuk kemampuan individual yang dimilikinya.

Berikut ada beberapa pengertian pemberdayaan menurut para ahli :

• Wibowo (2008:112) mengartikan orang berarti mendorong mereka menjadi lebih terlibat dalam keputusan dan aktifitas yang yang mempengaruhi pekerjaan mereka.

• Cook dan Macaulay (1997:2) mendefinisikan pemberdayaan sebagai perubahan yang terjadi pada falsafah manajemen yang dapat membantu menciptakan suatu lingkungan dimana setiap individu dapat menggunakan kemampuan dan energinya untuk mencapai tujuan organisasi.

• Robbins (2003:19) memberikan pengertian pemberdayaan sebagai penempatan pekerja yang bertanggung jawab atas apa yang mereka kerjakan.

• Greenberg dan Baron (2003:448) menyatakan bahwa pemberdayaan merupakan suatu proses dimana pekerja diberi peningkatan sejumlah otonomi dan keleluasaan dalam hubungannya dengan pekerjaan mereka. • Newstrom dan Davis (1997:227) mengatakan bahwa pemberdayaan

merupakan setiap proses yang memberikan otonomi yang lebih besar kepada pekerja melalui saling menukar informasi yang relevan dan ketentuan tentang pengawasan atas faktor-faktor yang memengaruhi prestasi kerja.

(9)

16

• Menurut Noe et.al (1994) pemberdayaan merupakan pemberian tanggung jawab dan wewenang terhadap pekerjaan untuk mengambil keputusan menyangkut pengembangan produk.

Dari pendapat para ahli diatas memiliki beberapa persamaan seperti terlibat dalam suatu keputusan dan aktifitas, peningkatan otonomi, pemberian wewenang serta saling menukar informasi yang relevan. Maka bisa ditarik kesimpulan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses dan usaha untuk membuat seseorang itu lebih berdaya atau lebih memiliki kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan dan tanggung jawab melalui sejumlah keterlibatan aktifitas yang mempengaruhi pekerjaan mereka demi mencapai suatu tujuan organisasi yang semakin baik.

Smith (2000:5) memandang ada dua hal yang menyebabkan perlunya pemberdayaan : pertama adalah karena lingkungan eksternal telah berubah sehingga mengalihkan cara bekerja dengan orang didalam suatu organisasi bisnis, kedua adalah karena orangnya sendiri berubah. Sejak lama manajer memandang orang sebagai sumber daya yang paling berharga.

2.2.1 Konsep Pemberdayaan

Secara umum peran seseorang adalah pola perilaku yang diperagakan dan mempunyai tampilan yang dapat diduga. Setiap peran biasanya mempunyai pola perilaku tertentu yang diharapkan. Menurut Cushway dan Lodge (1999) di operasionalisasi variabel x terdapat beberapa model pemberdayaan di antaranya : 1. Model pemberian peran

(10)

17

Setiap orang akan mempunyai peran yang berbeda pada suatu saat yang sama

b. Peran dengan beban lebih dan beban kurang

Tanpa adanya pembagian peran yang jelas dalam organisasi, akan mungkin terjadi seseorang mempunyai peran yang terlalu banyak atau terlalu sedikit.

c. Cara mengurangi pertentangan peran :

1. Merancang desain pekerjaan dengan hati-hati dan membuat uraian tugas yang jelas.

2. Menerapkan manajemen kinerja yang efektif

3. Merancang dan melaksanakan program pengembangan dan pelatihan sesuai kebutuhan pekerjaan

4. Menjelaskan tujuan dan sasaran organisasi kepada seluruh anggota organisasi

5. Mendesain struktur organisasi 2. Model kelompok kerja

Alasan untuk membentuk kelompok atau tim kerja adalah :

a. Keamanan : dengan jumlah yang banyak biasanya akan menambah rasa aman anggota

b. Status : dengan membentuk tim kerja atau memasuki suatu kelompok biasanya bisa meningkatkan status pribadi

c. Afiliasi :tim atau kelompok akan memenuhi kebutuhan seseorang untuk berteman atau berhubungan sosial

(11)

18

d. Pencapaian tujuan yang lebih cepat : dalam hal tertentu bekerja dalam tim akan membuat penyelesaian pekerjaan lebih cepat dibandingkan bekerja sendiri

3. Model pemberian wewenang

Pemberian kewenangan kepada karyawan bisa berarti pemberian kompetensi atau kemampuan kepada karyawan suatu organisasi ada semua tingkat berupa pengetahuan, kepercayaan diri maupun kewenangan agar dapat melakukan analisis untuk membuat putusan penting. Apabila potensi karyawan dibiarkan berkembang hasilnya akan luar biasa. Namun terdapat beberapa tantangan terhadap logika pemberdayaan model ini yaitu:

a. Sikap naluriah yang meragukan dari kebebasan berfikir b. Birokrasi yang kompleks

c. Hierarki yang tinggi

d. Kebiasaan memberikan petunjuk dan arahan kepada karyawan e. Peranan terhadap improvisasi

Pemberdayaan merupakan upaya simultan memberikan kewenangan dan kemampuan professional untuk membuat keputusan secara mandiri.

2.2.2 Faktor yang Mendukung Pemberdayaan

Untuk mendukung pelaksanaan program pemberdayaan dalam suatu organisasi terhadap karyawan, maka perusahaan itu sendiri juga harus menciptakan suasana serta lingkungan yang baik bagi terlaksananya program pemberdayaan tersebut.

(12)

19

Menurut Shari Chaudron yang dikutip oleh Wahibur Rokhman (2003:129-131) ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk membentuk lingkungan yang mendukung program pemberdayaan yaitu :

1. Works team and information sharing are building block (membentuk tim kerja komunikasi yang terbuka dengan pekerja).

2. Provide the training and resources needed to do good job (pengembangan kemampuan dan keahlian merupakan satu dimensi yang penting dalam program pemberdayaan, oleh karena training merupakan hal yang penting untuk meningkatkan kehalian pekerjaan dan merupakan bagian penting pemberdayaan karyawan).

3. Provide measurement, feedback and reinforcement (untuk mengetahui peningkatan dan kemajuan yang dilakukan oleh karyawan perlu dilakukan pengukuran terhadap efektifitas program empowerment), dengan menyediakan standar pengukuran keberhasilan dapat dijadikan alat control pekerjaan atas prestasi pekerja.

4. On going reinforcement (dukungan manajemen dengan pemberian reinforcement) yang terus menerus akan sangan mendukung dan memotivasi karyawan karena setiap karyawan ingin dihargai atas prestasi yang ia capai dan supervisor perlu memberikan penilaian yang baik dan memberitahukan yang lain atas prestasi yang telah dicapai).

5. Provide responbility and authority (memberikan wewenang dan tanggung jawab yang cukup bagi pekerjaan untuk menentukan tindakan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai tugas yang dibebankan). Flexible in internal

(13)

20

procedure (menciptakan aturan dan system yang lebih fleksibel). Karena dengan aturan yang fleksibel akan memudahkan dalam pengambilan keputusan dan mendukung organisasi yang mudah menyesuaikan terhadap perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi sehingga organisasi lebih kompetitif dari pesaing-pesaingnya.

2.2.3 Hambatan Pemberdayaan

Kebanyakan organisasi-organisasi yang gagal melakukan pemberdayaan disebabkan oleh banyak faktor. Organisasi mungkin tidak mempunyai biaya yang cukup untuk melalukan pemberdayaan tersebut tetapi sebaliknya ada juga organisasi yang justru mampu membayar konsultan untuk melakukan pemberdayaan. Ada juga penyebab bahwa organisasi menggapkan keadaan sudah baik dan tidak perlu dilakukan pemberdayaan tersebut.

Untuk memberdayakan bawahannya, manajer harus memercayai kemampuan dan komitmen orangnya. Sebaliknya, bawahan harus dapat memercayai dan menghargai manajernya. Smith (2000:15) mengatakan sebelum hal tersebut terjadi, manajer harus percaya bahwa pemberdayaan adalah mungkin dan bermanfaat. Dengan demikian pemberdayaan memerlukan saling pengertian dan saling memercayai atasan dan bawahan.

2.3 Pengertian Konflik

Keberadaan konflik dalam suatu organisasi tidak dapat dihindarkan, dengan kata lain bahwa konflik selalu hadir dan tidak dapat dielakkan. Konflik sering muncul dan terjadi pada setiap organisasi, dan terdapat perbedaan

(14)

21

pandangan para pakar dalam mengartikan konflik. Berikut ada beberapa pendapat ahli tentang konflik itu sendiri :

• Cummings, P. W (1980:41) mengatakan bahwa konflik didefinisikan sebagai suatu proses interaksi sosial dimana dua orang atau lebih, atau dua kelompok atau lebih, berbeda atau bertentangan dalam pendapat atau tujuan mereka.

• Stoner, J. A. F & Freeman, R. E. (1994) berpendapat bahwa konflik organisasi adalah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya yang langka atau perselisihan tujuan, status, nilai, persepsi atau kepribadian.

• Luthans, F. (1985:385) mengartikan konflik merupakan ketidaksesuaian nilai atau tujuan antara anggota organisasi. Lebih lanjut ia mengemukakan perilaku konflik dimaksud adalah perbedaan kepentingan atau minat, perilaku kerja, perbedaan sifat individu, dan perbedaan tanggung jawab dalam aktivitas organisasi.

• Walton, R. E. (1987:2) menyatakan bahwa konflik organisasi adalah perbedaan ide atau inisiatif antara bawahan dengan bawahan, manajer dengan manajer dalam mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan (coordinated activities).

• Dubrin, A. J. (1984:346) mengartikan konflik mengacu pada pertentangan antar individu atau kelompok yang dapat meningkatkan ketegangan sebagai akibat saling menghalangi dalam pencapaian tujuan.

• Hardjana (1994) mengatakan bahwa konflik adalah perselisihan, pertentangan antara dua orang atau dua kelompok dimana perbuatan yang

(15)

22

satu berlawanan dengan yang lainnya sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.

• Aldag, R. J. & Stearns, T. M. (1987:412) secara tegas mengartikan konflik adalah ketidaksepahaman antara dua atau lebih individu atau kelompok sebagai akibat dari usaha kelompok lainnya yang menganggu pencapaian tujuan.

• Stoner & Wankel (1986) mengemukakan bahwa konflik organisasi adalah ketidaksesuaian antara dua anggota organisasi atau lebih yang timbul karena fakta bahwa mereka harus berbagi dalam hal mendapatkan sumber-sumber daya yang terbatas atau aktivitas pekerjaan, dan atau fakta bahwa mereka memiliki status, tujuan, atau persepsi yang berbeda.

Beberapa persamaan dari pendapat para ahli tersebut mengatakan bahwa konflik itu terdapat perbedaan pendapat dan kepentingan antara 2 kelompok atau lebih, terdapat ketidaksamaan nilai anggota organisasi dan akibat dari usaha suatu kelompok untuk mengganggu pencapaian tujuan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa suatu organisasi yang sedang mengalami konflik dalam aktivitasnya menunjukkan ciri-ciri : (1) terdapat perbedaan pendapat atau pertentangan antar individu atau kelompok, (2) terdapat perselisihan dalam mencapai tujuan yang disebabkan adanya perbedaan persepsi dalam menafsirkan program organisasi, (3) terdapat pertentangan norma, nilai-nilai individu maupun kelompok, (4) adanya perdebatan dan pertentangan sebagai akibat munculnya kreativitas, inisiatif atau gagasan-gagasan baru dalam mencapai tujuan organisasi, (5) adanya sikap dan perilaku saling meniadakan, menghalangi pihak lain untuk

(16)

23

memperoleh kemenangan dalam memperebutkan sumber daya organisasi yang terbatas.

2.3.1 Jenis-jenis Konflik

Dalam aktivitas organisasi dijumpai bermacam-macam konflik yang melibatkan individu-individu maupun kelompok-kelompok. Berikut adalah beberapa macam jenis konflik menurut para ahli :

• Polak, M. (1982) membedakan konflik menjadi 4 jenis yaitu : (1) konflik antar kelompok, (2) konflik intern dalam kelompok, (3) konflik antar individu untuk mempertahankan hak dan kekayaan, (4) konflik intern individu untuk mencapai cita-cita.

• Soekanto, S. (1981) jenis konflik meliputi : (1) konflik pribadi, (2) konflik rasial, (3) konflik antar kelas social, (4) konflik politik antar golongan dalam masyarakat, (5) konflik berskala internasional antar negara.

• Handoko, T. H. (1992) membedakan konflik menjadi 5 jenis yaitu : (1) konflik dalam diri individu dalam organisasi, (2) konflik antar individu, (3) konflik antar individu dengan kelompok, (4) konflik antar kelompok, (5) konflik antar organisasi.

• Owens & Winardi (1991) mengemukakan bahwa secara umum jenis konflik terdiri dari : (1) intrapersonal conflict, (2) interpersonal conflict, (3) intragroup conflict, (4) intergroup conflict.

Suwardani, N. P. (1997) membagi konflik menjadi : (1) intrarole conflict, (2) interrole conflict, (3) intradepartemental conflict, (4) interdepartemental conflict.

(17)

24

Maka dapat disimpulkan bahwa secara garis besar jenis konflik itu adalah (Wahyudi, 2011):

• Konflik dalam diri individu

Konflik dalam diri individu, setiap individu mempunyai keinginan, cita-cita dan harapan, namun tidak semua keinginan dan cita-cita-cita-cita dapat dipenuhi sehingga menimbulkan kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Kepentingan individu seringkali berbeda dengan tujuan organisasi, karena itu agar kinerja organisasi tidak terganggu maka setiap anggota harus berusaha menyesuaikan diri dengan tujuan dan kebutuhan organisasi.

• Konflik antar individu

Konflik antar individu dalam suatu organisasi, individu mempunyai perbedaan dalam hal kemampuan, kebutuhan, bakat, minat, kepribadian maupun latar belakang lingkungan. Perbedaan dapat menjadi sumber konflik apabila masing-masing mempertahankan kepentingan anggota ataupun kepentingan yang lebih sempit. Akan tetapi pertentangan dan perbedaan pendapat dapat menjadi kekuatan organisasi jika diarahkan dan dikelola secara baik.

• Konflik antara individu dan kelompok

Konflik antar individu dan kelompok, yaitu berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka, individu diberi sangsi oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma-norma kelompok. Konflik muncul dapat

(18)

25

disebabkan oleh kegagalan individu dalam menjalankan fungsi yang ditetapkan kelompok.

• Konflik antar kelompok dalam organisasi

Konflik antar kelompok dalam organisasi, hal ini dapat terjadi karena persaingan dan pertentangan kepentingan antar kelompok. Kelompok berjuang untuk meningkatkan prestasi maksimal sehingga terjadi perebutan sumber-sumber organisasi. Kelompok yang mendapat tekanan dari luar, hubungan anggota semakin kohesif, rasa solidaritas antar anggota (in group feeling) semakin tinggi. Nilai-nilai dan tujuan kelompok lebih diutamakan namun kerjasama antar kelompok semakin berkurang.

Konflik merupakan peristiwa yang menyangkut perilaku manusia di dalam organisasi (Wahyudi,2011:33). Ia juga mengatakan bahwa tindakan-tindakan saat bekerja dalam kelompok dan organisasi secara keseluruhan menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan organisasi. Konflik dapat dilihat, dipelajari dari segi hubungan antar individu ataupun kelompok-kelompok orang yang terlibat. Intensitas konflik pada masing-masing berbeda bergantung pada bagaimana individu atau kelompok tersebut menanggapi, menafsirkan konflik.

2.3.2 Penyebab Konflik

Organisasi sebagai kumpulan individu tidak terlepas dari persoalan konflik dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu agar konflik dapat berdampak positif bagi kelangsungan organisasi harus dikelola secara baik dengan mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebabnya. Konflik sering muncul karena kesalahan dalam mengkomunikasikan keinginan dan adanya kebutuhan dan nilai-nilai kepada

(19)

26

orang lain (Stoner, J. A. & Freeman, R. E., 1992). Mereka juga mengatakan bahwa kegagalan komunikasi dikarenakan proses komunikasi tidak dapat berlangsung secara baik, pesan sulit dipahami karena perbedaan pengetahuan dan nilai-nilai yang diyakini.

Konflik dapat terjadi dalam berbagai situasi kerja organisasi. Owens, R. G. (1991) menyatakan bahwa aturan-aturan yang diberlakukan dan prosedur yang tertulis dan tidak tertulis dapat menyebabkan konflik jika penerapannya terlalu kaku dan keras. Ia juga mengatakan setiap anggota organisasi mewarisi nilai-nilai berdasarkan latar belakang kehidupannya, penerapan sangsi ataupun hukuman sebagai akibat penerapan aturan yang ketat menyebabkan individu bekerja berdasarkan ancaman bukan didasari motivasi.

Perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam organisasi sering menimbulkan perbedaan-perbedaan pendapat, keyakinan dan ide-ide (Terry, G. R., 1986). Perubahan dan perkembangan organisasi dalam upaya menyesuaikan diri dengan lingkungan dan berusaha mengubah lingkungan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan (Winardi, 1990). Perubahan dan perkembangan organisasi berkenaan dengan pengembangan sumberdaya manusia dan sumber daya non-manusia, perluasan struktur organisasi, meningkatnya beban tugas yang dijalankan pada setiap unit dan semakin meningkatnya permintaan dalam hal produksi dan jasa. Konflik muncul karena adanya kenyataan bahwa para anggota bersaing untuk mendapatkan sumber daya organisasi yang terbatas, bertambahnya beban kerja, aliran tugas kurang dimengerti bawahan, kesalahan komunikasi dan adanya perbedaan status, tujuan, persepsi (Handoko, T. H., 1992).

(20)

27

Champbell, R. F. (1988) mengidentifikasi sumber-sumber terjadinya konflik dikarenakan adanya pengawasan yang terlalu ketat terhadap karyawan, persaingan untuk memperebutkan sumber-sumber organisasi yang terbatas, perbedaan nilai, perbedaan keyakinan (belief), dan persaingan antar kelompok atau bagian (parties).

Konflik terjadi dikarenakan berbagai sebab dan alasan, Aldag, R. J. dan Stearns, T. M. (1987) mengidentifikasi sumber-sumber konflik yaitu meliputi : task independence, goal incompatibility, differentiation of values and point of view, uncertainly (the shifting of the task scope), and reward system. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Robbins, S. P. (1990) bahwa konflik organisasi disebabkan oleh adanya saling ketergantungan pekerjaan, ketergantungan pekerjaan satu arah, diferensiasi horizontal yang tinggi, formalisasi yang rendah, perbedaan criteria evaluasi dan sistem imbalan.

Konflik merupakan peristiwa yang menyangkut manusia dan perilakunya, sebab manusia mempunyai perbedaan latar belakang pendidikan, kemampuan, motivasi, kemampuan, minat, dan lingkungan baik secara individu maupun kelompok. Manusia tidak dapat melepaskan diri dari berbagai gejala dan kepentingan seperti kebutuhan akan penghargaan, sistem nilai yang tidak sama, minat dan ambisi. Pemahaman terhadap gejala ataupun keadaan yang menyebabkan terjadinya konflik dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh para pimpinan ataupun manajer dalam menjaga kelangsungan organisasi. Munculnya berbagai konflik merupakan dinamika dan perkembangan organisasi, karena itu pimpinan perlu memahami beberapa sebab yang dapat menimbulkan konflik dan mencermati konflik sebagai suatu kejadian yang tidak dapat dipisahkan dari

(21)

28

persoalan organisasi. Maka dari itu tugas pimpinan adalah mengelola konflik agar dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan performance kerja dan mengarahkan konflik agar tetap berdampak positif bagi kemajuan organisasi.

2.3.3 Pendekatan Manajemen Konflik

Salah satu persoalan yang sering muncul selama berlangsungnya perubahan di dalam organisasi adalah adanya konflik antar anggota atau antar kelompok. Konflik tidak hanya harus diterima dan dikelola dengan baik, tetapi juga harus didorong karena konflik merupakan kekuatan untuk mendatangkan perubahan dan kemajuan dalam lembaga (Hardjana, 1994). Konflik antar orang di dalam organisasi tak dapat dielakkan tetapi dapat dimanfaatkan kea rah produktif bila dikelola secara baik (Cummings, 1980). Demikian pula Edelman, R. J. (1997) menegaskan bahwa jika konflik dikelola secara sistematis dapat berdampak positif yaitu memperkuat hubungan kerjasama, meningkatkan kepercayaan, mempertinggi kreativitas dan produktivitas dan meningkatkan kepuasan kerja. Akan tetapi sebaliknya manajemen konflik yang tidak efektif dengan cara menerapkan sangsi yang berat bagi penentang, dan berusaha menekan bawahan yang menentang kebijakan sehingga iklim organisasi semakin buruk dan meningkatkan sifat ingin merusak (Owens, R. G., 1991).

Konflik antar individu atau antar kelompok dapat menguntungkan atau merugikan bagi kelangsungan organisasi. Maka dari itu pimpinan organisasi dituntut memiliki kemampuan tentang manajemen konflik dan memanfaatkan konflik untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas organisasi. Berikut beberapa pengertian manajemen konflik menurut para ahli :

(22)

29

• Hardjaka (1994) mengemukakan bahwa manajemen konflik adalah cara yang dilakukan oleh pimpinan pada saat menanggapi konflik.

• Hendricks, W. (1992) mengatakan manajemen konflik adalah cara yang dilakukan pimpinan dalam menaksir atau memperhitungkan konflik. • Criblin, J. (1982) mengartikan manajemen konflik merupakan teknik yang

dilakukan pimpinan organisasi untuk mengatur konflik dengan cara menentukan peraturan dasar dalam bersaing.

Tosi, H. L. (1990) berpendapat bahwa, “concflict management mean that a manager takes an active role in addressing conflict situations and intervenes if needed.”

Manajemen konflik dalam organisasi menjadi tanggung jawab pimpinan baik manajer tingkat lini (supervisor), manajer tingkat menengah (middle manager), dan manajer tingkat atas (top manager), makan diperlukan peran aktif untuk mengarahkan situasi konflik agar tetap produktif. Manajemen konflik yang efektif dapat mencapai tingkat konflik yang optimal yaitu menumbuhkan kreativitas anggota, menciptakan inovasi, mendorong perubahan, dan bersikap kritis terhadap perkembangan lingkungan.

Tujuan manajemen konflik untuk mencapai kinerja yang optimal dengan cara memelihara konflik tetap fungsional dan meminimalkan akibat konflik yang merugikan (Walton, R. E.,1987). Selanjutnya manajemen konflik berguna dalam mencapai tujuan yang diperjuangkan dan menjaga hubungan pihak-pihak yang terlibat konflik tetap baik (Hardjana,1994). Mengingat kegagalan dalam mengelola konflik dapat menghambat pencapaian tujuan organisasi, maka

(23)

30

pemilihan terhadap teknik pengendalian konflik menjadi perhatian pimpinan organisasi. Tidak ada teknik pengendalian konflik yang dapat digunakan dalam segal situasi, karena setiap pendekatan mempunyai kelebihan dan kekurangan. Gibson, J. (1996) mengatakan bahwa memilih resolusi konflik yang cocok tergantung pada faktor-faktor penyebabnya., dan penerapan manajemen konflik secara tepat dapat meningkatkan kreativitas dan produktivitas bagi pihak yang mengalaminya.

Menurut Handoko (1992) secara umum terdapat tiga cara dalam menghapi konflik yaitu :

• Stimulasi konflik

Stimulasi konflik diperlukan apabila satua-satuan kerja di dalam organisasi terlalu lambat dalam melaksanakan pekerjaan karena tingkat konflik rendah. Situasi konflik terlalu rendah akan menyebabkan para karyawan takut berinisiatif akhirnya menjadi pasif. Perilaku dan peluang yang dapat mengarahkan individu atau kelompok untuk bekerja lebih baik diabaikan, anggota kelompok saling bertoleransi terhadap kelemahan dan kejelekan pelaksanaan pekerjaan. Pimpinan organisasi perlu merangsang timbulnya persaingan dan konflik yang dapat mempunyai dampak peningkatan kinerja anggota organisasi.

• Pengurangan atau penekanan konflik

Pengurangan atau penekanan konflik, manajer yang mempunyai pandangan tradisional berusaha menekan konflik sekecil-kecilnya dan

(24)

31

bahkan berusaha meniadakan konflik daripada menstimulasi konflik. Strategi pengurangan konflik berusaha meminimalkan kejadian konflik tetapi tidak menyentuh masalah-masalah yang menimbulkan konflik.

• Penyelesaian konflik

Penyelesaian konflik berkenaan dengan kegiatan-kegiatan pimpinan organisasi yang dapat mempengaruhi secara langsung pihak-pihak yang bertentangan.

Demikian halnya Winardi (1994) berpendapat bahwa manajemen konflik meliputi kegiatan-kegiatan seperti :

• Menstimulasi konflik

Stimulasi konflik diperlukan pada saat unit-unit kerja mengalami penurunan produktivitas atau terdapat kelompok-kelompok yang belum memenuhi standar kerja yang ditetapkan. metode yang dilakukan dalam menstimulasi konflik yaitu : (a) memasukkan anggota yang memiliki sikap, perilaku serta pandangan yang berbeda dengan norma-norma yang berlaku, (b) merestrukturisasi organisasi terutama rotasi jabatan dan pembagian tugas baru, (c) menyampaikan informasi yang bertentangan dengan kebiasaan yang dialami, (d) meningkatkan persaingan dengan cara menawarkan insentif, promosi jabatan atau penghargaan lainnya, (e) memilih pimpinan baru yang lebih demokratis.

(25)

32

Tindakan mengurangi konflik dilakukan apabila tingkat konflik tinggi dan menjurus pada tindakan destruktif disertai penurunan produktivitas kerja di tiap unit/bagian. Metode pengurangan konflik dengan jalan mensubstitusi tujuan-tujuan yang dapat diterima oleh kelompok-kelompok yang sedang konflik, menghadapkan tantangan baru kepada kedua belah pihak agar dihadapi secara bersama dan memberikan tugas yang harus dikerjakan bersama sehingga timbul sikap persahabatan antara anggota kelompok.

• Menyelesaikan konflik

Penyelesaian konflik merupakan tindakan yang dilakukan pimpinan organisasi dalam menghadapi pihak-pihak yang sedang konflik. Metode penyelesaian konflik yang paling banyak digunakan adalah dominasi, kompromis, dan pemecahan problem secara integratif.

Terdapat persamaan antara 2 pendapat ahli diatas dalam menghadapi konflik. Diantaranya stimulasi konflik yang mana dibutuhkan pada saat karyawan mengalami penurunan produktivitas atau terlalu lambat dalam melaksanakan pekerjaannya dikarenakan tingkat konflik yang ada di organisasi out rendah, selanjutnya tindakan mengurangi atau menekan konflik yang dilakukan apabila tingkat konflik tinggi dan pimpinan berusaha untuk meniadakan konflik tersebut. Yang terakhir adalah menyelesaikan konflik dimana pimpinan langsung turun tangan untuk menghadapi pihak yang sedang berkonflik.

(26)

33 2.3.4 Cara Menanggapi Konflik

Setiap pimpinan organisasi berbeda dalam merespon/menanggapi konflik. Menurut Tosi, H. L. (1990) terdapat lima macam cara orang menanggapi konflik yaitu :

• Menghindar

Menghindar merupakan salah satu reaksi terhadap konflik yaitu salah satu atau kedua belah pihak berupaya tidak terlibat dengan masalah-masalah yang dapat menimbulkan perbedaan atau pertentangan. Sebagian orang menyukai menghindar dari konflik, pengalaman menyakitkan yang pernah dialami oleh individu maupun kelompok membuat mereka ingin menarik diri dari konflik. kecendrungan untuk menghindari konflik dapat juga didasarkan pada suatu pandangan bahwa konflik dapat merugikan dan dianggap tidak sopan. Menghindari konflik merupakan tindakan yang bijaksana ketika isu konflik tidak penting dan dampak negatif lebih besar daripada manfaat/keuntungannya.

• Akomodasi

Mengakomodasi berarti mengalah terhadap berbagai kehendak/kemauan orang lain. Akomodasi dapat berarti memelihara suatu hubungan dengan pihak lain, atau suatu usaha memadukan orang-orang yang terpisah. Menyerahkan keputusan kepada pihak lain dirasakan lebih baik daripada mengambil resiko untuk mengasingkan orang lain.

(27)

34

Kompetisi atau persaingan adalah suatu bentuk perjuangan secara damai yang terjadi apabila dua belah pihak berlomba atau berebut untuk mencapai suatu tujuan yang sama. Kompetisi dapat bersifat merugikan apabila perjuangan individu atau kelompok dalam mengejar berbagai keinginan dengan cara mengorbankan pihak lain.

Menurut Wirawan (2010) indicator yang mempengaruhi kompetisi tersebut adalah :

• Berdebat dan membantah • Berpegang teguh pada pendirian

• Menilai pendapat dan perasaan diri sendiri dan lawan konflik • Menyatakan posisi diri secara jelas

• Kemampuan memperbesar kekuasaan diri sendiri • Kemampuan untuk meperkecil kekuasaan lawan konflik

• Menggunakan berbagai taktik yang mempengaruhi

• Kompromi

Kompromi merupakan reaksi terhadap konflik dengan cara mencari jalan tengah yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang terlibat. Masing-masing pihak mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian perselisihan. Sikap yang diperlukan agar dapat melaksanakan kompromi adalah salah satu pihak bersedia merasakan dan mengerti keadaan pihak lain. Kedua kubu tidak ada yang menang atau kalah, masing-masing member kelonggaran atau konsesi.

(28)

35

Menurut Wirawan (2010) indikator yang mempengaruhi kompromi tersebut adalah :

• Kemampuan bernegosiasi

• Mendengarkan dengan baik apa yang dikemukakan lawan konflik • Mengevaluasi nilai

• Menemukan jalan tengah • Memberikan konsesi

• Bekerjasama

Kolaborasi atau kerja sama adalah kesediaan untuk menerima kebutuhan pihak lain. Dalam kolaborasi ada peluang untuk memenuhi kepentingan kedua belah pihak di dalam konflik. Kerja sama/kolaborasi sangat berguna jika masing-masing pihak yang sedang konflik mempunyai tujuan yang berbeda dan kompromi tidak mungkin dilakukan.

Menurut Wirawan (2010) indikator yang mempengaruhi kerjasama adalah

• Mendengarkan dengan baik yang dikemukakan lawan konflik • Kemampuan bernegosiasi

• Mengidentifikasi pendapat lawan konflik • Menganalisis masukan

• Memberikan konsesi

Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Wexley, K. N. dan Yukl, G. A. (1992) menyatakan bahwa ada tiga cara yang ditempuh individu atau kelompok yang terlibat konflik dalam memberikan tanggapan yaitu :

(29)

36 • Penarikan diri

Penarikan diri merupakan salah satu reaksi terhadap konflik yaitu salah satu atau kedua pihak menarik diri dari pergaulan. Saling menghindarkan dapat merupakan cara yang efektif untuk mengatasi konflik jika kedua pihak dalam menjalankan tugas organisasi tidak saling terkait. Namun apabila keduanya memiliki keterkaitan dalam pekerjaan dan mempunyai peran saling tergantung dan menuntut koordinasi, maka teknik ini dapat merusak pelaksanaan tugas dan bahkan merintangi pencapaian tujuan organisasi.

• Perdamaian

Taktik perdamaian dilakukan sebagai usaha salah satu pihak untuk mengembangkan hubungan dengan pihak lawannya dengan menghindarkan masalah-masalah yang menjadi sumber pertentangan. Bujukan (persuation) adalah suatu usaha untuk membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya. Keberhasilan persuasi ditentukan oleh kemampuan orang yang memberikan ajakan secara persuasif dan kemauan pihak lain untuk mempertimbangkan informasi faktual yang relevan dengan masalah yang dipertentangkan.

• Tawar menawar

Tawar menawar (bargaining) merupakan proses pertukaran persetujuan bagi pihak-pihak yang berkonflik dengan maksud mencapai keuntungan yang memadai bagi pemenuhan aspirasi minimal yang diperjuangkan.

(30)

37

Selanjutnya dalam pemecahan masalah terpadu kedua belah pihak menyadari bahwa konflik yang terjadi merupakan masalah bersama untuk dicari penyelesaian secara memuaskan.

Pada dasarnya semua cara dalam menanggapi konflik mempunyai tujuan yang sama yaitu agar konflik tersebut dapat terselesaikan dengan baik dan pihak-pihak yang berkonflik dapat terjaga hubungannya. Cara menanggapi konflik diatas dimaksudkan agar salah satu pihak yang sedang terlibat konflik tidak mengalami kerugian. Sehingga dapat dicapai suatu keputusan baru yang dapat menjadi suatu pembelajaran agar konflik tersebut tidak terulang dan dapat dikelola dengan baik sesuai dengan kebutuhan dan jenis konflik tersebut. Tidak ada satu pun cara yang dianggap paling ampuh dalam menanggapi konflik, cara-cara diatas digunakan sesuai dengan tipe konflik yang sedang berlangsung.

Bila pihak-pihak yang terlibat konflik tidak mempunyai keinginan berunding dan masing-masing bersikeras dengan pendapat dan pendiriannya, maka penyelesaian konflik mencapai jalan buntu. Keadaan demikian diperlukan campur tangan pihak ketiga yang banyak mengetahui permasalahan dan mempunyai kredibilitas dalam mengelola konflik. Campbell, R. F. dan Soekanto, S. (1983) membagi tipe-tipe utama dari campur tangan pihak ketiga yaitu :

• Arbitrasi

Arbitrasi adalah suatu prosedur dimana pihak ketiga mendengarkan kedua pihak yang konflik dan bertindak sebagai seorang hakim dalam menentukan penyelesaian yang mengikat. Pihak ketiga dalam arbitrasi biasanya atasan dari piha-pihak yang berkonflik.

(31)

38 • Mediasi

Mediasi (mediation) yaitu pihak ketiga yang ditunjuk atau diterima secara sukarela oleh kedua pihak yang berselisih. Kedudukan mediator hanya sebatas sebagai penasehat dan tidak berwenang member keputusan.

• Konsultasi proses

Konsultasi proses antar pihak adalah suatu bentuk campur tangan pihak ketiga untuk mengembangkan hubungan antara dua pihak dan mengembangkan kapasitas mereka sendiri dalam menyelesaikan konflik secara efektif pada masa mendatang.

Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Edelman, R. J. (1993) bahwa apabila konflik berkepanjangan dan sulit dicari pemecahannya maka ada baiknya menggunakan mediator sebagai penengah. Lebih lanjut Edelman mengatakan, tujuan digunakannya penengah adalah untuk membantu kedua belah pihak mencapai kesepakatan yang sama-sama memuaskan.

Maka dapat disimpulkan bahwa mediator adalah pihak ketiga yang dirasa paling cocok dalam campur tangan pihak ketiga dibandingkan dengan arbitrasi maupun yang lainnya. Walaupun mediator tidak dibenarkan memaksa kedua belah pihak dalam menyelesaikan perselisihan, sebab penyelesaian yang dipaksakan tidak akan mencapai sasaran dan tidak dapat menjaga kerjasama jangka panjang. Mediator berperan mendorong terjadinya kesepakatan yang mengarah pada pemecahan masalah ke arah yang menguntungkan kedua belah pihak. Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa kedudukan pihak ketiga sebagai penengah harus

(32)

39

tetap netral, tidak memihak, tidak bias. Apabila pihak ketiga merupakan atasan dari pihak yang sedang konflik, maka harus berani mengambil tindakan untuk menyelamatkan kepentingan yang lebih besar jika konflik merintangi dan menghambat kinerja organisasi dalam mencapai sasaran.

2.4 Motivasi Kerja

Istilah-istilah untuk menghindari kekurangtepatan penggunaan istilah “motivasi” ini, perlu kiranya dikemukakan pendapat Manullang tentang adanya istilah-istilah yang mirip dan sering dikacaukan tentang motivasi tersebut sebagai berikut: (a) motif, (b) motivasi, (c) motivasi kerja, (d) incentive. Sedangkan istilah-istilah lain dari berbagai sumber, motivasi kerja juga bisa disebut motivating, motivation dan motive (Martoyo,1987).

Pengertian motivasi kerja menurut para ahli adalah sebagai berikut :

H. Haynes dan J. L. Massi mengatakan bahwa “motive” adalah :“something within individual which incites him to action.”

Carl Heyel memberikan defenisi motivation sebagai berikut: “motivation refers to the degree of readyness of an organism to pursue some designated goal and implier the determination of the nature and locus of the foreces inducing the degree of readyness.”

The Liang Gie berpendapat bahwa motivating adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang manajer dalam memberikan inspirasi, semangat dan dorongan kepada orang lain, dalam hal ini karyawannya, untuk mengambil tindakan-tindakan.

(33)

40

• Chung dan Megginson menyatakan bahwa motivasi dirumuskan sebagai perilaku yang ditujukan pada sasaran. Motivasi berkaitan dengan yang dilakukan seseorang dalam mengejar suatu tujuan, motivasi berkaitan erat dengan kepuasan pekerja dan performasi pekerjaan.

Beberapa persamaan dari pendapat para ahli diatas yaitu memberikan motivasi dan semangat serta untuk mencapai kepuasan kerja. Dengan berbagai defenisi dari para ahli bisa disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah suatu pemberian dorongan dan semangat yang diberikan oleh manajernya agar karyawan nya lebih giat dalam bekerja dalam mewujudkan suatu tujuan di dalam organisasi yang ditunjukkan oleh kepuasan serta kinerja dari karyawan tersebut.

2.4.1 Faktor – faktor Motivasi Kerja

Faktor-faktor motivasi kerja itu merupakan hal yang sulit dalam prakteknya karena selain melibatkan faktor individual juga melibatkan faktor-faktor organisasional. Faktor-faktor-faktor yang bersifat individual itu seperti contoh tujuan, sikap, kemampuan, dan kebutuhan sedangkan faktor-faktor organisasional itu seperti pujian, pengawasan, pembayaran, dan pekerjaan itu sendiri.

Ada 3 variabel utama dalam menjelaskan perilaku pekerja yaitu (Gomes, 1995) :

Employee Needs. Seorang pekerja mempunyai sejumlah kebutuhan yang hendak dipenuhi, yang berkisar pada: (a) eksistence, (b) relatedness, (c)growth. Ini semua merupakan stimuli internal yang menyebabkan perilaku

(34)

41

• Organizational incentives. Organisasi mempunyai sejumlah rewards untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pekerja. Rewards ini mencakup: (a) substantive rewards, (b) interactive rewards, (c)intrinsic rewards. Faktor-faktor organisasi ini berpengaruh terhadap arah dari perilaku pekerja

• Perceptual outcomes. Pekerja biasanya mempunyai sejumlah persepsi mengenai: (a) nilai dari rewards organisasi, (b) hubungan antara performasi dengan rewards, (c) kemungkinan yang bisa dihasilkan melalui usaha-usaha mereka dalam performasi kerjanya

2.4.2 Teori Motivasi Maslow

Teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow; yaitu hirarki lima kebutuhan dengan tiap kebutuhan secara berurutan dipenuhi, maka kebutuhan berikutnya akan menjadi dominan. Menurut Lussier (1996) kebutuhan manusia oleh Maslow (1996) diklasifikasikan atas lima tingkat sebagai berikut :

a. Psysiological needs (kebutuhan fisiologis) merupakan hierarki kebutuhan paling dasar yang merupakan kebutuhan untuk dapat hidup seperti makan, tempat tinggal, dan pakaian yang dapat dipenuhi dengan gaji yang diterima. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang seseorang berprilaku atau bekerja dengan giat.

b. Security and safety needs (kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja) adalah kebutuhan akan kebebasan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan. Kebutuhan ini meliputi keamanan, keselamatan kerja, dan kelangsungan pekerjaan serta jaminan

(35)

42

hari tua. Pentingnya memuaskan kebutuhan-kebutuhan ini jelas terlihat pada organisasi modern, tempat pemimpin organisasi selalu mengutamakan keamanan dengan mengunakan alat-alat canggih atau pengawalan.

c. Social needs (kebutuhan sosial) yaitu kebutuhan persahabatan, affiliasi, dan interaksi yang lebih erat dengan orang lain. Karena manusia adalah makhluk social, sudah jelas ia mempunyai kebutuhan-kebutuhan sosial.

d. Esteem needs (kebutuhan penghargaan) adalah kebutuhan akan penghargaan diri dan pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungannya. Idealnya prestise timbul karena adanya prestasi, tapi tidak selamanya demikian. Akan tetapi perlu juga diperhatikan oleh pimpinan bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam organisasi, maka semakin tinggi pula prestisenya. Prestise dan status dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai simbol status itu.

e. Self actualization needs (kebutuhan aktualisasi diri) adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan, ketrampilan dan potensi optimal, untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan / luar biasa. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan sepenuhnya dapat berbeda satu dengan lainnya.

2.5 Pengertian Kinerja

Kinerja atau performance dapat didefinisikan sebagai tingkat pencapaian hasil atau “the accomplishment” dengan kata lain kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi. Kinerja mempunyai makna lebih luas bukan hanya

(36)

43

menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung (Wibowo,2007). Ia juga mengatakan bahwa kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut, dan bagaimana cara mengerjakannya. Berikut ada beberapa pengertian kinerja menurut para ahli :

• Amstrong dan Baron (1998) mengemukakan bahwa kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi.

• Bernardin dan Russel (1998) kinerja dapat diartikan sebagai berikut, “performance is defined as the record of outcomes produces on a specified job function or activity during a time period.”

Ilgen dan Schneider (2002) mengatakan bahwa “performance is what the person or system does.”

Mohrman (2002) mendefinisikan kinerja sebagai, “a performance consist of a performer engaging in behavior in a situation to achieve results.”

Persamaan dari pendapat para ahli diatas yaitu performance dan tujuan yang strategis dari organisasi. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah sebuah hasil dari suatu proses pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang dalam kurun waktu tertentu. Hasil pekerjaan itu berhubungan erat dengan hasil akhir, tujuan organisasi, dan secara tidak langsung mempengaruhi kepuasan pelanggan. Kinerja juga berhubungan dengan apa yang dilakukan seseorang serta bagaimana sistem kerja itu dilakukan.

(37)

44

Terdapat beberapa pandangan pakar tentang pengertian manajemen kinerja yaitu sebagai berikut :

• Bacal (1994) memandang manajemen kinerja sebagai proses komunikasi yang dilakukan secara proses komunikasi yang dilakukan secara terus-menerus dalam kemitraan antara karyawan dengan atasan langsung. Proses komunikasi ini meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan.

• Berbeda dengan Bacal yang menekankan pada proses komunikasi, Amstrong (2004) lebih melihat manajemen kinerja sebagai sarana untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari organisasi, tim, dan individu dengan cara memahami dan mengelola kinerja dalam suatu kerangka tujuan, standar, dan persyaratan-persyaratan atribut yang disepakati.

• Amstrong dan Baron (1998) berpandangan bahwa manajemen kinerja adalah pendekatan strategis dan terpadu untuk menyampaikan sukses berkelanjutan pada organisasi dengan memperbaiki kinerja karyawan yang bekerja didalamnya dan dengan mengembangkan kapabilitas tim dan contributor individu.

• Fletcher (1998) menyatakan bahwa manajemen kinerja berkaitan dengan pendekatan menciptakan visi bersama tentang maksud dan tujuan organisasi, membantu karyawan memahami, mengenal bagiannya dalam memberikan kontribusi dan dalam melakukannya, mengelola dan meningkatkan kinerja baik individu maupun organisasi.

(38)

45

• Costello (1994) menyatakan bahwa manajemen kinerja merupakan dasar dan kekuatan pendorong yang berada di belakang semua keputusan organisasi, usaha kerja, dan alokasi sumber daya.

Persamaan yang dapat disimpulkan nyaitu sebagai proses komunikasi, memperbaiki dan mengelola kinerja karyawan serta pencapaian tujuan organisasi. Dengan memperhatikan pandangan para pakar diatas dapat dirumuskan bahwa pada dasarnya manajemen kinerja merupakan gaya manajemen dalam mengelola sumber daya yang berorientasi pada kinerja yang melakukan proses komunikasi secara terbuka dan berkelanjutan dengan menciptakan visi bersama dan pendekatan strategis serta terpadu sebagai kekuatan pendorong untuk mencapai tujuan organisasi.

Manajemen kinerja mendukung tujuan menyeluruh organisasi dengan mengaitkan pekerjaan dari setiap pekerja dan manajer pada misi keseluruhan dari unit kerjanya. Seberapa baik kita mengelola kinerja bawahan akan secara langsung memengaruhi tidak hanya kinerja masing-masing pekerja secara individ dan unit kerjanya tapi juga unit kerja seluruh organisasi (Costello, 1994).

2.5.2 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Hersey, Blanchard dan Johnson (1996) menengarai bahwa kebanyakan manajer sangat efektif dalam mengungkapkan tentang apa yang menjadi masalah dalam kinerja. Akan tetapi pada umumnya lemah dalam mengetahui tentang

(39)

46

bagaimana masalah tersebut terjadi. Pendapat lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain dikemukakan Amstrong dan Baron (1998) yaitu

Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat ketrampilan kompetensi yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu.

Leadership factors, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.

Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja.

System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi.

Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.

Selain itu, John W. Atkinson mengindikasikan bahwa kinerja merupakan fungsi motivasi dan kemampuan. Lyman Porter dan Edward Lawler berpendapat bahwa kinerja merupakan fungsi dari keinginan melakukan pekerjaan, ketrampilan yang perlu untuk menyelesaikan tugas, pemahaman yang jelas atas apa yang dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Sementara itu Jay Lorsch dan Paul Laurence menggunakan pemahaman bahwa kinerja adalah fungsi atribut individu, organisasi, lingkungan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dirumuskan tujuh faktor kinerja yang mempengaruhi kinerja yaitu : Ability (knowledge dan skill), Clarity (understanding), Help (organizational support), Incentive (motivation atau

(40)

47

willingness), Evaluation (coaching dan performance feedback), Validity (valid dan legal personnel practices), Environment (environmental fit).

Pelaksanaan kinerja akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang bersumber dari pekerja sendiri maupun yang bersumber dari organisasi. Dari pekerja sangat dipengaruhi oleh kemampuan atau kompetensinya. Sementara itu dari segi organisasi dipengaruhi oleh seberapa baik pemimpin memberdayakan pekerjanya; bagaimana mereka memberikan penghargaan pada pekerja; dan bagaimana mereka membantu meningkatkan kemampuan kinerja pekerja.

2.5.3 Pengukuran Kinerja

Pengukuran terhadap kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui apakah selama pelaksanaan kinerja terdapat deviasi dari rencana yang telah ditentukan, atau apakah kinerja dapat dilakukan sesuai jadwal waktu yang ditentukan, atau apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Pengukuran kinerja yang tepat dapat dilakukan dengan cara (Kinicki, 2001) :

• Memastikan bahwa persyaratan yang diinginkan pelanggan telah terpenuhi

• Mengusahakan standar kinerja untuk menciptakan perbandingan

• Menetapkan arti penting masalah kualitas dan menentukan apa yang perlu diperhatikan

• Menghindari konsekuensi dari rendahnya kualitas

(41)

48

Untuk melakukan pengukuran tersebut diperlukan kemampuan untuk mengukur kinerja sehingga diperlukan adanya ukuran kinerja. Pengukuran kinerja hanya dapat dilakukan terhadap kinerja yang nyata dan terukur. Untuk dapat memperbaiki kinerja, perlu diketahui seperti apa kinerja saat ini, dan apabila deviasi kinerja dapat diukur maka kinerja tersebut dapat diperbaiki.

2.5.4 Evaluasi Kinerja

Suatu proses kinerja, apabila telah selesai dilaksanakan akan memberikan hasil kinerja atau prestasi kerja. Evaluasi kinerja dilakukan untuk memberi penilaian terhadap hasil kerja atau prestasi kerja yang diperoleh organisasi, tim, atau individu. Evaluasi kinerja akan memberikan umpan balik terhadap tujuan dan sasaran kinerja, perencanaan dan proses pelaksanaan kinerja (Maddux, 2000). Berikut ada beberapa pengertian evaluasi kinerja menurut para ahli :

• Kreitner dan Kinicki (2001) menyatakan bahwa evaluasi kinerja merupakan pendapat yang bersifat evaluatif atas sifat, perilaku seseorang atau prestasi sebagai dasar pengambilan kepututsan dan rencana pengembangan personil.

• Newstrom dan Davis (1997) memandang evaluasi kinerja sebagai suatu proses mengevaluasi kinerja pekerja, membagi informasi dengan mereka, dan mencari cara memperbaiki kinerjanya.

• Greenberg dan Baron (2003) mengatakan evaluasi kinerja dapat dipergunakan untuk sejumlah kepentingan organisasi, manajemen menggunakan evaluasi untuk mengambil keputusan tentang sumber daya

(42)

49

manusia. Ia juga mengatakan bahwa evaluasi memberikan masukan untuk keputusan penting seperti promosi, mutasi dan pemberhentian.

Evaluasi mengidentifikasikan kebutuhan pelatihan dan pengembangan, evaluasi menunjukkan ketrampilan dan kompetensi pekerja yang ada sekarang ini kurang cukup sehingga dikembangkan program. Menurut James. E (2003) efektivitas pelatihan dan pengembangan dipertimbangkan dengan mengukur seberapa baik pekerja yang berpartisipasi mengerjakan evaluasi kinerja. Evaluasi memenuhi kebutuhan umpan balik bagi pekerja tentang bagaimana pandangan organisasi terhadap kinerjanya. Selanjutnya, evaluasi kinerja dipergunakan sebagai dasar untuk mengalokasi reward.

(43)

50 2.6 Kerangka Pemikiran

Berikut merupakan gambar kerangka pemikiran yang diajukan :

fgfhhish

Pemberdayaan Karyawan (X1) : • Pemberian peran • Bentuk kelompok kerja • Pemberian wewenang

Manajemen Konflik (X2) : • Perbedaan pendapat • Perbedaan tujuan

• Ketidaksepakatan terhadap alokasi sumber daya yang langka

Motivasi Karyawan (Y) :

Direct Indirect Kinerja Karyawan (Z) : • Quality Quantity Time utility Interpersonal impact

Referensi

Dokumen terkait

MLM yang baik biasanya bergabung dalam APLI (Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia). Setiap perusahaan yang ingin bergabung dalam APLI, diteliti dulu apakah memenuhi

Berdasarkan pada teori dan penelitian terhadap luka yang memakai Amnion (ALS-Radiasi) dan belum adanya kemajuan penelitian terhadap penyembuhan tukak diabetes

1) SK Menkes No. 262/Menkes/Per/VII/1979, tentang perhitungan kebutuhan tenaga berdasarkan perbandingan antara jumlah tempat tidur yang tersedia di kelas rumah sakit tertentu

Hasil yang diharapkan yaitu dengan adanya dukungan dari teknologi finansial pada sistem perbankan maka dapat meningkatkan statistik penggunaan M- banking /

Pada penelitian ini telah dilakukan studi mengenai modifikasi struktur permukaan pelat aluminium dengan bubuk besi menggunakan metoda mechanical alloying (MA) yang bertujuan

Kompetensi teknis yang kami singgung di slide sebelumnya, terdiri dari sembilan unit bidang kompetensi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi apakah seorang bankir itu

menguji kemampuan beberapa isolat bakteri dalam melarutkan fosfat menunjukkan bahwa dua dari delapan isolat bakteri pelarut fosfat yang diuji, yaitu isolat T-K2 dan

Untuk mengembangkan kapasitas produksi, dibutuhkan investasi yang tidak sedikit, sehingga dibutuhkan suatu analisis kelayakan usaha pengolahan susu sapi murni yang berkaitan