• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBENAH TANAH DAN FUNGI MIKORHIZA ARBUSKULA (FMA) UNTUK PENINGKATAN KUALITAS BIBIT TANAMAN KEHUTANAN PADA AREAL BEKAS TAMBANG BATUBARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBENAH TANAH DAN FUNGI MIKORHIZA ARBUSKULA (FMA) UNTUK PENINGKATAN KUALITAS BIBIT TANAMAN KEHUTANAN PADA AREAL BEKAS TAMBANG BATUBARA"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBENAH TANAH DAN FUNGI MIKORHIZA ARBUSKULA

(FMA) UNTUK PENINGKATAN KUALITAS BIBIT TANAMAN

KEHUTANAN PADA AREAL BEKAS TAMBANG BATUBARA

Oleh : Ika Karyaningsih

E051060181

ILMU PENGETAHUAN KEHUTANAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pembenah Tanah dan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) untuk Peningkatan Kualitas Bibit Tanaman Kehutanan pada Areal Bekas Tambang Batubara adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutib dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2009

(3)

ABSTRACT

IKA KARYANINGSIH. Soil Conditioner and Mycorrhyzal Fungi (AMF) for Improving the Quality of Forestry Planting Stocks in Ex-coal Mining Land. Under direction of Sri Wilarso Budi R. and Maman Turjaman.

Production of planting stocks (seedlings) in nursery relies very much on topsoil availability as nursery medium, whereas in open mining areas, the topsoil is mostly contaminated with mining wastes and minerals. Sawdust composts from various kinds of wood which are fermented with peat materials are expected to serve as alternative media to reduce the use of topsoil. Afterwards, the use of soil conditioner in the form of powdered coal and / or charcoal for supporting the nursery medium is expected to be effective. Also, the use of AMF, namely G.

etunicatum and G. margarita as an effort to increase nutrient absorption are necessary. These technologies are needed for forestry planting stocks (seedlings) which have high economic value such as Aquillaria crassna (gaharu), Pallaquium sp. (Nyatoh), and Calophyllum sp. (kapur naga) so that these planting stocks could be planted in the marginal land. Results of this study showed that the use of sawdust composts could increase plant growth by improving pH of the medium (changing from slightly acid to neutral), and increase CEC of the nursery medium from moderate to high. On the other hand, effects of the use of AMF and soil conditioner on planting stocks growth of the three plant species, and AMF development were highly varied, and were affected by suitability of the host plants, kinds of AMF, and growth environment. A. crassna associated well with

G. margarita, and in combination with coal powder conditioner was able to create

highest growth of planting stocks. Pallaquium sp. and Calophyllum sp. were less able to associate with the two kinds of AMF and the planting stocks growth appeared not being affected by their presence. The use of coal powder created the highest positive impact on planting stocks growth. Also the use of charcoal powder was able to increase planting stocks growth, but the use of mixture of the two soil conditioner decreased planting stocks growth. The use of AMF and the use of soil conditioner would provide significant effect if each of them was used independently, and not being used together at the same time. In this case, although each treatment had its own positive effect, the two treatments did not synergize with each other if they were used together.

(4)

RINGKASAN

IKA KARYANINGSIH E051060181. Pembenah Tanah Dan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)untuk Peningkatan Kualitas Bibit Tanaman Kehutanan Pada Areal Bekas Tambang Batubara. Dibawah bimbingan : Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R., M Si dan Dr. Ir. Maman Turjaman, DEA

Proses penambangan batubara telah mengakibatkan kerusakan tanah secara permanen karena perubahan sifat fisik, kimia dan biologi tanah, yang tersisa adalah lapisan batuan induk sehingga seringkali menyebabkan kegagalan penanaman bibit di lahan bekas penambangan. Pembuatan bibit di persemaian selama ini sangat mengandalkan keberadaan topsoil sebagai media semai, maka untuk mengurangi penggunaan topsoil diperlukan alternatif media yang murah, mudah didapat, mudah ditangani dan yang terpenting mampu mendukung pertumbuhan semai tanaman baik di persemaian hingga adaptif di lapangan seperti penggunaan kompos serbuk gergaji. Bahan lain yang dapat digunakan sebagai pembenah tanah adalah dengan menambahkan arang atau batubara serta pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) yang telah banyak diyakini membantu akar dalam proses penyerapan hara.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi penggunaan kompos serbuk gergaji terhadap pertumbuhan tanaman uji (A. crassna, Palaquium sp, dan

Calophyllum sp.); mengetahui pengaruh penggunaan arang atau batubara sebagai

bahan pembenah tanah; mengetahui pengaruh bahan pembenah tanah terhadap terhadap perkembangan FMA; mengetahui pengaruh FMA (G. etunicatum dan G.

margarita) yang diinokulasikan pada pertumbuhan semai tanaman uji; serta

mengetahui pengaruh interaksi inokulasi FMA dan pembenah tanah terhadap pertumbuhan tanaman uji

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Hutan dan rumah kaca Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam (P3HKA) Gunung Batu Bogor selama 10 bulan. Bahan kompos yang digunakan terdiri atas : serbuk gergaji kayu campuran dan gambut; 3 jenis tanaman uji ( A. crassna, Palaquium

sp., Calophyllum sp.); Bahan pembenah tanah berupa arang kayu dan batubara dalam bentuk bubuk; Isolat FMA Glomus etunicatum dan Gigaspora margarita. Alat yang digunakan sesuai dengan tahapan penelitian yang dilakukan yaitu: peralatan pengomposan, peralatan di persemaian, uji mikoriza, dan uji bakteri.

Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pada masing-masing tanaman uji dengan 2 faktor perlakuan terdiri atas penambahan pembenah tanah dengan 4 taraf perlakuan dan inokulasi FMA sebanyak 3 taraf perlakuan dengan 15 ulangan dan untuk menentukan perbedaan dilakukan analisa lanjutan dengan DMRT pada taraf 95%, data dianalisis menggunakan sofware aplikasi MINITAB ver. 14. Parameter yang diukur meliputi : persen kolonisasi, jumlah spora, tinggi, diameter, jumlah daun, BKT, NPA, IMB, PA, serapan P dan N, dan perkembangan mikroba media, karakteristik media tanam.

Karakteristik media tanam tanah yang ditambahkan kompos serbuk gergaji berbahan pembenah menunjukkan perbaikan karakteristik seperti pada pH tanah

(5)

yang terlihat meningkat dari 5.7 yang cenderung agak asam menjadi lebih netral antara 6.1-6.4 dan terjadi peningkatan KTK yang cukup tajam dari 20.8 dengan kriteria sedang menjadi tinggi antara 30.4-31.2. Selanjutnya ternyata hal ini berpengaruh terhadap beberapa parameter pertumbuhan tanaman, sebagai berikut : Kolonisasi dan spora dapat ditemukan pada seluruh semai A. crassna (gaharu) baik yang diinokulasi maupun yang tidak diinokulasi FMA. G. margarita menunjukkan mampu menginokulasi akar A. crassna lebih tinggi dari pada G.

etunicatum. Keberadaan pembenah tanah juga berpengaruh sangat nyata terhadap

persen kolonisasi dan jumlah spora. Pada semua inokulum FMA pembenah tanah bubuk batubara memberikan peningkatan nilai rata-rata tertinggi diikuti kemudian dengan penggunaan bubuk arang. Penggunaan pembenah bubuk batubara pun menunjukkan peningkatan pertumbuhan tanaman yang stabil dan juga peningkatan serapan P-N pada kedua FMA.

Faktor tunggal FMA dan pembenah tanah batubara dan arang berpengaruh sangat nyata pada hampir seluruh parameter pertumbuhan tanaman (tinggi, diameter, jumlah daun, kekokohan bibit, BKT, NPA, perkembangan mikroba tanah, serapan N dan serapan P) tetapi interaksi kedua perlakuan hanya berpengaruh sangat nyata pada tinggi, diameter dan perkembangan mikroba. Penggunaan G. margarita pada media kompos serbuk gergaji yang diperkaya bubuk batubara secara nyata meningkatkan tinggi hingga 32 cm dan diameter semai hingga 3.4 mm serta cenderung pula meningkatkan parameter yang lain walaupun tidak nyata.

Kolonisasi dan jumlah spora yang ditemukan pada semai Palaquium sp. rendah (<20%). Semai yang diinokulasi G. margarita mampu mengkolonisasi akar pada seluruh perlakuan pembenah tanah dan juga ditemukan spora sedangkan

G. etunicatum hanya mampu mengkoloni akar semai yang ditambahkan

pembenah tanah bubuk batubara atau arang saja. Penggunaan campuran bubuk batubara dan arang sama dengan tanpa pembenah tanah pada G. etunicatum tidak memperlihatkan perkembangan.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, Pengaruh yang diberikan oleh penggunaan FMA dan pembenah tanah batubara dan arang baik tunggal maupun interaksinya sangat beragam terhadap pertumbuhan dan perkembangan semai

Palaquium sp. Interaksi kedua perlakuan hanya memberikan pengaruh sangat

nyata pada diameter dan kekokohan semai, perlakuan tunggal FMA berpengaruh sangat nyata pada tinggi, diameter, jumlah daun, Q, dan serapan N sedangkan perlakuan pembenah tanah berpengaruh sangat nyata pada tinggi, kekokohan bibit, NPA, serapan P dan N.

Berdasarkan uji lanjut DMRT yang dilakukan, terlihat semai yang tidak diinokulasi FMA memberikan kecenderungan peningkatan rerata tumbuh lebih tinggi dibandingkan semai yang diinokulasi FMA. Penggunaan pembenah tanah bubuk batubara atau arang juga memberikan kecenderungan pengaruh besar terhadap pertumbuhan tanaman dan serapan hara. Penggunaan campuran pembenah tanah bubuk batubara dan arang menunjukkan nilai rerata terendah bahkan dibandingkan dengan media tanam tanpa pembenah tanah.

Pada semai Calophyllum sp. perlakuan inokulasi FMA berpengaruh nyata terhadap besarnya kolonisasi dan jumlah spora yang ditemukan. Perlakuan tunggal FMA terhadap pertumbuhan semai Calophyllum sp. hanya berpengaruh nyata pada BKT dan perkembangan mikroba tanah, perlakuan tunggal pembenah

(6)

tanah hanya berpengaruh nyata pada jumlah daun dan perkembangan mikroba tanah serta interaksi kedua perlakuan hanya berpengaruh nyata pada perkembangan mikroba. Hal ini menunjukkan kemampuan pertumbuhan

Calophyllum sp. kurang dipengaruhi perlakuan yang diberikan. Tetapi

kecenderungan peningkatan pertumbuhannya terlihat meningkat pada penggunaan kompos serbuk gergaji yang diperkaya pembenah batubara walaupun tidak signifikan.

Dalam penelitian ini hampir keseluruhan parameter pada tanaman uji menunjukkan peningkatan tertinggi terhadap pemberian kompos yang diperkaya batubara dan dalam pertumbuhan morfologinya terlihat lebih stabil.

(7)

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

(8)

PEMBENAH TANAH DAN FUNGI MIKORHIZA ARBUSKULA (FMA) UNTUK PENINGKATAN KUALITAS BIBIT TANAMAN KEHUTANAN

PADA AREAL BEKAS TAMBANG BATUBARA

Ika Karyaningsih

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009

(9)

Judul Penelitian : Pembenah Tanah dan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) untuk Peningkatan Kualitas Bibit Tanaman Kehutanan Pada Areal Bekas Tambang Batubara Nama : Ika Karyaningsih

NRP : E051060181

Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R., M Si Ketua

Dr. Ir. Maman Turjaman, DEA Anggota

Diketahui

Tanggal Ujian : 26 Juni 2009 Tanggal Lulus : Ketua Program Studi

Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, M Si

a.n. Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Sekretaris Program Magister

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Desember 1977 di Probolingo dari ayah bernama H. Sukur Slamet dan Ibu Kustiani Rahayu. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dan menikah dengan Abdul Hakim S. Hut pada tahun 2004. Pendidikan sarjana ditempuh pada Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor lulus pada tahun 2000. Tahun 2006 penulis diterima di Program studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK) sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

Sejak Tahun 2001 penulis bekerja di Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan Kuningan (STIKKU) yang selanjutnya menjadi Fakultas Kehutanan Univesitas Kuningan hingga saat ini.

(11)

DAFTAR ISI halaman DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan Penelitian ... 4 1.3 Manfaat Penelitian ... 4 1.4 Hipotesis ... 5 1.5 Identifikasi Masalah ... 5 1.6 Kerangka Pemikiran ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompos Serbuk Gergaji ... 9

2.2 Bahan Pembenah Tanah ... 11

2.1.1 Arang ... 13

2.1.2 Batubara ... 13

2.3 Jenis Tanaman... 14

2.3.1 Aquilaria crassna (Gaharu) ... 14

2.3.2 Palaquium sp. (Nyatoh) ... 15

2.3.3 Calophyllum sp. (Kapur Naga)... 17

2.4 Fungi Mikoriza Arbuskula... 18

2.5 Pertumbuhan dan Kualitas Bibit ... 21

III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 23

3.2 Bahan dan Alat... 23

3.3 Metode Penelitian... 24

3.4 Tahapan Kegiatan... 25

(12)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil... 30

4.1.1 Karakteristik Media Tanam... 30

4.1.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman ... 31

4.2 Pembahasan ... 63

4.2.1 Karakteristik Media Tanam... 63

4.2.2 Perkembangan FMA ... 65

4.2.3 Kualitas Bibit... 70

4.2.4 Serapan Hara ... 79

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 83

5.2 Saran ... 84

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Jenis-jenis bahan pembenah tanah ...

12

2 Jenis-jenis bahan pembenah tanah ... 12

3 Karakteristik media tanam topsoil yang telah dicampurkan dengan kompos serbuk gergaji... 30

4 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh FMA dan pembenah tanah terhadap perkembangan FMA dan pertumbuhan semai A. crassna (14 mst)... 31

5 Pengaruh interaksi inokulasi FMA dan penambahan pembenah tanah

terhadap kolonisasi akar semai A. crassna (14 mst) ... 33

6 Pengaruh interaksi inokulasi FMA dan pembenah tanah terhadap jumlah spora pada media semai A. crassna (14 mst) ... 33

7 Pengaruh interaksi inokulasi FMA dan pembenah tanah terhadap tinggi semai A.crassna (14 mst) ... 34

8 Pengaruh interaksi inokulasi FMA dan pembenah tanah terhadap diameter semai A. crassna (14 mst ) ... 37

9 Pengaruh jenis inokulasi FMA terhadap jumlah daun semai A. crassna

(14 mst) ... 38

10 Pengaruh penambahan pembenah tanah terhadap jumlah daun semai

A. crassna (14 mst) ... 38

11 Pengaruh jenis inokulasi FMA terhadap kekokohan semai A. crassna

(14 mts) ... 40

(14)

12 Pengaruh penambahan pembenah tanah terhadap kekokohan semai

A. crassna (14 mst) ... 40

13 Pengaruh inokulasi FMA terhadap berat kering total semai

A. crassna (14 mts) ... 41

14 Pengaruh penambahan pembenah tanah terhadap berat kering total semai A.

crassna (14 mst)... 41

15 Pengaruh penambahan pembenah tanah terhadap Nisbah Pucuk akar (NPA) semai A. crassna (14 mst) ... 42

16 Pengaruh inokulasi FMA terhadap panjang akar semai A. crassna (14 mts)... 42

17 Pengaruh interaksi jenis inoculum FMA dan pembenah tanah terhadap

perkembangan mikroba pada media tanam semai A. crassna (14 mst) ... 43

18 Pengaruh inokulasi FMA terhadap serapan P dan N semai A. crassna

(14 mst) ... 44

19 Pengaruh penambahan pembenah tanah terhadap serapan P dan N semai A.

crassna (14 mst)... 44

20 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh FMA dan pembenah tanah terhadap media tanam semai A. crassna (14 mst) ... 45

21 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh FMA dan pembenah tanah terhadap perkembangan FMA dan pertumbuhan semai Palaquium sp.

(14 mst) ... 46

22 Pengaruh interaksi jenis inokulum FMA dan pembenah tanah terhadap % kolonisasi akar Palaquium sp. (14 mst )... 47

23 Pengaruh inokulasi FMA terhadap tinggi semai Palaquium sp. (14 mts) ... 48

(15)

24 Pengaruh interaksi inokulasi FMA dan pembenah tanah terhadap jumlah spora semai Palaquium sp. (14 mst) ... 48

25 Pengaruh pembenah tanah terhadap tinggi semai Palaquium sp. (14 mst)... 49

26 Pengaruh interaksi jenis inoculum FMA dan penambahan pembenah tanah terhadap diameter pada semai Palaquium sp.(14 mst) ... 50

27 Pengaruh interaksi perlakuan inokulasi FMA dan pembenah tanah terhadap kekokohan semai Palaquium sp. (14 mst)... 51

28 Pengaruh jenis inoculum FMA terhadap IMB semai Palaquium sp. (14 mts) ... 52

29 Pengaruh pembenah tanah terhadap perkembangan mikroba media semai

Palaquium sp. (14 mst) ... 53

30 Pengaruh interaksi inokulasi FMA dan penambahan pembenah tanah terhadap serapan P pada semai Palaquium sp. (14 mst) ... 54

31 Pengaruh interaksi jenis inoculum FMA dan penambahan pembenah tanah terhadap serapan N pada semai Palaquium sp. ... 55

32 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh FMA dan pembenah tanah terhadap media semai Palaquium sp. (14 mst)... 56

33 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh FMA dan bahan pembenah tanah terhadap perkembangan FMA dan pertumbuhan Calophyllum sp. (14 mst)... 57

34 Pengaruh inokulasi FMA terhadap kolonisasi akar Calophyllum sp. (14 mts) ... 58

35 Pengaruh penambahan pembenah tanah terhadap kolonisasi akar semai

Calophyllum sp. (14 mst) ... 58

(16)

36 Pengaruh interaksi inokulasi FMA dan pembenah tanah terhadap jumlah spora pada semai Calophyllum sp. ... 59

37 Pengaruh interaksi jenis inoculum FMA dan pembenah tanah terhadap

perkembangan mikroba pada Calophyllum sp... 62

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Grafik pertumbuhan tinggi semai A. Crassna hingga umur 14 mst

pada media kompos serbuk gergaji plus yang diperkaya pembenah tanah dan inokulasi jenis FMA ... 2 Grafik pertumbuhan diameter semai A. crassna hingga umur 14 mst

pada media kompos serbuk gergaji plus yang diperkaya bahan pembenah tanah dan inokulasi jenis FMA ... 3 Grafik pertambahan jumlah daun semai A. crassna hingga umur 14 mst pada

media kompos serbuk gergaji plus yang diperkaya bahan pembenah tanah dan inokulasi jenis FMA ... 4 Grafik pertambahan tinggi semai Pallaquium sp. hingga umur 14 mst

pada media kompos serbuk gergaji plus yang diperkaya pembenah tanah dan inokulasi jenis FMA... 5 Grafik pertambahan diameter semai Pallaquium sp. hingga umur 14 mst

pada media kompos serbuk gergaji plus yang diperkaya pembenah tanah dan inokulasi FMA ... 6 Pengaruh tunggal perlakuan inokulasi FMA dan penambahan pembenah

tanah terhadap jumlah daun, Berat Kering Total (BKT), Panjang akar (PA) dan Nisbah Pucuk akar (NPA) pada bibit Palaquium sp. (14 mst) ...

7 Pengaruh tunggal perlakuan penambahan pembenah tanah terhadap tinggi, diameter, jumlah daun, BKT, PA, NPA dan kekokohan bibit Calophyllum sp. (14 mst) ... 8 Grafik tertambahan tinggi dan diameter semai Calophyllum sp. hingga umur

14 mst pada media kompos serbuk gergaji plus yang diperkaya bahan

pembenah tanah dan inokulasi jenis FMA ... 9 Pengaruh tunggal perlakuan inokulasi FMA terhadap tinggi, diameter, jumlah

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Grafik pertumbuhan tinggi semai A. Crassna hingga umur 14 mst pada media kompos serbuk gergaji plus yang diperkaya pembenah tanah dan inokulasi jenis FMA ... 2 Grafik pertumbuhan diameter semai A. crassna hingga umur 14 mst

pada media kompos serbuk gergaji plus yang diperkaya bahan pembenah tanah dan inokulasi jenis FMA ...

(19)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan pertambangan bahan galian berharga dari lapisan bumi telah berlangsung sejak lama. Selama kurun waktu 50 tahun, konsep dasar pengolahan relatif tidak berubah, yang berubah adalah skala kegiatannya. Salah satu teknik tambang terbuka adalah metode open mining (tambang terbuka). Dengan menggunakan alat pengeruk, penggalian dilakukan pada suatu bidang galian yang cukup luas untuk mengambil mineral. Teknik tambang seperti ini biasanya digunakan untuk menggali deposit batubara dalam jumlah besar. Ekstraksi bahan mineral dengan tambang terbuka sering menyebabkan terpotongnya puncak gunung dan menimbulkan lubang yang besar (Sukandarrumidi 2004).

Proses penambangan batubara ini akan mengakibatkan kerusakan tanah secara permanen karena perubahan bentang alam yang selanjutnya merubah kondisi ekosistem dalam arti luas. Perubahan kimiawi terutama berdampak terhadap air tanah dan air permukaan, berlanjut secara fisik perubahan morfologi dan topografi lahan. Lebih jauh lagi adalah perubahan iklim mikro yang disebabkan perubahan kecepatan angin, gangguan habitat biologi berupa flora dan fauna (biodiversitas), serta penurunan produktivitas tanah dengan akibat menjadi tandus atau gundul. Penurunan produktifitas tanah yang ditimbulkan antara lain kondisi fisik, kimia, dan biologis tanah menjadi buruk, seperti contohnya lapisan tanah tidak berprofil, terjadi bulk density (pemadatan), kekurangan unsur hara yang penting, pH rendah, pencemaran oleh logam-logam berat pada lahan bekas tambang, serta penurunan populasi mikroba tanah (Suprapto 2008; Rajagukguk 2008).

Keadaan yang demikian menyebabkan banyak terjadi kegagalan dalam melakukan penanaman bibit di lahan bekas tambang. Untuk itu diperlukan bibit yang mempunyai ketahanan dan adaptasi tinggi terhadap kondisi lahan marjinal yang terbuka, kering, miskin hara, dan lain-lain. Hal ini dapat dilakukan sejak pembuatan bibit di persemaian.

Pembuatan bibit di persemaian selama ini sangat mengandalkan keberadaan tanah topsoil sebagai media semai padahal untuk daerah bekas tambang terbuka ini topsoil yang terkupas akan tertimbun bersama batuan miskin

(20)

mineral, spoils, dan tailing yang merupakan bahan limbah proses pemurnian (Rajagukguk 2008). Untuk upaya reklamasi, pembuatan bibit biasanya mendatangkan topsoil dari wilayah lain sehingga secara tidak disadari minimbulkan kerusakan pula di wilayah tersebut karena pengambilan topsoil dalam jumlah banyak disamping pula biaya yang cukup besar, maka untuk mengurangi kerusakan semakin meluas diperlukan alternatif media yang murah, mudah didapat, mudah ditangani dan yang terpenting mampu mendukung pertumbuhan semai tanaman baik di persemaian hingga adaptif di lapangan.

Sekitar 50% keberhasilan tanaman di lapangan pada awalnya ditentukan oleh kualitas semai yang ditanam (Perum Perhutani 2005), sehingga untuk menjamin pertumbuhan semai optimal sangat dipengaruhi oleh kondisi media tumbuhnya. Kondisi media tumbuh harus dapat memberikan habitat yang baik untuk pertumbuhan tanaman secara keseluruhan. Media tumbuh merupakan tempat tanaman hidup yang menyediakan dukungan fisik untuk berpegang bagi perakaran, menyediakan nutrisi dan lingkungan yang diperlukan untuk tumbuh sampai daur hidup yang diinginkan. Untuk itu diperlukan teknologi yang tepat agar didapatkan tanaman yang berkualitas, murah dan tidak merusak lingkungan.

Serbuk gergaji merupakan limbah industri penggergajian yang cukup melimpah dan berpotensi tetapi masih belum termanfaatkan secara optimal di masyarakat (Pari 2002). Potensi kayu gergajian Indonesia mencapai 4.3 m3 per tahun (FAO 2005) dengan asumsi bahwa jumlah limbah yang terbentuk 54.24 % dari produksi total (Martawijaya dan Sutigno 1990), maka dihasilkan limbah penggergajian sebanyak 2.3 juta m3 per tahun; angka ini cukup besar karena mencapai sekitar separuh dari produksi kayu gergajian. Sejumlah teknologi telah diupayakan untuk memanfaatkan limbah ini misalnya dengan pembuatan arang, kompos atau media tanam jamur komersil tetapi jumlah limbah yang dihasilkan masih terlalu besar dibandingkan dengan upaya pemanfaatan yang telah diusahakan. Salah satu penanganan limbah serbuk gergaji ini adalah memanfaatkanya menjadi kompos dengan cara biokonversi limbah padat tersebut.

Kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antar mikroba yang bekerja didalamnya. Kompos sebagai produk dari proses penguraian bahan organik memiliki sifat-sifat

(21)

yang baik untuk menyuburkan tanah dan menyediakan unsur hara bagi tanaman sehingga penggunaannya cukup luas sebagai bahan pembangun kesuburan tanah maupun media tanam (Susanto 2002; Imas 1988; Simamora 2006). Pada banyak penelitian telah dibuktikan adanya peningkatan pertumbuhan yang nyata baik pada semai maupun tanaman di lapangan dengan menambahkan kompos pada media tanam (Suryani 2006; Komarayati 1993, 1996). Maka kompos serbuk gergaji ini diharapkan akan menjadi alternatif media tanam semai untuk dapat sedikit menggantikan media tanam tanah (topsoil) di persemaian.

Alternatif lain yang juga digunakan sebagai pembangun kesuburan tanah (disebut bahan pembenah tanah atau soil conditioning) adalah dengan menambahkan arang pada media tanam seperti beberapa penelitian yang dilakukan oleh Gusmailina et al. (2002) dan Siregar (2005) dimana pemberian arang memberikan hasil peningkatan pertumbuhan tanaman yang nyata. Demikian pula pemberian batubara diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan semai sekaligus sebagai bahan adaptasi semai terhadap lingkungan areal tambang. Secara fisik kimia kandungan arang dan batubara relatif sama tersusun oleh senyawa hidrocarbon yang telah mengalami proses dekomposisi dan coalifikasi selama bertahun-tahun, oleh karena itu pemberian arang dan/atau batubara diharapkan menjadi alternatif untuk memperbaiki kondisi media agar tidak mengalami defisit hara dan siap menjadi media tumbuh tanaman.

Peningkatan pertumbuhan tanaman di persemaian juga dapat dibantu oleh suatu asosiasi antara akar tanaman dengan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA). FMA adalah suatu bentuk simbiosis mutualisme akar tanaman dengan fungi yang berperan pada proses penyerapan hara dari tanah atau media tumbuh sehingga akar mempunyai daya absorbsi yang tinggi terhadap hara dan mineral (Setiadi 1989; Santoso dan Turjaman 2006). Penggunaan FMA terutama untuk memperkecil keterbatasan akar pada penyerapan hara dan air di dalam tanah, dengan adanya hifa akan membantu penyerapan hara yang tidak tersedia bagi tanaman (Smith dan Read 1997). Penggunaan FMA pada kompos limbah serbuk gergaji yang diperkaya dengan arang dan batubara sebagai alternatif media tumbuh semai belum banyak dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini mencoba untuk melihat peluang pemanfaatan FMA dalam penyerapan hara dari media

(22)

tanam alternatif kompos serbuk gergaji yang belum lazim digunakan pada tanaman kehutanan.

1.2 Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh penggunaan kompos serbuk gergaji terhadap petumbuhan tanaman uji (Aquilaria crassna, Palaquium sp., dan

Calophyllum sp.)

2. Mengetahui pengaruh penggunaan arang dan/atau batubara (coal) sebagai bahan pembenah tanah terhadap pertumbuhan tanaman uji

3. Mengetahui pengaruh bahan pembenah tanah terhadap terhadap perkembangan FMA

4. Mengetahui pengaruh FMA (Glomus etunicatum dan Gigaspora

margarita) yang diinokulasikan pada pertumbuhan semai tanaman uji

5. Mengetahui pengaruh interaksi inokulasi FMA dan pembenah tanah terhadap pertumbuhan tanaman uji

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata terhadap penanganan masalah penyediaan bibit berkualitas dengan memanfaatkan limbah penggergajian dan kebutuhan media tanam semai di areal yang miskin hara (topsoil) seperti pada lahan bekas tambang batubara dengan memanfaatkan berbagai teknologi untuk meningkatkan kondisi media tanam semai di persemaian. Upaya ini juga diharapkan akan mengurangi penggunaan topsoil sebagai media semai sehingga kerusakan akibat pengambilan topsoil dapat ditekan dengan tidak mengganggu upaya perbanyakan bibit tanaman.

(23)

1.4 Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah :

1. Kompos serbuk gergaji dapat digunakan sebagai media tumbuh alternatif pada semai tanaman uji

2. Penggunaan bahan pembenah tanah (arang dan batubara) memberikan pengaruh pada pertumbuhan tanaman

3. Penggunaan bahan pembenah tanah dapat meningkatkan perkembangan FMA pada media tanam

4. Penggunaan FMA akan meningkatkan pertumbuhan semai tanaman 5. Interaksi FMA dan bahan pembenah tanah akan meningkatkan

pertumbuhan tanaman

1.5 Identifikasi masalah

Faktor lingkungan sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, yaitu : cahaya, tunjangan mekanik, suhu, hara, dan air. Tanah atau media tumbuh diharapkan memenuhi syarat dengan menyediakan seluruh atau sebagian kebutuhan dari faktor lingkungan kecuali cahaya. Kemampuan dan ketersediaan tanah sebagai media tanam yang menyediakan hara bagi tanaman merupakan masalah utama dalam produksi tanaman (bibit) terutama pada daerah-daerah yang marjinal/miskin hara. Perkembangan perakaran berhubungan erat dengan kesuburan media tanamnya. Semakin subur media tanam semai, perkembangan akan semakin besar dan semakin tinggi penetrasi akar pada media. Dampak nutrisi terhadap perkembangan akar terlihat dalam perkembangan bagian atas tanaman, turgor, kesehatan tanaman, dan kemampuan hidupnya.

Kondisi tanah yang kritis dan masalah ketersediaan media tanam dapat diatasi dengan pemberian bahan organik yang bersifat ruah sekaligus penggunaan pembenah tanah dan selanjutnya didukung pula dengan pemanfaatan simbiosis mikroorganisme tanah yang bermanfaat seperti FMA. Bahan dasar pupuk organik yang banyak digunakan adalah limbah pertanian atau biomassa tanaman yang terlebih dahulu melalui proses pengomposan sehingga hara yang terkandung

(24)

didalamnya menjadi tersedia bagi tanaman dan akan memberikan perubahan fisik, kimia dan biologi tanah.

Beberapa penelitian pemanfaatan serbuk gergaji sebagai media tanam, diantaranya adalah yang dilakukan oleh Komarayati (1993). Penelitian tersebut menggunakan serbuk gergaji sebagai media tanam dikombinasikan residu padat pada bibit sengon (Paraseriantes falcataria). Demikian pula penelitian serbuk gergaji yang dikomposkan dan diaplikasikan baik pada semai maupun di lapangan pun telah dilakukan. Hasil penelitian penelitian-penelitian tersebut penunjukkan potensi kompos serbuk gergaji bagi pertumbuhan tanaman cukup nyata dalam peningkatan tinggi dan diameter walaupun belum memberikan hasil terbaik

Atas dasar pengalaman penelitian tersebut maka diperlukan penelitian dengan mengacu pada saran dan kesimpulan yang telah diberikan untuk mendapatkan kualitas bibit tanaman kehutanan yang baik dan adaptif di lapangan. Selanjutnya untuk mendukung kondisi media tumbuh, penggunaan pembenah tanah (soil conditioning) seperti arang dan batu bara juga dapat digunakan; serta sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, keberadaan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) juga telah banyak diteliti dan nyata memberikan pengaruh yang besar. Oleh karena itu kombinasi-kombinasi teknologi ini diperlukan secara keseluruhan untuk mendapatkan kualitas bibit optimal yang dapat tumbuh pada lahan miskin hara seperti areal bekas tambang ini.

Selama ini upaya penelitian dan perbanyakan bibit tanaman lebih banyak pada jenis-jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing spesies), padahal keanekaragaman jenis tumbuhan di Indonesia sangat besar sehingga masih belum banyak informasi-informasi pemanfaatan teknologi terbaru yang diaplikasikan untuk jenis-jenis tanaman lokal yang dimiliki, seperti A. crassna (gaharu) baru beberapa tahun terakhir dimulai penelitian yang dipelopori oleh Litbang Kehutanan dari perbanyakan hingga upaya peningkatan hasilnya. Calophyllum sp. baru intensif diteliti berkaitan dengan upaya pemanfaatannya sebagai biofuel; dan Palaquium sp. pun sama seperti jenis diatas baru terbatas pada upaya pemanfaatannya. Penelitian pembudidayaan untuk jenis-jenis ini sudah saatnya dimulai dengan dukungan teknologi terbaru yang telah banyak dikembangkan

(25)

sehingga membantu upaya pemulihan areal hutan yang rusak untuk kembali seperti semua berjalan dengan optimal.

Berdasarkan uraian diatas beberapa masalah yang akan dikaji pada penelitian ini adalah :

 Apakah kompos serbuk gergaji dapat digunakan sebagai pengganti topsoil dan berpengaruh terhadap pertumbuhan semai di persemaian pada tanaman kehutanan ?

 Apakah arang dan batubara dapat digunakan sebagai bahan pembenah tanah (soil conditioning) ?

 Apakah bahan pembenah tanah akan meningkatkan perkembangan FMA?

 Apakah FMA berpengaruh terhadap pertumbuhan semai tanaman yang ditanam pada media kompos serbuk gergaji ?

 Apakah terdapat interaksi antara perlakuan FMA dan pembenah tanah terhadap peningkatan pertumbuhan semai tanaman ?

(26)

1.6 Kerangka pemikiran

Kerangka pemikiran penelitian yang mendasari penelitian ini dapat terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian Lahan bekas tambang :

BD tinggi, porositas/drainase rendah, pH rendah, KTK rendah, BOT rendah, suhu tinggi,hara makro/mikro

Kendala revegetasi

alamiah System reklamasi terpadu penimbunan

persemaian penanaman pemeliharaan monitoring Input Teknologi

Media tumbuh semai Pemuliaan; pemilihan jenis

Mikroorganisme

Kompos serbuk gergaji potensi tinggi,

pembenah tanah arang dan batubara

mikoriza

Jenis lokal, nilai ekonomis tinggi

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kompos Serbuk Gergaji

Limbah kayu berupa serbuk gergaji merupakan hasil samping pengolahan biomassa kayu berserat yang mengandung lignoselulosa dan fraksi organik tinggi. Sejumlah teknologi telah diupayakan untuk memanfaatkan limbah ini misalnya dengan pembuatan arang, kompos atau media tanam jamur komersil (jamur tiram, jamur kayu, shitake, dan lain-lain) dan seiring dengan semakin meningkatnya harga bahan bakar pemanfaatan serbuk gergaji sebagai bahan bakar pun semakin meningkat disamping juga digunakan sebagai bahan organik campuran pada pembuatan kompos (Gusmailina 2002; Komarayati 1996; Pari 2002). Teknologi pemanfaatan serbuk gergaji masih perlu untuk ditingkatkan aplikasi dan prosesnya sehingga mudah diadopsi serta diperlukan secara luas oleh masyarakat sehingga penumpukan limbah ini pun dapat teratasi oleh masyarakat luas. Menurut Pari (2002) limbah penggergajian ini pada kenyataannya di lapangan masih banyak yang ditumpuk dan bahkan sebagian dibuang ke aliran sungai yang menyebabkan pencemaran air atau dibakar langsung sehingga ikut menambah emisi karbon di atmosfer dan berdampak buruk bagi lingkungan.

Biokonversi serbuk gergaji merupakan salah satu alternatif pemanfaatan serbuk gergaji menjadi kompos melalui proses perubahan bahan organik kompleks menjadi bahan organik sederhana dengan bantuan mikroba melalui proses fermentasi anaerob yang dapat digunakan secara langsung atau dicampurkan sebagai media pertumbuhan tanaman (Komarayati 1996). Proses ini dikenal dengan metode bokashi yang telah dikenal sejak lama di Jepang. Secara tradisional bokhasi dibuat dengan cara memfermentasikan bahan organik dengan tanah dari hutan atau gunung yang mengandung berbagai jenis mikroba dekomposer aktif misalnya gambut (peat).

Gambut (peat) merupakan salah satu jenis tanah yang pembentukannya berasal dari proses dekomposisi tumbuhan yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama melalui proses immobilisasi dan mineralisasi yang juga dipengaruh oleh kondisi lingkungannya (Lazuardi et al. 2004). Proses dekomposisi tumbuhan dalam pembentukan gambut berlangsung dengan bekerjanya satwa tanah dan

(28)

mikroba tanah sehingga terjadi peruraian bahan organik tumbuhan menjadi mineral yang tersedia bagi tumbuhan (Sukandarrumidi 2004).

Pemberian bahan organik ke dalam tanah memberikan dampak yang baik terhadap rizosfer akar. Tanaman akan memberikan respon yang positif bila rizosfer sebagai tempat berkembangnya akar memberikan habitat yang baik untuk pertumbuhan perakarannya. Penggunaan bahan organik telah terbukti banyak meningkatkan pertumbuhan tanaman (Rao 1994). Hasil penelitian Suryani (2007) memberikan kompos pada tanaman jeruk dapat meningkatkan ketersediaan hara dan aktifitas cacing tanah serta meningkatkan jumlah buah yang dihasilkan.

Muller-Samann dan Kotschi (2000) dalam Suryani (2007) menyimpulkan empat fungsi penting kompos, yaitu :

a. Fungsi nutrisi, unsur hara kompos lebih lengkap karena mengandung unsur hara makro sekaligus unsur hara mikro yang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman walaupun dalam jumlah yang sedikit.

b. Memperbaiki kondisi tanah baik sebagai akibat peningkatan populasi dan aktifitas mikroba serta peningkatan presentase bahan organik tanah. c. Meningkatkan daya tahan tanaman terhadap hama dan penyakit.

d. Secara ekologis penggunaan kompos akan mengurangi timbunan sampah, mengurangi pencemaran dan peningkatan perbaikan sanitasi. Disamping itu pula pemakaian kompos sebagai media tanam akan mengurangi pemakaian topsoil atau pengambilan humus pada lantai hutan, mengurangi pencemaran akibat pemakaian pupuk kimia dan obat-obatan yang berbahaya, meningkatkan kesuburan lahan dan serapan air.

Menurut Susanto (2002) penggunaan kompos (pupuk organik) juga memiliki kelemahan, diantaranya adalah :

a. diperlukan dalam jumlah sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan unsur hara dari suatu pertanamanan

b. hara yang dikandung untuk bahan yang sejenis sangat bervariasi

c. bersifat ruah (bulky), baik dalam pengangkutan maupun penggunaannya di lapangan

d. kemungkinan akan menimbulkan kekahatan unsur hara apabila bahan organik yang diberikan belum cukup matang

(29)

Kompos cenderung berperan menjaga fungsi tanah agar unsur hara dalam tanah mudah dimanfaatkan oleh tanaman untuk menyerap unsur hara yang tersedia selain juga mengandung unsur hara yang lengkap. Komponen kompos yang paling berpengaruh terhadap sifat kimia tanah adalah kandungan humusnya. Humus yang menjadi asam humat atau jenis asam lainnya dapat melarutkan zat besi (Fe) dan aluminium (Al). Kedua unsur ini mengikat senyawa pospat yang merupakan sumber phospor bagi tanaman. Apabila pospat ini diikat oleh besi atau aluminium akibatnya tidak dapat diserap tanaman. Namun adanya asam humat yang dapat melarutkan Fe dan Al, senyawa phospat akan lepas dan menjadi senyawa pospat tersedia yang dapat terserap tanaman (Rao 1994; Dirjen Dikti 1991)

2.2 Bahan Pembenah Tanah Konsep penggunaan bahan pembenah tanah adalah :

a. Pemantapan agregat tanah untuk mencegah erosi dan pencemaran

b. Merubah sifat hidrofobik atau hidrofilik sehingga merubah kapasitas tanah menahan air

c. Meningkatkan KTK (kapasitas tukar kation tanah)

Bahan pembenah tanah dibedakan menjadi 2 yaitu alami dan sintetis (buatan pabrik), dan berdasarkan senyawa pembentuknya juga dapat dibedakan dalam 2 kategori yaitu : pembenah tanah organik (termasuk hayati) dan pembenah tanah anorganik.

Beberapa bahan pembenah tanah juga mampu mensuplai unsur hara tertentu meskipun jumlahnya relatif kecil dan seringkali tidak semua unsur hara terkandung dalam bahan pembenah tanah yang digunakan.

Penggunaan bahan pembenah tanah pada banyak penelitian telah terbukti menunjukkan hasil positif pada pertumbuhan dan peningkatan produktifitas (hasil) tanaman baik tanaman pertanian, hortikultur maupun kehutanan. Bahan pembenah tanah organik berupa pupuk kandang, pupuk hijau, kompos sisa tanaman dan lain sebagainya telah dibuktikan efektifitasnya baik untuk memperbaiki sifat fisik kimia dan biologi tanah. Namun penggunaan bahan-bahan tersebut belum bisa dikembangkan pada level petani karena bahan tersebut harus melalui proses terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan, disamping itu penggunaan pembenah

(30)

tanah ini dirasakan kurang memberikan hasil yang lebih banyak oleh petani dibandingkan pupuk buatan (Sutanto 2002).

Berbagai bahan baik alamiah maupun buatan yang dapat digunakan sebagai bahan pembenah tanah disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Jenis-jenis bahan pembenah tanah

Nama bahan pembenah Jenis

Sintetis :

VAMA (maleic anhidride-vinyl acetate copolimers) organik HPAN (Partly hydrozed polyacrilonitrill) An organik

SPA (sodium polyacryl) An organik

PAAm?PAM Organik

Poly-DADMAC An organik

Hydrostock An organik

Alami :

Emulsi aspal (bitumen) An organik

Lateks, skim lateks Organik

Kapur pertanian An organik

Fosfat alam An organik

Blotog Organik

Sari kering limbah (SKL) Organik

Zeolit An organik

Bahan organik dengan C/N rasio 7-12 organik

Sumber : Puslitbangtanak 2008

Oleh karena itu bila bahan pembenah tanah akan digunakan dalam usaha peningkatan pertumbuhan dan produktifitas tanaman maka diperlukan pemilihan bahan pembenah yang murah, mudah, bersifat insitu dan terbarukan. Selain itu pula penggunaan bahan pembenah tanah harus memperhatikan dampak negatifnya terhadap lingkungan, diperhatikan pula faktor ketersediaan dan jaminan mutu serta harga. Persyaratan teknis bahan pembenah tanah yang dianjurkan seperti tertera pada Tabel 2.

Tabel 2. Persyaratan teknis bahan pembenah tanah

Sumber : Puslitbangtanak, 2008

No Parameter Satuan Persyaratan

1. Bahan aktif (sintetis) * % Dicantumkan

2. KTK ** C mol(+)/kg >80

3. pH >4

4. Kadar logam berat

As ppm <10

Hg ppm <1

Pb ppm <50

(31)

Keberadaan lahan yang mengalami degradasi semakin meningkat dari tahun ketahun baik luasan maupun tingkat degradasinya seperti pada bekas lahan tambang batu bara yang menghilangkan seluruh topsoil tanah. Menurut Puslitbangtanak (2008) menunjukkan 11 propinsi di Indonesia terdapat 10.94 juta ha lahan kritis oleh karena itu penggunaan pembenah tanah sangat diperlukan untuk mempercepat laju pemulihan lahan-lahan tersebut.

2.2.1 Arang

Salah satu alternatif yang dapat dikembangkan dan mempunyai prospek sebagai bahan pembenah tanah untuk memperbaiki kondisi lahan yang rusak dan kritis adalah dengan memperbaiki kesuburan tanah yang dapat dilakukan dengan menggunakan/penambahkan arang baik pada tingkat semai di persemaian maupun di lapangan sehingga tanah tidak mengalami kekurangan hara akibat pemanenan dan selalu siap sebagai media tumbuh tanaman. Menurut Gusmailina

et al. (2000) keuntungan yang akan diperoleh dengan pemberian arang antara lain

: memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah sehingga dapat merangsang pertumbuhan akar serta memberikan habitat yang baik untuk pertumbuhan tanaman; mampu meningkatkan pH tanah yang akan memperbaiki sirkulasi air dan udara serta berfungsi sebagai media untuk mengikat karbon dalam tanah (Herdiana et al. 2008); memudahkan terjadinya pembentukan dan peningkatan jumlah spora baik ekto maupun endomikoriza.

Beberapa penelitian menunjukkan penambahan arang sebagai soil

conditioning memberikan respon yang positif terhadap pertumbuhan tanaman.

Gusmailina et al. (2000) menambahkan 20% arang kulit kayu tusam dan 30% arang kulit Acacia mangium mendapatkan pertambahan diameter batang semai

Eucalyptus urophylla selama 4.5 bulan sebesar 0.56 cm dan pertambahan tinggi

sebesar 16.75% dan 16.96%.

2.2.2 Batu Bara

Batubara (coal) terbentuk dengan sangat kompleks dan memerlukan waktu yang lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) dari terendapnya tumbuhan yang telah mati dengan komposisi utama dari sellulosa kemudian tertutup oleh lapisan

(32)

sedimen dan mengalami proses coalification. Proses pembentukan batubara atau

coalification merupakan proses fisika dan kimia alam yang akan mengubah

sellulosa menjadi lignit, subbitumine, bitumine dan antrasit. Terdapat banyak faktor yang diperlukan dan mempengaruhi pembentukan batubara, yaitu : posisi geotektonik, topografi (morfologi), iklim, penurunan, dan pengendapan, umur geologi, tumbuh-tumbuhan, dekomposisi, sejarah setelah pengendapan, struktur cekungan batubara, metamorfosis organik (Sukandarrumidi 2004).

Reaksi pembentukan batubara digambarkan sebagai berikut :

5(C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O +6CO2 +CO sellulosa lignit gas metan

5 (C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4 +8H2O + 6CO2 + CO sellulosa bitumin gas metan

Batubara mengandung bahan yang mudah terbakar dan bahan yang tidak mudah terbakar yang disebut abu. Bahan yang mudah terbakar terdiri dari carbon terikat, senyawa hidrocarbon, sulfur, nitrogen, dan pospor; bahan abunya terdiri dari : SiO2,Al2O3, Fe2O3, CaO dan alkali (Trimasonjaya 2008).

Batubara merupakan proses lanjut dari pembentukan tanah gambut dimana dengan kandungan carbon terikat yang cukup tinggi seperti juga halnya arang, mungkin dengan bahan penyusun yang relatif sama ini memberi peluang pemanfaatan batubara untuk dapat berperan dalam pertumbuhan tanaman terutama untuk mempersiapkan bibit tanaman yang berkualitas yang juga diharapkan dapat tumbuh survival pada lapangan yang mengandung batubara.

2.3 Jenis Tanaman 2.3.1 Aquilaria crassna Pierre ex Lecomte (Gaharu)

Taksonomi

Gaharu mengacu pada kayu yang memiliki kandungan damar wangi. Produk ini dihasilkan terutama oleh pohon dari genus Aquilaria, Aetoxylon, Enkia, Phaleria,

Wilkstroemia dan Gyrinops. Terdapat 15 spesies Aquilaria yang diketahui

menghasilkan gaharu dan merupakan jenis gaharu terbaik dengan permintaan terbesar dipasaran salah satunya adalah A. crassna. Berdasarkan ilmu taksonomi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

(33)

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Myrtales Famili : Thymelaeacea

Species : Aquilaria crassna Pierre ex Lecomte

Diskripsi

Pohon selalu hijau selama hidupnya dengan tinggi mencapai 15-20 m dan diameter 40-50 cm. Daun berbentuk elips atau lanset, ukuran lebar 3-3.5 cm dan panjang 6-8 cm serta memiliki 12-16 pasang tulang daun. Bunganya hermaprodit berwarna kuning kehijauan atau putih. Buah berwarna hijau berbentuk kapsul seperti telur, biasanya berisi 2 benih per buah. Pohon ini memiliki tajuk yang kecil dan batang yang lurus. Jenis ini dapat ditemukan pada berbagai jenis hutan, hutan primer maupun sekunder bahkan pada tanah marginal, pada daerah dengan ketinggian 300-800 mdpl dan curah hujan 1200-2000 mm/th. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah tetapi cenderung lebih baik pada tanah berbatu dengan lapisan tanah ferralitic yang dangkal.

A. crassna mulai berbunga pada usia 6-8 tahun, antara bulan Maret dan April dan mulai berbuah antara bulan Mei-Juli. Jenis ini mengalami penyerbukan dengan bantuan serangga. Pohon ini memerlukan naungan saat awal pertumbuhan tapi memerlukan cahaya matahari untuk pertumbuhan selajutnya. Budidaya gaharu dapat dilakukan dengan generatif (benih) maupun vegetatif (cabutan dan stek pucuk).

2.3.2 Palaquium sp. (Nyatoh)

Taksonomi

Dalam taksonomi tumbuhan, Palaquium sp. dikenal dengan nama daerah Nyatoh atau nama dagang gutta perca. Genus ini terdiri dari 110 spesies yang hampir kesemuanya memiliki nilai ekonomi dari getah yang cukup tinggi. Berdasarkan ilmu taksonomi nyatoh dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae

(34)

Kelas : Dicotyledonae Famili : Sapotaceae

Diskripsi

Pohon tinggi sampai 60-90 m dengan diameter antara 130-250 cm. Batang lurus, bulat bertorak disangga banir kecil dengan mahkota yang tidak lebar, cabang teratur. Daunnya seperti belalang dengan bagian bawah mengilap berwarna seperti emas. Kayunya coklat muda sampai kemerahan, mengkilat, berurat mudah, ringan, mudah dikerjakan, dan bergambar bagus dengan kayu termasuk berkelas awet III. Daun berbentuk oval, tersusun berbentuk spiral. Buahnya hijau bulat sampai memanjang mengandung lemak yang cukup tinggi biasanya panen raya pada bulan Januari-Maret tetapi kadang dari bulan November/Desember pun sudah mulai ada.

Penyebaran

Palaquium sp. tersebar dari bagian barat India dan Sri langka sampai selatan Cina dan Polynesia. Sebagian besar ditemukan di bagian barat Malaysia dan Kalimantan banyak diantaranya merupakan jenis endemik. Ditemukan pula di Semenanjung Malaya, Sumatera dan Papua New Guinea. Tanaman ini dapat tumbuh dari dataran rendah hingga 600 mdpl, terutama di daerah perbukitan dalam hutan dengan tanah kering tetapi ditemukan pula di daerah lumpur dan rawa air tawar, tumbuh tersebar biasanya di lapangan yang agak miring.

Penggunaan

Kayu Palaquium sp. atau nyatoh ini banyak digunakan untuk berbagai kebutuhan sebagai geladak jembatan, kontruksi bagian atas rumah, mebel, alat rumah tangga, papan lantai, kano, kasau, dayung, kasau, balok, dan lain-lain. Yang paling penting adalah getah pohon ini memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi, getahnya disebut gutta perca yang digunakan untuk penyekat dan bahan pembungkus kabel bawah laut atau penyekat pada instalasi pabrikan, pembuatan bola golf, alat-alat transmisi, alat elektronik, pipa, wadah tahan asam, dan banyak alat-alat manufaktur pabrik. Buahnya dapat dimakan dan mengandung lemak tinggi yang dapat dibuat mentega nabati, minyak bijinya digunakan untuk

(35)

memasak atau bahan pembuatan sabun. Di beberapa daerah getahnya digunakan untuk mencegah atau pengobatan sakit gigi.

2.3.2 Calophyllum sp. (Kapur Naga.)

Taksonomi

Dalam taksonomi tumbuhan, Kapur Naga dikenal dengan nama

Calophyllum sp. menurut ahli botani memiliki jumlah jenis yang banyak sekitar 190 spesies. Genus Calophyllum sp. yang memiliki nama dagang bintangur banyak dikenal diberbagai daerah dengan bermacam-macam sebutan, antara lain : bintangur, nyamplung (Indonesia); penaga, bakokol (Malaysia); tharapi, poon (burna); tangbaiyai, m[uf]u (Vietnam). Berdasarkan ilmu taksonomi Calophyllum sp. dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Guttiferales Famili : Guttiferae Diskripsi

Tanaman ini adalah pohon selalu hijau sepanjang tahun, percabangan pendek, tinggi dapat mencapai 40-60 m; dengan diameter batang antara 100-240 cm. Bunga biasanya biseksual tetapi kadang berfungsi uniseksual, stamen jumlahnya banyak terdiri dari 4-16 tepal. Daun berbentuk oval menumpul berurat besar, tebal, berwarna hijau pekat, bagian atas halus karena mengandung lateks. Buahnya buah batu berbentuk bulat agak besar dengan mancung kecil di depannya, berwarna hijau selama masih tergantung pada pohon tetapi menjadi kuning atau berwarna seperti kayu jika sudah luruh. Tiap biji mengandung satu embrio. Bentuk pohon pada awal pertumbuhan biasanya lurus tetapi kemudian agak membengkok atau bungkuk dengan tinggi bebas cabang yang tidak terlalu tinggi. Kayunya agak ringan hingga sedang, seratnya lembut tetapi padat, agak halus strukturnya dan kurang beraturan; kayunya memiliki 2 warna yakni : kelabu kadang bercak pudar semu kuning dan berwarna merah pudar seperti bata setengah terbakar. Kayunya termasuk kayu awet tapi agak sulit dikerjakan,

(36)

penggunaannya harus benar-benar dikeringkan karena nilai kerutannya cukup tinggi dan jika terlalu tipis akan melengkung tetapi kayunya tidak mudah pecah dan membelah terkenal awet terutama dalam air laut. Getah batang awalnya bening kekuningan kemudian mengeras menjadi kuning kemerahan.

Penyebaran

Calophyllum sp. sebagian besar spesiesnya ditemukan di Indomalayan,

Mikronesia, Malaysia dan bagian utara Australia. Tidak lebih dari 8 spesies ditemukan di Amerika tengah dan selatan; kira-kira 20 jenis ditemukan di Madagaskar dan sekitarnya. Di semenanjung Malaysia ditemukan ± 40 spesies, Sumatra 35 spesies, Kalimantan 65 spesies dan Papua New Guinea 35 spesies yang hampir semuanya endemik (75%). Beberapa jenis ditemukan pula di bagian barat Afrika dan tropika Amerika yang ditanam untuk kebutuhan ornamental.

Jenis ini dapat tumbuh mulai daerah pesisir pantai hingga ketinggian 300 mdpl pada dataran rendah sampai rawa-rawa.

Penggunaan

Calophyllum sp. biasanya digunakan untuk berbagai keperluan plywood, papan, furniture, kontruksi, kapal, dayung, dan lain-lain. Di beberapa tempat digunakan sebagai tiang kapal, geladak, jembatan, dan perencah. Karena sifat kayunya yang tidak mudah pecah sering digunakan sebagai roda gerobak, pipa suling dan alat musik, juga digunakan untuk dekorasi karena penampangnya yang bagus di Papua New Guenea. Getahnya yang beracun digunakan untuk meracun ikan atau tikus, kandungan toksin di batang kayunya dapat digunakan untuk pengobatan khususnya penyakit kulit, bahan ramuan jamu setelah melahirkan dan rematik. Demikian pula daunnya, bunga dan buahnya sering dimanfaatkan masyarakat setempat untuk pengobatan. Bijinya mengandung minyak yang digunakan untuk mengolah batik yang diwarnai, beberapa daerah dibuat minyak untuk penerangan dan bahan pembuatan sabun.

2.4 Fungi Mikoriza Arbuskula

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) sering disebut juga endomikoriza, ada juga yang menggunakan istilah Vesicular Arbuskula Mikoriza (VAM). Istilah

(37)

FMA digunakan untuk membedakan tipe mikoriza ini dari ektomikoriza, karena FMA biasanya tidak ada sarung (sheath) miselium cendawan di sekitar akar seperti yang terdapat pada sekeliling akar ektomikoriza. FMA merupakan cendawan yang penyebarannya sangat luas di dunia mulai dari daerah padang pasir, temperet, tropika dan dapat berasosiasi lebih dari 90% tanaman yang ada di bumi. FMA telah diketahui di dalam akar tanaman lebih dari 100 tahun yang lalu, tetapi struktur reproduktifnya baru diketahui 30 tahun terakhir (Santoso dan Turjaman 2006; Setiadi 1989; Sylvia 2005).

Semua FMA tidak mempunyai sifat morfologi dan fisiologi yang sama oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui identitasnya. Walaupun cendawan ini mempunyai sebaran inang yang sangat luas, cendawan ini mempunyai pengaruh yang spesifik juga terhadap jenis tanaman yang terinfeksi. Disamping itu cendawan ini juga mempunyai pengaruh yang bervariasi pada kultivar dalam satu jenis tanaman dan dapat pula berbeda pengaruh terhadap tanaman dalam ekosistem dan jenis tanah yang berbeda serta dalam jenis tanah yang sama tapi berbeda sifat biologinya, kimia, dan fisiknya (Brundrett et al. 1996).

Dalam Smith dan Read (1997) FMA dicirikan dengan adanya vesikula dan arbuskula. Kedua struktur ini sangat berperan dalam hidup FMA. Genus FMA yang mampu membentuk arbuskula yaitu Gigaspora, Scutellospora, Glomus, dan

Acaulospora. Arbuskula memiliki peranan penting karena fungsinya sebagai

tempat pertukaran metabolit antara tanaman dan cendawan. Fungsi struktur vesikula masih belum ketahui pasti. Banyak pendapat menyebutnya sebagai organ reproduktif atau organ penyimpanan makanan yang selanjutnya diangkut ke sel tempat pencernaan. Saat tanaman tua atau akan mati jumlah vesikel dijumpai akan meningkat. Vesikula dibentuk oleh hifa intraseluler atau interseluler dan dijumpai dalam sel korteks luar. Glomus spp dan Acaulospora spp mempunyai struktur ini. Genus Gigaspora dan Scutellospora memiliki vesikula ekstraradikal dan tidak teratur. FMA tidak semuanya membentuk vesikula dalam akar inangnya.

(38)

Ciri-ciri Fungi Mikoriza Arbuskula : 1. FMA menembus dinding sel akar inang

2. Tumbuh diantara dinding sel dan membran sel, membentuk arbuskula (pertukaran karbon/hara)

3. Beberapa spesies tertentu membentuk vesikula (organ penyimpan lemak) 4. Tidak pernah sampai menembus plasmalemma

5. Tidak membentuk mantel disekeliling akar

6. Sebagian besar aseksual tetapi ada juga yang seksual 7. Umumnya membentuk struktur reproduktif mikroskopi

Alasan mengapa FMA dapat meningkatkan penyerapan hara dalam tanah (Abbott dan Robson 1992) yaitu karena FMA dapat :

 Mengurangi jarak bagi hara untuk memasuki akar tanaman

 Meningkatkan rata-rata penyerapan hara dan konsentrasi hara pada permukaan penyerapan

 Merubah secara kimia sifat-sifat hara sehingga memudahkan penyerapannya ke dalam akar tanaman.

Berkurangnya jarak penyerapan dari hara yang masuk dengan cara difusi ke dalam akar tanaman menyebabkan terjadinya peningkatan penyerapan unsur hara, kondisi ini banyak terjadi pada tanaman yang mempunyai akar yang kasar, tersebar tipis dan sedikit rambut akarnya. Kapasitas pengambilan hara dapat ditingkatkan jika terjadi kolonisasi mikoriza pada akar karena waktu hidup akar yang dikolonisasi FMA menjadi lebih diperpanjang, ukuran percabangan serta diameter akar diperbesar dan luas permukaan absorpsi akan diperluas. Hormon pertumbuhan seperti auksin, sitokinin, dan giberelin bagi tanaman dapat juga meningkat. Akar sebagai penyerap unsur hara dan air akan bertahan lebih lama karena dengan meningkatnya auksin proses penuaan akar menjadi lambat (Delvian 2003).

Ketahanan tanaman terhadap patogen akar akan meningkat dengan adanya lapisan hifa mikoriza yang merupakan pelindung fisik masuknya patogen. Dalam proses kolonisasinya cendawan ini akan melepaskan antibiotik mematikan selain itu pula semua hasil eksudat tanaman yang dikeluarkan akan dimanfaatkan sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi patogen.

(39)

Resistensi terhadap kekeringan lebih baik pada tanaman yang bermikoriza daripada yang tidak bermikoriza. Tanaman bermikoriza akan cepat kembali pulih setelah periode kekeringan berakhir karena hifa FMA masih mampu menyerap air pada pori-pori tanah pada saat akar tanaman sudah tidak mampu. Hifa dapat mengambil air relatif lebih banyak karena penyebarannya di dalam tanah sangat luas (Munyanziza et al. 1997 dalam Mawardi 2004).

Setiadi (2000) Fungi mikoriza arbuskula dapat diisolasi dari tanah masam hingga alkalin pH 2.7-9.2 beberapa spesies memiliki kisaran pH optimum yang luas. Bagaimanapun sebagian besar beradaptasi pada kondisi pH dari FMA tersebut diisolasi. Acaulospora laevis dijumpai pada pH 4-4,5 dan tidak dijumpai pada pH yang lebih dari 6,4. Gigaspora gigantea toleran terhadap kejenuhan Al tinggi, sedangkan G. Margarita kolonisasinya tinggi pada pH 4.5-5.5 dan maksimum pada pH 5.3.

2.5 Pertumbuhan dan Kualitas bibit

Menurut Guritno (1995) Pertumbuhan adalah proses dalam kehidupan tanaman yang mengakibatkan perubahan ukuran tanaman semakin besar dan juga menentukan hasil tanaman. Pertambahan ukuran tubuh tanaman secara keseluruhan merupakan hasil dari pertambahan ukuran bagian-bagian (organ) tanaman akibat pertambahan jaringan sel yang dihasilkan oleh pertambahan ukuran sel. Jumlah sel yang semakin banyak atau ruang (volume) sel yang semakin besar membutuhkan semakin banyak bahan-bahan yang disintesis menggunakan substrat yang sesuai.

Pertumbuhan berfungsi sebagai proses yang mengolah masukan tersebut (hara) menghasilkan produk pertumbuhan. Pada tingkat sel, proses pertumbuhan menggunakan substrat senyawa organik seperti asam amino dan karbohidrat untuk menghasilkan bahan-bahan sel. Pada tingkat tumbuhan, substrat dapat dibatasi pada bahan anorganik dan unsur lain yang diambil tanaman dari lingkungannya seperti karbon dioksida, unsur hara, air, dan kuantitas radiasi matahari yang diolah menjadi bahan organik yang dapat diukur secara sederhana dengan pertambahan bobot keseluruhan tanaman atau bagian tanaman yang dipanen atau parameter lain (Salisbury dan Ross 1995).

(40)

Definisi kualitas bibit adalah kemampuan bibit untuk bertahan terhadap stess lingkungan dalam jangka waktu yang lama dan mampu tumbuh setelah ditanam di lapangan (Jhonson dan Cline dalam Pidjath 2006). Faktor utama yang mempengaruhi kualitas bibit adalah kekokohan yaitu nisbah tinggi dan diameter leher akar, yang kedua adalah nisbah pucuk akar. Dengan kata lain bibit berkualitas baik merupakan bibit yang memiliki pertumbuhan awal optimal sehingga mampu bertahan hidup dan mempertahankan pertumbuhannya dimasa-masa selanjutnya.

Kualitas bibit dapat dihitung dengan menggunakan rumus kualitas indeks Dickson et al. 1960 :

Berat kering total Indeks mutu bibit =

(41)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Hutan dan rumah kaca Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam (P3HKA) Gunung Batu Bogor. Percobaan dilaksanakan selama sepuluh bulan, mulai bulan November 2007 sampai bulan Agustus 2008

3.2 Bahan dan Alat

Bahan pengomposan yang digunakan antara lain : kompos serbuk gergaji dari berbagai jenis tanaman yang dicampurkan dengan tanah gambut (peat) basah dari bawah tegakan hutan alam pontianak.

Bahan pembenah tanah : Arang kayu campuran berbentuk bubuk didapatkan dari laboraturium kimia Pemanenan BP3H Gunung Batu; bubuk batubara merupakan bubuk/debu sisa batubara yang telah tidak terpakai didapatkan dari Kabupaten Tanjung-Tabalong Kalimantan Selatan

Tanaman uji yang digunakan terdiri dari tiga jenis yaitu : A. crassna (Gaharu) diunduh dari kebun koleksi BP3H di Darmaga, benih Calophyllum sp. dan Palaquium sp. diunduh dari jenis yang tumbuh pada lahan gambut Kalimantan Tengah.

Inokulum FMA yang digunakan terdiri dari dua jenis : Glomus etunicatum dan Gigaspora margarita yang telah diisolasi dan dikembangkan oleh Laboraturium Mikrobiologi BP3H Gunung Batu.

Alat yang digunakan sesuai dengan tahapan penelitian yang dilakukan yaitu:

 Peralatan pengomposan dan penanaman, meliputi : plastik hitam, karung, sekop, cangkul, gembor, thermometer, polybag dan sarang, bak kecambah, kaliper, penggaris besi.

 Peralatan uji bakteri dan mikoriza, meliputi : saringan spora, pinset, sentrifuge, tabung reaksi, neraca analitik, pH meter, oven, mikroskop binokuler

(42)

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini disusun menggunakan rancangan percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan penempatan unit contoh berdasarkan jenis tanaman uji. Faktor perlakuan terdiri atas penambahan pembenah tanah dengan empat taraf perlakuan dan inokulasi FMA sebanyak tiga taraf perlakuan dengan lima belas ulangan. Susunan perlakuan adalah sebagai berikut :

1. Faktor penambahan pembenah tanah

o Sg = kompos serbuk gergaji 100 %

o SgA = kompos serbuk gergaji 90% + arang 10% o SgB = Kompos serbuk gergaji 90% + batubara 10%

o SgBA = kompos serbuk gergaji 80% + batubara 10% +arang 10% 2. Faktor inokulasi CMA

o M0 = tanpa mikoriza o M1 = Glomus etunicatum o M2 = Gigaspora margarita

Model statistik yang digunakan adalah :

Yijk = µ + Si + Mj + (SM)ij + εijk Keterangan : i : 1,2,3,4 j : 1,2,3

Yijk = nilai pengamatan faktor S (pembenah tanah) ke-i, faktor M (mikoriza) ke-j, ulangan ke-k

Si = pengaruh penambahan pembenah tanah ke-i Mj = pengaruh jenis mikoriza ke-j

(SM)ij = komponen interaksi Faktor S ke-i dengan faktor M ke-j εijkl = pengaruh acak

untuk menentukan perbedaan dilakukan analisa lanjutan dengan DMRT pada taraf 95%, data dianalisis menggunakan sofware aplikasi MINITAB ver. 14.

(43)

3.4 Tahapan Kegiatan Pembuatan Kompos Serbuk Gergaji

a. Penyiapan serbuk gergaji dicampur gambut dengan perbandingan 99% serbuk gergaji dan 1% gambut (peat) dicampur hingga merata. Campuran Serbuk gergaji ini ditambahkan larutan NH4OH 2% (digunakan urea yang mempunyai bahan aktif 45% NH4OH) dan ditambahkan air hingga kelembaban mencapai 80%. Disimpan dalam kondisi anaerob selama 1 minggu (ditutup dengan plastik hitam).

b. Perlakuan pengayaan pembenah tanah ditambahkan sejak masa pencampuran pembuatan kompos, yaitu :

a) Serbuk gergaji 100%

b) Serbuk gergaji 90% + arang 10% c) Serbuk gergaji 90% + batubara 10%

d) Serbuk gergaji 80% + batubara 10% + arang 10%

Pada masing-masing perlakuan ditambahkan 2% NH4OH disimpan dalam kondisi anaerob selama 1 minggu.

c. Masing-masing campuran ditambahkan sukrosa + 2% larutan NH4OH dan ditambahkan bakteri penambat nitrogen, diaduk merata agar aerasi terjaga dan bakteri dapat bekerja dengan optimal. Disimpan kembali dalam kondisi anaerob selam 1 minggu.

Proses dekomposisi terhadap bahan oleh mikroorganisme mikro dapat berjalan sempurna maka kelembaban, dan aerasi perlu diperhatikan. Proses pembalikan dan pencampuran media dilakukan sedemikian rupa hingga merata sampai 4 minggu.

Penanaman Bibit Tanaman (persemaian) a. Penyiapan media tanam semai

Kompos serbuk gergaji pada masing-masing perlakuan dicampurkan dengan tanah yang telah disterilisasi dengan perbandingan 1:1 sebagai media tanam. Media tanam tersebut dimasukkan ke dalam polybag ukuran 10 x 15 cm dimana masing-masing perlakuan diulang sebanyak lima belas

(44)

tanaman sehingga setiap jenis tanaman membutuhkan 180 polybag dan dan total polybag yang digunakan adalah 540 buah.

b. Perkecambahan Tanaman Uji

Benih A. crassna dicuci untuk menghilangkan kotorannya kemudian dijemur sebentar (±2-3 jam) dan ditabur pada bak kecambah dengan media zeolit steril dan ditutup dengan pasir halus steril. Sedangkan Calophyllum sp. dan Palaquium sp. dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran dan langsung ditabur pada bak kecambah dengan media tanah steril. Perkecambahan dilakukan 2 minggu sebelum penanaman.

c. Aplikasi mikoriza

Dua jenis endomikoriza yang digunakan merupakan hasil pengembangan dari Lab. Mikrobiologi Badan Litbang Kehutanan yaitu Glomus

etunicatum dan Gigaspora margarita. Inokulum mikoriza diberikan

bersamaan dengan waktu penyapihan bibit ke dalam polybag sebanyak 5 g dengan jumlah spora rata-rata 4.1.

d. Penyapihan dan Pemeliharaan

Penyapihan kecambah dari bedeng tabur ke polybag dilakukan setelah semai memiliki 2-3 daun. Pada saat penyapihan dilakukan seleksi dengan melihat bentuk kecambah yang berbatang lurus dan seragam. Tinggi tanaman uji yang disapih untuk tiap jenis berbeda-beda, A. crassna disapih dengan rata-rata ketinggian 5 cm sedangkan Calophyllum sp. dan

Palaquium sp. disapih dengan rata-rata tinggi 8 cm. Setelah penyapihan tanaman disiram dan ditempatkan dalam rumah kaca sesuai layout percobaan.

Pemeliharaan yang dilakukan adalah penyiraman dan pembersihan dari gulma secara rutin setiap hari secara manual.

Pewarnaan Akar

Metode pewarnaan akar menggunakan metode yang dikembangkan oleh Brundrett et al. (1996) dengan berbagai modifikasi.

a. Akar semai yang telah dibersihkan dipotong-potong, dimasukkan ke tabung berisi KOH 2.5% selama 24 jam hingga terlihat jernih

Gambar

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian Lahan bekas tambang :
Tabel 2. Persyaratan teknis bahan pembenah tanah
Tabel  4.  Rekapitulasi  hasil  analisis  sidik  ragam  pengaruh  FMA  dan  pembenah  tanah terhadap perkembangan FMA dan pertumbuhan semai A
Tabel  5.  Pengaruh  interaksi  inokulasi  FMA  dan  pembenah  tanah  terhadap      kolonisasi akar semai A
+7

Referensi

Dokumen terkait

Izin Tinggal Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 angka 3, dapat diberikan kepada orang asing pemegang Visa Tinggal Terbatas dan orang asing sebagaimana dimaksud dalam

Dari Gambar 12 dapat disimpulkan bahwa pengaktivasi yang baik digunakan pada arang aktif untuk mengadsorbsi logam Timbal (Pb) adalah pengaktivasi dengan menggunakan larutan asam

Sistem akuntansipengeluarankasadalahserangkaian kegiatan bisnis dalam pemrosesan data yang meliputi pengeluaran cek untuk melunasi hutang berhubungan dengan pembelian

Untuk kriteria responden dalam penelitian ini adalah subscriber youtube channel Atta Halilintar yang pernah menonton konten video youtube ”Nyamar Jadi Orang Miskin..

Selama duduk di situ kemudian kyai lurah segera berkata kepada Prawira Giyota dengan pelan, demikian perkataannya “nak jelaskan padaku, pendapa yang timur ini

Aastatel 2005–2011 läbis Eestis kehavälise viljastamise protseduuri 4445 naist, kelle protseduuride ja ravimite eest tasuti Eesti Haigekassa eelarvest ja riigieelar- vest..

Penelitian ini menjelaskan bahwa 36 balita yang memiliki kepadatan tempat tinggal kurang dan diantaranya 18 balita mengalami pneumonia, hal ini bisa dikatakan

Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah 15 L susu sapi segar yang dibeli pada beberapa peternak atau outlet di daerah Medan Sunggal.. Penelitian ini menggunakan metode